28
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang. Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga pria berusia antara 50 dan 79 mengalami hiperplasia prostat. Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjakumur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukian pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. 1 | BPH

Bph

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bph

Citation preview

Page 1: Bph

Bab 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang.

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada

populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan

utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup

seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga pria berusia antara 50 dan 79

mengalami hiperplasia prostat.

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi

berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjakumur 50 tahun 20%-30%

penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi

sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah

terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-

perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik

dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat

ditemukian pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang

akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar

50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan

menyebabkan gejala dan tanda klinik.

Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan

untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan

yang paling ringan yaitu konservatif sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

1.2. Tujuan.

1.2.1. Umum.

Mengetahui lebih dalam tentang Benign Prostatic Hyperplasia.

1.2.2. Khusus.

Mengetahui terminologi Benign Prostatic Hyperplasia.

Mengetahui patogenesis dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia.

Mengetahui kalsifikasi dan derajat dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia.

1 | B P H

Page 2: Bph

Mengetahui tanda dan gejala dari BPH.

Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk diagnosa penyakit BPH.

1.3. Manfaat.

Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari beberapa sumber

dan teknik penulisan.

Menambah pengetahuan mengenai penyakit BPH.

2 | B P H

Page 3: Bph

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi Prostat.

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.

Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih

20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm

dengan tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus : lobus medius, lateralis

(2 lobus), anterior, dan posterior.

Selama berkembangnya lobus medius, anterior, posterior akan menjadi satu dan

disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak

karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu.

Mc Neal (1976) membagi prostat dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer,

sentral, transisional, fibromuskuler anterior, dan periuretral. Sebagian besar hiperplasia

prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari spingter externnus

di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya

merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat

berasal dari perifer.

Prostat memiliki kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari

verumontanum di bagian postreor dari uretra pars prostatika. Disebelah depan

didapatkan ligamentum pubo prsotatika, disebelah bawah ligamentum triangulare

inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia denonfiliers. Fascia denonfilliers

terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis,

sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan

memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya

dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomi.

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.

3 | B P H

Page 4: Bph

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

a) Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.

b) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatous zone..

c) Disekitar uretra disebut periuretral gland.

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari

cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra

posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat

ejakulasi. Volume cairan prostat merupaka 25% dari volume ejakulat.

Prostat mendapatkan inervasi dari otonomik simpati dan parasimpatik dari pleksus

prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut

parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatim dari nervus hipogastrikus (T10-L2).

Stimulasi parasimpatik menigkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan

rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra

posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot

polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu banyak trdapat reseptor

adrenergik-α. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos

tersebut.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di

dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif

dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase. DHT inilah yang secara

langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein

growth hormon yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. Jika kelenjar ini

mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra

posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

2.2. Definisi BPH.

Hiperplasia prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan. Istilah hipertrofi

sebenarnya kurang tepat karena yang sebenarnya terjadi adalah hiperplasia kelenjar

periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai

bedah.

4 | B P H

Page 5: Bph

2.3. Etiologi dan Epidiemologi.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan, sehingga efek perubahan juga

terjadi secara perlahan-lahan.

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika

dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat

detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang

disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat

detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil disebut sakula, sedangkan yang besar disebut

divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila

keadaan ini berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi

dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin

1. Teori Dihidritestosteron.

DHT adalah metabolit androgen yang sangta penting dalam pertumbuhan sel-sel

kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase

dengan bantuan koenzimNADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor

androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi

sintesis protein growth faktor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-

reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan

sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak

terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-progesteron.

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedanglkan kadar esterogen

relatif tetap, sehingga perbandingan esterogen-testosteron relatif meningkat. Telah

diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel

kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap

rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah sel-sel prostat. Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun

5 | B P H

Page 6: Bph

rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi

sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa

prostat menjadi lebih besar.

3. Interaksi stroma-epitel.

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator tertentu.

Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma

mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu

sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.

Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.

4. Berkurangnya kematian sel.

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi

kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan

difagositosis oleh sel-sel sekitarnya kemudian didegredasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi del dengan

kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,

penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.

Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalamai apoptosis menyebabkan jumlah

sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan

pertambahan massa prostat.

5. Teori stem sel.

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalamin apoptosis, selalu dibentuk sel-sel

baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai

kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada

keberadaan hormon androgen, sehingga hormon ini kadarnya menurun seperti yang

terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel

pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitsa sel stem sehingga terjadinya

produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

6 | B P H

Page 7: Bph

2.4. Patofisiologi.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan

menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan perningkatan tekanan intravesika.

Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan

tahanan itu.kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli

berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel

buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract sympto (LUTS) yang

dahulu dikenal sebagai dengan gejala protatismus.

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali

pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua ureter ini dapat menimbulkan aliran

balik dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluk vesiko-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya

dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat tidak hanya disebabkan oleh

adanya massa prostat yang nmenyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh

tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada

leher buli-buli. Otot polos ini dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus

pudendus.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada

prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, maka pada BPH

rasionya menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot

polos bila dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang

menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan

komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

2.5. Gejala Klinis.

Gejala BPH menurut Boyarsky dkk (1977) dibagi atas gejala obstruksi dan gejala

iritatif. Gejala obstruksi disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars prostatika

karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor umtuk

7 | B P H

Page 8: Bph

berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala

yang muncul antara lain adalah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (poor steam)

3. Miksi terputus (intreemittency)

4. Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)

5. Rasa belum puas setelah miksi

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita BPH masih tergantung pada tiga

faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat.

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor.

Tidak semua prostat yang memebesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periuretral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot

polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan

kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi masih belum dirasakan.

Obstruksi uretra menyebabkana bendungan saluran kemih sehingga mengganggu

faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolitiasis. Tindakan untuk

menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinana

penyulit harus dilakukan secara teratur.

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesika urinaris yang tidak

sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor

karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga vesika

sering berkontraksi meskipun belum penuh, gejalanya antara lain adalah :

1. Bertambahnya frekusnsi miksi

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (urgency)

4. Disuria (nyeri pada saat miksi)

Gejala-gejala diatas sering disebut sebagai sindroma prostatismus.

8 | B P H

Page 9: Bph

Gejala iritatif yang sering dijumpai adalah bertambahnya frekuensi miksi yang

biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut

nokturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikan selama tidur dan juga

menurunnya tonus sfingter dan uretra. Gejala obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh

karena prostat dengan volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi makan akan

terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam

vesikan, halini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaaan ini

berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak

mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akanterus terjadi makan pada suatu saat

vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika akan naik terus

dan apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi

inkontinensia paradoks. Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico

uretra dan menyebabakana dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat

tekanan intravesikal yang diteruskan ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan

terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping

traktus nurinarius bagian atas akibat obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan

pada saat miksi, maka tekanan intra abdominal dapat menjadi meningkat dan lama

kelamaan akan menyebabkan hernia dan hemoroid. Oleh karena selalu terapat sisa urin

dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan di dalam vesika dan batu ini dapat

menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu,

retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan

apabila terjadi refluk dapat juga terjadi pielonefritis.

Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simptom. Terdapat

beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan

menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-

gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS).

Keluhan pada bulan

terakhir

Tdk ada

sama

sekali

< 20 % < 50% 50% >50 % Hampir

selalu

1. Adakah Anda

merasa buli-buli

0 1 2 3 4 5

9 | B P H

Page 10: Bph

tidak kosong

setelah BAK?

2. Berapa kali Anda

hendak BAK lagi di

dalam waktu 2

jam setelah BAK?

0 1 2 3 4 5

3. Berapa kali terjadi

bahwa arus kemih

berhenti sewaktu

BAK?

0 1 2 3 4 5

4. Berapa kali terjadi

Anda tidak dapat

menahan kemih?

0 1 2 3 4 5

5. Berapa kali terjadi

arus lemah sekali

sewaktu BAK?

0 1 2 3 4 5

6. Berapa kali terjadi

Anda mengalami

kesulitan memulai

BAK?

0 1 2 3 4 5

7. Berapa kali Anda

bangun untuk BAK

di waktu malam?

0 1 2 3 4 5

8. Andaikata cara

BAK seperti Anda

alami sekarang ini

akan seumur

hidup tetap

seperti ini,

bagaimana

perasaan Anda?

0 1 2 3 4 5

Nilai 0-7 = gejala ringan, 8-19 = gejala sedang, 20-35 = gejala berat.

10 | B P H

Page 11: Bph

2.6. Penegakan Diagnosis.

1. Anamnesis :

gejala obstruksi dan iritatif.

2. Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian

atas, kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi

pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.

Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah

inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia

eksterna harus pula diperhatikan untuk melihat adanya kemungkinan sebab

yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa

navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di

daerah MUE.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terasa penuh

dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin dan kadang

terdapat nyeri tekan supra simfisis.

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenya

seperti meraba ujung hidung, lobus kanan-kiri simteris dan tidak didapatkan

nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau

teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu

prostat akan teraba krepitasi.

Rectal Grading :

Stage 0 : prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram

Stage 1 : prostat teraba 1-2 cm, berat 10-25 gram

Stage 2 : prostat teraba 2-3 cm, berat 25-60 gram

Stage 3 : prostat teraba 3-4 cm, berat 60-100 gram

Stage 4 : prostat teraba > 4 cm, berat > 100 gram

3. Pemeriksaan Laboratorium :

Berperan unruk menentuka ada tidaknya komplikasi (pemeriksaan Darah dan Urin).

4. Pemeriksaan Pencitraan :

11 | B P H

Page 12: Bph

Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung

kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail. Dengan

trans rectal ultra sonografi (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.

5. Uroflowmetri :

Untuk mengukur laju pancaran miksi. Laju pancaran miksi ditentukan oleh :

1. Daya kontraksi otot detrusor

2. Tekanan intravesika

3. Resistensi uretra

Angka normla laju pancaran miksi adalah 12ml/detik dengan puncak laju pancaran

mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6-8

ml/detik dengan puncaknya sekitar 11-15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi

semakin lemah panacaran urin yang dihasilkan.

6. Residu Urin :

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara

sangat sederhan dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume

urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin juga dapat diperiksa dengan membuat

foto post voiding atau USG.

Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin yang menigkat sesuai

dengan beratnya obstruksi. Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk

mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan kanker prostat (kadar antigen

spesifik prostat atau PSA). Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%.

Jika terjadi peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostat.

2.7. Diagnosa Banding.

Striktur uretra

Kontraktur leher buli-buli

Batu ginjal

Karsinoma prostat

Infeksi saluran kemih

Kelemahan detrusor kandung kemih

12 | B P H

Page 13: Bph

2.8. Komplikasi.

BPH yang tidak ditangani pada sebagian dari penderita lama-kelamaan dapat timbul

penyulit berupa :

1. Menurunnya kualitas hidup.

2. Infeksi saluran kemih.

3. Terbentuknya batu buli-buli.

4. Terbentuknya sakulasi dan divertikel pada dinding buli-buli.

5. Hernia

6. Hemoroid.

7. Residual urin yang makin banyak sampai retensio urin.

8. Gangguan fungsi ginjal.

9. Hidronefrosis.

10. Hematuria.

2.9. Penatalaksanaan.

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah :

Memperbaiki keluhan miksi.

Meningkatkan kualitas hidup.

Mengurangi obstruksi infravesika.

Mengurangi volume residu urin setelah miksi.

Mencegah progresifitas penyakit.

1) Observasi.

Watchfull waiting.

Artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya

tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada

watchfull waiting, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan

mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya :

Jangan banyak minum dan mengkonsumsi alkohol atau kopi setelah makan malam.

Kurangi konsumsi makanan atau minuman yan menyebabkan iritasi pada dinding

buli-buli (kopi dan cokelat).

13 | B P H

Page 14: Bph

Batasi penggunaan obat-obatan influenza yang banyak mengandung

fenilpropanolamin.

Kurangu makan pedas dan asin.

Jengan menahan kencing terlalu lama.

Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa

tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laboratorium pemeriksaan

pancaran laju urin, maupun volume residu urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek

daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

2) Medikamentosa.

Sebagai patokan jika skor IPSS > 7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi

medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk :

Mengurangi resitensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab

obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik-α.

Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan

kadar hormon testosteron atau dihidrotestosteron melalui penghambat 5α-

reduktase.

Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang

mekanismenya belum jelas.

A. Penghambat reseptor adrenergik-α.

Dengan pengobatan ini bertujua untuk menghambat kontraksi otot polos prostat

sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine

adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama kali diketahui mampu

memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak

disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan,

antaralain hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem

kardiovaskular.

Diketemukannya obat antagonis adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit yang

diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamine. Beberapa obat

antagonis adrenergik-α1 yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short

acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan durasi obat

14 | B P H

Page 15: Bph

yang panjang (long acting) yaitu terazosin, doksazosin, dan alfuzosin yang cukup

diberikan sekali sehari.

Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenergik-α1A, yaitu

tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan obat ini

mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan

darah maupun denyyut jantung.

B. Penghambat 5α-reduktase.

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)

dari testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel prostat.

Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat

menurun.

Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride )5mg sekali dalam sehari yang

diberikan sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%,

dan hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

C. Fitofarmaka.

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki

gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat

aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui

secara pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti-estrogen, anti-androgen,

menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisibasic fibroblast

growth factor (BFGF), dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme

prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil

volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak dipasrkan adalah Pygeum africanum,

Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan masih banyak lainya.

3) Pembedahan.

Penyelesaian masalah BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah

pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasiff lainnya

membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi.

Depbstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang

tidak terlampiaskan. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang :

15 | B P H

Page 16: Bph

1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa.

2. Mengalami retensi urin

3. Infeksi saluran kemih berulang.

4. Hematuria.

5. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih

bagian bawah.

A. Prostatektomi terbuka.

Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin

yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika,

Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi

terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling

invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Protatektomi terbuka dapat dilakukan

melalui [endekatan suprapubim transvesika atau infravesika. Prostatektomi terbuka

dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100 gr).

Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka dalah inkontentinensia

urin, impotensi, ejakulasi retrograde, dan kontraktur buli-buli. Dibandingkan dengan

TURP dan TUIP, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograd

lebih banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak

85-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%.

B. Endourologi.

Saat ini tindakan TURP merupakan operasi yang paling banyak dikerjakan di seluruh

dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, masa

perawatan lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan

tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan

dengan memakai tenaga elektrik TURP atau dengan memakai energi laser. Operasi

terhadap prostat berupa reseksi, insisi, atau evaporasi.

C. TURP (Transurethral resection of the prostate).

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan

pembilas agara daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutu[p oleh darah.

16 | B P H

Page 17: Bph

Cairan yang digunakan adalah berup larutan ion ionic, yang dimaksudkan agar tidak

terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya

cukup murah yaitu H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini

dapat masuk ke sirkulasi sistemik melaui pembuluh darah vena yang terbuak pada saat

reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala

intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan

pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah menigkat, dan terdapat

bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akanmengalami edema otak yang akhirnya

jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah

sebesar 0,99 %.

Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri

untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Disamping itu beberapa operator

memasang sistostomi suprapubim terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat

mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionoc lain

selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia pada TURP, tetapi karena

harganya cukup mahal beberpa kliniki urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian

aquades sebagai cairan irigasi.

Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca

bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Penyulit saat operasi meliputi perdarahan,

sindroma TURP, dan perforasi. Penyulit pasca bedah didni meliputi perdarahan dan

infeksi lokal atau sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia urin,

disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.

D. TUIP (Transurethral incision of the prostate).

Direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak

dijumpai pembesaran lobus medius, pada pasien yang umurnya masih muda, dan

tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh

Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilaterla insisi

mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli sampai ke

verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan

17 | B P H

Page 18: Bph

lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP.

TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun

tidak sebaik TURP.

Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya

karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan USG

transrektal, dan pengukuran kadar PSA.

E. Laser prostatektomi.

Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan

diode yang dipancarkan melalui bare fiber, right angle fibre, atau intersitial fibre.

Kelenjar prostat pada suhu 60-65 akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih

dari 100 mengalami vaporasi.

Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih sedikit

menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat

dan dengan hasil yang kuraang lebih sama, tetapi kemampuan dalam meningkatkan

perbaikan gejala miksi maupun pancaran maksimal tidak sebaik TURP. Disamping itu

terapi ini membutuhkan terapi ulang 2x setiap tahun. Kekurangannya adalah tidak

dapay diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering

banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,

tidak langsung dapat miksi spontan setelah opeerasi, dan peak flow rate lebih rendah

dari pada pasca TURP.

Penggunaan pembedahan dengan energi laser telah berkembang dengan pesat

akhir-akhir ini. Peneliltian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang hampir

sama dengan desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi dan pancaran

urin. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari laser masih belum banyak diketahui.

Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi koagulan dalam jangka waktu

lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.

F. Elektrovaporasi.

Cara ini hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang

spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat

vaporisisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan

18 | B P H

Page 19: Bph

perdarahan pada saat operasi, dan masa tinggal di rumah sakit lebih singkat. Nemun

teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu besar (,50 gram) dan

membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

4) Tindakan invasif.

Tindakan invasif saat ini sedang dikembangkan yang terutama ditujukan untuk pasien

yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minima

diantaranya :

1. TUMT (transurethral microwave thermoterapy).

Termoterapi kelnejar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada

frekuensi 915-1293 MHz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam

uretra. Dengan pemanasan > 45 C sehingga menimbulkan destruksi jaringan pada

zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Makin tinggi suhu di dalam

jaringan prostat makin baik hasil klinik yang didapatkan, tetapi makin banyak

menimbulkan efek samping. Prosedur ini seringkali tidak memerlukan perawatan di

rumah sakit, namun masih harus memakai kateter dalam jangka waktu lama. Sering

kali diperlukan waktu 3-6 minggu untuk menilai kepuasan pasien terhadap terapi ini.

Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga cocok diindikasikan pada pasien

yang memakai terapi antikoagulansia.

Energi yang dihasilkan oleh TUMT berasal dari gelombang mikro yang disalurkan

melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga dapat merusak kelenjar prostat

yang diinginkan. Jaringan lain yang dilindungi oleh sistem pendingin guna

menghindari dari kerusakan selama proses pemanasan berlangsung. Morbiditasnya

rendah dan dapat dikerjakan tanpa pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah dann

energi tinggi. TUMT energi rendah diperuntukkan bagi adenoma yang kecil dan

obstruksi yang lebih berat. TUMT energi tinggi menghasilkan respon terapi yang lebih

baik, tetapi menimbulkan morbiditas yang lebih besar daripada yang energi rendah.

2. TUNA (transurethral needle abaltion of the prostate).

Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai

mencapai 100 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri

19 | B P H

Page 20: Bph

atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan

energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui

sistoskopi dengan pemberian anatesi topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak

pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien seringkali masih mengeluh

hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urin, dan epididimorkitis.

3. Pemasangan stent (prostacath), HIFU (high intensity focused ultrasound), dan dilatasi

dengan balon (TUBD atau transurethral ballon dilatation).

20 | B P H