Upload
tia-arianti
View
239
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
efusi
Citation preview
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di
seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular.
Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk
mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat
sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32
juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Di Amerika
setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pectoris tak stabil;
dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal
atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.1
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini
merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan
menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari
seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka
kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu
diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK.1
Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan
karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom koroner akut
berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini
berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan
kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard. Sebagai respon terhadap
injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi granuler yang
menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan
trombus.2,3
1
Sindrom koroner akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.
Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan
pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan
plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis,
vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina
pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau
ST elevation myocardial infarction / STEMI sampai kematian jantung mendadak.1
Pada infark miokard Ustable Angina Pektoris (UAP)/Non ST Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada dan perubahan EKG (ST
elevasi pada STEMI dan ST depresi,T inversi atau normal pada NSTEMI) disertai tes
cardiac status (kualitatif) atau tes cardiac reader (kuantitatif). Pada angina biasa tidak
ada perubahan dengan EKG dan tidak terdapat kenaikan enzim jantung.2
Paradigma pengobatan atau strategi terapi medis penderita SKA berubah dan
mengalami kemajuan pesat dengan adanya hasil-hasil penelitian mengenai
patogenesis SKA dan petunjuk-petunjuk penatalaksanaan baru. Kemajuan pesat
dalam terapi medis tersebut mencakup terapi untuk mengendalikan faktor risiko
(terpenting statin untuk dislipidemia, obat antihipertensi terutama obat ACE-I, obat
penghambat reseptor A-II), obat-obat baru antitrombotik, gagal jantung, dan aritmia.1
2
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut WHO, penyakit jantung koroner adalah gangguan pada miokardium
karena ketidakseimbangan antara aliran darah koroner dengan kebutuhan oksigen
miokardium sebagai akibat adanya perubahan pada sirkulasi koroner yang dapat
bersifat akut (mendadak) maupun kronik (menahun).4,5
Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pektoris. Angina pektoris
ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu
melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi > 70% penyempitan arteri koronaria. Angina pektoris dapat muncul
sebagai angina pektoris stabi (APS) dan keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih
berat dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA).6
Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari:
Angina pektoris stabil (APS)
Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu,
punggung ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau stres emosional
dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau dengan obat nitrogliserin.6,7
Sindroma Koroner Akut (SKA)
Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya
erosi, fisur atau robeknya plak arterosklerosis sehingga menyebabkan
trombosis intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan
kebutuhan oksigen miokard.6,7,8
Yang termasuk SKA adalah :
a. Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu:
Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
3
Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20 menit), dan lebih
sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan
Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat6,9
b. Infark miokard akut (IMA), yaitu
Nyeri angina yang umunya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih).
IMA bisa berupa Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI) dan ST elevasi
miokard infark (STEMI).9
2.2 Epidemiologi
Sindroma angina pektoris tidak stabil telah lama dikenal sebagai gejala awal
dari infark miokard akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS
merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati
mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS. Sedangkan
penelitian jangka panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita ATS
dengan tingkat kematian 14-80%. ATS menarik perhatian karena letaknya di antara
spektrum angina pektoris stabil dan infark miokard, sehingga merupakan tantangan
dalam upaya pencegahan terjadinya infark miokard.9
Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena
angina pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan
infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di
tegakkan.9
2.3 Patofisiologi
Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner,
anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.10
4
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris
tidak stabil :
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina
pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak
aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung
jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak
mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada
tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan
lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak
stabil.
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan
karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti
lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya
trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak
berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk
memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan
platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut
5
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam
memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi
oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan
menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga
dapat menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan
trombus.
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi
dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya
perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi
sistemik.10
Gambar 2.3 Proses aterosklerosis10
6
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara
pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis. Pada saat beban kerja suatu
jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan
oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan
akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila
arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak
dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan
kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya
endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang
berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi
ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang
memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum
mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas
berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi
sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke
proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan
asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris
mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung
singkat.11
2.4 Klasifikasi
7
2.4.1 Klasifikasi CCS untuk Angina Pektoris
Klasifikasi CCS (Canadian Cardiovascular Society) digunakan untuk menilai
berat ringannya angina pada penderita penyakit jantung coroner.19
Kelas CCS KeteranganCCS I Pasien dengan penyakit jantung koroner tanpa limitasi aktivitas
fisik. Angina timbul pada aktivitas fisik yang berat
CCS II Pasien dengan penyakit jantung koroner dengan limitasi ringan
terhadap aktivitas fisik. Angina timbul pada aktivitas fisik yang
lebih berat dari aktivitas sehari-hari
CCS III Pasien dengan penyakit jantung koroner dengan limitasi bermakna
terhadap aktivitas fisik. Angina timbul pada aktivitas fisik sehari-
hari
CCS IV Pasien dengan penyakit jantung koroner dengan ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas apapun tanpa menimbulkan gejala
angina. Angina timbul dalam keadaan istirahat atau tanpa
melakukan aktivitas
Klasifikasi angina pectoris tak stabil menurut Braunwald 1989 berdasarkan
beratnya serangan angina dan keadaan klinik.7
Beratnya angina :
1. Kelas I angina yang berat untuk pertama kali atau semakin bertambahnya
nyeri dada.
2. Kelas II angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan tapi
ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
3. Kelas III angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali
atau berulang dalam waktu 48 jam terakhir. 7
8
Keadaan klinis :
1. Kelas A angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi atau febris
2. Kelas B angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstra cardiac.
3. Kelas C angina yang timbul setelah seranga infark miokard7
Intensitas pengobatan :
1. Tak ada pengobatan atau hanya pengobatan minimal.
2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi standar
3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberi pengobatan yang
maksimum, dengan beta blocker, nitrat, dan antagonis kalsium.7
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) ialah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan
miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai
keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan
ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST
ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.9
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan pasien antara lain adalah keluhan angina untuk pertama kali atau
angina yang semakin memberat dari biasa. Angina biasa dirasakan saat beraktivitas
atau pada saat istirahat. Nyeri dada ini biasanya dirasakan beserta keluhan sesak
nafas, mual sampai muntah, keringat dingin. Nyeri dadanya bersifat khas, dengan
kriteria sebagai berikut:
Kualitas nyari
- Rasa tertekan/tertindih1,12
- Rasa tidak nyamanan/kesusahan/kegelisahan1,12
9
- Rasa seperti kesempitan1,12
- Rasa berat1,12
Lokasi
Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri
(diffuse), dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di
perikardium kiri. Tetapi nyeri bisa menjalar ke dada, punggung, leher, rahang
bawah atau perut bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak lebih dari 10 menit.1,12
Mekanisme Nyeri Dada
Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales (T1-
12), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung
biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral
averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga
bila di daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan
terasa di bagian perifer.13
b. Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar
derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut
jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.14
c. Pemeriksaan Laboratorium
Penanda jantung yang digunakan yang paling penting untuk diagnosis
sindrom koroner akut adalah pemeriksaan troponin T dan I (cTn T, I) serta CKMB.
Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan American College of Cardiology
(ACC) dianggap terdapat mionekrosis bila cTn T dan I positif dalam 24 jam. cTn
tetap positif dalam 2 minggu.8,17
CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena ditemukan juga pada otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis iskemia akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam, kembali normal dalam 48 jam. 8,17
10
Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang.
Marker yang lain seperti amioid A, interleukin-6 belum rutin dipakai dalam diagnosis
SKA. 8,17
d. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi risiko pasien
dengan angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan iskemia akut. Gelombang T terbalik juga merupakan tanda adanya
iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang T dan ST tidak spesifik seperti depresi
segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T terbalik kurang dari 2 mm tidak
spesifik untuk iskemia. 4% pasien dengan angina tak stabil memiliki gambaran EKG
yang normal dan 1-6% pasien NSTEMI memiliki gambaran EKG yang normal. 8,17
Exercise Test
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan memiliki resiko
tinggi perlu dilakukan pemeriksaan exercise test dengan menggunakan treadmill, bila
hasilnya negative maka prognosisnya baik tetapi bila hasilnya positif atau depresi
segmen ST menjadi lebih dalam maka dianjurkan melakukan pemeriksaan angiografi
koroner untuk menilai apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi koroner. 8,17
Ekokardiografi
Tes menggunakan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tak stabil hanya memberikan gambaran prognosis pada pasien angina pectoris
tak stabil. Bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitraldan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosinya
kurang baik. 8,17
2.6 Skor Risiko TIMI
Skor resiko merupakan suatu metode untuk stratifikasi resiko, dan angka
faktor resiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau
11
iskemia berat rekuren) pada 14 hari sekitar antara 5% dengan skor resiko 0-1, sampai
41% dengan skor resiko 6-7.skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada
penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu
registry. Dengan meningkatnya skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih
besar secara progresif pada terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP
IIb/IIIa receptor blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus
konservatif.10
Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan clopidogrel
menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor resiko juga efektif
dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien setelah pulang.10
Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI
- Usia > 65 tahun
- > 3 faktor risiko PJK
- Stenosis sebelumnya > 50%
- Deviasi ST
- > 2 kejadian angina < 24 jam
- Aspirin dalam 7 hari terakhir
- Peningkatan petanda jantung
Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI.10
2.7 Penatalaksanaan
1. Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner,
pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin
atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin.15
2. Terapi Medikamentosa12
a. Obat anti-iskemia
Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi
wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah
oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran
darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena :
1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per
oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam
beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi
pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek
inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi
ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload
13
memberikan keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom
koroner akut dengan faal jantung normal (Contoh : verapamil dan
diltiazem). 15
b. Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina
tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti
platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP
Iib/IIIa.
Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non
fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil.
Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup
dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325
mg/hari.
Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang
merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus
diperhatikan efek samping granulositopenia.
Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin
. Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan
kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan
selanjutnya75 mg/hari.
Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan
terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
14
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam
obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil
maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada
kasus-kasus angina tak stabil. 15
c. Obat anti-trombin
Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai
polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang
berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja
menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein
plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada
penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi
adanya kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan
terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di
Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux.
Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat
disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena
bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh
15
plasma protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka
kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah.
Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak
stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT). 15
d. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan
penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila
disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG)
mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan faal
jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau
dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI
merupakan pilihan utama.11
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary
angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan
serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah
kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis
dan di dorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang
ada di kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan
arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan
diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang
tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh
yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria
interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap
terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah
pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak
mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.11
16
3. Terapi Non Medikamentosa
Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan
volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan
denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan
oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan
sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik
darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir,
volume sekuncup dan curah jantung.
Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
2.8 Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan
BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.15
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi,
penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.16
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.11
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga
untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan
jantung.15
2.9 Komplikasi
a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel
miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP
secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.16
17
b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering
didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung
dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak,
dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.15
c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).
Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 15
2.10 Prognosis
Pada angina tidak stabil bila dapat di diagnosis dengan tepat dan cepat serta
memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis
yang baik. Namun bila tidak dapat menimbulkan kematian.8
Skor GRACE digunakan untuk menilai resiko pada sindrom coroner akut
(SKA) seperti NSTEMI, STEMI, dan Angina Tidak Stabil. Skor ini lebih akurat
karena berasal dari registrasi multinational pada pasien yang tidak dipilih, termasuk
di rumah sakit Eropa, Asia, dan America utara, America Selatan, Australia, dan New
Zealand. Penilaian risiko harus dilakukan pada saat masuk rumah sakit dan penting
karena memberikan gambaran tentang kemungkinan kematian di rumah sakit dan
juga rencana pengobatan yang tepat di NSTEMI dan tidak stabil angina.20
Delapan parameter yang digunakan untuk menghitung skor GRACE yaitu,
umur pasien, denyut nadi, tekanan darah sistolik, kelas kilip, serum creatinine,
cardiac arrest di Rumah Sakit, kelainan pada deviasi segment ST pada EKG dan
peningkatan petanda jantung. 20
18
1. Umur
Umur Skor≤ 30 030-39 840-49 2550-59 4160-69 5870-79 7580-89 91≥ 90 100
2. Heart rate
Heart rate (beats/minute) Skor≤ 50 050-69 370-89 990-109 15110-149 24150-199 38≥ 200 46
3. Tekanan darah sistolik
Systolic blood pressure (mm Hg) Skor≤ 80 5880-99 53100-119 43120-139 34140-159 24160-199 10≥ 200 0
4. Kelas Killip
Kelas Killip Skor I (No heart failure) 0II (Crackles audible in lower half of lung field) 20
19
III (Crackles audible in whole lung field) 39IV (Cardiogenic shock) 59
5. Serum creatinine
Serum creatinine (μmol/L) Serum creatinine (mg/dl) Skor0-34 0-0.38 135-70 0.39-0.79 471-105 0.80-1.19 7106-140 1.20-1.58 10141-176 1.59-1.90 13177-353 2.0-3.99 21≥ 354 ≥ 4 28
6. Cardiac arrest di Rumah Sakit
Cardiac arrest di Rumah Sakit SkorAbsent 0Present 39
7. Deviasi segment ST pada EKG
Deviasi segment ST pada EKG SkorAbsent 0Present 28
8. Peningkatan enzim petanda jantung (Troponin atau CK-MB):
Peningkatan enzim petanda jantung Skor Absent 0Present 14
Penilaian resiko dengan skor GRACE
20
Kita bisa menilai risiko dengan penjumlahan skor untuk semua delapan parameter. 20
Total skor Penilaian resiko
≤ 100Resiko rendah–kematian di Rumah Sakit kurang dari 1%
101-170Resiko sedang – kematian di Rumah Sakit dari 1-9%
≥ 171Resiko tinggi – kematian di Rumah Sakit lebih dari 9%
Rencana pengobatan berdasarkan stratifikasi resiko GRACE
Pada pasien risiko rendah dengan NSTEMI atau angina tidak stabil,
pengobatan medis yang tepat dan intervensi bedah dilakukan bagi pasien yang gagal
dengan perawatan medis. Sebaliknya, pasien risiko menengah dan tinggi dengan
NSTEMI atau angina tidak stabil harus dirawat dengan beberapa obat-obatan dan
dipertimbangkan untuk angiografi koroner dini dan revaskularisasi. 20
Revaskularisasi dapat dilakukan baik dengan intervensi koroner perkutan
(PCI) atau dengan bypass arteri koroner grafting (CABG). 20
Rencana penatalaksanaan STEMI tidak tergantung pada stratifikasi risiko.
Semua pasien dengan STEMI harus segera diobati dengan terapi reperfusi dengan
primary percutaneous coronary intervention (PCI) bersama dengan beberapa obat. Di
mana PCI tidak dapat dicapai dalam waktu 120 menit dari diagnosis atau PCI tidak
tersedia, terapi trombolitik (streptokinase, alteplase, tenecteplase, atau reteplase)
dapat diberikan. 20
Kemungkinan kematian di Rumah Sakit dengan skor GRACE20
Total skorKematian di Rumah Sakit (%)
≤ 60 ≤ 0.270 0.3
21
80 0.490 0.6100 0.8110 1.1120 1.6130 2.1140 2.9150 3.9160 5.4170 7.3180 9.8190 13200 18210 23220 29230 36240 44≤ 250 ≤ 52
BAB 3LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Mr.M
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Pedangang
Alamat : Desa kota bawah timur, Sabang
CM : 1-04-93-23
Tanggal Masuk : 24 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 24 April 2015
22
3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : nyeri dada
b. Keluhan Tambahan : mual
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datanng ke IGD RSUZA dengan keluhan utama nyeri dada. Nyeri dada
yang dirasakan pasien seperti rasa panas dan tertimpa beban berat. Nyeri dada
yang di rasakan juga menjalar ke bahu dan punggung. Keluhan nyeri dada timbul
pada saat pasien berkerja, keluhan berlangsung >20 menit dan tidak berkurang
dengan istirahat. Keluhan nyeri dada sudah dirasakan selama ± 3 bulan dan
memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki kebiasaan
merokok sejak usia 15 tahun. Pasien sehari menghabiskan 1 bungkus rokok.
Pasien juga mengalami mual dan berkeringat ketika mengalami nyeri dada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan berobat tidak
teratur.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi atau penyakit jantung lainnya di keluarga tidak ada
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak dan tidak pernah menjaga
pola makan. Pasien juga mengaku tidak teratur berolahraga.
g. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi (amlodipine)
23
h. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
- Usia 54 tahun
i. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi
- Makan makanan berlemak
- Jarang berolahraga
- Merokok
- Obesitas
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 150/70 mmHg
Nadi : 75 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 21 x/menit
Temperatur : 36,7 0C (aksila)
Berat badan : 72 kg
Tinggi badan : 162 cm
IMT : 27, 43 (obes 1)
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : cepat kembali
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
24
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : JVP tidak meningkat (5-2 cm H2O)
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
25
Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Stem fremitus kanan sama dengan stem fremitus kiri
3. Perkusi
- Sonor pada kedua lapangan paru
4. Auskultasi
- Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea midclavicula 1 jari lateral
sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : di ICS III sinistra
Batas jantung kanan : di ICS V Linea Parasternalis Dekstra
Batas jantung kiri : di ICS V linea midclavikula 1 jari lateral
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, BJ1>BJ2, mumur (-), gallop
(-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Soepel (-), Nyeri tekan (-) Undulasi (-)
Hepar/ Lien/ Renal tidak dapat diraba
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
26
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)
- Tampak sianosis pada kuku (-)
- Deformitas (-)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.4.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 April 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 11,8 14 -17 gr/dlHematokrit 37 45-55%Eritrosit 4,5 4,7-6,1 x 106/mm3
Trombosit 231 150 - 450 x 103/mm3
Leukosit 9,1 4.1-10.5 x 103/mm3
MCV 83 80-100 fLMCH 26 27-31 pgMCHC 32 32-36 %LED 50 <15 mm/jamHitung Jenis Leukosit
Eosinofil 8 0 - 6 %Basofil 0 0 - 2 %Neutrofil Segmen 59 50 - 70 %Limfosit 23 20 - 40 %Monosit 10 2 - 8 %
Kimia KlinikAsam Urat 6,9 3,5-7,2 mg/dl
Kolesterol 193 <200 mg/dl
27
Trigliserida 55 <200 mg/dlKGD sewaktu 60 <200 mg/dl
Tanggal 27 April 2015Kimia KlinikJantungTroponin I 0,18 <1,5 ng/mlCK-MB 20 <25 U/L
3.4.2 Elektrokardiografi
Bacaan EKG tanggal 24 April 20151. Irama : Sinus ritme2. Laju : 71x/i3. Axis : normoaxis4. Interval PR : 0.2 s5. Morfologi - Gel P : 0.08 s, 0,2 mV- Kompleks QRS : QRS durasi 0.12 s- Segmen ST :
ST elevasi : (-) ST depresi : (-)
- T inverted : (-) - Q patologis : (-)- Hipertrofi : (-)- VES : (-)
Kesimpulan :Sinus ritme, HR: 98x/menit, normoaxis, kesan normal
28
3.4.3 Foto Thoraks AP Foto thoraks tanggal 24 April 2015
Kesan: Cardiomegali ( CTR 60%) dengan bendungan paru
3.4.4 Echocardiograpy
29
Penemuan :
Katup normal
Ruang jantung normal
Fungsi Sistolik ventrikel kiri normal, EF 59%
Fungsi Diastolik ventrikel kiri abnormal relaksasi
Hipokinetik anterolateral
Hipertrofi konsentrik ventrikel kiri
Kesimpulan : Penyakit jantung koroner
3.5 Diagnosis Kerja : Angina Pektoris Tak Stabil CCS II, TIMI skor 2
3.6 Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
a. Tirah baring
Medikamentosa
a. Tree way
b. Inj. Arixtra 2,5 mg/24 jam
c. Clopidogrel 300 mg, selanjutnya 1x75 mg
d. Aspilet 4x 80 mg, selanjutnya 1x80 mg
e. ISDN 3x5mg
f. Simvastatin 1x40 mg
3.7 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
30
BAB IVANALISA KASUS
4.1 Analisa kasus
Diagnosa Angina pektoris tidak stabil pada kasus ini ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis keluhan utama nyeri dada. Nyeri dada yang dirasakan pasien
seperti rasa panas dan tertimpa beban berat. Nyeri dada yang di rasakan juga menjalar
ke bahu dan punggung. Keluhan nyeri dada timbul pada saat pasien berkerja, keluhan
berlangsung >20 menit dan tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan nyeri dada
sudah dirasakan selama ± 3 bulan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia 15 tahun. Pasien sehari menghabiskan
1 bungkus rokok per hari. Pasien juga mengalami mual dan berkeringat ketika
mengalami nyeri dada.
31
Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu:
Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20 menit), dan lebih
sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan
Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat6
Salah satu penyebab dari nyeri dada ini dapat disebabkan oleh adanya
aterioklerosis maupun spasme arteri koroner.
Pada kasus ini, pasien merupakan seorang penderita hipertensi yang sudah
dialami pasien selama 1 tahun. Pasien juga suka memakan makanan yang berlemak,
daging-dagingan, dan jarang memakan buah-buahan dan sayur-sayuran.
Hipertensi memicu aterosklerosis dengan berbagai cara. Penelitian yang
dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan darah dapat melukai
endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga
lipoprotein menjadi lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut.
Dengan demikian hipertensi juga dapat menimbulkan proses aterogenesis yang
melibatkan proses inflamasi.
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama untuk terjadinya gagal
jantung. Perubahan gaya hidup dengan konsumsi makanan yang mengandung lemak,
dan beberapa faktor yang mempengaruhi, sehingga angka kejadiannya semakin
meningkat.
Pada pemeriksaan EKG yang dilakukan kepada pasien di dapatkan hasil
Sinus Ritme, terdapat gelombang P yang diikuti dengan gelombang QRS pada semua
sadapan yang menyatakan irama sinus. Gambaran kesan normal.
Pemeriksaan EKG digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi risiko pasien
dengan angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan iskemia akut. Gelombang T terbalik juga merupakan tanda adanya
32
iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang T dan ST tidak spesifik seperti depresi
segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T terbalik kurang dari 2 mm tidak
spesifik untuk iskemia. 4% pasien dengan angina tak stabil memiliki gambaran EKG
yang normal dan 1-6% pasien NSTEMI memiliki gambaran EKG yang normal.
Dari pemeriksaan ekokardiografi di dapatkan katup normal, ruang jantung
normal, fungsi sistolik ventrikel kiri normal, EF 59%, fungsi diastolik ventrikel kiri
abnormal relaksasi, hipokinetik anterolateral, hipertrofi konsentrik ventrikel kiri,
kesimpulan : Penyakit jantung koroner.
Tes menggunakan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tak stabil hanya memberikan gambaran prognosis pada pasien angina pektoris
tak stabil. Bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral
dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosinya kurang
baik
BAB 5KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA)
yang disertai elevasi segmen ST, dan IMA tanpa elevasi segmen ST. Ketiga penyakit
tersebut mempunyai mekanisme patofisiologi yang sama, yaitu disebabkan oleh
terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis,
sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berat atau oklusi pada arteri
koroner dengan atau tanpa emboli. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak
stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang
menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan
33
thrombus inkomplit/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trobus
komplet/oklusif.
Diagnosis sindrom koroner akut didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa elektrokardiogram dan biomarker jantung.
Perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)
ialah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada
miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan
tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG
untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau
adannya gelombang T yang negatif.9
Penatalaksanaan pada pasien angina pectoris tidak stabil terdapat empat
kategori terapi, yaitu antiiskemik, antikoagulan, antiplatelet dan revaskularisasi
koroner.
FOLLOW UP PASIEN
25 April 2015
S= nyeri dada (+), pusing (+), mual (-), muntah (-) ,nafsu makan ↓ BAB (-), BAK (+),
O= vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmhg
Frekuensi jantung : 78 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,4º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
34
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
35
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= Penyakit jantung koroner
Terapi=
SC Arixtra 2,5 cc/12j
Clopidogrel 1x75 mg
36
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
26 April 2015
S= nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan ↓ BAB (+), BAK (+),
O= vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmhg
Frekuensi jantung : 78 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,4º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal37
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
38
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= Penyakit jantung koroner
Terapi=
SC Arixtra 2,5 cc/12j
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
27 April 2015
39
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Frekuensi jantung : 72 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,4º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
40
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal41
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2
Terapi=
SC Arixtra 2,5 cc/12j
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
28 April 2015
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmhg
Frekuensi jantung : 78 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,5º C
b) Status General
42
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
43
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2Terapi=
44
SC Arixtra 2,5 cc/12j
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
29 April 2015
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmhg
Frekuensi jantung : 78 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,5º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
45
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
46
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2Terapi=
SC Arixtra 2,5 cc/12j
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
30 April 2015
47
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Frekuensi jantung : 72 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,5º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
48
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
49
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2Terapi=
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
01 Mei 2015
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmhg
Frekuensi jantung : 72 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,5º C
b) Status General
50
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
51
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2Terapi=
52
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
02 Mei 2015
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Frekuensi jantung : 72 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,5º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
53
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
54
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2Terapi=
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
03 Mei 2015
S= nyeri dada (-), mual (-)
O= vital sign
55
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Frekuensi jantung : 72 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36,5º C
b) Status General
Kulit : coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-),
anemis (-)
Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali.
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya +/+.
Hidung : sekret -/-, sekret (-)
Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh
Mulut : dalam batas normal
Bibir : sianosis (-), pucat (- ).
Lidah : beslag (-), tremor (-), sariawan (+)
Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-).
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi,
tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-).
Thoraks :
56
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak
meningkat.
o Perkusi : sonor +/+
batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5
o Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/-
Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal
midclavicula sinistra.
o Perkusi :
o Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1
Abdomen :
o Inspeksi : soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung
o Palspasi : hepar, lien, massa tidak teraba
o Perkusi : timpani (+), asites (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak ada kelainan.
57
Anus : (+), tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--)
Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan
Otot : Tidak ditemukan kelainan
A= angina pektoris tidak stabil CCS 2, TIMI skor 2Terapi=
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvstatin 1x20 mg (malam)
V-Block 6,25 mg (1-0-0)
Diovan 1x80 mg
58