Click here to load reader
Upload
ahmad-farhan-nugraha
View
45
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bentang alam Karst
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
1.1.1 Mengetahui kenampakan bentuklahan Karst melalui peta topografi
1.1.2 Mengerti pembuatan deliniasi bentuklahan Karst
1.1.3 Menghitung morfometri dari setiap satuan deliniasi
1.2 Tujuan
1.2.1 Dapat mengetahui ciri ciri kenampakan bentuklahan Karst melalui peta
topografi
1.2.2 Dapat membuat deliniasi bentuklahan Karst
1.2.3 Dapat menghitung morfometri dari setiap satuan deliniasi
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Senin, 9 Maret 2015
Waktu : 18.30 – 21.00 WIB
Tempat : Ruang 301, Gedung Pertamina Sukowati, Universitas
Diponegoro
1
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Bentang Alam Karst
Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan
sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang aneh, berkembang pada
batuan yang mudah larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada air alam
dan dijumpai pada semua tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977)
mendefinisikan topography karst sebagai daerah yang berbatuan yang mudah
larut dengan surupan (sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi
yang aneh (peculiar topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil,
penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk kedalam tanah
meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar.
Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian
tentang topografi karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah
dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas,
penyaluran yang tidak teratur, aliran sungainya secara tiba-tiba masuk kedalam
tanah dan meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar ditempat lain
sebagai mata air yang besar”.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentang Alam Karst
2.2.1 Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst
meliputi ketebalan batugamping, porositas dan permeabilitas
batugamping serta intensitas struktur (kekar) yang mengenai batuan
tersebut.
2
Ketebalan Batugamping
Menurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini
batugamping) yang baik untuk perkembangan topografi karst harus
tebal. Batugamping tersebut da[at masif atau terdiri dari beberapa
lapisan yang membentuk satu unit batuan yang tebal, sehingga mampu
menampilkan topografi karst sebelum batuan tersebut habis terlarutkan
dan tererosi. Ritter (1978) mengemukakan bahwa batugamping yang
berlapis (meskipun membentuk satu unit yang tebal), tidak sebaik
batugamping yang massif dan tebal dalam pembentukan topografi
karst ini. Hal ini dikarenakan material sukar larut dan lempung yang
terkonsentrasi pada bidang perlapisan akan mengurangi kebebasan
sirkulasi air untuk menmbus seluruh lapisan. Sebaliknya pada
batugamping yang massif, sirkulasi air akan berjalan lancer sehingga
mempermudah terjadinya proses karstifikasi.
Porositas dan Permeabilitas
Kedua hal ini berpengaruh terhadap sirkulasi air dalam batuan.
Menurut Ritter (1978), porositas primer ditentukan oleh tekstur batuan
dan berkurang oleh proses sementasi, rekristaslisasi dan penggantian
mineral (missal dolomitisasi) sehingga porositas primer tidak begitu
berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Sebaliknya dengan porositas
sekunder yang biasanya terbentuk oleh adanya retakan atau pelarutan
dalam batuan. Porositas (baik primer maupun sekunder) biasanya
mempengaruhi permeabilitas yaitu kemampuan batuan batuan untuk
melalukan air. Disamping itu permeabilitas juga dipengaruhi oleh
adanya kekar yang saling berhubungan dalam batuan. Semakin besar
permeabilitas suatu batuan maka sirkulasi air akan berjalan semakin
lancer sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.
Intesitas Struktur Terhadap Batuan
3
Intersitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh terhadap
proses karstifikasi. Disamping kekar dapat mempertinggi
permeabilitas batuan, zona kekar merupakan zona yang lemah yang
mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar
dalam batuan proses pelarutan dan erosi berjalan intensif. Ritter (1978)
mengemukakan bahwa kekar biasanya terbentuk dengan pola tertentu
dan berpasangan (kekar gerus), tiap pasang membentuk sudut antara
70° sampai 90° dan mereka saling berhubungan. Hal inilah yang
menyebabkan kekar dapat mempertinggi porositas dan permeabilitas
sekaligus sebagai zona lemah yang menyebabakan proses pelarutan
dan erosi berjalan lebih intensif. Apabila intensitas pengkekaran sangat
tinggi maka batuan menjadi mudah hancur atau tidak memiliki
kekauatan yang cukup. Disamping itu permeabilitas mejadi sangat
tingi sehingga waktu sentuh batuan dan air sangat cepat. Hal ini
menghambat proses kartifikasi (Ritter, 1978). Adanya control struktur
dalam pembentukan topografi karst ini diberikan contoh pada
pembentukan gua
Gambar 2.1 Sketsa Gua oleh Kekar
2.2.2 Faktor Kimia
Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah
kondisi kimia batuan dan kondisi kimia media pelarut.
Kondisi Kimia Batuan
4
Kondisi kimia batuan yang dimaksud adalah komposisi dan sifat
kimia (kelarutannya).
Secara umum berdasarkan komposisinya batugamping dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, tetapi sesuai dengan
namanya, batugamping sedikitnya mengnadung 50% mineral karbonat
ynag umumnya berupa kalsit (CaCO3). Dua jenis mineral karbonat
yang umum ada pada batugamping adalah kalsit dan dolomite
(Sweeting, 1973 dalam Ritter, 1978). Menurut Leigton dan Pendextel
(1962 dalam Ritter, 1978), bila batuan mengandung mineral dolomite
lebih dari 50% maka batuannya disebut dolomite dan bila batuannya
mengandung mineral kalsit lebih dari 50% maka batuannya disebut
batugamping. Batugamping inilah yang mempunyai kecenderungan
untuk membentuk topografi karst.
Kondisi Kimia Media Pelarut
Media pelarut dalam proses karstifikasi adalah air alam (natural
water) (Jehning, 1971 Vide Bloom, 1979). Kondisi kimiawi media
pelarut ini sangat berpangaruh pada proses karstifikasi.
Flint dan Skinner (1979) mengemukakan bahwa kalsit sangat sulit
lartu dalam air murni, akan tetapi ia akan larut dalam air yang
mengandung asam. Dialam, air hujan akan mengikat karbondioksida
(CO2) dari udara dan dari tanah disekitarnya membentuk air /larutan
yang bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3). Larutan inilah yang
akan melarutkan batugamping. Dengan demikian bahwa sifat kimiawi
media pelarut sangat dipengaruhi oleh banyaknya karbondioksida yang
diikatnya.
Disamping membentuk larutan asam, karbondioksida didalam air
akan meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan tersebut.
Tekanan parsial CO2 yang tinggi dalam larutan akan mempertinggi
kemampuan larutan untuk melarutkan kalsit.bloom (1979)
5
menyebutkan bahwa tekanan parsial CO2 pada air yang mengandung
udara (aerated aqueous) hanya 30 pa dan CaCO3 yang dapat
dilarutkannya kurang lebih hanya 63 mg/lt, tetapi pada kondisi tidak
ada udara (anaerobic) tekanan parsial CO2 meningkat sampai 30 Kpa
dan CaCO3 yang dapat dilarutkannya mencapai 700 mg/lt.
2.3 Bentang Alam Hasil Proses Karstifikasi
Nama Kars menurut Thornbury (1964) dipakai pertama kali untuk
menamakan sebuah daerah di Italia yaitu Carso. Daerah Carso merupakan dareah
seluas kurang lebih 38.500 km2 dengan ketinggian mencapai 2.500 m yang
litologinya berupa batugamping dimana gejala topografi kars berkembang baik
didaerah ini. Daerah kars yang dimaksud tepatnya berada disebelah timur laut
Laut Adriatic.
Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam kars dapat dibedakan
menjadi dua macam (Srijono, 1984, dalam Widagdo, 1984), yaitu bentuk-bentuk
konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan.
Gambar 2.2 Daerah Topografi Karst
6
2.3.1 Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk konstruksional adalah bentuk topogrfi yang dibentuk oleh
proses pelarutan batugamping atau pengendapan material karbonat yang
dibawa oleh air. Berdasarkan ukurannya, topografi konstruksional dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bentuk-bentuk minor dan
bentuk-bentuk mayor. Menurut Bloom (1979), yang dimaksud dengan
bentang alam kars minor adalah bentang alam yang tak dapat diamati
pada foto udara atau peta topografi, sedang bentang alam kars mayo
adalah bentang alam yang dapat diamati baik didalam foto udara atau peta
topografi.
Bentuk-bentuk topografi kars minor adalah :
Lapies, Merupakan bentuk tak rata pada permukaan batugamping akibat
adanya proses pelarutan, penggerusan atau karena proses lain.
Kars Split, Adalah celah pelarutan yang terbentuk dipermukaan. Kars
split sebenarnya merupakan perkembangan dari kars-runnel (solution
runnel). Bila jumlah kars runnel banyak dan saling berpotongan maka
akan membentuk kars split.
Parit Karst, Adalah alur pada permukaan yang memanjang membentuk
parit. Srijono (1984), mengemukakan bahwa parit kars ini merupakan
kars split yang memajang sehingga membentuk parit kars.
Palung Karst, Adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar,
dibentuk oleh proses pelarutan. Kedalamannya dapat mencapai lebih dari
50 cm. biasanya terbentuk pada permukaan batuan yang datar atau miring
rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
Speleothem, Adalah hiasan yang terdapat didalam gua yang dihasilkan
oleh endapan berwarna putih, bentuknya seperti tetesan air, mengkilat dan
menonjol. Hiasan ini merupakan endapan CaCO3 yang mengalami
presipitasi pada saat air tanah yang membawanya masuk kedalam gua.
Contohnya adalah stalaktit dan stalagmite
7
Gambar 2.3 Stalaktit (kiri) dan stalakmit (kanan)
Bentuk-bentuk topografi kars mayor adalah :
Surupan, Yaitu depresi tertutup hasil pelarutan denagn diameter mulai
dari beberapa meter sampai beberapa kilometer, kedalamannya
mencapai ratusan meter dan bentuknya dapat bundar atau lonjong
(oval)
Uvala, Adalah depresi tertutup yang besar, terdiri dari gabungan
beberapa doline, lantai dasarnya tidak rata.
Polje, Depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan dinding
yang curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya memanjang searah
jurus perlapisan atau zona lemah structural. Pembentukannya dikontrol
oleh litologi dan struktur dan mengalami pelebaran oleh proses korosi
lateral pada saat ia terisi air.
Jendela Karst, Adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan
antara ruang dalam gua dengan udara diluar yang terbentuk karena
atap gua tersebut runtuh, (Twidale, 1976). Disamping itu jendela kars
dapat pula terbentuk pada atap sungai bawah tanah.
8
Lembah Karst, Adalah lembah atau alur yang besar yang terdapat pada
lahan kars. Lembah ini terbentuk oleh aliran air permukaan yang
mengerosi batuan yang dilaluinya.
Gua (Cave), yaitu serambi tau ruangan bawah tanah yang dapat
dicapai dari permukaan dan cukup besar bila dimasuki oleh manusia
(Sanders, 1981). Gua seringkali teridir dari rangkaian ruangan
sehingga kedalamannya dapat mencapai ratusan meter.
Terowongan dan Jembatan Alam, yaitu lorong bawah tanah yang
terbentuk oleh pelarutan dan penggerusan air tanah atau oleh aliran
bawah tanah (Von Engeln, 1942). Terowongan alam memiliki ukuran
yang bervariasi artinya dapat berukuran besar atau kecil. Sebagai
contoh, terowongan di Virginia dapat berukuran mencapai 275 meter,
tingginya 23 meter dan lebarnya 40 meter.
2.3.2 Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan
Yang dimaksud dengan bentuk morfologi sisa pelarutan adalah
morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah berjalan
sangatlanjut sehingga meninggalkan sisa yang khas untuk lahan kars.
Morfologi sisa dapat berkembang baik terutama pada daerah yang
beriklim tropis basah (Bloom, 1979).
Macam-macam bentuk morfologi sisa yaitu :
Kerucut Kars, yaitu bukit kars yang berbentuk kerucut, berlereng terjal
dan dikelilingi oleh depresi yang biasanya disebut sebagai bintang (Ritter,
1978). Kerucut kars sering disebut sebagai kegelkars (bahasa Jerman).
Pada kenyataannya kerucut kars sering kali lebih mirip setengah bola
dibanding dengan bentuk kerucut.
9
Gambar 2.5 Kerucut Karst
Menara Kars, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi berbentuk menara
dengan lereng yang terjal, tegak atau menggantung, terpisah satu dengan
yng lain dan dikelilingi oleh dataran alluvial (Ritter, 1978). Menurut
Jenning (1971) dalam Ritter (1978) menara kars dan kerucut kars
dibedakan dalam hal keterjalan lereng dan adanya rawa / dataran alluvial
yang mengelilinginya.
Gambar 2.6 Menara karst
Mogote, adalah bukit terjal yang merupakan sisa pelarutan dan erosi,
umumnya dikelilingi oleh dataran alluvial yang hampir rata (flat).
Bentuknya kadang-kadang tidak simetri antara sisi yang mengarah kearah
datangnya angin dengan sisi sebaliknya.
10
Gambar 2.7 Mogote
BAB III
11
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
• Kertas Kalkir
• Pensil Warna
• Selotip
• Peta Topografi
• Kertas HVS
• Alat tulis
• Penggaris 30 cm
3.1.2 Bahan
• Peta topografi Daerah Yogyakarta dan Sekitarnya
3.2 Diagram alir
2.2.1 Deliniasi satuan deliniasi karst dan satuan deliniasi Struktural
12
Merekatkan kertas kalkir menggunakan selotip diatas peta topografi. Direkatkan kertas kalkir dengan penempelan hanya
pada salah satu sisi saja menggunakan selotip.
Menentukan satuan deliniasi karst dan satuan deliniasi Struktural. Kemudian diberi warna yang berbeda, satuan deliniasi karst
ditandakan dengan warna orange, dan satuan deliniasi structural ditandakan dengan warna ungu tua
Mulai
2.2.2 Deliniasi sungai multi basional, sungai, jalan, dan jalan setapak
2.2.3 Perhitungan morfometri
13
Selesai
Merekatkan kertas kalkir menggunakan selotip diatas peta topografi. Direkatkan kertas kalkir dengan penempelan hanya
pada salah satu sisi saja menggunakan selotip.
Membuat deliniasi sungai multibasional, sungai, jalan dan jalan setapak dikertas kalkir. Sungai multibasional di tandai dengan
bentuk bulat dengan warna biru muda, sungai diberi tanda dengan garis warna biru, jalan berwarna merah pekat dan jalan setapak
berwarna merah pudar.
Mulai
Selesai
Membuat 5 sayatan ditiap satuan deliniasi karst, dan satuan deliniasi struktural dengan memotong lima garis
kontur yang berurutan.
Mulai
2.2.4 Pembuatan Profil Sayatan Eksegrasi
14
Mengukur tiap sayatan yang dibuat menggunakan penggaris.
Perhitungan persen kelerengan
∆ HdX
x 100 %
∆ H = n kontur x IK
IK = 1
2000 x Skala peta
dX = Panjang sayatan (cm) x Skala
Menghitung beda tinggi pada satuan kontur yang berbeda
Mengklasifikasikan persen kelerengan dengan beda tinggi yang diperoleh dengan klasifikasi Van Zuidam
1983
Selesai
Mulai
BAB IV
15
Menentukan dua titik untuk pembuatan sayatan
Membuat deliniasi profil sayatan pada kertas millimeter blok
Selesai
PERHITUNGAN MORFOMETRI
Praktikan melakukan perhitungan morfometri pada peta topografi dengan skala
1: 25000. Perhitungan morfometri dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Tabel 3.2 Rumus interval kontur
Tabel 3.1 Perhitungan persen lereng
3.1 Perhitungan satuan deliniasi karst
Perhitungan persen (%) kelerengan
Panjang sayatan = 0,5 cm
dx = 0,5 x 25000 cm
= 125 m
% kelerengan =62,5125
x100 %=50 %
Panjang sayatan = 0,6 cm
dx = 0,6 x 25000 cm
= 150 m
% kelerengan =62,5150
x100 %=41,67 %
Panjang sayatan = 0,2 cm
dx = 0,2 x 25000 cm
= 50 m
16
Perhitungan Persen (%) Kelerengan :
∆ HdX
× 100%
∆ H=nkontur × IK
IK= 12000
× skala peta
dX¿ panjang sayatan ( cm) × skala
IK= 12000
×25000=12,5
∆ H=5 ×12,5=62,5
% kelerengan =62,550
x100 %=125 %
Panjang sayatan = 0,3 cm
dx = 0,3 x 25000 cm
= 75 m
% kelerengan =62,575
x100 %=83,33 %
Panjang sayatan = 0,2 cm
dx = 0,2 x 25000 cm
= 50 m
% kelerengan =62,550
x100 %=125 %
Rata rata persen kelerengan = 85%
Beda tinggi
Top hill – Down hill = 687 – 263 = 424 m
Klasifikasi Relief % Relief Beda Tinggi
Datar / hampir datar 0 – 2 < 5
Bergelombang landai 3 – 7 5–50
Bergelombang curam 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang 14 – 20 75 – 200
Berbukit terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan terjal 56 – 140 500 – 1000
Pegunungan sangat terjal > 140 >1000
Tabel 3.3 Tabel klasifikasi Van zuidam (1983)
Dari data tersebut didapatkan rata-rata persen lereng ke lima sayatan tersebut
sebesar 85 % , dan beda tingginya sebesar 424 meter, maka dapat diinterpretasikan
dengan melihat pengklasifikasian relief Van Zuidam (1983) daerah Struktural pada
peta topografi memiliki relief Pegunungan terjal
17
3.2 Perhitungan satuan deliniasi struktural
Perhitungan persen (%) kelerengan
Panjang sayatan = 0,5 cm
dx = 0,5 x 25000 cm
= 125 m
% kelerengan =62,5125
x100 %=50 %
Panjang sayatan = 0,4 cm
dx = 0,4 x 25000 cm
= 100 m
% kelerengan =62,5100
x100 %=62,5 %
Panjang sayatan = 0,3 cm
dx = 0,3 x 25000 cm
= 75 m
% kelerengan =62,575
x100 %=83,33 %
Panjang sayatan = 0,6 cm
dx = 0,6 x 25000 cm
= 150 m
% kelerengan =62,5150
x100 %=41,67 %
Panjang sayatan = 0,3 cm
dx = 0,3 x 25000 cm
= 75 m
% kelerengan =62,575
x100 %=83,33 %
Rata – rata persen kelerengan = 64,166 %
Beda tinggi
18
Top hill – Down hill = 632 – 350 = 282 m
Klasifikasi Relief % Relief Beda Tinggi
Datar / hampir datar 0 – 2 < 5
Bergelombang landai 3 – 7 5–25
Bergelombang curam 8 – 13 25 – 75
Berbukit bergelombang 14 – 20 75– 200
Berbukit terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan terjal 56 – 140 500 – 1000
Pegunungan sangat terjal > 140 >1000
Tabel 3.3 Tabel klasifikasi Van zuidam (1983)
Dari data tersebut didapatkan rata-rata persen lereng ke lima sayatan tersebut
sebesar 64,166 % , dan beda tingginya 282 meter, maka dapat diinterpretasikan
dengan melihat pengklasifikasian relief Van Zuidam (1983) daerah Karst pada peta
topografi memiliki relief bergelombang pegunungan terjal
19
BAB V
PEMBAHASAN
Pada hari Senin tanggal 29 Maret 2015 pukul 15.50 WIB dilaksanakan praktikum
Geomorfologi dan Geologi foto acara bentuklahan karst. Praktikum ini dilaksanakan
di ruang 302 Gedung Pertamina Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro.
Praktikum kali ini membahas mengenai kenampakan dan karakteristik suatu
bentuklahan karst pada peta topografi. Peta topografi yang digunakan memiliki skala
1:25.000. Peta topografi yang digunakan merupakan daerah Yogyakarta dan
sekitarnya. Praktikan diharapkan dapat memahami suatu bentuklahan karst dengan
melihat kenampakan dari peta tersebut, contohnya dapat membedakan satuan
deliniasi karst dan satuan deliniasi structural. Selain itu dapat mengetahui
kenampakan sungai multi basional, jalan, dan sungai serta menghitung persen
kelerengan, selisih ketinggian dan mengklasifikasikannya.
Bentuklahan fluvial adalah bentuklahan yang terbentuk pada daerah litologi
berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang
tidak teratur, alirannya sungainya secara tiba tiba masuk ke dalam tanah dan
meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar ditempat lain sebagai mata air
yang besar.
5.1 Satuan deliniasi Karst
Kontur rapat dideliniasi di atas kertas kalkir menggunakan warna orange.
Daerah dengan kontur rapat menandakan bahwa pada daerah tersebut merupakan
daerah yang mempunyai kelerengan yang curam. Daerah berkontur rapat juga
dapat mengindikasikan bahwa pada daerah tersebut dapat diindikasikan terdapat
struktur geologi.
20
Untuk menggambarkan kontur rapat secara keseluruhan dan untuk
melakukan perhitungan morfometri, dibuat 5 sayatan setiap 5 kontur dititik yang
berbeda yang dapat mewakili satuan deliniasi Karst. Setelah itu, menggunakan
perhitungan morfometri, dicari persentase kelerengannya dan beda tinggi pada
top hill dan down hill pada Stauan deliniasi Karst. Berdasarkan data tersebut
diperoleh rata – rata kelerengan sebesar 85% dan diperoleh beda tinggi sebesar
424 m, dari data ini dapat diperoleh bahwa satuan deliniasi karst termasuk dalam
daerah dengan relief berbukit terjal (Van Zuidam, 1983).
Berdasarkan kenampakannya pada peta topografi, bentuklahan karst
mempunyai ciri ciri kenampakannya pada peta topografi, yaitu banyak kontur
kecil yang tertutup, Aliran sungai yang tiba tiba hilang, sungai masuk kedalam
depresi kemudian menghilang, pada sungai besar alirannya berkelok kelok
dengan lembah yang dalam
Pola pengaliran yang terdapat pada daerah karst jika dilihat dari kenampakan
peta topografi merupakan Pola aliran Multi-Basinal, yang merupakan pola aliran
yang khas dari Bentang Alam Karst. Pola Aliran Multi-Basinal atau biasa disebut
Sinkhole adalah pola aliran yang sewaktu-waktu bisa hilang dan kemudian akan
muncul lagi di tempat yang berbeda. Oleh karena alirannya berada di bawah
tanah, maka pola aliran ini juga biasa disebut sungai bawah tanah. Hal ini
disebabkan oleh karena litologi pembentukan karst merupakan litologi yang
sifatnya mudah larut sehingga menyebabkan air mudah masuk oleh karena
porositas dan permeabilitasnya yang tinggi.
Litologi penyusun pada daerah karst biasanya merupakan litologi yang mudah
larut dan bersifat karbonatan, yaitu berupa batugamping. Dari litologinya dapat
diinterpretasikan bahwa daerah karst pada dahulunya merupakan laut dangkal
karena memiliki litologi yang bersifat karbonatan, lalu karena adanya tenaga
endogen menyebabkan terjadinya pengangkatan (uplift) yang menyebabkan
terbentuknya daratan dengan litologi batugamping.
21
Daerah Karst banyak dipengaruhi oleh struktur Geologi. Struktur dominan
yang mendukung terbentuknya bentuklahan karst adalah struktur kekar, karena
dari rekahan rekahan yang terbentuk mempengaruhi jalannya prosess
karstifikasi. Dengan adanya kekar maka akan terbentuk zona lemah berupa
rekahan rekahan yang akan memperbesar permeabilitas batuan sehingga air
mudah masuk ke celah celaha batuan dan kemudian melarutkan dan mengerosi
batuan.
Daerah Karst sendiri mempunyai potensi positif berupa daerah pertambangan
batugamping, daerah pengelolaan, wisata, sumber air. Sedangkan potensi
negatifnya yaitu kemungkinan terjadinya longsor. Tata Guna Lahan daerah karst
sendiri juga digunakan sebagai daerah tambang dan objek studi geologi.
5.2 Satuan deliniasi Struktural
Satuan deliniasi struktural dideliniasi di atas kertas kalkir menggunakan
warna ungu tua. Satuan deliniasi structural berdasarkan kenampakannya pada
peta topografi memiliki kontur yang rapat, daerah dengan kontur rapat
menandakan bahwa pada daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai
kelerengan yang curam. Satuan deliniasi structural juga dapat mengindikasikan
bahwa pada daerah tersebut dapat diindikasikan terdapat struktur geologi.
Untuk menggambarkan kontur rapat secara keseluruhan dan untuk
melakukan perhitungan morfometri, dibuat 5 sayatan setiap 5 kontur dititik yang
berbeda yang dapat mewakili daerah pada kontur rapat. Setelah itu,
menggunakan perhitungan morfometri, dicari persentase kelerengannya dan beda
tinggi pada top hill dan down hill pada daerah berkontur rapat. Berdasarkan data
tersebut diperoleh rata – rata kelerengan sebesar 64,166 %, dan diperoleh beda
tingginya sebesar 282 meter, dari data ini dapat disimpulkan bahwa satuan
deliniasi structural termasuk dalam daerah dengan relief pegunungan terjal (Van
Zuidam, 1983). Berdasarkan kenampakan satuan kontur rapat tersebut, dapat
22
diinterpretasikan bahwa pada wilayah tersebut memiliki ketinggian serta
kelerengan yang cukup terjal.
Selain itu, dilihat dari kontur rapat yang memiliki kesan bertekstur kasar,
mencirikan pada daerah tersebut terdiri dari batuan bertipe hardrock, yaitu batuan
beku. Serta juga dapat diindikasikan pada daerah satuan deliniasi struktural
terdapat struktur geologi seperti sesar, kekar atau lipatan, namun hal itu hanya
sebagai indikasi utama karena hanya melalui penginderaan jarak jauh dan belum
melakukan observasi lapangan.
Kemudian jika dilihat dari alur pengaliran yang menjari dan bercabang dan
juga mengalir kesemua arah dan akhirnya menyatu diinduk sungai, dapat
dinterpretasikan bahwa pola pengaliran pada daerah berkontur rapat memiliki
pola pengaliran dendritik. Pola dendritik seperti percabangan pohon,
percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di
batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan
sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin
yang homogen. Dari salah satu ciri pengaliran ini dapat mengindikasikan pada
daerah kontur rapat memiliki sungai stadia muda, karena dari kenampakan peta
topografinya pengaliran pada kontur rapat hanya berupa anak anak sungai.
Pada daerah kontur rapat, sulit menemukan jalan, pemukiman ataupun
pembangunan. Hal ini disebabkan karena pada kontur rapat sendiri yang
mendefinisikan daerah curam dan hal tersebut secara otomatis mengakibatkan
sulitnya akses kendaraan. Sehingga untuk pemukiman sendiri akan sulit
berkembang, sehingga bukan merupakan pilihan untuk membangun areal
pemukiman. Namun terlepas dari itu, pada umumnya daerah pada kontur rapat
dipilih menjadi objek wisata terutama untuk para pendaki gunung dan juga taman
nasional.
23
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
bentuklahan karst mempunyai ciri ciri kenampakannya pada peta topografi,
yaitu banyak kontur kecil yang tertutup, Aliran sungai yang tiba tiba hilang,
sungai masuk kedalam depresi kemudian menghilang, pada sungai besar
alirannya berkelok kelok dengan lembah yang dalam
Satuan Deliniasi karst ditandai dengan warna orange. Diperoleh rata – rata
kelerengan sebesar 85% dan diperoleh beda tinggi sebesar 424 m, dari data ini
dapat diperoleh bahwa satuan deliniasi karst termasuk dalam daerah dengan
relief berbukit terjal (Van Zuidam, 1983).
Satuan deliniasi structural ditandai dengan warna ungu tua. Diperoleh rata –
rata kelerengan sebesar 64,166 %, dan diperoleh beda tingginya sebesar 282
meter, dari data ini dapat disimpulkan bahwa satuan deliniasi structural
termasuk dalam daerah dengan relief pegunungan terjal (Van Zuidam, 1983).
6.2 Saran
Sebaiknya warga sekitar daerah karst dapat memanfaatkan sumber air yang
tersimpan di bawah permukaan tanah
Sebaiknya tidak dibangun pemukiman pada daerah dengan kelerengan yang
terjal
24
25