Upload
ellen-theodora
View
35
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ilustrasi Kasus dan Pembahasan tentang BPH
Citation preview
Portofolio
Benign Prostatic Hyperplasia
Disusun oleh:
Ellen Theodora
Supervisor:
Dr. RR Prasetyanugraheni K, SpBP
MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
DESEMBER 2014
LEMBAR PERNYATAAN ANTIPLAGIARISME
Saya, yang bertandatangan di bawah ini, dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan ini dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar tanpa
tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Mengetahui,
Ellen Theodora
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. ABM
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 66 tahun
Agama : Islam
Alamat : Teluk Naga
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : Tidak sekolah
Status pernikahan : Menikah
No rekam medis : 146479 xx
Tgl Pemeriksaan : 10 November 2014
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
Keluhan Utama
Tidak dapat BAK sejak 6 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri sebelum buang air
kecil (BAK) di bagian perut bawah. Warna kuning jernih, pancaran lemah dan jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan biasanya, namun diakui pasien hal ini menyebabkan pasien lebih sering
BAK. Keluhan seperti harus mengedan sebelum BAK, bangun di malam hari untuk BAK, sulit
menahan BAK maupun BAK seperti terputus-putus disangkal. Riwayat demam, batuk, pilek
disangkal. Buang air besar (BAB) dalam batas normal. Saat itu pasien tidak berobat maupun
minum obat. Pasien menyangkal keluhan serupa sebelumnya. Riwayat trauma ataupun operasi
juga disangkal.
Enam minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan sulit BAK. Diawali
dengan jumlah BAK yang berkurang, hingga terasa ingin BAK namun tidak dapat keluar,
sekalipun disertai dengan mengedan. Adanya gangguan seksual seperti saat ejakulasi maupun
senggama disangkal. Pasien di bawa ke RS C untuk pengobatan. Dilakukan pemeriksaan USG,
dikatakan adanya kecurigaan penyakit prostat dan setelah dipasang selang kencing, pasien
dipulangkan dan dirujuk ke RS Umum Tangerang untuk penanganan lebih lanjut. Saat itu,
diberikan 2 macam obat namun tidak ingat apa namanya.
Lima minggu sebelum masuk rumah sakit, saat pasien berkunjung ke poli bedah RSUT,
dikatakan sudah tidak apa-apa dan selang kencing dilepas. Namun 12 jam kemudian, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAK kembali, sehingga datang ke UGD RSUT untuk penanganan
selanjutnya. Dikatakan penyakit prostat dan harus dilakukan operasi, namun masih mengantri
untuk giliran operasi, sehingga pasien disarankan untuk tetap kontrol ke poli bedah sekaligus
untuk ganti selang kencing setiap minggunya.
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien dihubungi pihak RSUT bahwa pasien sudah
dapat rawat inap untuk perencanaan operasi. Saat ini, pasien masih menggunakan selang
kencing. Tidak tampak darah, busa, warna keruh. Riwayat demam disangkal. Napsu makan baik.
Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, flek paru, asma, jantung, kuning disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat di rawat di rumah sakit atau operasi disangkal.
Riwayat alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, jantung, paru, dan keganasan di keluarga pasien
tidak ada.
Riwayat penyakit serupa pada keluarga juga disangkal.
Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien adalah seorang petani. Pasien sudah menikah, tinggal di rumah milik pribadi bersama istri
dan anak-anaknya. Pasien menyangkal kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan penggunaan
obat-obatan (narkoba) dengan jarum suntik. Pasien menggunakan jaminan jamkesmas.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, regular, kuat,isi cukup
Pernapasan : 21 kali/menit, abdominalthoraco
Suhu : 36.6°C, diukur di aksila
Berat badan : 58 kg
Tinggi Badan : 167 cm
IMT : 20.7 kg/m2
Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, pigmentasi rata; turgor baik; tidak pucat; tidak ikterik;
tanda/bekas perdarahan tidak ada.
Kepala : Normosefal; tidak ada deformitas; tidak ada nyeri tekan.
Rambut : Warna hitam keabu-abuan, persebaran rata, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak pucat; sklera kesan ikterik;
Telinga : Tidak ada tanda perdarahan, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak nampak
deformitas.
Hidung : Tidak ada tanda perdarahan; kesan septum tidak deviasi; sekret tidak ada.
Mulut : Oral higienis kurang; mukosa lembab, tidak sianosis; tidak ada ulkus/stomatitis.
Tenggorok : Arkus faring simetris, uvula di tengah; tonsil T1-T1; Dinding faring posterior
tidak hiperemis.
Leher : JVP 5-2 cmH2O; tidak ada KGB yang teraba; inspeksi tidak ada benjolan; kelenjar
tiroid tidak membesar.
Paru
Inspeksi : dada simetris saat statis maupun dinamis, trakea di tengah, tidak terdapat
penggunaan otot bantu napas.
Palpasi : ekspansi dada kanan dan dada kiri sama besar, fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : dada kanan dan kiri sonor, batas paru-hati pada ICS-6 dengan peranjakan hati 2 jari,
dan batas paru-lambung ICS-7
Auskultasi : bunyi napas vesikuler bilateral, tidak terdapat rhonki maupun wheezing.
Jantung
Inspeksi : iktus cordis terlihat di ICS-5 satu jari medial linea midclavicula kiri
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS-5 satu jari medial linea midklavikula kiri, tidak terdapat
thrilling, waving, lifting, maupun tapping
Perkusi : batas jantung kanan linea sternalis kanan, batas jantung kiri linea midclavikula kiri,
dan pinggang jantung setinggi ICS-3
Auskultasi : bunyi jantung pertama dan kedua teratur, tidak terdengar mur-mur maupun
gallop.
Abdomen
Inspeksi : perut datar, simetris, tidak terlihat massa, tidak terdapat venektasi.
Palpasi : dinding perut lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba, ballottemant negatif
Perkusi : timpani, shifting dullness negatif.
Auskultasi : bising usus 5 kali/menit.
Ekstremitas : Akral hangat; tidak ada edema; CRT< 3”
Status Urologi :
- Tidak ada nyeri ketok pada sudut kostofrenikus kanan dan kiri.
- Suprasimfisis buli kesan kosong
- Testis kiri dan kanan tidak ada kelainan.
- Colok dubur:
Fistula tidak ada, fisura tidak ada, tonus sfingter ani baik, ampula rekti paten, permukaan
mukosa licin, prostat teraba membesar, permukaan prostat rata kiri dan kanan, konsistensi
kenyal prostat kiri dan kanan, tidak ada nodul, tidak ada nyeri tekan, refleks bulbokavernosus
baik.
International Prostate Symptom Score (IPSS)
Tidak pernah
Kurang dari sekali dalam
lima kali
Kurang dari
setengah
Kadang (±50%)
Lebih dari
setengah
Hampir selalu Skor
1 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa tidak lampias saat selesai berkemih?
0 1 2 3 4 5 4
2 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda harus kembali kencing dalam waktu kurang dari 2 jam setelah selesai berkemih?
0 1 2 3 4 5 2
3 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda mendapatkan bahwa kencing anda terputus-putus?
0 1 2 3 4 5 5
4 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda mendapatkan bahwa anda sulit menahan kencing?
0 1 2 3 4 5 2
5 Selama sebulan terakhir, seberapa sering pancaran kencing anda lemah?
0 1 2 3 4 5 5
6 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda harus mengedan untuk mulai berkemih?
0 1 2 3 4 5 5
7 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda harus bangun untuk berkemih sejak mulai tidur pada malam hari hingga bangun di pagi hari?
Tidak ada0
1 kali
1
2 kali
2
3 kali
3
4 kali
4
≥ 5 kali
5 3
Skor IPSS Total: 26
Senang sekali Senang
Pada umumnya
puas
Campuran antara
puas dan tidak
Pada umumnya tidak puas
Tidak bahagia
Buruk sekali
Seandainya anda harus menghabiskan sisa hidup dengan fungsi berkemih seperti saat ini, bagaimana perasaan anda?
0 1 2 3 4 5 6
Skor QOL (Quality of Life): 5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (11 November 2014)
Hasil Nilai normalHematologi
Hemoglobin 11.0 g/dL Laki-laki 3.8-10.6 g/dLPerempuan 3.6-11 g/dL
Leukosit 4.7 x 103/μL 3.5-10 x 103/μL
Hematokrit 33% Laki-laki 40-52 %Perempuan 35-47 %
Trombosit 203 x 103/μL 150-440 x 103/μL
ElektrolitNatrium 144 mEq/L 135-147 mEq/L
Kalium 3.70 mEq/L 3.5-5 mEq/L
Chlorida 102 mEq/L 96-105 mEq/LKimia (Fungsi Hati)
SGOT 17 U/L Laki-laki 0-50 U/LPerempuan 0-35 U/L
SGPT 13 U/L Laki-laki 0-50 U/LPerempuan 0-35 U/L
Albumin 3.4 g/dl 3.4-4.8 g/dlProtein 5.7 g/dl 6-8 g/dlGlobulin 2.4 g/dl 1.5-3 g/dlKimia (Karbohidrat)Gula darah sewaktu 127 mg/dl <180 mg/dl
Kimia (Fungsi ginjal)Ureum 30 mg/dl 10-15 mg/dl
Kreatinin 1.1 mg/dlLaki-laki 0.62-1.1 mg/dlPerempuan 0.45-0.75 mg/dl
Pemeriksaan USG (9 September 2014)
USG Traktus Urinarius
Kesan : Benign Prostatic Hyperplasia
Batu pada renal kanan dan renal kiri
Pemeriksaan Foto Thoraks (12 September 2014)
Kesan : Dalam batas normal
Ringkasan
Tn. ABM, Laki-laki, 66 tahun datang dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 6 minggu sebelum
masuk rumah sakit dan menggunakan kateter sejak saat itu. Pemeriksaan digital rectal
examination terdapat pembesaran prostat. Pemeriksaan penunjang dilakukan USG dikatakan
adalah benign prostatic hyperplasia (BPH) serta adanya batu pada renal kanan maupun kiri.
Daftar Masalah
1. Benign Prostatic Hyperplasia
2. Urolithiasis
Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
Ad functionam : Bonam
PEMBAHASAN
Laki-laki, usia 66 tahun datang dengan keluhan tidak dapat buang air kecil sejak 6
minggu sebelum masuk rumah sakit. Adanya keluhan perubahan kebiasaan buang air ini
dipikirkan adanya beberapa penyebab seperti infeksi, kecurigaan obstruksi. Sehingga, untuk
anamnesis perlu ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya. Terutama
apabila ada keluhan serupa di masa lalu.
Secara khusus, difokuskan mengenai perubahan kebiasaan buang air kecil seperti
seberapa sering BAK, apakah terasa nyeri saat BAK, adakah riwayat seperti ini sebelumnya,
apakah mendadak tidak bisa BAK atau lambat laun BAK semakin sedikit, apakah diperlukan
adanya “mengedan” agak BAK terlaksana, adakah perasaan BAK tidak lampias, apakah ada
perubahan warna air seni, rasa tidak nyaman saat BAK, terbangun malam hari untuk BAK, sulit
menahan BAK dan sebagainya. Dikarenakan adanya hubungan dengan alat reproduksi, perlu
ditanyakan pula mengenai adanya gangguan seksual.
Saat dipikirkan adanya acuan ke arah LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome), perlu
dipikirkan bahwa adanya gejala obstruksi dan iritasi, dimana biasanya pada kasus BPH bisa
merupakan keduanya. Gejala obstruksi digambarkan adanya keluhan miksi terputus, hesitancy
(dimana pasien harus menunggu sebelum urine keluar), harus disertai mengedan saat BAK,
berkurangnya kekuatan pancaran urin, terasa tidak lampias saat BAK, menetes pada akhir miksi,
serta adanya miksi ganda dimana pasien berkemih dalam waktu kurang dari dua jam setelah
miksi sebelumnya. Sementara itu, gejala iritasi didapatkan adanya frekuensi, urgensi, nokturia
serta inkontinensia.
Apabila sudah diyakinkan adanya diagnosis mengacu baik ke arah LUTS maupun BPH
(Benign Prostate Hyperplasia), dapat digunakan alat diagnostik dengan sistem skor yang
dikeluarkan oleh WHO yaitu International Prostate Symptom Score. Berdasarkan sistem skoring,
dapat ditentukan tingkat gangguan prostat, dimana 0-7 adalah ringan, 8-19 adalah sedang serta
20-35 merupakan berat. Penilaian ini juga berlaku untuk menentukan tatalaksana yang akan
diterapkan.
Disamping itu, perlu diperhatikan apabila adanya gejala-gejala sumber infeksi lainnya
seperti demam, batuk pilek. Secara sistematis, anamnesis secara menyeluruh juga harus
dipikirkan seperti adanya kemungkinan keterlibatan pada organ lain. Serta penyakit komorbid
lainnya, seperti diabetes atau darah tinggi. Riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu lama
juga perlu dicari tahu.
Pemeriksaan fisik dilakukan “head to toe”, terutama dalam kasus ini dikarenakan adanya
keluhan dengan BAK diperlukan pemeriksaan khusus secara urologi, terutama pemeriksaan
abdomen disertai alat kelamin. Disamping itu, berdasarkan gender dan usianya yang mengarah
ke LUTS maka ditambahkan pula pemeriksaan DRE (Digital Rectal Examination) dimana dapat
menilai kekuatan sphingter ani, tonus sekitar dan terlebih adanya penilaian terhadap prostat.
Pasien merupakan laki laki dan berusia 66 tahun, dimana lebih berisiko ke arah prostat.
Secara epidemiologi, dikatakan pada usia diatas 45 tahun, laki-laki sangat berisiko untuk
memiliki gangguan pada prostat. Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis,
didapatkan adanya retensi urin serta pembesaran prostat. Sehingga dipikirkan adanya
kemungkinan penyebab retensi urin adalah BPH (Benign Prostatic Hyperplasia).
Pemeriksaan penunjang berdasarkan guidelines BPH adalah urinalisis. Namun karena
pasien sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis ini tidak
banyak manfaatnya karena dipikirkannya urin sudah terkontaminasi sehingga hampir dapat
dipastikan akan ditemukannya leukosituria maupun eritosturia sehingga hasilpun kurang tepat
akibat pemasangan kateter.
Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi
pasca bedah dimana lebih sering ditemukan pada mereka yang fungsi ginjalnya sudah terganggu.
Apabila ditemukan adanya gangguan fungsi ginjal, pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan
untuk melihat saluran kemih bagian atas. Dimana pada pasien ini, walaupun tidak ada
peningkatan kreatinin, namun dilakukan pemeriksaan USG dan hasilnya adalah BPH dan
ditemukan pula adanya batu ginjal di kiri dan kanan.
Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) hanya bersifat organ spesifik dimana
dipakai untuk memperkirakan perjalanan penyakit BPH, bukan untuk menilai ada tidaknya sel
kanker. Namun, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan PSA dikarenakan keterbatasan
sarana. Berdasarkan data yang ada, dikatakan pemeiksaan PSA ini wajib dilakukan bagi mereka
yang berusia 45 tahun ke atas dengan riwayat BPH ataupun adanya di riwayat keluarga, serta
bagi mereka yang berusia 55 tahun dengan harapan hidup diatas 10 tahun mendatang.
Transrectal/Transabdominal Ultrasonography (TRUS/TAUS) dilakukan untuk
mengukur volume prostat dan menemukan adanya gambaran hipoekoik. Namun pada pasien ini,
juga tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan sarana.
Tata laksana pada BPH bergantung atas pilihan pasien, derajat keluhan pasien, penyulit
yang terjadi, modalitas terapi dan penilaian IPSS. Dimana pada pasien dengan IPSS <7, dapat
dilakukan observasi secara rutin. Dengan edukasi penjelasan tentang adanya bahaya BPH.
Diberikan penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keadaan seperti
kurangi konsumsi kopi atau alkohol serta makanan yang dapat menyebabkan iritasi pada buli-
buli. Serta, diharapkan pasien untuk datang kontrol kembali dan mencari tahu apabila adanya
perubahan keluhan yang dirasakan, skor IPSS, serta pemeriksaan laju pancaran urin. Apabila
keluhan miksi mengalami perburukan, maka perlu dipertimbangkan pilihan terapi lainnya.
Adapula pengobatan secara medikamentosa seperti penggunaan antagonis adrenergik-α,
inhibitor reduktase-5α dan fitoterapi. Tujuan pemberian medikamentosa adalah untuk
mengurangi retensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume
prostat sebagai komponen statik.
Selain itu, apabila medikamentosa sudah tidak berlaku dan telah terjadi komplikasi
seperti volume prostat yang terlalu besar, retensi urin, batu buli-buli, insufisiensi ginjal; maka
tindakan intervensi patut dipertimbangkan. Terapi intervensi terbagi menjadi dua yaitu
pembedahan (Prostatektomi terbuka, TURP, TUIP, TULP, Elektrovaporisasi) dan invasive
minimal (TUMT, HIFU, Stent Uretra, TUNA)
Pada pasien ini tatalaksana yang dipilih adalah TransUrethral Resection of the prostate
(TURP), dimana pengobatan jenis ini merupakan yang paling sering dipakai di Indonesia untuk
pasien BPH. TURP memiliki keuntungan lebih dimana trauma yang ditimbulkan lebih sedikit
dan masa penyembuhannya lebih singkat. Dikatakan pula, secara umum TURP dapat
memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan meningkatkan laju pancaran urine. Di samping itu,
pasien juga diwajibkan untuk tetap kontrol rutin setiap tahunnya. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah penilaian IPSS dan uroflometri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di Indonesia. 2003.
2. J. de la Rosette, G. Alivizatos, S. Madersbacher, C. Rioja Sanz,, J. Nordling, M.
Emberton, S. Gravas, M.C. Michel, M. Oelke. Guidelines Benign Prostatic Hyperplasia.
Europian Association of Urology. 2006.
3. American Urological Association. Guideline: Management of Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH). 2010.
4. A.M. Chaidir, L.G. Hasiana. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV : Hiperplasia Prostat
Jinak. 2014 : hal 284-287.
5. S. Gravas (chair), A. Bachmann, A. Descazeaud, M. Drake, C. Gratzke, S. Madersbacher,
C. Mamoulakis, M. Oelke, K.A.O. Tikkinen. Guidelines on the management of Non-
Neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), incl. Benign Prostatic
Obstruction (BPO). 2014.