Upload
mirosladelonge
View
119
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
STROKE HEMORAGIK
PEMBIMBING :
Dr. Ananda Setiabudi, Sp.S
PENYUSUN :
Noor Ain bt Mohd Hariri
030.08.290
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
15 JULI PERIODE 2013 – 24 AGUSTUS 2013
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wbt.
Alhamdulillah,puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. karena atas
berkatnya,saya dapat menyelesaikan case ini dengan baik dan lancar.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr Ananda Setiabudi, Sp.S atas
bimbingan yang diberikan kepada saya sehingga case ini dapat diselesaikan.
Terima kasih juga kepada teman-teman yang turut membantu serta mendukung
dalam penyelesaian case ini.Semoga case ini dapat menambahkan pengetahuan para
pembaca tentang stroke hemoragik.
Mohon maaf sekiranya terdapat kekurangan atau kesalahan yang mungkin para
pembaca temukan.Sebarang kritikan dan saran saya terima dengan hati yang terbuka.
Jakarta,10 Agustus 2013
Noor Ain Hariri
030.08.290
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
PENDAHULUAN....................................................................................................1
BAB I LAPORAN KASUS.........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA STROKE HEMORAGIK.......................12
BAB III KESIMPULAN..............................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
3
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang
mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45 tahun
ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan
hanya 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian
retrospektif terbaru menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke
hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin
dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan,
ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen antiplatelet dan warfarin yang dapat
menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi
seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama
kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah
dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke
iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi
hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok,
hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang
tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
4
Nama Ny. S
Umur 42 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Alamat Pancoran,Kalibata
Agama Islam
Status perkawinan Bercerai
Pekerjaan Pencuci pakaian
Tanggal Masuk RS 27 Juli 2013
Medical Record 88 55 83
II. ANAMNESIS :
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 31 Juli 2013 di ruangan 905 RSUD
Budhi Asih pada jam 13.00
Keluhan Utama
Tangan dan kaki kiri tidak dapat digerakkan sejak 10 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Terasa baal di tangan dan kaki kiri,serta nyeri kepala di bagian belakang.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan tangan dan kaki
kiri tidak dapat digerakkan.Pasien juga berasa lemah sisi kiri,dirasakan tiba-tiba
setelah bangun dari tidur.Pasien juga merasakan tangan dan kaki kiri baal yang
timbul bersamaan rasa lemah serta nyeri kepala berdenyut terutama di bagian
belakang sehingga leher.Semua keluhan ini dirasakan pertama kali dan pasien
tidak merasakan keluhan tersebut sebelumnya.
Setelah tidak dapat digerakkan,pasien istirahat dan bagian yang tidak dapat
digerakkan diurut.Karena tidak membaik,pasien dibawa keluarga ke RSUD
Budhi Asih.Pasien menyangkal adanya riwayat pingsan,penurunan
kesadaran,kejang,mual,muntah,sulit menelan dan bicara pelo.
Riwayat Penyakit Dahulu
5
Pasien tidak mengetahui adanya riwayat hipertensi atau diabetes.Pasien
tidak ada penyakit jantung,paru atau ginjal.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok dan mengkonsumsi alkohol.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama,
riwayat hipertensi, DM, dan alergi dalam keluarga disangkal oleh keluarga
pasien.
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Kesan hemiparesis kiri
Tanda Vital :
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Denyut nadi : 86 x/mnt
Suhu : 36 °C
Pernapasan : 20 x/mnt
Kepala
Bentuk : Normocephali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Hidung : Septum deviasi(-), sekret(-)
Telinga : Normotia, serumen +/+
Mulut : Mukosa tidak hiperemis, pucat (-), sianosis (-),
Oral hygiene baik.
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thorax
Jantung : BJ I-II reguler, mur mur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-
6
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal,
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada oedem
B. STATUS NEUROLOGIK
GCS : E4 M6 V5 = 12
Tanda Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)
SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius )
Tidak dilakukan
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan
Lapang pandang
Pengenalan warna
dbn
dbn
dbn
dbn
Tidak dilakukan
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis
Pupil
Bentuk
Ukuran
Gerak bola mata
Refleks pupil
Langsung
Tidak langsung
(-)
Bulat
3 mm
(+)
(+)
(+)
(-)
Bulat
3 mm
(+)
(+)
(+)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata (+) (+) Normal
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
7
Motorik
Sensibilitas
Refleks kornea
5555
dbn
+
1111
hipestesi
+
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata
Strabismus
Deviasi
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik:
- sudut mulut
- mengerutkan dahi
- mengangkat alis
- lipatan nasolabial
- meringis
dbn
dbn
Mencong ke arah
kanan
Hemiparesis
kiri sentral
8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran dbn dbn Tidak terdapat penurunan
pendengaran
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Daya perasa
Refleks muntah
Simetris
dbn
Simetris
dbn
Normal
Deria rasa baik
Normal
10. N. X (Vagus)
8
Keterangan
Bicara
Menelan
Baik
Baik
Tidak terdapat afasia
Tidak terdapat kelainan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Mengangkat bahu
Memalingkan
kepala
Normal
(+)
Sedikit
lemah
(+)
Normal
12. N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri Keterangan
Pergerakan lidah
Artikulasi
Simetris
Baik
Tidak terdapat kelainan
Tidak terdapat kelainan
IV. SISTEM MOTORIKMotorik
Tonus hipotoni normal
Kekuatan 5555 3444
5555 3344
V. SISTEM SENSORIKKanan dan kiri
RabaNyeriSuhuPropioseptif
SimetrisSimetrisSimetrisSimetris
VI. REFLEKSKanan Kiri Keterangan
9
Fisiologis Biseps Triseps KPR APR
(+)(+)(+)(+)
(+)(+)(+)(+)
NormalNormalNormalNormal
Patologis Babinski Chaddock HoffmanTromer schaefer Oppenheim Gordon
(-)(-)(-)(-)(-)(-)
(-)(-)(-)(-)(-)(-)
VII. FUNGSI KORDINASIKanan Kiri Keterangan
Test telunjuk hidungTest tumit lututGaitTandemRomberg
NormalTidak dapat dilakukanTidak Dapat DilakukanTidak Dapat DilakukanTidak Dapat DilakukanTidak Dapat Dilakukan
VIII. SISTEM OTONOM
Miksi : Menggunakan kateter
Defekasi : (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Laboratorium : Tanggal 27 Juli 2013
Hb : 11,2 gr/dL sedikit rendah
Ht : 37,0 %
Leukosit : 12,1 ribu/Ul sedikit tinggi
Trombosit : 323 ribu/ul
SGOT : 20 mU/dl
SGPT : 14 Mu/dl
GDS : 122 mg/dl tinggi
Ureum : 18 mg/dl
10
Kreatinin : 0.62 mg/dl
Natrium : 141 mmol/L
Kalium : 3.5 mmol/L sedikit rendah
Klorida : 108 mmol/L
Laboratorium : Tanggal 28 Juli 2013
Kolesterol total: 173 mg/dl
Trigliserida : 48 mg/dl
HDL : 53 mg/dl
LDL : 95 mg/dl
Asam urat : 3.3 mg/dl
Rontgen thorak : Tanggal 27 Juli 2013
Cor dan pulmo normal
CT – Scan : Tanggal 29 Juli 2013-08-12
11
Terdapat hematom cerebri et perdarahan intraventrikel,tidak tampak deviasi
midline,pons dan cerebellum baik.
V. RESUME
Pasien perempuan, 42 tahun datang dengan keluhan bagian badan sisi kiri terasa lemes.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
somnolen. Tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 86 kali/menit, laju napas 20 kali/ menit,
suhu 36ºC. Status generalis dalam batas normal. Pada status neurologis, ditemukan
keadaan pasien sebagai berikut :
GCS : E4M6V5
Pupil : bulat isokor, ø3mm/ø3mm, RCL +/+, RCTL +/+
TRM : Kaku kuduk (-)
Nervus cranialis : Parese nervus VII kiri sentral
Motorik : 5555 3444
5555 3344
Kesan hemiparesis kiri
Refleks fisiologis : ekstremitas atas : biseps : +/+
triseps : +/+
Ekstremitas bawah : patella : +/+
Achilles : +/+
Refleks patologis : negatif
Sensorik : hipesetesi pada kaki dan tangan kiri
Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan adanya perdarahan intraventrikel
12
VI. DIAGNOSA KERJA
D/ klinis : Hipertensi grade II,cephalgia,hipestesi dan hemiparesis tangan dan kaki
kiri,paresis n VII kiri
D/ topis : pembuluh darah sistem karotis
D/ patologis : hematom cerebri dengan perdarahan intraventrikel kanan
D/ etiologis : sistem vascular cerebral
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Posisi kepala ditinggikan 20-30 derajat
Kontrol Vital Sign dan neurologis
Mobilisasi dan rehabilitasi medik
Konsul gizi
Medikamentosa
IVFD Asering/12 jam
Takelin 1gr x2 dimasukkan ke dalam infus
Vit. K 3x/hari
Kalnex 3x1
Frego 3x25 mg
Perdipine 0,5 mikro/kgBB/jam
Captopril 3x25 mg
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanasionam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
IX. ANALISIS KASUS
13
Pasien,Ny S datang dengan keluhan lemah satu sisi badan yaitu sisi kiri yang
muncul tiba-tiba setelah bangun tidur diertai rasa baal pada sisi tersebut.Gejala
dirasakan pertama kali,pasien tidak pernah tahu menderita hipertensi sehinggalah di
rumah sakit sekarang.Pasien juga merasakan nyeri kepala bagian belakang sehingga
leher.Kelemahan pada satu sisi badan adalah gejala umum pada stroke yang merupakan
gejala neurologis fokal.Berdasrkan Siraj Stroke Score,didapatkan score -4 yang
menunjukkan stroke akibat infark cerebri.Untuk membedakan antara stroke hemoragik
dan iskemik,pada pasien harus pemeriksan penunjang dengan CT scan karena gejala
yang ditunjukkan tidak dapat membedakan antara keduanya dan karena penghitungan
berdasarkan Siraj tidak begitu tepat.Serinya pada penderita stroke hemoragik,terjadi
penurunan kesadaran karena adanya peningkatan tekanan intrakranial,tetapi pasien ini
tetap compos mentis.
Dari CT scan,didapatkan adanya perdarahan intraventrikel kanan.Hal ini
bersesuaian dengan gejala yang ditunjukkan pada pasien,yaitu hemiparesis kiri yang
kontralateral dengan sisi lesi.Begitu juga dengan nervus fasialis,terdapat hemiparesis
sentral pada bagian kiri.Ini menunjukkan bahawa stroke yang dihidapi adalah stroke di
korteks.
Faktor resiko bagi pasien ini adalah hipertensi.Untuk kolesterol dan gula
darahnya,semua dalam batas normal.Pasien tidak pernah tahu bahawa dia mengidap
hipertensi.Kemungkinan besar hipertensi yang dihidapi sudah kronis.Hipertensi yang
kronis ini dapat menyebabkan terjadinya ruptur pada pembuluh darah yang
menyebabkan stroke hemoragik.
Sebagai penanganan,pada pasien diberikan diberikan citicoline untuk
meningkatkan aliran darah serebral.Untuk hipertensi diberikan nicardipine yang
merupakan pengobatan untuk hipertensi emergensi ditambah dengan ACE
inhibitor.Selain itu,diberikan juga flunarizine sebagai profilaksis migraine,karena pasien
mengeluhkan nyeri kepala.
Untuk prognosis,fungsi motorik akan lebih baik sekiranya pasien direhabilitasi
contohnya dengan latihan berjalan.Walaupun tidak sempurn seperti sebelum sakit,tetapi
dengan rehabilitasi akan ada perbaikan.Karena factor resiko pasien ini hipertensi,jika
tidak dikontrol baik resiko kekambuhan dapat meningkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
Definisi Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12
Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan
meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan,
dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di
dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari
total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana
10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan
morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan
hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.
Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah
serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari
251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun
(78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis
kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
15
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor Risiko Stroke Hemoragik
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut. 7
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan
genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
16
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus
vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
17
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan
hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan
tingkat fibrinogen
dan kelainan
system pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
18
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan
obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
19
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh darah
perifer
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia
atau
homosistinuria
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Beda klinis stroke infark dan perdarahan
Gejala atau pemeriksaan Infark otak Perdarahan intra serebral
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera
setelah bangun tidur
Sering pada waktu aktifitas
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
20
Penurunan kesadaran
waktu onset
Jarang Sering
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan
gangguan fungsi mental
Defisit neurologik cepat
terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran
penyumbatan, penyempitan
dan vaskulitis
Dapat dijumpai aneurisma,
AVM, massa intrahemisfer
atau vasospasme
Patogenesis Stroke Hemoragik
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin
dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada
beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri
otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.7
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
21
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah
dari dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun
dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar
otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada
katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok
otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan
pecah.7
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan
22
oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan
girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular,
hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di
talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-
otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang
ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
23
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).
Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik,
hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum
pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini
disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya
darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis
kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual
kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya
kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi
tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga
dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran,
apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak
antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau
quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan
mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal
atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun,
24
pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa
gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang
umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.2,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar
(yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti
berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter
segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan
kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau
bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
25
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo,
afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang
keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
26
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop
et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke
dengan perdarahan intraserebral.11
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya
keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
WFNS SAH grade
27
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
01 15 -2 13-14 -3 13-14 +4 7-12 + or -5 3-6 + or -
Modified Hijdra score
Beda klinis stroke infark dan perdarahan2
Gejala atau pemeriksaan Infark otak Perdarahan intra serebral
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera
setelah bangun tidur
Sering pada waktu aktifitas
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran
waktu onset
Jarang Sering
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan
gangguan fungsi mental
Defisit neurologik cepat
terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran
penyumbatan, penyempitan
dan vaskulitis
Dapat dijumpai aneurisma,
AVM, massa intrahemisfer
atau vasospasme
Alogaritma Gajah Mada1
Penderita Stroke Akut è
28
1. Penurunan kesadaran2. Sakit kepala3. Refleks patologi
Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada
Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (-), refleks patologis (-)
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (+), reflek patolgi (-)
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks patologi (+) à Stroke Infark
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu
modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada
kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,
kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat
menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan
hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat
digunakan.2
29
Stroke Hemoragik
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi
intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma
yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi
malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia,
labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII
replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
30
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP
dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap
diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya
beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan
fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau
keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
31
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya
terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
32
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja
tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda
dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade
yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain,
operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist
lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
33
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid
dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih
dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
34
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang
mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri
media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko
perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial
dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan
dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita
yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang
mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau
aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
35
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
36
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan
deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling
sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan
waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang
setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke
sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya
buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat.
Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang
tinggi.2
Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko
tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan
adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
37
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pada pencegahan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi
apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik
lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang
akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal
pada 48 jam pertama.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran
yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke hemoragik dapat
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT scan, dan MRI.
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi perdarahan
yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral, penatalaksanaan
yang diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian antikoagulan, dan
penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan
subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan berupa penatalaksanaan dini di ruang
gawat darurat, pencegahan perdarahan ulang, pencegahan vasospasme, pengobatan
38
antifibrinolitik, antihipertensi, hiponatremi, kejang, hidrosefalus, dan terapi tambahan
berupa terapi simtomatik dan terapi suportif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari:
39
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]
11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 24
Mei 2010]
40