67
i

Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

i

Page 2: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

ii

Page 3: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

iii

Suryan Masrin

TRADISI SEDEKAH KAMPONG PERADONG

el-rayyan printing

Page 4: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

iv

TRADISI SEDEKAH KAMPUNG PERADONG

© Suryan Masrin

Hak Cipta @ 2010 Pada Penulis

Penulis: Suryan Masrin

Layout: Rahmi Susila

Desain Cover & Setting: Suryan Masrin

Edisi Khusus:

Cetakan Pribadi, Februari 2010 M/Rabiul Awwal 1431 H

Disetak oleh:

el-rayyan printing, Bangka 33215

HP. 0813 6862 7422, e-mail: [email protected]

Page 5: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

v

DUSTUR ILAHI

����������� ���������� ��������� ������ ��������� � �� !��" #$���� %���&

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.

Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,

kecuali bagi orang-orang yang khusyu',

(Al-Baqarah: 45)

‘Ýé„ω `¶9#‰%$ù

Orang yang tidak memiliki sesuatu,

Tidak akan pernah bisa memberikan sesuatu apapun.

(Al-Makhfuzhat)

¨%⊥=9Μγè∀Σ&¨%⊥9#��z

Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat

kepada manusia lainnya

(Al-Hadits)

Page 6: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

vi

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan buku ini untuk:

� Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang senantiasa menghaturkan bait-bait do’a, yang

membuat aku memiliki ketegaran ’tuk bertahan menjalani ’hidup’, melewati

serpihan-serpihan noda dunia sampai detik ini;

� Adik-adikku tersayang, Irwin dan Rahmat Hariyadi;

� Terkhusus kepada istriku tercinta, yang selalu memberikan motivasi dan desakan

kebaikan kepadaku, yang selalu menemani setiap fikirku dan langkahku;

� Kepada saudara--saudaraku, yang dengan dukungannya, memberikan semangat dan

pesan-pesan kritis dalam setiap kata dan tulisanku, yang membuatku larut dalam

’gairah kerinduan’;

� Tulisan ini, semoga menjadi sebuah ’karya’,

� yang membutuhkan penyempurnaan, karena sebuah akhir adalah dari

keberlanjutan.

Page 7: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Sang

Penguasa Segala, karena hanya dengan Rahmat dan Taufik-Nya jualah tulisan ini

bisa dirangkumkan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada

Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW beserta para Sahabat, yang telah

membuka tabir jahiliyah sehingga terbentang jalan kebenaran yang terang,

sebagai jalan keselamatan bagi umat manusia, semoga Nur yang terpancarkan

tidak redup diterpa perkembangan zaman.

Buku kecil ini merupakan rangkuman dari laporan hasil penelitian

penulis akhir 2007 hingga akhir 2009, yang telah mengalami penambahan dan

perbaikan di sana-sini. Rangkuman hasil penelitian dalam bentuk buku ini

merupakan upaya penulis untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan kepada

masyarakat umum tentang salah satu tradisi yang ada di Kepulauan Bangka

Belitung, yang hampir jarang ditemui dan hampir tidak dilestarikan lagi. Oleh

karena itu, perlu pendokumentasian agar dikemudian hari generasi selanjutnya

dapat mengetahui salah satu tradisi kita.

Tulisan ini merupakan hasil kajian tentang Tradisi Sedekah Kampung Di

Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, yang

menjelaskan prosesi pelaksanaannya mulai dari persiapan sebelum pelaksanaan

hingga selesai jalannya upacara tradisi tersebut.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak akan terwujud

tanpa adanya bantuan, bimbingan, motivasi, dan dorongan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan rasa terima kasih kepada; bapak M. Ikhsan Ghozali, M.Si dan Drs.

Page 8: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

viii

H. Zulkifli, MA, Ph.D, yang telah memberikan bimbingan dan arahan,

masyarakat Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka

Barat, yang dengan suka rela membantu dan memberikan informasinya, baik

secara langsung maupun tidak langsung, serta kepada istri tercinta, yang telah

memberikan motivasi dan bantuan.

Demikianlah tulisan ini adanya, banyak kekurangan di sana-sini. Namun

demikian, terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan, besar harapan

penulis, agar tulisan ini bisa bermanfaat. Akhirnya, saran dan kritik yang

membangun penulis harapkan demi perbaikan dan pengembangan tulisan ini.

Peradong, Februari 2010

Suryan Masrin

Page 9: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN MUKA ......................................................................

DUSTUR ILAHI ...........................................................................

PERSEMBAHAN .........................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................

DAFTAR GAMBAR ....................................................................

DAFTAR TABEL .........................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................... A. Latar Belakang ……………………………………..

B. Kerangka Teori ………………………………….....

C. Metodologi Penelitian ……………………………..

BAB 2 POTRET MASYARAKAT PERADONG .................. A. Asal Mula Desa Peradong …………………………

B. Letak Wilayah ……………………………………..

C. Kondisi Geografis …………………………………

D. Kependudukan …………………………………….

1. Jumlah Penduduk ………………………….........

2. Agama dan Kepercayaan …………………….....

3. Mata Pencaharian ……………………………....

4. Pendidikan ……………………………………...

5. Etnis ………………………………………….....

E. Sosial dan Budaya …………………………………

F. Pemerintahan Desa ………………………………...

BAB 3 KEHIDUPAN BERAGAMA .......................................

1. Pengertian Kehidupan Beragama ………………....

2. Unsur-unsur Kehidupan Beragama ……………….

3. Kehidupan Beragama Masyarakat Peradong ……..

i

v

vi

vii

ix

xi

xi

1

1

6

9

11

11

13

14

15

15

15

16

18

20

21

22

24

24

25

32

Page 10: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

x

BAB 4 UPACARA TRADISI SEDEKAH KAMPUNG ........ A. Sebuah Pengertian ...................................................

B. Persiapan Sebelum Upacara ....................................

C. Jalannya Upacara .....................................................

BAB 5 RITUAL TRADISI SEDEKAH KAMPUNG ............ 1. Tamat Ngaji (Betamat) ............................................

2. Nganggung ..............................................................

3. Sunat Kapong ..........................................................

4. Semarang ................................................................

5. Penampilan Pencak Silat ........................................

BAB 6 SEDEKAH KAMPUNG DALAM KEHIDUPAN

BERAGAMA ...............................................................

BAB 7 PENUTUP ....................................................................

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT PENULIS

LAMPIRAN

37

37

40

40

42

42

44

45

49

50

52

55

Page 11: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Kecamatan Simpang Teritip dan Desa Peradong

Kabupaten Bangka Barat .................

Gambar 2 Skema Penduduk Asli dan Pendatang .............

Gambar 3 Skema Poko-pokok agama Islam ....................

Gambar 4 Skema Nisbah antara Aqidah, Muamalah, dan Akhlak

.............................................................

Gambar 5 Pembacaan Surat-surat Pendek Juz 30 Al-Qur’an oleh

Peserta Tamat Ngaji ....................

Gambar 6 Pelaksanaan Sunat Kapong dan Pemotongan Ujung

Penis Peserta Sunat Kapong oleh Mudim

..............................................................

Gambar 7 Arak-arakan Peserta Sunat Kapong .................

Gambar 8 Penampilan Pencak Silat .................................

14

20

31

32

43

46

48

50

Page 12: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Usia Penduduk Tahun 2008 ……………..

Tabel 2 Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Peradong

............................................................

Tabel 3 Penghasilan Rata-rata Masyarakat Desa Peradong

Perbulan .............................................

Tabel 4 Data Pendidikan Masyarakat Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2007-2008 ..............

Tabel 5 Data Etnis Masyarakat Desa Peradong .............

15

16

18

19

21

Page 13: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

23

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap masyarakat tentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang

mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Di

samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan.

Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku tersebut

memelihara dan melestarikan budaya yang ada.1 Kebudayaan sebagai hasil dari

cipta, karsa dan rasa manusia menurut Alisyahbana; merupakan suatu

keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda

seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala

kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.2 Dalam

masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai

budaya yang satu dengan lain saling berkaitan hingga menjadi suatu sistem, dan

sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi

pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.3

Tradisi sebagai salah satu bagian dari kebudayaan menurut pakar hukum

F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat.

Sebab yang pasti dalam hubungan antar individu, ketetapan kebutuhan hak

mereka, dan kebutuhan persamaan yang merupakan asas setiap keadilan

menetapkan bahwa kaidah yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan

materi, yang diharuskan hukum. Kaidah ini sesuai dengan naluri manusia yang

1 Bustanudin Agus, Islam dan Pembangunan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 15. 2 Atang Abdullah Hakim Dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),

cet. kedelapan, hal. 28. 3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), cet. kedelapan, hal. 190.

Page 14: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

24

tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan

individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu

mereka.4

Menurut Hardjono dalam I Nyoman Beratha memberikan ulasan singkat

bahwa tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran-ajaran yang diturunkan dari

masa ke masa. Ajaran dan pengetahuan tersebut memuat tentang prinsip universal

yang digambarkan menjadi kenyataan dan kebenaran yang relatif. Dengan

demikian segala kenyataan dan kebenaran dalam alam yang lebih rendah itu

adalah peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip universal.5 Sedangkan

menurut Harapandi Dahri, tradisi didefinisikan sebagai berikut:

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara terus-menerus dengan

berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah komunitas. Awal-mula

dari sebuah tradisi adalah ritual-ritual individu kemudian disepakati oleh

beberapa kalangan dan akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama dan bahkan

tak jarang tradisi-tradisi itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika

ditinggalkan akan mendatangakan bahaya.6

Tradisi-tradisi tersebut dapat disaksikan pada; ’Upacara Tawar

Laut/Ketupat Laut’, ’Tahun Baru Cina’, ’Sembahyang Kubur Cina’,

’Sembahyang Pantai’, ’Kawin Massal’,7 ’Perang Ketupat’, ’Mandi Belimau’,

’Sedekah Kampung’, ’Rebo Kasan’, ’Nganggung’8 dan lainnya yang dilakukan di

Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi ini dilakukan sebagai pengungkapan atas

rasa syukur terhadap anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, yang

kental dengan nuansa keagamaan. Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui

pertunjukkan upacara adat pada suatu masyarakat.

Sejalan dengan pengertian di atas, upacara di sini merupakan sumber

pengetahuan tentang bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap suatu

gejala yang diperolehnya melalui proses belajar dari generasi sebelumnya dan

kemudian harus diturunkan kepada generasi berikutnya.9 Ritual keagamaan yang

dibungkus dengan bentuk tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan

berkelanjutan dalam periodik waktu tertentu, bahkan hingga terjadi akulturasi

dengan budaya lokal.10

Seperti apa yang diperlihatkan masyarakat Bangka

4 Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam Islam, penerjemah: H. Asmuni, (Jakarta:

Khalifa, 2004), cet. petama, hal. 512. 5 I Nyoman Beratha, Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal.

22. 6 Harapandi Dahri, Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu, (Jakarta: Penerbit Citra, 2009), cet. I, hal. 45. 7 Tim Penyusun, Provinsi Bangka Belitung; Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat, (Bangka: Presidium

Pembentukan Provinsi Bangka Belitung, 2000), hal. 47. 8 Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang atau talam yang ditutup dengan tudung saji ke masjid,

surau, atau balai desa untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan ritual agama. Lihat Zulkifli, Kontinuitas

Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007), hal. 53. 9 Irwan Abdullah, Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa: Analisis Gunungan pada Upacara Garabeg,

(Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2002), cet. pertama, hal. 4. 10 Irwan Abdullah, dkk, (ed.), Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, (Yogyakarta: Sekolah

Pasca Sarjana UGM, 2008), cet. I, hal. 187.

Page 15: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

25

Belitung dalam pengungkapan rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh

Sang Pencipta tersebut.

Kajian penelitian ini difokuskan pada tradisi Sedekah Kampung di desa

Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, yang telah

melakukan tradisi Sedekah Kampung selama puluhan tahun, yang diwariskan

oleh nenek moyang. Akan tetapi selama itu pula tradisi tersebut belum dikenal

masyarakat luas, khususnya di Kepulauan Bangka Belitung.

Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk desa Peradong setiap tahun

bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal). Biasanya perayaannya

berlangsung selama 2 hari, yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Perayaan ini

dilaksanakan setelah lima belas hari bulan dilangit11

tahun Hijriyah. Sedekah

Kampung seperti halnya tradisi-tradisi lainnya merupakan bagian dari rumpun

Pesta Adat12

yang dikenal dan banyak dilakukan di wilayah pedesaan.

Dalam pelaksanaannya (selama dua hari), proses dimulai dengan arak-

arakan masyarakat menuju istana13

untuk melaksanakan ritual upacara

permohonan izin melaksanakan Sedekah Kampung. Setelah upacara permohonan

izin kepada leluhur, serta setelah naber dan nangkel14

kampung selesai, kemudian

dukun (tetua adat) kembali kekediamannya. Sedangkan arak-arakan masyarakat

dilanjutkan dengan penjemputan peserta khataman Al-Qur’an menuju masjid

untuk melaksanakan tamat ngaji (betamat15

). Upacara ini dilakukan sebagai

petanda bahwa seorang anak yang telah melaksanakan tamat ngaji dianggap

pandai membaca al-Qur’an. Setelah tamat ngaji selesai, acara dilanjutkan dengan

nganggung bersama dimasjid tersebut. Pada malam harinya (malam minggu) di

adakan hiburan kampung, yaitu penampilan musik Dambus dan Campak serta

nyanyian lagu-lagu daerah dan diiringi dengan tarian oleh ibu-ibu dan gadis-gadis

penduduk.

Hari berikutnya, dilaksanakan upacara Sunat Kapong16

yang

pelaksanaannya masih menggunakan alat-alat secara tradisional, dimulai pukul

11 Yaitu antara pertengahan hingga penghujung bulan Rabiul Awwal (antara tanggal 15 sampai 30) kalender

Hijriyah. 12 http://www.antaranews.com, 02/09/07 22:05, Pesta adat perang ketupat di Desa Tempilang Kabupaten Bangka

Barat Diminati Warga, Copyright © 2008 ANTARA, diakses tanggal 21 Desember 2008, 16:34 WIB. 13 Istana adalah sebutan masyarakat terhadap makam keturunan tetua adat yang dijadikan sebagai tempat ritual

upacara permohonan izin untuk melaksanakan Sedekah Kampung. 14 Naber kampung adalah pemercikkan air taber (batu pensucian) yang terbuat dari bahan-bahan tradisional serta

dedaunan ke rumah-rumah masyarakat dan gaharu (dupa) dari kayu buluh (bambu) yang menurut tetua adat

dahulunya dimaksudkan sebagai alat untuk menarik orang-orang Cina yang berdiam di desa tersebut agar

memeluk agama Islam. Sedangkan Nangkel adalah pemberian tangkal (jimat) dimulai dari gerbang masuk

kampung hingga perbatasan kampung. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala bentuk

gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung. Lihat Booklet Pariwisata Negeri Sejiran

Setason, Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, hal. 6. 15 Betamat adalah membaca surat-surat pendek dari al-Qur’an secara bergantian. Lihat Zulkifli, op. cit., hal. 54.

Biasanya pembacaan surat-urat pendek tersebut dimulai dari surat ad-Dhua sampai an-Naas. 16 Sunatan adalah upacara memotong ujung penis anak lelaki dalam ukuran tertentu. Lihat Yahya Andi Saputra,

Upacara Daur Hidup Adat Betawi, (Jakarta: Wedatama Wydia Sastra, 2008), cet. Pertama, hal. 17.

Page 16: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

26

03.00 WIB peserta (anak-anak) yang akan disunat berendam didalam air (di Aek

Kapong) kurang lebih selama 3 jam, kemudian kira-kira pukul 06.00-07.00

pelaksanaan sunatan yang dilakukan oleh mudim (tukang sunat kampung).

Setelah selesai, peserta sunatan diarak-arak keliling kampung dengan

menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi. Setiap arak-arakan

yang dilakukan, baik arak-arakan tamat ngaji dan sunat kapong selalu diiringi

dengan semarang.

Dari kajian ini ada dua manfaat yang diharapkan. Petama, dapat

menambah pengetahuan tentang salah satu bagian dari tradisi orang Bangka

Belitung yang masih bertahan hingga saat ini, juga sebagai usaha untuk

memperkaya kepustakaan antropologi. Kedua, diharapkan agar menjadi informasi

yang penting bagi pemerintah mengenai tradisi masyarakat Bangka Belitung.

Juga sebagai pengetahuan untuk meninjau kembali program pengembangan

kebudayaan daerah dan bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Bangka

Barat, khususnya di kecamatan Simpang Teritip. Selain itu juga semoga dapat

menjadi informasi bagi kajian-kajian yang sejenis dengan cara memahami

bentuk-bentuk yang menyimpan makna bagi kehidupan orang banyak dan

bermanfaat untuk memahami tradisi-tradisi lain yang sejenis yang ada pada

masyarakat Bangka Belitung.

B. Kerangka Teori

Pernyataan Geertz yang menjelaskan bahwa kebudayaan dapat dilihat

pada peristiwa-peristiwa publik seperti ritual, festival atau perayaan tertentu

karena pada peristiwa-peristiwa tersebut orang mengekspresikan tema-tema

kehidupan sosial melalui tindakan simbolik. Sebagai sistem-sistem yang saling

terkait dari tanda-tanda yang dapat ditafsirkan (dengan mengabaikan pemakaian

yang sempit, akan disebut simbol-simbol), kebudayaan bukanlah sebuah kekuatan

untuk memberikan ciri kausal pada peristiwa-peristiwa sosial, perilaku-perilaku,

pranata-pranata, atau proses-proses. Lanjutnya, kebudayaan merupakan sebuah

konteks yang di dalamnya semua hal itu dapat dijelaskan dengan terang yakni

secara mendalam.17

Menurut Geertz, seorang antropolog dapat melakukan

interpretasi terhadap kejadian-kejadian atau kelakukan masyarakat dengan

memperlakukannya sebagai ‘teks’ (teks sosial), yakni sebagai model realitas dan

model untuk realitas sehingga dapat mengungkapkan makna di balik pola sosial

dimaksud.

Dalam tradisi, ‘teks’ tersebut berupaya menggambarkan kepada

masyarakat bagaimana berkelakuan.18

Eaton menjelaskan, bahwa ”tradisi-tradisi

agama yang ‘diturunkan’ atas manusia (meminjam frase yang sering digunakan

17 Clifford Geetz, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) penerjemah: Francisco Budi Hardiman, cet.

7, hal. 17. 18 Zulkifli, Antropologi Sosial Budaya, (Bangka: Shiddiq Press, bekerjasama dengan Penerbit Grha Guru

Yogyakarta, 2008), cet. 1, hal. 87.

Page 17: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

27

al-Qur’an) mengaku menawarkan sebuah paspor menuju surga. Jika hal ini benar;

sesungguhnya ia merupakan kekayaan yang tak ternilai juga.”19

Tradisi sebagai

salah satu bagian dari kebudayaan sebagaimana telah dikemukakan oleh pakar

hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan

masyarakat, yang merupakan asas setiap keadilan menetapkan bahwa kaidah

yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan materi yang diharuskan

hukum, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan

individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu

mereka.

Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui pertunjukkan upacara adat

pada suatu masyarakat. Upacara di sini merupakan sumber pengetahuan tentang

bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap suatu gejala yang

diperolehnya melalui proses belajar dari generasi sebelumnya dan kemudian

harus diturunkan kepada generasi berikutnya.20

Ritual keagamaan yang

dibungkus dengan bentuk tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan

berkelanjutan dalam periodik waktu tertentu, bahkan hingga terjadi akulturasi

dengan budaya lokal.21

Menurut Geertz, Upacara selalu mengingatkan manusia tentang

eksistensi mereka dan hubungan mereka dengan lingkungan, karena melalui

upacara warga suatu masyarakat dibiasakan untuk menggunakan simbol-simbol

yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat pemikiran untuk berbagai kegiatan

sosial yang ada dalam kehidupan mereka sehari-hari.22

Inkulturasi bentuk upacara

tradisi keagamaan itu dipahami sebagai sesuatu yang berbeda atau variasi

(diferensiasi).23

Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh kebudayaan Indonesia dimasa

lalu yang masih mewarnai tradisi keagamaan sampai sekarang, yaitu adanya

dualisme kebudayaan yang menunjukkan dua sub sistem dalam masyarakat

tradisional.

Tradisi keagamaan yang dinamakan dengan Sedekah Kampung yang

berkembang dilingkungan pedesaan, khusunya di desa Peradong kecamatan

Simpang Teritip berbeda dengan di tempat lainnya. Walaupun maksud dari

pelaksanaan tersebut sama, namun corak dan gayanya berbeda. Tidak menuntut

kemungkinan adanya pengaruh atau perembesan budaya, dari budaya yang

dipandang lebih tinggi, yang biasanya memancarkan sinarnya kepada budaya

rakyat atau desa. Sedekah kampung tergolong sebagai upacara jenis ceremony

karena Sedekah Kampung merupakan tingkah laku pengukuhan dari pernyataan

kelompok terhadap situasi tertentu, sebagai pengungkapan rasa syukur atas

19 Charles Le Gai Eaton, Zikir: Nafas Peradaban Modern, penerjemah: Zainul Am, (Bandung: Pustaka Hidayah,

2003), cet. Ketiga, hal. 162. 20 Irwan Abdullah, op. cit.,, hal. 4. 21 Irwan Abdullah, dkk, (ed.), Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, (Yogyakarta: Sekolah

Pasca Sarjana UGM, 2008), cet. I, hal. 187. 22 Irwan Abdullah, op. cit., hal. 3-4. 23 Y. Sumandiyo Hadi, Seni dalam Ritual Agama, (Yogyakarta: Buku Pustaka, 2006), cet. II, hal. 60.

Page 18: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

28

anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Studi terhadap aneka macam

ritus keagamaan bisa dimaknai sebagai upaya memahami budaya materi yang

memiliki maksud umum, bahwa benda juga mengkomunikasikan arti seperti

halnya bahasa.24

Pendekatan yang digunakan untuk mengkaji ritual dalam tradisi Sedekah

Kampung ini adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Leslie White dan

Julian Steward; ’materialis kultural’, bahwa struktur sosial dan suprastruktur

ideologi ditentukan oleh mode produksi dan mode reproduksi masyarakat, yang

menjelaskan tentang cara-cara manusia dengan sarana kebudayaan yang

dimilikinya memanipulasi dan membentuk ekosistem sendiri. Sehingga pada

akhirnya menghasilkan keragaman konfigurasi dan sistem budaya.25

Pendekatan ini dikenal juga sebagai ’neo-evolusionisme’ atau ’ekologi

budaya’ yang menjelaskan bahwa cara-cara khas yang digunakan masyarakat

untuk menghadapi keharusan itu pada tempat dan waktu yang berlainan,

setidaknya dapat memberikan sebagian jawaban tentang cara masyarakat tersebut

mengorganisasikan kehidupan ekonomi dan sosial, menciptakan ritual

keagamaan, dan mengembangkan pandangan serta keyakinan artistik di samping

mengembangkan falsafahnya. Dengan pendekatan ini berarti kita melihat

bagaimana masyarakat menjalankan, melanggar, dan memanipulasi norma-norma

dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Sedekah Kampung tersebut. Tradisi

ini dilakukan biasanya dihubungkan dengan keinginan-keinginan masyarakat,

maksud-maksud, tujuan-tujuan, dan arti yang dirumuskan secara eksplisit.

C. Metodologi penelitian

Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Peradong Kecamatan

Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat yang diperoleh dari nara sumber dan

informan, yaitu tetua adat (sebagai sumber utama) dan masyarakat sekitar sebagai

informan.

Jenis Data

Dari sumber data yang telah dihimpun di lapangan, maka jenis data yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang merupakan bentuk luar dari ciri-

ciri yang teramati yang membantu dalam memahami interpretasi yang

dikemukakan oleh narasumber dan informan, yaitu data yang dihimpun, yang

berhubungan dengan ritual tradisi Sedekah kampung, kehidupan beragama, nilai

pendidikan Islam dan aktivitas kebiasaan masyarakat Desa Peradong.

24 Irwan Abdullah, dkk, (ed.), op. cit., hal. 188. 25 Zulkifli, ibid., hal. 69.

Page 19: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

29

Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam dan langsung (indepth interview) kepada narasumber

dan informan. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa sejarah

dilaksanakannya Sedekah Kampung, ritual dan tujuan dilaksanaannya.

2. Observasi langsung terlibat (participant observation), teknik/metode ini

digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang tampak (kasat mata)

dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru untuk pemahaman konteks

maupun fenomena yang diteliti,26

yang digunakan untuk mendapatkan data

mengenai ritual upacara tradisi Sedekah Kampung.

3. Dokumentasi, metode ini merupakan pengumpulan data yang mendukung

kegiatan penelitian, yaitu tentang keadaan realitas sosial budaya masyarakat

Desa Peradong.

Analisis Data

Setelah semua data terkumpul dan dihimpun, selanjutnya dilakukan

analisis data. Dalam penelitian kualitatif ini, data yang terkumpul dianalisis setiap

waktu secara induktif selama penelitian berlangsung dengan mengolah bahan

empirik synthesizing, supaya dapat disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan.27

Analisis data dalam penelitian

ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menghubungkan dan

menafsirkan hasil data kemudian memberi kesimpulan induktif28

berdasarkan/berkenaan dengan kualitas atau mutu, juga disebut dengan analisis

data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan katagorisasi, karakteristik

atau sifat sesuatu; misalnya baik, sedang, kurang baik, dan tidak baik, biasanya

data ini tidak berhubungan dengan angka-angka.29

26 Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penlitian Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Yayasan Kelopak, 2004),

cet. kedua, hal. 50. 27 Y. Sumandiyo Hadi, op. cit., hal. 78. 28 Ermiwati, “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Suku Mapur Dusun

Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN

Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Sungailiat, 2007, hal. 9. 29 Bahmi Baid, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bangka: STAI YPTIB, 2004), hal. 46.

Page 20: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

30

BAB 2 POTRET MASYARAKAT PERADONG

A. Asal Mula Desa Peradong

Masyarakat Peradong pada awalnya tinggal di daerah perbukitan dan

pesisir pantai, kemudian mereka bercocok tanam di daerah tersebut. Setelah

sekian lama tinggal, mereka merasa butuh tempat untuk bermukim (menetap

dalam sebuah perkampungan). Setelah dilakukan pertemuan untuk menentukan

tempat bermukim, maka diutuslah salah seorang di antara mereka untuk

menelusuri daerah tersebut dan mencari tempat yang cocok untuk dijadikan

tempat bermukim. Kemudian ditemukanlah tempat tersebut, yaitu di kawasan

dataran rendah dekat dari sungai yang kemudian sungai tersebut dinamakan

dengan Sungai Pelangas. Dinamakan dengan Sungai Pelangas karena sumber

aliran sungai tersebut berasal dari Gunung Pelangas, yang alirannya melewati

Desa Berang hingga ke Desa Peradong. Dari Desa Peradong aliran sungai

mengalir hingga ke pesisir pantai dan bertemu dengan air laut. Pertemuan antara

air sungai dengan air laut tersebut disebut dengan ’muara’,30

atau masyarakat

setempat biasa mengenalnya dengan sebutan ’kuala’. Pantai tersebut kemudian

dinamakan dengan Pantai Mesirak dan 200 meter berikutnya ada juga pantai yang

dinamakan dengan Pantai Metibak. Kedua pantai ini bila ditelusuri menuju

hingga ke Pantai Tanjung Ular yang berada di daerah Muntok kabupaten Bangka

Barat.

30 Muara adalah tempat berakhirnya aliran sungai di laut, danau, atau sungai lain; sungai yang dekat

dengan laut. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1990), cet. ketiga, hal. 593.

Page 21: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

31

Setelah itu mulailah penduduk melakukan penggarapan di tempat mukim

(tempat tinggal) yang baru tersebut. Seperti diceritakan oleh Kek Jemat tetua adat

Desa Peradong (dikenal sebagai dukun kampung), bahwa “sewaktu penduduk

tersebut mulai melakukan penggarapan tempat mukim yang baru tersebut, banyak

kayu-kayu (pohon) besar yang harus ditebang”.31

Kayu tersebut dikenal penduduk

dengan sebutan kayeow Peradong yang besarnya sampai tige pelok (tiga pelukan

orang dewasa). Untuk menebang kayu tersebut menurut tetua adat harus

menggunakan/memberikan sesajen (sesembahan), berupa bubur puteh mirah32

ditambah dengan pulot item33

dan telok ayem butet.34

Inilah cikal bakal berdirinya Desa Peradong (Kapong Peradong).

Mungkin dinamakan demikian karena banyaknya kayu Peradong yang besar-

besar. Bahkan menurut Kek Jemat bahwa; ”Kapong Peradong ik adelah kapong

yang paling dulok kalei ade di wilayah kita suwat ik (di Kecamatan Simpang

Teritip, Kelapa, Jebus dan sekitar Muntok)”.35

(Kampung Peradong ini adalah

kampung–desa–dusun yang paling pertama kali ada di wilayah kita sekarang ini

(di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus, dan sekitar Muntok)).

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, memang benar Desa

Peradong merupakan desa yang pertama kali, tetapi hanya di sekitar Kecamatan

Simpang Teritip, khususnya di sekitar Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang.

Seperti diceritakan oleh Atok Pardi (dikenal masyarakat dengan panggilan Mang

Pek) bahwa Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang merupakan desa yang tanahya

pemberian dari tanah milik Desa Peradong.36

Hal ini juga dibenarkan oleh Nek

Limah, bahwa seingat beliau yang sekarang telah berumur 90-an lebih tahun,

Kampung Peradong sudah menjadi tempat tinggal masyarakat.37

Menurut beliau,

bahwa Kampung Peradong telah ada semasa penjajahan Belanda. Untuk

keberadaannya tidak diketahui apakah Kampung Peradong telah ada sebelum

penjajahan Belanda atau semasa penjajahan Belanda. Pada masa itu, untuk

jabatan kepala desa masih menggunakan istilah Gegading.38

31 Kutipan di atas adalah terjemahan bebas dari penulis. Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di

Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009. 32 Bubur yang warnanya harus putih dan merah, biasanya terbuat dari beras dicampur dengan santan

Kelapa. 33 Pulot/pulut (Jawa) adalah makanan yang terbuat dari beras ketan/pulut yang dimasak menggunakan

santan Kelapa sebagai airnya. Untuk memasaknya seperti halnya memasak nasi biasa. 34 Telok ayem butet adalah telur ayam yang tunggal. 35 Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari

2009. 36 Wawancara dengan Atok Pardi, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009. 37 Wawancara dengan Nek Limah, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009. 38 Gegading adalah jabatan tertinggi dalam pemerintahan desa yang dikenal sekarang dengan kepala desa.

Nama-nama yang pernah menjabat sebagai gegading di Desa Peradong pada masa penjajahan Belanda hingga

Jepang, seperti yang diceritakan oleh Atok Pardi (Wawancara, tanggal 11 Juli 2009) sebagai berikut; 1) Kek

Manar, 2) Kek Bakri, 3) Bang Cit dari Muntok, 4) Bang Oemar dari Muntok, 5) Kek Jakfar dan 6) Kek Muen.

Untuk masa jabatannya tidak diketahui.

Page 22: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

32

B. Letak Wilayah

Desa Peradong mempunyai dua dusun, yaitu Dusun Peradong dan Dusun

Menggarau. Antara Dusun Peradong dan Dusun Menggarau dibatasi oleh Sungai

Pelangas. Desa Peradong menempati wilayah seluas 40 Km², memiliki tanah

basah seluas 5,6 ha, hutan lindung seluas 221 ha, hutan produksi seluas 272 ha,

dan hutan konversi seluas 165 ha.39

Secara administratif batas wilayah Desa

Peradong, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Air Nyatoh, sebelah selatan

berbatasan dengan Desa Pengek, sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna,

dan sebelah timurnya berbatasan dengan Desa Berang dan Desa Ibul. Dengan

orbitasi jarak tempuh ke ibu kota kecamatan sekitar 5 Km, jarak ke ibu kota

kabupaten sekitar 39 Km, dan jarak tempuh ke ibu kota provinsi sekitar 105 Km.

Gambar 1

Peta Kecamatan Simpang Teritip dan Desa Peradong

Kabupaten Bangka Barat

C. Kondisi Geografis

Secara geografis terletak pada 105˚.00-106˚.00 detik Bujur Timur dan

01˚.00-02˚.00 menit Lintang Selatan dengan curah hujan rata-rata 100 mm per

bulan atau sekitar enam bulan jumlah bulan hujan (tergolong iklim tropis dan

basah), dan suhu udaranya berkisar antara 23,5˚C sampai maksimum 31,1˚C.40

Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah, sebelah barat berupa

pesisir pantai, sedangkan sebelah timur dan utara berupa bukit dan hutan tropis.

39 Sumber dari Arsip Desa Peradong Tahun 2007. 40 Sumber dari Arsip Desa Peradong Tahun 2008 sampai awal 2009.

Page 23: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

33

Desa Peradong juga memiliki sungai kecil dan cadangan hutan yang luas, iklim

dan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun sangat menguntungkan bagi

pertanian dan nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

D. Penduduk

1. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data kependudukan, Desa Peradong memiliki jumlah

penduduk 1546 jiwa dari jumlah laki-laki 771 jiwa dan perempuan 775 jiwa

yang terdiri dari 323 kepala keluarga (KK) dengan pertumbuhan penduduk

rata-rata 2% per tahun.41

Dilihat dari asal penduduk, sebagian besar (90%) merupakan

penduduk asli keturunan masyarakat Desa Peradong (Melayu) dan Tionghoa

(Cina), selebihnya sekitar 10% merupakan pendatang yang berasal dari luar

daerah, seperti Sumatra, Bangka, dan Jawa.

Tabel 1

Data usia penduduk tahun 2008

NO. USIA JUMLAH PERSENTASE

(%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

0 – 5 tahun

6 – 12 tahun

13 – 20 tahun

21 – 30 tahun

31 – 50 tahun

51 – di atas 60 tahun

167

186

204

269

456

262

10,80

12,03

13,20

17,40

29,50

16,95

Jumlah Total 1546 100 %

Sumber: Arsip Desa Peradong

2. Agama dan Kepercayaan

Sebagian besar penduduk Desa Peradong beragama Islam (98,6%)

dari jumlah penduduk 1546 jiwa, yaitu 1521 orang dan 25 orang beragama

Budha. Jumlah rumah ibadah yang ada di Desa Peradong terdiri dari:

• Masjid : 2 Buah

• Mushalla : 2 Buah

• Kelenteng : 1 Buah (tidak difungsikan lagi)

Jumlah tersebut, satu masjid dan dua mushalla terdapat di Dusun

Peradong dan masjid yang satunya terdapat di Dusun Menggarau. Sedangkan

satu buah kelenteng tersebut terdapat di Dusun Menggarau dengan keadaan

tidak difungsikan lagi karena telah dialihkan ke kecamatan (di lingkungan

mayoritas orang Cina).

41 Ibid.

Page 24: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

34

3. Mata Pencaharian Pada umumnya masyarakat Desa Peradong tergolong masyarakat

kehidupan sederhana dan tradisional. Tingkat ketergantungan hidup pada

kekayaan alam seperti laut, sungai, tanah, hutan, dan tambang timah masih

relatif tinggi. Seperti keterangan dalam Selayang Pandang Kabupaten

Bangka bahwa masyarakat Bangka secara turun temurun mengembangkan

tanaman karet, sahang (lada), kelapa, dan kelapa sawit yang sebagian besar

hasilnya diperdagangkan ke luar daerah atau ke luar negeri.42

Tabel 2

Mata Pencaharian Pokok masyarakat Desa Peradong

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase

(%)

1

2

3

4

5

6

Petani

Buruh/Swasta

Pegawai Negeri Sipil

(PNS)

Pedagang

Nelayan

142

68

7

43

15

5

orang

orang

orang

orang

orang

orang

45,08

24,29

2,22

13,65

4,76

1,59

Jumlah 280 orang 100 %

Sumber: Arsip Desa Peradong

Berdasarkan tabel di atas, membuktikan bahwa masyarakat Peradong

sangat ketergantungan kepada kekayaan alam, terutama dalam hal pertanian

yang menunjukkan jumlahnya lebih tinggi sebagai mata pencaharian pokok.

Secara garis besar masyarakat Peradong tergolong tingkat

penghasilan menengah ke bawah per bulannya, yang menunjukkan kehidupan

tergolong kelompok ekonomi lemah. Untuk jumlah penghasilan rata-rata

masyarakat Peradong dapat dilihat pada tabel III. Hal ini berdasarkan tingkat

hidup masyarakat di Bangka Belitung yang relatif tinggi dan berdasarkan

Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bangka Barat tahun 2009, yaitu Rp.

978,000,- per bulan.

Kebodohan menyebabkan mereka dalam berusaha memenuhi

kebutuhan hidup masih dengan cara tradisional yang diajarkan turun temurun.

Pertanian dan perkebunan merupakan usaha pokok yang dilakukan

masyarakat Peradong sebagai sumber kehidupan. Umumnya masyarakat

Peradong bertani di lahan yang dimilikinya dalam jangka waktu lama dengan

ragam tanaman yang kualitas dan kuantitasnya rendah. Artinya tanaman

tersebut hasil dari pembibitan masyarakat sendiri, yang tentunya diambil dari

tanaman mereka yang terdahulu. Sehingga tidak memungkinkan untuk

menghasilkan kualitas yang baik.

42 Pemerintah Kabupaten Bangka, Selayang Pandang Kabupaten Bangka, (Bangka: 2003), hal. 22.

Page 25: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

35

Hasil pertanian hanya dipergunakan sendiri dan sebagian kecil dijual.

Keterbatasan modal dan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini

menjadikan petani dan nelayan di Desa Peradong terpuruk dalam

perekonomian yang lemah. Pola kehidupan sederhana dengan menerima apa

adanya adalah yang dijalani masyarakat setempat.

Di samping pertanian dan perkebunan, masyarakat Peradong juga

sebagai pedagang, wiraswata, dan nelayan yang merupakan mata pencaharian

pokok. Selain itu juga masyarakat Peradong sebagai budidaya (perikanan),

peternak, dan sebagai buruh harian tambang inkonvensional (TI). Pekerjaan

ini mereka lakukan sebagai pilihan alternatif untuk menunjang dan

mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Tabel 3

Penghasilan Rata-rata masyarakat Desa Peradong perbulan

No Penghasilan rata-rata /bulan Jumlah Persentase

(%)

1

2

3

4

5

6

Di atas 2.000.000

1.500.000 – 2.000.000

1.000.000 – 1.500.000

750.000 – 1.000.000

500.000 – 750.000

Di bawah 500.000

3

10

37

53

112

65

orang

orang

orang

orang

orang

orang

1,07

3,58

13,21

18,93

40

23,21

Jumlah 280 orang 100 %

Sumber: Arsip Desa Peradong

4. Pendidikan

Pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Peradong belum

terlaksana dengan baik, hal ini faktor utamanya dikarenakan di Desa

Peradong belum memiliki sekolah lanjutan dan rendahnya minat orang tua

untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang selanjutnya. Orangtua yang

anaknya ingin melanjutkan ke sekolah lanjutan pertama harus keluar dari

desa tersebut, sekolah lanjutan pertama (SLTP) hanya ada di ibu kota

kecamatan, yaitu di Simpang Teritip dengan jarak tempuh sekitar 5 km atau +

5-10 menit jika menggunakan kendaraan bermotor, karena faktor jalan yang

rusak (banyak berlubang). Untuk jenjang SLTA juga harus ke ibu kota

kecamatan, sedangkan untuk perguruan tinggi (PT) harus ke luar kabupaten,

karena di Kabupaten Bangka Barat hanya ada Universitas Terbuka (UT),

itupun khusus bagi guru. Hal ini tentu saja sangat memberatkan bagi pihak

orangtua karena lokasi sekolah lanjutan di luar daerah banyak membutuhkan

biaya, baik untuk biaya kebutuhan sekolah maupun biaya transport.

Penyebabnya, karena penghasilan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan

yang diperlukan. Hal ini juga yang menyebabkan angka lulusan tingkat

pendidikan minim.

Page 26: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

36

Masyarakat Peradong dengan angka lulusan tingkat pendidikan

minim, sangat mempengaruhi perkembangan dan pertahanan ekonomi

masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dapat dilihat dari angka

tersebut, yang lulusan sarjana (S1) hanya dua orang itupun bukan dari

perguruan tinggi formal, melainkan dari UT (universitas terbuka). Sedangkan

untuk lulusan D2 4 orang (UT), SMA 25 orang, SMP 48 orang dan SD hanya

92 orang untuk tahun kelulusan hingga tahun 2008, selebihnya tidak tamat

sekolah dan tidak sekolah sama sekali. Untuk tempat menyelenggarakan

pendidikan tersebut, di Desa Peradong hanya terdapat 1 SD Negeri (SDN 6

Simpang Teritip) dan 1 PAUD.

Tabel 4 Data pendidikan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan

Tahun 2007-2008

Pendidikan Berdasarkan Tingkat

Pendidikan No

Jenjang Pendidikan Jumlah

Keterangan Persentase

(%)

1 Belum sekolah 94 orang - 19,67

2 Usia 7 – 45 tahun tidak

pernah sekolah 117 orang - 24,48

3 Tidak Tamat SD 96 orang - 20,08

4 SD 92 orang Tamat 19,25

5 SMP 48 orang Tamat 10,04

6 SMA 25 orang Tamat 5,23

7 D1 - -

8 D2 4 orang Tamat 0,84

9 D3 - -

10 D4 - -

11 S1 2 orang Tamat 0,42

12 S2 - -

Jumlah Total 478 orang - 100 %

Sumber: Arsip Desa Peradong

Banyaknya jumlah masyarakat yang hanya tamat SD dan yang tidak

sekolah dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang tergolong rendah dan

rendahnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah

lanjutan. Faktor tersebut karena kurang terpenuhinya biaya kehidupan sehari-

hari, yang hanya banyak mengharapkan hasil dari kekayaan alam, walaupun

ada sebagian masyarakat berprofesi sebagai pedagang, wiraswasta dan

pegawai negeri.

Akibat dari tidak terpenuhinya biaya hidup, banyak anak-anak yang

menjadi korban harus bekerja membantu orangtua. Di antara mereka ada

Page 27: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

37

Asli

Pendatang

Penduduk

Melayu

Tionghoa

Sumatra

Jawa

Bangka

yang melimbang timah, sebagian lagi menjadi pekerja tambang

inkonvensional (TI), bahkan menjadi kuli nelayan sebagai penjemur ikan

asin, dan lain sebagainya.

5. Etnis

Secara etnis penduduk asli Desa Peradong dikelompokkan menjadi

dua, yaitu; Pertama, kelompok Melayu yang hidup menetap dan berintegrasi

dengan penduduk sekitar, yaitu; Air Nyatoh, Pangek, Simpang Teritip,

Berang, Ibul, Pelangas, Simpang Gong, dan Mayang. Kedua, kelompok

Tionghoa (Cina) yang sebagian telah memeluk agama Islam dan sebagian

besar berpindah ke daerah lain.

Gambar 2

Skema penduduk asli dan pendatang

Tabel 5 Data etnis masyarakat Desa Peradong berdasarkan data Profil Desa tahun 2007

No Etnis Jumlah Persentase

(%)

1

2

Asli

Pendatang

Melayu

Tionghoa

Sumatra

Jawa

Bangka

1321

25

35

25

140

orang

orang

orang

orang

orang

85,44

1,61

2,3

1,61

9,05

Jumlah 1546 orang 100 %

Sumber: Arsip Desa Peradong

Page 28: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

38

E. Sosial dan Budaya

Dalam kehidupan sehari-hari, di Desa Peradong belum mempunyai

kendaraan umum untuk alat transpotasi, yang ada hanyalah kendaraan pribadi

beroda empat yang dijadikan pengganti alat transportasi tersebut. Di samping itu,

kendaraan bermotor juga dijadikan sebagai alat transportasi. Untuk sarana jalan

umum, di Desa Peradong sudah cukup baik, walaupun aspal jalannya sudah

banyak yang berlubang. Penerangan di Desa Peradong telah menggunakan aliran

listrik umum (PLTD) dari Muntok sejak tahun 1997.

Masyarakat Desa Peradong pada mulanya tinggal di perbukitan kawasan

desa tersebut yang selanjutnya berpindah ke daerah dataran. Kemudian mereka

membuat pemukiman menjadi kampung yang terus bertambah dan menyebar

menjadi dua wilayah yang dibatasi oleh Sungai Pelangas. Wilayah tersebut

dinamakan dengan Peradong (sebagai desa induk) dan Menggarau (yang

dijadikan sebagai dusun), sekarang telah ditambah menjadi 2 dusun, yaitu di

tambah dengan Dusun Rimbak sebagai dusun baru.

Secara kebudayaan, masyarakat desa Peradong memiliki beberapa tradisi

yang telah turun temurun dilakukan, yaitu Sure43

(nge-bubur campur-campur)

setiap tanggal 10 Muharram, Sedekah Ruwah44

bulan Sya’ban dan Sedekah

Kampung setiap bulan Maulud (Rabiul Awwal). Dua dari tradisi yang

dimeriahkan adalah Sure dan Sedekah Kampung.

F. Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa Peradong secara administrasi sudah berjalan lancar,

dengan disiplin 5 hari jam kerja sesuai dengan jam kerja Pemerintah Kabupaten

Bangka Barat. Sebelum menggunakan istilah ’kepala desa’ sebagai jabatan

tertinggi dalam pemerintahan desa,45

di Desa Peradong menggunakan istilah

’gegading’. Istilah tersebut berubah setelah Indonesia merdeka. Periode jabatan

kepala desa pada waktu itu selama 10 tahun, setelah tahun 2000 baru kemudian

dengan 5 tahun periode jabatan. Untuk jabatan sebagai kepala desa di Desa

Peradong pertama kali dijabat oleh Saidi (tahun 1978-1986), kemudian

digantikan oleh anaknya Almin dengan masa dua periode jabatan (tahun 1986-

1994 dan tahun 1994-2002), namun diperiode kedua tidak sampai habis masa

43 Sure adalah upacara nge-bubur campur-campur yang dilakukan di halaman masjid secara bersama-sama

(gotong-royong). Dahulunya harus 44 macam bahan untuk campurannya, namun sekarang yang penting lebih

dari 3 macam. Untuk bahan-bahannya diperoleh dari masyarakat setempat yang dikeluarkan dengan suka rela.

Biasanya setelah bubur masak, dilakukan ritual agama (selamatan/Nganggung) dan selanjutnya bubur tersebut

dibagikan kepada masyarakat untuk dibawa pulang dalam tempat yang telah mereka sediakan. 44 Sedekah Ruwah adalah upacara Nyepiang Kubur (membersihkan kuburan) desa. Masing-masing

keluarga membersihkan kuburan sanak familinya. Keunikan dari upacara tersebut karena membersihkan

kuburan dilakukan secara serentak (dalam satu hari), walaupun di hari yang lain masih ada yang

membersihkannya. Biasanya bagi yang membersihkan kuburan di hari yang lain dikarenakan berhalangan atau

karena faktor jarak yang jauh dan lain sebagainya. 45 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 13 tentang Desa, Pemerintahan Desa

adalah kegiatan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Page 29: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

39

jabatan. Ia digantikan oleh Piker sebagai pengganti sementara (Pgs) selama satu

tahun (1999-2000), kemudian dilanjutkan oleh Roni (Pgs) selama dua tahun

(2000-2002).46

Pada tahun 2002, jabatan kepala desa dijabat oleh Kardin (periode 2002-

2007). Ia menjabat sebagai kepala desa hanya sampai tiga tahunan dari periode

jabatannya. Kemudian ia digantikan oleh Runi Pardi, yang menjabat selama satu

tahun (2006-2007). Kardin berhenti menjabat sebagai kepala desa bukan karena

ia tidak sanggup lagi untuk memimpin pemerintahan desa, tetapi ia dilengserkan

oleh masyarakat. Ia dilengserkan karena dianggap masyarakat tidak pantas lagi

menjabat sebagai kepala desa, dan kebetulan juga dia bukan penduduk asli Desa

Peradong.

Pada tahun 2007, pemilihan kepala desa dilakukan dengan sistem

demokrasi. Ada empat calon yang lolos dari seleksi administrasi, yaitu Runi

Pardi, Rahman, Dahlan, dan Haidir. Setelah dilakukan pemilihan, akhirnya Runi

Pardi terpilih sebagai kepala desa periode 2007-2012. Ia menjabat sebagai kepala

desa hingga sekarang. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh

perangkat desa dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD).

46 Wawancara dengan Acuhan, di Pelangas tanggal 14 Maret 2009.

Page 30: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

40

BAB 3 KEHIDUPAN BERAGAMA

1. Pengertian Kehidupan Beragama

Kata kehidupan berasal dari kata dasar ’hidup’ yang berarti mengalami

kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu. Kata dasar hidup ini dibubuhi awalan

”ke-” dan akhiran ”-an” menjadi kehidupan dan berarti; perihal, keadaan, dan sifat

hidup.47

Sedangkan beragama yang berasal dari kata dasar agama, merupakan

kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan

kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu,48

setelah dibubuhi awalan

”ber-” menjadi beragama berarti menganut (memeluk) agama; beribadah dan taat kepada

agama; baik hidupnya (menurut agama).49

Agama, religi atau dien pada umumnya merupakan suatu sistema credo ’tata

keimanan’ atau ’tata keyakinan’ atas adanya sesuatu Yang Mutlak di luar manusia. Selain

itu, ia juga merupakan suatu sistema ritus ’tata peribadahan’ manusia kepada sesuatu

yang dianggap Yang Mutlak, juga sebagai sistema norma ’tata kaidah’ yang mengatur

hubungan antara manusia dengan manusia alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata

keimanan dan tata peribadahan itu.50

Jadi kehidupan beragama merupan keadaan sesuatu

yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama atau keadaan kehidupan yang mencerminkan

pelaksanaan ajaran-ajaran agama yang terlihat pada tingkah laku dalam kehidupan sehari-

hari.

47 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hal. 306-307. 48 Ibid., hal. 18. 49 Ibid., hal. 9. 50 Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), cet. I, hal. 30.

Page 31: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

41

Perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh

tiga fungsi berikut:

a. Cipta (Reason) merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Melalui cipta manusia

dapat manilai dan membandingkan dan selanjutnya memutuskan suatu tindakan

terhadap stimulan tertentu. Cipta berperan untuk menentukan benar atau tidaknya

ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.

b. Rasa (Emotion) adalah suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan

dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Rasa menimbulkan

sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.

c. Karsa (Will) merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi

mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin sebagai ajaran agama berdasarkan fungsi

kejiwaan yang menimbulkan amalan-amalan atau praktik keagamaan yang benar dan

logis.51

2. Unsur-unsur Kehidupan Beragama

Agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits pada dasarnya

memiliki tiga unsur atau pokok-pokok ajaran, yaitu; Iman, Islam, dan Ihsan. Ada juga

yang membaginya menjadi aqidah dan syari’ah52

saja, dan ada lagi yang membaginya

menjadi aqidah, ibadah, dan muamalah.53

Pembagian pokok-pokok ajaran Islam tersebut yang akan penulis uraikan sejalan

dengan yang dikemukakan oleh Endang Saefuddin Anshari, bahwa garis besar agama

Islam meliputi; aqidah, syari’ah, dan akhlak.54

Sebelum menguraikan lebih lanjut

mengenai pokok-pokok ajaran Islam tersebut, terlebih dahulu akan penulis uraikan

tentang Iman, Islam, dan Ihsan sebagai perbandingan.

a. Iman, dalam arti khusus adalah arkanul iman, rukun iman yang enam, yaitu; iman

kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, qadha dan qadar, yang dalam

pengertian luas sama dengan dienul Islam.

b. Islam, dalam arti khusus adalah arkanul Islam, rukun Islam yang lima, yaitu;

syahadatain, shalat, puasa, zakat, dan haji, yang dalam arti luas sama dengan dienul

Islam. Seperti firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 19 dan 85 dan surat Al-

Maidah ayat 5:

¨βÎ) šÏe$!$# y‰ΨÏã «!$# ÞΟ≈n= ó™ M}$# 3 $ tΒuρ y#n= tF ÷z$# šÏ% ©!$# (#θ è?ρé& |=≈tG Å3ø9$# �ωÎ) .ÏΒ Ï‰÷è t/ $tΒ

ãΝ èδ u!% y ÞΟù= Ïèø9$# $J‹ øó t/ óΟ ßγoΨ÷�t/ 3 tΒuρ ö� à�õ3tƒ ÏM≈tƒ$ t↔Î/ «!$#  χ Î*sù ©!$# ßìƒ Î� |  É>$|¡Ït ø:$# ∩⊇∪

51 Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet. Ketujuh, hal.29-31. 52 Dikutip dari Ermiwati, op. cit., hal. 15. 53 Ibid. 54 Endang Saefuddin Anshari, op. cit., hal. 44.

Page 32: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

42

Artinya: ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada

berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab55

kecuali sesudah

datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di

antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka

sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS. Ali Imran: 19).”56

tΒ uρ Æ" tGö;tƒ u�ö& xî ÄΝ≈ n=ó™ M} $# $YΨƒ ÏŠ n= sù Ÿ≅ t6 ø) ムçµ÷Ψ ÏΒ uθ èδ uρ ’ Îû Íο t�Åz Fψ $# z ÏΒ zƒ Ì� Å¡≈ y‚ ø9$# ∩∇∈∪

Artinya: ”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah

akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk

orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran: 85).”57

tΠ öθ u‹ ø9$# ¨≅ Ïm é& ãΝ ä3 s9 àM≈ t6 Íh‹ ©Ü9$# ( ãΠ$yè sÛ uρ tÏ%©! $# (#θ è?ρ é& |=≈ tGÅ3 ø9$# @≅ Ïm ö/ä3 ©9 öΝ ä3 ãΒ$yè sÛ uρ @≅ Ïm öΝ çλ °; ( àM≈ oΨ |Á ós çRùQ$# uρ

z ÏΒ ÏM≈ oΨÏΒ ÷σ ßϑø9$# àM≈ oΨ |Á ós çRùQ$# uρ z ÏΒ tÏ%©! $# (#θ è?ρ é& |=≈ tGÅ3 ø9$# ÏΒ öΝ ä3 Î= ö6 s% !# sŒ Î) £ èδθ ßϑçF ÷� s?# u £ èδ u‘θ ã_ é& t ÏΨ ÅÁ øt èΧ

u�ö& xî t Ås Ï�≈ |¡ãΒ Ÿω uρ ü“É‹ Ï‚ −GãΒ 5β# y‰ ÷{ r& 3 tΒ uρ ö� à� õ3 tƒ Ç≈ uΚƒ M} $$Î/ ô‰ s) sù xÝ Î6 ym … ã& é# yϑtã uθ èδ uρ ’ Îû Íο t�Åz Fψ $# z ÏΒ zƒ Î�Å£≈ sƒ ø: $# ∩∈∪

Artinya: ”Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu

halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita yang

menjaga kehormatan58

di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-

wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-

Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka

dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak

(pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah

beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya

dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi (QS. Al-Maidah: 5).”59

c. Ihsan, dalam arti khusus sering disamakan dengan akhlak, yaitu tingkah laku dan

budi pekerti yang baik menurut Islam dan dalam arti luas sama dengan dienul

Islam yang pada garis besarnya terdiri dari akidah dan ibadah dalam arti yang

luas.

Yang dimaksud dengan dienul Islam dalam uraian di atas adalah satu sistem

kaidah dan tata kaidah yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan

manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan manusia dan Tuhannya, sesama

55 Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an. 56 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Asy-Syifa’, 1998), hal.40. 57 Ibid., hal. 48. 58 Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka. 59 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, op. cit., hal. 86.

Page 33: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

43

manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam lainnya (nabati, hewani, dan

lain sebagainya).60

Di bawah ini akan diuraikan tentang aqidah, syari’ah, dan akhlak menurut

Endang Saefuddin Anshari adalah: 61

a. Aqidah

Pengertian aqidah secara etimologis berarti ’ikatan’ dan ’angkutan’.

Secara teknis berarti ’kepercayaan’, ’keyakinan’, dan ’iman’ yang menjadi

pegangan bagi setiap penganut agama Islam (sebagai pegangan hidup) dan

sebagai dasar Islam. Aqidah atau iman pada umumnya menyangkut pada arkanul

iman (rukun iman yang enam), yaitu; iman kepada Allah, iman kepada malaikat-

malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman

kepada hari akhirat, dan iman kepada qadha qadar.

b. Syari’ah

Pengertian syari’ah secara etimologis berarti ’jalan’ atau ’hukum

agama’ (yang diamalkan menjadi perbuatan-perbuatan, upacara, dan sebagainya)

yang bertalian dengan agama Islam.62

Syariat Islam adalah satu sistem norma

ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan sesama

manusia, serta hubungan antara manusia dengan alam lainnya.

Secara garis besar syari’ah terbagi atas dua kaidah, yaitu kaidah ibadah

dan kaidah muamalah.

1) Kaidah ibadah dalam arti khusus (Kaidah Ubudiyah), yaitu tata aturan ilahi

yang mengatur hubungan ritual lansung antara hamba dan Tuhan-Nya yang

acara, tatacara, serta upacaranya telah ditentukan terinci dalam Al-Qur’an

dan Sunnah Rasul SAW, yang meliputi; thaharah (bersuci), shalat, puasa,

zakat, dan haji. Sedangkan dalam arti luas, ibadah meliputi sikap, gerak-

gerik, tingkah-laku dan perbuatan yang memiliki tiga tanda, yaitu a) niat

yang ikhlas sebagai titik tolak; b) keridhaan Allah sebagai titik uji; dan c)

amal shaleh sebagai garis amalan.

Pensyari’atan ibadah yang diwahyukan Allah SWT melalui Rasul-

Nya tidak terlepas dari empat tujuan:

a) Syari’at dimaksudkan untuk mengenal, mengesakan, dan menyucikan

Allah dengan berbagai sifat-sifat yang Dia miliki, baik sifat wajib,

mustahil maupun jaiz (boleh) bagi-Nya;

b) Digunakan sebagai sarana dan cara bagi seorang hamba untuk

mengagungkan dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang tak

terbilang;

60 Endang Saefuddin Anshari, op. cit., hal. 39. 61 Ibid., hal. 44-47. 62 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hal. 878.

Page 34: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

44

c) Ditetapkan untuk menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran

yang karenanya kita semua harus menghiasi diri dengan berbagai

perbuatan baik dan akhlak mulia; dan

d) Ditujukan untuk mencegah kesewenangan manusia yang melanggar

hukum-hukum yang telah digariskan agama.63

2) Kaidah muamalah dalam arti luas adalah tata aturan ilahi yang mengatur

hubungan sesama manusia dan hubungan antara manusia dengan benda.

Muamalah dalam arti luas secara garis besar terdiri atas dua bagian:

a) Al-Qanunul Khas ’hukum perdata’ yang meliputi; (1) muamalah dalam

arti sempit sama dengan hukum niaga, (2) munakahah (hukum nikah),

(3) waratsah (hukum waris), dan lain sebagainya.

b) Al-Qanunul ’Am ’hukum publik’ yang meliputi; (1) jinayah (hukum

pidana), (2) khilafah (hukum kenegaraan), (3) jihad (hukum perang dan

damai), dan lain sebagainya.

c. Akhlak

Pengertian akhlak secara etimologis berarti ’perbuatan’ dan ada

sangkut-pautnya dengan kata Khalik ’pencipta’, dan makhluk ’yang diciptakan’.

Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang berarti perangai, sikap, tingkah laku,

watak, dan budi pekerti. Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah suatu istilah

tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia

berbuat (bertingkah laku), bukan karena sesuatu pemikiran dan bukan pula

karena suatu pertimbangan.64

Tingkah laku manusia tidak bersumber pada satu faktor yang tunggal,

tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan

penting adalah: fungsi cipta (reason), rasa (emotion) dan karsa (will). Secara

garis besar mencakup tiga hal berikut:

1) Akhlak manusia terhadap Allah SWT.

2) Akhlak manusia terhadap makhluk; flora, fauna, dan lain-lain.

3) Akhlak manusia terhadap manusia; akhlak terhadap nabi/rasul, akhlak

terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap tetangga,

dan akhlak terhadap masyarakat luas.

63 Syaikh ’Ali Ahmad Al-Jurjawi, Rahasia-Rahasia Ibadah, penerjemah: Yusuf Burhanuddin, (Bandung:

Pustaka hidayah, 2003), cet. I, hal. 17. 64 Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. 2, hal.

68.

Page 35: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

45

Gambar 3

Skema Pokok-pokok agama Islam

menururt Endang Saefuddin Anshari (2004: 47)

d. Nisbah antara Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan Akhlak

Aqidah adalah keyakinan hidup, iman dalam arti khusus, yakni

pengikraran yang bertolak dari hati. Ibadah, muamalah, dan akhlah, ketiga-

tiganya pada hakikatnya bertitik tolak dari aqidah, merupakan manifestasi dan

konsekuensi dari aqidah (iman atau keyakinan hidup). Ibadah, muamalah, dan

akhlak setiap muslim berhubungan secara korelatif, terjalin erat satu dengan

lainnya dan tidak dapat dipisahkan.

Dari uraian singkat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa akidah seorang

Muslim tercermin dalam pelaksanaan ibadah, muamalah dan akhlak dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 36: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

46

Aqidah

Syari’ah

Akhlak

Ibadah

Muamalah

Sistem-sistem1. Politik2. Ekonomi3. Sosial4. Pendidikan5. Kekeluargaan6. Dan lain sebagainya

Gambar 4 Skema Nisbah antara Aqidah, Muamalah dan Akhlak

menurut Endang Saefuddin Anshari (2004: 47)

3. Kehidupan Beragama Masyarakat Peradong

Agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat di Desa

Peradong yang dibawa oleh pendatang dari luar Desa Peradong melalui asimilasi secara

damai. Islam secara perlahan berhasil membentuk masyarakat Muslim di Desa Peradong.

Kehidupan beragama yang kuat dan kebudayaan lama yang telah melekat pada

masyarakat Desa Peradong menjadikan keduanya saling mempengaruhi dalam kehidupan

masyarakat. Tidak sedikit yang percaya terhadap mistis walaupun telah beragama Islam.

Masyarakat percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang ada di sekeliling

mereka.

Banyak dari penduduk yang masih pergi ke makam-makam yang dianggap

keramat sebagai tanda kaul atau menyampaikan permohonan atau ijin sebelum melakukan

suatu hal yang dianggap penting, seperti akan diadakannya pesta, mendirikan rumah, dan

melakukan usaha lainnya. Dalam kehidupannya dikenal tahap-tahap upacara dalam

lingkaran hidupnya mulai dari pengungkapan atas anugerah yang telah diberikan oleh

Tuhan, kelahiran, menikah, memasuki rumah untuk menetap, sampai kepada upacara

meninggalnya seseorang, walaupun sebagian dari hal tersebut telah dihilangkan. Bahasa

yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Bangka yang dipengaruhi oleh

bahasa Melayu. Namun uniknya bahasa yang dipakai tersebut tidak begitu dimengerti

oleh masyarakat Bangka pada umumnya, kecuali mayoritas di Kecamatan Simpang

Teritip.

Walaupun hampir semua penduduk asli Desa Peradong beragama Islam namun

masih banyak terdapat unsur-unsur yang tidak bernafaskan Islam. Masyarakatnya masih

percaya dengan hal-hal yang berbau tahayyul dan mistik, yang dianggap bisa memberikan

Page 37: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

47

keberkahan bagi kehidupan mereka. Seperti halnya memohon kepada makam yang

dianggap keramat agar diberikan kemurahan rizki, keselamatan, dan kemudahan hidup.

1. Pengamalan ajaran Islam

Pengamalan ajaran Islam di Desa Peradong belum dihayati secara sungguh-

sungguh ke dalam kehidupan beragama, hal ini tercermin dari prilaku dan ungkapan-

ungkapan masyarakat yang belum dilaksanakan sebagaimana lazimnya yang

dilakukan oleh umat Islam. Mereka masih sering menggunakan ungkapan-ungkapan

yang kurang baik, seperti ungkapan ’lah gile’ yang diucapkan ketika merasa takjub

atau kagum pada sesuatu, atau terkadang ketika mereka mendapat musibah, seperti

tersandung dan lain sebagainya mereka mengucapkan ’ubok pulot pukang ayem

serabi lembek cacak dudul’ yang artinya nasi pulut/ketan, paha Ayam, kue serabi

dingin, bubur cacak dan dodol. Tidak diketahui darimana asal usulnya dan tujuannya

untuk apa. Menurut Ana, ungkapan tersebut diucapkan tujuannya untuk mengobati

rasa sakit akibat dari musibah yang mereka alami.65

Untuk pengamalan agama, di Desa Peradong tergolong rendah tingkat

pengamalannya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pemahaman agama yang kurang.

Terlihat dalam hal menjalan ibadah, contohnya shalat (dikenal masyarakat dengan

istilah sembahyang) hanya sebagian kecil yang benar-benar menjalankannya (tidak

pernah meninggalkannya), itupun dikerjakan sendiri-sendiri (di rumah). Sedangkan

di masjid, biasanya hanya jum’at dan magrib saja yang ada jamaahnya. Untuk shalat

jum’at, dikerjakan di Masjid Al-’Amal Dusun Menggarau dan di Masjid Baitul

Mukminin Dusun Peradong.

Pengajaran agama Islam bagi anak-anak dilakasanakan secara formal di SD

Negeri 6 Simpang Teritip. Sedikit demi sedikit mereka menghafal surat-surat pendek

dalam Al-Qur’an dan bacaan-bacaan dalam shalat. Minimnya waktu pertemuan

pelajaran agama menyebabkan pelajaran ngaji (membaca Al-Qur’an) dilakukan di

luar jam pelajaran (sekolah), biasanya dilakukan di waktu sore hari secara non

formal. Tempat mereka belajar ngaji di sore hari tersebut di TKA/TPA (Taman

Kanak/Al-Qur’an dan Taman Pendidikan Al-Qur’an).

Untuk sarana peningkatan pendidikan agama Islam secara non formal

tersebut terdapat dua TKA/TPA, yaitu satu unit di Dusun Peradong dan satu unit di

Dusun Menggarau. Jumlah anak yang mengikuti pengajian di TKA/TPA tergolong

sedikit, hal ini karena pengaruh orang tua yang tidak mendukung anaknya untuk

menitipkannya belajar ngaji di TKA/TPA tersebut.

Sedangkan untuk pengajian ibu-ibu, dilakukan satu kali dalam seminggu,

yaitu setiap Kamis sore. Pengajian tersebut dilakukan dengan berpindah-pindah,

artinya dilakukan secara bergantian (dari rumah ke rumah). Dalam pengajian

tersebut, mereka lebih banyak mengurusi masalah keduniaan saja, seperti halnya

arisan, terkadang juga membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan masalah aib

(gosip), dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa pengajian tersebut hanyalah

sebagai jembatan atau wadah untuk mengumpulkan masyarakat (ibu-ibu) untuk

65 Wawancaara dengan Ana, di Dusun Menggarau tanggal 14 Maret 2009.

Page 38: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

48

kepentingan keduniaan, sedangkan belajar agamanya hanyalah dijadikan sebagai

pelengkap rutinitas mereka saja.

Untuk pengajian bapak-bapak dan remaja di Desa Peradong belum ada.

Sehingga wajar pemahaman agama masyarakat masih kurang. Hal ini dapat

dibuktikan salah satunya dengan jumlah masyarakat yang telah naik haji.

Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, bahwa masyarakat di Desa

Peradong yang telah haji hanya dua orang, yaitu pasangan suami istri Hj. Fatemah

(tahun 1990-an) dan H. Sulaiman (tahun 2009).

2. Kematian

Untuk ritual kematian, warga yang meninggal dunia oleh keluarga atau

masyarakat yang ditinggalkan melakukan pemandian, menshalatkan dan

menguburkannya sebagaimana mestinya. Setelah ritual kematian selesai, biasanya

keluarga dan masyarakat setempat mengadakan pesta kematian, yaitu mengadakan

selamatan. Selamatan dilakukan pada malam hari setelah meninggalnya warga,

kemudian pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan seterusnya. Dalam

ritual pesta kematian tersebut biasanya selalu disertai dengan pembakaran kemenyan

dan wangi-wangian.

3. Perkawinan

Remaja di Desa Peradong yang sudah dewasa dalam memilih pasangannya

untuk membina rumah tangga biasaya melalui perkenalan atau sering disebut dengan

pacaran. Mereka bebas mencari dan memilih calon pasangannya, orangtua hanya

sebagai fasilitator. Pernikahan bagi pasangan yang saling mencintai tentunya lebih

memungkinkan bahtera rumah tangga yang mereka jalani bertahan (tidak mudah

untuk bercerai).

Dalam prosesi pernikahan biasanya dimulai dengan dilakukannya

peminangan (lamaran) oleh calon pengantin laki-laki ke calon pengantin perempuan.

Setelah diterima lamaran, kemudian dilakukan penentuan hari dan tanggal untuk

melangsungan pernikahan tersebut. Pesta pernikahan biasanya dilakukan di rumah

mempelai perempuan.

Dalam tradisi masyarakat Peradong, setelah dilakukan pesta pernikahan di

rumah mempelai perempuan, akan dilakukan lagi ngulang runot66

di rumah

mempelai laki-laki.

66 Ngulang runot adalah pesta perayaan pernikahan yang kedua, bedanya dilakukan di rumah mempelai laki-laki

dan biasanya hanya dengan selamatan yang ala kadarnya.

Page 39: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

49

BAB 4 UPACARA TRADISI SEDEKAH KAMPUNG

A. Sebuah Pengertian

Sebelum menjelaskan pengertian Sedekah Kampung, terlebih dahulu penulis

uraikan makna sedekah pada umumnya dan pemaknaan terhadap kampung itu sendiri.

Sedekah atau kenduri adalah konsep yang paling umum dipakai baik untuk perayaan

tanda syukur maupun peringatan tanda duka cita.67

Sedekah sebagai tanda syukur

dilaksanakan untuk merayakan kelahiran, khitanan, perkawinan, pindah rumah, habis

panen, terhindar dari bahaya, dan sebagainya. Sedekah dilakukan sebagai ungkapan rasa

syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rizki dan kasih sayang kepada yang

mnyelenggarakan sedekah dan permohonan agar senantiasa diberi keselamatan dan

perlindungan kepada yang melaksanakan sedekah dan semua anggota masyarakat pada

umumnya.68

Kampung atau yang sering disebut dengan desa69

, merupakan kesatuan

administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu, terletak di bawah kecamatan;

berkaitan dengan kebiasaan di kampung.70

Sedangkan menurut Bouman yang dikutip oleh

Beratha, mendefinisikan desa dari segi pergaulan hidup:

67 Zulkifli, op. cit., hal. 52. 68 Ibid. 69 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 13 tentang Desa, ‘desa adalah Kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas–batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal–usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati

dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan RI.’ 70 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hal. 383.

Page 40: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

50

Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu

orang, hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup

dari pertanian, perikanan, dan sebagainya, usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh

hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan

keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.71

Sedekah Kampung adalah upacara adat yang dilakukan untuk mengungkapkan

rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, sekaligus

memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan dengan berbagai ritual

yang terkandung dalam tradisi atau kebiasaan masyarakat kampung yang telah mengakar.

Juga dimaknai sebagai kebiasaan atau tradisi yang turun temurun dilakukan, hingga

menjadi bagian dari budaya dengan menyediakan makanan di suatu tempat yang telah

ditentukan dan di rumah masing-masing masyarakat setempat, dengan dilakukan berbagai

aktivitas atau kebiasaan kedaerahan sesuai dengan daerah masing-masing yang bisa

disebut dengan adat.

Sedekah kampung sebagai tradisi atau kebiasaan dari sebuah budaya merupakan

hasil cipta, karsa dan rasa manusia. Manusia sebagai khalifatu fii al-Ard (pewaris nenek

moyang) merupakan suatu ikatan yang tidak lepas dari kebudayaan. Kebudayaan

sebagaimana telah dikemukakan oleh Geertz dapat dilihat pada peristiwa-peristiwa publik

seperti ritual, festival atau perayaan tertentu karena pada peristiwa-peristiwa tersebut

orang mengekspresikan tema-tema kehidupan sosial melalui tindakan simbolik. Tindakan

tersebut mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan

kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia

sebagai anggota masyarakat.72

Di dalam kehidupan, budaya ternyata mengalami proses seperti proses biologi,

artinya budaya juga mengalami masa-masa lahir, berkembang, surut, dan bahkan hilang

sama sekali. Pasang surutnya budaya tersebut tergantung pada stabilitas sosial kehidupan

manusia, karena budaya menyatu dan melekat dalam kehidupannya. Dengan kata lain,

budaya merupakan identitas bagi manusia, kalau budaya suram tentunya identitas tersebut

akan kabur dan jika ia tereleminasi sama dengan tidak berbudaya lagi.

Budaya sebagai warisan bangsa yang dapat dirasakan sampai sekarang (cultural

heritage) mempunyai beberapa kandungan nilai yang sangat berharga bagi kelangsungan

suatu bangsa atau etnis tertentu. Sedekah Kampung sebagai budaya lokal yang merupakan

warisan generasi sebelumnya memiliki nilai-nilai budaya yang mampu melindungi aspek

kehidupan lainnya, seperti kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan religius. Di antara

kandungan-kandungan yang sudah disepakati dalam budaya daerah antara lain adanya:

1. Identifikasi daerah (local identification). Sudah disebut di atas bahwa budaya

menjadi identifikasi suatu bangsa atau etnik;

2. Kearifan daerah (local wisdom). Sikap arif dapat dipastikan dimiliki oleh setiap

daerah karena walaupun berbeda daerah tetap ada hal-hal yang bersifat umum;

3. Pencerdas daerah (local genius). Hampir setiap masyarakat ada minoritas yang

memiliki kemampuan berpikir yang luas. Merekalah sebenarnya obor

masyarakat yang akan membawa kemana masyarakat pergi. Dari sumber

71 I Nyoman Beratha, op. cit., hal. 26-27. 72 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet. 32, hal. 188.

Page 41: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

51

pemikiran mereka itu akan dijadikan oleh pelaksana pemerintahan yang

kemudian diikuti oleh masyarakatnya;

4. Budaya kreatif (creative culture). Sebagai kelanjutan dari minoritas kreatif

tentunya mereka yang sudah ada dalam ranah budaya kreatif akan menghasilkan

kreasi-kreasi baru. Kreasi inilah yang menyambung kehidupan budaya yang

telah ada;

5. Kemandirian budaya (cultural independence). Keberadaan suatu budaya sejak

awalnya adalah kreasi elit yang merupakan minoritas kreatif yang dalam

kelangsungannya didukung oleh kekuasaan politik dan ekonomi. Kait-mengait

antarfaktor itu tidak dapat dilepaskan. Namun, faktor-faktor itu hidup dalam

suatu daerah yang sudah merupakan kebulatan. Oleh karena itu, kebulatan

budaya harus dijaga supaya kelestariannya berjalan menggenerasi;

6. Iklim sosio-kultural (socio-cultural sphere). Lajunya modernisasi di semua

bidang kehidupan diperlukan iklim sosial budaya yang mendukung agar

masyarakat sebagai pemilik warisan budaya itu secara sadar melakukan

pelestarian budaya. 73

B. Persiapan Sebelum Upacara

Perayaan Sedekah Kampung telah dilaksanakan secara turun temurun dan tidak

diketahui asal usul serta awal mulai dilaksanakannya. Perayaan ini biasa dilaksanakan

penduduk Desa Peradong setiap tahun bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal)

dan acaranya berlangsung selama 2 hari yang biasanya pada hari Sabtu dan Minggu.

Biasanya acara ini dilaksanakan antara tanggal 15 sampai 30 Rabiul Awwal. Sebelum

pelaksanaan acara tersebut, jauh sebelumnya pada malam hari sang tetua adat (dukun)

sekarang Kek Jemat mengadakan ceriak74

pemanggilan orang-orang kampung sebagai

pemberitahuan akan dilaksankannya upacara adat dan menentukan tanggal yang cocok

untuk pelaksanaan upacara tersebut.

Pada tanggal yang telah ditetapkan tetua adat sebagai pawang desa dengan

dibantu penduduk setempat memulai membuat batu persucian (taber) dengan

menggunakan bahan-bahan tradisional serta dedaunan dan gaharu (dupa) dari kayu buluh

(bambu). Menurut sang dukun dahulu kala penggunaan dupa ini adalah sebagai alat untuk

menarik minat orang-orang cina yang berdiam di desa tersebut agar memeluk agama

Islam.75

C. Jalannya Upacara

Setelah persiapan, seperti; batu persucian (taber) dan gaharu selesai, kemudian

pada hari yang telah ditentukan tersebut, tetua adat dan masyarakat menyiapkan makanan

dan minuman, serta buah-buahan, uang dan binatang peliharaan seperti; ayam dan bebek

untuk diperebutkan setelah ritual upacara permohonan izin dilakukan. Semua peralatan

telah dipersiapkan, kira-kira pukul 13.00 WIB siang dimulai dari balai adat, tetua adat

73 A.B. Lapian, dkk, (ed.), Sejarah dan Dialog Peradaban: Persembahan 70 Tahun Prof. Dr. Taufik Abdullah,

(Jakarta: LIPI Press, 2005), hal. 867-868. 74 Ceriak-beceriak atau becerita adalah bermusyawarah dengan melakukan pemanggilan orang-orang kampung

oleh dukun yang tujuannya untuk menentukan waktu pelaksanaan Sedekah Kampung. 75 Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, Booklet Pariwisata Negeri Sejiran

Setason, t.t., hal. 6.

Page 42: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

52

bersama penduduk arak-arakan menuju Istana76

dengan diiringi semarang (selawatan

barzanji) guna untuk meminta izin dan memulai pelaksanaan sedekah kampung.77

Setelah

sampai di sana, sang dukun kemudian duduk di atas makam bersamaan dengan

dihidangkan berbagai macam jenis makanan khas desa, uang serta hewan peliharaan

seperti ayam dan bebek, kemudian mulai pembacaan do’a dan mantera. Setelah

pembacaan do’a dan mantera selesai, penduduk naik ke atas makam dan memperebutkan

ayam, bebek dan buah-buahan serta uang yang ada di atas makam tersebut. Upacara

kemudian dilanjutkan dengan penampilan silat yang dilakukan oleh dua orang, kemudian

sang dukun dan penduduk pembantunya melakukan pemberian tangkel (jimat) di empat

penjuru, dimulai dari istana tersebut menuju gerbang pintu masuk ke desa sampai akhir

perbatasan desa tersebut. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala

bentuk gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung.

Dalam pelaksanaa upacara ini, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi

oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini, yaitu duduk di atas pagar,

meletakkan jemuran/pakaian berupa apapun di atas pagar dan bermain senter. Menurut

penduduk, apabila pantangan tersebut dilanggar, maka akan didatangi oleh makhluk-

makhluk halus dan mengubahnya menjadi tepuler (kepala dengan wajah terbalik ke

belakang). Untuk tetua adat selama acara berlangsung, tidak boleh makan dan minum

(berpuasa).78

76 Istana adalah sebutan masyarakat terhadap makam keturunan tetua adat yang dijadikan sebagai tempat ritual

upacara permohonan izin untuk melaksanakan Sedekah Kampung (makam leluhur yang merupakan kakek buyut

tetua adat yang menurut Kek Jemat, sekarang sudah keturunan kelima). 77 Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009. 78 Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.

Page 43: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

53

BAB 5 RITUAL TRADISI SEDEKAH KAMPUNG

1. Tamat Ngaji (Betamat)

Tamat ngaji (betamat/tamatan/khataman Qur’an) merupakan upacara yang

dilakukan sebagai petanda bahwa seorang yang telah melaksanakan tamat ngaji dianggap

telah pandai membaca Al-Qur’an. Upacara ini dilakukan dalam rangka mensyukuri anak-

anak khususnya dan remaja yang telah menamatkan bacaan Al-Qur’an. Dalam tamat

ngaji, peserta yang ikut dalam upacara tersebut membaca surat-surat pendek dari Al-

Qur’an secara bergantian. Biasanya pembacaan surat-urat pendek tersebut dimulai dari

surat Ad-Dhuha sampai An-Naas. Anak-anak dan remaja yang tidak (belum) pernah

menamatkan pembacaan Al-Qur’an tentu tidak dapat ikut betamat. Namun bagi mereka

yang telah menamatkan Al-Qur’an boleh mengikuti untuk kedua kalinya. Bagi

masyarakat Peradong, tamatnya anak-anak mereka membaca 30 juz Al-Qur’an

merupakan sesuatu yang sangat istimewa, sehingga perlu disyukuri secara khusus. Ritual

ini memiliki makna dan fungsi yang sangat penting dalam pendidikan keagamaan di

masyarakat, karena orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an atau tidak fasih dalam

membacanya akan menanggung malu dan mendapat gunjingan dari masyarakat.79

Untuk

upacara ini, tampuk kegiatan dipegang oleh Penghulu mulai acara berlangsung sampai

selesai.

79 Zulkifli, Kontinuitas Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007), hal. 54.

Page 44: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

54

Gambar 5

Pembacaan surat-surat pendek Juz 30 Al-Qur’an oleh peserta tamat ngaji

di Masjid Baitul Mukmin Desa Peradong.

Jalannya upacara ini dimulai pukul 15.00 WIB dengan mengadakan arak-arakan

penjemputan peserta ke rumah masing-masing. Arak-arakan masyarakat tersebut dimulai

dari balai desa diiringi dengan semarang (selawatan barzanji) menuju perbatasan

kampung, kemudian setelah sebagian peserta bergabung dalam arak-arakan tersebut, rute

kembali menuju ke perkampungan. Kalau dalam upacara Sayyang Pattudu di Kabupaten

Polewali Mandar Sulawesi Barat, peserta tamat ngaji duduk di atas kuda dengan satu kaki

ditekuk ke belakang, lutut menghadap ke depan, sementara satu kaki yang lainnya terlipat

dengan lutut dihadapkan ke atas dan telapak kaki berpijak pada punggung kuda. Dengan

posisi seperti itu, para peserta didampingi agar keseimbangannya terpelihara ketika kuda

yang ditunggangi menari.80

Dalam upacara Sedekah Kampung, peserta (anak-anak dan remaja) tamat ngaji

duduk di atas sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai bentuk dan variasi yang didorong

oleh orang tuanya dan orang dewasa lainnya dengan diikuti anak-anak dan remaja lainnya

yang sebaya. Setelah semua peserta bergabung dalam arak-arakan tersebut, rute terus

dilakukan menuju ke masjid. Setelah sampai di masjid, acara dimulai dengan sambutan

dari penghulu, kepala desa, dan guru ngaji, sebagaimana tersusun dalam susunan acara.

Kemudian mulailah tamat ngaji dilakukan, diawali oleh guru ngaji memberikan aba-aba

kepada peserta. Mulailah peserta membaca surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, yaitu

dalam juz 30 diawali dari surat Ad-Duha terus menerus secara bergantian hingga sampai

pada surat An-Naas. Setelah selesai, dilanjutkan dengan pembacaan do’a khatam Al-

Qur’an yang biasanya dibacakan oleh penghulu. Akhirnya selesailah upacara tamat ngaji,

peserta dan orang tuanya keluar dari masjid menuju ke rumah masing-masing. Bagi orang

tua yang mampu, biasanya pada malam harinya atau ada juga sebagian yang langsung

setelah tamat ngaji mengadakan selamatan di rumahnya.

80 http://www.panyingkul.com, Home > Obyek Wisata Sulawesi Barat - Indonesia > Kabupaten Polewali

Mandar > Wisata Upacara Adat / Ritual > Pesta Adat Sayyang Pattudu, Isnain, 19 Syawal 1429 (Senin, 20

Oktober 2008), di akses tanggal 07 November 2008.

Page 45: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

55

2. Nganggung

Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di

Bangka. Karena tradisi nganggung merupakan identitas Bangka, sesuai dengan slogan

Sepintu Sedulang, yang mencerminkan sifat kegotong royongan, berat sama dipikul

ringan sama dijinjing.81

Nganggung atau Sepintu Sedulang merupakan warisan nenek moyang yang

mencerminkan suatu kehidupan sosial masyarakat berdasarkan gotong-royong. Setiap

bubung rumah melakukan kegiatan tersebut untuk dibawa ke masjid, surau atau tempat

berkumpulnya warga kampung. Adapun nganggung merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan masyarakat dalam rangka memperingati hari besar agama Islam, menyambut

tamu kehormatan, acara selamatan orang meninggal, acara pernikahan atau acara apapun

yang melibatkan orang banyak. Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang

atau talam yang ditutup tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa untuk dimakan

bersama setelah pelaksanaan ritual agama.82

Dalam acara ini, setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan

bulat sebesar tampah yang terbuat dari aluminium dan ada juga yang terbuat dari

kuningan. Untuk yang terakhir ini sekarang sudah agak langka, tapi sebagian masyarakat

Bangka masih mempunyai dulang kuningan ini. Didalam dulang ini tertata aneka jenis

makanan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus dibawa. Kalau nganggung kue, yang

dibawa kue, nganggung nasi, isi dulang nasi dan lauk pauk, nganggung ketupat biasanya

pada saat lebaran. Dulang ini ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari daun, sejenis

pandan, dan di cat, tudung saji ini banyak terdapat dipasaran. Dulang ini dibawa ke

masjid, atau tempat acara yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan dinikmati

bersama. Hidangan ini dikeluarkan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan rasa

bangga.

Namun dalam perkembangannya sekarang, kegiatan nganggung yang masih

eksis dipertahankan hanya pada saat memperingati hari besar agama Islam, dan

menyambut tamu kehormatan saja.

3. Sunat Kapong

Sunat atau khitan secara harfiah berarti sama dengan sunnah dalam bahasa

Arab.83

Sunat atau khitan makna aslinya dalam bahasa Arab adalah bagian yang dipotong

dari kemaluan laki-laki atau perempuan.84

Sedangkan sunat kapong adalah pemotongan

ujung penis anak laki-laki dalam ukuran tertentu yang masih menggunakan alat-alat

secara tradisional. Alat-alat tersebut seperti daun sirih berfungsi untuk pencegah infeksi,

pisau (dahulunya menggunakan bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong

ujung penis, gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus

81 http://www.mancung64’s.com., Theme: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com.

Membawa Cerita, “Cinta,” Budaya dan Mestika dari Bumi Persada, diakses tanggal 07 November 2008. 82 Zulkifli, op. cit., hal. 53. 83 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, (Jakarta Selatan: Wedatama Widiya Sastra, 2008),

cet. Pertama, hal. 17. 84 Bagian yang disunat/dikhitan pada anak laki-laki adalah tepi bulat yang menutupi hasyafah (ujung kemaluan),

sedangkan pada anak perempuan adalah kulit yang berbentuk jengger ayam jantan di bagian atas farji. Lihat

Saad Al-Marshafi, Khitan, penerjemah: Amir Zain Zakaria, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Kedua, hal.

13.

Page 46: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

56

penahan bagi penis agar tidak bergerak. Sunat dimaksudkan di sini hanya bagi laki-laki

saja. Sunat merupakan upacara pemotongan ujung penis anak laki-laki dalam ukuran

tertentu dalam ajaran Islam bagi anak yang akan memasuki akil balig. Dalam tradisi

Betawi, sunat diartikan sebagai proses atau etape pembeda. Bagi seorang anak laki-laki

yang telah disunat berarti telah memasuki dunia akil balig, maka dia dituntut atau

seharusnya telah mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil. Ia sudah

selayaknya mampu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar ajaran agama

dan adat kesopanan di masyarakat.85

Dengan kata lain, seorang anak laki-laki yang telah

disunat dianggap sudah menjadi manusia yang sempurna dalam arti untuk menjalankan

kewajiban sebagaimana halnya manusia dewasa sebagai pengabdi.

Gambar 6

Pelaksanaan sunat kapong dan pemotongan ujung penis peserta sunat kapong

oleh mudim (tukang sunat kampung)

Pelaksanaan upacara sunat kapong dimulai pukul 03.00 WIB peserta (anak-anak)

yang akan disunat berendam di dalam air (di aek kapong) kurang lebih selama 3 jam, hal

ini bertujuan untuk menahan rasa sakit pada saat pemotongan ujung penis. Setelah

berendam di aek kapong selama kurang lebih 3 jam, kira-kira pukul 06.00-07.00

pelaksanaan sunatan dilakukan oleh mudim (tukang sunat kampung), orang Betawi

menyebutnya dengan bengkong, yang dilakukan secara bergantian kepada peserta. Untuk

peralatan yang digunakan masih menggunakan alat-alat tradisional, seperti daun sirih

sebagai pencegah infeksi, pisau (bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong,

gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus penahan bagi

penis agar tidak bergerak. Setelah selesai, peserta sunat diarak keliling kampung dengan

menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi.86

Sebagaimana dikutip dari Majalah Kompas tanggal 04 September 2001 tentang

proses pelaksanaan sunatan massal di desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip yang

hampir sama dengan proses pelaksanaan di Desa Peradong:

85 Yahya Andi Saputra, loc. cit. 86 Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.

Page 47: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

57

Menjelang pelaksanaan khitanan adat, dini hari sekitar pukul 03.30, warga

dibangunkan dengan pukulan kenong oleh Jenang dari Balai Pertemuan sederhana yang

disebut warga Kundi sebagai balai desa. Pukulan kenong itu terdengar jauh juga,

sehingga bisa membangunkan orang yang tengah terlelap tidur. Meski demikian,

kehidupan pasar malam di Kundi yang berlangsung sampai hampir tengah malam,

agaknya banyak membuat warga Kundi kelelahan sehingga hanya sedikit yang bisa

datang ke balai desa.

Di balai desa inilah empat anak yang akan dikhitan kemudian duduk bersama dua

orang Jenang, dibacakan doa, sementara sejumlah warga lainnya, tua maupun muda,

melakukan tarian Tabo dengan diiringi kenong dan tiga gendang. Beberapa seri tarian

Tabo dimainkan, sampai kemudian para anak yang akan dikhitan dibawa berjalan

beriringan menuju sungai yang lebih mirip kolam. Di tempat yang jauhnya sekitar satu

kilometer dari Bal.

Di desa inilah, keempat anak itu kemudian diminta berendam di sebuah kolam yang

terlebih dulu didoa-doai oleh dua orang Jenang. Anak-anak itu ditemani para orang tua,

sebagian warga, dengan iringan musik kenong dan gendang. Dari pukul 04.00 sampai

06.20 keempat anak itu berjongkok merendam setengah badan bagian bawahnya dalam

air, membius kemaluan mereka agar tidak terasa sakit ketika dikhitan nanti.87

Setelah upacara sunat kapong selesai, kemudian anak-anak tersebut diarak

keliling kampung didampingi teman-temannya yang sebaya. Arak-arak dilakukan dengan

menggunakan tandu dan sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai macam hiasan dan

diiringi dengan semarang, mulai dari ujung kampung (tempat sunat dilaksanakan, di

dekat aek kapong) menuju lorong (gang) hingga ke jalan umum, kemudian diselingi

dengan penampilan pencak silat dan akhirnya kembali ketempat masing-masing.

Sebagai contoh, dalam adat Betawi peserta (pengantin sunat) diarak duduk di

atas kuda yang dirias dengan sedemikian rupa, antara lain dengan bunga-bunga dan

bermacam buah-buahan. Di dekat ekor kuda digantungkan seikat padi dan sebuah kelapa.

Biasanya, si pengantin sunat akan didampingi teman-temannya mengiringinya dengan

naik delman. Berjalan di barisan paling depan adalah grup ondel-ondel yang menari

berkeliling kampung. Rebana ketimpring terus mengiringi sepanjang perjalanan.88

Tidak

demikian halnya di Desa Peradong, peserta sunat diarak sebagaimana arak-arakan tamat

ngaji, yaitu dengan duduk di atas sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai bentuk dan

variasi yang didorong oleh orang tuanya dan orang dewasa lainnya dengan diikuti anak-

anak dan remaja lainnya yang sebaya. Rombongan depan adalah sebagai pembaca

semarang (selawatan barzanji) yang dikomandoi oleh tetua adat. Setelah selesai, bagi

keluarga (orang tua anak) yang mampu, biasanya mengadakan hajatan (selamatan) di

rumah masing-masing.

87 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0109/04/daerah/sema20.htm, Semangat Kundi Mempertahankan Adat,

Kompas/rakaryan sukarjaputra, From: [email protected], Date: Tue Sep 04 2001 - 10:54:29 EDT,

Selasa, 4 September 2001, di akses tanggal 07 November 2008. 88 Yahya Andi Saputra, Ibid., hal. 21.

Page 48: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

58

Gambar 7

Arak-arakan peserta sunat kapong

4. Semarang

Semarang atau lebih dikenal dengan Selawatan Barzanji merupakan bacaan

shalawat yang diambil dari kitab Al-Barzanji89

yang dibacakan ketika mengiringi setiap

arak-arakan yang dilakukan, baik untuk arak-arakan tamat ngaji maupun untuk sunat

kapong. Pembacaan tersebut dilakukan oleh rombongan arak-arakan di barisan paling

depan, yang dikomandoi oleh tetua adat. Untuk irama pembacaan tersebut, hanya

beberapa orang saja yang masih bisa untuk melafalkannya.

Selawatan tersebut dilakukan tanpa ada paksaan, bagi remaja yang telah bisa

membaca selawatan tersebut juga diperbolehkan untuk membaca Selawatan Barzanji.

Selain untuk mengiringi arak-arakan, juga untuk memeriahkan dan meramaikan sekaligus

89 Kitab ’Iqd Al-Jawahir (Kalung Permata) yang lebih dikenal dengan kitab Al-Barzanji adalah kitab yang ditulis

oleh Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdulkarim. Secara garis besar isi di dalam kitab Al-Barzanji

melingkupi; 1) Silsilah Nabi Muhamad SAW, yakni Muhammad bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul

Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin

Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Dari inilah silsilah akan berlanjut dengan Nabi

Ismail AS dan Nabi Ibrahim AS. 2) Pada kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada dan atau dari diri

Muhammad SAW, misalnya malaikat yang membelah dadanya menyucikan hatinya, serta keluarga ibu susunya

Halimah As-Sa’diah yang dilimpahi berbagai keberkahan. 3) Pada masa remajanya, kepedulian Muhammad

SAW kepada masyarakat Makkah, seperti kegiatannya dalam kepanduan, menghindari pertentangan antar

qobilah di Makkah dalam hal penempatan Hajar Aswat sehingga digelari al-Amin. Lalu umur 12 tahun, beliau

dibawa pamannya Abu Thalib berniaga ke Syam (Suriah-Yordania) dan dalam perjalanan pulang Pendeta

Nasrani bernama Buhaira melihat tanda-tanda kenabian padanya. Buhaira berpesan agar Abu Thalib waspada

dalam memelihara keponankannya itu. 4) Usia 25 tahun menikah dengan Khodijah binti Khuwailid, mempunyai

putra-putri, beberapa saat setelah beliau wafat, hanyalah tinggal Fatimah dan dari putrinya itulah beliau

mempunyai cucu. Pada usia 40 tahun beliau menerima wahyu dan sekaligus pengangkatannya sebagai nabi dan

rasul yang terakhir. Sejak itulah beliau menyiarkan agama Islam, 13 tahun di Makkah dan hijrah ke Madinah

melanjutkan dakwahnya, sampai beliau wafat usia 62 tahun. Beliau mensyi’arkan agama Islam di Madinah

selama 10 tahun. Dikutip dari H Zulkarnain Karim, ”Al-Barzanji” dalam Majalah Budaya Lawang, No.

02/th.I/Okt.–Nov, 2001, hal. 39.

Page 49: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

59

untuk menghibur peserta yang diarak. Khusus untuk arak-arakan tamat ngaji, bertujuan

untuk memotivasi bagi anak-anak dan remaja lainnya agar menamatkan 30 juz Al-Qur’an,

sehingga bisa menjadi peserta tamat ngaji di tahun yang akan datang. Begitu juga dengan

arak-arakan sunat kapong, juga untuk memberikan semangat dan keberanian kepada

mereka yang belum disunat.

5. Penampilan Pencak Silat

Upacara ini dilakukan untuk menghibur para penonton yang menyaksikan

jalannya kegiatan upacara Sedekah Kampung dan juga untuk menghibur anak yang baru

saja di sunat. Selain masyarakat Peradong, banyak para pengunjung yang datang untuk

menyaksikan jalannya acara tersebut. Pencak silat tersebut diperankan oleh masyarakat

dengan pakaian bebas, bahkan hansip–pun boleh memperagakannya sebagai aktor.

Pencak silat ini tidak seperti silat pada umumnya, karena dalam pencak silat ini

hanya menirukan sebagian gerakan-gerakan jurus silat saja. Dalam penampilannya,

terlihat sedikit lucu karena gerakan-gerakannya bukan gerakan-gerakan dalam jurus silat.

Gerakan tersebut dilakukan sesuai dengan gaya masing-masing pemeran dengan sedikit

meniru gerakan dalam jurus silat kampung. Yang menarik perhatian dari penampilan

pencak silat tersebut, adalah ketika pemeran (sebagai aktor) berupaya memperebutkan

dan mempertahankan uang yang telah didapat (dalam kekuasaan), yang diletakkan oleh

masyarakat dan pengunjung yang dikeluarkan dengan suka rela.

Dengan gayanya yang sedikit konyol, mereka–pemeran berupaya

mempertahankan uang yang telah mereka dapatkan agar tidak diambil oleh pemeran

lainnya. Penampilan ini biasanya dilakukan oleh dua orang.

Gambar 8 Penampilan pencak silat oleh masyarakat setempat

Page 50: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

60

BAB 6 SEDEKAH KAMPUNG DALAM

KEHIDUPAN BERAGAMA

Tingkat pengamalan ajaran agama masyarakat Desa Peradong secara umum

tergolong masyarakat yang pengamalannya biasa-biasa saja. Artinya ada sebagian yang

taat dan sebagian lagi tidak taat. Dari segi akhlak, tergolong rendah tingkat

pengamalannya (menengah ke bawah). Sedangkan dari sisi syari’at, tergolong tingkat

pengamalan menengah ke atas.90

Dengan demikian masyarakat tersebut dikategorikan

masyarakat yang menjalankan ajaran agama, walaupun tidak secara keseluruhan

(sempurna).

Dalam pemahaman ajaran agama, masyarakat Desa Peradong tergolong

muqallid, yaitu mengikuti orang lain dalam i’tikad (perkataan dan perbuatan) yang

semata-mata berbaik sangka tanpa alasan yang tepat untuk mengikutinya. Mereka tidak

berfikir yang menjadi dasar akidah Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits, tetapi yang

terpenting adalah pikiran dinamis yang tidak dibebani oleh kekeliruan-kekeliruan yang

turun temurun. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang telah tersentuh oleh

perkembangan zaman, yang mengamalkan ajaran agama merujuk pada Al-Qur’an dan

Hadits, hanya saja tidak konsisten (sungguh-sungguh) dalam pelaksanaannya.

Nuansa sifat masyarakat Desa Peradong yang memiliki sistem kekerabatan yang

tinggi menyebabkan setiap kegiatan sosial dan agama dilakukan secara gotong-royong

dan tolong-menolong. Mengenai yang dilakukan, benar dan salah tidak menjadi sorotan,

orientasinya adalah keamanan dan ketentraman hidup bermasyarakat. Perbuatan benar

atau salah tergantung dari baik atau buruknya tujuan dari perbuatan yang dilakukan.

Begitu juga dengan tradisi Sedekah Kampung yang dilakukan setiap satu tahun sekali, di

dalamnya terdapat berbagai macam unsur; seperti mistik (alam gaib), khurafat dan

90 Wawancara dengan Sartoni (P2N), di Dusun Menggarau tanggal 11 Juli 2009.

Page 51: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

61

tahayul. Nilai Islam yang mendominasi dalam tradisi, membuat ketiga unsur tersebut

secara perlahan sirna.

Sedekah Kampung dalam kehidupan beragama masyarakat Desa Peradong

memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan ajaran agama, khususnya bagi

generasi muda. Peran tersebut adalah memberikan dorongan bagi generasi muda untuk

lebih menjalankan ajaran agama, terutama dalam hal menjalankan sunnah Nabi

Muhammad SAW, dalam sunat kapong dan dalam hal belajar membaca Al-Qur’an. Tidak

hanya itu, juga sebagai perwujudan atas kecintaan kepada nabi, dengan memperingati hari

kelahirannya.

Dalam sunat kapong, bagi anak yang telah disunat merupakan bukti atau

pertanda bahwa mereka telah balig dan wajib menjalankan ajaran agama (Islam) secara

kaffah (menyeluruh), baik menjalankan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. Setelah

disunat, kemudian mereka diarak keliling kampung dengan tujuan memberitahukan

kepada masyarakat akan pentingnya disunat/khitan bagi seorang anak yang telah cukup

usia, juga sebagai motivasi bagi anak-anak lainnya yang belum disunat untuk besunat di

tahun depannya. Tentu hal ini memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan

hidup beragama msayarakat Peradong, karena sunat merupakan puncak pensucian diri

sebelum syarat dan rukun dalam menjalankan ajaran agama Islam.

Selanjutnya, dalam tamat ngaji yang terlebih dahulu dilakukan arak-arakan

penjemputan bagi peserta yang kemudian rutenya berakhir ke masjid dan langsung

memulai tamat ngaji tersebut. Tujuan arak-arakan tersebut adalah untuk memberikan

semangat dan kegembiraan bagi mereka yang akan melaksanakan tamat ngaji. Selain itu,

juga sebagai pemotivasi bagi mereka yang belum tamat untuk lebih giat lagi belajar

membaca Al-Qur’an (mengaji), sebagaimana dalam sunat kapong.

Setiap arak-arakan yang dilakukan, selalu diiringi dengan semarang atau

selawatan barzanji. Hal ini sebagai bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW,

karena di dalam semarang tersebut banyak membaca dan melantunkan shalawat atas nabi.

Juga sebagai isyarat akan pentingnya bershalawat kepada nabi.

Dalam kehidupan sosial, sedekah kampung mengingatkan akan pentingya

gotong-royong dan tolong-menolong sesama, karena di dalam sedekah kampung tersebut

membuktikan rasa persaudaraan masyarakat Peradong yang masih kental yang terlihat

dalam acara nganggung. Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an:

...(#θ çΡ uρ$yè s? uρ ’ n?tã Îh�É9 ø9$# 3“uθ ø) −G9$# uρ ( Ÿω uρ (#θ çΡ uρ$yè s? ’ n?tã ÉΟ øO M} $# Èβ≡uρ ô‰ ãè ø9$# uρ 4 (#θ à) ¨? $# uρ ©! $# ( ¨β Î) ©! $# ߉ƒ ω x© É>$s) Ïè ø9$#

∩⊄∪

Artinya: ”... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,

dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

(QS. Al-Maidah: 2).”91

91 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Asy-Syifa’, 1998), hal. 85.

Page 52: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

62

Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya sedekah kampung bagi

kelangsungan hidup beragama masyarakat Peradong, terutama dalam hal beribadah

kepada Allah SWT. Selain berfungsi sebagai pendorong bagi kelangsungan hidup

beragama masyarakat, di dalam sedekah kampung tersebut memiliki beberapa nilai-nilai

pendidikan yang telah menyatu, yang secara tidak sadar telah memberikan pendidikan

Islam bagi masyarakat setempat.

Walaupun di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai islami, tidak menuntut

kemungkinan dengan dilakukannya sedekah kampung mampu memberikan perubahan

total bagi kehidupan beragama masyarakat di Desa Peradong, karena baik dan buruk

tergantung dari individu yang menjalaninya. Setidaknya dengan dilakukannya sedekah

kampung, yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai islami tersebut dapat

memberikan gambaran ajaran-ajaran dalam agama Islam yang harus dan wajib dijalankan

sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Page 53: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

63

BAB 7 PENUTUP

Perayaan sedekah kampung merupakan salah satu upaya masyarakat Peradong

dalam mengungkapkan rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Paa prinsipnya, tradisi sedekah kampung memiliki hubungan erat dengan hari kelahiran

Nabi Muhammad SAW, karena perayaan ini bertepatan dengan bulan Maulid (Rabiul

Awwal) kalender Hijriyah.

Perayaan sedekah kampung berdampak positif dalam kehidupan bergama

masyarakat Peradong, karena dalam perayaan tersebut dikemas dengan berbagai ritual,

yang kesemuanya mengandung nilai-nilai penidikan Islam, di antaranya; nilai keimanan,

ibadah, dan nilai kesehatan. Ketiga nilai tersebut berdasarkan hasil penelitian dan

pengamatan penulis di lapangan.

Diharapkan studi tentang ritual tradisi Sedekah Kampung ini dapat

disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dari sisi lain. Sehingga dapat

memberikan gambaran lengkap pada tradisi Sedekah Kampung tersebut dalam skala

yang lebih luas.

Sebagai generasi muda dan penerus cita-cita bangsa yang berkpribadian muslim,

dengan sendirinya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab akan kelangsungan agama,

umat maupun masa depan bangsa. Untuk tegaknya ajaran Islam, terutama yang

menyangkut akidah Islamiyah dan memberikan pembinaan bagi para pengunjung dan

masyarakat sekitarnya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang berbau syirik.

Page 54: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

64

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1998. Departemen Agama RI, Semarang: Asy-Syifa

Abdullah, Irwan, dkk., (ed.). 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global,

Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM

Abdullah, Irwan. 2002. Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa: Analisis Gunungan

pada Upacara Garabeg, Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Agus, Bustanudin. 2002. Islam dan Pembangunan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Aliyah, Samir. 2004. Sistem Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam Islam, penerjemah:

H. Asmuni, Jakarta: Khalifa

Al-Barik, Haya Binti Mubarak. 1423. Ensiklopedi Wanita Muslimah, penerjemah: Amir

Hamzah Fachrudin, Jakarta: Darul Falah

Al-Barry, M. Dahlan. Y. dan L. Lya Sofyan Yacub. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah,

Surabaya: Target Press

Al-Jurjawi, Syaikh ’Ali Ahmad. 2003. Rahasia-rahasia Ibadah, penerjemah: Yusuf

Burhanuddin, Bandung: Pustaka Hidayah

Al-Marshafi, Saad. 1996. Khitan, penerjemah: Amir Zain Zakaria, Jakarta: Gema Insani

Press

Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu

Anshari, Endang Saefuddin. 2004. Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang

Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press

Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara

Baid, Bahmi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Bangka: STAI YPTIB

Page 55: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

65

Beratha, I Nyoman. 1982. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Jakarta:

Ghalia Indonesia

Dahri, Harapandi. 2009. Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu, Jakarta: Penerbit

Citra

Daradjat, Zakiah, dkk. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi

Aksara

Dawud, Abi. t.t. Sunan Abi Dawud, Jilid I, Baerut: Dar Al Fikr

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka

Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bangka Barat. t.t. .Booklet

Pariwisata Negeri Sejiran Setason

Eaton, Charles Le Gai. 2003. Zikir: Nafas Peradaban Modern, penerjemah: Zaimul Am,

Bandung: Pustaka Hidayah

Ermiwati. 2007. “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat

Islam Suku Mapur Dusun Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu

Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN Syaikh Abdurrahman

Siddik Bangka Belitung

Geertz, Clifford. 2004. Tafsir Kebudayaan, penerjemah: Francisco Budi Hardiman,

Yogyakarta: Kanisius

Hadi, Y. Sumandiyo. 2006. Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta: Buku Pustaka

Hakim, Atang Abdullah dan Jaih Mubarok. 2006. Metodologi Studi Islam, Bandung, PT

Remaja Rosdakarya

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta

Lapian, A.B., dkk., (ed). 2005. Sejarah dan Dialog Peradaban: Persembahan 70 Tahun

Prof. Dr. Taufik Abdullah, Jakarta: LIPI Press

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Yogyakarta: Rake

Sarasin

Nata, Abuddin. 1999. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Pemerintah Kabupaten Bangka. 2003. Selayang Pandang Kabupaten Bangka, Bangka

Ramayulis. 2004. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia

Saputra, Yahya Andi. 2008. Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta Selatan:

Wedatama Widiya Sastra

Page 56: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

66

Shihab, M. Quraish. 1999. Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Tim Penyusun. 2000. Provinsi Bangka Belitung; Jembatan Menuju Kesejahteraan

Rakyat, Bangka: Presidium Pembentukan Provinsi Bangka Belitung

Widodo. 2004. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi,

Jakarta: Yayasan Kelopak

Zulkifli. 2007. Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka, Sungailiat-Bangka: Shiddiq

Press

______. 2008. Antropologi Sosial Budaya, Bangka: Shiddiq Press, bekerjasama dengan

Penerbit Grha Guru Yogyakarta

Internet

http://www.panyingkul.com, Home > Obyek Wisata Sulawesi Barat - Indonesia >

Kabupaten Polewali Mandar > Wisata Upacara Adat / Ritual > Pesta Adat Sayyang

Pattudu, Isnain, 19 Syawal 1429/Senin, 20 Oktober 2008 (diakses tanggal 07

November 2008)

http://www.mancung64’s.com., Theme: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada

WordPress.com. Membawa Cerita, “Cinta,” Budaya dan Mestika dari Bumi

Persada, 02 Agustus 2008 (diakses tanggal 07 November 2008)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0109/04/daerah/sema20.htm, Semangat Kundi

Mempertahankan Adat, Kompas/rakaryan sukarjaputra, From:

[email protected], Date: Tue Sep 04 2001 - 10:54:29 EDT, Selasa, 4

September 2001 (diakses tanggal 07 November 2008)

http://www.bangkapos.com, Pesta Adat Perang Ketupat Tempilang 2008--Tampilkan

Debus dan Pencak Silat, edisi: Sabtu, 21 Juni 2008, Topik: Seni-Budaya Sumber:

Harian Pagi Bangka Pos - Hal: Community News BangkaPos_CyberMedia

Gerbang Informasi Kepulauan Bangka Belitung.htm (diakses tanggal 21 Desember

2008)

http://www.antaranews.com, 02/09/07 22:05, Pesta adat perang ketupat di Desa

Tempilang Kabupaten Bangka Barat Diminati Warga, Copyright © 2008

ANTARA (diakses tanggal 21 Desember 2008)

Jurnal dan Majalah

H Zulkarnain Karim, ”Al-Barzanji” dalam Majalah Budaya Lawang, No. 02/th.I/Okt.–

Nov, 2001

Page 57: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

67

Wawancara

Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal

10 Januari 2009

Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 10

Januari 2009.

Wawancara dengan Sartoni (P2N), di Dusun Menggarau tanggal 11 Juli 2009.

Wawancara dengan Atok Pardi, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.

Wawancara dengan Nek Limah, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.

Wawancara dengan Acuhan, di Desa Pelangas tanggal 14 Maret 2009.

Wawancaara dengan Ana, di Dusun Menggarau tanggal 14 Maret 2009.

Page 58: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

68

RIWAYAT PENULIS

SURYAN MASRIN (nama pena; Nayrus al-‘Alim el-Rayyan), lahir

di Menggarau-Peradong, Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten

Bangka Barat pada tanggal 26 Maret 1986 dari pasangan Masrin B

Masdar dan Yuliana binti Jamsah. Anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan pembinaan murni dari kedua orangtua yang secara

disiplin, penuh perhatian, dan kesabaran, baik dalam pembinaan ilmu

agama mupun ilmu umum. Pendidikan tersebut, yang terutama adalah

dari sang Ayah tercinta. Terlahir di tengah kehidupan masyarakat

pedesaan yang letaknya jauh dari kota.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh, tingkat dasar di SD Negeri 109

Peradong (sekarang SD Negeri 6 Simpang Teritip) selesai tahun 1997, tingkat SMP di

MTs Miftahul Jannah Pelangas selesai tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Pondok

Pesantren Assalam Sri Gunung, Sungai Lilin MUBA, masuk di kelas eksprimen (I’dadi)

selama 6 bulan dan kemudian berhenti karena tempat yang jauh. Setahun kemudian

melanjutkan kembali ke MA Al-Islam Kemuja Bangka dan selesai tahun 2004. setelah

tamat dari MA, melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di STAIN Syaikh Abdurrahman

Siddik Bangak Belitung (STAIN SAS Babel) mengambil fakultas Tarbiyah, jurusan

Pendidkan Agama Islam (PAI) hingga sekarang.

Selama di STAIN, aktif mengikuti berbagai pelatihan, di antaranya; pelatihan

jurnalistik BEM STAIN tahun 2005, pelatihan Da’i Muda angkatan pertama Kabupaten

Bangka tahun 2006, dan pelatihan jurnalistik P3M STAIN bekerjasama dengan Bangka

Pos Group tahun 2007. Di STAIN, pernah dipercaya menjadi Ketua Umum HMI

Komisariat STAIN tahun 2007-2008.

Tulisan dalam bentuk artikel yang pernah di publikasikan di harian pagi Bangka

Pos tahun 2007 berjudul “Pendidikan Islam Pacsa UN”.

Semua hal di atas dilakukan karena penulis punya motto “Orang yang tidak

mempunyai apa-apa (kehilangan) tidak akan pernah bisa memberikan sesuatu apapun

(kemanfaatan).”

Hp. 0813 6862 7422, E-mail: [email protected]

Page 59: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

69

Lampiran

Tabel Data sarana sosial di Desa Peradong berdasarkan data Profil Desa tahun 2007

No Nama Fasilitas Sosial Jumlah

1 Sarana Pendidikan

1

2

3

SD Sederajat

Jumlah murid

Jumlah guru

Jumlah lembaga pendidikan

keagamaan

Jumlah peserta didik

Jumlah pengajar

Perpustakaan

1

187

8

TPA 2

38

12

1

unit

orang

orang

unit

orang

orang

unit

2 Sarana Air Bersih

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

Sumur Pompa

Sumur Gali

Mata Air

Hidran Umum

MCK

Pengguna air sumur pompa

Pengguna air sumur gali

Pengguna mata air

Pengguna MCK

Pengguna air sungai

11

17

9

4

3

33

115

43

74

58

unit

unit

unit

unit

unit

KK

KK

KK

KK

KK

3 Sarana Pemerintahan

1

2

3

4

Balai desa/sejenisnya

Balai dusun

Kantor desa

Kendaraan dinas

2

1

1

1

buah

buah

buah

buah

4 Sarana Peribadatan 1

2

Masjid

Langgar/surau/musholla

2

2

buah

buah

5 Sarana Olah Raga

1

2

3

Lapangan sepak bola

Lapangan bulu tangkis

Lapangan volly

3

1

1

buah

buah

buah

6 Sarana Kesehatan 1

2

Posyandu

Polindes

1

1

buah

buah

7 Sarana Penerangan

1

2

3

Listrik PLN

Diesel

Lampu minyak

7 Sarana Kesehatan

1

2

3

Bidan

Dukun beranak

Posyandu/Pustu

2

1

1

orang

orang

buah

Page 60: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

70

Page 61: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

71

kapong

Page 62: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

72

Glosarium Bahasa Jerieng

Kata /Kalimat Makna

A

1. Ade

2. Agik–dak agik

3. Aok

4. Aok gek

5. Ayuk

6. Aek

7. Angein

B

8. Balek pegek

9. Bateng

10. Basing

11. Bareng ge ko lah neyerita

12. Bilong

13. Bekinjak

14. Balek

15. Bine

16. Bine temen

17. Bebini

18. Bekawak

19. Becakep

20. Bekisah/Becerita

21. Bekurong

22. Bekelumbus

23. Belacen

24. Betesah

25. Bayek

26. Bong umah

27. Buloh

C 28. Cabek

29. Cakeir

30. Cemedak

31. Cerepak

32. Ceriak

33. Cikar

D

34. Dak ungang/Dak kawa

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Ada

Lagi – tidak ada lagi = habis

Ya, iya

Benarkah

Kakak perempuan

Air

Angin

Pulang pergi

Batang.pohon, untuk penyebutan nama

tanaman, misalnya bateng rambutan, dll

Terserah

Saya kan sudah bilang

Telinga

Bergurau

Pulang

Banyak

Banyak sekali

Nikah/kawin

Berteman

Berbicara

Bercerita

Berkurung

Berkelumbus

Terasi

Mencuci pakaian

Baik

Bawahnya rumah panggung

Bambu

Cabe

Cangkir

Cempedak

Patah – dahan yang patah

Musyawarah, rembuk, dll

Cantik

Tidak mau

Page 63: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

73

35. Dak rengakk

36. Den

37. Dilak

38. Dak pecaya

39. Dak ade/dakde

G

40. Gapek

41. Galek

42. Gek

43. Gawi

44. Garem

45. Garang

46. Ganjel

47. Gedang

48. Gerei

49. Gerigit

50. Gek gerei

51. Gek lah

52. Gulei

53. Gelugut/kelenjer

54. Gule-gule

I

55. Ikak

56. Ilah gek

57. Ilang

58. Jareng

59. Jareng-jareng

60. Jalen

61. Jerambah

62. Jiet/Jibol

63. Jiet tubet

K

64. Kaben

65. Kapong

66. Kawak

67. Kakei

68. Kaye

69. Kayeow

70. Kitel

71. Kiyun

72. Kemaik

73. Kreng

74. Kui

75. Kuala

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Tidak suka

Dahan

Nanti

Tidak percaya

Tidak ada

Habis, kosong, tidak ada

Sering

Pergi

Kerja

Garam

Galak

Sejenis gotong-royong, terdiri dari

beberapa orang, biasanya membersihkan

kebun dengan cara bergantian

Pepaya

Jalan-jalan

Kesal hati, ’sebel’

Pergi jalan-jalan

Pergilah

Masakan = biasanya dengan kuah (bukan

tumisan)

Demam

Permen

Kalian

Benarkah

Hilang

Jarang, kaang, bersela, renggang

Kadang-kadang

Jalan

Jembatan

Jelek

Jelek sekali

Orang yang mengiring / menemani

Kampung

Kawan, teman, sahabat

Kaki

Kaya

Kayu/pohon

Teko/Cerek

Kesana

Kesini

Marah

Kue

Muara, tempat bertemunya air sungai

Page 64: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

74

76. Kuteng

77. Kutan

L

78. Lingah – Lambet

79. La gek

80. Leteh

81. Laot

82. Lembeg

83. Luser

84. Luroh/jatoh

M

85. Maen Cupiang

86. Maen batu tujoh

87. Malieng

88. Mak jande

89. Melehkok

90. Mereh

91. Macem

92. Macem-macem

93. Malek

94. Masu-perebut

95. Minjem

96. Mikol

97. Maen

98. Mekacai

99. Meteng-meteng

100. Melideng

101. Men

102. Megale

N

103. Nabok

104. Namaok

105. Namaik

106. Nakak

107. Napek

108. Napek sama

109. Nye

110. Nye urang

111. Nyelek

112. Ngapan/ngapa

113. Ngeliet

114. Nok

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

dan air laut

Putus

Ke hutan

Lambat

Sudah belum

Lelah

Laut

Dingin

Kuali

Jatuh

Main sembunyi gong, biasanya dengan

botol plastik bekas

Main sembunyi gong dengan

menngunakan tujuh buah batu, biasanya

dari genteng bekas

Pencuri, maling

Janda

Mungkin

Mendatangi – di / pada (menunjukkan

tempat untuk orang)

Seperti

Bermacam-macam

Bosan

Mencuci perabot

Minjam

Memikul

Main

Mengolok-olok, mengejek – mengatai

Mentang-mentang

Melempari

Kalau

Singkong

Tinju, pukul

Begitu

Begini

Nangka

Dekat, hampir

Hampir sama

Dia

Mereka

Mengintip/ngintip

Mengapa, kenapa

Melihat

Yang

Page 65: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

75

115. Nok yuk

116. Ngulau

117. Ngalok

118. Ngeleset

119. Ngerupot

120. Ngileow

121. Ngitong arei

122. Ngulek

123. Ngulang runot

124. Ngigew

125. Nugel

126. Nyepiang

127. Nyuloh=sulohi

128. Nyuroh

P

129. Pak jande

130. Pelicoh

131. Panggak

132. Pacol

133. Pekal

134. Pelem

135. Pekal Bawah

136. Pinggen

137. Punggo-eng

138. Pukang

R

139. Rebah

S

140. Sebile

141. Sige-ek /sutek

142. Siko-k

143. Suat

144. Suat ik

145. Silu/lebei

146. Singgah

147. Suduk

148. Suleh be

149. Selai

150. Sedekah ruwah

151. Setila

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Yang itu

Mencaci, mengomel

Menjelekkan – mengatai

Mengupas

Membersihkan rumput

Ngilu

Menghitung hari untuk orang yang telah

meninggal, nige, nujoh, nyelawi, pat

puloh arei, nyetaon, dst.

Kembali

Pesta/peryaan (walimah) nikah yang

diadakan di rumah mempelai laki-laki,

setelah di rumah perempuan

Mengigau

Menugal padi

Membersihkan

Menyinari=sinari

Merintah – membuat

Duda

Curang

Kayak, seperti

Cangkul

Pangkal

Mangga

Pangkal yang rendah/dataran rendah

Piring

Punggung

Paha

Roboh, jatuh

Kapan

Satu, sebuah,

seekor

Sebentar

Sekarang

Hayolah!

Berhenti

Sendok

Biarlah

Selembar

Upacara nyepiang kubur (membersihkan

kuburan) desa

Ketela/ubi jalar

Page 66: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

76

T

152. Taipaw

153. Tangen

154. Tebalek

155. Tegulew-gulew

156. Teletang

157. Tepundur tepare

158. Terap

159. Temen ge

160. Tubet

161. Tubet tisal

162. Tubir

163. Tumbang

U

164. Ubok

165. Ubok pulot

166. Ubok mirah

167. Uben – Nek uben

168. Ume

169. Umah

170. Umbang

Y 171. Yuk

172. Yik

173. yeik lah

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Sombong

Tangan

Terbalik

Banyak omong

Terlentang

Mondar mandir

Tiarap

Benarkah

Tidak mau

Tidak mau sama sekali, enggan

Tebing/tanjakan

Rebah, ke arah

Nasi

Nasi ketan/pulut

Nasi merah, beras baru

Uban – nenek yang bermbut sudah

ubanan

Ladang

Rumah

Mirip

Itu

Ini

Inilah

Untuk yang lainnya harap maklum, karena keterbatasan pengetahuan penulis tentang

istilah-istilah bahasa Jering yang lainnya.

Peradong, Februari 2010

Penulis

Page 67: Buku= Tradisi Sedekah Kampung Peradong

Tradisi Sedekah Kampung Peradong

77

ebuah tradisi warisan nenek moyang yang ada di kepulauan

Bangka Belitung, dan telah dilakukan selama puluhan

tahun, bahkan kemungkinan telah lebih dari seratus tahun.

Warisan tradisi tersebut dilakukan masyarakat Peradong

dalam setiap tahun bertepatandengan bulan Maulid (Rabiul

Awwal) kelender Hijriyah. Tradisi tersebut dilakukan bertujuan

untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, sebagai wujud

kecintaan masyarakat peradong terhadap belaiu.

Dilihat dari corak dan gayanya, tradisi ini dipengaruhi oleh

tradisi orang dari Sulawesi Barat, Betawi (Jakarta), dan Aceh.

Kemiripan ini dapat dilihat pada pelaksanaan sunat kapong dan

tamat ngaji (khataman Al-Qur’an). Seperti halnya “Upacara Daur

hidup Adat Betawi”, yang di dalamnya terdapat tamatan Qur’an dan

sunat yang dilakukan secara tradisional oleh bengkong. Sedangkan

di Sulawesi Barat dapat dilihat pada “Pesta Adat Sayyang Pattudu”,

yang dirayakan untuk mensyukuri anak-anak yang khatam (tamat)

Al-Qur’an.

Untuk kebenarannya belum diketahui,

hanya saja menurut informasi masyarakat

Peradong, tradisi tersebut telah ada sebelum

Indonesia merdeka, walaupun sempat terhenti

dan akhirnya dihidupkan kembali setelah

kemerdekaan Indonesia.

Dalam buku ini pembaca akan mendapatkan

sedikit pemahaman dan pengetahuan tentang

prosesi dan ritual yang terdapat dalam tradisi

Sedekah Kampung di Peradong.