28
LAPORAN PENDAHULUAN BPH A. LATAR BELAKANG Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995). Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga

Bph adalah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bph benigna prostat

Citation preview

Page 1: Bph adalah

LAPORAN PENDAHULUAN BPH

A. LATAR BELAKANG

Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah

hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke

perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).

Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat

persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr,

didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.

Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan

sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior

bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada

verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter

uretra eksterna

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga

perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap

awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan

daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang

sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut

fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan

akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi

sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan

hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karena itu penting bagi

perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur

diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien Benigna

Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien dengan BPH secara komprehensif.

Page 2: Bph adalah

2. Tujuan khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien

BPH

b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada

klien BPH

c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi

masalah keperawatan yang timbul pada klien BPH

d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan pada klien BPH

Page 3: Bph adalah

KONSEP DASAR BPH

(BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

A. PENGERTIAN

Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi

berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering

menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan

adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)

Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,

(Corwin, 2000)

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh

penuaan. Price&Wilson (2005)

Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat

( secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat

obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999)

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran

memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan

cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit

yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran

memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan

cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan

bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk

memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

B. ETIOLOGI

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa

pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari

androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan

bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan

prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron

(DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT

Page 4: Bph adalah

yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-

Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk

menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan

bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan

estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen

berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen

mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus

medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti

penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron

(DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasi prostat adalah :

a) Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan

estrogen pada usia lanjut.

b) Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu

pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

c) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel

yang mati.

d) Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel

stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel

kelenjar prostat menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

1. Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh

karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan

hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat

berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar

periuretral.

2. Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan

bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat

embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat

dari jaringan sekitarnya.

Page 5: Bph adalah

3. Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan

bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya

produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi

setrogen. ( Kahardjo, 1995).

C. PATOFISIOLOGI

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di

sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar

buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal

(1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat

dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,

zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat

(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan

keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.

Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung

pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan

dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.

Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel

kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar

prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya

perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan

patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh

kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan

kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem

parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada

tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang

bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan

mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor

menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan

sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).

Page 6: Bph adalah

Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang

kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan

detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila

keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi

urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan

iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup

lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),

miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas

setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot

detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,

disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak

mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari

tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow

incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.

ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan

traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita

harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam

vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi

dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media

pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi

refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

D. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala

yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran

miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu

Page 7: Bph adalah

lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus

(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin

dan inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot

detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun

untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak

(urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000).

a) Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4

stadium :

1) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan

urine sampai habis.

2) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan

urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150

cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.

3) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

4) Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine

menetes secara periodik (over flow inkontinen).

b) Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,

dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine

yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing

(urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

1. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

Page 8: Bph adalah

(1) Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.

(2) Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.

(3) Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.

(4) Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.

(5) Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

2. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh

kencing dahulu kemudian dipasang kateter.

(1) Normal : Tidak ada sisa

(2) Grade I : sisa 0-50 cc

(3) Grade II : sisa 50-150 cc

(4) Grade III : sisa > 150 cc

(5) Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan

semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak

mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan

apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.

Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah

keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria

menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan

sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH

tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

(a) Stadium I

Page 9: Bph adalah

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,

diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor

alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek

positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses

hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak

dianjurkan untuk pemakaian lama.

(b) Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan

biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

(c) Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai

dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan

terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

(d) Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan

penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi.

Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi

diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan

terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan

dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan

memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif

adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi

LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada

BPH dapat dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat

dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol

keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa

Page 10: Bph adalah

1. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung

adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil

terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya

prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor

α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil

berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda

(sing and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa

dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu

paruhnya

2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang

menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron.

Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang

menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki

gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna

melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan

perbaikan gejala-gejala

3. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat

5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score

dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang

mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi

tambahan sedang berlangsung

4. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan

ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan

fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun.

Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan

keamanan fitoterapi belum banyak diuji

Page 11: Bph adalah

c. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,

penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel

batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

(1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar

prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan

malalui uretra.

(2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang

dibuat pada kandung kemih.

(3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada

abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa

memasuki kandung kemih.

(4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah

insisi diantara skrotum dan rektum.

(5) Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,

vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui

sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra

dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

1). Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang

disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang

melalui/pada ujung kateter.

2). Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy

(TULIP)

3). Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

Page 12: Bph adalah

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan

pada pasien dengan BPH adalah :

a. Laboratorium

1). Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi

saluran kemih.

2). Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus

menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba

yang diujikan.

b. Pencitraan

1). Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa

prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh

terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

2). IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa

hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar

prostat, penyakit pada buli-buli.

3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau

mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,

tumor.

4). Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra

parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

Page 13: Bph adalah

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN BPH

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses

keperawatan. Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH

adalah sebagai berikut :

1. Sirkulasi

Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada

kasus preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang

disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah;

peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi

karena kekurangan volume cairan.

2. Integritas Ego

Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas

egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang

dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan

perilaku.

3. Eliminasi

Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami

oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai

aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit,

frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada

postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur

pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk

mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi

warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan

tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan.

Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya

konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena protrusi prostat ke

dalam rektum, sedangkan pada postoperasi BPH, karena perubahan pola

makan dan makanan.

Page 14: Bph adalah

4. Makanan dan cairan

Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek

penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi

pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah,

penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan

pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.

5. Nyeri dan kenyamanan

Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan

dasar yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang

harus dipenuhi. Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri

suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.

6. Keselamatan/ keamanan

Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor

keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting

untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan

yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran

perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada postoperasi

perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada

luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.

7. Seksualitas

Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang

mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya,

takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan

kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.

8. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun

postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur

urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih.

Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit

karena imbas dari perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada

tidaknya infeksi.

Page 15: Bph adalah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder

3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh

4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme

melalui kateterisasi

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,

perawatannya.

B. RENCANA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan

derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:

a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang

b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor

pencetus serta penghilang nyeri.

d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,

peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah

f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,

abdomen tegang)

Page 16: Bph adalah

g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif.

Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika

nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan

obstruksi sekunder.

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin

Kriteria :

Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan

teknik steril

b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam

keadaan tertutup

c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin,

kulit lembab, takikardi, dispnea)

d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum

dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta

adanya bekuan darah atau jaringan

e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam

(mulai hari kedua post operasi)

f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral

2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan

perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan

dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran

ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh

Page 17: Bph adalah

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan

fungsi seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas

secara optimal.

Intervensi :

a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang

berhubungan dengan perubahannya

b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat

c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya

tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual

d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi

seksual

e. Beri penjelasan penting tentang:

f. Impoten terjadi pada prosedur radikal

g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal

h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari

hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée

mikroorganisme melalui kateterisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Page 18: Bph adalah

Intervensi:

a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya

sumbatan, kebocoran)

c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar

kateter dan drainage

d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk

menjamin dressing

e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat,

dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

penyakit, perawatannya

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari

Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan

mendemonstrasikan perawatan

Intervensi :

a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya

tentang penyakit, perawat

b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:

1) Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter

2) Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi