Upload
others
View
27
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
BERNYANYI SEBAGAI BENTUK EKSPRESI SPIRITUALITAS ANG-
GOTA PADUAN SUARA DI GEREJA KRISTEN INDONESIA
(GKI) SALATIGA
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Teologi
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai
Gelar Sarjana Sains Ilmu Teologi (S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
Oleh:
Maldin Tita
712013098
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2019
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Maju Pantang Mundur
Kemudian Kalem Berusaha menentramkan hati bangsa itu,
dihadapan Musa katanya, “Tidak, kita akan maju menduduki
negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya.
(Bilangan 13 : 30)
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan karena atas kasih dan sayang-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “BERN-
YANYI SEBAGAI BENTUK SPIRITUALITAS ANGGOTA PADUAN SUARA
DI GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI) SALATIGA”. ini dengan baik.
Perjalanan panjang telah penulis lalui dalam rangka perampunagn penulisan tugas
akhir ini. Banyak hambatan yang dihadapi dalam penyusunannya, namun brkat
kehendak-Nyalah sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh
karena itu, dengan penuh kerendahan hati, dan pada kesempatan ini kiranya penu-
lis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, papa Semuel Tita dan mama Martha Tita/Loupatty, dan
kedua kakak tercinta Magreth Tita, Rehnato Tita dan adik tercinta Loisa Tita
serta keluarga besar Tita dan Loupatty.
2. Dr. David Samiyono, M.T.S., M.S.L.S selaku Dekan Fakultas Teologi UKSW Salati-
ga.
3. Pdt. Izak.Y.M. Lattu,. Ph.D selaku dosen wali dan sekaligus dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan selama penyusunan tugas
akhir.
4. Para pegawai tata usaha serta seluruh jajaran Dosen dan staf Fakultas Teologi UKSW,
terima kasih untuk bantuan dan informasi yang diberikan selama penulis menempuh
studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Kiranya Tuhan
memberkati kalian dengan berkat yang selalu melimpah.
5. Pembimbing Voice of SWCU, Juanita Theresia Adimurti. S.Sn., M.Pd, serta
pelatih Eriyani Tenga Lunga, S.Mus dan Yulius Istarto, S.Sn.,M.Pd. yang telah
mengajarkan banyak hal tentang musik dan bernyanyi.
6. Pelatih Vocal Group Lentera kasih UKSW, Bagus Gangsar Wibisono yang biasa di
sapa om BG atau mas BG, terima kasih telah menerima dan membimbing dalam berla-
tih VG.
7. Ketua majelis jemaat, pendeta jemaat serta staf GKI Salatiga yang telah menerima
penulis untuk berpenelitian dan terima kasih untuk informasi yang diberikan.
8. Pelatih paduan suara GKI Salatiga serta anggotanya, terima kasih telah mengi-
jinkan penulis untuk berproses bersama dalam berpaduan suara.
viii
9. Anggota Voice of SWCU dan VG Lentera Kasih telah berproses bersama da-
lam bernyanyi.
10. Pelatih paduan suara Ekklesia Madrigal dan anggota-anggotanya terima kasih
telah berproses dan sharing dalam musik bersama serta menemani kekosongan
dan kegundahan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
11. Bapak kos putri Cemara 2 no 41, pak Subandi yang telah menerima penulis
untuk tinggal selama berada di Salatiga serta teman-teman kos yang bersahabat.
Akhir kata, penulis berharap penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian. Terima kasih. Tuhan Yesus memberkati.
Salatiga, 28 Oktober 2019
Maldin Tita
ix
Abstrak
Tujuan dari ditulisnya jurnal ini adalah untuk mendeskripsikan penelitian
yang berjudul “Bernyanyi Sebagai Bentuk Ekspresi Spiritualitas Anggota Paduan
Suara di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga”. Penilitian ini berupaya untuk
mendeskripsikan bahwa paduan suara memiliki peranan penting terhadap
peningkatan spiritual dan mempunyai peran penting terhadap ibadah.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan menggunakan pendekatan yang
ditawarkan oleh Santo Agustinus sebagai landasan pikiran untuk mengkaji
penilitian ini agar tetap fokus terhadap spiritualitas dan paduan suara. Dalam
proses penilitian ini juga penulis menggunakan penilitian kualitatif. Data-data
yang penulis dapatkan dari hasil wawancara,buku,jurnal dan situs.
Dari hasil penilitian ini penulis menyimpulkan apa yang dikatakan oleh
Santo Agustinus bahwa seorang yang bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa
dua kali. Pernyataan ini sangat sesuai dengan apa yang terjadi dan yang dialami
oleh anggota PS di GKI Salatiga, karena jika telah membawakan suatu pujian
dengan baik, ada perasaan senang dan damai yang di dapatkan. Spiritualitas
bertumbuh dan meningkat jika anggota PS di GKI Salatiga telah bernyanyi
dengan baik. Paduan suara sangat berperan penting juga didalam ibadah, karena
tanpa suatu nyanyian maka suatu ibadah akan terkesan hampa dan monoton.
Penulis menyarankan kepada pra anggota paduan suara agar selalu bernyayi
dengan sepenuh hati dan tidak berhenti belajar teknik bernyanyi di dalam paduan
suara, karena teknik akan di butuhkan untuk membawa jemaat mengerti alur dan
makna lagu yang dinyanyikan.
Kata kunci : Bernyanyi, Spiritualitas, Paduan suara, GKI Salatiga
x
DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………..………….. i
LEMBARAN PENGESAHAN …………………………………….....……….ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ………………………………………….iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ……………………...…..………. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………….....…….……..v
MOTTO …...……………..…………………………………….……..................vi
KATA PENGANTAR … …...………………...........….……………………….vii
ABSTRAK ……………………………..…….……………….……....................ix
DAFTAR ISI ……………………….......……………..……...………...……... x
PENDAHULUAN ……………………...…………..……………..….......1
Teori Spiritualitas ………………………………………..…...………....6
Musik Vokal dan Paduan Suara ………………………………….....…9
Hasil Penilitian………………………...…………………......................11
Sejarah GKI Salatiga …..…………………….……………………….….11
Sejarah Paduan Suara di GKI salatiga ...……………......……...……...…12
Respon Anggota Paduan di GKI salatiga Terhadap Paduan suara…...…..14
Analisa Data ………...…………………………………………………. 17
Paduan Suara Sebagai sarana Meningkatkan Spiritualitas
Anggota Paduan suara …..………………...………………….………….18
Peran Paduan Suara dalam Ibadah di GKI Salatiga ………………….….20
Kesimpulan dan Saran ………………………………………………...21
Daftar Pustaka …………………………………………………………24
1
“Bernyanyi Sebagai Bentuk Ekspresi Spiritualitas
Anggota Paduan Suara di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga”
Latar belakang
Dalam jemaat GKI Salatiga (Gereja Kristen Indonesia Salatiga) terdapat
berbagai macam kegiatan yang dapat menumbuhkan spriritualitas dari jemaat
misalnya; pelatihan musik, reetret, lomba cerdas cermat Alkitab, ibadah dan lain
sebagainya.salah satu contoh kegiatan yang sanagt berperan penting dalam
penumbuhan iman dan spiritual jemaat adalah ibadah. Ibadah adalah salah satu
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang percaya, terkhususnya
umat Kristen. Ibadah menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah
suatu perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.1 Menurut Paul W. Hoon,
Ibadah Kristen adalah penghayatan diri Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan
tanggapan manusia terhadapnya, atau suatu tindakan ganda: yaitu, tindakan Allah
kepada jiwa manusia dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia
melalui Yesus Kristus.2 Ibadah itu sendiri terbagi atas dua yakni Ibadah umum
dan Ibadah pribadi. Ibadah umum merupakan Ibadah yang dipersembahkan
jemaat yang berkumpul bersama di dalam suatu persekutuan yang disebut
persekutuan Kristus, sedangkan Ibadah pribadi merupakan ibadah yang dilakukan
oleh masing-masing pribadi setiap orang.
Di gereja GKI Salatiga sendiri sering mengadakan ibadah umum. Ibadah
umum dilakukan ada berbagai ibadah umum yakni Ibadah Minggu, Ibadah
Sekolah Minggu, Ibadah Remaja, Ibadah Pemuda, Ibadah Lanjut Usia dan lain
sebagainya setiap minggunya. Adapun juga Ibadah hari-hari besar Gerejawi
seperti Ibadah Rabu Abu, Ibadah Kamis Putih, Ibadah Jumat Agung, Ibadah
Paskah, Ibadah Kenaikan Tuhan Yesus, Ibadah keturunan Roh Kudus, dan Ibadah
Natal. Bukan hari-hari besar Gerejawi saja, hari-hari besar Nasional juga di
1 https://kbbi.web.id/ibadah (diakses pada 27 Juli 2017, pukul 02.13 WIB). 2 James F White, Introduction to Christian Worship/Pengantar Ibadah Kristen, Terjemahan. Liem
Sien Kie (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2002), 7.
2
peringati dalam Ibadah, seperti Ibadah dalam memperingati lahirnya Pancasila,
Ibadah kemerdekaan RI 17 Agustus dan lain sebagainya.
Pada Ibadah Minggu dan hari-hari besar gerejawi dan Ibadah nasional
terdapat Paduan Suara yang terlibat di dalam ibadah tersebut. Paduan Suara yang
terlibat biasanya berasal dari Paduan Suara gabungan (misalnya : PS Cantata
Natal), paduan suara lanjut usia, paduan suara remaja dan pemuda. Paduan Suara
yang akan tampil disusun dalam liturgi ibadah jemaat pada hari minggu. Adapun
juga paduan suara dari luar jemaat GKI Salatiga yang memberitahukan satu
minggu sebelum ibadah diterima dengan baik oleh jemaat GKI Salatiga.
Paduan suara menekankan spiritualitas pada segi kebersamaan yang
dimana berbeda segala karakter menjadi satu paduan, berbeda jenis suara menjadi
satu harmoni. Bukan saja berarti ikut dalam paduan suara hanya untuk
menonjolkan diri kepada yang lain, melainkan seorang dengan yang lain harus
lebih memahami sapaan Allah melalui wajah sesama mereka, memaknai setiap
alur nada, penggalan kata yang di syairkan dalam sebuah lagu.
Hal yang juga harus di hayati oleh setiap orang yang menjadi bagian dari
paduan suara itu sendiri adalah bahwa dirinya menyanyi untuk melayani dan
memuliakan Tuhan. Fungsi paduan suara dalam ibadah itu sendiri adalah;
Pertama memberitakan Firman Tuhan melalui persembahan pujian. Seperti yang
dikatakan dalam Mazmur 92: 2-3, “Adalah baik menyanyikan syukur bagi Tuhan
untuk memberitakan kasih setia Tuhan” yang artinya salah satu fungsi paduan
suara adalah memberitakan firman melalui nyanyian. Di GKI Salatiga setiap
ibadah memiliki tema pemberitaan Firman. Jika diperhatikan setiap ibadah
minggu keseluruhan unsur dalam ibadah (nyanyian, doa, pembacaan firman,
khotbah dsb) akan mendukung tema ibadah minggu itu. Karena itu persembahan
pujian yang dinyanyikan oleh paduan suara pun harus mendukung tema tersebut.
Dengan demikian Firman Tuhan juga dapat disampaikan melalui persembahan
pujian. Kedua, menopang dan membimbing jemaat untuk bernyanyi.3 Perlu
diketahui, paduan suara dapat memandu jemaat dalam bernyanyi, seperti yang
dilakukan jemaat GKI Saltiga dalam suatu ibadah natal, paskah, dan ibadah yang
3 Kayu Putih, GKI. ”Paduan Suara Dalam Kebaktian”. http://www.gkikayuputih.or.id/paduan-suara-dalam-kebaktian/ (diakses pada 03 September 2017, pukul 12.20 WIB).
3
lainnya. Paduan suara itu sangat membantu jemaat untuk dapat bernyanyi dan
menyanyikan setiap nyanyian jemaat dengan baik. Paduan suara yang menebarkan
semangat yang baik atau energi positif terhadap jemaat dan jemaat juga akan
merasakan pantulan energi dari paduan suara itu sendiri. Disini juga diperlukan
eksperesi atas ekspetasi lagu atau nyanyian jemaat yang dinyanyikan. Dibutuhkan
juga latihan yang teliti agar dapat membantu memuliakan nama Tuhan dalam
ibadah dengan baik.
Partisipasi dalam paduan suara juga adalah salah satu cara untuk
menyatakan iman serta mengekspresikan spiritualitas seseorang kepada Tuhan.
Bukan saja dengan menjadi lektor, atau menjadi pendeta, penatua, diaken dan lain
sebagainya. Bergabung dalam suatu komunitas paduan suara dapat mencerminkan
suatu spritualitas yang baik, bahkan dapat menyembuhkan spiritual yang dulunya
buruk dengan Tuhan dan tanpa disadari energi positif yang dapat dipancarkan
kepada jemaat juga dapat menyembuhkan spiritual dari jemaat yang
mendengarkan pujiannya. Paduan suara juga berfungsi untuk mendekatkan yang
jauh dengan Tuhan, dan mempererat kedekatan yang dekat dengan-Nya.
Paduan suara ada sudah sejak zaman perjanjian lama dan perjanjian baru.
Pada perjanjian lama dalam 1 Tawarikh 6:31-32, 1 Tawarikh 23:5, 25:1-8 terdapat
kelompok penyanyi menjalankan tugas pujian untuk disampaikan menjadi bagian
dalam ibadah di rumah Tuhan, bahkan menempati kedudukan khusus dalam
ibadah (1 Taw 6:31, 2 Taw 5:11-13). 4
Dalam Perjanjian Baru, secara rinci tidak disebut paduan suara. Yang
dapat dicatat adalah nyanyian-nyanyian dan puji-pujian sebagai suatu aktivitas
yang lazim dalam ibadah jemaat (Rom. 15:9; Ef. 5:19; Yak. 5:13). Selain itu,
beberapa nyanyian yang sudah dikenal adalah Magnificat atau nyanyian pujian
Maria (Luk. 1:46-55); Benedictus atau nyanyian pujian Zakharia (Luk. 1:68-79);
dan Hymn yang dinyanyikan Simeon (Luk. 2:29-32). Rasul Paulus kepada jemaat
di Kolose menyebutkan tiga macam nyanyian yang harus dipakai jemaat untuk
bersyukur dan menyikapi hidup dalam persekutuan selaku orang-orang yang
beriman, (Kol. 3:16). Yesus juga dalam pelayanan-Nya menaikkan puji-pujian
4 Kayu Putih, GKI. ”Paduan Suara Dalam Kebaktian”. http://www.gkikayuputih.or.id/paduan-suara-dalam-kebaktian/ (diakses pada 03 September 2017, pukul 12.20 WIB).
4
bersama dengan para murid; barangkali bersama para pengikutnya juga?
(Mar. 14:26). Paulus dan Silas dengan nyanyian bersaksi tentang kebenaran
Tuhan dalam Yesus Kristus, membuat kepala penjara bertobat dan mengakui
Yesus adalah Juruselamat (Kis. 16:25).5
Puji-pujian dalam ibadah dalam kelompok penyanyi atau paduan suara
tersebut harus dipersiapkan dengan baik, sesuai dengan peraturan dan telah
dilatih. Puji-pujian yang disampaikan merupakan ekspresi iman dan spiritual,
bukan hanya sekedar keindahan. Menyanyikan puji-pujian tidak hanya dengan
mulut dan wajah yang menyanyi, tetapi hati dan jiwa harus menyatu dengan lagu.
Rasul Paulus dalam 1 Kor. 14:15 mengatakan, "Aku akan menyanyi dan memuji
dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku."
Dengan nyanyian iman orang percaya akan dikuatkan dan semakin bertumbuh di
dalam kasih Kristus. Dengan nyanyian banyak jiwa yang datang bertelut kepada
Tuhan dan mengaku Yesus Kristus adalah Juruselamat. Dengan paduan suara
sebagai alat, maka nyanyian -nyanyian indah akan tetap berkumandang di hati
jemaat Tuhan.
Alasan penulis mengambil judul “Bernyanyi Sebagai Bentuk Ekspresi
Spiritualitas Anggota Paduan Suara di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga”
dilihat dari banyaknya jemaat yang ikut partisipasi di dalam paduan suara yang
ada di GKI Salatiga dan peran serta dalam mengambil bagian dalam peribadahan
di gereja, maka penulis memiliki suatu asumsi bahwa paduan suara yang ada di
jemaat GKI Salatiga memiliki suatu kekayaan nilai spiritualitas yang perlu di kaji
lebih dalam lagi, agar dapat di ketahui kekayaan nilai spiritualitasnya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka judul yang saya ambil adalah
“Bernyanyi Sebagai Bentuk Ekspresi Spiritualitas Anggota Paduan Suara di
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga”
Judul di atas bermaksud untuk menjelaskan bahwa ada banyak cara untuk
jemaat dapat mengekspresikan spiritualitas salah satu cara seseorang untuk
bagaimana mereka dapat mengekspresikan spritualitas mereka kepada Tuhan
5 Rohani Siahaan “Paduan Suara Dalam memperkuuh Spiritualitas Dan Memberi
kontribusi bagi ibadah jemaat”. Jurnal Jaffray, Sekolah Tinggi Theologia 2014. (diakses
25 juli 2018, pukul 11.46 WIB).
5
lewat Paduan Suara. Paduan suara juga dapat membantu meningkatkan
spiritualitas jemaat melalui nyanyian yang dibawakan didalam ibadah.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini mengangkat beberapa
pertanyaan penting yaitu apakah Paduan Suara dapat menjadi sarana
meningkatkan Spiritualitas Anggota Paduan Suara di GKI Salatiga? dan
bagaimana peranan paduan suara dalam ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Salatiga sebagai bentuk ekspresi spiritualitas setiap anggota paduan suara.
Berdasarkan pertanyaan penting dia atas, maka tujuan dari penilitian adalah
mendeskripsikan paduan suara sebagai sarana menumbuhkan dan meningkatkan
spiritualitas anggota paduan suara GKI Salatiga serta mendeskripsikan peranan
paduan suara dalam ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga sebagai
bentuk ekspresi spiritualitas setiap anggota paduan suara. Manfaat dari penilitian
ini diharapkan dapat mengembangkan penilitian di bidang sipiritualitas dan
paduan suara (Musik Gerejawi) khususnya berkaitan dengan paduan suara di GKI
Salatiga dan juga di harapkan menghasilkan suatu sumbangan pemikiran bagi
Jemaat GKI Salatiga agar dapat menjaga dan melestarikan nilai Spiritualitas yang
selama ini sudah turun temurun. Penilitian ini juga diharapkan dapat
memperbanyak serta memperkaya pengetahuan kita tentang paduan suara dan
dapat mengoptimalkan talenta-talenta suara yang dikaruniakan oleh Tuhan agar
dapat menolong jemaat untuk lebih menghayati makna imannya saat kebaktian di
Gereja.
Pada penilitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Metode ini
digunakan karena penulis dapat memberikan informasi atau hasil yang lebih
mendetail. Kata Metode menunjuk pada teknik yang digunakan dalam penilitian
seperti survei, wawancara dan observasi. Penilitian kualitatif tidak menekankan
pada kuantum atau jumlah, jadi lebih menekankan pada segi kualitas secara
alamiah karena menyangkut pengertian, konsep, nilai serta ciri-ciri yang melekat
pada obyek penilitian lainnya.6
Secara umum metode penilitian didefinisikan sebagai suatu kegiatan
ilmiah yang terencana, terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik
praktis maupun teoritis. Secara definisi, penelitian kualitatif adalah suatu
6 H. Kaelan, M.S. “Metode Penilitian Kualitatif Interdesipliner” Yogyakarta: Paradigma, 2012), 4.
6
penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks
sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.7
Penilitian kualitatif ini dituangkan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah. 8Alasan penulis memilih pendekatan
kualitatif ini karena penulis ingin berusaha memberikan suatu penjelasan dan
gambaran tentang alasan jemaat GKI Salatiga menggunakan paduan suara sebagai
suatu sarana untuk mengekspresikan spiritualitas mereka dan agar dapat dipahami
lebih dalam oleh jemaat GKI Salatiga dan kepada setiap individu yang ingin
bergabung dalam suatu paduan suara bukan hanya untuk menonjolkan
kemampuan tetapi untuk meningkatkan nilai spiritualitas mereka. Dalam
penilitian yang akan menjadi informan adalah anggota paduan suara Gereja
Kristen Indonesia (GKI) Salatiga. Pengambilan data yang dilakukan dengan
observasi terhadap paduan-paduan suara yang terlibat di GKI Salatiga. Teknik
observasi yang penulis pakai yaitu observasi secara langsung dan observasi
partisipasi yang artinya penulis secara langsung terjun ke lapangan, mengamati
dan berproses di dalam paduan suara GKI Salatiga. Data yang diperoleh penulis
melalui kaian kepustakaan dari berbagai data yang berhubungan dengan
penilitian, berupa buku-buku, data dari perpustakaan serta literatur-literatur yang
berkaitan dengan penilitian penulis.
Teori Spiritualitas
Spiritualitas adalah istilah baru yang menandakan „kerohanian‟ atau
„hidup rohani‟. Kata ini menekankan segi kebersamaan, bila dibandingkan dengan
kata yang lebih tua „kesalehan‟, yang menandakan hubungan orang perorangan
dengan Allah. Spiritualitas mencakup dua segi askese atau usaha melatih diri
secara teratur supaya terbuka dan peka terhadaap sapaan Allah. Segi yang lain
adalah segi mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan
7Haris Herdiansyah “ Metodologi penilitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial ” (Jakarta : Penerbit Salemba Humanika,2010), 10. 8 Moleong, J Lexy “ Metode Penilitian Kualitatif “ ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2010), 17.
7
allah.9 Ciri pertama dari kehidupan rohani ialah usaha terus menerus untuk
melangkah dari kesepian menuju ke keheningan. Ciri kedua yang sama
pentingnya ialah usaha untuk membiarkan kecenderungan bermusuhan kita
diubah menjadi sikap keramahtamahan.10
Para teolog katolik Roma untuk merujuk pada hubungan mistis dengan
Tuhan, dan sekarang sering digunakan untuk merujuk kepada pelbagai macam
pendekatan yang ada di pelbagai cabang gereja yang memungkinkan perubahan
dalam kehidupan pribadi dalam hubungannya dengan Allah yang diwahyukan
dalam Yesus Kristus melalui karya Roh Kudus. Dalam abad sebelumnya, orang
Kristen sering menggunakan kata-kata seperti “pengabdian” atau “kesalehan,”
tetapi sekarang istilah ini telah mengembangkan sebuah “cita-rasa subjektif dunia
lain.11
Spiritualitas berasal dari bahasa latin kata benda yang abstrak yang berakar
pada kata “Spiritus” yang berarti roh. Kata spiritus atau roh ini tidak pertama-tama
dikaitkan dengan pengertian umum bahwa tubuh kita terdiri dari roh atau jiwa dan
badan, melainkan kata “ roh” atau “spiritus” merupakan terjemahan Latin untuk
kata Yunani “pneuma”. Kata Pneuma atau Roh menurut teologi rasul Paulus
biasanya dilawankan dengan daging. Namun daging yang dimaksudkan bukan
daging yang terdiri dari urat, otot darah, melainkan dengan istilah daging Paulus
tujukan pada kehidupan yang dikuasai oleh dosa. Di dalam Roma 8:6 Paulus
dengan jelas menulis “ Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan
Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Hidup oleh roh adalah makna spiritualitas
yang berarti yang dijiwai dan dipimpin oleh roh yakni Roh Kudus.12
Manusia adalah makhluk rohani. Kata „rohani‟ berasal dari kata Ibrani
ruah, yang berarti „nafas‟. Adanya hidup dalam tubuh manusia seiring
dipertalikan dengan adanya nafas. Spiritualitas adalah istilah baru yang
menandakan „kerohanian‟ atau „ hidup rohani‟. Kata ini menekankan segi
9 Adolf Heuken SJ, “Spiritualitas Kristiani” (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka 2002), 11.
10 Henri J.M Nouwen “Menggapai kematangan hidup rohani”(Yogyakarta: Penerbit Kanisius
1985), 61 11 Bradley Holt P., A Brief History of Christian Spirituality (Oxford: Lion Publishing, 1993) 16. 12
Emanuel Martasudjita, Pr. “Spiritualitas Liturgi” (Yogyakarta: Kanisius 2002), 11.
8
kebersamaan, bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua „kesalehan‟, yang
menandakan hubungan orang perorangan dengan Allah.
Menurut Henry Nouwen didalam bukunya “Menggapai Kematangan
Hidup Rohani” menjelaskan bahwa perubahan dan perkembangan hubungan
setiap individu yang terus menerus hidup dengan dirinya sendiri tampak berbuah
hasil, yaitu dalam perubahan dan perkembangan yang terus menerus berhubungan
dengan orang lain. Melangkah dari sikap memusuhi ke sikap ramah tamah adalah
gerak yang menentukan hubungan kita dengan orang lain.
Menurut Adolf Heuken SJ didalam bukunya “Spiritual kristiani”
Memaparkan bahwa spriritualitas merupakan segi hidup kita yang sangat pribadi
yakni mengamalkan iman akan Yesus Kristus pada masa ini, di tempat ini,
bersama dengan orang ini dan di masyarakat kita sebagaimana adanya.13
Spiritualitas bukan soal suatu sikap yang baik untuk diri sendiri saja
melainkan sikap yang baik yang dirtujukan dan dapat dilihat oleh orang lain.
Spiritualitas seseorang dapat juga bertumbuh dalam suatu komunitas iman
komunitas Kristiani,atau komunitas apapun yang terlibat bukan diri sendiri
melainkan dengan orang lain. Kata Komunitas biasanya menunjuk ke suatu
bentuk hidup bersama di mana setiap anggota merasa menjadi bagian dari
komunitas itu dalam arti sepenuhnya. Komunitas menunjuk ke suatu bentuk hidup
bersama di mana orang dapat mengalami dirinya sebagai pribadi yang mempunyai
peranan dalam kelompok yang lebih besar.
Dasar dari komunitas kristiani bukanlah hubungan keluarga, atau
kedudukan sosial-ekonomis yang sama, atau penderitaan dan kecemasan yang
sama, atau rasa saling tertarik, tepai panggilan ilahi. Komunitas kristiani terbentuk
bukan semerta-merta hasil mentah dari usaha manusia, tetapi Allah telah ikut
campur dengan segala perencanaan yang seturut kehendakNya.14
13 A Adolf Heuken SJ, “Spiritualitas Kristiani” (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka 2002), 205. 14 Henri J.M Nouwen “Menggapai kematangan hidup rohani”(Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1985), 151.
9
Musik Vocal dan Paduan suara
Musik adalah sebuah ekspresi yang dikeluarkan dalam bentuk
bunyi-bunyian. Menurut Agastya Rama Listya secara sederhana Musik gerejawi
dipahami sebagai semua musik entah itu merupakan musik vocal atau
instrumentalia yang menjadi bagian dari liturgi peribadatan.15
Menurut Pono Banoe dalam Jurnal Yakub Ongkowijoyo, kata musik
berasal dari kata “muse” yaitu “ Salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno
bagi cabang seni dan ilmu; dewaseni dan ilmu pengetahuan “.16
Musik
mengandung unsur nada, melodi, harnmoni, ritme, tempo, dan dinamika.17
Musik
Vokal adalah musik yang bersumber dari suara manusia, bisa dimainkan oleh
seorang penyanyi atau sekelompok orang. Jika dinyanyikan perorangan disebut
solo, dan jika dinyanyikan secara rampak disebut suara bersama (Samen Zingen).
Suara bersama ini apabila dinyanyikan dengan harmoni dan berbagai warna suara
(timbre) seperti sopran, mezzo sopran, alto, contralto, tenor, bariton bass disebut
musik paduan suara atau Choir (koor).18
Suatu susunan paduan suara merupakan
himpunan dari sejumlah penyanyi yang dikelompok-kelompokkan menurut jenis
suaranya. Untuk anak-anak maupun wanita, jenis-jenis suara itu adalah Sopran,
Mezzo-Sopran, Alto. Dan untuk laki-laki dewasa adalah Tenor, Bariton, dan Bas.
Jenis-jenis suara ini satu sama lain berbeda warna suara atau timbre.19
Semua orang bisa mengeluarkan bunyi-bunyi suara yang dapat di dengar
melalui suara yang dikeluarkan. Tapi itu bukan berarti sudah bermusik melalui
suara atau vokal. Disebut musik vokal jikalau seseorang dapat
mengharmonisasikan nada dengan benar. Butuh waktu yang cukup untuk berlatih,
hingga bertahun-tahun seseorang bisa dikatakan bisa bernyanyi dengan baik.
Bernyanyi didalam paduan suara bukan hal yang mudah bagi orang yang
mempunyai hobi bernyanyi tapi kekurangan dari teknis bernyanyi paduan suara
yang benar.
15 Agastya Rama Listya, ” Kontekstualisasi Musik Gerejawi: Sebuah Keniscayaan” Jurnal musik : Jurnal Seni Musik Vol. 1, No. 3 Februari 2010 16 Yakub Ongkowijoyo.”Pembelajaran Musik Piano di Harvest International Theological Seminary,” Jurnal seni Musik 4, no.2 (September 2007), 66. 17 Sila Widhyatama. Sejarah Musik dan Aspresiasi Seni di Asia,(Jakarta: PT Balai Pustaka,2012), 2-6. 18 N Simanungkalit.“Teknik Vocal Paduan Suara” (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2008), 4. 19Binsar Sitompul , “Paduan Suara dan Pemimpinnya” (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia 1986), 1.
10
Owen Jender dalam Stanley Sadie Mengemukakan bahwa “Singing is a
fundamental mode of expression, and better suited than dancing (in Western
culture at least) to the expression of specific ideas, since it is almost always linked
to a text. Even without words, however, the voice is capable of emotional
utterance as unique, personal and identifiable as the cry of an infant to its
mother”.20
Pemahaman terhadap keistimewaan bunyi vokal, sejak manusia itu
dilahirkan telah mulai menjadi fokus perhatian utama dan lebih meningkat lagi,
ketika seseorang mulai belajar menyanyi secara terstruktur melalui bantuan
seorang guru atau pembimbing yang telah lebih dahulu mendalami masalah
tersebut.
Secara umum banyak orang yang berfikir bahwa menyanyi adalah salah
satu bakat yang murni dari Tuhan, bakat yang tidak campuri oleh hal yang lain
seperti latihan terus menerus untuk meningkatkan cara bernyanyi yang baik.
Untuk mencapai kualitas produksi suara yang optimal dalam kegiatan menyanyi
perlu dilakukan suatu kegiatan yang terstruktur dan mengarah pada pencapaian
tujuan tersebut. Di samping itu, minat seseorang terhadap suatu jenis musik
tertentu dan upaya-upaya yang dilakukannya dalam memahami karakter musik
tersebut melalui kegiatankegiatan yang bersifat apresiatif ikut menentukan
optimalisasi dalam pencapaian kualitas tersebut.
Bernyanyi di dalam paduan suara di kategorikan sebagai musik vokal
klasik yang tidaklah mudah untuk diproduksikan dan butuh waktu yang cukup
untuk bisa memproduksikan suara klasik yang baik.
Paduan suara yang bagus adalah paduan suara yang terdiri dari penyanyi
yang bagus pula. Tapi tidak semua paduan suara yang baik dapat membuat
spiritualitas dari anggota maupun orang yang mendengarkannya dapat
terekspresikan. Paduan suara yang baik adalah paduan suara yang bernyanyi
memakai perasaan tentang nyanyian yang dinyanyikan, mengerti alur nyanyian
dengan baik. Paduan suara yang baik juga memiliki pemimpin yang baik pula.
Semua saling berkaitan satu dengan yang lain, tidak bisa dipisahkan.
20 Owen Jender “Singing, Early History” dalam Stanley Sadie (ed.). The New Grove Dictionary of Music and Musicians vol. XVII. 1980 UK: Macmillan Publisher Limited.
11
Hasil Penelitian
Sejarah Gereja Kristen Indonesia Salatiga21
Jemaat Salatiga mulai berdiri terasa sulit, mengingat catatan sejarah jemaat
ini amat minim. Kita hanya dapat menelusurinya ketika pada awal 1900 telah
berkumpul sejumlah orang Tionghoa di rumah pekabar Injil Jasper, Jl. Kotapraja
(kini Jl. Sukowati). Memang ada juga pekabar Injil Kamp yang melayani orang
Jawa di Jl. Beringin (kini Jl. Patimura). Kedua kelompok murid itu bergabung
sepeninggal kedua pekabar Injil di atas, yang kemudian dilayani oleh pekabar Injil
van der Veen. Karena beliau pindah ke Ungaran untuk mengajar di Sekolah
Teologi di sana, maka kelompok itu dilayani oleh pekabar Injil H. Bax. Hal itu
terjadi sekitar, tahun 1930-an, bahkan pada tahun 1932 mereka berhasil
membangun gedung gereja, yang kemudian dipergunakan oleh Gereja Kristen
Jawa Tengah Utara (GKJTU).
Pada tahun 1938, pekabar Injil H. Bax wafat dan pelayanan kepada mereka
digantikan oleh Pdt. Liem Siok Hie bersama Sdr. Liem Yok Sien, salah seorang
anggota jemaat. Berikutnya, Guru Injil Tjoa Tjin Touw (Basile Maruta) yang
berperan, disusul Guru Injil Tan Ik Hay (Iskak Gunawan), yang kemudian
ditahbiskan menjadi pendeta yang pertama. Pada masa itu, jemaat memakai nama
`Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee‟ Salatiga. Pdt. Tan Ik Hay bersama Pdt. Basoeki
Probowinoto mencetuskan berdirinya Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG)
pada tahun 1956, yang memiliki sarana yang amat sederhana, diantaranya
menggunakan rumah yang berdinding bambu. PTPG inilah yang merupakan cikal
bakal Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Menjelang kepindahan beliau ke GKI Ngupasan Yogyakarta, jumlah
anggota GKI Salatiga sudah mencapai 400 orang. Kepindahan itu terjadi pada
tanggal 3 Maret 1959. Pengganti beliau adalah Pdt. Go Eng Tjoe (Paulus Sudirgo)
yang semula melayani GKI Purwokerto. Pada masa pelayanan Pdt. Go Eng Tjoe,
jemaat berhasil membeli sebidang tanah di Jl. Jenderal Sudirman 111. Di atas
tanah inilah dibangun gedung gereja yang sekarang. Selanjutnya perkembangan
jumlah anggota bertambah pesat dengan kehadiran para mahasiswa UKSW dan
21 https://situsbudaya.id/sejarah-gereja-kristen-indonesia-salatiga/ (diakses pada 19 Mei 2018, pukul 14.00 WIB).
12
para buruh dari PT. Damatex. Dengan demikian, cukup beragamlah kehadiran
pelbagai etnis di tengah jemaat GKI Salatiga.
Berikutnya, Pdt. Go Eng Tjoe pada tahun 1965 memenuhi panggilan GKI
Pengampon Cirebon dan beliau digantikan oleh Pdt. Tan Tjioe Gwan (Paulus
Widihandojo) yang semula melayani GKI Blora. Kemudian, jemaat juga
memanggil Sdr. The Koen Bik meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan di
Amerika Serikat pada tanggal 1 Oktober 1989, sehingga jemaat memanggil calon
pendeta atas diri Sdr. Yahya Wijaya, yang kemudian ditahbiskan pada tanggal 19
September 1991. Karena kepergian Pdt. Yahya Wijaya ke Inggris dalam rangka
proyeksi selaku calon dosen Fakultas Teologi `Duta Wacana‟ Yogyakarta, maka
dipanggilah Pdt. Iman Santoso, yang semula melayani GKI Parakan dan
diteguhkan pada tanggal 26 Mei 1998. Tercatat pada tahun 2000 ini jumlah
anggota jemaat GKI Salatiga sekitar 2000 orang. Dan dari tahun 1998 hingga
2019 sekarang ada pendeta yang melayani di GKI salatiga ada 3 pendeta yang
berpelayanan di GKI salatiga yaitu Pdt. Imam Santoso, Pdt Yefta Setiawan
Krisgunadi, dan Pdt. Helen Manurung.
Sejarah Paduan Suara di GKI Salatiga
Paduan suara yang pertama kali ada di GKI adalah paduan suara Komisi
Wanita sampai pada tahun 1990, dan paduan suara ini terbentuk karena
permintaan dari Pdt yahya Wijaya yang dulunya senang membuat liturgi yang
bervariasi dan kreatif. Pada tahun 1991 ada lomba pesparawi Klasis dan
diharapkan menjadi paduan suara campuran, sehingga paduan suara komisi wanita
ini merekrut bapak-bapak sehingga terbentuk suatu paduan suara campuran, yang
berganti nama menjadi paduan suara Imanuel yang dilatih pak Yacob. Pada tahun
1992 pak Yacob pindah ke Magelang, sehingga digantikan oleh ibu Lestari
Martini yang akrab di panggil ibu Tri, kemudian juga diambil alih oleh ibu Gi,
pendatang dari jakarta yang mencari paduan suara dan bergabung, kemudian juga
datang pak Budi dari Solo bergabung dengan PS Imanuel, dan menjadi pelatih
hingga sekarang.
Di paduan suara Imanuel dari awal terbentuk hingga sekarang mempunyai
pengurus, seperti ketua, sekertaris dan bendahara. Tugas pengurus itu mencari
13
lagu yag cocok dengan liturgi, mengatur keuangan atau uang iuran dari anggota
paduan suara, mencari tempat pelayanan di dalam GKI Salatiga mampu diluar.
Kemudian untuk ibadah untuk anggota paduan suara atau retreet tidak ada pada
zaman itu, adanya hanya sebelum latihan, di awali dengan doa dan membaca
beberapa ayat Alkitab .
Pada waktu terbentuknya PS Imanuel ini, awalnya terdiri dari jemaat asli
dari Salatiga, tapi sekarang sudah banyak sekali para simpatisan dan anak-anak
mahasiswa UKSW yang bergereja di GKI saltiga yang ikut gabung dalam PS
Imanuel ini. Dulu juga jika ada acara paskah atau natal biasanya gereja
kekurangan paduan suara maka di umumkan di warta jemaat untuk setiap wilayah
harus mengeluarkan kelompok paduan suara kecil, tapi tidak semua wilayah ada
pelatih dan konduktor, maka hanya beberapa wilayah yang punya PS, tetapi yang
bertahan hanya wilayah 7. Di wilayah 7 banyak sekali yang rindu untuk
bergabung dalam PS, tetapi ada juga beberapa orang yang dari wilayah yang lain
yang ingin bergabung berlatih bersama wilayah 7 di karenakan tidak memiliki
pelatih di wilayah mereka masing-masing. PS wilayah 7 terus hidup, tetapi tidak
bisa bertahan terus dengan nama PS wilayah 7 karena anggota PS bukan hanya
dari wilayah 7, maka pada tanggal 15 agustus 2000, PS wilayah 7 berubah nama
menjadi PS Hosana.
Ada juga paduan suara etnis dari wilayah 7, paduan suara di etnis ini
biasanya ada jika ada ibadah etnis, biasanya membawa lagu etnis, dan paduan
suaranya sekarang namanya PS Efrata (dulu etnik Belanda) dan Sola Gratia
(etnik Tionghoa). Kedua paduan suara ini dulunya biasanya hanya akan
berpelayanan pada ibada etnik saja, tapi sekarang mereka bisa berpelayanan di
ibadah minggu dan ibadah yang lainnya.22
Adapun juga paduan suara pemuda yang dibawah naungan komisi
pemuda, paduan suara ini juga di bentuk karena kerinduan para muda-mudi yang
ingin memuji Tuhan lewat paduan suara yang dipimpin dulu oleh ibu Natalis
Sidanta, dan PS pemuda sekarang yang menjadi cikal bakal dari PS Magnificat.
Kemudian pada tahun 2005 di bentuk PS gabungan dari setiap golongan, dari
22 Wawancara dengan Ibu Lestari Martini sebagai sesepuh dan pemimpin paduan suara dari tahun 1992 sampai saat ini, (wawancara 17 Agustus 2019, pukul 14.30 WIB).
14
anak-anak sampai komisi usia lanjut, dan PS gabungan ini akan ada saat
event-event lomba pesparawi, hari raya gerejawi seperti Paskah, Natal, Pentakosta
dan lain-lain, serta PS ini juga ada di saat ada ide-ide untuk membuat konser
cantata dan lain sebagainya. PS gabungan masih aktif hingga sekarang ini.23
Respon Anggota paduan suara di GKI Salatiga Terhadap Paduan Suara
Ada beberapa orang yang menjadi narasumber dari penilitian ini, dan
narasumber ini berasal dari berbagai golongan dari komisi usia lanjut, komisi
dewasa, komisi pemuda, komisi remaja, dan ada beberapa simpatisan yang
bergereja di GKI Salatiga yang juga bergabung dalam paduan suara yang di GKI
Salatiga.
Ibu Lestari Martini salah satu sesepuh di gereja GKI Salatiga yang sampai
sekarang masih ikut dalam paduan suara, bergabung dalam PS di GKI tahun 1975
sampai detik ini. Menurut beliau, “bernyanyi di dalam paduan suara itu sesuatu
membangkitkan semangat saat masih muda hingga usia sekarang ini”. Berpaduan
suara menurut Ibu Lestari yang akrab di pannggil ibu Tri, bernyanyi dengan
bersama orang banyak, yang mempunyai karakter dan kemampuan yang berbeda
yang mengharuskan sikap kita untuk bersabar dan menahan ego. Ibu Tri
mengikuti paduan suara di GKI karena musikalitas orang-orang yang berpaduan
suara di GKI Salatiga sangatlah berkembang pesat, walaupun sudah usia lanjut,
ibu Tri masih ingin terus belajar dan berproses bersama teman-teman sebayanya,
ataupun adik-adik dan anak-anak yang ikut dalam paduan suara tersebut. Dalam
sebuah liturgi ibadah paduan suara sangat membantu proses peribadahan, karena
didalam sebuah ibadah harus memiliki singers yang membantu kelancaran dari
suatu peribadahan.
Spiritualitasnya bertumbuh dengan proses latihan, lirik lagu yang di
nyanyikan yang membuat iman ibu Tri merasa semakin hari semakin
bertumbuh.24
23 Wawancara dengan Ibu Natalis Sidanta sebagai pelatih dan anggota paduan suara yang ada di GKI Salatiga, (wawancara 02 Februari 2019, pukul 19.30 WIB). 24 Wawancara dengan ibu Lestari Martini pelatih paduan suara Hosana di GKI Salatiga, (wawancara 12 Mei 2019, pukul 20.00 WIB).
15
Menurut Ibu Evonny Eldertien Bangonan yang baru bergabung dalam PS
di GKI awal agustus 2018, mengatakan bahwa dia merasa bangga berbagabung
dalam paduan suara d GKI Salatiga, karena banyak belajar bersama orang-orang
yang mempunyai musikalitas yang baik, dan mendapatkan ilmu secara gratis dari
rekan-rekan paduan suara yang sudah bisa dikatakan cakap dalam bernyanyi dan
berpaduan suara. Ibu Evon merasa Rohnya bergejolak disaat sedang dalam proses
latihan dan dapat menmpilkan hal yang dilatihkan selama beberapa bulan kepada
jemaat, ibu Evon meresakan kepuasan tersendiri di dalam diriya karena bisa
menampilkan hasil latihan dia selama ini.25
Menurut ibu Natalis Sidanta, Bernyanyi itu salah satu cara untuk
mengekspresikan diri dan menyalurkan talenta yang telah di berikan oleh Tuhan.
Menurut beliau bernyanyi yang baik itu adalah bernyanyi yang sehat dan tidak
menyiksa atau membuat tenggorokan sakit, dan juga bernyanyi dari hati. Paduan
suara menurut ibu Natalis sidanta, adalah sekelompok suara yang di padukan dan
membentuk harmoni yang indah. Berpaduan suara juga, belajar untuk
bersosialisasi dengan rekan yang berbeda usia, belajar untuk tidak egois dalam
beryanyi maupun bersikap, belajar bersabar karena setiap orang memiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Ibu Natalis Sidanta, bergabung di dalam PS yang
ada di GKI Salatiga dari tahun 1989 hingga saat ini, dan beliau merasakan
perasaan yang berbeda karena tiap tahun berganti generasi. Salah satu yang
menjadi tantangan juga menurut beliau dalamberpaduan suara adalah masalah
menyatukan keberagaman etnis dan usia.
Menurut ibu Natalis Sidanta, saya merasa bahagia, beliau mengutip dari kutipan
Santo Agustinus “Qui Bene Cantat Bis Orat atau di terjemahkan dalam bahasa
inggris “He who sings well, prays twice” dengan pengertian bahwa seorang yang
bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali. Spiritualitas beliau
bertumbuh dari lirik-liri lagu yang dinyanyikan serta harmoni lagu dan menurut
beliau “ saya merasa terberkati dan menjadi berkat bagi orang yang mendengar
dan memaknai pujian yang kami bawakan”. Paduan suara sangat membantu
25 Wawancara dengan Ibu Evonny Eldertien Bangonan Anggota PS di GKI Salatiga, ((wawancara 17 Agustus 2019, pukul 20.30 WIB).
16
liturgi serta proses ibadah, maka dari itu lagu yang dinyanyikan oleh paduan suara
harus sesuai dengan tema dari khotbah.26
Menurut Reina Sabia Listya berpaduan suara tidak bisa di pisahkan
dengan bernyanyi. “Bernyanyi itu mensyukuri apa yang sudah Tuhan kasih, serta
menjadi suatu wadah untuk mencurahkan isi hati”. Bernyanyi yang baik menurut
Reina, bernyanyi dari hati. Menurut Reina paduan suara itu sekelompok orang
yang bernyanyi dan memiliki tujuan yang sama, yaitu tujuan berpelayanan.
Selama proses Reina mengikuti paduan suara dari 2014 bergabung dalam PS
Magnificat dan PS gabungan, spiritualitasnya terus bertumbuh dan senang
melayani orang lain lewat talentanya. Paduan suara sangat membantu proses
ibadah karena dengan adanya paduan suara, maka ibadah tidak monoton dengan
liturgi yang biasa-biasa saja, tetapi ibadah lebih kelihatan lebih kreatif dan
menarik.27
Menurut Yambres Leunupun, selama dia mengikuti PS gabungan tahun
2018 untuk konser cantata natal PS gabungan GKI salatiga, dia merasa terberkati
dengan dengan lirik setiap lagu, merasa banyak pelajaran yang bisa dia ambil dari
proses latihan. Dia selalu berpegang teguh pada misi pelayanan gereja mempunyai
bagian yang integral, dalam bermusik gereja khususnya paduan suara, seperti apa
yang disampaikan oleh Marthin Luther King “ sekali bernyanyi ada 3 hal yang
terjadi; Bernyanyi, Berdoa dalam bentuk bernyanyi, dan Berkhotbah dalam
bentuk bernyanyi”. Menurut Yambres hal utama yang ingin di capai adalah
bagaimana orang dapat merasakan Tuhan, mengenal Tuhan, dan merasakan
betapa hebatnya Tuhan lewat pujian yang di bawakan dan Yambres mendapatkan
misi gereja di dalam paduan suara.28
Menurut Jefrey Nugroho, bernyanyi itu menyampaikan pesan dari sebuah
lagu, paduan suara adalah perpaduan dari beberapa suara untuk dijadikan suatu
harmoni, sehingga pesan lagu tersampaikan dengan baik. Jefrey ikut dalam PS di
GKI Salatiga dari tahun 2013 awalnya bergabung dengan PS Magnificat
26 Wawancara dengan Ibu Natalis Sidanta pelatih dan Anggota PS di GKI Salatiga, (wawancara 02 Februari 2019, pukul 19.30 WIB). 27 Wawancara dengan Reina Sabia Listya anggota PS di GKI Salatiga, (wawancara 02 Februari 2019, pukul 20.30 WIB). 28 Wawancara dengan Yambres Leunupun aanggota PS GKI di Salatiga, (wawancara 13 April 2019, pukul 13.10 WIB).
17
kemudian tergabung dalam PS gabungan GKI untuk mengikuti hari raya gerejawi,
konser dan event-event paduan suara. Dia senang bergabung dengan PS di GKI
salatiga karena banyak orang yang punya materi yang baik tentang musik, dan
berjiwa berpelayanan serta menkankan teknik serta rasa dalam sebuah intrepertasi
lagu. Dalam proses dia tergabung dalam paduan suara, spiritualitasnya bertumbuh
karena dia jarang membaca Alkitab, oleh sebab itu lirik-lirik lagu dari paduan
suara itu bisa menguatkan imannya dengan pesan alkitab yang terkandung dalam
lagu yang dinyanyikan.29
Menurut Evangs Mailoa bernyanyi dan berpaduan suara itu sama
mengeluarkan suara, hanya saja berbedanya paduan suara harus di bentuk materi
suara seklasik mungkin karena, paduan suara biasanya menjurus ke klasik. Selama
bergabung dengan PS yang ada di GKI Salatiga dia merasa terberkati dan
menambah banyak ilmu tentang hobinya, dia juga merasa terhibur dan dikuatkan
iman dan spiritualnya melalui lirik lagu yang dinyanyikan.30
Menurut Christiana
Meganingsih, bernyanyi seperti bercerita tetapi memakai melodi atau nada. Untuk
menceritakan atau menyampaikan makna dari lagu yang dinaynyikan. Paduan
suara menurutnya adalah bernyanyi bersama-sama sehingga harmonis dan tidak
menonjolkan diri. Kak Christiana Meganingsih yang sering di panggil kak Nina,
bergabung dengan PS gabungan GKI Salatiga pada tahun 2016. Spiritualitasnya
terasa bersemangat bernyanyi bersama rekan-rekan dan memaknai maksud Tuhan
lewat lirik lagu yang dinyanyikan.31
Analisa Data
Dalam setiap kehidupan manusia, ada banyak cara yang bisa digunakan
untuk mengekspresikan kehidupannya. Salah satu ekspresi itu adalah bagaimana
manusia mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya dengan menggunakan
musik. Musik merupakan media ekspresi seni yang dianggap paling komunikatif.
Melalui musik kita mampu membuat jiwa seseorang tenang sehingga ia mampu 29 Wawancara dengan Jefrey Nugroho anggota PS GKI di Salatiga, (wawancara 14 April 2019, pukul 10.30 WIB). 30 Wawancara dengan Evangs Mailoa anggota PS GKI di Salatiga, (wawancara 17 Mei 2019, pukul 20.00 WIB). 31 Wawancara dengan Christiana Meganingsih anggota PS GKI di Salatiga, (wawancara 17 Mei 2019, pukul 20.30 WIB).
18
merasakan sukacita. Paduan suara merupakan bagian dari music vocal. Sebagai
salah satu dari bagian yang tidak bisa di pisahkan dengan liturgi ibadah. Sebagai
bagian dari liturgi ibadah, paduan suara terdiri dari banyak orang yang bernyanyi
dengan menggunakan 4 suara yakni, sopran, alto, tenor dan bas. Namun dari hasil
pengamatan, penulis melihat fakta bahwa banyak gereja yang membutuhkan
paduan suara untuk membantu dan mendukung liturgi ibadah, bahkan banyak
gereja seiring perkembangan zaman paduan suara semakin berkembang, dan dari
paduan suara penumbuhan iman dan spiritualitas dari anggota paduan suara juga
semakin tumbuh. Karena itu penulis tertarik untuk mengetahui mengapa paduan
suara yang ada di GKI Salatiga mempunyai kualitas bukan hanya saja dalam
bernyanyi dalam paduan suara tetapi bagaimana menumbuhkan iman dan spiritual
setiap anggota PS yang ada di GKI Salatiga.
Untuk menjawab persoalan tersebut, maka penulis menggunakan metode
Kualitatif yaitu dengan melakukan wawancara terhadap subyek yang merupakan
bagian dari anggota paduan suara di GKI Salatiga, dari Anggota yang paling lama
bergabung dalam paduan suara hingga yang paling baru bergabung, dari anggota
yang paling tua, hingga anggota yang paling muda. Penulis menggunakan metode
wawancara karena metode ini menurut saya dapat memperoleh hasil jawaban
yang lebih lengkap dibandingkan metode lain. Sehingga berdasarkan metode ini,
maka adapun hasil analisa berdasarkan beberapa hasil wawancara yang saya dapat
sebagai berikut :
Paduan suara sebagai sarana meningkatkan spiritualitas anggota PS GKI
Salatiga
Paduan suara adalah salah satu ekspresi dari manusia, apa yang manusia
alami bisa dituangkan dalam kesenian yang mampu membuat manusia
menuangkan atau mengungkapkan apa yang ia alami melalui lirik lagu yang
dinyanyikan. Dan apa yang di ekspresikan itu bisa dilihat atau dimengerti oleh
orang yang mendengarkan dan agar terberkati juga dengan nyanyian yang
dilantunkan. Hal ini sama dengan apa yang dialami dan dilakukan oleh anggota
PS di GKI, bahwa mereka berpaduan suara untuk mengungkapkan rasa syukur
kepada Tuhan atas apa yang telah mereka alami dalam kehidupan.
19
Paduan suara juga mampu menggerakkan hati para jemaat GKI Salatiga
untuk memahami dan memaknai kehidupan. Ini adalah salah satu cara yang
digunakan jemaat GKI Salatiga untuk lebih mendekatkan dan meningkatkan
spiritual jemaat yang beribadah. Ibu Natalis Sidanta mengatakan bahwa “ Ketika
kami berlatih untuk menyiapkan pujian yang akan dinyanyikan, kita harus
benar-benar memahami benar inti dari lirik lagu, kemudian di interpretasikan
kedalam dinamika nada dan harmoni yang ingin ditampilkan, saat menampilkan
hasil latihan kami, maka disaat kami Menampilkan dan mengekspresikan makna
dari lagu, maka pesan dari lagu yang kami lantunkan berhasil di terima dengan
baik oleh pendengar dan kami pun merasa terberkati dan spiritual kita pun
bertumbuh”. 32
Hal ini sama seperti apa yang di ungkapkan oleh Owen Jender
dalam Stanley Sadie Mengemukakan bahwa “Singing is a fundamental mode of
expression, and better suited than dancing (in Western culture at least) to the
expression of specific ideas, since it is almost always linked to a text. Even
without words, however, the voice is capable of emotional utterance as unique,
personal and identifiable as the cry of an infant to its mother”.33
Menurut Owen Jender dalam Stanley Sadie yang berhubungan dengan
ekspresi spiritual dalam paduan suara ini karena berdasarkan hasil penilitian
bahwa jika paduan suara tidak digunakan maka ada rasa kurang semangat atau
merasa hampa untuk beribadah dan ini berpengaruh penting untuk lebih
memaknai tema pada setiap ibadah jika di gunakan. Semangat itu akan muncul
seperti dan serasa batin berjumpa dengan Tuhan, dan uniknya dapat umpamakan
seperti tangisan bayi kepada ibunya, sehingga teori sangat tepat untuk
meningkatkan ekspresi spiritual setiap anggota PS di GKI maupun bagi orang
yang mendengarkan.
Natalis Sidanta mengatakan bahwa berpaduan suara bukan hanya tentang
belajar bernyanyi, tetapi juga belajar untuk bersosialisasi dengan rekan yang
berbeda usia, belajar untuk tidak egois dalam beryanyi maupun bersikap, belajar
32 Wawancara dengan ibu Natalis Sidanta pempin dan anggota PS di GKI Salatiga, , (wawancara 02 Februari 2019, pukul 19.30 WIB). 33 Owen Jender “Singing, Early History” dalam Stanley Sadie (ed.). The New Grove Dictionary of Music and Musicians vol. XVII. 1980 UK: Macmillan Publisher Limited.
20
bersabar karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.34
Ini
seperti yang di sampaikan oleh Menurut Henry Nouwen didalam bukunya
“Menggapai Kematangan Hidup Rohani” menjelaskan bahwa perubahan dan
perkembangan hubungan setiap individu yang terus menerus hidup dengan dirinya
sendiri tampak berbuah hasil, yaitu dalam perubahan dan perkembangan yang
terus menerus berhubungan dengan orang lain. Melangkah dari sikap memusuhi
ke sikap ramah tamah adalah gerak yang menentukan hubungan kita dengan orang
lain.35
Teori ini ingin mengatakan bahwa jemaat GKI Salatiga terkhususnya
anggota PS di GKI Salatiga harus saling mengenal pribadi setiap pribadi, berawal
dari yang tidak kenal antara satu dengan yang lain, membenci satu dengan yang
lain karena berbagai alasan, beranjak dari situ berpindah ke sikap ramah tamah,
menghargai satu dengan yang lain, dan mengasihi antara satu anggota PS di GKI
Salatiga dengan anggota lainnya. Maka peningkatan spiritual seseorang bukan
saja berasal dari diri sendiri, tetapi dapat di bantu dengan orang lain, contoh
wadahnya seperti didalam paduan suara. Berdasarkan hasil penilitian bahwa
menurut anggota PS di GKI Salatiga, Paduan suara ini menunjukkan bahwa
Tuhan benar-benar hadir dalam cara apapun, proses peningkatan spiritual dan
iman pun bukan secara peribadi sendiri tetapi bisa dibantu oleh orang lain.
Peranan Paduan suara dalam ibadah di GKI Salatiga
Peran yang dimaksud penulis ialah keistimewaan yang dimiliki paduan
suara yang dijadikan sebagai pendukung liturgi ibadah di GKI Salatiga. Disini
penulis melihat dari aspek musikal yaitu bernyanyi berpaduan suara. Menurut ibu
Lestari Martini di dalam sebuah liturgi ibadah paduan suara sangat membantu
proses peribadahan, karena didalam sebuah ibadah harus memiliki singers yang
membantu kelancaran dari suatu peribadahan. 36
Menurut Agastya Rama Listya
secara sederhana Musik gerejawi dipahami sebagai semua musik entah itu
merupakan musik vocal atau instrumentalia yang menjadi bagian dari liturgi
peribadahan. Menurut penulis, teori mengenai musik ini bersifat terikat karena,
34 Wawancara dengan ibu Natalis Sidanta pempin dan anggota PS di GKI Salatiga, , (wawancara 02 Februari 2019, pukul 19.30 WIB). 35 Henri J.M Nouwen “Menggapai kematangan hidup rohani”(Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1985), 151. 36 Wawancara dengan ibu Lestari Martini, (wawancara 17 Agustus 2019, pukul 14.30 WIB).
21
liturgi suatu ibadah tidak bisa di lepas pisahkan dengan musik, mau itu musik
berupa instrumen ataupun musik vokal. Penulis juga melihat selain bersifat terikat
dengan liturgi, bahwa paduan suara benar-benar terkandung nilai kreativitas dan
spiritual. Nilai kreativitas dilihat dari bagaimana anggota PS di GKI Salatiga yang
bernyanyi bisa memakai alat musik maupun bernyanyi secara akapela, mau itu
memakai alat musik tradisional, atau modern, atau memakai alat-alat dapur untuk
diciptakan menjadi suatu perpaduan harmonis yang baik. Nilai spiritual ini bisa
dilihat dari bagaimana anggota PS GKI Salatiga membawakan sebuah lagu yang
liriknya berisikan ayat-ayat Alkitab, kalimat ajakan untuk bertobat, dan lain
sebagainya. Dan juga tidak terlepas dari itu juga cara penginterpretasi sebuah lirik
lagu kemudian di buat menjadi suatu harmoni dan dinamika yang mendukung
untuk bagaimana bisa tersampaikan kepada pendengar dan pendengar dapat
memaknai makna lagu yang dinyanyikan.
Berdasarkan hasil penilitian, bagi jemaat GKI Salatiga, paduan suara
sangat penting bagi gereja dan jemaat karena dapat membantu proses dan
kelancaran suatu peribadahan. Maka dari itu, lewat gereja dalam ibadah, paduan
suara lebih bisa di tingkatkan dan harus di lestarikan dengan melihat nilai
kreativitas dan spiritualitas.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan
tentang Bernyanyi Sebagai Bentuk Ekspresi Spiritualitas Anggota Paduan Suara
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga. Musik dapat membuat manusia menjadi
tenang dan damai. Musik juga bisa mengekspresikan apa yang dialami oleh
manusia dalam menjalani kehidupan. Musik juga sangat berpengaruh penting
dalam proses peribadahan di gereja, karena musik mampu menghipnotis manusia
agar dapat menghayati iman akan Tuhan. Paduan suara adalah bagian dari musik
vokal yang terdiri dari banyak orang yang digabung menjadi suatu harmoni yang
padu. Paduan suara juga mampu membantu meningkatkan spiritual seseorang,
melalui proses latihan, lirik lagu, nada dan melodi serta interpretasi lagu. Paduan
suara membantu meingkatkan spiritual berupa perubahan sikap dan tingkah laku
22
seseorang. Paduan suara yang baik adalah paduan suara yang baik ialah padaun
suara yang mampu membawa suatu lagu dengan baik dan mengekspresikan suatu
lagu agar tersampaikan kepada pendengar yang mendengarnya. Karena menurut
Santo Agustinus, “Qui Bene Cantat Bis Orat atau di terjemahkan dalam bahasa
inggris “He who sings well, prays twice” dengan pengertian bahwa seorang yang
bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali. Pernyataan ini benar-benar
di alami oleh anggota PS di GKI yang merasa terberkati setelah menyampaikan
cerita, dan makna dari sebuah lagu melalui harmoni. Karena itu, penulis
sependapat dengan pernyataan Santo Agustinus.
Paduan suara juga memiliki peran tersendiri dalam kreativitasnya
menyampaikan sebuah lagu, seperti memakai instrumen musik pembantu, atau
hanya bernyanyi memakai dinamika nada yang sudah diinterpretasikan oleh
pemimpin paduan suara. Nilai spiritual dari paduan suara bisa dilihat dari anggota
PS yang menyampaikan makna dari sebuah lagu yang dinyanyikan, serta jemaat
atau pendengar yang mendengar suara dan harmoni suatu paduan suara merasa
terberkati dan paduan suara bisa menjadi suatu sarana atau media untuk
berkomunikasi dengan Tuhan.
Saran
Gereja merupakan suatu tempat persekutuan bagi umat kristiani, yang
didalam persekutuan peribadahan tersebut terdapat lantunan instrumen musik dan
musik vokal salah satunya paduan suara dan sebagai salah satu cara untuk
menghayati keberadaan Tuhan serta iman akan Tuhan. Dalam ibadah bernyanyi
paduan suara merupakan salah satu anugerah dari Tuhan yang tidak semua orang
dapat di beri kesempatan itu. Karena itu paduan suara harus terus dijaga, di
lestarikan serta di tingkatkan lagi kemamuan anggota paduan suara agar dapat
membantu proses peribadahan dengan baik, dan penulis berharap
generasi-generasi anggota paduan suara bukan saja bernyanyi, tetapi harus
memilik teknik bernyanyi yang baik dan mampu menyampaikan serta
mengekspresikan makna dari lagu yang dibawakan, khususnya paduan suara yang
ada di GKI salatiga. Saran untuk penilitian selanjutnya agar bisa lebih terjun
kedalam proses latihan paduan suara yang ada di GKI Salatiga supaya bisa lebih
23
memperdalam spiritual yang terbentuk bukan saja dalam pembawaan lagu, tetapi
dari proses latihan juga.
24
Daftar Pustaka
Situs :
https://kbbi.web.id/ibadah
GKI Kayu Putih. Paduan suara Dalam Kebaktian
http://www.gkikayuputih.or.id/paduan-suara-dalam-kebaktian/ 03 September
2017.
https://situsbudaya.id/sejarah-gereja-kristen-indonesia-salatiga/
Di akses 23 februari 2019
http://www.ojs.sttjaffray.ac.id/index.php/JJV71/article/view/143/pdf_104
Di akses 15 Juni 2019
Jurnal :
Listya, Agastya Rama. “Kontekstulisasi Musik Gerejawi: Sebuah Keniscayaan,”
Jurnal Musik: Jurnal Seni Musik Vol.1, no.3 Februari 2010.
Ongkowijoyo, Yakub. “Pembelajaran Music Piano di Harvest International
Theological Seminary,” Jurnal Seni Music 4, no 2 (September 20017): 66.
Akses Juli, 18, 2019. dspace.library.uph.edu.
Shansky, Carol (2012) “Spirituality and Synagogue No.1, Article 6.Music : A
Case Study of Two Synagogue Music Ensembles,”Research Isues in
Music Education: Vol.10: No.1, Article 6.
Siahaan, Rohani “Paduan Suara Dalam memperkuuh Spiritualitas Dan Memberi
kontribusi bagi ibadah jemaat”. Jurnal Jaffray, Sekolah Tinggi Theologia
Jaffray 2014. Diakses 25 juli 2018.
Buku :
Herdiansyah, Haris, Metodologi penilitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial
Jakarta : Salemba Humanika ,2010.
Heuken, Adolf SJ. Spiritualitas Kristiani Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka,2002.
Holt, Bradley. A. Brief History of Christian Spirituality. Oxford: Lion
Publishing, 1993.
Martasudjita, Emanuel, Pr. Spiritualitas Liturgi Yogyakarta: Kanisius,2002.
25
Moleong, Lexy J. Metode Penilitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2010.
Nouwen, Henri J M. Menggapai Kematangan Hidup Rohani,
Yogyakarta: Kanisius 1985.
Prof. DR. Kaelan, H. M.S. Metode Penilitian Kualitatif Interdesipliner
Yogyakarta: Paradigma, 2012.
Simanungkalit, N. Teknik Vocal Paduan Suara Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Sitompul, binsar. Paduan Suara dan Pemimpinnya Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia 1986.
White, James F. Introduction to Christian Worship/Pengantar Ibadah Kristen
Terjemahan Liem Sien Kie, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,2002.
Widhyatama, Sila. Sejarah Musik dan Aspresiasi Seni di Asia, Jakarta: PT Balai
Pustaka, 2012.