bagian empat

Embed Size (px)

Citation preview

KHULU DI PALEMBANG

Kronologi Terjadinya Khulu Informasi mengenai penerapan khulu di Kota Palembang dapat ditelusuri dari berbagai kasus khulu yang pernah terjadi, termasuk yang terdokumentasikan di Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang yang merupakan lembaga hukum Islam yang memiliki wewenang untuk mengadili permasalahan khulu tersebut. Permasalahan yang paling banyak ditangani oleh Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang adalah permasalahan cerai gugat, yaitu seorang isteri yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Fakta tersebut sebagaimana yang diperlihatkan dalam publikasi putusan Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang yang menyebutkan bahwa di bulai Mei tahun 2011 terdapat 160 perkara cerai talak dan 343 perkara cerai gugat. Namun, mayoritas perkara cerai gugat yang terjadi di Palembang diadili oleh Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang sebagai perkara perceraian biasa. Perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang yang di dalamnya menyinggung mengenai khulu atau talak tebus, terdiri dari tiga bentuk. Pertama, perkara cerai gugat yang di dalam perkaranya terdapat ikrar dari tergugat (suami) bahwa ia siap melakukan ikrar talak khulu bila pengadilan memintanya. Penulis menemukan perkara dalam bentuk ini di Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang sebanyak satu perkara. Kedua, tergugat (suami) mengajukan talak tebus (khulu) kepada penggugat (isteri) dalam perkembangan proses perkara cerai gugat yang dijalaninya. Penulis menemukan perkara dalam bentuk ini di Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang sebanyak satu perkara. Ketiga, talak khuli (bersifat khulu) yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat telah melanggar shighat talik talak. Penulis menemukan perkara dalam bentuk ini di Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang sebanyak delapan perkara. Selanjutnya penulis

akan memaparkan kronologi kasus dari masing-masing bentuk tersebut sebanyak satu perkara.

Perkara Siap Ikrar Talak karena Khulu Berikut ini adalah perkara cerai gugat yang dalam proses hukumnya terdapat pernyataan kesiapan tergugat untuk mengajukan ikrar talak sebagai bagian dari mekanisme khulu. Kronologi perkara ini berdasarkan surat gugatan yang diajukan penggugat tertanggal 27 September 2010 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas I A Palembang Nomor 1127/Pdt.G/2010/PA.Plg. Penggugat berumur 32 tahun, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan pendidikan terakhir setingkat strata satu (S1) dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Tergugat berumur 35 tahun, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan pendidikan terakhir setingkat strata dua (S2) dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Keduanya menikah pada tanggal 18 Oktober 2009 di Kota Palembang, berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor 874/84/X/2009 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama kecamatan Sako Palembang. Tergugat tidak membaca sighat talik talak setelah akad nikah dengan alasan tergugat trauma dengan perceraiannya yang terdahulu, tetapi ia berjanji akan menandatanganinya. Namun, tergugat tidak pernah menandatangani sighat talik talak tersebut, bahkan tergugat sangat marah serta tidak di rumah selama semalam ketika penggugat meminta untuk menandatanganinya. Keduanya tinggal di rumah orang tua tergugat setelah menikah dan belum mempunyai anak. Perjalanan pernikahan mereka selanjutnya diwarnai dengan keheranan penggugat terhadap tergugat. Pada awalnya, penggugat berusaha berbaik sangka karena tergugat mendapat tugas kantor ke luar daerah pada dua bulan pertama pernikahan sehingga intensitas pertemuan mereka berdua rendah. Namun, penggugat masih diliputi keheranan terhadap tergugat ketika ia sudah tidak lagi memiliki tugas kantor ke luar daerah pada

bulan ketiga, mengingat mereka berdua adalah sepasang pengantin baru. Keheranan penggugat terhadap tergugat disebabkan oleh hal-hal berikut: Tergugat hanya mau menggauli penggugat satu hingga dua kali dalam

sebulan. Tergugat tidak pernah mau bercengkerama dengan penggugat sebagaimana

layaknya suami isteri dengan alasan tergugat bukanlah tipe lelaki romantis. Menimbang alasan tergugat tersebut, maka penggugat mencoba bersikap romantis terhadap tergugat, tetapi penggugat membalasnya dengan mendorong penggugat untuk menjauh dan menceramahi penggugat bahwa tindakannya seperti pelacur. Setelah berkali-kali diperlakukan demikian, penggugat juga pernah berlaku

sopan sebagaimana yang diminta tergugat dengan cara tidak menyentuh tergugat. Namun, tergugat tidak juga mau menyentuh penggugat meski penggugat sudah berlaku sopan. Tergugat memiliki beberapa adik laki-laki angkat yang sering berkonsultasi ke

rumah tergugat, akan tetapi ada seorang dari adik laki-laki angkat tergugat yang berumur 20 tahun yang memiliki jadwal wajib setidaknya dua kali dalam seminggu untuk berkonsultasi dengan tergugat. Adik angkat tersebut selalu berkonsultasi dengan tergugat dalam kamar kerja tergugat dari sore sampai larut malam dengan kondisi pintu kamar dikunci. Setiap kali penggugat bertanya kepada tergugat mengenai apa yang mereka bicarakan dan lakukan dalam kamar kerja yang dikunci tersebut, tergugat marah kepada penggugat dan dengan sinisnya berkata bahwa tergugat tidak pernah mau tahu urusan penggugat, jadi penggugat jangan selalu mau tahu urusan tergugat. Tapi pada satu kesempatan, tergugat pernah mengatakan bahwa aktifitas konsultasi juga disertai dengan kegiatan latihan pernafasan dan pijat refleksi. Ibu tergugat pernah menelepon teman tergugat untuk menasehati adik angkat

tergugat supaya jangan terlalu sering konsultasi. Hal tersebut membuat tergugat marah

kepada ibu tergugat dan penggugat. Konsultasi lalu dilakukan di ruang kerja tergugat, tetapi setelah dua minggu konsultasi kembali dilakukan di rumah tergugat. Kondisi rumah tangga tersebut menjadi sebab percekcokan yang terjadi hampir tiap hari sejak bulan ketiga pernikahan. Puncak ketidakharmonisan terjadi pada tanggal 30 April 2010, yang berujung kata talak dari tergugat dan diantarkannya penggugat ke rumah orang tua penggugat atas permintaan penggugat. Sejak hari itu, baik penggugat maupun tergugat sudah tidak ada niat lagi untuk melanjutkan rumah tangga. Penggugat mulai mengurus surat izin cerai kepada atasan setelah tiga bulan 19 hari pisah rumah. Berdasarkan hal-hal tersebut, rumah tangga penggugat dan tergugat sudah tidak mungkin lagi dipertahankan sehingga penggugat berketetapan hati untuk menggugat cerai terhadap tergugat ke Pengadilan Agama Kota Palembang. Berdasarkan status penggugat sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka penggugat telah memperoleh surat izin perceraian dari atasan penggugat. Selanjutnya dalam persidangan, tergugat menyampaikan jawaban tertulis atas gugatan penggugat, yang salah satu isinya adalah pernyataan bahwa tergugat siap untuk mengikrarkan talak bila majelis hakim berpendapat bahwa putusnya perkawinan keduanya adalah karena khulu.

Perkara Pengajuan Talak Tebus oleh Tergugat Berikut ini adalah perkara cerai gugat yang di dalamnya terdapat pengajuan talak tebus oleh tergugat berdasarkan surat gugatan yang diajukan penggugat tertanggal 10 Juni 2010 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas I A Palembang Nomor 0768/Pdt.G/2010/PA.Plg. Penggugat berumur 25 tahun, bekerja sebagai pedagang dengan pendidikan terakhir setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Tergugat berumur 30 tahun, bekerja sebagai buruh dengan pendidikan

terakhir setingkat Sekolah Dasar (SD) dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Keduanya menikah secara sah pada tanggal 14 Desember 2003 di Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (sekarang Ogan Ilir) berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor 40/40/I/2004 tertanggal 17 Januari 2004 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Komering Ilir Kota Palembang. Tergugat mengucapkan sighat talik talak setelah akad nikah yang isinya sebagaimana yang tercantum dalam Kutipan Akta Nikah tersebut. Pada awalnya, penggugat dan tergugat tinggal di rumah orang tua penggugat selama lebih kurang satu tahun, setelah itu pindah dan tinggal di rumah kontrakan di Jalan Faqih Usman sampai berpisah. Penggugat dan tergugat telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami isteri dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki berumur 5 tahun yang tinggal bersama penggugat pada saat perkara ini diajukan. Pada awalmya, rumah tangga penggugat dan tergugat berjalan rukun dan harmonis selama lebih kurang lima tahun, setelah itu rumah tangga penggugat dan tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah karena tergugat selalu memaksakan kehendaknya sendiri (egois) dan tergugat juga tidak pernah jujur dalam segala hal, termasuk mengenai penghasilan tergugat bekerja, akibatnya kebutuhan rumah tangga penggugat dan tergugat serba kekurangan, dan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari selalu mengandalkan penghasilan penggugat. Selain itu, tergugat juga tidak menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga Penggugat. Tergugat sering mengucapkan kata-kata kasar yang menyakitkan hati penggugat setiap terjadi pertengkaran, bahkan karena hal tersebut penggugat dan tergugat pernah bercerai secara agama. Puncak ketidakharmonisan rumah tangga antara penggugat dan tergugat terjadi pada bulan April tahun 2010. Pada saat itu, tergugat minta izin untuk pergi bekerja,

kemudian tidak lama dari kepergian tergugat tersebut, penggugat juga keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan warung penggugat. Ketika penggugat berada di pasar, penggugat melihat tergugat sedang megendarai motor menuju ke rumah orang tua tergugat. Selanjutnya, untuk memastikan apakah tergugat ada di rumah orang tua tergugat, penggugat menelepon adik kandung tergugat, dan adik kandung tergugat mengatakan kalau tergugat memang ada di rumah orang tua tergugat. Kemudian ketika tergugat pulang ke rumah, penggugat bertanya langsung kepada tergugat kenapa tergugat membohongi penggugat dengan mengatakan kalau tergugat pergi bekerja, sehingga terjadi petengkaran antara penggugat dan tergugat. Setelah kejadian tersebut, penggugat dan tergugat berpisah tempat tinggal yang hingga diajukannnya gugatan ini telah berlangsung selama lebih kurang dua bulan, maka sejak itu pula antara penggugat dan tergugat sudah tidak ada lagi hubungan, baik lahir maupun batin. Berdasarkan perilaku tergugat tersebut, maka rumah tangga penggugat dan tergugat sudah tidak mungkin lagi untuk dapat dipertahankan, sehingga penggugat telah berketetapan hati untuk menggugat cerai terhadap tergugat ke Pengadilan Agama Palembang. Pada perkembangan perkara selanjutnya, tergugat menyatakan bahwa tergugat tidak ingin bercerai. Namun jika penggugat tetap ingin bercerai, maka tergugat minta tebusan dari penggugat sebesar 25 juta rupiah.

Perkara Talak Khui Berikut ini adalah perkara cerai gugat yang di dalamnya terdapat putusan hakim bahwa putusan yang ditetapkan adalah talak khui karena adanya pelanggaraan terhadap sighat talik talak berdasarkan surat gugatan yang diajukan penggugat tertanggal 23 September 2010 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas I A Palembang Nomor 1118/Pdt.G/2010/PA.Plg.

Penggugat berumur 40 tahun, bekerja sebagai ibn rumah tangga dengan pendidikan terakhir setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Tergugat berumur 42 tahun, bekerja di bidang swasta dengan pendidikan terakhir setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Keduanya menikah secara sah pada tanggal 21 Oktober 1995 di Kota Palembang berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor 809/93/X/SUI/95 tertanggal 26 Oktober 1995 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang. Tergugat mengucapkan sighat talik talak setelah akad nikah yang isinya sebagaimana yang tercantum dalam Kutipan Akta Nikah tersebut. Penggugat dan tergugat tinggal di rumah orang tua penggugat setelah menikah sampai berpisah dan telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami isteri tetapi belum dikaruniai keturunan. Pada awalnya, rumah tangga penggugat dan tergugat berjalan rukun dan harmonis selama lebih kurang empat belas tahun, setelah itu rumah tangga penggugat dan tergugat mulai goyah dan selalu terjadi perselisihan serta pertengkaran terus menerus. Adapun yang menjadi sebab pertengkaran tersebut adalah: Tergugat ingin menikah lagi, tetapi penggugat tidak memberi izin untuk

tergugat menikah lagi tersebut. Tergugat tidak pernah jujur terhadap pendapatan bulanan tergugat. Sikap

tergugat tesebut membuat rumah tangga penggugat dan tergugat menjadi tidak ada ketentraman dan keharmonisan lagi. Puncak ketidakharmonisan rumah tangga antara penggugat dan tergugat terjadi pada tanggal 2 April 2010. Pada saat itu, penggugat meminta uang gaji bulanan yang diterima oleh tergugat guna keperluan memenuhi kebutuhan rumah tangga, tetapi langsung dijawab oleh tergugat dengan nada marah dan tergugat tidak mau memberikan gaji bulanan tersebut. Setelah kejadian tersebut, terjadi pertengkaran antara penggugat dan

tergugat yang memicu kepergian tergugat meninggalkan penggugat. Selanjutnya tergugat tidak memberikan kabar berita dan memberitahukan keberadaannya yang hingga surat gugatan diajukan telah mencapai lebih kurang lima bulan. Berdasarkan perilaku tergugat tersebut, maka rumah tangga penggugat dan tergugat sudah tidak mungkin lagi untuk dapat dipertahankan, sehingga penggugat telah berketetapan hati untuk menggugat cerai terhadap tergugat ke Pengadilan Agama Palembang. Pada perkembangan perkara selanjutnya, tergugat telah mengajukan jawaban secara lisan yang pada pokoknya membenarkan keterangan penggugat dan menyatakan bahwa ia sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan rumah tangganya dengan penggugat.

Proses Khulu di Pengadilan Agama Sebagai bagian dari upaya untuk memberikan keadilan, hakim melakukan serangkaian kegiatan dan tindakan dalam suatu proses hukum yang ditanganinya. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa hukum yang diajukan kepadanya dengan meneliti duduk perkara. Duduk perkara merupakan bagian yang memuat dalil-dalil atau fakta-fakta yang nyata mengenai adanya hubungan hukum sebagai dasar dari para penggugat. Tuntutan duduk perkara tersebut harus diuraikan secara singkat, jelas, tepat, dan sepenuhnya terarah untuk mendukung isi tuntutan sebagaimana yang terlihat pada kronologis perkara yang terdapat pada sub bab sebelumnya. Setelah itu, hakim akan mempertimbangkan peristiwa hukum tersebut dan memberikan penilaian serta menghubungkannya dengan hukum yang berlaku, kemudian memberikan suatu kesimpulan dengan menyatakan suatu hukum terhadap peristiwa hukum tersebut.

Selain fakta dan peristiwa hukum, hal yang menjadi perhatian hakim dalam memberikan pertimbangan hukumnya adalah alasan obyektif dalam menjatuhkan puitusan hukum sebagai bagian dari upaya agar putusan hukum tersebut dapat diterima oleh berbagai pihak yang memerlukan. Selain itu, alasan obyektif dalam pertimbangan hukum tersebut akan menjadi penting pada saat peristiwa hukum tersebut diangkat banding atau kasasi.

Perkara Siap Ikrar Talak karena Khulu Duduk Perkara Berdasarkan kronologi peristiwa yang menjadi dalil dalam perkara ini, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama Palembang, dalam hal ini Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, agar berkenan memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengabulkan gugatan penggugat. Menetapkan pernikahan antara Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian; Menetapkan biaya perkara menurut ketentuan yang berlaku; Atau: bila Majelis Hakim berpendapat lain, penggugat memohon putusan yang seadil-adilnya; Penggugat dan tergugat telah hadir pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditetapkan. Pada saat itu, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan keduanya, baik pada setiap awal persidangan maupun memerintahkan penggugat dan tergugat untuk melakukan mediasi dengan menghadap mediator, Sudirman, tidak berhasil merukunkan kembali penggugat dan tergugat. Selanjutnya Majelis Hakim membacakan surat gugatan penggugat yang isi dan maksudnya tetap dipertahankan oleh penggugat. Tergugat menyampaikan

jawaban secara tertulis atas surat gugatan tersebut yang pada pokoknya membenarkan sebagian dan membantah sebagian lainnya yang amarnya berbunyi sebagai berikut: Menerima dan mengabulkan gugatan cerai penggugat. Bila Majelis Hakim berpendapat bahwa putusnya perkawinan ini karena

khulu, maka tergugat siap untuk mengikrarkan talak. Dikarenakan perkara perdata nomor 1127/Pdt.G/2010/PA.Plg. ini terlahir atas

inisiatif penggugat, maka sudah selayaknya semua biaya yang timbul akibat perkara ini menjadi beban penggugat sebagaimana peraturan yang berlaku. Menanggapi jawaban tergugat tersebut, penggugat menyampaikan replik secara tertulis yang pada pokoknya menyatakan tetap pada gugatannya. Tergugat tidak menyampaikan duplik atas replik penggugat tersebut karena tergugat tidak hadir lagi di persidangan. Kemudian sebagai langkah untuk memperkuat dalil gugatannya, penggugat mengajukan bukti-bukti tertulis berupa: 1) fotokopi bermeterai cukup Kartu Tanda Penduduk nomor 1671086709780006 tanggal 26 Maret 2008 (P.1), dan 2) fotokopi bermeterai cukup Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Sako Palembang nomor 874/84/X/2009 tanggal 19 Oktober 2009 (P.2). Selain itu, penggugat mengajukan dua orang saksi. Saksi pertama berumur 50 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Saksi pertama memberikan keterangan di hadapan persidangan dengan dibawah sumpah, yang pada pokoknya sebagai berikut: Hubungan saksi dengan penggugat adalah ibu kandung, dan tergugat adalah

menantu. Saksi hadir pada waktu penggugat dan tergugat menikah dan menyatakan

bahwa status tergugat pada saat itu adalah duda sedangkan status penggugat adalah perawan.

-

Penggugat dan tergugat belum dikaruniai anak selama menikah. Setelah menikah, penggugat dan tergugat tinggal di rumah orang tua tergugat

dan mereka sudah tidak serumah lagi selama lebih kurang delapan bukan pada saat gugatan diajukan. Adapun yang pergi adalah penggugat yang pulang ke rumah orang tua penggugat dengan diantar oleh tergugat. Sering terjadi pertengkaran antara penggugat dengan tergugat dan tergugat

suka mengusir penggugat pada saat pertengkaran tersebut. Penyebab seringnya pertengkaran antara penggugat dan tergugat adalah

masalah dalam kamar, yaitu tergugat kurang memberi nafkah wajib kepada penggugat selama menikah. Saksi sudah menasehati penggugat, tetapi tidak berhasil karena penggugat

tetap ingin bercerai dari tergugat dan saksi sudah tidak sanggup lagi merukunkan penggugat dan tergugat. Saksi kedua berumur 48 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bertempat tinggal di Palembang. Saksi kedua memberikan keterangan di hadapan persidangan dengan dibawah sumpah, yang pada pokoknya sebagai berikut: Hubungan saksi dengan penggugat adalah tetangga dan saksi kenal dengan

tergugat sebagai suami penggugat. Saksi hadir sewaktu penggugat dan tergugat menikah dan setelah menikah

mereka tinggal di rumah orang tua tergugat. Penggugat dan tergugat sekarang sudah berpisah tempat tinggal selama kurang

lebih delapan bulan, yang pergi adalah penggugat karena diantar oleh tergugat ke rumah orang tua penggugat. Penggugat dan tergugat belum dikaruniai anak selama menikah.

-

Setahu saksi, penggugat dan tergugat sering bertengkar yang penyebabnya

adalah tergugat acuh dengan penggugat karena penggugat tidak dianggap sebagai isteri dan tergugat lebih menyayangi adik angkatnya daripada dengan isterinya. Saksi sudah menasehati penggugat, tetapi tidak berhasil karena penggugat

tetap ingin bercerai dari tergugat dan saksi sudah tidak sanggup lagi merukunkan penggugat dan tergugat. Selanjutnya tergugat tidak mengajukan bukti-bukti, baik bukti surat maupun saksi karena tergugat tidak hadir lagi di persidangan. Kemudian penggugat menyatakan bahwa penggugat tidak mengajukan sesuatu apa pun lagi dan memberikan kseimpulan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya dan memohon putusan kepada hakim. Majelis hakim menanggapi permohonan tersebut dengan menunjuk segala hal ihwal sebagaimana tercantum dalam berita acara pemeriksaan perkara untuk mempersingkat uraian putusan.

Hukum Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusannya memperhatikan segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan dalil syari yang berkaitan dengan perkara tersebut, dan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana berikut: Maksud dan tujuan gugatan penggugat pada pokoknya adalah sebagaimana

yang telah disebutkan sebelumnya. Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan penggugat dan tergugat pada

setiap awal persidangan, tetapi tidak berhasil. Begitu pula dengan mediasi yang telah dilaksanakan tetapi tidak mencapai kesepakatan. Berdasarkan bukti P.1, penggugat bertempat tinggal di Palembang sehingga

perkara ini menjadi wewenang Pengadilan Agama Palembang.

-

Berdasarkan keterangan penggugat, saksi-saksi, serta bukti P.2, ternyata

penggugat dan tergugat masih terikat dalam perkawinan yang sah. Gugatan penggugat didasarkan pada dalil yang pada pokoknya bahwa diantara

penggugat dan tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang penyebabnya antara lain karena setiap kali terjadi pertengkaran antara penggugat dengan tergugat, tergugat sering mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati penggugat, bahkan tergugat pernah menyatakan bahwa penggugat tidak usah tahu urusan tergugat karena tergugat tidak mau tahu urusan penggugat dan pernah pula terucap kata talak dari tergugat sehingga atas permintaan penggugat, maka penggugat diantar oleh tergugat pulang ke rumah orang tua penggugat sampai sekarang tidak kembali lagi. Tergugat dalam jawabannya telah membenarkan sebagian dalil-dalil gugatan

penggugat dan membantah sebagian lainnya, maka gugatan penggugat yang dibenarkan dengan sendirinya menjadi fakta yang tetap dan tergugat menyatakan bersedia bercerai dari penggugat. Sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat (2) Peratuan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975, Majelis Hakim telah mendengarkan keterangan saksi-saksi keluarga dan orang dekat penggugat sehingga telah jelas bagi Majelis tentang penyebab perselisihan yang terjadi antara penggugat dengan tergugat tersebut. Berdasarkan keterangan para saksi penggugat telah terungkap fakta yang pada

pokoknya menguatkan kebenaran dalil gugatan penggugat bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang berpuncak keduanya telah berpisah tempat tinggal selama lebih kurang delapan bulan. Upaya perdamaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim dan pihak keluarga

telah tidak berhasil, sebagaimana yang ditunjukkan dengan sikap penggugat yang

tetap pada gugatannya dan sudah tidak mencintai tergugat, membuktikan bahwa perselisihan dan pertengkaran sudah tidak mungkin didamaikan lagi dan diantara penggugat dan tergugat sudah tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga. Berdasarkan fakta tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan

penggugat dan tergugat tidak mugkin dipertahankan lagi karena justru akan menimbulkan penderitaan dan madlarat kedua belah pihak. Berdasarkan hal tersebut, penyelesaian yang dipandang adil adalah perceraian. Berdasarkan hal tersebut, maka gugatan penggugat dipandang telah

mempunyai cukup alasan dan memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 jo. pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, dan gugatan penggugat dapat dikabulkan. Sesuai dengan ketentuan pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun

1989, Majelis Hakim perlu memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Palembang untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, serta Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan penggugat dan tergugat dilangsungkan guna didaftarkan dalam daftar yang telah disediakan untuk itu. Perkara ini adalah perkara perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan pasal

89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara dibebankan kepada penggugat. Putusan

Berdasarkan duduk perkara dan hukum perkara tersebut, hakim memberikan putusannya berdasarkan musyawarah Majelis Hakim yang terdiri dari Maisunah sebagai Hakim Ketua Majelis serta Sarijan dan M. Wancik Dahlan sebagai hakimhakim Anggota serta diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum dengan didampingi oleh para hakim Anggota serta Yurnalis M. Anie sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh pihak penggugat diluar hadirnya tergugat pada hari Rabu tanggal 19 Januari 2011 bertepatan dengan tanggal 14 Shafar 1432 H. Putusannya tesebut adalah : Mengabulkan gugatan Pengugat; Menjatuhkan talak satu ba'in sughro dari Tergugat terhadap Penggugat; Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Palembang untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, dan kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan penggugat dan tergugat dilangsungkan guna didaftarkan dalam daftar yang telah disediakan untuk itu. Membebankan penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 321.000,- (tiga ratus dua puluh satu ribu rupiah). Perkara Pengajuan Talak Tebus oleh Tergugat Duduk Perkara Berdasarkan kronologi peristiwa yang menjadi dalil dalam perkara ini, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama Palembang, dalam hal ini Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, agar berkenan memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengabulkan gugatan penggugat.

-

Menetapkan pernikahan antara Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian;

-

Menetapkan biaya perkara menurut ketentuan yang berlaku; Atau: bila Majelis Hakim berpendapat lain, penggugat memohon putusan yang seadil-adilnya; Penggugat dan tergugat telah hadir pada hari dan tanggal persidangan yang

telah ditetapkan. Pada saat itu, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan keduanya, begitu pula dengan upaya mediasi yang dilakukan oleh mediator, Sri Wahyunignsih, tidak berhasil merukunkan kembali penggugat dan tergugat. Selanjutnya Majelis Hakim membacakan surat gugatan penggugat yang isi dan maksudnya tetap dipertahankan oleh penggugat. Tergugat menyampaikan jawaban lisan atas surat gugatan tersebut yang menyatakan bahwa seluruh pernyataan penggugat adalah benar, kecuali pada beberapa hal, yaitu: Pernyataan penggugat bahwa tergugat tidak pernah jujur dalam segala hal

adalah tidak benar, tergugat menyatakan bahwa yang benar adalah tergugat tidak pernah berbohong. Pernyataan penggugat bahwa tergugat sering menyakitkan hati penggugat

adalah tidak benar dan tergugat menyatakan bahwa ia tidak pernah menceraikan Penggugat. Pernyataan penggugat bahwa tergugat pergi ke rumah orang tua tergugat

adalah benar karena orang tua tergugat sakit, tetapi tidak lama. Kemudian tergugat kembali lagi ke kantor untuk bekerja. Hal itu pun tergugat lakukan setelah ke kantor terlebih dahulu dan minta izin di kantor. Tergugat menyatakan bahwa ia tidak mau bercerai. Namun, jika penggugat

tetap ingin bercerai, maka tergugat meminta tebusan sebesar 25 juta rupiah

Menanggapi jawaban lisan tergugat, penggugat menyampaikan replik secara lisan yang pada pokoknya menyatakan tetap pada gugatannya (tidak mau talak tebus). Begitu pula tergugat yang menyampaikan duplik secara lisan yang pada pokoknya tetap pada jawabannya. Kemudian sebagai langkah untuk memperkuat dalil gugatannya, penggugat mengajukan bukti surat berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 40/40/I/2004 tanggal 17 Januari 2004 (bukti P 1). Selain itu, penggugat mengajukan dua orang saksi. Saksi pertama adalah kakak perempuan dari orang tua penggugat dan saksi kenal dengan tergugat. Saksi kedua adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi tetangga penggugat dan juga kenal dengan tergugat. Kedua saksi tersebut menyatakan bahwa penggugat dan tergugat telah dikaruniai seorang anak yang berada dalam pengasuhan penggugat pada saat itu. Kedua saksi tersebut juga menjelaskan bahwa pertengkaran sering terjadi antara penggugat dan tergugat karena persoalan ekonomi yang tidak mencukupi karena tergugat kadang bekerja dan kadang tidak. Kedua saksi tersebut menyatakan bahwa penggugat dan tergugat sudah berpisah sejak April 2010, dan kedua saksi tersebut telah berusaha merukunkan kembali penggugat dan tergugat tetapi tidak berhasil. Saksi pertama menambahkan bahwa tergugat pergi meninggalkan penggugat sejak April 2010 dan sejak saat itu antara penggugat dengan tergugat berikut keluarga masing-masing sudah tidak saling mempedulikan lagi. Saksi kedua menambahkan bahwa tergugat tidak jujur. Selanjutnya tergugat menyatakan tidak keberatan atas bukti-bukti yang diajukan penggugat tersebut. Kemudian penggugat dan tergugat menyatakan bahwa mereka tidak mengajukan sesuatu apa pun lagi dan memohon putusan kepada hakim. Majelis hakim menanggapi permohonan tersebut dengan menunjuk segala hal ihwal

sebagaimana tercantum dalam berita acara pemeriksaan perkara untuk mempersingkat uraian putusan.

Hukum Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusannya memperhatikan segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan dalil syari yang berkaitan dengan perkara tersebut, dan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana berikut: Maksud dan tujuan gugatan penggugat pada pokoknya adalah sebagaimana

yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk memenuhi ketentuan pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 jo

pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara, tetapi tidak berhasil. Untuk memenuhi PERMA Nomor 1 Tahun 2009 telah dilakukan upaya

mediasi dengan mediator Sri Wahyuningsih, tetapi tidak berhasil merukunkan kembali Penggugat dan Tergugat. Berdasarkan bukti yang diajukan, telah terbukti bahwa penggugat dan tergugat

masih terikat dalam perkawinan yang sah, dengan demikian gugatan penggugat dinyatakan tidak melawan hukum. Alasan penggugat untuk bercerai dari tergugat adalah didalam rumah

tangganya sudah tidak ada keharmonisan lagi dikarenakan telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang penyebabnya sebagaimana telah diuraikan penggugat dalam gugatannya. Kemudian tergugat dalam jawaban lisannya telah membenarkan sebagian besar dalil-dalil yang diajukan penggugat. Tergugat mengakui telah terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan tergugat bersedia bercerai dengan tebusan 25 juta rupiah, akan tetapi kehendak tergugat tersebut tidak diterima oleh penggugat dan penggugat menyatakan tetap pada isi

gugatannya. Berdasarkan hal tersebut, Majelis Hakim melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan pokok perkara. Meskipun tergugat telah membenarkan didalam rumah tangganya sudah tidak

rukun dan tidak harmonis lagi karena telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus, tapi Majelis Hakim masih perlu mendengarkan keterangan keluarga dan orang dekat penggugat dan tergugat untuk memenuhi ketentuan pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, sehingga jelas bagi Majelis Hakim tentang penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara penggugat dan tergugat. Upaya perdamaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim dan pihak keluarga

telah tidak berhasil, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap penggugat yang tetap pada gugatannya dan sudah tidak mencintai tergugat. Hal tersebut membuktikan bahwa perselisihan dan pertengkaran sudah tidak mungkin dapat didamaikan lagi dan diantara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga, sehingga bila rumah tangga keduanya tetap dipertahankan, sulit untuk menciptakan rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rohmah sebagaimana diharapkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, karena itu gugatan penggugat patut untuk dikabulkan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, gugatan penggugat

dipandang telah mempunyai cukup alasan dan memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Sesuai dengan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun

1989, maka semua biaya yang timbul akibat gugatan ini dibebankan kepada penggugat.

Putusan Berdasarkan duduk perkara dan hukum perkara tersebut, hakim memberikan putusannya berdasarkan musyawarah Majelis Hakim yang terdiri dari Sudirman H. Yusuf sebagai Hakim Ketua Majelis serta Ahd. Sufri Hamid dan Sarijan sebagai hakim-hakim Anggota serta diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum dengan didampingi oleh para hakim Anggota serta Husnawati Zen sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh pihak Penggugat dan Tergugat pada hari Kamis tanggal 19 Agustus 2010 bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1431 H. Putusannya tesebut adalah : Mengabulkan gugatan Pengugat; Menjatuhkan talak satu ba'in sughro dari Tergugat terhadap Penggugat; Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 116.000,- (seratus enam belas ribu rupiah).

Perkara Talak Khui Duduk Perkara Berdasarkan kronologi peristiwa yang menjadi dalil dalam perkara ini, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama Palembang, dalam hal ini Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, agar berkenan memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengabulkan gugatan penggugat. Menetapkan pernikahan antara Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian; Menetapkan biaya perkara menurut ketentuan yang berlaku;

-

Atau: bila Majelis Hakim berpendapat lain, penggugat memohon putusan yang seadil-adilnya; Penggugat dan tergugat telah hadir pada hari dan tanggal persidangan yang

telah ditetapkan. Pada saat itu, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan keduanya, begitu pula dengan upaya mediasi yang dilakukan gagal mencapai kesepakatan, maka dibacakanlah gugatan penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh penggugat. Tergugat menyampaikan jawaban lisan atas gugatan penggugat tersebut yang pada pokoknya membenarkan dalil-dalil penggugat dan menyatakan bahwa ia sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan rumah tangganya bersama penggugat. Kemudian sebagai langkah untuk memperkuat dalil gugatannya, penggugat mengajukan bukti surat berupa fotokopi bermeterai cukup Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Seberang Ulu I Nomor 809/93/X/SUI/95 tanggal 26 Oktober 1995 (bukti P 1). Selain itu, penggugat mengajukan dua orang saksi. Saksi pertama berumur 43 tahun, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan bertempat tinggal di Kota Palembang. Saksi pertama memberikan keterangan di hadapan persidangan dengan dibawah sumpah, yang pada pokoknya sebagai berikut: Hubungan saksi adalah kakak kandung penggugat dan kenal dengan tergugat. Saksi hadir pada waktu penggugat dan tergugat menikah dan menyatakan

bahwa penggugat dan tergugat tinggal di rumah saksi setelah menikah karena penggugat ikut saksi pada waktu itu. Setahu saksi, penggugat dan tergugat sering cekcok terus menerus,

penyebabnya tergugat tidak ada rasa tanggung jawab terhadap penggugat. Penggugat dengan tergugat tidak lagi serumah sejak bulan April 2010 sampai

gugatan diajukan, yang pergi adalah tergugat meninggalkan penggugat.

-

Setahu saksi, penggugat dan tergugat belum dikaruniai anak. Setahu saksi, tergugat tidak pernah datang lagi sejak ia pergi meninggalkan

rumah. Saksi sudah sering memberi nasehat kepada penggugat, tetapi tidak berhasil. Saksi kedua berumur 38 tahun, bekerja di bidang swasta dan bertempat tinggal di Palembang. Saksi kedua memberikan keterangan di hadapan persidangan dengan dibawah sumpah, yang pada pokoknya sebagai berikut: Hubungan saksi dengan penggugat adalah tetangga dan saksi kenal dengan

tergugat. Saksi hadir sewaktu penggugat dan tergugat menikah dan setelah menikah

mereka tinggal di rumah kakak penggugat sampai keduanya berpisah. Setahu saksi, penggugat dan tergugat belum dikaruniai anak. Setahu saksi, penggugat dan tergugat sudah pisah rumah lebih kurang satu

tahun, yang pergi adalah tergugat, saksi tidak tahu penyebabnya. Setahu saksi, tergugat tidak memberi nafkah kepada penggugat. Saksi sudah pernah menasehati penggugat, tetapi penggugat tetap pada

gugatannya. Selanjutnya penggugat dan tergugat menyatakan tidak keberatan atas buktibukti yang diajukan penggugat tersebut. Kemudian penggugat dan tergugat menyatakan bahwa mereka tidak mengajukan sesuatu apa pun lagi dan memohon putusan kepada hakim. Majelis hakim menanggapi permohonan tersebut dengan menunjuk segala hal ihwal sebagaimana tercantum dalam berita acara pemeriksaan perkara untuk mempersingkat uraian putusan.

Hukum

Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusannya memperhatikan segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan dalil syari yang berkaitan dengan perkara tersebut, dan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana berikut: Maksud dan tujuan gugatan penggugat pada pokoknya adalah sebagaimana

yang telah disebutkan sebelumnya. Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara tetapi

tidak berhasil. Mediasi yang difasilitasi oleh Hakim Mediator, Sarijan, juga tidak berhasil

merukunkan penggugat dan tergugat. Berdasarkan bukti P.1, telah terbukti bahwa penggugat dan tergugat telah

terikat dalam perkawinan yang sah, dan tergugat mengucapkan sighat talik talak sesudah akad nikah sebagaimana biasanya. Gugatan penggugat didasarkan pada dalil yang pada pokoknya rumah tangga

penggugat dengan tergugat sudah tidak harmonis lagi karena tergugat sudah pergi dan tidak mempedulikan penggugat sejak bulan April 2010 tanpa nafkah lahir dan batin. Tergugat mengakui kebenaran dalil gugatan penggugat dan pengakuan adalah

merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat, oleh karenanya pengakuan tergugat telah menguatkan dalil gugatan penggugat. Keterangan para saksi yang dibenarkan penggugat pada pokoknya telah

menguatkan kebenaran dalil gugatan penggugat. Berdasarkan pengakuan penggugat dan keterangan saksi-saksi, tergugat telah

melalaikan kewajiban sebagai suami sejak bulan Juli 2010 sudah tidak mempedulikan penggugat tanpa nafkah lahir maupun batin. Berdasarkan hal tersebut, tergugat telah melanggar sighat talik talak yang diucapkan semasa akad nikahnya tersebut.

-

Berdasarkan fakta tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan

penggugat dan tergugat tidak mungkin dipertahankan lagi karena tergugat telah melanggar sighat talik talak dan penggugat telah menyerahkan uang iwadl sebesar Ep. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) di persidangan agar gugatannya dikabulkan dengan talak satu khuli dari tergugat. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka gugatan penggugat

dipandang telah mempunyai cukup alasan dan memenuhi pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu gugatan penggugat patut

dipertimbangkan. Perkara ini adalah perkara perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan pasal

89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara dibebankan kepada penggugat. Sesuai dengan ketentuan pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun

1989, Majelis Hakim perlu memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Palembang untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, serta Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan penggugat dan tergugat dilangsungkan guna didaftarkan dalam daftar yang telah disediakan untuk itu.

Putusan Berdasarkan duduk perkara dan hukum perkara tersebut, hakim memberikan putusannya berdasarkan musyawarah Majelis Hakim yang terdiri dari M. Syukri sebagai Hakim Ketua Majelis serta Sri Wahyuningsih dan M. Wancik Dahlan sebagai hakim-hakim Anggota serta diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam

sidang terbuka untuk umum dengan didampingi oleh para hakim Anggota serta Sopendi sebagai Panitera Sidang dan dihadiri oleh pihak penggugat dan tergugat pada hari Selasa tanggal 01 Maret 2011 bertepatan dengan tanggal 24 Rabiul Awal 1432 H. Putusannya tesebut adalah : Mengabulkan gugatan Pengugat; Menjatuhkan talak satu khuli Tergugat terhadap Penggugat dengan iwadl Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiiah); Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Palembang untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan penggugat dan tergugat dilangsungkan guna didaftarkan dalam daftar yang telah disediakan untuk itu; Membebankan penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 211.000,- (dua ratus sebelas ribu rupiah). Analisa Terhadap Peristiwa Khulu di Palembang Pada perkara pertama, terdapat pernyataan dari tergugat bahwa ia siap melakukan ikrar talak jika Majelis Hakim menetapkan gugatan penggugat sebagai khulu. Namun dalam perjalanan proses hukum selanjutnya, Majelis Hakim tidak menyinggung lagi tentang khulu (talak tebus) dalam proses hukum gugatan tersebut. Selanjutnya Majelis Hakim memberikan putusan atas gugatan pengggugat tersebut sebagai cerai gugat biasa dan bukan khulu. Ketiadaan proses khulu tersebut karena penggugat tidak meminta perceraian dengan tebusan, maka perkara ini tidak menjadi perkara khulu sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 1 huruf (1) Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan fakta hukum pada peristiwa pertama ini tidak ada pernyataan lain mengenai permintaan cerai dengan tebusan, baik dari pihak penggugat maupun tergugat, sehingga Hakim tidak akan

begitu saja mengubahnya menjadi proses khulu dan melanjutkannya sebagai perkara cerai gugat biasa. Pada perkara kedua, terdapat pernyataan dari tergugat bahwa dirinya tidak menginginkan cerai dari penggugat sambil mengakui adanya perselisihan dan pertengkaran terus menerus antara penggugat dengan tergugat. Namun, tergugat menyatakan bahwa bila penggugat menginginkan cerai maka tergugat meminta tebusan (fid) sebesar 25 juta rupiah. Pada pernyataan tersebut terlihat bahwa pihak tergugat yang memulai pengajuan khulu tetapi tidak diterima oleh penggugat karena penggugat tetap pendiriannya dengan mengajukan cerai gugat biasa dan bukan khulu. Berdasarkan salah satu rukun khulu, yaitu shighat, peristiwa tersebut telah menunjukkan adanya ijab (dari tergugat) tetapi tidak ada qabul (dari penggugat), sehingga hukum khulu tidak dapat dijatuhkan. Berdasarkan pada fakta tersebut, Hakim melanjutkan proses gugatan penggugat tersebut sebagai perkara gugat cerai biasa. Pada perkara ini terlihat bahwa khulu hanya berdasarkan permintaan cerai dari isteri dan bukan dari suami sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 huruf (i) Kompilasi Hukum Islam. Namun, pernyataan pada Kompilasi Hukum Islam tersebut berlawanan dengan pandangan jumhur ulama mazhab yang menyatakan bahwa khulu dapat dijatuhkan oleh suami. Berdasarkan hal, tersebut, perlu ada definisi ulang mengenai khulu menurut Kompilasi Hukum Islam karena adanya hak suami untuk mengajukan khulu dengan meminta tebusan. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak menjadi dilema bagi hakim dalam menghadapi perkara seperti perkara tersebut. Selain itu, kondisi pada perkara kedua ini dapat dibenarkan bila memang telah ada ketentuan hukum positif yang mengatur bahwa lelaki juga memiliki hak untuk mengajukan khulu sebagaimana pendapat jumhur ulama mazhab dan perempuan memiliki hak khiyar (memilih) antara memberi tebusan atau tidak kepada suaminya tersebut, sebagaimana yang disampaikan oleh sebagian ulama mazhab Hanaf. Namun,

hal ini pun tidak ditampung oleh peraturan perundangan di Indonesia sehingga dampak dari ketiadaan acuan hukum ini adalah bahwa hakim akan tetap menjadikan peerka tersebut menjadi perkara serai gugat biasa bila tidak ada permintaan cerai dengan tebusan dari pihak isteri. Tingginya tebusan yang diminta oleh tergugat juga dapat menjadi alasan kuat bagi penggugat untuk menjadikan gugatannya sebagai perkara cerai gugat biasa karena penggugat hanya perlu membayar biaya perkara saja. Pada kondisi ini, keberadaan khulu sebagai sebuah produk hukum akan menjadi tidak efektif karena akan cenderung diabaikan sebagaimana yang terlihat pada perkara kedua ini. Penulis hanya menemukan satu perkara dalam bentuk ini, dan proses khulu dari pihak tergugat (suami) itu pun tidak dilanjutkan. Berdasarkan hal tersebut, pendapat Bakr ibn Abdullah al-Muzan yang menyatakan bahwa hukum khulu telah di-naskh patut untuk diperhatikan. Penulis berpendapat bahwa pendapat al-Muzan tersebut lebih pantas untuk digunakan daripada ada ketentuan hukumnya tapi tidak digunakan, bahkan cenderung diabaikan dan dipermainkan dengan mengambil hukum yang berbiaya lebih murah. Kekhawatiran penulis didasarkan pada kemungkinan adanya kecenderungan para pihak yang bertikai untuk mencari celah hukum yang lebih menguntungkan bagi dirinya tanpa memperhatikan aspek madlarat yang ditimbulkan. Pada perkara kedua ini, permintaan tebusan disertai dengan keinginan dasar tergugat untuk tidak bercerai dari penggugat memperlihatkan adanya madlarat yang ditimbulkan bagi dirinya karena terdapat kemungkinan bahwa tergugat telah mengeluarkan biaya banyak sebagai mahar dan biaya perkawinan yang telah dilangsungkan bersama penggugat. Selain itu, pernyataan tergugat bahwa pada dasarnya dia tidak ingin bercerai perlu menjadi pertimbangan bahwa yang dibutuhkan oleh tergugat bukanlah perceraian tetapi solusi konflik karena perceraian adalah solusi konflik yang paling terakhir.

Pernyataan tersebut didukung fakta bahwa hubungan antara penggugat dan tergugat telah menghasilkan seorang anak. Pertimbangan bahwa anggapan penggugat bahwa tergugat tidak jujur karena tergugat pergi ke rumah orang tua tergugat sedangkan tergugat mengatakan kepada penggugat bahwa tergugat ingin pergi ke kantor perlu ditinjau ulang. Hal tersebut perlu dilakukan karena adanya pernyataan dari tergugat bahwa ia ke rumah orang tua tergugat dengan seizin dari kantornya dan orang tua tergugat sedang sakit. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang menjadi sebab utama dalam rumah tangga antara penggugat dan tergugat hanya berkutat pada persoalan komunikasi yang tidak lancar yang menimbulkan efek pada terungkitnya permasalahan yang lain, seperti permasalah ketidakjujuran mengenai penghasilan dan rasa tidak hormat dan menghargai kepada orang tua penggugat. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim hanya memperhatikan adanya perselisihan dan pertengkaran terus yang sulit diharapkan rukun kembali, sebagaimana yang diakui oleh penggugat dan tergugat. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum pada pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam mengenai alasan perceraian. Pasal ini merupalan pasal karet karena sifat kelenturannya yang dapat menampung seluruh keinginan pihak-pihak yang ingin bercerai meski terkadang belum memenuhi ketentuan syari. Pada perkara ketiga, tergugat tidak meminta tebusan (fid) sebagaimana yang terjadi pada perkara kedua, tetapi Majelis Hakim mengambil kesimpulan bahwa tergugat telah melanggar sighat talik talak karena tergugat tidak memberikan nafkah lahir dan batin lebih kurang selama delapan bulan sebagai akibat dari tindakan tergugat yang meninggalkan penggugat sejak Juli 2010. Selain itu, penggugat telah memberikan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah di persidangan sebagai iwadl agar gugatan dikabulkan sebagai talak khuli dari tergugat. Berdasarkan fakta tersebut, hanya pada perkara ketiga inilah terdapat mekanisme dan proses hukum khulu.

Proses khulu yang terdapat pada perkara ini sesuai dengan Pasal 1 huruf (i) Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa khulu adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suami. Pada perkara ini, penggugat mengajukan cerai gugat yang merupakan bentuk dari permintaan cerai dari isteri dan penggugat memberikan iwadl di persidangan sebesar sepuluh ribu rupiah sebagai bentuk tebusan agar gugatannya dikabulkam dengan talak satu khuli dari tergugat. Kesimpulan Majelis Hakim dalam pertimbangannya adalah bahwa perkawinan penggugat dan tergugat sudah tidak mungkin dipertahankan lagi karena tergugat telah melanggar sighat talik talak dan penggugat telah memberikan iwadl. Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan tersebut Majelis Hakim memberikan putusan menjatuhkan talak satu khuli kepada penggugat dengan iwadl Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Berdasarkan fakta hukum tersebut, hukum khulu yang ditetapkan berdasarlan pada adanya pelanggaran terhadap sighat talik talak. Pelanggaran terhadap sighat talik talak ini menjadi salah satu alasan perceraian sebagaimana yang ditegaskan oleh Pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam. Keberadaan sighat talik talak ini diakui dan diatur mekanismenya oleh Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 45 dan 46. Pada Pasal 46 ayat (3) dijelaskan bahwa perjanjian talik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali. Hal ini terkesan menjadi sebuah jebakan bagi pihak suami karena pengucapan talik talak bukanlah suatu hal yang diwajibkan, tetapi pernyataan sight talik talak sudah termaktub dalam buku nikah. Padahal acara akad nikah sebagai peresmian status suami isteri secara prosedural hukum positif telah selesai pada saat selesainya ucapan ijab qabul yang diikuti dengan pernyataan sah terhadap ijab qabul tersebut oleh para saksi dan dilanjutkan oleh pencatatan yang dilakukan oleh Petugas KUA sebagai kewajibannya,

maka urgensi talik talak menjadi hilang kecuali memang sudah disepakati oleh kedua pasangan suami isteri tersebut sebelum akad nikah. Talik talak bukanlah bagian dari peresmian akad nikah karena talik talak hanyalah suatu perjanjian yang diada-adakan meski dengan tujuan baik. Seorang suami berhak untuk menolak pengucapan sighat talil talak karena hal tersebut bukan merupakan kewajiban. Namun pada saat seorang suami mengucapkannya, maka sighat talik talak menjadi hal yang mengikat bagi dirinya dan mempunyai ketentuan hukum yang tidak dapat dibatalkan. Pada posisi inilah terdapat jebakan sighat talik talak bagi para suami setelah melaksanakan akad nikah. Walaupun demikian, talik talak dibenarkan oleh jumhur ulama mazhab kecuali mazhab Hanbal yang menyatakan bahwa talik pada kasus khulu tidak dibolehkan yang diqiyaskan dengan jual beli (al-Zayla 1313 H, Juz 2, hal. 272). Penulis berpendapat bahwa pendapat al-Muzan yang menyatakan bahwa hukum khulu telah di-naskh perlu diperhatikan. Pendapat penulis tersebut dilandaskan pada kenyataan di masyarakat Palembang, sebagaimana yang ditunjukkan oleh ketiga perkara yang telah disebutkan. Pada perkaraperkara tersebut, alasan perceraian yang digunakan adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang sulit diharapkan rukun kembali serta pelanggaran sighat talik talak, seperti yang terdapat pada Pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam, tanpa melihat adanya alasan perceraian lainnya. Alasan lain yang terdapat pada Pasal 116 tersebut dapat dibenarkan oleh syara, tetapi kedua alasan perceraian pada perkaraperkara tersebut terkesan dipaksakan karena sifat kelenturannya. Hal tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan bahwa khulu adalah perkara luar biasa karena tidak memiliki upaya banding atau kasasi (Pasal 148 ayat (4) KHI), diputus sebagai perkara biasa bila tidak ada kesepakatan mengenai iwadl (Pasal 148 ayat (6) KHI) dan dikategorikan sebagai talak bain sughra yang merupakan talak yang tidak boleh dirujuk oleh bekas

suaminya tetapi hanya dimungkinkan dengan akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah (Pasal Pasal 119 dan 161 KHI). Berdasarkan pada kenyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa talik talak tidak dapat dibenarkan dan dikembalikan kepada pernyataan bahwa talik itu pada dasarnya tidak ada, karena merupakan bentukan hukum baru. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Ibn Hazm dan Syah Immiyyah yang menyatakan bahwa talik talak adalah tidak dibenarkan dan pengucapannya tidak mengakibatkan hukum apa-apa, karena tuntunan mengenai talik talak tidak terdapat dalam Alquran dan hadis. Urgensi pendapat Ibn Hazm dan Syah Immiyyah tersebut terkait dengan kenyataan bahwa mayoritas hukum khulu yang diputuskan di Indonesia mengacu pada adanya pelanggaran terhadap sighat talik talak yang di dalamnya mengandung kemungkinan adanya jebakan terhadap suami yang berakibat hukum. Selain itu, hukum khulu telah di-naskh sebagaimana yang disampaikan oleh alMuzan. Urgensi pendapat ini terletak pada kenyataan bahwa tidak ada perempuan (pada kasus di Palembang) yang mengajukan khulu terhadap suaminya dengan pernyataan akan memberikan iwadl tanpa mengaitkannya dengan sighat talik talak. Sedangkan seorang suami yang mengajukan khulu dengan tebusan cenderung tidak diperhatikan oleh pihak isteri. Hal ini menjadi terkesan seperti sebuah pengabaian terhadap hukum khulu itu sendiri yang hanya akan digunakan bila menguntungkan. Penulis belum pernah menemui perkara khulu di Palembang dengan jumlah tebusan selain sepuluh ribu rupiah. Jumlah ini teramat kecil mengingat khulu adalah bentuk pengembalian harga diri seorang perempuan dengan membeli kembali kebebasannya, sehingga harga kemerdekaan sedemikian murah. Sebaliknya, seorang suami telah memberikan mahar kepadanya dengan jumlah yang lebih besar daripada jumlah itu. Berlawanan dengan peristiwa khulu yang terdapat dalam hadis, dimana Rasulullah SAW menanyakan kepada Sbit mengenai apa yang telah diberikan kepada isterinya yang dijawabnya dengan sebidang kebun, maka

Rasulullah SAW meminta kesediaan kepada isteri Sbit untuk mengembalikan sebidang kebun tersebut. Berdasarkan hal tersebut, pendapat bahwa hukum khulu dihapus perlu diperhatikan dengan memberikan perhatian pada upaya mengatasi solusi konflik rumah tangga secara integral dan menyeluruh, seperti konseling yang tepat guna, yang diiringi dengan adanya harapan bahwa perceraian dapat dihindari.