Upload
wonder-kid58
View
67
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bph
Citation preview
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang.
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan
utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup
seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga pria berusia antara 50 dan 79
mengalami hiperplasia prostat.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi
berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjakumur 50 tahun 20%-30%
penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi
sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah
terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-
perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik
dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukian pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang
akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar
50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan
menyebabkan gejala dan tanda klinik.
Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan
yang paling ringan yaitu konservatif sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
1.2. Tujuan.
1.2.1. Umum.
Mengetahui lebih dalam tentang Benign Prostatic Hyperplasia.
1.2.2. Khusus.
Mengetahui terminologi Benign Prostatic Hyperplasia.
Mengetahui patogenesis dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia.
Mengetahui kalsifikasi dan derajat dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia.
1 | B P H
Mengetahui tanda dan gejala dari BPH.
Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk diagnosa penyakit BPH.
1.3. Manfaat.
Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari beberapa sumber
dan teknik penulisan.
Menambah pengetahuan mengenai penyakit BPH.
2 | B P H
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1. Anatomi Prostat.
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm
dengan tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus : lobus medius, lateralis
(2 lobus), anterior, dan posterior.
Selama berkembangnya lobus medius, anterior, posterior akan menjadi satu dan
disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak
karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu.
Mc Neal (1976) membagi prostat dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer,
sentral, transisional, fibromuskuler anterior, dan periuretral. Sebagian besar hiperplasia
prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari spingter externnus
di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya
merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat
berasal dari perifer.
Prostat memiliki kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum di bagian postreor dari uretra pars prostatika. Disebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prsotatika, disebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia denonfiliers. Fascia denonfilliers
terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis,
sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan
memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya
dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomi.
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
3 | B P H
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
a) Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.
b) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone..
c) Disekitar uretra disebut periuretral gland.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupaka 25% dari volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi dari otonomik simpati dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatim dari nervus hipogastrikus (T10-L2).
Stimulasi parasimpatik menigkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot
polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu banyak trdapat reseptor
adrenergik-α. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos
tersebut.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase. DHT inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein
growth hormon yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. Jika kelenjar ini
mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra
posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
2.2. Definisi BPH.
Hiperplasia prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan. Istilah hipertrofi
sebenarnya kurang tepat karena yang sebenarnya terjadi adalah hiperplasia kelenjar
periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah.
4 | B P H
2.3. Etiologi dan Epidiemologi.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan, sehingga efek perubahan juga
terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika
dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat
detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil disebut sakula, sedangkan yang besar disebut
divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila
keadaan ini berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin
1. Teori Dihidritestosteron.
DHT adalah metabolit androgen yang sangta penting dalam pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase
dengan bantuan koenzimNADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi
sintesis protein growth faktor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-progesteron.
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedanglkan kadar esterogen
relatif tetap, sehingga perbandingan esterogen-testosteron relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah sel-sel prostat. Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun
5 | B P H
rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi
sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel.
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel.
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel sekitarnya kemudian didegredasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi del dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalamai apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
5. Teori stem sel.
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalamin apoptosis, selalu dibentuk sel-sel
baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada
keberadaan hormon androgen, sehingga hormon ini kadarnya menurun seperti yang
terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel
pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitsa sel stem sehingga terjadinya
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
6 | B P H
2.4. Patofisiologi.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan perningkatan tekanan intravesika.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu.kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli
berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract sympto (LUTS) yang
dahulu dikenal sebagai dengan gejala protatismus.
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluk vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang nmenyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh
tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada
leher buli-buli. Otot polos ini dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, maka pada BPH
rasionya menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot
polos bila dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan
komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
2.5. Gejala Klinis.
Gejala BPH menurut Boyarsky dkk (1977) dibagi atas gejala obstruksi dan gejala
iritatif. Gejala obstruksi disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor umtuk
7 | B P H
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala
yang muncul antara lain adalah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (poor steam)
3. Miksi terputus (intreemittency)
4. Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
5. Rasa belum puas setelah miksi
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita BPH masih tergantung pada tiga
faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat.
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor.
Tidak semua prostat yang memebesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga
meskipun volume kelenjar periuretral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot
polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan
kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi masih belum dirasakan.
Obstruksi uretra menyebabkana bendungan saluran kemih sehingga mengganggu
faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolitiasis. Tindakan untuk
menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinana
penyulit harus dilakukan secara teratur.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesika urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga vesika
sering berkontraksi meskipun belum penuh, gejalanya antara lain adalah :
1. Bertambahnya frekusnsi miksi
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (urgency)
4. Disuria (nyeri pada saat miksi)
Gejala-gejala diatas sering disebut sebagai sindroma prostatismus.
8 | B P H
Gejala iritatif yang sering dijumpai adalah bertambahnya frekuensi miksi yang
biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut
nokturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikan selama tidur dan juga
menurunnya tonus sfingter dan uretra. Gejala obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh
karena prostat dengan volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi makan akan
terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam
vesikan, halini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaaan ini
berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak
mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akanterus terjadi makan pada suatu saat
vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika akan naik terus
dan apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico
uretra dan menyebabakana dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat
tekanan intravesikal yang diteruskan ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan
terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping
traktus nurinarius bagian atas akibat obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan
pada saat miksi, maka tekanan intra abdominal dapat menjadi meningkat dan lama
kelamaan akan menyebabkan hernia dan hemoroid. Oleh karena selalu terapat sisa urin
dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan di dalam vesika dan batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu,
retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan
apabila terjadi refluk dapat juga terjadi pielonefritis.
Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simptom. Terdapat
beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan
menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-
gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS).
Keluhan pada bulan
terakhir
Tdk ada
sama
sekali
< 20 % < 50% 50% >50 % Hampir
selalu
1. Adakah Anda
merasa buli-buli
0 1 2 3 4 5
9 | B P H
tidak kosong
setelah BAK?
2. Berapa kali Anda
hendak BAK lagi di
dalam waktu 2
jam setelah BAK?
0 1 2 3 4 5
3. Berapa kali terjadi
bahwa arus kemih
berhenti sewaktu
BAK?
0 1 2 3 4 5
4. Berapa kali terjadi
Anda tidak dapat
menahan kemih?
0 1 2 3 4 5
5. Berapa kali terjadi
arus lemah sekali
sewaktu BAK?
0 1 2 3 4 5
6. Berapa kali terjadi
Anda mengalami
kesulitan memulai
BAK?
0 1 2 3 4 5
7. Berapa kali Anda
bangun untuk BAK
di waktu malam?
0 1 2 3 4 5
8. Andaikata cara
BAK seperti Anda
alami sekarang ini
akan seumur
hidup tetap
seperti ini,
bagaimana
perasaan Anda?
0 1 2 3 4 5
Nilai 0-7 = gejala ringan, 8-19 = gejala sedang, 20-35 = gejala berat.
10 | B P H
2.6. Penegakan Diagnosis.
1. Anamnesis :
gejala obstruksi dan iritatif.
2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian
atas, kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah
inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus pula diperhatikan untuk melihat adanya kemungkinan sebab
yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di
daerah MUE.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terasa penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenya
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan-kiri simteris dan tidak didapatkan
nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau
teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu
prostat akan teraba krepitasi.
Rectal Grading :
Stage 0 : prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram
Stage 1 : prostat teraba 1-2 cm, berat 10-25 gram
Stage 2 : prostat teraba 2-3 cm, berat 25-60 gram
Stage 3 : prostat teraba 3-4 cm, berat 60-100 gram
Stage 4 : prostat teraba > 4 cm, berat > 100 gram
3. Pemeriksaan Laboratorium :
Berperan unruk menentuka ada tidaknya komplikasi (pemeriksaan Darah dan Urin).
4. Pemeriksaan Pencitraan :
11 | B P H
Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung
kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail. Dengan
trans rectal ultra sonografi (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.
5. Uroflowmetri :
Untuk mengukur laju pancaran miksi. Laju pancaran miksi ditentukan oleh :
1. Daya kontraksi otot detrusor
2. Tekanan intravesika
3. Resistensi uretra
Angka normla laju pancaran miksi adalah 12ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6-8
ml/detik dengan puncaknya sekitar 11-15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi
semakin lemah panacaran urin yang dihasilkan.
6. Residu Urin :
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara
sangat sederhan dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume
urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin juga dapat diperiksa dengan membuat
foto post voiding atau USG.
Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin yang menigkat sesuai
dengan beratnya obstruksi. Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan kanker prostat (kadar antigen
spesifik prostat atau PSA). Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%.
Jika terjadi peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostat.
2.7. Diagnosa Banding.
Striktur uretra
Kontraktur leher buli-buli
Batu ginjal
Karsinoma prostat
Infeksi saluran kemih
Kelemahan detrusor kandung kemih
12 | B P H
2.8. Komplikasi.
BPH yang tidak ditangani pada sebagian dari penderita lama-kelamaan dapat timbul
penyulit berupa :
1. Menurunnya kualitas hidup.
2. Infeksi saluran kemih.
3. Terbentuknya batu buli-buli.
4. Terbentuknya sakulasi dan divertikel pada dinding buli-buli.
5. Hernia
6. Hemoroid.
7. Residual urin yang makin banyak sampai retensio urin.
8. Gangguan fungsi ginjal.
9. Hidronefrosis.
10. Hematuria.
2.9. Penatalaksanaan.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah :
Memperbaiki keluhan miksi.
Meningkatkan kualitas hidup.
Mengurangi obstruksi infravesika.
Mengurangi volume residu urin setelah miksi.
Mencegah progresifitas penyakit.
1) Observasi.
Watchfull waiting.
Artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya
tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada
watchfull waiting, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya :
Jangan banyak minum dan mengkonsumsi alkohol atau kopi setelah makan malam.
Kurangi konsumsi makanan atau minuman yan menyebabkan iritasi pada dinding
buli-buli (kopi dan cokelat).
13 | B P H
Batasi penggunaan obat-obatan influenza yang banyak mengandung
fenilpropanolamin.
Kurangu makan pedas dan asin.
Jengan menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa
tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laboratorium pemeriksaan
pancaran laju urin, maupun volume residu urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2) Medikamentosa.
Sebagai patokan jika skor IPSS > 7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi
medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk :
Mengurangi resitensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik-α.
Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormon testosteron atau dihidrotestosteron melalui penghambat 5α-
reduktase.
Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang
mekanismenya belum jelas.
A. Penghambat reseptor adrenergik-α.
Dengan pengobatan ini bertujua untuk menghambat kontraksi otot polos prostat
sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine
adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama kali diketahui mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak
disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan,
antaralain hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem
kardiovaskular.
Diketemukannya obat antagonis adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit yang
diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamine. Beberapa obat
antagonis adrenergik-α1 yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short
acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan durasi obat
14 | B P H
yang panjang (long acting) yaitu terazosin, doksazosin, dan alfuzosin yang cukup
diberikan sekali sehari.
Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenergik-α1A, yaitu
tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan obat ini
mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan
darah maupun denyyut jantung.
B. Penghambat 5α-reduktase.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat
menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride )5mg sekali dalam sehari yang
diberikan sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%,
dan hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
C. Fitofarmaka.
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti-estrogen, anti-androgen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisibasic fibroblast
growth factor (BFGF), dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme
prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak dipasrkan adalah Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan masih banyak lainya.
3) Pembedahan.
Penyelesaian masalah BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasiff lainnya
membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi.
Depbstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang
tidak terlampiaskan. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang :
15 | B P H
1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa.
2. Mengalami retensi urin
3. Infeksi saluran kemih berulang.
4. Hematuria.
5. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.
A. Prostatektomi terbuka.
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin
yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika,
Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi
terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling
invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Protatektomi terbuka dapat dilakukan
melalui [endekatan suprapubim transvesika atau infravesika. Prostatektomi terbuka
dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100 gr).
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka dalah inkontentinensia
urin, impotensi, ejakulasi retrograde, dan kontraktur buli-buli. Dibandingkan dengan
TURP dan TUIP, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograd
lebih banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak
85-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%.
B. Endourologi.
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi yang paling banyak dikerjakan di seluruh
dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, masa
perawatan lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan
tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan
dengan memakai tenaga elektrik TURP atau dengan memakai energi laser. Operasi
terhadap prostat berupa reseksi, insisi, atau evaporasi.
C. TURP (Transurethral resection of the prostate).
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
pembilas agara daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutu[p oleh darah.
16 | B P H
Cairan yang digunakan adalah berup larutan ion ionic, yang dimaksudkan agar tidak
terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya
cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melaui pembuluh darah vena yang terbuak pada saat
reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan
pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah menigkat, dan terdapat
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akanmengalami edema otak yang akhirnya
jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah
sebesar 0,99 %.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Disamping itu beberapa operator
memasang sistostomi suprapubim terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionoc lain
selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia pada TURP, tetapi karena
harganya cukup mahal beberpa kliniki urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian
aquades sebagai cairan irigasi.
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca
bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Penyulit saat operasi meliputi perdarahan,
sindroma TURP, dan perforasi. Penyulit pasca bedah didni meliputi perdarahan dan
infeksi lokal atau sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia urin,
disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.
D. TUIP (Transurethral incision of the prostate).
Direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak
dijumpai pembesaran lobus medius, pada pasien yang umurnya masih muda, dan
tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh
Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilaterla insisi
mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli sampai ke
verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan
17 | B P H
lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP.
TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun
tidak sebaik TURP.
Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan USG
transrektal, dan pengukuran kadar PSA.
E. Laser prostatektomi.
Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan
diode yang dipancarkan melalui bare fiber, right angle fibre, atau intersitial fibre.
Kelenjar prostat pada suhu 60-65 akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100 mengalami vaporasi.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat
dan dengan hasil yang kuraang lebih sama, tetapi kemampuan dalam meningkatkan
perbaikan gejala miksi maupun pancaran maksimal tidak sebaik TURP. Disamping itu
terapi ini membutuhkan terapi ulang 2x setiap tahun. Kekurangannya adalah tidak
dapay diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering
banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,
tidak langsung dapat miksi spontan setelah opeerasi, dan peak flow rate lebih rendah
dari pada pasca TURP.
Penggunaan pembedahan dengan energi laser telah berkembang dengan pesat
akhir-akhir ini. Peneliltian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang hampir
sama dengan desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi dan pancaran
urin. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari laser masih belum banyak diketahui.
Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi koagulan dalam jangka waktu
lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.
F. Elektrovaporasi.
Cara ini hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang
spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat
vaporisisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
18 | B P H
perdarahan pada saat operasi, dan masa tinggal di rumah sakit lebih singkat. Nemun
teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu besar (,50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.
4) Tindakan invasif.
Tindakan invasif saat ini sedang dikembangkan yang terutama ditujukan untuk pasien
yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minima
diantaranya :
1. TUMT (transurethral microwave thermoterapy).
Termoterapi kelnejar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada
frekuensi 915-1293 MHz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam
uretra. Dengan pemanasan > 45 C sehingga menimbulkan destruksi jaringan pada
zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Makin tinggi suhu di dalam
jaringan prostat makin baik hasil klinik yang didapatkan, tetapi makin banyak
menimbulkan efek samping. Prosedur ini seringkali tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit, namun masih harus memakai kateter dalam jangka waktu lama. Sering
kali diperlukan waktu 3-6 minggu untuk menilai kepuasan pasien terhadap terapi ini.
Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga cocok diindikasikan pada pasien
yang memakai terapi antikoagulansia.
Energi yang dihasilkan oleh TUMT berasal dari gelombang mikro yang disalurkan
melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga dapat merusak kelenjar prostat
yang diinginkan. Jaringan lain yang dilindungi oleh sistem pendingin guna
menghindari dari kerusakan selama proses pemanasan berlangsung. Morbiditasnya
rendah dan dapat dikerjakan tanpa pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah dann
energi tinggi. TUMT energi rendah diperuntukkan bagi adenoma yang kecil dan
obstruksi yang lebih berat. TUMT energi tinggi menghasilkan respon terapi yang lebih
baik, tetapi menimbulkan morbiditas yang lebih besar daripada yang energi rendah.
2. TUNA (transurethral needle abaltion of the prostate).
Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai
mencapai 100 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri
19 | B P H
atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan
energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui
sistoskopi dengan pemberian anatesi topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak
pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien seringkali masih mengeluh
hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urin, dan epididimorkitis.
3. Pemasangan stent (prostacath), HIFU (high intensity focused ultrasound), dan dilatasi
dengan balon (TUBD atau transurethral ballon dilatation).
20 | B P H