24
0

cerita rakyat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cerita rakyat

Citation preview

Page 1: cerita rakyat

0

Page 2: cerita rakyat

Kisah Dewi Rinjani (Dewi Anjani)

Asal Nusa Tenggara Barat

Pada satu masa di dekat negri Alengka (tempat para raksasa), tersebutlah sebuah

pertapaan yang disebut dengan Gunung Sukendra. Pertapaan itu dihuni oleh Resi Gotama dan

keluarganya. Resi Gotama adalah keturunan Bathara Ismaya, putra Prabu Heriya dari Mahespati.

Resi Gotama memiliki seorang kakak bernama Prabu Kartawirya yang kelak akan menurunkan

Prabu Arjunasasrabahu. Atas jasa-jasa dan baktinya kepada para dewa, Resi Gotama dianugrahi

seorang bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dari hasil perkawinannya mereka

dikaruniai tiga orang anak Dewi Anjani, Guwarsa (Subali) dan GuwaResi (Sugriwa).

Tahun berganti tahun, Dewi Windradi yang selalu dalam kesepian karena bersuamikan

seorang brahmana tua, akhirnya tergoda oleh panah asmara Bhatara Surya (dewa Matahari).

Terjadi saat sang dewi sering berjemur telanjang mandi sinar matahari di pagi hari. Terjalinlah

hubungan asmara secara rahasia sedemikian rapih sehingga sampai bertahun-tahun tidak

diketahui oleh Resi Gotama, maupun oleh ketiga putranya yang sudah menginjak dewasa. Akibat

suatu kesalahan kecil yang dilakukan oleh Dewi Anjani, jalinan kasih yang sudah

berlangsung cukup lama itu, akhirnya terbongkar dan membawa akibat yang sangat

buruk bagi keluarga Resi Gotama.

Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Dewi Anjani, Dewi Windradi mengabaikan

pesan Bhatara Surya, memberikan pusaka kedewataan Cupumanik Astagina kepada Anjani.

Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah

berwanti-wanti untuk jangan sekah-kali benda kedewatan itu ditunjukkan apalagi diberikan

orang lain, walau itu putranya sendiri. Kalau pesan itu sampai terlanggar, sesuatu kejadian yang

tak diharapkan akan terjadi.

Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak

boleh dillhat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena Cupumanik

Astagina disamping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa, juga didalamnya mengandung

rahasia kehidupan alam nyata dan alam kesuragaan. Dengan membuka Cupumanik Astagina,

melalui mangkoknya kita akan dapat melihat dengan nyata dan jelas gambaran surga yang serba

polos, suci dan penuh kenikmatan.

Kumpulan Cerita Rakyat | 1

Page 3: cerita rakyat

Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas seluruh kehidupan semua

makluk yang ada di jagad raya. Sedangkan khasiat kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina

ialah dapat memenuhi semua apa yang diminta dan menjadi keinginan pemiliknya.

Bagi masyarakat hindu, cupu ini merupakan suatu wadah berbentuk bundar berukuran

kecil terbuat dari kayu atau logam. Manik=permata, melambangkan sesuatu yang indah.

Asthagina=delapan macarn sifat yang harus dimiliki oleh seorang brahmana:

1. daya sarwa buthesu (belas kasih kepada sekalian makluk)

2. ksatim (suka memaafkan, sabar)

3. anasunyah ( tidak kecewa atau menyesal)

4. saucam (suci lahir batin)

5. anayasah (tidak mengeluarkan tenaga berlebih-lebihan. Jawa; nyengka, ngaya)

6. manggalam (beritikad baik)

7. akarpanyah (tidak merasa miskin baik dalam hal batiniah maupun lahiriah, begitu

pula dalam hal budi)

8. asprebah (tidak berkeinginan atau bahwa nafsu duniawi)

Namun dorongan rasa cinta terhadap putri tunggaInya telah melupakan pesan Bhatara

Surya. Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina kepada Anjani, disertai pesan agar

tidak menunjukkan benda tersebut baik kepada ayahnya maupun kepada kedua adiknya.

Suatu kesalahan dilakukan oleh Anjani. Suatu hari ketika ia akan mencoba kesaktian

Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi melihatnya. Terjadilah keributan

diantara mereka, saling berebut Cupumanik Astagina. Anjani menangis melapor pada ibunya,

sementara Guwarsa dan Guwarsi mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosi Guwarsa dan

Guwarsi menuduh ayahnya, Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan

Anjani. Suatu tindakan yang menyimpang dari sifat seorang resi.

Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia merasa

tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk

memanggil Dewi Anjani dan Dewi Windradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya,

Dewi Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang,

bahwaa benda itu pemberian dari ibunya.

Sementara Dewi Windradi bersikap diam membisu tidak berani berterus terang dari mana

ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi Windradi seperti dihadapkan pada buah

Kumpulan Cerita Rakyat | 2

Page 4: cerita rakyat

simalakama. Berterus terang, akan memebongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya.

Bersikap diam, sama saja artinya dengan tidak menghormati suaminya.

Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gotama marah, dan mengutuknya menjadi

patung batu, yang dengan kesaktiannya, dilemparkannya melayang, dan jatuh di taman Argasoka

kerajaan Alengka disertai kutukan, kelak akan memjelma kembali menjadi manusia setelah

dihantamkan ke kepala raksasa.

Demi keadilan, Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke udara. Siapapun

yang menemukan benda tersebut, dialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Dewi Anjani,

GuwaResi Guwarsa dan Jembawan segera mengejar benda kadewatan tersebut.  Tetapi

Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal sayap. Sebentar saja telah melintas dibalik bukit.

Cupu tersebut terbelah menjadi dua bagian, jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi telaga.

Bagian Cupu jatuh di negara Ayodya menjadi Telaga Nirmala, sedangkan tutupnya jatuh di

tengah hutan menjadi telaga Sumala.

Mitos yg hidup di kalangan masyarakat Dieng menyebutkan bahwa Telaga Merdada,

yang letaknya 3,5 kilometer dari Desa Dieng, dianggap sebagai penjelmaan dari Cupu Manik

Astagina. Di dekat Telaga Pengilon atau Telaga Cermin (konon cerita, bisa dipakai untuk kaca

cermin) terdapat Goa Semar. Masyarakat setempat mempercayainya sebagai bekas tempat

semedi Bodronoyo atau Semar. Goa batu ini mempunyai panjang sekitar lima meter dan

dikeramatkan oleh masyarakat Dieng.

Anjani, Guwarsi, Guwarsa dan Jembawan yang mengira cupu jatuh kedalam telaga,

langsung saja mendekati telaga dan meloncat masuk kedalamnya. Suatu malapetaka terjadi,

Guwarsa, Guwarsi dan Jembawan masing-masing berubah wujud menjadi seekor manusia kera.

Melihat ada seekor kera dihadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena menganggap kera itu

menghalang-halangi perjalanannya.

Pertarungan tak pelak terjadi diantara mereka. Pertempuran seru dua saudara yang sudah

menjadi kera itu berlangsung seimbang. Keduanya saling cakar, saling pukul untuk mengalahkan

satu dengan lainnya. Sementara Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran

melihat dua kera yang bertengkar namun segala tingkah laku dan pengucapannya sama persis

seperti junjungannya Guwarsa dan Guwarsi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan menyapa

mereka. Merasa namanya dipanggil mereka berhenti bertengkar. Barulah mereka sadar bahwa

Kumpulan Cerita Rakyat | 3

Page 5: cerita rakyat

ketiganya telah berubah wujud menjadi seekor kera.Dan merekapun saling berpelukan!

menangisi kejadian yang menimpa diri mereka.

Adapun Dewi Anjani yang berlari-lari datang menyusul, karena merasa kepanasan,

sesampainya di tepi telaga lalu merendamkan kakinya serta membasuh mukanya, dan... wajah,

tangan dan kakinya berubah ujud menjadi wajah, tangan dan kaki kera.  Setelah masing-masing

mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa mereka, dengan sedih dan ratap tangis

penyesalan, mereka kembali ke pertapaan.

Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan ketiga putranya yang

telah berubah wujud menjadi kera.  Setelah memberi nasehat seperlunya, Resi Gotama menyuruh

ketiga putranya untuk pergi bertapa sebagai cara penebusan dosa dan memperoleh anugerah

Dewata.

Subali 'tapangalong' bergantungan di atas pepohonan seperti kalong (kelelawar besar)

layaknya. Sugriwa 'tapa ngidang' mengembara dalam hutan seperti kijang, sedang Anjani 'tapa

ngodhok' berendam di air seperti katak ulahnya di tepi telaga Madirda. la tidak makan kalau

tidak ada dedaunan atau apapun yang dapat dimakan yang melayang jatuh di pangkuannya, dan

untuk melepas rasa haus ia membasahi mulutnya dengan air embun.

Beberapa tahun berialu, syahdan Batara Guru pada suatu waktu melanglang buana

dengan naik lembu Andininya. Ketika melewati telaga Madirda dilihatnya Anjani bertapa

berbadan kurus kering, timbul rasa belas kasihannya, maka dipetiknya dedaunan sinom (daun

muda pohon asam), dilemparkan ke arah telaga dan jatuh di pangkuan Anjani. Anjanipun

memakannya, dan iapun menjadi hamil karenanya.

Setelah tiba saatnya, bayi yang dikandungnya lahir dalam ujud kera berwarna putih

sekujur badannya. Bayi itu kemudian diberi nama Hanoman, mengacu kepada daun sinom

pemberian Batara Guru yang menyebabkan kehamilan Anjani. Dengan demikian dituturkan

bahwa Hanoman adalah putra Batara Guru dan Dewi Anjani. 

Hingga saat ini belum ada orang yang dapat menceritakan mengapa Gunung Rinjani ada

di Lombok, hanya mereka bercerita kadang para pendaki saat mencapai caldera dalam keadaan

capai suka mendapatkan penampakan dari Dewi Rinjani yang cantik dengan sebagian tangannya

dan mukanya berbulu mirip kera, katanya.

Kumpulan Cerita Rakyat | 4

Page 6: cerita rakyat

Tampe Ruma Sani

Asal Nusa Tenggara Barat

Alkisah pada zaman dulu, tinggallah seorang anak perempuan bernama Tampe Ruma

Sani. Semua orang di kampungnya mengenal dia, sebab setiap hari ia menjajakan ikan hasil

tangkapan ayahnya. Ibunya sudah meninggal. Di rumahnya ia tinggal bersama ayah dan adik

laki-lakinya yang masih kecil. Ia memasak nasi untuk ayah dan adiknya. Kasihan Tampe Ruma

Sani yang masih kecil itu harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya

dikerjakan oleh orang dewasa.

Pada suatu hari, seorang janda menyapa Tampe Rurna Sani, “Sudah habis ikanmu Nak?

Tiap hari saya lihat ikanmu cepat habis, apa rahasianya?”

“Saya menjual lebih murah dari yang lain, agar cepat habis, karena saya harus segera

pulang menanak nasi untuk ayah dan adik saya. Juga pekerjaan rumah tangga yang lain harus

saya kerjakan”, jawab Tampe Rurna Sani sambil berjalan cepat.

“Siapa nama adikmu?”

“Mahama Laga Ligo”, jawab Tampe Rurna Sani. “Mengapa bukan adikmu yang

memasak?”

“Adikku masih kecil, belum bisa memasak.” Bermacam-macam pertanyaan janda itu

kepada Tampe Ruma Sani.

“Sampaikan salamku kepada ayahmu! Aku mau membantu kalian dan tinggal di rumah

ayahmu. Aku mau membuat tembe (sarung), sambolo (destar) dan ro sarowa (celana) untuk

ayahmu”, kata janda itu dengan manis.

“Baik Bu, akan saya sampaikan kepada ayah.” Singkat cerita janda itu kini telah kawin

dengan ayah mereka, dan menjadi ibu tirinya.

Kini Tampe Ruma Sani lidak lagi memasak. Pekerjaannya hanya menjajakan ikan saja.

Sekali-sekali ikut menumbuk padi. Setiap menumbuk padi, ibunya selalu berpesan agar beras

yang utuh dipisahkan dengan yang hancur.

Pada mulanya, ibu tirinya sangat baik kepada Tampe Ruma Sani dan adiknya. Namun,

lama-kelamaan sikapnya berubah. Tampe Rurna Sani dan Mahama Laga Ligo mendapat

perlakuan yang kurang baik, lebih-lebih kalau ayahnya tidak berada di rumah.

Kumpulan Cerita Rakyat | 5

Page 7: cerita rakyat

Pada suatu hari, ayahnya baru pulang menangkap ikan. Sang ibu tiri segera menyiapkan

makanan yang enak-enak untuknya. Sedang untuk anak ttrinya disediakan nasi menir (nasi dari

beras yang hancur kecil-kecil). Melihat hal itu, Tampe Ruma Sani memberanikan diri lapor

kepada ayahnya, “Ayah dan ibu makan nasi yang bagus dan ikannya yang enak-enak, sedang

saya dan adik nasinya kecil-kecil dan tidak ada ikannya”. Mendengar hal itu ayahnya bertanya,

“Mengapa makanan anak-anak berbeda dengan makanan kita Bu?”

“Oo tidak Pak, sebenarnya sama saja, lihatlah sisa makanan yang ada di kepala Mahama

Laga Ligo,” jawab istrinya.

Sebenarnya nasi yang ada di kepala Mahama Laga Ligo sengaja ditaruh oleh ibu tirinya

menjelang ayahnya datang. Hal yang demikian telah dilakukan berkali-kali. Ibunya sangat marah

kepada Tampe Ruma Sani yang berani melaporkan kepada ayahnya. Setelah suaminya pergi,

sang ibu tiri menghajar Tarnpe Ruma Sani sampai babak belur. Tampe Ruma Sani menangis

sejadi-jadinya. Melihat kakaknya dihajar, Mahama Laga Ligo pun ikut menangis.

“Kalau kalian berani melapor kepada ayahmu akan kubunuh kalian!” ancamnya.

Perlakuan kasar telah biasa diterima oleh kedua anak itu. Mereka tidak berani

melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, karena takut ancaman ibu tirinya.

Kini kedua anak itu sudah besar dan menginjak dewasa. Kakak beradik itu bermaksud

pergi meninggalkan orang tuanya untuk mencari nafkah sendiri, karena tidak tahan lagi

menerima siksaan ibu tirinya. Maksud itu pun disampaikan kepada ayahnya, “Ayah, kami

sekarang sudah besar, ingin pergi mencari pengalaman. Oleh karena itu, izinkanlah saya dan

Mahama Laga Ligo pergi”.

“Mengapa engkau mau meninggalkan rumah ini? Tetaplah di sini. Rumah ini nanti akan

sepi.” kafa ayahnya. Ibu tirinya segera menyahut, “Benar kata Tampe Ruma Sani. Dia kini sudah

besar. Bersama adiknya tentu ingin mandiri. Maka sebaiknya ayah mengizinkan mereka pergi.”

Ibu tirinya memang sudah tidak senang dengan anak-anak tirinya yang dirasa sangat

mengganggu.

Akhirnya, ayahnya pun dengan berat mengizinkan, berkat desakan istrinya yang terus-

menerus. Pagi hari sesudah sholat subuh, kedua anak itu meninggalkan rumahnya. Ibu tirinya

memberi bekal nasi dalam bungkusan. Ayahnya mengantarkan sampai ke batas desa.

Kumpulan Cerita Rakyat | 6

Page 8: cerita rakyat

Alkisah, kedua anak itu berjalan menyusuri hutan dan sungai. Sesekali mereka

membicarakan ibu tirinya yang kejam. Sesekali juga membicarakan ayahnya yang kena pengaruh

ibu tirinya. Setelah seharian berjalan, Mahama Laga Ligo merasa capai.

“Kak, saya capai dan lapar. Istirahat dulu ya Kak”, katanya dengan nada menghimbau.

“Bolehlah. Kita cari dulu tempat yang teduh, lalu kita makan bekal yang diberikan ibu

tadi,” kata kakaknya. Ketika mau duduk dekat adiknya yang mulai membuka bekalnya, tercium

bau kotoran.

“Pindah dulu, di sekitar sini ada kotoran, kata Tampe Ruma Sani, sambil mengamati di

mana kotoran itu berada. Namun, di sekitar tempat itu bersih. Lalu ia duduk lagi dan meneruskan

membuka bekal yang dipegang adiknya. Ketika bekal itu dibuka bau itu tercium lebih keras.

Akhinya, tahulah sumber bau itu. Bau itu temyata berasal dari bekal yang dibawanya. Rupanya

ibu tirinya sangat jahat, sehingga sampai hati memberi bekal yang dicampuri kotoran manusia.

Lalu, bungkusan itu pun dibuang, dengan perasaan marah dan sedih.

Dengan mengikat perutnya kencang-kencang, kedua kakak beradik itu pun melanjutkan

perjalanan. Setelah beberapa lama herjalan, dilihatnya sebuah rumah di tengah hutan. Kedua

anak itu merasa senang. Segeralah keduanya menaiki tangga dan mengetuk pintu. Namun,

setelah beberapa saat tidak terdengar jawaban. Diketuknya sekali lagi, tetap tiada jawaban. Lalu,

keduanya mendorong pintu rumah itu sedikit demi sedikit. Ternyata pintu itu tidak dikunci.

Dengan perlahan-lahan, ia memeriksa seluruh penjuru rumah, temyata rumah itu tidak ada

penghuninya. Di sebuah sudut rumah itu ada tiga buah karung. Setelah diperiksa, ternyata karung

itu berisi merica, cengkih, dan pala. Di atas meja tersedia makanan. Di sekitar rumah ditumbuhi

rumput yang tinggi, yang tampak tidak pernah dijamah manusia maupun binatang.

“Mari kita duduk di dalam rumah menunggu pemiliknya” kata Tampe Ruma Sani kepada

adiknya. Mereka duduk-duduk. Tak berapa lama, karena kecapaian, mereka tertidur. Pada saat

terbangun hari telah pagi. Penghuni rumah itu belum juga muncul. Makanan di atas meja masih

tetap utuh. Mereka heran, makanan itu masih hangat. Karena kelaparan, makanan itu pun mereka

makan sampai habis.

Tiga hari sudah mereka berada di rumah itu. Setiap mereka bangun pagi, makanan hangat

telah tersedia. Mereka semakin terheran-heran, namun tidak mampu berpikir dari mana

semuanya itu.

Kumpulan Cerita Rakyat | 7

Page 9: cerita rakyat

Untuk menjaga kemungkinan makanan tidak tersedia lagi, mereka bermaksud menjual

rempah-rempah dalam karung itu. Pada hari keempat, Maharna Laga Ligo berkata kepada kakak

perempuannya, “Kak, biarlah saya yang menjual rempah-rempah ini sedikit demi sedikit ke

pasar. Sementara saya pergi, kakak di dalam rumah saja. Kalau ada orang datang, jangan sekali-

sekali kakak membukakan pintu”.

“Baiklah, pergilah, tetapi jangan lama-lama”, jawab kakaknya.

Tersebutlah hulubalang raja yang sedang berburu di hutan. Setelah beberapa lama,

mereka sangat heran di tengah hutan itu ada sebuah rumah. Selama ini, di daerah itu tidak pernah

ada seorang pun berani tinggal. Maka salah seorang hulubalang itu menaiki tangga rumah itu dan

mengetuk pintunya. Tampe Ruma Sani tidak berani menjawab, apalagi membuka pintu. Ia

bersembunyi di bawah meja dengan sangat ketakutan. Dalam hati berdoa semoga adiknya cepat

datang.

Karena ketukan pintunya tidak terjawab, maka hulubalang raja itu turun, dan memeriksa

kolong rumah itu. Ia melihat rambut yang terjurai di bawah kolong. Lalu, ia pun menarik rambut

itu. Rambut itu adalah rambut Tampe Ruma Sani. Ketika ditarik, ia merasa kesakitan dan

berteriak. Hulubalang itu terkejut. Ia lidak mengira, rambut itu rambut manusia. Ia segera

kembali meminta agar pintu dibuka. Namun, Tampe Ruma Sani tetap tidak mau membuka.

Hulubalang itu segera kembali ke kerajaan melaporkan peristiwa itu kepada raja.

Mendapat laporan yang demikian, raja bersama beberapa hulubalang yang lain segera menuju

hutan di mana rumah itu berada. Raja meminta agar pintu dibuka. Namun, Tampe Ruma Sani

tetap tidak berani membukanya. Akhirnya, pintu itu pun didobrak beramai-ramai. Tampe Ruma

Sani berteriak ketakutan.

“Jangan takut! Aku raja di negeri ini”.

Pada saat itu, Mahama Laga Ligo datang. “Saya datang, Kak. Bukalah pintu!”

Tampe Ruma Sani membukakan pintu dan memperkenalkan sang raja dan para hulubalang. Dan

mereka pun dibawa ke istana dan Tampe Rurna Sani dijadikan permaisurinya.

Kumpulan Cerita Rakyat | 8

Page 10: cerita rakyat

Legenda Batu Joko Budeg

Asal Tulungagung, Jawa Timur

Konon menurut cerita para tetua di kabupaten Tulungagung, ada seorang Jejaka bernama

Joko Budeg yang keturunan orang biasa dan Roro Kembangsore dari keluarga Ningrat. Joko

Budeg sangat mendambakan Roro Kembangsore menjadi pasangan hidupnya, karena Joko

Budeg mencintai Kembangsore dengan sepenuh hatinya.

Tentu saja keinginan Joko Budeg yang berlebihan ini tidak mendapat tanggapan dari

Kembang Sore, karena Kembangsore berpendapat bahwa Joko Budeg bukanlah pasangan yang

setimpal untuk dirinya. Sebagai lelaki Joko Budeg tidak pernah surut keinginannya untuk

mempersunting wanita idamannya, berbagai cara sudah dilakukan agar keinginannya bisa

terwujud.

Lama kelamaan hati Kembang Sore yang keras bagaikan batu, luluh oleh keseriusan Joko

Budeg mendekati dirinya. Tetapi tentu saja keinginan ini tidak serta merta diterima begitu saja

oleh Kembang Sore. Roro Kembangsore mau menerima lamaran Joko Budeg dengan persyaratan

yang harus dipenuhi oleh Joko Budeg.

Kembang Sore mau dipersunting oleh Joko Budeg asalkan Joko Budeg mau bertapa 40

hari 40 malam di sebuah bukit, beralaskan batu dan memakai tutup kepala “cikrak” (alat untuk

membuang sampah di Tulungagung) sambil menghadap ke Lautan Kidul. Joko Budeg menerima

persyaratan ini, dan melaksanakan apa yag diminta oleh Roro Kembang Sore.

Setelah waktu berlalu sesuai yang dijanjikan, Roro Kembang Sore berharap Joko Budeg

datang untuk memenuhi janjinya. Setelah ditunggu 1 hari 1 malam, ternyata Joko Budeg tidak

muncul juga, kembang sore mulai cemas (karena sebenarnya di hati Kembang Sore juga tumbuh

rasa cinta kepada Joko Budeg). Seketika itu juga Kembangsore mendatangi bukit yang

digunakan untuk bertapa Joko Budeg. Sesampai disana masih Nampak Joko Budeg dengan

khususnya bertapa. Kasihan melihat keaadaan itu, kembangsore membangunkan Joko Budeg dari

bertapanya.

Setelah cukup lama usaha Kembang Sore untuk membangunkan Joko Budeg tidak

membawa hasil, akhirnya Kembang Sore jengkel, dan keluar kata-kata yang

cukupkeras “ditangekke kok mung jegideg wae, koyo watu” (bahasa jawa Tulungagungan,

Kumpulan Cerita Rakyat | 9

Page 11: cerita rakyat

dibangunkan kok tidak bangun-bangun, kayak batu) seketika itu terjadi keajaiban alam, Joko

Budeg berubah wujudnya menjadi batu. Saat ini bukit tempat Joko Budeg bertapa dikenal

dengan nama “Gunung Budeg” dan patung Joko Budeg bertapa masih untuh sampai sekarang.

Roro Kembang Sore, dengan penyesalan yang dalam, kembali ke kediamannya dan

bersumpah tidak akan menikah dengan orang lain selain Joko Budeg. Roro Kembang Sore

akhirnya bertapa di satu tempat, sampai meninggal dan dikuburkan di tepat itu. Saat ini tempat

pemakaman kembang sore dikenal sebagai Pemakaman Gunung Bolo yang sangat terkenal

(Di Kec. Kauman Kab. Tulungagung).

Untuk mencapai lokasi ini tidaklah sulit apabila anda berada dikota Tulungagung, Jawa

Timur yang dapat ditempuh selama 3 jam perjalanan darat dari Surabaya atau 2 jam dari kota

Malang. Batu besar tersebut bisa disaksikan di kawasan Wajak Kidul dengan bukit tandusnya

yang menyimpan jutaan kilo marmer berkualitas terbaik di Indonesia. Semoga kawasan pra

sejarah ini masih bisa disaksikan oleh anak cucu kita nanti.

Kumpulan Cerita Rakyat | 10

Page 12: cerita rakyat

Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu

Asal Bandung, Jawa Barat

Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang

sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang

terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik.

Konon menurut cerita rakyat Parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik.

Berikut ini ceritanya.

Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja

membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina

bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi.

Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh

ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati.

Dayang Sumbi sangat cantik dan cerdas, banyak para raja yang meminangnya, tetapi

seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya.

Galau hati Dayang Sumbi melihat kekacauan yang bersumber dari dirinya. Atas permitaannya

sendiri Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si

Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain

terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia

berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan

dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi.

Dayang Sumbi pun menikahi Si Tumang dan dikaruniai bayi laki-laki yang diberi nama

Sangkuriang. Sangkuriang memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Dalam masa

pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh Si Tumang yang yang dia ketahui

hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang

pemuda yang tampan, gagah perkasa dan sakti.

Pada suatu hari Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya Si Tumang untuk

mengejar babi betina yang bernama Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut,

Sangkuriang marah dan membunuh Si Tumang. Daging Si Tumang oleh Sangkuriang diberikan

kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa

Kumpulan Cerita Rakyat | 11

Page 13: cerita rakyat

yang dimakannya adalah Si Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta kepala

Sangkuriang dipukul dengan senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka dan

diusirlah Sangkuriang.

Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah

timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang

Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang

ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya, begitu juga sebaliknya. Terjalinlah kisah kasih di

antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah

puteranya, dengan tanda luka di kepalanya.

Dayang Sumbi pun berusaha menjelaskan kesalahpahaman hubungan mereka. Walau

demikian, Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar

Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan

membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.

Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok

pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan

mejadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai

dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud

Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain putih hasil

tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang menjadi gusar,

dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran

sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air

Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah

ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di Gunung Putri

dan berubah menjadi setangkai unga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat

yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).

Kumpulan Cerita Rakyat | 12

Page 14: cerita rakyat

Aryo Menak dan Tujuh Bidadari

Asal Jawa Barat

Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan.

Pada suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau,

dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati

sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi

dan bersenda gurau disana.

Ia sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki

seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah

selendang dari bidadari-bidadari itu.

Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya

masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda. Bidadari itu

tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan menangis.

Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi.

Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: “Ini mungkin sudah

kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu. Janganlah bersedih.

Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu.”

Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak menolak ketika

Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya

Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.

Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci

nasi hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.

Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah

berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada dirumah, ia

mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi. Tindakan ini membuat

kekuatan gaib isterinya sirna.

Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak

beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang. Pada suatu

hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya

Kumpulan Cerita Rakyat | 13

Page 15: cerita rakyat

tersembul selendangnya yang hilang. Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya

untuk pulang ke sorga. Pada suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya.

Tubuhnya menjadi ringan, iapun dapat terbang ke istananya.

Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya.

Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi.

Kumpulan Cerita Rakyat | 14