62
Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Indonesia : Tantangan Globalisasi Azyumardi Azra Benarkah ̃nasionalisme' sudah mati? Atau setidaknya, apakah betul nasionalisme' tidak relevan lagi? Dan pertanyaan lebih lanjut; apakah hubu ngan antara nasionalisme dengan agama-dalam hal ini Islam-dan bahkan dengan etnisitas? Menjawab pertanyaan pertama, menurut saya "secara imperatif tidak". Orang yang menyatakan riwayat"nasionalisme" yang

Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Indonesia : Tantangan GlobalisasiAzyumardi Azra

Benarkah ̃nasionalisme' sudah mati? Atau setidaknya, apakah betul nasionalisme' tidak relevan lagi? Dan pertanyaan lebih lanjut; apakah hubu ngan antara nasionalisme dengan agama-dalam hal ini Islam-dan bahkan dengan etnisitas?Menjawab pertanyaan pertama, menurut saya "secara imperatif tidak". Orang yang menyatakan riwayat"nasionalisme" yang dipahami sebagai suatu ideologi-telah tamat, sering mengutip karya klasik Daniel Bell, The End of Ideology (1960); atau lebih akhir lagi, karya Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man (1992).

Page 2: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Kesimpulan Bell yang secara implisit menyatakan bahwa nasionalisme, sebagai ideologi-telah berakhir adalahkekeliruan yang cukup fatal dan distortif. Pendapat Bell justru bertolak belakang. Ringkasnya, menurut Bell, ketikaideologi-ideologi intelektual lama abad ke-19-khususnya Marxisme telah exhausted (kehabisan tenaga, lumpuh) dalam masyarakat Barat, terutama Eropa Barat dan Amerika, ideologi-ideologi "baru" semacam industrialisasi, moderni sasi, Pan-Arabisme, warna kulit (etnisi tas), dan nasionalisme justru menemu kan momentumnya, khususnya di nega ra-negara yang baru bangkit di Asia Afrika seusai Perang Dunia. Lebih jauh, dalam pandangan Bell, ideologi-ideologi lama sebagai sistem intelektual yang dapat mengklaim ke

Page 3: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

benaran atas pandangan dunia mereka, telah kehilangan raison d'etre-nya di tengah perubahan sosial masyarakatbarat yang amat kompleks, khususnya menjelang dan terus berlanjut sampai usainya Perang Dunia II. Ideologi lamakehilangan tenaga karena lenyapnya semangat yang menyala-nyala (passion), sebagai akibat proses rasionalisasi danantromorfisasi. Pendeknya, ideologi-ideologi lama yang dalam segi-segi tertentu bersifat universalistik, humanistik yang dikonseptualisasikan kaum intelektual, kehilangan "kebe naran" dan kekuatan untuk memikat banyak orang di barat.Pada pihak lain, ideologi-ideologi baru yang sedang bangkit itu bersifat parokial dan instrumental. Ia dirumuskan,

Page 4: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dikonseptualisasikan dan dibentuk para politisi. Impulsi-impulsi yang melatar belakangi pertumbuhannya terutama adalah pembangunan ekonomi dan kekuatan nasional. Hal ini melibatkan koersi atas seluruh penduduk dan berbarengan dengan muncul dan berkuasanya elit penguasa baru yang menggiring dan memaksa rakyat atas nama kepentingan nasional. Justifikasi pun diberikan; bahwa tanpa koersi dan stabilitas nasional', kemajuan ekonomi tidak bisa dicapai.Tentu saja, di sini muncul persoalan klasik: Apakah negara-negara baru dapat tumbuh dengan mengembangkan institusi- institusi demokratis dan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membuat pilihan-pilihan sendiri atau apakah elitpenguasa baru dengan

Page 5: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

kekuasaan yang mereka genggam sebaliknya menggunakan cara-cara otoriter memaksakan transformasi ma syarakat mereka atas nama kepentingan nasional?

Nasionalisme, Modernisme, dan Globa lisasi.Bagaimana perkembangan nasionalisme kontemporer di Indonesia? Agak sulit memberikan peta yang pasti dan akurat. Harus diakui, terdapat semacam kelangkaan studi tentang nasionalisme di Indonesia dalam dasawarsa terakhir.Masih langkanya studi tentang subyek ini mengisyaratkan bahwa umumnya para ahli tentang Asia Tenggara agaknyamenganggap nasionalisme bukan lagi isu penting bagi kawasan ini. Hal ini

Page 6: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

sekaligus mengindikasikan bahwa gejolak dan gemuruh nasionalisme yang begitu menyala-nyala sejak awal abad 20 sampai akhir dekade 1960-an, kini semakin menyurut di Asia Tenggara.Memang, dalam beberapa dasawarsa terakhir, salah satu isu sentral di kawasan ini adalah modernisasi danindustrialisasi atau pembangunan, khususnya di Indonesia. Namun, sejauhmana dampak atau pengaruh modernisasiterhadap nasionalisme?Modernisasi dan industrialisasi kelihatannya merupakan salah satu faktor penting yang bertanggung jawab bagimenyurutnya nasionalisme di Indonesia. Namun, bertolak belakang dengan argumen Fukuyama tadi, ideology mo

Page 7: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dernisasi dan developmentalism, secara de facto, menggantikan nasionalisme (politik) yang menjadi ideologi dominandi kawasan ini sebelum tahun 1970-an. Kebutuhan dan pertimbangan-pertim bangan pragmatis untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang direncanakan seolah memaksa Indo nesia dan banyak negara berkembang lainnya mengorbankan sentimen nasio nalisme mereka vis-Ã -vis kekuatan-kekuatan dominan internasional. Dengan meminjam teori "ketergan tungan" (dependency theory), kita melihat Indonesia dan banyak negara yang termasuk ke dalam Dunia Ketiga-atau lebih baik, negara-negara tengah berkembang (developing countries)-terseret ke dalam orbit kapitalisme internasional.

Page 8: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Gejala ini kian menguat dengan meningkatnya globalisasi sejak 1980-an. Bermula dengan globalisasi pasar danekonomi yang berintikan liberalisasi pasar dan ekonomi, globalisasi juga dengan segera mengimbas ke dalam bidang politik, sosial, budaya dan seterusnya. Dalam bidang politik, globalisasi berarti liberalisasi politik yang memunculkan gelombang-gelom bang demokrasi, yang pada akhirnya membuat berakhirnya negara-negara dengan rejim-rejim otoriter.Dan Indonesia pun mengalami liberalisasi politik ini sejak 1998.Pada saat yang sama, secara kontradiktif globalisasi yang mendorong terjadinya liberalisasi politik, jugamemunculkan nasionalisme etnis (ethnic nationalism) dan bahkan

Page 9: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

tribalism yang bernyala-nyala, sebagai mana bisa dilihat pada kasus negara-negara bekas Uni Soviet, dan Yugoslavia sampai sekarang ini. Indonesia-dalam krisis ekonomi dan politik 1998 dan seterusnya-bahkan juga sempat dicemaskan banyak pengamat asing sebagai segera mengalami proses Balkanisasi, persisnya disintegrasi. Tetapi, prediksi itu tidak terbukti; dan, sebaliknya, negara-bangsa Indonesia tetap bertahan hingga kini.

Dengan bertahannya negara-bangsa Indonesia, nasionalisme juga jelas tidak sepenuhnya berakhir di Indonesia.Bahkan, dengan modernisasi dan deve lopmentalism-seperti dikemukakan di atas-kita melihat terjadinya transisi atau

Page 10: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

pergeseran bentuk-bentuk nasionalisme. Nasionalisme politik-kecuali dalam bentuk kedaulatan dan keutuhan wilayah- memang terlihat semakin menyurut, apalagi dengan berakhirnya perang dingin. Dalam konteks itu, kita melihat lenyap atau semakin berku rangnya konflik-konflik yang berakar dari nasionalisme politik di Indonesia.Sekali lagi, di tengah arus globalisasi, nasionalisme ekonomi dan kultural kelihatan menemukan momentum baru.Modernisasi dan industrialisasi yang berlangsung dalam ukuran relatif cepat dan berdampak luas mengakibatkanIndonesia dan negara-negara berkem bang umumnya harus menemukan dan mempertahankan pasar untuk produk-produk industri ekonomi, khususnya di negara-negara maju. Di sini nasiona

Page 11: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

lisme ekonomi Indonesia dan negara-negara berkembang harus berhadapan dengan proteksionisme negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa Barat.Di lain pihak, globalisasi informasi dan budaya yang dikendalikan negara-negara maju semakin dirasakan mengan cam budaya Indonesia dan negara-negara berkembang. Memang tidak seluruh sistem nilai dan budaya yangdisebarkan melalui globalisasi itu memiliki dampak negatif bagi perkem bangan sistem nilai budaya tradisional dan nasional Indonesia, yang mengan dung banyak kearifan local (local wisdom). Namun, rasa terancam dan kekhawatiranakan pelunturan nilai-nilai lokal jelas terus kian meningkat pula. Dalam hal ini, nasionalisme budaya

Page 12: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Indonesia memang masih kalah, mi salnya dibandingkan nasionalisme budaya Prancis dan sejumlah negara Eropa Barat lainnya, yang sempat mengancam untuk memboikot program-program TV buatan Amerika yang semakin mendominasi tayangan TV dinegara mereka. Indonesia dan negara-negara berkembang umumnya, tampak masih berada dalam tahap "keterpe sonaan" menyaksikan dan menerima globalisasi sistem nilai dan gaya hidup Amerika. Tiga Fase Nasionalisme Mempertimbangkan survei kasar ini, kita melihat bahwa konsep nasionalisme Indonesia bukanlah sesuatu yangbaku. Ia merupakan konsep dinamis yang mengalami perubahan sebagai hasil dialektika, baik dengan perubahan

Page 13: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

sosial, politik, dan ekonomi dalam negeri maupun dengan perubahan-perubahan pada tingkat global. Dalam kerangka itu, kita melihat setidaknya tiga tahap perkembangan nasionalisme di Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya. Tahap pertama adalah pertumbuhan awal dan kristali sasi gagasan nasionalisme. Fase ini ditandai penyerapan gagasan nasio nalisme yang selanjutnya diikuti pembentukan organisasi-organisasi yang disebut Benda dan McVey7 atauHobsbaw sebagai "proto-nasionalisme". Kemunculan dan pertumbuhan proto-nasionalisme, dalam banyak hal, meru pakan konsekuensi dari perubahan-perubahan cepat dan berdampak luas yang berlangsung di Indonesia dan ba nyak negara lain umunmya pada

Page 14: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dekade-dekade awal abad 20. Dalam periode ini, sebagaimana kita ketahui,kolonialis Belanda di Indonesia melak sanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial dan ekonomi ̃liberal'. Di Indonesia, dalam bidang sosial, peme rintah kolonial Belanda memperkenalkan politik etis yang, antara lain, meng hasilkan ekspansi pendidikan bagi pribumi. Dalam bidang ekonomi, kebijaksanaan liberal mendorong pertumbuhan sektor ekonomi modern, yang mempunyai dampak meluas terhadap ekonomi tradisional; Indonesia dengan segera dibawa ke dalam orbit ekonomi pasar. Semua perubahan cepat ini menim bulkan disrupsi dalam keseimbangan tatanan masyarakat tradisional; antara lain mengakibatkan terjadinya kemero

Page 15: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

sotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis.Namun, anomali atau malaise semacam ini di kalangan masyarakat, tidak sepenuhnya negatif. Keadaan ini justrumendorong munculnya kesadaran baru tentang dunia yang tengah berubah, dengan tantangan baru yang membutuhkan respons baru pula.Liberalisasi' dalam bidang pendidikan betapa pun terbatasnya, seperti dalam kasus Indonesia, berhasil memunculkan kelas terdidik baru, sekaligus kepemimpinan baru yang mempunyai peran sentral dalam kelahiran dan per tumbuhan awal proto-nasionalisme yang pada gilirannya menjadi nasionalisme yang lebih sempurna. Elit baru ini sangat berperan dalam menumbuhkan

Page 16: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

persepsi baru tentang nasionalitas berdasarkan pengalaman bersamamenghadapi penjajah. Mereka merekat berbagai potensi yang genuine dalam masyarakat. Tradisi mereka menjadibagian integral nasionalisme. Lagi-lagi dengan mengambil Indonesia sebagai contoh, kaum terpelajar mengambil inisiatif menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ̃nasional' tanah air Indonesia-dalam lingkup geografis kekuasaan Belanda- sebagai batas-batas wilayah nasionalisme. Demikian pula berbagai suku bangsa di kepulauan Nusantara terikat dengan pengalaman sejarah yang sama sebagai "bangsa Indonesia." Inilah salah satu tahap paling krusial dalam pembentukannegara-bangsa Indonesia; inilah tahapan sejarah yang secara logis berkaitan

Page 17: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dengan Kebangkitan Nasional 1908, yangpada 2008 ini kita rayakan sebagai Seratus Tahun atau Seabad Kebangkitan Nasional. Tema sentral yang sama yang dikembangkan pada fase proto-nasionalisme atau nasionalisme awal ini, seperti bisa diduga, adalah penciptaan dan penggalangan semangat nasiona litas vis-Ã -vis penjajah; inilah tahapan-seperti barusan dikemukakan-sebagai Kebangkitan Nasional. Represi dan koersi yang dilakukan pemerintah kolonial mengakibatkan dimensi politis nasionalisme dalam fase ini tidak bisa mekar secara sempurna. Karena itulah yang lebih menonjol dalampertumbuhan nasionalisme pada tahap ini adalah penggalangan dimensi-dimensi sosial dan kultural. Bahkan, organisasi2 proto-

Page 18: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

nasionalis yang muncul dan berkembang lebih bersifat kultural, sosial, pendidikan, dan ekonomi ketimbang politis. Hal ini dapat dilihat dari organisasi-organisasi sejak Budi Utomo, Jong Java, Jong Islamieten Bond, sampai pada SDI dan SI, misalnya. Melalui organisasi-organisasi inilah "an imagined political community" mulai mengambil bentuk nya dalam masyarakat Indonesia.

Dikatakan Gellner, nasionalisme sebe narnya tidak mempunyai akar begitu kuat dalam psike manusia. Ia harus diciptakan dan ditumbuhkan. Masa pendudukan Jepang (interregnum) yang singkat (1940-1945) merupakan periode katalis dalam mengakselerasi

Page 19: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

pertumbuhan nasionalisme di Asia Tenggara. Pendudukan Jepang otomatis menghambat kepentingan dan tujuanpemerintahan kolonial Eropa. Selain itu, sebagai bagian dari kebijaksanaan anti-Baratnya, Jepang dengan sengajamendorong pertumbuhan nasionalisme lokal di Indonesia dan wilayah-wilayah lainnya. Bahkan, Jepang memberikanpeluang-betapa pun terbatasnya-kepada para pemimpin lokal untuk membicarakan masa depan wilayah dan bangsamereka masing-masing. Dengan demikian, nasionalisme di Indonesia dan banyak negara lain segera memasuki fase kedua. Dalam fase ini,seperti bisa diduga, nasionalisme sangat sarat dengan muatan politis

Page 20: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

ketimbang sosial dan kultural. Tema pokoknasionalisme di sini adalah apa yang disebut pemimpin nasionalis, semacam Soekarno, sebagai "nation and characterbuilding", yakni memupuk keutuhan dan integritas negara dan bangsa yang akan segera terwujud, sebagaimanadijanjikan Jepang. Pembinaan nasionalisme dalam konteks ini, sesuai dengan kebijakan Jepang, bertujuan mencegahdengan cara apapun kembalinya kolonialisme dan imperialisme Eropa ke berbagai wilayah Asia. Pendudukan Jepang menciptakan perkembangan-perkembangan yang sangat kompleks bagi pertumbuhannasionalisme Indonesia. Golongan nasionalis yang memegang kendali

Page 21: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

sejak pertumbuhan awal nasionalisme, dengansengaja, dialienasikan penguasa Jepang. Jepang lebih memberi kesempatan dan ruang gerak kepada para pemimpinagama dan ulama. Hal ini sekadar langkah-antara untuk memobilisasi umat Islam dari tingkat paling bawah, †̃akar rumput'(grassroot). Langkah ini pada gilirannya menciptakan konflik antara kepemimpinan nasionalis dan kepemimpinan yangberakar pada sentimen keagamaan. Hanya beberapa saat menjelang berakhirnya pendudukan, Jepang kembali

Page 22: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

menoleh kepada kelompok nasionalis †̃sekuler'. Dengan sengaja, kelompok ini berhasil mengkonsolidasi diri untukkemudian memegang kendali dalam proses pembentukan †̃nation state' Indonesia. Kepemimpinan agama pada akhirnyaSekretariat Negara Republik Indonesiahttp://www.setneg.go.idwww.setneg.go.idDiHasilkan: 7 October, 2015, 20:42harus melakukan kompromi untuk meratakan jalan bagi pembentukan negara kebangsaan Indonesia, dengan menerimaPancasila sebagai ideologi nasional.12†̃Puncak' nasionalisme Indonesia-sesuai dengan kerangka Bell di atas-tercapai pada masa Soekarno. Berkat

Page 23: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

kemampuan intelektual dan retorikanya, presiden pertama Indonesia ini berhasil menggelorakan nasionalismeIndonesia, khususnya vis-à -vis kekuatan-kekuatan yang disebutnya sebagai neo-kolonialisme dan imperialisme(Nekolim). Soekarno bahkan bukan hanya menjadi perumus nasionalisme Indonesia yang eklektik, melainkan jugamenjadi †̃juru bicara' nasionalisme paling artikulatif, baik bagi Indonesia mau pun bagi negara-negara yang baru bebasdari cengkeraman imperialisme dan kolonialisme Barat. Bagi Soekarno, nasionalisme merupakan konsep sentral untuk membangun Indonesia yang mandiri dan terhormat di

Page 24: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

tengah percaturan internasional. Ia mengutuk eksklusivisme dan chauvinisme nasionalisme Eropa, yang justrumenciptakan eksploitasi terhadap bangsa-bangsa Asia Afrika. Bagi Soekarno, nasionalisme harus berdasarkan rasacinta kepada seluruh manusia. Namun, masyarakat Indonesia jelas terlalu majemuk dalam banyak hal untuk bisadiakomodasi dalam satu konsep nasionalisme. Baginya, konsep nasionalisme harus mampu memikat dan mengikatseluruh bagian masyarakat Indonesia. Kecenderungan eklektiknya memungkinkan dia untuk merumuskan konsep

Page 25: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

nasionalisme semacam itu berdasarkan sejumlah sumber yang bisa bertolak belakang satu sama lain. Dalamperumusan nasionalismenya, ia dapat mengambil dan menerapkan †̃analisis Marxis tentang penindasan imperialisme.Pada saat yang sama, ia juga menggunakan sikap permusuhan kaum Muslimin terhadap penjajah kafir. Denganmelakukan hal seperti itu, ia dapat mengembangkan gagasan sentral tentang nasion sebagai sebuah entitas yang dapatmendamaikan berbagai elemen yang bertentangan dalam masyarakat Indonesia dan mensubordinasikannya ke bawah

Page 26: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

tujuan-tujuan jangka panjang. Dalam kerangka itulah pada 1960-an, ia kemudian menggelindingkan konsep Nasakomuntuk menyimbolkan kesatuan nasionalisme, agama, dan komunisme.13 Nasionalisme Soekarno yang kental dengan sikap anti-Barat (atau Nekolim) itu dicapai melalui pembangkitansentimen dan penggalangan massa dengan menggunakan retorik dan jargon-jargon yang mempesona. Nekolimmerupakan versi 1960-an dari sikap anti-imperialisme pada 1920-an, yang dirancangnya agar cocok dengan situasi di

Page 27: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

mana kekuasaan kolonial langsung berakhir; sementara kolonialisme dalam bentuk dominasi ekonomi Barat tetapberlangsung. Masih dalam konteks nasionalisme semacam ini, Soekarno memperkenalkan konsep New EmergingForces (Nefos), kekuatan kebebasan, dan keadilan; dan Old Established Forces (Oldefos), kekuatan lama, penindasan.Atas nama kepentingan bangsa, nasionalisme, dan Nefos, Soekarno kemudian mengembalikan Irian Barat ke pelukanIndonesia dan melakukan kampanye †̃Ganyang Malaysia!'. Berakhirnya kekuasaan Soekarno menyusul kegagalan kudeta berdarah PKI pada 30 September 1965 menandai

Page 28: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

berakhirnya fase kedua nasionalisme yang gegap gempita di Indonesia. Bangkitnya pemerintah Orde Baru di Indonesiadi bawah pimpinan Jenderal Soeharto membuka kemunculan fase baru, yakni fase ketiga nasionalisme, tidak hanya diIndonesia, tetapi juga dalam konteks regional Asia Tenggara, bahkan dalam hubungannya dengan dunia internasionallebih luas. Soeharto dan militer yang merasa traumatis dengan pengalaman politik Indonesia pada masa Soekarno,dengan segera melancarkan program modernisasi dan industrialisasi, yang lebih dikenal dengan istilah pembangunan

Page 29: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

(dengan ideologi †̃developmentalism'). Di sini, sebagaimana diungkapkan pada bagian awal, nasionalisme politik-khususnya dalam konteks regional Asia Tenggara dan internasional-mulai disurutkan. Konfrontasi dengan Malaysiasegera ditamatkan. Slogan Soekarno yang terkenal "go to hell with your aid" dilipat ke balik lembaran sejarah.Penekanan kini diberikan pada nasionalisme ekonomi yang tidak jarang mengharuskan Indonesia meredamnasionalisme politiknya yang pernah berkobar-kobar. Sekretariat Negara Republik Indonesiahttp://www.setneg.go.idwww.setneg.go.idDiHasilkan: 7 October, 2015, 20:42Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama

Page 30: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Kebangkitan nasionalisme kultural dewasa ini, seperti disinggung di atas, dalam sejumlah kasus, tumbuhberbarengan dengan peningkatan sentimen etnisitas, bahkan sentimen keagamaan, yang pada gilirannya memunculkannasionalisme politik yang amat kental. Seperti dikemukakan Nodia, nasionalisme ibarat satu koin yang mempunyai duasisi. Sisi pertama adalah politik, dan sisi lainnya adalah etnik. Tidak ada nasionalisme tanpa elemen politik; tetapisubstansinya tak bisa lain kecuali sentimen etnik. Hubungan elemen ini ibarat jiwa politik yang mengambil tubuhnya

Page 31: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dalam etnisitas.14 Semua ini terlihat jelas melalui latar belakang kemunculan negara-negara di bekas Uni Soviet,Yugoslavia, Kurdistan, atau Eritrea, dan terakhir Kosovo. Nasionalisme yang muncul merupakan perpaduan sentimenetnisitas dan politik yang kemudian beramalgamasi dengan semangat keagamaan. Hasil dari perpaduan ini adalahnasionalisme yang sangat chauvinisme dan fascis, seperti terlihat jelas dalam kasus Serbia. John Naisbitt dalam buku, Global Paradox (1994), secara tersirat menyebut etnisitas chauvinistik dan radikal itu sebagaiâ ̃new tribalism". Tribalisme baru ini secara sempurna mewujudkan diri

Page 32: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dalam berbagai tindak kebrutalan, perkosaan,pembunuhan, dan bentuk-bentuk lain â ̃ethnic cleansing' di wilayah bekas Yugoslavia. Dan ini merupakan kecenderunganyang sangat berbahaya. Di sini Naisbitt mengutip laporan The Economist, yang menyatakan bahwa "virus tribalisme . . .mengandung risiko menjadi AIDS politik internasional, yang diam selama bertahun-tahun, tetapi tibaÂ-tiba membarauntuk menghancurkan berbagai negara." Naisbitt memprediksikan, pada masa depan kebanyakan konflik bersenjataakan bermotif etnik dan tribalisme ketimbang bermotif ekonomi dan politik.15

Page 33: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru. Konsep tentang †̃tribalisme baru' ini pertama kalidikembangkan Greely16 dan Novak17 dengan sebutan †̃new ethnicity'. Keduanya berargumen, sejak 1970-an di AmerikaSerikat terjadi semacam kebangkitan minat dan kesadaran etnisitas, sehingga sebutan Amerika sebagai melting potsemakin kehilangan maknanya. Namun, berbeda dengan †̃tribalisme baru' kontemporer yang disebut Naisbitt, Novakmelihat adanya dua elemen dasar etnisitas atau tribalisme baru itu, yaitu sensitifitas terhadap pluralisme etnik yang

Page 34: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

dipadukan dengan sikap respek terhadap perbedaan kultural antara berbagai kelompok etnis, dan pengujian secarasadar terhadap warisan kultural kelompok etnis sendiri.18 Sejauh mana relevansi teori Naisbitt atau Greely dan Novak dengan pengalaman Indonesia? Negara ini tentu sajamemiliki potensi etnisitas atau tribalisme yang luar biasa besar. Namun, harus diingat bahwa kebangkitan †̃tribalismebaru' yang relatif †̃modern' seperti terjadi di Amerika Serikat atau †̃tribalisme baru primitif' di bekas Yugoslavia mempunyai

Page 35: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

konteks sosial dan historis tertentu, yang dalam banyak segi berbeda dengan Asia Tenggara. Pengalaman historis Indonesia dengan nasionalisme, khususnya dalam hubungan dengan etnisitas dan agama sangatkompleks. Kompleksitas itu tidak hanya disebabkan perbedaan-perbedaan pengalaman historis dalam prosespertumbuhan nasionalisme, tetapi juga oleh realitas Indonesia yang sangat pluralistik, baik secara etnis mau pun agama.Peta etnografis Indonesia sangat kompleks, antara lain sebagai hasil dari tipografi kawasan ini. Indonesia dihunikelompok-kelompok etnis dalam jumlah besar yang, selain mempunyai

Page 36: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

kesamaanÂ-kesamaan fisik-biologis, juga memilikiperbedaan-perbedaan linguistik dan kultural yang cukup substansial. Meski pun demikian, dalam pertumbuhan nasionalisme di Indonesia umumnya, etnisitas dapat dikatakan tidak sempatsepenuhnya mengalami kristalisasi menjadi dasar nasionalisme. Terdapat beberapa faktor yang menghalangi terjadinyakristalisasi sentimen etnisitas tersebut. Yang terpenting di antara faktor-faktor itu adalah agama dan kesadaran tentangpengalaman kesejarahan yang sama. Sekretariat Negara Republik Indonesiahttp://www.setneg.go.idwww.setneg.go.idDiHasilkan: 7 October, 2015, 20:42

Page 37: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Dalam pengalaman Indonesia, kemajemukan etnisitas beserta potensi divisif dan konfliknya dengan segera dijinakkanfaktor Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk Islam menjadi "supra-identity" dan fokus kesetiaan yangmengatasi identitas dan kesetiaan etnisitas. Dengan demikian, kedatangan dan perkembangan Islam di Indonesia tidakhanya menyatukan berbagai kelompok etnis dalam pandangan keagamaan dan dunia yang sama, tetapi juga dalamaspek-aspek penting-yang bahkan menjadi dasar nasionalisme-khususnya bahasa. Berkat Islam, bahasa Melayu yang

Page 38: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

kemudian menjadi bahasa Indonesia, menjadi lingua franca berbagai kelompok etnis di Indonesia.19 Kesetiaan pada Islam di Indonesia pada gilirannya memperkuat kesadaran pengalaman kesejarahan yang sama. Dalampengertian ini, penjajahan Belanda-yang secara teologis menurut ajaran Islam, adalah kafir-merupakan semacamblessing in disguise. Dengan kata lain, penjajahan Belanda mendorong berbagai kelompok etnis di Indonesia bersatupada tingkat teologis keagamaan. Di sinilah kemudian sentimen etnisitas menjadi sesuatu yang tidak relevan. Lihatlah

Page 39: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

misalnya pengalaman Abd al-Shamad al-Palimbani (1704-1789), ularna besar asal Palembang yang mengirim surat-surat dari Mekah kepada penguasa Jawa Mataram untuk melakukan jihad melawan Belanda.20 Dengan demikian, dalam kasus Indonesia, Islam menjadi unsur qenuine, pendorong munculnya nasionalisme Indonesia.Pada saat yang sama, Islam juga mampu menjinakkan sentimen etnisitas untuk menumbuhkan loyalitas kepada entitaslebih tinggi. Kenyataan ini juga terlihat dari kemunculan Sarekat Islam (SI) yang merefleksikan nasionalisme keislaman-keindonesiaan, sekaligus sebagai respons terhadap kebangkitan nasionalisme di kalangan masyarakat Cina Hindia

Page 40: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Belanda-baik Cina keturunan maupun Cina totok.21 Walau pun SI pada esensinya merupakan amalgamasi dariberbagai aspirasi-dari gagasan Ratu Adil sampai ke tandingan terhadap dominasi Cina-ia mampu menjadi organisasiyang melewati batas-batas etnisitas dan wilayah. Dengan demikian, pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa etnisitas tidak menjadi faktor penghambat yang signifikandalam pertumbuhan nasionalisme Indonesia. Bahkan, etnisitas cenderung kehilangan relevansinya sebagai sebuahtema politik. Hanya ada sebuah contoh yang agak langka, Gerakan Hasan Tiro di Aceh yang memang berusahamengeksploitasi sentimen etnisitas Aceh vis-Ã -vis apa yang disebutnya

Page 41: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

sebagai â ̃kolonialisme Jawa'. Ternyata tema"etnisitas" seperti ini tidak mendapatkan dukungan historis, sosiologis dan kultural dari kelompok-kelompok etnis lainnya.Sebab itu, Hasan Tiro mencoba mengeksploitasi sentimen lain yang menurutnya mungkin lebih ampuh, yakni denganmengangkat nasionalisme Sumatera melalui apa yang disebutnya sebagai "Sumatera Merdeka". Ini jelas sudah keluardari etnisitas dalam pengertian sesungguhnya. Bisa dipastikan, tidak banyak orang Sumatera yang menganggap seriustema ini.

Page 42: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Saya sependapat dengan Himmelfarb, adalah ironi yang pahit bagi sejarah bahwa sekarang ini ketika nasionalisme lebihbaru menjadi lebih agresif dan brutal, nasionalisme lama menjadi lebih pasif, jinak, bahkan menolak kaitannya denganagama. Agama dipandang tidak hanya sekadar kendala, tetapi bahkan merendahkan nasionalisme itu sendiri. Ini terlihat,misalnya, dari pandangan Fukuyama yang menganggap agama hanya menimbulkan dampak negatif terhadapnasionalisme.22 Pengalaman pertumbuhan dan kebangkitan nasionalisme Indonesia dalam hubungannya dengan etnisitas dan agama,

Page 43: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

seperti dikemukakan di atas, cukup bertolak belakang dengan pandangan Fukuyama. Fukuyama benar ketikamenyatakan bahwa nasionalisme awal (tepatnya proto-nasionalisme) pada abad ke-16 di Eropa yang begitu kentaldengan sentimen keagamaan, hanya menghasilkan fanatisme keagamaan dan perang agama. Anggapan ini jugamungkin benar dalam hubungannya dengan brutalitas nasionalisme Serbia beberapa tahun lalu. Namun, dalam kasusIslam di Indonesia, justru kebalikannya. Dengan wajah yang lebih toleran dan ramah, Islam Indonesia justrumerangsang, menumbuhkan, dan berperan amat positif dalam pertumbuhan nasionalisme.

Page 44: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Revitalisasi Nasionalisme: Kebangkitan Nasional Kedua Seabad Kebangkitan Nasional pada 2008 merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan kembali pengalamanIndonesia dengan Kebangkitan Nasional dan nasionalisme di masa kontemporer sekarang ini. Banyak kalangan menilaibaik semangat Kebangkitan Nasional mau pun nasionalisme Indonesia itu sendiri tengah mengalami kemerosotansecara signifikan. Di tengah hiruk pikuk liberalisasi politik dan demokratisasi dalam satu dasawarsa terakhir-sejak 1998-tema Kebangkitan Nasional dan bahkan nasionalisme bahkan tidak lagi menjadi wacana publik.

Page 45: Web viewsotan kepemimpinan tradisional dan melonggarnya ikatanÂ-ikatan komunal dan etnis. ... Teori tentang †̃tribalisme baru' sesungguhnya tidaklah terlalu baru

Dalam pandangan saya, nasionalisme tetap relevan. Di tengah arus globalisasi yang terus meningkat, justrunasionalisme perlu revitalisasi-kembali digelorakan setiap anak bangsa; jika Indonesia tetap bertahan. Hanya denganmenggelorakan nasionalisme, semangat keindonesiaan, kita boleh berpikir tentang Kebangkitan Nasional kedua dalammasa-masa Milenium Kedua Kebangkitan Nasional negara-bangsa Indonesia.[] ------