21
Portofolio Benign Prostatic Hyperplasia Disusun oleh: Ellen Theodora Supervisor: Dr. RR Prasetyanugraheni K, SpBP MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

Portofolio BPH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilustrasi Kasus dan Pembahasan tentang BPH

Citation preview

Page 1: Portofolio BPH

Portofolio

Benign Prostatic Hyperplasia

Disusun oleh:

Ellen Theodora

Supervisor:

Dr. RR Prasetyanugraheni K, SpBP

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

DESEMBER 2014

Page 2: Portofolio BPH

LEMBAR PERNYATAAN ANTIPLAGIARISME

Saya, yang bertandatangan di bawah ini, dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan ini dan

semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar tanpa

tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung

jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Mengetahui,

Ellen Theodora

Page 3: Portofolio BPH

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. ABM

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 66 tahun

Agama : Islam

Alamat : Teluk Naga

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : Tidak sekolah

Status pernikahan : Menikah

No rekam medis : 146479 xx

Tgl Pemeriksaan : 10 November 2014

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.

Keluhan Utama

Tidak dapat BAK sejak 6 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri sebelum buang air

kecil (BAK) di bagian perut bawah. Warna kuning jernih, pancaran lemah dan jumlahnya lebih

sedikit dibandingkan biasanya, namun diakui pasien hal ini menyebabkan pasien lebih sering

BAK. Keluhan seperti harus mengedan sebelum BAK, bangun di malam hari untuk BAK, sulit

menahan BAK maupun BAK seperti terputus-putus disangkal. Riwayat demam, batuk, pilek

disangkal. Buang air besar (BAB) dalam batas normal. Saat itu pasien tidak berobat maupun

minum obat. Pasien menyangkal keluhan serupa sebelumnya. Riwayat trauma ataupun operasi

juga disangkal.

Page 4: Portofolio BPH

Enam minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan sulit BAK. Diawali

dengan jumlah BAK yang berkurang, hingga terasa ingin BAK namun tidak dapat keluar,

sekalipun disertai dengan mengedan. Adanya gangguan seksual seperti saat ejakulasi maupun

senggama disangkal. Pasien di bawa ke RS C untuk pengobatan. Dilakukan pemeriksaan USG,

dikatakan adanya kecurigaan penyakit prostat dan setelah dipasang selang kencing, pasien

dipulangkan dan dirujuk ke RS Umum Tangerang untuk penanganan lebih lanjut. Saat itu,

diberikan 2 macam obat namun tidak ingat apa namanya.

Lima minggu sebelum masuk rumah sakit, saat pasien berkunjung ke poli bedah RSUT,

dikatakan sudah tidak apa-apa dan selang kencing dilepas. Namun 12 jam kemudian, pasien

mengeluhkan tidak bisa BAK kembali, sehingga datang ke UGD RSUT untuk penanganan

selanjutnya. Dikatakan penyakit prostat dan harus dilakukan operasi, namun masih mengantri

untuk giliran operasi, sehingga pasien disarankan untuk tetap kontrol ke poli bedah sekaligus

untuk ganti selang kencing setiap minggunya.

Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien dihubungi pihak RSUT bahwa pasien sudah

dapat rawat inap untuk perencanaan operasi. Saat ini, pasien masih menggunakan selang

kencing. Tidak tampak darah, busa, warna keruh. Riwayat demam disangkal. Napsu makan baik.

Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, flek paru, asma, jantung, kuning disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat di rawat di rumah sakit atau operasi disangkal.

Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, jantung, paru, dan keganasan di keluarga pasien

tidak ada.

Riwayat penyakit serupa pada keluarga juga disangkal.

Riwayat Sosial-Ekonomi

Pasien adalah seorang petani. Pasien sudah menikah, tinggal di rumah milik pribadi bersama istri

dan anak-anaknya. Pasien menyangkal kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan penggunaan

obat-obatan (narkoba) dengan jarum suntik. Pasien menggunakan jaminan jamkesmas.

Page 5: Portofolio BPH

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 kali/menit, regular, kuat,isi cukup

Pernapasan : 21 kali/menit, abdominalthoraco

Suhu : 36.6°C, diukur di aksila

Berat badan : 58 kg

Tinggi Badan : 167 cm

IMT : 20.7 kg/m2

Status Generalis

Kulit : Warna kulit sawo matang, pigmentasi rata; turgor baik; tidak pucat; tidak ikterik;

tanda/bekas perdarahan tidak ada.

Kepala : Normosefal; tidak ada deformitas; tidak ada nyeri tekan.

Rambut : Warna hitam keabu-abuan, persebaran rata, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva tidak pucat; sklera kesan ikterik;

Telinga : Tidak ada tanda perdarahan, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak nampak

deformitas.

Hidung : Tidak ada tanda perdarahan; kesan septum tidak deviasi; sekret tidak ada.

Mulut : Oral higienis kurang; mukosa lembab, tidak sianosis; tidak ada ulkus/stomatitis.

Tenggorok : Arkus faring simetris, uvula di tengah; tonsil T1-T1; Dinding faring posterior

tidak hiperemis.

Leher : JVP 5-2 cmH2O; tidak ada KGB yang teraba; inspeksi tidak ada benjolan; kelenjar

tiroid tidak membesar.

Paru

Inspeksi : dada simetris saat statis maupun dinamis, trakea di tengah, tidak terdapat

penggunaan otot bantu napas.

Palpasi : ekspansi dada kanan dan dada kiri sama besar, fremitus kanan sama dengan kiri.

Page 6: Portofolio BPH

Perkusi : dada kanan dan kiri sonor, batas paru-hati pada ICS-6 dengan peranjakan hati 2 jari,

dan batas paru-lambung ICS-7

Auskultasi : bunyi napas vesikuler bilateral, tidak terdapat rhonki maupun wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus cordis terlihat di ICS-5 satu jari medial linea midclavicula kiri

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS-5 satu jari medial linea midklavikula kiri, tidak terdapat

thrilling, waving, lifting, maupun tapping

Perkusi : batas jantung kanan linea sternalis kanan, batas jantung kiri linea midclavikula kiri,

dan pinggang jantung setinggi ICS-3

Auskultasi : bunyi jantung pertama dan kedua teratur, tidak terdengar mur-mur maupun

gallop.

Abdomen

Inspeksi : perut datar, simetris, tidak terlihat massa, tidak terdapat venektasi.

Palpasi : dinding perut lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak

teraba, ballottemant negatif

Perkusi : timpani, shifting dullness negatif.

Auskultasi : bising usus 5 kali/menit.

Ekstremitas : Akral hangat; tidak ada edema; CRT< 3”

Status Urologi :

- Tidak ada nyeri ketok pada sudut kostofrenikus kanan dan kiri.

- Suprasimfisis buli kesan kosong

- Testis kiri dan kanan tidak ada kelainan.

- Colok dubur:

Fistula tidak ada, fisura tidak ada, tonus sfingter ani baik, ampula rekti paten, permukaan

mukosa licin, prostat teraba membesar, permukaan prostat rata kiri dan kanan, konsistensi

kenyal prostat kiri dan kanan, tidak ada nodul, tidak ada nyeri tekan, refleks bulbokavernosus

baik.

Page 7: Portofolio BPH

International Prostate Symptom Score (IPSS)

Tidak pernah

Kurang dari sekali dalam

lima kali

Kurang dari

setengah

Kadang (±50%)

Lebih dari

setengah

Hampir selalu Skor

1 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa tidak lampias saat selesai berkemih?

0 1 2 3 4 5 4

2 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda harus kembali kencing dalam waktu kurang dari 2 jam setelah selesai berkemih?

0 1 2 3 4 5 2

3 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda mendapatkan bahwa kencing anda terputus-putus?

0 1 2 3 4 5 5

4 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda mendapatkan bahwa anda sulit menahan kencing?

0 1 2 3 4 5 2

5 Selama sebulan terakhir, seberapa sering pancaran kencing anda lemah?

0 1 2 3 4 5 5

6 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda harus mengedan untuk mulai berkemih?

0 1 2 3 4 5 5

7 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda harus bangun untuk berkemih sejak mulai tidur pada malam hari hingga bangun di pagi hari?

Tidak ada0

1 kali

1

2 kali

2

3 kali

3

4 kali

4

≥ 5 kali

5 3

Skor IPSS Total: 26

Senang sekali Senang

Pada umumnya

puas

Campuran antara

puas dan tidak

Pada umumnya tidak puas

Tidak bahagia

Buruk sekali

Seandainya anda harus menghabiskan sisa hidup dengan fungsi berkemih seperti saat ini, bagaimana perasaan anda?

0 1 2 3 4 5 6

Skor QOL (Quality of Life): 5

Page 8: Portofolio BPH

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (11 November 2014)

Hasil Nilai normalHematologi

Hemoglobin 11.0 g/dL Laki-laki 3.8-10.6 g/dLPerempuan 3.6-11 g/dL

Leukosit 4.7 x 103/μL 3.5-10 x 103/μL

Hematokrit 33% Laki-laki 40-52 %Perempuan 35-47 %

Trombosit 203 x 103/μL 150-440 x 103/μL

ElektrolitNatrium 144 mEq/L 135-147 mEq/L

Kalium 3.70 mEq/L 3.5-5 mEq/L

Chlorida 102 mEq/L 96-105 mEq/LKimia (Fungsi Hati)

SGOT 17 U/L Laki-laki 0-50 U/LPerempuan 0-35 U/L

SGPT 13 U/L Laki-laki 0-50 U/LPerempuan 0-35 U/L

Albumin 3.4 g/dl 3.4-4.8 g/dlProtein 5.7 g/dl 6-8 g/dlGlobulin 2.4 g/dl 1.5-3 g/dlKimia (Karbohidrat)Gula darah sewaktu 127 mg/dl <180 mg/dl

Kimia (Fungsi ginjal)Ureum 30 mg/dl 10-15 mg/dl

Kreatinin 1.1 mg/dlLaki-laki 0.62-1.1 mg/dlPerempuan 0.45-0.75 mg/dl

Page 9: Portofolio BPH

Pemeriksaan USG (9 September 2014)

USG Traktus Urinarius

Kesan : Benign Prostatic Hyperplasia

Batu pada renal kanan dan renal kiri

Page 10: Portofolio BPH

Pemeriksaan Foto Thoraks (12 September 2014)

Kesan : Dalam batas normal

Ringkasan

Tn. ABM, Laki-laki, 66 tahun datang dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 6 minggu sebelum

masuk rumah sakit dan menggunakan kateter sejak saat itu. Pemeriksaan digital rectal

examination terdapat pembesaran prostat. Pemeriksaan penunjang dilakukan USG dikatakan

adalah benign prostatic hyperplasia (BPH) serta adanya batu pada renal kanan maupun kiri.

Daftar Masalah

1. Benign Prostatic Hyperplasia

2. Urolithiasis

Prognosis

Ad vitam : Bonam

Ad sanationam : Bonam

Ad functionam : Bonam

Page 11: Portofolio BPH

PEMBAHASAN

Laki-laki, usia 66 tahun datang dengan keluhan tidak dapat buang air kecil sejak 6

minggu sebelum masuk rumah sakit. Adanya keluhan perubahan kebiasaan buang air ini

dipikirkan adanya beberapa penyebab seperti infeksi, kecurigaan obstruksi. Sehingga, untuk

anamnesis perlu ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya. Terutama

apabila ada keluhan serupa di masa lalu.

Secara khusus, difokuskan mengenai perubahan kebiasaan buang air kecil seperti

seberapa sering BAK, apakah terasa nyeri saat BAK, adakah riwayat seperti ini sebelumnya,

apakah mendadak tidak bisa BAK atau lambat laun BAK semakin sedikit, apakah diperlukan

adanya “mengedan” agak BAK terlaksana, adakah perasaan BAK tidak lampias, apakah ada

perubahan warna air seni, rasa tidak nyaman saat BAK, terbangun malam hari untuk BAK, sulit

menahan BAK dan sebagainya. Dikarenakan adanya hubungan dengan alat reproduksi, perlu

ditanyakan pula mengenai adanya gangguan seksual.

Saat dipikirkan adanya acuan ke arah LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome), perlu

dipikirkan bahwa adanya gejala obstruksi dan iritasi, dimana biasanya pada kasus BPH bisa

merupakan keduanya. Gejala obstruksi digambarkan adanya keluhan miksi terputus, hesitancy

(dimana pasien harus menunggu sebelum urine keluar), harus disertai mengedan saat BAK,

berkurangnya kekuatan pancaran urin, terasa tidak lampias saat BAK, menetes pada akhir miksi,

serta adanya miksi ganda dimana pasien berkemih dalam waktu kurang dari dua jam setelah

miksi sebelumnya. Sementara itu, gejala iritasi didapatkan adanya frekuensi, urgensi, nokturia

serta inkontinensia.

Apabila sudah diyakinkan adanya diagnosis mengacu baik ke arah LUTS maupun BPH

(Benign Prostate Hyperplasia), dapat digunakan alat diagnostik dengan sistem skor yang

dikeluarkan oleh WHO yaitu International Prostate Symptom Score. Berdasarkan sistem skoring,

dapat ditentukan tingkat gangguan prostat, dimana 0-7 adalah ringan, 8-19 adalah sedang serta

20-35 merupakan berat. Penilaian ini juga berlaku untuk menentukan tatalaksana yang akan

diterapkan.

Disamping itu, perlu diperhatikan apabila adanya gejala-gejala sumber infeksi lainnya

seperti demam, batuk pilek. Secara sistematis, anamnesis secara menyeluruh juga harus

Page 12: Portofolio BPH

dipikirkan seperti adanya kemungkinan keterlibatan pada organ lain. Serta penyakit komorbid

lainnya, seperti diabetes atau darah tinggi. Riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu lama

juga perlu dicari tahu.

Pemeriksaan fisik dilakukan “head to toe”, terutama dalam kasus ini dikarenakan adanya

keluhan dengan BAK diperlukan pemeriksaan khusus secara urologi, terutama pemeriksaan

abdomen disertai alat kelamin. Disamping itu, berdasarkan gender dan usianya yang mengarah

ke LUTS maka ditambahkan pula pemeriksaan DRE (Digital Rectal Examination) dimana dapat

menilai kekuatan sphingter ani, tonus sekitar dan terlebih adanya penilaian terhadap prostat.

Pasien merupakan laki laki dan berusia 66 tahun, dimana lebih berisiko ke arah prostat.

Secara epidemiologi, dikatakan pada usia diatas 45 tahun, laki-laki sangat berisiko untuk

memiliki gangguan pada prostat. Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis,

didapatkan adanya retensi urin serta pembesaran prostat. Sehingga dipikirkan adanya

kemungkinan penyebab retensi urin adalah BPH (Benign Prostatic Hyperplasia).

Pemeriksaan penunjang berdasarkan guidelines BPH adalah urinalisis. Namun karena

pasien sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis ini tidak

banyak manfaatnya karena dipikirkannya urin sudah terkontaminasi sehingga hampir dapat

dipastikan akan ditemukannya leukosituria maupun eritosturia sehingga hasilpun kurang tepat

akibat pemasangan kateter.

Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi

pasca bedah dimana lebih sering ditemukan pada mereka yang fungsi ginjalnya sudah terganggu.

Apabila ditemukan adanya gangguan fungsi ginjal, pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan

untuk melihat saluran kemih bagian atas. Dimana pada pasien ini, walaupun tidak ada

peningkatan kreatinin, namun dilakukan pemeriksaan USG dan hasilnya adalah BPH dan

ditemukan pula adanya batu ginjal di kiri dan kanan.

Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) hanya bersifat organ spesifik dimana

dipakai untuk memperkirakan perjalanan penyakit BPH, bukan untuk menilai ada tidaknya sel

kanker. Namun, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan PSA dikarenakan keterbatasan

sarana. Berdasarkan data yang ada, dikatakan pemeiksaan PSA ini wajib dilakukan bagi mereka

yang berusia 45 tahun ke atas dengan riwayat BPH ataupun adanya di riwayat keluarga, serta

bagi mereka yang berusia 55 tahun dengan harapan hidup diatas 10 tahun mendatang.

Page 13: Portofolio BPH

Transrectal/Transabdominal Ultrasonography (TRUS/TAUS) dilakukan untuk

mengukur volume prostat dan menemukan adanya gambaran hipoekoik. Namun pada pasien ini,

juga tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan sarana.

Tata laksana pada BPH bergantung atas pilihan pasien, derajat keluhan pasien, penyulit

yang terjadi, modalitas terapi dan penilaian IPSS. Dimana pada pasien dengan IPSS <7, dapat

dilakukan observasi secara rutin. Dengan edukasi penjelasan tentang adanya bahaya BPH.

Diberikan penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keadaan seperti

kurangi konsumsi kopi atau alkohol serta makanan yang dapat menyebabkan iritasi pada buli-

buli. Serta, diharapkan pasien untuk datang kontrol kembali dan mencari tahu apabila adanya

perubahan keluhan yang dirasakan, skor IPSS, serta pemeriksaan laju pancaran urin. Apabila

keluhan miksi mengalami perburukan, maka perlu dipertimbangkan pilihan terapi lainnya.

Adapula pengobatan secara medikamentosa seperti penggunaan antagonis adrenergik-α,

inhibitor reduktase-5α dan fitoterapi. Tujuan pemberian medikamentosa adalah untuk

mengurangi retensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume

prostat sebagai komponen statik.

Selain itu, apabila medikamentosa sudah tidak berlaku dan telah terjadi komplikasi

seperti volume prostat yang terlalu besar, retensi urin, batu buli-buli, insufisiensi ginjal; maka

tindakan intervensi patut dipertimbangkan. Terapi intervensi terbagi menjadi dua yaitu

pembedahan (Prostatektomi terbuka, TURP, TUIP, TULP, Elektrovaporisasi) dan invasive

minimal (TUMT, HIFU, Stent Uretra, TUNA)

Pada pasien ini tatalaksana yang dipilih adalah TransUrethral Resection of the prostate

(TURP), dimana pengobatan jenis ini merupakan yang paling sering dipakai di Indonesia untuk

pasien BPH. TURP memiliki keuntungan lebih dimana trauma yang ditimbulkan lebih sedikit

dan masa penyembuhannya lebih singkat. Dikatakan pula, secara umum TURP dapat

memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan meningkatkan laju pancaran urine. Di samping itu,

pasien juga diwajibkan untuk tetap kontrol rutin setiap tahunnya. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan adalah penilaian IPSS dan uroflometri.

Page 14: Portofolio BPH

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH) di Indonesia. 2003.

2. J. de la Rosette, G. Alivizatos, S. Madersbacher, C. Rioja Sanz,, J. Nordling, M.

Emberton, S. Gravas, M.C. Michel, M. Oelke. Guidelines Benign Prostatic Hyperplasia.

Europian Association of Urology. 2006.

3. American Urological Association. Guideline: Management of Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH). 2010.

4. A.M. Chaidir, L.G. Hasiana. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV : Hiperplasia Prostat

Jinak. 2014 : hal 284-287.

5. S. Gravas (chair), A. Bachmann, A. Descazeaud, M. Drake, C. Gratzke, S. Madersbacher,

C. Mamoulakis, M. Oelke, K.A.O. Tikkinen. Guidelines on the management of Non-

Neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), incl. Benign Prostatic

Obstruction (BPO). 2014.