20
1 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam. Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi 1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan suatu negara yang dikenal dan diakui memiliki beragam potensi, baik pada wilayah geografis, pluralis dan keragaman masyarakatnya. Negara Indonesia yang dikenal negara kepulauan terdiri dari berbagai suku bangsa memiliki bentuk dan corak kebudayaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagai negara kepulauan yang memiliki karakteristik yang terdiri dari bermacam-macam suku, adat, bahasa, kepercayaan serta agama 1 dengan latar belakang sejarah dan budaya yang berbeda-beda pula, tentunya Indonesia dikenal sangat unik. Keragaman yang dimaksud dapat disaksikan dengan melihat banyaknya karakteristik dan nilai yang berlaku dalam masyarakat serta lahirnya perilaku yang bervariatif dalam suatu komunitas social. 2 komunitas social tersebut dapat dipandang sebagai symbol keanekaragaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Dalam masyarakat tersebut terdapat seperangkat tata nilai sebagai salah satu unsur yang diyakini dan menjadi frame of reference tentang bagaimana seharusnya seseorang berbuat, bersikap dalam kehidupan sosial. Nilai-nilai itulah yang mempengaruhi dan kadang-kadang dapat dikatakan “membentuk” keseluruhan sikap masyarakat terhadap suatu orientasi, dan itulah yang muncul atau terpolakan ke atas permukaan dalam kehidupan social masyarakat. 3 Dalam aktivitas budaya, manusia tidak bebas nilai, karena kebebasan berprilaku manusia dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dengan melakukan perbuatan atau aktivitas kehidupan, manusia membentuk kebudayan, dalam hal ini dengan berlandaskan doktrin al-Qur’an. 4 Untuk menghargai perbedaan ini, ada satu cara yang diajarkan sendiri oleh Allah, yaitu terimalah perbedaan itu sebagai suatu nikmat atau rahmat. 5 Sebagai sumber paling utama ajaran Islam, 1 Pengertian dalam konteks ini adalah pengertian yang biasa digunakan untuk menyebut semua agama yang diakui secara resmi oleh negera Indonesia yakni: Islam, Protestan, Katolik, Hindu-Dharma, Buddha-Dharma. Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm.149. 2 Muhammad Huzain, Etika Budaya “Sipakatau” masyarakat Bone. (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm 2. 3 Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan Budaya untuk Pembangunan: Menoleh Kearifan Lokal, (Yogyakarta: Pilar Politika, 2004), hlm.326. 4 Umar Faruq, Kebudayaan dan Agama dalam Konteks Indonesia Menurut Musa Asy‟arie, (Yogyakarta: Skripsi, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007), hlm. 99. 5 Hal ini dapat berarti perbedaan itu dipandang sebagai berkah. Karena dengan perbedaan itu, kita bisa saling dialog, kenal mengenal, menguji argument, mempertajam pemikiran dan mengembangkan kehidupan. Tanpa keragaman itu, kehidupan akan berjalan di tempat, akan statis. Rahmat, M. Imdadun, Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, (edt), Sayed Mahdi, Singih Agung, (Jakarta: Erlangga,2003), hlm.118.

Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

1 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan suatu negara yang dikenal dan diakui memiliki beragam potensi,

baik pada wilayah geografis, pluralis dan keragaman masyarakatnya. Negara Indonesia yang

dikenal negara kepulauan terdiri dari berbagai suku bangsa memiliki bentuk dan corak

kebudayaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagai negara kepulauan yang

memiliki karakteristik yang terdiri dari bermacam-macam suku, adat, bahasa, kepercayaan

serta agama1 dengan latar belakang sejarah dan budaya yang berbeda-beda pula, tentunya

Indonesia dikenal sangat unik.

Keragaman yang dimaksud dapat disaksikan dengan melihat banyaknya karakteristik dan

nilai yang berlaku dalam masyarakat serta lahirnya perilaku yang bervariatif dalam suatu

komunitas social.2 komunitas social tersebut dapat dipandang sebagai symbol

keanekaragaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Dalam masyarakat tersebut terdapat

seperangkat tata nilai sebagai salah satu unsur yang diyakini dan menjadi frame of reference

tentang bagaimana seharusnya seseorang berbuat, bersikap dalam kehidupan sosial. Nilai-nilai

itulah yang mempengaruhi dan kadang-kadang dapat dikatakan “membentuk” keseluruhan

sikap masyarakat terhadap suatu orientasi, dan itulah yang muncul atau terpolakan ke atas

permukaan dalam kehidupan social masyarakat.3

Dalam aktivitas budaya, manusia tidak bebas nilai, karena kebebasan berprilaku manusia

dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dengan melakukan perbuatan atau aktivitas kehidupan,

manusia membentuk kebudayan, dalam hal ini dengan berlandaskan doktrin al-Qur’an.4 Untuk

menghargai perbedaan ini, ada satu cara yang diajarkan sendiri oleh Allah, yaitu terimalah

perbedaan itu sebagai suatu nikmat atau rahmat.5 Sebagai sumber paling utama ajaran Islam,

1Pengertian dalam konteks ini adalah pengertian yang biasa digunakan untuk menyebut semua agama yang

diakui secara resmi oleh negera Indonesia yakni: Islam, Protestan, Katolik, Hindu-Dharma, Buddha-Dharma.

Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2000), hlm.149. 2Muhammad Huzain, Etika Budaya “Sipakatau” masyarakat Bone. (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga,

2006), hlm 2. 3Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan Budaya untuk

Pembangunan: Menoleh Kearifan Lokal, (Yogyakarta: Pilar Politika, 2004), hlm.326. 4Umar Faruq, Kebudayaan dan Agama dalam Konteks Indonesia Menurut Musa Asy‟arie, (Yogyakarta:

Skripsi, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007), hlm. 99. 5Hal ini dapat berarti perbedaan itu dipandang sebagai berkah. Karena dengan perbedaan itu, kita bisa saling

dialog, kenal mengenal, menguji argument, mempertajam pemikiran dan mengembangkan kehidupan. Tanpa

keragaman itu, kehidupan akan berjalan di tempat, akan statis. Rahmat, M. Imdadun, Islam Pribumi Mendialogkan

Agama Membaca Realitas, (edt), Sayed Mahdi, Singih Agung, (Jakarta: Erlangga,2003), hlm.118.

Page 2: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

2 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Al-Qur’an berfungsi memberi petunjuk jalan yang paling lurus (Q.S.Al-Isra’[17]:9)6 bagi

segenap umat manusia demi tercapainya kebahagiaan dalam hidup. Hal ini berarti bahwa misi

utama (dan terpenting) dari Al-Qur’an adalah memberi tuntunan bagi umat manusia,

mengenai apa-apa yang harus diperbuat dan tidak diperbuat dalam hidup keseharian.7

Indonesia sebagai penganut Islam terbesar dengan budaya yang beragam disisi lain terjadi

konfigurasi nilai-nilai Islam dan nilai-nilai tradisi budaya masyarakat yang tampak pada pola

tingkah laku dalam relasi-relasi social. Nilai-nilai moral yang menjadi landasan kebudayaan,

bukan dataran aplikatifnya yang bersifat plural, yang standard procedure moral antara satu

daerah dengan daerah lainnya berbeda-beda, yang dalam wujud kebudayaan ada pada apa

yang disebut dengan adat istiadat.8 Dalam suatu tradisi budaya local, perangkat nilai tersebut

dan pada umumnya tradisi-tradisi itu tercipta dengan landasan agama Islam, maka

implementasi dan wujud dalam kehidupan social itu tak dapat terpisahkan dari legitimasi

dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis Nabi. Maka jelas dalam implementasinya merupakan petunjuk

dalam Al-Qur’an dan hadis tersebut. Nilai-nilai dalam tradisi budaya local itu, khusunya

dalam pembahasan ini erat hubungannya dalam konteks nilai etika budaya yang terstruktur

dalam adat dan istiadat masyarakat. Islam senantiasa memberikan warna yang sempurna

dalam setiap tradisi itu sehingga tafsirannya senantiasa tertuju pada landasan Al-Qur’an dan

Al-Hadis.

Pada makalah singkat ini bertemakan “Budaya Siri‟ Bugis Makassar dalam Perspektif

Islam”. Siri‟ sebagai salah satu budaya lokal yang mempunyai hubungan sangat kuat dalam

pandangan Islam sebagai kerangka spiritualitas masyarakat yang kokoh. Dalam makalah ini

pada awal pembahasan jelaskan sekilas sejarah dan makna budaya siri‟ Bugis Makassar,

Budaya siri‟ dalam perspektif Islam, Nilai-Nilai pendidikan Islam dalam konteks Siri‟ Bugis

Makassar. Budaya Siri‟ ini tidak hanya dikenal dalam Bugis Makassar namun dikenal pula

dikalangan Toraja dan Mandar yang mendiami daratan Sulawesi Selatan.9 Kendati demikian,

dalam pembahasan ini, dengan tidak mengurangi eksistensi dua suku bangsa lainnya di daerah

ini, hanya mengetengahkan suku Bugis Makassar. Hanya kosakata dan penyebutannya saja

6Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemah-Nya, (Bandung: PT Sygma Examedia Arkalema, 2009),

hlm.283. 7 Miftahul Huda, Al-Qur‟an dalam Perspektif Etika dan Hukum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.105.

8 Abdul Karim, Konsep Kesadaran Harkat Siri‟, dalam website, http://abdulkarim8284.blogspot.com

/2012/04/.html, diakses, 20 Oktober 2012. 9Portal Bugis, Manusia Bugis Rantau, Budayanya Siri‟ Bugis Makassar, dalam website,

https://portalbugis.wordpress.com, diakses, 20 Oktober 2012.

Page 3: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

3 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

yang berbeda, tetapi falsafah ideologinya memiliki kesamaan dalam berinteraksi dengan

sesama.

BAB II

PEMBAHASAN

B. SEKILAS SEJARAH DAN MAKNA BUDAYA SIRI’ BUGIS MAKASSAR

1. Ikhtisar umum sejarah kebudayaan Bugis Makassar

Kebudayaan Bugis Makassar adalah kebudayaan dari suku bangsa Bugis-Makassar yang

mendiami bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi.10

Orang Bugis dan

Makassar merupakan rumpun yang satu. Orang bugis adalah salah satu dari berbagai suku

bangsa di Asia Tenggara dengan populasi lebih dari empat juta orang. Mereka termasuk ke

dalam rumpun keluarga besar Austronesia.11

Suku Bugis adalah suku terbesar yang ada di

Sulawesi Selatan. Mereka yang berada di luar Sulawesi Selatan lebih banyak lagi. Mereka

mendiami 15 dari 21 kabupaten di Sulawesi Selatan.12

Dari bahasa, tulisan dan kesusasteraan,

orang Bugis mengucapkan bahasa “Ugi” dan orang Makassar bahasa “Mangkasara”. Kedua

bahasa tersebut dipelajari dan diteliti secara mendalam oleh seorang ahli bahasa Belanda

B.F.Matthes, dengan mengambil berbagai sumber kesusasteraan tertulis yang sudah dimiliki

oleh orang Bugis Makasar berabad-abad lamanya.13

Kesusasteraan tertulis tersebut yang

disebut dengan Lontara.14

Asal-usul orang Bugis hingga kini masih tidak jelas dan tidak pasti. Berbeda dengan

wilayah Indonesia bagian barat, Sulawesi Selatan sama sekali tidak memiliki monument

Hindu atau prasasti, baik dari batu atau pun dari logam yang memungkinkan dibuatnya suatu

kerangka acuan yang cukup memadai untuk menelusuri sejarah orang Bugis sejak abad

10

Penduduk propinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa ialah: Bugis, Makassar, Toraja, dan

Mandar. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2010), hlm.266. 11

Evolusi internal serta interaksi mereka dengan berbagai peradaban luar (Cina, India, Islam, dan Eropa).

Christian Pelras, Manusia Bugis, Oxford Inggris: Blackwell Publisher Limited, terj. Abdul Rahman Abu,Hasriadi,

Nurhady Sirimorok.(Jakarta: Penerbit Nalar,2006), hlm.1. 12

yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, Sidenreng Rappang, Bulukumba, Sinjai,

Pinrang, Barru, Enrekang, Pare-Pare, Pangkajenne Kepulauan, dan Maros. Dua kabupaten terakhir merupakan

daerah-daerah peralihan yang penduduknya berbahasa Bugis maupun Makassar. Supriadi Mappangara, Bugis

Makassar di Lintasan Sejarah, dalam Website, http://ila-galigo.blogspot.com /2009/05/. html, diakses, 30 Oktober

2012. 13

Koentjaraningrat, Manusia., hlm.268. 14

Dalam kaitan ini Lontara dapat berarti tulisan atau buku. Lontara yang dimaksud disini ialah buku yang

memuat catatan hasil-hasil intelektual leluhur Bugis Makassar yang sudah dalam bentuk tulisan tangan atau cetak di

atas kertas. Mattulada, Latoa: Suatu Tulisan Analisis Terhadap Antropologi-Politik Orang Bugis. (Jakarta:

Universitas Indonesia, 1975), hlm. 37.

Page 4: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

4 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

pertama Masehi hingga ke masa ketika sumber-sumber tertulis Barat cukup tersedia.15

Masa

lalu orang Bugis dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu:16

Pertama, Periode Sejarah yang

bersumber dari kronik Bugis, ditambah dengan sumber-sumber luar. Kedua, periode Bugis

awal dapat diketahui melalui satu-satunya sumber tertulis setempat, yakni siklus La Galigo

yang harus dimanfaatkan dengan sangat hati-hati. Ketiga, Periode Prasejarah yang sama sekali

tidak memiliki sumber tertulis; hanya mengandalkan bukti-bukti arkeologis. Jika kita merujuk

pada sumber tertulis yakni siklus La Galigo17

tersebut dengan jumlah kurang lebih 9000

halaman folio18

maka hanya dapat dikemukakan pandangan bahwa Bugis telah ada jauh

sebelum abad ke-17 Masehi. Hal ini dikarenakan pendatang Minangkabau dan Melayu yang

melakukan perantauan ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga adminstrasi dan pedagang

di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi yang juga dikategorikan sebagai orang bugis. Sejak

awal abad ke-17 Masehi, setelah menganut agama Islam, orang Bugis−bersama dengan orang

Aceh dan Minangkabau di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia; orang Moro19

di Mindanao;

orang Banjar di Kalimantan; orang Sunda di Jawa Barat; dan orang Madura di Pulau Madura

dan Jawa Timur−dicap sebagai orang Nusantara yang paling kuat identitas keislamannya.

Agama orang Bugis adalah agama Islam, tanpa mengeksplisitkan kemayoritasannya,

mengingat sejarah orang Bugis sejak masuknya agama Islam sampai sekarang ini,

menunjukkan adanya perpaduan antara kebudayaan Bugis dan agama Islam.20

Orang Bugis

malah menjadikan agama Islam sebagai bagian integral dan esensial dari adat istiadat dan

budaya mereka.21

Orang Bugis Makassar, yang dalam kehidupan sehari-harinya terikat oleh sistem norma

dan aturan-aturan adat yang keramat dan sakral yang keseluruhannya disebut

Pangngaderreng22

(Pangngadakkan dalam bahasa Makassar). (Kata Pangngadereng atau

15

Christian Pelras, Manusia, hlm.23 16

Christian Pelras, Manusia., Ibid., hlm. 39 17

Perpaduan antara tradisi lisan dan sastra tulis kemudian menghasilkan salah satu epos sastra terbesar di

dunia yang lebih panjang dari Mahabhrata, Christian, Manusia.,Ibid., hlm.4 18

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis. 19

“Moro”,istilah dari bahasa Spanyol yang merujuk pada orang-orang muslim di Filipina Selatan, Christian

Pelras, Manusia., 20

Andi Rasdiyanah, Integrasi Sistem Pangngadereng (Adat) dengan Sistem Syari‟at sebagai pandangan

hidup orang Bugis dalam Lontarak Latoa, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga,1995), hlm. 106. 21

Christian Pelras, Manusia., 22

Sistem norma dan adat –istiadat orang Bugis Makassar itu berdasarkan atas lima unsur pokok ialah: (1)

Ade‟ (ada‟ dalam Makassar); (2) Bicara; (3) Rapang; (4) Wari‟ dan (5) Sara‟ (Sara’ dalam bahasa Arab Syariah

adalah unsur pokok dalam Pangngadereng/Pangadakkang yang berasal dari agama Islam). Koentjaraningrat,

Manusia.,hlm.277.

Page 5: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

5 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Panngadakkang) berasal dari ade‟ atau ada‟ yang bersumber dari bahasa Arab „adah).23

Unsur pokok dalam Pangngadereng atau Pangngadakkan tersebut terintegrasi satu sama lain

sebagai suatu kesatuan organis dalam pikiran orang Bugis Makassar, demikian pula martabat

dan harga diri yang terkandung semuanya dalam konsep Siri‟. Dalam adat Istiadat, bagi suku-

suku lain disekitarnya, orang bugis dikenal sebagai orang berkarakter keras dan sangat

menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu, mempertahankan kehormatan, mereka bersedia

melakukan tindak kekerasan. Namun demikian, di balik sifat keras itu, orang Bugis juga

dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi rasa

kesetiakawanannya.24

Dalam konteks ini Siri‟ akan terwujud dalam diri bilamana tidak

mampu mempertahankan kehormatannya atau harga dirinya karena merasa malu. Sifat dan

karakter yang melekat dan merupakan cerminan sekaligus budaya yang tertanam yang salah

satunya disebut dengan budaya Siri‟ dalam masyarakat Bugis Makassar.

2. Makna Budaya Siri’ Bugis Makassar

Sebelum kita mengkaji tentang Siri‟, maka Siri‟ sebagai aspek kebudayaan atau aspek

Antropologi budaya Bugis maupun Makassar, Toraja dan Mandar. Guna mengkajinya dan

menghayatinya, secara mendasar dibutuhkan pengenalan pada pengertian budaya dan

kebudayaan tersebut terlebih dahulu.

a. Pengertian Budaya

Istilah budaya dan kebudayaan dalam bahasa Indonesia yang biasa dipakai oleh umum

dalam pembicaraan sehari-hari mengandung pengertian mengenai bangunan-bangunan indah,

candi-candi, tari-tarian, seni-suara, seni rupa dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, budaya adalah pikiran, akal budi.25

Budaya diistilahkan pula adat istiadat. Dalam

disiplin keislaman, adat istiadat diistilahkan dengan ʼadah yang oleh banyak pakar

yurisprudensi Islam dianggap memiliki kedekatan pengertian dengan „urf. „Urf secara

etimologis berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima akal sehat. Dalam terminologi

usul al-fiqh, „urf adalah “sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah

menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka, baik berupa perbuatan maupun

23

Kata ini masuk dalam perbendaharaan kata Bugis melalui bahasa Melayu sebagai bahasa utama rumpun

Melayu di samping sebagai bahasa komunikasi berbagai etnis di Nusantara sejak awal sejarah kehidupan masyarakat

di wilayah ini hingga sekarang. Panngadereng atau Panngadakkan berarti perihal, hal ikhwal atau persoalan yang

berkaitan dengan ade‟ atau ada‟. Nurman Said, Masyarakat Muslim Makassar: Studi Pola-Pola Integrasi Sosial

antara Muslim Pagama dengan Muslim Sossorang, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI,

2009), hlm. 47. 24 Christian Pelras, Manusia., Ibid., 25

Suhartono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Lux), Semarang: Widya Karya,

2011, hlm.94

Page 6: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

6 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

perkataan”. Dengan definisi seperti ini, maka ʼurf sama dengan adat istiadat, yaitu kebebasan

seseorang yang kemudian diikuti oleh yang lain sehingga menjadi adat sebuah masyarakat

tertentu dijalankan bersama dan dipatuhi bersama.26

Dalam lingkungan antrophologi, definisi

kebudayaan dirumuskan bahwa, kebudayaan ialah keseluruhan dari kelakuan dan hasil

kelakuan manusia yang teratur oleh tata-kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan

yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.27

Kebudayaan adalah suatu sistem

pengetahuan, cara memandang dan merasakan, berfungsi seabagai pedoman dan pengarah

bagi perilaku manusia warga komunitas.28

Dari beberapa pandangan tersebut di atas maka dalam konteks ini budaya atau adat

istiadat dapat disimpulkan bahwa suatu sistem kebiasaan yang termuat dalam tata kelakuan

baik perkataan dan perbuatan suatu komunitas masyarakat yang menjadi sebuah ciri khas

kehidupan yang dipatuhi dan dijalankan bersama. Budaya yang dijalankan oleh komunitas

masyarakat tersebut hendaknya pula bertumpu pada nilai religius, sebagaimana Dr. Abd. Haris

mengutip Hamka melihat kebudayaan yang dibangun hendaknya berakar pada kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa.29

b. Makna Siri’

1) Menurut Bahasa

Dalam Bugis Makassar nilai-nilai budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

Islam, setidaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam seperti menjaga harga diri atau

malu30

yang lebih dikenal dalam Bugis Makassar yang disebut dengan Siri‟. Secara harfiah

kata Siri‟ dalam sistem adat Bugis di Sulawesi Selatan mempunyai makna yang berdimensi

ganda, disatu sisi artinya malu, di sisi lain berarti harga diri.31

Andi Rasdiyanah mengutip

Shelly Errington berpendapat bahwa Siri‟ pada orang Bugis mengandung unsur penting, yaitu

26

M. Nur Kholis Setiawan, Pribumisasi Al-Qur‟an, Tafsir Berwawasan Keindonesiaan, (Yogyakarta:

Kakubata Dipantara, 2012), hlm. 126-127. 27

Bhimokurniawan, Menggali Nilai Nilai Budaya Bugis Makassar, dalam Website http://id.scribd.com/doc.

diakses, 30 Oktober 2012 28

Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan , Wawasan., hlm.249. 29

Abd. Haris, Etika Hamka, Kontruksi Etik Berbasis Rasional Religius, (Yogyakarta: LKiS,2010), hlm.206. 30

Nasir Baki, Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Bugis (Studi tentang Perubahan Sosial dalam

Keluarga Rappang di Sulawesi Selatan, Disertasi. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm.5-6. 31

Sampai disini maka Siri‟ itu adalah suatu yang universal dan fitrah, artinya semua manusia memilikinya.

Namun yang membedakan dengan orang Bugis atau Makassar adalah terletak pada kelembagaan siri’ ke dalam

system cultural dan system pranata social mereka, sehingga penghayatan dan pengamalannya sangat intens.

Nasruddin Anshoriy, Anregurutta Ambo Dalle Maha Guru daru Bumi Bugis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), hlm.

xxi.

Page 7: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

7 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

harga diri dan malu.32

Jadi malu dan harga diri tidak dapat dipisahkan yang terdapat pada diri

seseorang.

2) Menurut Istilah

Istilah (terminologi) Siri‟ dapat didekati dari sudut makna menurut bahasa namun dapat

pula dicermati menurut kultural. Dari hasil penelitian ahli-ahli ilmu sosial dapat diketahui

bahwa konsep Siri‟ itu telah diberi interpretasi yang bermacam-macam menurut lapangan

keahlian dari para ahli masing-masing.33

Manakala kita ingin mendalami

pengertian Siri‟ dengan segenap masalahnya antara lain dapat diketahui dari buku La

Toa.34

Buku ini berisi pesan-pesan dan nasehat-nasehat yang merupakan kumpulan petuah

untuk dijadikan suri teladan. Contohnya seperti; Siri‟ sebagai harga diri atau kehormatan,

Passampo Siri‟ (penutup malu), Mappakasiri‟ (dinodai kehormatannya), Ritaroang Siri‟

(ditegakkan kehormatannya), dan Siri‟ sebagai perwujudan sikap tegas demi kehormatan

tersebut.

Dari makna ganda tersebut di atas, maka Siri‟ dapat dipahami sebagai berikut yaitu:

a) Menurut Koentjaraningrat mengutip Salam Basjah memberi tiga pengertian kepada

konsep Siri‟ itu ialah; malu, daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah

menyinggung rasa kehormatan seseorang, atau daya pendorong untuk bekerja atau

berusaha sebanyak mungkin.35

b) Christian Pelras mengutip Hamid Abdullah dalam bukunya “Manusia Bugis−Makassar”

bahwa dalam kehidupan manusia Bugis−Makassar, Siri‟ merupakan unsur yang prinsipil

dalam diri mereka. Tidak ada satu pun nilai yang paling berharga untuk dibela dan

dipertahankan di muka bumi selain dari pada Siri‟. Bagi manusia Bugis−Makassar, Siri‟

adalah jiwa mereka, harga diri dan martabat mereka. Sebab itu untuk menegakkan dan

membela Siri‟ yang dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia

Bugis−Makassar akan bersedia mengorbankan apa saja, termasuk jiwa yang paling

berharga demi tegakknya Siri‟ dalam kehidupan mereka.36

32

Andi Rasdiyanah, Integrasi., hlm.147. 33

Koentjaraningrat, Manusia.,Hlm.279 34

Artinya “YANG TUA”. Tetapi, arti sebenarnya ialah “Petuah-Petuah”, berisi sekitar seribu jenis petuah-

petuah. Hampir semua isi La Toa ini erat hubungannya dengan peranan Siri‟ dalam pola hidup atau adat istiadat

Bugis-Makassar (merupakan falsafah hidup). 35

Demikian pula mengutip M.Natzir Said dengan pendapatnya yang berbeda mengemukakan bahwa Siri‟

adalah perasaan malu yang memberi kewajiban moril untuk membunuh pihak yang melanggar adat, terutama dalam

soal-soal perkawinan. Koentjaraningrat, Manusia., Hlm.280. 36 Christian Pelras, Manusia., hlm.251

Page 8: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

8 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

c) Siri’ adalah rasa malu yang mendorong sifat untuk memberi hukuman moril atau

membinasakan bagi yang melakukan pelanggaran adat terutama dalam soal atau masalah

perkawinan.

Hal ini dapat pula dikatakan bahwa Siri’ juga ada dalam konteks malu, Siri‟-siri‟ atau

tau passiri‟-siri‟seng (bahasa Bugis), tau passiriang (Bahasa Makassar dan Mandar) yang

artinya orang pemalu. Istilah siri‟-siri‟ yang sangat dikenal dalam suku tertentu di Sulawesi

Selatan merupakan penamaan bagi seseorang yang berada dalam keadaan sangat malu,

sehingga digambarkan ibarat helai daun pinang yang berkerut karena dijemur dibawah terik

sinar matahari.37

Siri‟ dapat pula dikonotasikan sebagai sikap segan serta takut. Contoh ungkapan seperti;

Masiri‟ka mewaki situdangang, nasaba engka onrotta (bahasa Bugis), artinya, aku takut

duduk bersama tuan, karena tuan memiliki kedudukan terpandang. De‟ga mumasiri‟ri nabitta,

nade muturusiwi penggajaranna, artinya tidakkah engkau takut kepada Nabi kita sehingga

tidak mematuhi ajarannya.38

3) Makna Kultural

Menurut makna kultural, dalam seminar tentang Siri‟ yang diselegarakan oleh

Universitas Hasanuddin tahun 1977 telah dirumuskan definisi Siri‟ yaitu sebagai sistem nilai

sosio-kultural dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat

manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.39

Makna kultural kata Siri‟ baru

dapat dihayati secara komprehensif manakala diamati dari sisi keberadannya sebagai sistem

nilai budaya pada empat sistem adat suku yang ada di Sulawesi Selatan40

yaitu Bugis,

Makassar, Tator dan Mandar.

Menurut Abu Hamid orang Bugis Makassar di pedesaaan menekankan sikap moral

yang sangat tinggi, perilaku seseorang dinilai mengandung moral bilamana memiliki enam

sifat, seperti, Malempu (jujur), ada tongeng (berkata benar), getteng (keteguhan hati), Siri‟

(rasa malu), amaccang (kepintaran), dan makkareso (berusaha). Sikap kehendak yang

merupakan etos dibarengi dengan sikap mental dan prilaku yang baik menjadi jembatan

bagi anugerah Tuhan.41

37

Hal ini juga sering digambarkan dengan sebuah keadaan dimana seseorang yang sangat ingin menikmati

hidangan yang tersaji di perjamuan namun tertekan rasa malu karena merasa diperhatikan oleh tetamu yang

lain.Banuamandar, Siri dan Pengaruhnya dalam Masyarakat, dalam website http://banuamandar. blogspot.com

/2012/05, diakses, 29 Oktober 2012. 38

Banuamandar, Siri‟. Ibid., 39

Nasruddin, Anregurutta.,hlm. XXII 40

Banuamandar, Siri‟. 41

Abu Hamid, Syekh Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994),

hlm. 260-261.

Page 9: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

9 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Nilai-nilai tersebut terangkum dalam adat-istiadat yang dianggapnya luhur dan suci

mempengaruhi keseluruhan perilakunya. Apabila ada diantaranya yang mencoba melanggar

salah satu adat, maka ia akan memperoleh sangksi sosial yaitu berupa pemencilan.42

Dari berbagai pandangan tersebut di atas tentang makna Siri‟ maka dapat disimpulkan

bahwa Siri‟ adalah etos kultur, prinsip hidup atau pendirian masyarakat yang melekat pada

system nilai yang berimplikasi dalam system budaya, social dan kepribadian seseorang atau

suatu masyarakat. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, Siri' mengajarkan moralitas kesusilaan

yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk

menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya.

C. SIRI’ BUGIS MAKASSAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

1. Budaya Siri’ dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits

Siri‟ merupakan salah satu sifat kepribadian manusia. Siri, sebagai akhlak yang

relevansinya banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Al-qur’an

menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya dengan makhluk

lain. Al-qur’an juga menyebutkan sebagian pola dan model umum kepribadian yang banyak

terdapat pada suatu masyarakat,43

salah satunya Siri‟ dalam Bugis Makassar. Mengenai

kepribadian manusia tersebut dalam Al-Qur’an diisyaratkan:

Artinya:“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya

merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syams [91]:9-10.44

Konsep tentang Siri‟ mendapat tambahan yang terkait dengan istilah Arab sir berarti

rahasia. Kata rahasia mengandung pengertian tentang sesuatu yang tersembunyi, yakni sesuatu

yang bersifat fundamental dalam diri manusia yakni jati diri atau kepribadian. Makna Siri‟

mendapat tambahan disamping bermakna rasa malu yang mendalam dan harga diri, juga

bermakna rahasia tersembunyi dalam diri manusia.45

Karena Siri‟ adalah sesuatu hal yang

abstrak dan hanya akibatnya yang berwujud konkrit saja yang dapat diamati dan diobservasi.46

42

Pemencilan dalam artian ini yaitu tidak ada orang bergaul atau membantunya jika ditimpa kesusahan atau

berupa pengusiran keluar kampung. Sanksi pembunuhan sering terjadi kalau orang yang melanggar itu berkisar pada

masalah Siri‟. Abu Hamid, Syekh., Ibid, hlm.30. 43

Rif’at Syauki Nawawi, Kepribadian Qur‟ani, (Jakarta: Amzah,2011), hlm.28. 44

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an, hlm.595. 45

Nurman Said, Masyarakat., hlm. 63-64. 46

Koentjaraningrat, Manusia., hlm.280.

Page 10: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

10 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Relevansi etimologi Siri‟ (malu dan harga diri) sangat erat kaitannya dalam Islam, maka

akan ditemukan sebuah istilah seperti hayaa>‟ (malu) berasal dari kata al-hayaa >‟ (hidup) dan

ada pula yang mengartikan hayaa>‟ (hujan) dan ghirah (harga diri).47

Malu adalah sifat atau

perasaan yang menimbulkan kerengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik.48

Malu dan harga diri inilah yang perlu dimiliki oleh setiap orang. Al-hayaa >‟ atau rasa malu

ialah suatu sifat yang ada dalam hati dan jiwa manusia, yang mendorongnya untuk melakukan

kebaikan dan ketaatan, serta mencegahnya dari prilaku buruk, tercela dan yang memalukan.49

Ibnu Hajar Al Asqalani mengutip Ar-Raghib, malu adalah menahan diri dari perbuatan

buruk.50

Sifat rasa malu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari iman, karena ia

merupakan salah satu buah dan konsekuensi utamanya.

Rasulullah SAW bersabda:

م يو ام “. ” و ال و و اء ء ل و ة م ل ال

Artinya:“Dan rasa malu adalah satu bagian dari iman” (H.R. Abu Hurairah R.A).

Menurut Ibnu Qutaibah yang dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani, bahwa sifat malu dapat

menghalangi dan menghindarkan seseorang untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana

iman. Maka sifat malu disebut sebagai iman, seperti sesuatu dapat diberi nama dengan nama

lainnya yang dapat menggantikan posisinya.51

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:

“ لو ل و م ل و او م و او ل و ل و م و الء ين و ل و و الن اء م ل و و م الن ء ن م ال . مان م ”

Artinya:“Sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh

masyarakat adalah: “Jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah

sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari).

Terdapat beberapa penjelasan ulama mengenai hadis tersebut, diantaranya:

47

Banuamandar, Siri., 48

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LLPI), 2011),

hlm. 128. 49

Mawaddah indah, Al-Hayaa‟ atau Rasa Malu, dalam website http://mawaddahindah.wordpress.

com/2012/04/07/ diakses, 2 November 2012. 50

Sifat tersebut merupakan salah satu ciri khusus manusia yang dapat mencegah dari perbuatan yang

memalukan dan membedakannya dengan binatang. Sifat tersebut merupakan gabungan dari sifat takut dan iffah

(menjaga kesucian diri). Oleh karena itu orang yang malu bukan orang yang fasik, meskipun jarang sekali kita

temukan seorang pemberani yang pemalu. Terkadang sifat malu juga berarti menahan diri secara mutlak. Ibnu Hajar

Al-Asqalani, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shaih Al Bukhari) terj. Ghazirah Abdi Ummah, edt. Abu Rania, Lc dan

Titi Tartila, S.Ag, (Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2002), hlm. 130. 51

Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul., Ibid,

Page 11: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

11 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

a. Bentuk hadits di atas adalah perintah tapi maksudnya adalah pemberitaan. Hal ini di

karenakan sebagai pencegah utama agar manusia tidak terjerumus ke dalam kejahatan

adalah sifat malunya. Maka jika ia meninggalkan sifat malunya, ia seakan-akan di

perintahkan untuk mengerjakan semua larangan.

b. Hadits di atas merupakan ancaman, artinya lakukan apa saja yang kau inginkan karena

sesungguhnya Allah akan membalas semua perbuatanmu.

c. Lihatlah kepada apa yang ingin engkau lakukan. Jika tidak termasuk yang membuat malu

maka lakukanlah, jika termasuk yang membuat malu, maka tinggalkanlah.

d. Hadits di atas mendorong pada sifat malu dan memuji keutamaannya. Artinya karena

seseorang tidak boleh berprilaku semata-mata mengikuti kehendak hatinya, maka ia tidak

boleh meninggalkan sifat malunya.52

Sifat malu merupakan akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran Islam.

Rasulullah SAW bersabda:

اك. ه. ان ام ء ل م ل م و ء ء ء ء لء ال ل و م ال و و اء

Artinya:“Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islam itu adalah

sifat malu”.(HR. Malik)

Malu terbagi atas tiga jenis yaitu, pertama, malu kepada Allah, kedua, malu kepada diri

sendiri dan ketiga, malu kepada sesama manusia. Rasa malu berfungsi mengontrol dan

mengendalikan seseorang dari segala sifat dan perbuatan yang dilarang oleh agama. Tanpa

kontrol rasa malu seseorang akan bebas melakukan apa saja yang diinginkan oleh hawa

nafsunya.53

Muhammad Al-Gazali mengemukakan bahwa jika tanda-tanda rasa malu sudah

tidak ada lagi pada wajah seseorang, seperti kayu yang sudah terkelupas dari kulitnya yang

hijau, itu merupakan suatu isyarat bahwa keutamaan pada diri seseorang itu telah pudar.54

Sifat malu merupakan bagian dari akhlak yang diajarkan dalam Agama Islam. Oleh karena

itu akhlak dan perilaku utama merupakan bagian penting dari eksistensi masyarakat Islam.

Mereka adalah masyarakat yang mengenal persamaan dan keadilan, kebajikan dan kasih

sayang, kejujuran dan kepercayaan, sabar dan kesetiaan, rasa malu dan harga diri,

52Dari penjelasan di atas diketahui bahwa malu membatasi antara seorang hamba dengan semua larangan

atau kemaksiatan. Maka dengan kuatnya rasa malu makin lemahlah kecenderungan seseorang untuk terjerumus dalam

kemaksiatan. Sebaliknya dengan lemahnya rasa malu makin kuatlah keinginan seseorang untuk melakukan

kemaksiatan. Salim bin 'Ied al-Hilali, Malu Menurut al-Quran dan as-Sunnah yang Shahih, dalam Website

http://ebook.mw.lt/jowo2/txtmalu.txt, diakses, 2 November 2012. 53

Yunahar Ilyas, Kuliah,. hlm.131. 54

Muhammad Al-Gazali, Khuluqul Muslim, Akhlak Seorang Muslim, terj. Abu Laila dan Muhammad Tahir,

Bandung: PT. Alma’arif Bandung, 1995), hlm. 314.

Page 12: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

12 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

kewibawaan dan kerendahatian, kedermawanan dan keberanian, perjuangan dan pengorbanan,

kebersihan dan keindahan, kesederhanaan dan keseimbangan, kepemaafan dan

kepenyantunan, serta saling menasehati dan bekerja sama.55

Akhlak atau prilaku dalam Islam

adalah yang terwujud melalui proses aplikasi system nilai/norma yang bersumber dari al-

Qur’an dan al-Hadis.

Seperti firman Allah SWT dalam (Q.S.Ali Imran: 159-160),

Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap

mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka

menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah

ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.

kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-

Nya.(Q.S. Al Imran: [3]:159).56

Hadis Nabi seperti yang diriwayatkan Ahmad dari Abu Hurairah:

ع ن ع بي ه ع م عي ع اب عي ن ي ب ي الل بي علل ي الل هي علع ن بي ع علل عي ب ل ع ي ه ب ن ه ي ع ه اه ي ع اع ي ع ب ي ه ع ين ع عي ع اع رواه )ي . ع ن (أمحد

Artinya:“Dari Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya diutus

(kepada manusia hanyalah) untuk menyempurnakan akhlak.”. (HR. Ahmad).

Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW tersebut maka dalam hal ini dapat

dipahami bahwa dalam adat-istiadat Bugis Makassar, Siri‟ (hayaa >‟ dan ghirah), atau malu dan

harga diri adalah dua sifat yang tidak hanya dijunjung tinggi dalam tradisi Islam akan tetapi

juga diyakini sebagai bagian terpenting dari struktur keimanan seorang muslim sehingga

sering kali ditegaskan bahwa konsep Siri‟ dalam tradisi adat Sulawesi Selatan adalah sumber

inspirasi dan inti dari bangunan kebudayaan mereka yang bersifat Islami.57

Siri‟ sebagai

akhlak dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena pada

hakekatnya akhlak adalah buah dari iman dan ibadah seseorang.58

Siri‟ sebagai bentuk

55

Yusuf Qardhawy, Ratna Susanti, Masyarakat Berbasis Syariat Islam, Akidah, Ibadah, Akhlak. Edt,

(Surakarta: Era Intermedia, 2003), hlm.145. 56

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an., hlm.71. 57

Banuamandar, Siri., 58

Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Al-Hadits, (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru,

2006), hlm. 33.

Page 13: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

13 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

kepribadian dan kepribadian seseorang atau manusia secara umum dalam suatu komunitas

social menjadi salah satu bentuk adat istiadat yang banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an

sebagaimana yang telah dicontohkan di atas karena inti budaya Siri‟ tersebut mencakup

seluruh aspek kehidupan masyarakat terutama pada Bugis Makassar.

Etika sosial dan budaya yang bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan

menampilkan kembali sifat jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling

mencintai dan saling menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan dengan

itu, perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan

semua yang bertentangan dengan moral agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.59

2. Nilai-Nilai pendidikan Islam dalam konteks budaya Siri‟ Bugis Makassar

Berangkat dari definisi Siri‟ sebagai konteks budaya lokal dan penjelasan ayat Al-Qur’an

serta Hadis Nabi tersebut di atas, maka nilai-nilai pendidikan Islam budaya Siri‟ Bugis

Makassar dikategorikan sebagai berikut:

a. Nilai Malu

Nilai malu berkait erat dengan perasaan malu. Perasaan malu merupakan salah satu

pandangan nilai dalam kehidupan budaya Bugis Makassar, mengingat perasan malu menjadi

bagian konsep, gagasan, ide, yang menempati sistem budaya (culture system). Nilai malu

adalah bagian dari sistem nilai budaya Siri‟.

Semua makna kata malu dimaksud belum sepenuhnya mengenai bagi pengertian nilai

malu dalam kaitan sistem nilai budaya Siri‟. Nilai malu dalam sistem nilai

budaya Siri‟mengandung ungkapan psikis yang dilandasi perasaan malu yang dalam guna

berbuat sesuatu hal yang tercela serta dilarang oleh kaidah adat. Nilai malu dalam Siri‟ adalah

terutama berfungsi sebagai upaya pengekangan bagi seseorang untuk melakukan perbuatan

yang tercela,60

dan sebagai kontrol terhadap terhadap dorongan-dorongan sikap yang dapat

yang menjurus pada hal yang negati dipandang bertentangan dengan nilai-nilai moral dalam

kehidupan budaya masyarakat. Karena dalam pandangan Islam malu terkait erat dengan iman.

Iman bertambah dengan bertambahnya rasa malu dan berkurang dengan berkurangnya rasa

malu.61

Hal tersebut sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Al-Hakim yang

59

Abd. Haris, Etika., hlm.205. 60

Abdul Karim, Konsep., 61

Amr Khaled, Akhlak Al-Mu‟min, Buku Pintar Malu (Memandu anda Berkepribadian Muslim dengan Lebih

Asyik, Lebih Otentik, terj. Fauzi Faisal Bahreisy. (Jakarta: Zaman, 2010), hlm. 168.

Page 14: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

14 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

artinya: “Rasa malu dan iman dua-duanya adalah sejalan, bila yang satu hilang maka

hilanglah yang lain”.62

b. Nilai Harga Diri (Martabat)

Harga diri berarti kehormatan, disebut pula martabat. Nilai harga diri (martabat)

merupakan pkisis terhadap perbuatan tercela serta dilarang oleh kaidah adat (ade‟). Nilai

harga diri (martabat) menjadikan individu tidak mau melakukan perbuatan yang dipandang

tercela serta dilarang oleh kaidah hukum (ade‟) Karena hal dimaksud berkaitan dengan harkat

kehormatan dirinya sebagai individu (pribadi), dan sebagai anggota masyarakat.63

Jadi jelas

bahwa tidak ada alasan untuk bagi individu dan masyarakat untuk tidak mempertahankan

harga dirinya atau martabatnya.

Dari nilai utama tersebut diatas terdapat pula nilai-nilai relative (nisbi) yang dibatasi oleh

waktu dan tempat. nilai-nilai ini terimplikasi pada budaya Siri‟ seperti:

c. Pacce atau Pesse

Pacce atau pesse mangandung makna belas kasih, setia kawan dan solidaritas social.

Kata pacce atau pesse sering digandengkan dengan kata Siri‟ sehingga menjadi siri na pace

(Makassar) atau siri na pesse (Bugis) sehingga bermakna rasa malu atau harga diri dan belas

kasih. Siri‟ lebih menekankan pada implikasi individual tanpa mengabaikan implikasi

sosialnya, sementara pacce atau pesse lebih menekankan implikasi social tanpa mengabaikan

implikasi individualnya.64

Kendati pacce atau pesse sebagai aspek hakiki dari makna siri‟

namun hal ini menjadi salah satu indikator yang amat penting sebagai konsep yang

menekankan pada pendidikan akhlak. Siri‟ na Pacce atau Pesse yang merupakan nilai etis

terdapat nilai yang meliputi:

1) Ada tongeng,

Ada tongeng atau lempu‟, artinya ungkapan benar atau kejujuran. Kata ini ditutupi oleh

kebiasaan berkata bohong dan dusta. Betapa pun sulit dan rumitnya suatu urusan, harus selalu

berkata benar. Berbohong merupakan awal dari perbuatan maksiat. Sekali berbohong

diucapkan dan didengar oleh orang lain, akan beredar kebohongan, sampai terbukti kita tidak

percaya lagi.

2) Amaccang atau acca,

62

Muhammad Al-Gazali, Khuluqul., hlm.304. 63

Abdul Karim, Konsep., 64

Artinya, Siri‟ tanpa dibarengi pace bisa menimbulkan kesan egoisme yang berlebihan. Dengan demikian,

pace menjadi faktor penyeimbang terhadap siri‟ dan sebaliknya siri‟ menjadi penyeimbang terhadap pacce. Nurman

Said, Masyarakat., hlm. 67.

Page 15: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

15 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Amaccang atau acca artinya kepintaran atau cendikiawan. Hal yang menutup kepintaran

adalah kemarahan atau suka marah. Ciri orang yang pintar selalu manyameng ininnawa

(tenang hati dan pikiran) memandang segala sesuatu dengan sikap madeceng kalawing ati

(baik kandungan hatinya). Orang pintar itu orang yang memikirkan lebih dahulu semua akibat

dan dampak suatu perbuatan, barulah dilaksanakan.65

3) Getteng,

Getteng artinya taat asas atau konsisten dan keteguhan. Sikap ini harus ditegakkan, baik

dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Hal yang menutupi sikap ini adalah ucapan dan

pendiriannya yang berubah-ubah sehingga bingung. Sikap ini memang situasional, namun

dasar kejujuran menjadi tujuannya.

4) Awaraningen,

Awaraningen, artinya (keberanian), sikap ini berkaitan dengan sikap magetteng, yaitu

berani melakukan keputusan hasil kesepakatan.

5) Sipakatau

Sipakatau, artinya humanis (Saling Memanusiakan). Budaya sipakatau sudah dikenal

oleh masyarakat Sulawesi Selatan sejak lama, terpaut dalam kesadaran mereka, digunakan

untuk pergaulan sehari-hari. Sikap ini terwujud dalam sopan santun dan bertutur kata berbudi

bahasa, mulia dalam komunikasi dalam tatap muka.

6) Madeceng kalawing ati

Madeceng kalawing ati, artinya (baik kandungan hati). Sikap mental ini kurang lebih

sebangung dengan ajaran agama, yaitu husnu dzam (baik sangka). Lebih dari itu, sikap ini

harus diwarnai keikhlasan dalam bertindak, bahwa semua itu untuk pengabdian kepada Tuhan

Yang Maha Esa66

(Allah SWT).

65

Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan., hlm. 258. 66

Ibid., hlm. 260.

Page 16: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

16 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Bugis Makassar adalah dua suku yang merupakan rumpun yang sama yang mendiami

wilayah Sulawesi bagian selatan, orang Bugis Makassar dalam kehidupan sehari-harinya

terikat sistem norma dan adat istiadat. Sistem norma dan adat-istiadat orang Bugis Makassar

itu berdasarkan atas lima unsur pokok ialah: (1) Ade‟ (ada‟ dalam Makassar); (2) Bicara; (3)

Rapang; (4) Wari‟ dan (5) Sara‟ (Sara’ dalam bahasa Arab Syariah adalah unsur pokok dalam

Pangngadereng atau Pangadakkang yang berasal dari agama Islam). Dalam sistem adat

tersebut, konsep Siri‟ selalu dihayati oleh orang-orang yang berpegang teguh pada ade’ serta

sistim Pengadereng. Siri‟ adalah etos kultur, prinsip hidup atau pendirian masyarakat yang

melekat pada system nilai yang berimplikasi dalam system budaya, social dan kepribadian

seseorang atau suatu masyarakat. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, Siri' mengajarkan

moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi

tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya karena

seseorang yang tidak memeliki Siri‟ adalah lepas dari konteks moralitas ade‟ serta

kesepakatan adat.

Siri‟ merupakan salah satu sifat kepribadian manusia, dalam kepribadian manusia

tersebut dikatakan sebagai akhlak dalam konteks ini yang relevansinya banyak dijelaskan

dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Islam sangat menekankan betapa pentingnya sebuah

akhlak dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep Siri‟ tersebut adalah bagian tata nilai yang

sangat urgen dan merupakan sebuah tradisi budaya lokal yang perlu dilestarikan yang

tentunya harus senantiasa sesuai dengan asas-asas ajaran agama Islam sebagai landasannya.

Siri‟ (hayaa >‟ dan ghirah), atau malu dan harga merupakan dua sifat yang tidak hanya

dijunjung tinggi dalam tradisi Islam akan tetapi juga diyakini sebagai bagian terpenting dari

struktur keimanan seorang muslim.

Tradisi budaya lokal Siri‟ dalam masyarakat utamanya Bugis Makassar mengandung

nilai-nilai etika hukum dan sekaligus nilai-nilai pendidikan yang juga sangat menekankan

pada pada aspek kehidupan sehari. Adapaun nilai-nilai tersebut adalah, Nilai malu dan nilai

harga diri sebagai nilai utama dalam konteks budaya Siri‟. Disisi lain nilai-nilai yang bersifa

nisbi yang dibatasi oleh waktu dan tempat. nilai-nilai ini terimplikasi pada budaya Siri‟ seperti

atau Pacce atau Pesse, Ada Tongeng (Kejujuran), Amaccang (Kepintaran), Getteng

Page 17: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

17 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

(Keteguhan), Awaraningen (Keberanian), Sipakatau (Memanusiakan) dan, Madeceng

kalawing ati (Baik kandungan hati).

Penghayatan akan nilai-nilai etika kandungan Siri‟ yang didalamnya memuat nilai-nilai

malu serta harga diri (martabat) seyogyanya harus bermula ditanamkan dalam kehidupan

keluarga. Anak-anak dibiasakan merasa malu melakukan perbuatan tercela dan terlarang, serta

pada saat yang sama ditanamkan perasaan harga diri guna selalu melukakan hal yang baik dan

terpuji.

DAFTAR PUSTAKA

Ana Retnoningsih, Suhartono, dan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Lux), Semarang:

Widya Karya, 2011.

Anshoriy, Nasruddin, Anregurutta Ambo Dalle Maha Guru daru Bumi Bugis, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2009.

Al-Asqalani, Hajar, Ibnu, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shaih Al Bukhari) terj. Ghazirah Abdi

Ummah, edt. Abu Rania, Lc dan Titi Tartila, S.Ag, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.

Al-Gazali, Muhammad, , Khuluqul Muslim, Akhlak Seorang Muslim,, terj. Abu Laila dan

Muhammad Tahir, Bandung: PT. Alma’arif Bandung, 1995.

Baki, Nasir, Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Bugis (Studi tentang Perubahan Sosial

dalam Keluarga Rappang di Sulawesi Selatan, Disertasi. Yogyakarta: UIN Sunan

Kalijaga, 2005.

Banuamandar, Siri dan Pengaruhnya dalam Masyarakat, dalam website

http://banuamandar.blogspot.com /2012/05.

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan TerjemahNya, Bandung: PT Sygma Examedia Arkalema,

2009.

Faruq, Umar, Kebudayaan dan Agama dalam Konteks Indonesia Menurut Musa Asy‟arie,

Yogyakarta: Skripsi, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga, 2007.

Hamid, Abu, Syekh Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1994.

Haris, Abd., Etika Hamka, Kontruksi Etik Berbasis Rasional Religius, Yogyakarta: LKiS, 2010.

Hilali, 'Ied, Salim, bin, al, Malu Menurut al-Quran dan as-Sunnah yang Shahih, dalam Website

http://ebook.mw.lt/jowo2/txtmalu.txt.

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis,.

Huda, Miftahul, Al-Qur‟an dalam Perspektif Etika dan Hukum, Yogyakarta: Teras, 2009.

Page 18: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

18 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Huzain, Muhammad, Etika Budaya “Sipakatau” masyarakat Bone. Yogyakarta: Tesis UIN Sunan

Kalijaga, 2006.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LLPI),

2011

Imdadun, Rahmat, M., Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, Sayed Mahdi,

Singih Agung, (ed), Jakarta: Erlangga, 2003.

Indah, Mawaddah, Al-Hayaa‟ atau Rasa Malu, dalam website http://mawaddahindah.

wordpress.com/2012/04/07/.

Karim, Abdul, Konsep Kesadaran Harkat Siri‟, dalam website, http://abdulkarim8284.

blogspot.com/2012/04/.html.

Khaled, Amr, Akhlak Al-Mu‟min, Buku Pinta Malu (Memandu anda Berkepribadian Muslim

dengan Lebih Asyik, Lebih Otentik, terj. Fauzi Faisal Bahreisy. Jakarta: Zaman, 2010.

Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2000.

_____________, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2010.

Kurniawan, Bhimo, Menggali Nilai Nilai Budaya Bugis Makassar, dalam Website

http://id.scribd.com/doc.

Mappangara, Supriadi, Bugis Makassar di Lintasan Sejarah, dalam Website, http://ila-galigo.

blogspot.com/2009/05/.html.

Mattulada, Latoa: Suatu Tulisan Analisis Terhadap Antropologi-Politik Orang Bugis. Jakarta:

Universitas Indonesia, 1975.

Nawawi, Syauki, Rif’at, Kepribadian Qur‟ani, Jakarta: Amzah, 2011.

Pelras, Christian, Manusia Bugis, Oxford Inggris: Blackwell Publisher Limited, terj. Abdul

Rahman Abu,Hasriadi, Nurhady Sirimorok. Jakarta: Penerbit Nalar, 2006.

Portal Bugis, Manusia Bugis Rantau, Budayanya Siri‟ Bugis Makassar, dalam website,

https://portalbugis.wordpress.com.

Tim PUSPAR UGM, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, Wawasan Budaya untuk

Pembangunan: Menoleh Kearifan Lokal, Yogyakarta: Pilar Politika, 2004.

Rasdiyanah, Andi, Integrasi Sistem Pangngadereng (Adat) dengan Sistem Syari‟at sebagai

Pandangan hidup orang Bugis dalam Lontarak Latoa, Yogyakarta: Disertasi IAIN

Sunan Kalijaga,1995.

Ratna Susanti, Yusuf Qardhawy, , Masyarakat Berbasis Syariat Islam, Akidah, Ibadah, Akhlak.

Edt, Surakarta: Era Intermedia, 2003.

Page 19: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

19 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Said, Nurman, Masyarakat Muslim Makassar: Studi Pola-Pola Integrasi Sosial antara Muslim

Pagama dengan Muslim Sossorang, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen

Agama RI, 2009.

Setiawan, Nur Kholis, M., Pribumisasi Al-Qur‟an Tafsir Berwawasan Keindonesiaan,

Yogyakarta: Kakubata Dipantara, 2012.

Suraji, Imam, Etika dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Jakarta: PT. Pustaka Al Husna

Baru, 2006.

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………

A. LATARBELAKANG ……………………………………………………………..

BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………………………………

A. SEKILAS SEJARAH DAN MAKNA BUDAYA SIRI’ BUGIS MAKASSAR …

1. Ikhtisar umum sejarah kebudayaan Bugis Makassar ………………………….

2. Makna Budaya Siri’ Bugis Makassar ………………………………………….

a. Pengertian Budaya …………………………………………………………

b. Makna Siri’ ………………………………………………………………..

B. SIRI’ BUGIS MAKASSAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

……………………………………………………………………………

1. Budaya Siri’ dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits ……………………..

2. Nilai-Nilai pendidikan Islam dalam konteks Siri’ Bugis Makassar …………..

BAB. PENUTUP …………………………………………………………………………….

A. KESIMPULAN …………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………..

Page 20: Budaya Siri' Dalam Perspektif Islam

20 Budaya Siri’ Bugis Makassar dalam Perspektif Islam.

Studi Al-Qur’an: Teori dan Methodologi

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012