7
BAB III DISKUSI PERMASALAHAN 1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ? 2. Mengapa terjadi gejala-gejala Nyeri, Hiperlakrimasi, Fotofobia? 3. Pemeriksaan Penunjang apa yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis pada kasus ini? 4. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar ? 5. Bagaimana Prognosis pada kasus ini? PEMBAHASAN KASUS 1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ? Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada mata kiri yang dialami sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya mata kiri gatal setelah pasien pulang berkebun, pasien mengaku ada kemasukan ranting pohon saat berkebun. Gatal (+), timbul bercak putih pada mata yang semakin lama semakin meluas, mata merah (+), nyeri (+), air mata berlebih (+), silau (+), rasa mengganjal (+), kotoran mata berlebih (+), pandangan mulai kabur ± 1 minggu yang lalu. Riwayat HT (-), Riwayat DM (-), Riwayat menggunakan kacamata (-) Riwayat berobat di RSOB ± 2 minggu yang lalu dan diberi obat sagestam (gentamisin) 1tts/30 menit, levofloxacin 0,5% 1 tts/30 menit, pithalmic 1tts/jam,

Case Bab III

  • Upload
    alvra19

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diskusi case keratitis fungal

Citation preview

Page 1: Case Bab III

BAB III

DISKUSI

PERMASALAHAN

1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ?

2. Mengapa terjadi gejala-gejala Nyeri, Hiperlakrimasi, Fotofobia?

3. Pemeriksaan Penunjang apa yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis pada kasus ini?

4. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar ?

5. Bagaimana Prognosis pada kasus ini?

PEMBAHASAN KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ?

Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada mata kiri yang

dialami sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya mata kiri gatal setelah pasien pulang

berkebun, pasien mengaku ada kemasukan ranting pohon saat berkebun. Gatal (+), timbul

bercak putih pada mata yang semakin lama semakin meluas, mata merah (+), nyeri (+),

air mata berlebih (+), silau (+), rasa mengganjal (+), kotoran mata berlebih (+),

pandangan mulai kabur ± 1 minggu yang lalu.

Riwayat HT (-), Riwayat DM (-), Riwayat menggunakan kacamata (-) Riwayat

berobat di RSOB ± 2 minggu yang lalu dan diberi obat sagestam (gentamisin) 1tts/30

menit, levofloxacin 0,5% 1 tts/30 menit, pithalmic 1tts/jam, ofloxacin 1tts/jam,

levofloxacin caps 500mg 2x1, konilife vision tab 3x1, pasien merasa tidak ada perbaikan

sehingga pasien pindah berobat ke RSUD.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva oculi

sinistra hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+),

apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea keruh (+), iris & detail lain sulit

dievaluasi. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/7,5 dan VOS: 1/∞ PB. Pada

pemeriksaan slit lamp didapatkan Konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+),

injeksi perikornea (+), kornea keruh, iris & detail lain sulit dievaluasi.

Page 2: Case Bab III

Berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan oftalmologi, serta pemeriksaan

penunjang tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien menderita oculi sinistra

keratomikosis.

Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur.

Biasanya dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon dan bagian

tumbuh-tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah pesat dan dianggap

sebagai akibat pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat. Predisposisi

utama adalah para petani yang menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya

dilapangan berumput tanpa memakai pelindung mata. Kotikosteroid merupakan faktor

utama lainnya yang mengaktivasi jamur dan meningkatkan virulensi jamur dengan

mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Dari anamnesis didapatkan

predisposisinya adalah pekerjaan pasien yaitu petani disertai dengan trauma serpihan

ranting pohon saat pasien bertani merupakan penyebab terjadinya infeksi pada kornea.

2. Mengapa terjadi gejala-gejala Nyeri, Hiperlakrimasi, Fotofobia?

Gejala yang dirasakan oleh pasien adalah berupa nyeri pada mata kiri, gejala

nyeri terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut saraf nyeri sehingga setiap lesi

pada kornea baik superfisial maupun dalam akan memberikan rasa sakit dan rasa sakit ini

diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada kornea. Pasien juga mengeluhkan kadang-

kadang mata terasa berair, rasa mengganjal dan sering silau jika melihat cahaya,

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang.

Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung

serabut saraf pada kornea.

Fotofobia yang terjadi mengakibatkan gangguan pembiasan cahaya pada retina

tidak pada satu titik dikarenakan adanya kekeruhan pada kornea sebagai media refrakta,

hal ini juga menyebabkan terjadinya penglihatan kabur pada pasien disebabkan oleh

karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleks cahaya yang masuk ke

media refrakta, terutama jika letaknya di sentral. Dan penglihatan akan semakin

berkurang jika kekeruhan pada kornea semakin meluas.

Ditemukakan juga hiperlakrimasi karena yang mempersarafi apparatus

lakirimalis sama dengan yang mempersarafi kornea, yaitu N.Trigeminus cabang I

Page 3: Case Bab III

sehingga apabila terjadi inflamasi di kornea maka berpengaruh pada apparatus

lakirimalis. Injeksi perikorneal yang merupakan pelebaran pembuluh darah perikorneal

atau a.siliaris anterior serta injeksi konjungtiva yang merupakan pelebaran a. konjungtiva

posterior yang terjadi akibat adanya infeksi.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan penurunan visus pada mata yang mengalami

infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang

masuk ke media refrakta. Pada pemeriksaan slit lamp BMD, iris, pupil, lensa sulit dinilai

akibat adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi

konjungtiva dan perikornea

3. Pemeriksaan Penunjang apa yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis pada

kasus ini?

Tes fluoresein.

Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk melihat

adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek

pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).(4)

Pewarnaan gram,KOH, dan kultur.(5)

Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur. Kadangkala dibutuhkan

untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus. Sangat membantu diagnosis

pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis.Yang utama

adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea.

Gambaran Histopatologi (5)

Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan adanya

jamur. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan kornea.Adanya komponen jamur

yang mencapai stroma menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya

berhubungan dengan infeksi yang progresif.

4. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar ?

Yang utama dalam terapi keratitis fungal adalah mengenai jenis keratitis fungal

yang dihadapi; bisa dibagi : (12) Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya, Jamur

berfilamen, Ragi(yeast), Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.

Pasien dengan infeksi jamur dirawat dan diberi pengobatan natamisin 5% setiap

1-2 jam saat bangun atau anti jamur lain seperti miconazol, amfoterisin, nistatin, dan lain-

Page 4: Case Bab III

lain. Diberikan sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma bila terjadi peningkatan

tekanan intra okuler. Bila tidak berhasil diatasi maka dilakukan keratoplasti.

Pada pasien ini diberikan obat Fluconazole yang merupakan generasi baru

antijamur triazole yang memiliki aktivitas yang poten dan spesifik dalam menghambat

sintesa sterol sel jamur. Absorpsi peroral sangat baik, dengan kadar serum (dan

bioavailabilitas sistemik) mencapai lebih dari 90%, absorpsi peroral tidak dipengaruhi

oleh makanan. Kadar puncak plasma dalam keadaan puasa tercapai dalam 1 hingga 2 jam

dengan waktu paruh eliminasi kurang lebih 30 jam. Waktu-paruh fluconazole  yang

panjang ini memungkinkan untuk mempertahankan kadar yang memadai dari obat di

dalam plasma untuk waktu yang cukup lama sehingga dapat diberikan dosis sekali sehari.

Kadar plasma yang dicapai proporsional dengan dosis yang diberikan. 90% kadar steady

state  tercapai pada hari ke 4-5 setelah pemberian berulang dosis sekali sehari.

Natacen MD berisi Natamycin, adalah antibiotik tetraene polyene yang

merupakan turunan dari Streptomycesnatalencis, yang memiliki aktifitas in vitro terhadap

berbagai macam yeast dan filamentous fungi, termasuk Candida, Asperghillus,

Cephalosporium dan Penicillium, Tiap ml mengandung Natamycin 50 mg.

Levocin tetes mata mengandung Levofloxacin, dengan diindikasikan untuk

infeksi ocular eksternal mata seperti  konjungtivitis yang disebabkan mikroorganisme

yang peka terhadap Levofloxacin seperti strain Staphylococcus sp, Streptococcus

pneumonia, Micrococcus sp., Enterococus sp., Corynebacterium sp., Pseudomonas sp.,

Pseudomonas aeruginosa dan Haemophyllus sp. 

5. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang

terlibat, status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), dan waktu

penegakkan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium. Pasien

dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis

yang baik, bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau

struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi

pengobatan atau perforasi kornea.(3)