Upload
hathuy
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN
BAB VII REHABILITASI HUTAN
DR RINA MARINA MASRI, MP
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
1
BAB VIII REHABILITASI HUTAN
1. Pengertian Rehabilitasi Hutan
Hutan dan kawasan hutan merupakan kekayaan alam yang harus tetap dijaga
kelestariannya. Dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang
optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada
prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dikelola dengan tetap
memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, serta yang selaras dengan fungsi
pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga kelangsungan
fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan
yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi
hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Penyelenggaraan rehabilitasi
hutan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka
mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya untuk
memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga
daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan disosialisasikan sebagai program
pemulihan lingkungan hidup yang telah rusak dan sudah menjadi lahan kritis.
Rehabilitasi hutan dan lahan diimplementasikan pada semua kawasan hutan kecuali
cagar alam dan zona inti taman nasional.
Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang
telah menurun fungsinya sebagai unsur produksi pertanian, media pengatur tata air DAS
maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Lahan kritis juga merupakan
suatu lahan yang kondisi tanahnya telah mengalami proses kerusakan fisik, biologi atau
kimia yang pada akhirnya bisa membahayakan fungsi hidrologi, produksi, orologi,
pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi di sekelilingnya.
2
Gambar 8.1. Lahan Kritis Kawasan Hutan
(Sumber: http://acehsatu.com/wp-content/uploads/2016/03/Hutan-Kritis.jpg )
Rehabilitasi diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi dan penghijauan serta
reklamasi hutan, keberhasilannya ditentukan oleh besar kecilnya partisipasi masyarakat.
Rehabiliasi untuk kepentingan pembangunan bersifat strategis atau menyangkut
kepentingan umum yang harus menggunakan kawasan hutan, harus diimbangi dengan
upaya reklamasinya. Menurut peraturan pemerintah, rehabilitasi dilakukan melalui
kegiatan reboisasi, panghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman serta penerapan
teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak
produktif. Serta kegiatan reklamasi hutan meliputi usaha untuk memperbaiki atau
memulihkan kembali lahan dengan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi
secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Rehabilitasi hutan melalui kegiatan
reboisasi tersaji pada Gambar 8.2.
2. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat
RPRHL adalah rencana manajemen (management plan) dalam rangka penyelenggaraan
RHL sesuai dengan kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan.
3
Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RTnRHL
adalah rencana RHL yang disusun pada tahun sebelum kegiatan (T-1) yang bersifat
operasional berisi lokasi definitif kegiatan RHL, volume kegiatan, kebutuhan bahan dan
upah serta kegiatan pendukung.
Gambar 8.2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis (Sumber :http://www.biomaterial.lipi.go.id/main/wpcontent/uploads/2013/03/Picture11.jpg)
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai yang
selanjutnya disingkat RTk-RHL DAS adalah rencana RHL 15 (lima belas) tahunan yang
memuat rencana pemulihan hutan dan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi,
pengembangan sumberdaya air dan pengembangan kelembagaan.
Prioritas rehabilitasi hutan dan lahan berdasarkan kategori lahan kritis terdiri dari:
a) Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Prioritas I adalah lahan kritis sasaran
rehabilitasi hutan dan lahan kategori kritis dan sangat kritis yang ditetapkan dalam
RTk-RHL DAS;
4
b) Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Prioritas II adalah lahan kritis sasaran
rehabilitasi hutan dan lahan kategori agak kritis yang ditetapkan dalam RTkRHL
DAS.
3. Tata Cara Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
Tata cara pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk
memberikan acuan kepada semua pihak dalam menyelenggarakan kegiatan RHL
sehingga pelaksanaan kegiatan RHL dapat terlaksana dengan baik. Tujuannya adalah
pulihnya daya dukung DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
A. Rancangan Kegiatan RHL
RHL dilaksanakan sesuai Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan (RTnRH) dan/ata
Rencana Tahunan Rehabilitasi Lahan (RTnRL). Rancangan Kegiatan RHL berdasarkan
RTnRH dan/atau RTnRL terdiri dari :
1) Rancangan kegiatan penanaman RHL didalam Land Mapping Unit (LMU) Terpilih yaitu
satuan lahan terkecil pada RTk RHL DAS yang mempunyai kesamaan kondisi biofisik
(kekritisan lahan, fungsi kawasan, morfologi DAS serta prioritas DAS) dengan klas
erosi Agak Kritis, Kritis dan Sangat Kritis,. Penanaman RHL melalui tahapan: (a)
Persemaian/Pembibitan, (b) Penanaman, (c) Pemeliharaan tanaman, (d) Pengamanan
danmKegiatan Pendukung.
2) Rancangan kegiatan konservasi tanah dengan penerapan teknik konservasi tanah.
B. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat berupa penanaman RHL atau
penerapan teknik konservasi tanah.
1) Penanaman RHL
Penanaman RHL bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan
fungsi sumberdaya hutan dan lahan baik fungsi produksi, fungsi lindung maupun
fungsi konservasi. Penanaman RHL dilakukan di dalam kawasan hutan dan di luar
kawasan hutan. Penanaman RHL terdiri dari kegiatan: (a) Reboisasi, (b) Penghijauan,
(c) Pengayaan Tanaman, dan (d) Pemeliharaan Tanaman.
5
(a) Reboisasi
Reboisasi adalah penanaman kembali hutan yang telah gundul atau tandus
akibat di tebang atau akibat bencana alam. Tujuan reboisasi yaitu untuk
meningkatkan kualitas hidup makhluk hidup khususnya manusia melalui kualitas
peningkatan sumber daya alam. Reboisasi sangat erat hubungannya dengan kata
penghijauan, dengan menggalakkan penghijauan maka lingkungan sekitar
tempat tinggal terasa lebih sejuk, ketersediaan air tanah akan terjamin dan dapat
meningkatnya kesuburan tanah, selain itu reboisasi juga dapat menurunkan
pemanasan global atau global warming. Dengan kembalinya fungsi hutan maka
dapat menghindarkan lingkungan hidup dari polusi udara, kembalinya ekosistem
dan dengan reboisasi dapat menanggulagi global warming.
Reboisasi hanya dilakukan di hutan atau lahan yang kosong atau gundul yang
telah ditentukan oleh peraturan. Dengan demikian, membuat hutan yang baru
pada area bekas tebang habis, bekas tebang pilih, lahan gundul ataupun pada
lahan kosong lainnya yang terdapat di dalam kawasan hutan itu termasuk
kedalam reboisasi.
Reboisasi dilakukan melalui kegiatan penanaman dalam kawasan hutan
konservasi, hutan lindung atau hutan produksi. Penanaman dilaksanakan pada
LMU Terpilih dengan kondisi areal terbuka/semak belukar dan bertegakan
anakan kurang dari 200 (dua ratus) batang/hektar. Jumlah tanaman pada akhir
tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 700 (tujuh
ratus) batang/hektar. Jika jumlah tanaman telah terpenuhi maka tidak dilakukan
pemeliharaan lanjutan. LMU Terpilih dibagi menjadi 2 (dua) prioritas yaitu:
i. Prioritas I dengan ketentuan paling sedikit 1.600 (seribu enam ratus)
batang/hektar,
ii. Prioritas II dengan ketentuan paling sedikit 1.100 (seribu seratus)
batang/hektar.
6
Gambar 8.3. Reboisasi pada lahan gundul
(Sumber:https://encryptedtbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQYVx7ZkEIxbE1R8k
m6Wi4_L7ggu5SvpkILpZMS-CN6hX2jwssfhovEPQY)
(b) Penghijauan
Penghijauan bertujuan menjaga dan meningkatkan fungsi perlindungan tata air
dan pencegahan bencana alam banjir, longsor, dan/atau untuk meningkatkan
produktivitas lahan. Penghijauan dilaksanakan di luar kawasan hutan pada
kawasan lindung dan kawasan budidaya, meliputi kegiatan:
i. Pembangunan Hutan Rakyat;
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak
milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas
minimal 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar, penutupan tajuk tanaman
kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 % (lima puluh perseratus).
Pembangunan hutan rakyat dilaksanakan antara lain pada areal
terbuka/semak belukar/bertegakan dengan jumlah anakan kurang dari 200
(dua ratus) batang/hektar. Pembangunan hutan rakyat dilaksanakan pada
LMU Terpilih dengan ketentuan:
Prioritas I paling sedikit 1.600 (seribu enam ratus) batang/hektar
Prioritas II paling sedikit 1.100 (seribu enam ratus) batang/hektar
Jumlah tanaman pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun
tanaman baru paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar.
7
Gambar 8.4. Pembangunan Hutan Rakyat
(Sumber:http://agroindonesia.co.id/wp-content/uploads/2015/08/hutan-rakyat-sengon-11.jpg)
ii. Penghijauan Lingkungan
Penghijauan lingkungan dilaksanakan pada areal ruang terbuka hijau dan lahan
kosong yang diperuntukkan sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Pelaksanaan penanaman penghijauan lingkungan disesuaikan dengan keinginan
masyarakat dan kondisi fisik setempat.
Gambar 8.5. Penghijauan Lingkungan
(Sumber:http://4.bp.blogspot.com/cGwaxtuiy2Y/UNrm44jDzvI/AAAAAAAAATA/MSDCteouK6M/s1600/Green-Forest-Wallpaper-green-20036604-1280-1024.jpg)
8
iii. Pembangunan Hutan Kota
Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan
yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara
maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang
berwenang. Pembangunan Hutan Kota dilaksanakan di wilayah perkotaan yang
ditunjuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota, dengan luas paling sedikit 0,25 (dua
puluh lima perseratus) hektar. Pelaksanaan penanaman dalam rangka
pembangunan hutan kota paling sedikit 1.600 (seribu enam ratus)
batang/hektar. Penyediaan anggaran pembibitan, penanaman dan pemeliharaan
hutan kota secara normatif maksimal sebesar dua kali dari anggaran rehabilitasi
hutan ataupun rehabilitasi lahan tertinggi masing-masing kegiatan. Ketentuan
lebih lanjut tentang pembangunan hutan kota dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(c) Pengayaan Tanaman
Pengayaan tanaman dilakukan dengan cara: pengayaan tanaman dalam rangka
reboisasi dan pengayaan tanaman dalam rangka penghijauan atau lazim disebut
pengayaan hutan rakyat.
i. Pengayaan tanaman dalam rangka reboisasi dilaksanakan pada satuan lahan
terkecil (LMU) terpilih yang memiliki jumlah tegakan antara 200 (dua ratus)
sampai dengan 700 (tujuh ratus) batang/hektar. Pelaksanaan pengayaan
tanaman pada LMU Terpilih paling sedikit 500 (lima ratus) batang/hektar.
Jumlah tanaman pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman
baru paling sedikit 700 (tujuh ratus) batang/hektar. Jikajumlah tanaman telah
tercapai, maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
ii. Pengayaan hutan rakyat dilaksanakan pada areal kebun campuran dengan
jumlah tegakan paling sedikit 200 (dua ratus) batang/hektar. Pelaksanaan
pengayaan hutan rakyat pada LMU Terpilih paling sedikit 200 (dua ratus)
batang/hektar. Jumlah tanaman pengayaan hutan rakyat pada akhir tahun
ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 400 (empat
9
ratus) batang/hektar. Jika jumlah tanaman telah tercapai, maka tidak dilakukan
pemeliharaan lanjutan.
(d) Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memelihara tanaman RHL.
Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan I dan pemeliharaan II yang didahului
dengan evaluasi tanaman untuk menentukan intensitas pemeliharaan. Intensitas
pemeliharaan terdiri dari:
i. Pemeliharaan ringan yaitu penyiangan dan pendangiran masing-masing
satu kali serta penyulaman maksimal 10% (sepuluh perseratus),
ii. Pemeliharaan sedang yaitu penyiangan, pendangiran, dan pemberantasan
hama masing-masing satu kali serta penyulaman maksimal 20% (dua puluh
perseratus).
iii. Pemeliharaan berat yaitu penyiangan, pendangiran dan pemberantasan
hama masing-masing minimal satu kali, serta penyulaman lebih dari 20%
(dua puluh perseratus). Penyulaman hanya dilakukan pada pemeliharaan I.
Kegiatan pemeliharaan tanaman untuk jenis dan fungsi tertentu, setelah
Pemeliharaan II dapat dilaksanakan pemeliharaan lanjutan yang meliputi
perawatan dan pengendalian hama/penyakit. Pemeliharaan lanjutan dilakukan
sampai dengan tahun kelima dan dilaksanakan berdasarkan evaluasi oleh Tim yang
dibentuk Direktur Jenderal.
Pemeliharaan tanaman lanjutan dilaksanakan oleh:
i. Pemerintah untuk kawasan hutan konservasi;
ii. Pemerintah kabupaten/kota atau Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk
kawasan hutan produksi dan hutan lindung;
iii. Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota untuk taman hutan
raya sesuai dengan kewenangannya; atau
iv. Pemegang hak atau izin untuk kawasan hutan yang telah dibebani hak atau
izin.
10
Penyediaan anggaran pemeliharaan I dan pemeliharaan II secara normatif adalah
sebesar 30% (tiga puluh perseratus) setiap tahun dari anggaran penanaman.
Penyediaan anggaran pemeliharaan lanjutan paling banyak 15% (lima belas
perseratus) setiap tahun dari anggaran penanaman atau pengayaan tanaman
masing-masing.
2) Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Penerapan teknik konservasi tanah dilakukan secara sipil teknis, vegetatif dan
teknik kimiawi. Penerapan teknik konservasi tanah di luar kawasan hutan yang
dilakukan secara sipil teknis disertai teknik vegetatif meliputi pembangunan atau
pembuatan:
(a) Dam pengendali,
Gambar 8.6 Dam Pengendali (Sumber : https://bebasbanjir2025.files.wordpress.com/2008/10/cd2.jpg)
11
(b) Dam penahan;
Gambar 8.7. Dam Penahan (Sumber :
http://wonogiri.vacau.com/files/images/c5ed1890ca29f2b1d750807874981da2.jpg)
(c) Pengendali jurang (gully plug);
Gambar 8.8. Pengendali Jurang (Sumber : http://sipdas.menlhk.go.id/documents/803/download)
12
(d) Embung air;
Gambar 8.9. Embung Air (Sumber : https://technogetz.files.wordpress.com/2010/04/tambakboyo4.jpg)
(e) Sumur resapan air (SRA);
Gambar 8.10. Sumur Resapan Air (Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-
yvTqCl98j5o/UwHPKPN6X7I/AAAAAAAAAZA/0zlbItHm-QQ/s1600/sumur-resapan-pedesaan.jpg)
13
(f) Rorak;
Gambar 8.11. Rorak (Sumber : https://bebasbanjir2025.files.wordpress.com/2008/10/rorak1.jpg)
(g) Strip rumput;
Gambar 8.12. Strip Rumput (Sumber : https://bebasbanjir2025.files.wordpress.com/2008/10/s1.jpg)
14
(h) Perlindungan kanan-kiri tebing sungai;
Gambar 8.13. Perlindungan Kanan-Kiri Tebing Sungai (Sumber : http://image.slidesharecdn.com/tugaspresentasiwayan-120215004359-
phpapp01/95/tugas-presentasi-wayan-32-728.jpg?cb=1329266933)
(i) Saluran pembuangan air (SPA) dan bangunan terjunan air;
Gambar 8.14. Saluran Pembuangan Air (Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-bbZG6KWUYJc/T5uJn_E-
4xI/AAAAAAAAAFY/1PI1_aPtnrI/s1600/6.jpg)
15
(j) Teras;
Gambar 8.15. Teras (Sumber : https://bebasbanjir2025.files.wordpress.com/2008/10/tg1.jpg)
(k) Biopori;
Gambar 8.16. Biopori (Sumber : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ-
MKcZWQDNr5IjCN65ff5-sU-_QS4Sdj9LC0c6zA6H0U0X7_y3tw)
16
(l) Mulsa;
Gambar 8.17. Mulsa (Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-RU-8IFXpJUo/UvLyxZ-
m9ZI/AAAAAAAADyA/5YvfTVc1KLc/s1600/peranan+mulsa.jpg)
Penerapan teknik konservasi tanah secara teknik kimiawi meliputi penggunaan;
(a) Bitumen,
Gambar 8.18. Bitumen (Sumber : http://www.21stcentech.com/wp-content/uploads/2013/07/Cold-Lake-oil-
spill.jpg)
17
(b) Zat kimia;
Gambar 8.19. Zat Kimia (Sumber : https://ngasih.files.wordpress.com/2014/11/cara-mencampur-pestisida-yang-
benar.jpg?w=300&h=224)
(c) Soil conditioner
Gambar 8.20. Soil Conditioner (Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-
4rdQXZZUluM/ULMkwFOJquI/AAAAAAAAASA/mk4HJKQzb5M/s1600/Pine-soil-conditioner.jpg)
18
4. Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Pesisir/Pantai
Maksud dan tujuan RHL di daerah pesisir/pantai yaitu mengembalikan keberadaan
vegetasi daerah pesisir/pantai sehingga mampu berfungsi sebagai wilayah perlindungan
pantai dari abrasi dan intrusi air laut serta bencana alam tsunami. Kegiatan RHL di
daerah pesisir/pantai meliputi: (a) rehabilitasi hutan mangrove, (b) rehabilitasi areal
sempadan pantai. RHL di daerah pesisir/pantai dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a. persemaian/pembibitan;
b. pelaksanaan penanaman; dan
c. pemeliharaan I dan pemeliharaan II
(1) Rehabilitasi Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada tanah
aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut
dan dicirikan oleh keberadaan jenis-jenis Avicennia spp (Apiapi), Soneratia spp.
(Pedada), Rhizophora spp (Bakau), Bruguiera spp (Tanjang), Lumnitzera excoecaria
(Tarumtum), Xylocarpus spp (Nyirih), Anisoptera dan Nypa fruticans (Nipah).
Rehabilitasi hutan mangrove atau areal sempadan pantai dilakukan berdasarkan
hasil penyusunan RTk RHL DAS pada Ekosistem Mangrove dan Ekosistem Pantai yang
diidentifikasi mempunyai vegetasi mangrove dengan kerapatan kurang (NDVI -1,00 s/d
0,43) dan wilayah yang berdasarkan peta land system termasuk KJP, KHY, PGO, LWW,
TWH, dan PTG yang kondisi vegetasinya telah terbuka dan/atau terdeforestasi.
Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan pada LMU Prioritas I paling sedikit
3.300 (tiga ribu tiga ratus) batang/hektar dan LMU Prioritas II paling sedikit 6.000 (enam
ribu) batang/hektar. Jumlah tanaman mangrove pada akhir tahun ketiga baik tanaman
asal maupun tanaman baru paling sedikit 1.100 (seribu seratus) batang/hektar. Jika
jumlah tanaman telah tercapai, maka tidak perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan.
Rehabilitasi hutan mangrove tersaji pada Gambar 8.21.
19
Gambar 8.21. Rehabilitasi Hutan Mangrove (Sumber : http://www.rdifm.co.id/uploads/news/tanam_mangrove_ist.jpg)
(2) Rehabilitasi Areal Sempadan Pantai
Rehabilitasi areal sempadan pantai dilakukan pada areal terbuka/kritis menurut
RTk RHL DAS selebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat yang bukan termasuk habitat/ekosistem mangrove.
Rehabilitasi areal sempadan pantai dilaksanakan pada LMU Prioritas I paling sedikit
1.600 (seribu enam ratus) batang/hektar dan LMU Prioritas II paling sedikit 1.100 (seribu
seratus) batang/hektar. Jumlah tanaman hasil rehabilitasi areal sempadan pantai pada
akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 600
batang/hektar. Jika jumlah tanaman telah tercapai, maka tidak dilakukan pemeliharaan
lanjutan.
20
Gambar 8.22. Rehabilitasi Hutan Areal Sempadan Pantai (Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-
iFfXHOZFvv8/UpLCsrG7d7I/AAAAAAAACWM/b2_63xj1N9o/s1600/Pantai-Pondok-Bali2.jpg)
5. Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Kawasan Bergambut
Maksud dan tujuan RHL kawasan bergambut untuk memulihkan sumberdaya kawasan
bergambut yang kritis sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat ekologi,
ekonomi dan sosial kepada seluruh pihak yang berkepentingan, mengelola sumber daya
air, dan mengembangkan kelembagaan yang berbasis sumberdaya kawasan bergambut.
RHL kawasan bergambut dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a. Persemaian/Pembibitan;
b. Pelaksanaan Penanaman; dan
c. Pemeliharaan I dan Pemeliharaan II.
21
Gambar 8.23. Persemaian dan Pembibitan (Sumber : http://image.slidesharecdn.com/budidayakailanorganikdilahangambut-
140813204229-phpapp02/95/budidaya-kailan-organik-di-lahan-gambut-5-638.jpg?cb=1407962824)
Gambar 8.24. Pelaksanaan Penanaman (Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-
_N2hQOS3jaw/TWdhRiwJe0I/AAAAAAAAAOM/CQiqWEyYRAQ/s1600/Untitled.png)
22
Gambar 8.25. Pemeliharaan I Lahan Gambut (Sumber : http://manajemenperkebunansawit.com/wp-
content/uploads/2016/04/kunci-pengelolaan-850x400.jpg)
Gambar 8.26. Pemeliharaan II Lahan Gambut (Sumber : http://www.pabrikpupuk.com/wp-content/uploads/2015/12/cara-
pemupukan-sawit-yang-benar-serta-berkualitas.jpg)
Sasaran lokasi RHL kawasan bergambut diprioritaskan pada kawasan bergambut
berfungsi lindung dan budidaya yang kemungkinan keberhasilannya paling tinggi, yang
terdiri dari prioritas I dan prioritas II berdasarkan hasil penyusunan RTkRHL DAS
Kawasan Bergambut.
23
Penanaman RHL kawasan bergambut dilaksanakan pada prioritas RHL-G I dan
Prioritas RHL-G II berdasarkan RTkRHL DAS Kawasan Bergambut yang mempunyai
tegakan asal kurang dari 200 (dua ratus) batang/hektar, dengan jumlah penanaman
paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar. Jumlah tanaman hasil penanaman RHL
pada kawasan bergambut pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman
baru paling sedikit 600 (enam ratus) batang/hektar. Jika jumlah tanaman telah tercapai,
maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
Pelaksanaan pengayaan tanaman pada kawasan bergambut dilaksanakan pada
prioritas RHL-G I dan Prioritas RHL-G II berdasarkan RTkRHL DAS Kawasan Bergambut
yang mempunyai tegakan asal antara 200 (dua ratus) sampai dengan 700 (tujuh ratus)
batang/hektar, dengan penanaman pengayaan paling sedikit 400 (empat ratus)
batang/hektar. Jumlah tanaman pada kawasan bergambut pada akhir tahun ketiga baik
tanaman asal maupun tanaman baru minimal 600 batang/hektar. Jika jumlah tanaman
telah tercapai, maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
6. Kegiatan Pendukung RHL
Kegiatan pendukung RHL bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan
RHL. Jenis kegiatan Pendukung RHL meliputi: (a) pengembangan perbenihan,(b)
pengembangan teknologi RHL, (c) pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
dan lahan, (d) penyuluhan, (e) pelatihan, (f) pemberdayaan masyarakat, (g) pembinaan
dan (h) pengawasan.
a) Pengembangan pembenihan
Pengembangan perbenihan bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan jumlah
benih dan/atau bibit tanaman yang berkualitas sesuai sasaran RHL. Pengembangan
perbenihan meliputi kegiatan: (1) pemuliaan pohon, (2) pengembangan sumber
benih, (3) konservasi sumber daya genetic, (4) produksi benih,(5) distribusi benih dan
(6) pembibitan baik melalui pembuatan/pengadaan bibit, kebun bibit rakyat (KBR)
dan persemaian permanen.
24
Gambar 8.27. Pengembangan Pembenihan (Sumber : http://v-images2.antarafoto.com/wirausaha-sektor-kehutanan-lozhez-sb.jpg)
b) Pengembangan Teknologi RHL
Pengembangan Teknologi RHL bertujuan untuk meningkatkan dukungan: (1)
teknologi perencanaan, (2) pelaksanaan dan (3) monitoring-evaluasi RHL.
Pengembangan teknologi RHL dalam pelaksanaan RHL mencakup metoda dan teknik
dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi termasuk dalam pembibitan, penanaman
dan pembuatan bangunan konservasi tanah, pemeliharaan, perlindungan, dan
pengamanan. Teknologi RHL dapat dikembangkan melalui kerjasama antara lembaga
penelitian, perguruan tinggi maupun melalui penggalian kearifan budaya masyarakat
setempat. Sasaran pengembangan teknologi RHL antara lain (1) RHL di wilayah
arid/kering, (2) RHL di kawasan bergambut,(3) Teknologi penebaran benih melalui
udara (aerial seeding), (4) RHL pada berbagai tipe hutan dan iklim,(5) RHL di wilayah
padat penduduk, (6) RHL di wilayah sentra sayuran dan (7) RHL dengan pola
wanatani.
25
Gambar 8.28. Pengembangan Teknologi RHL (Sumber : https://encrypted-
tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRxiPs0wtIWzJ_7MWj0ea0Qefcd1CBmJzUrv5dWCRGWXlk3jaYo)
c) Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan merupakan rangkaian
kegiatan dalam usaha mencegah, memadamkan, mengendalikan, mengevaluasi
akibat kebakaran dan mempersiapkan tindakan rehabilitasi areal bekas kebakaran
hutan dan lahan. Kegiatan pada lokasi kegiatan RHL dilakukan secara terencana dan
terpadu dengan melibatkan para pihak terkait.
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan antara
lain dengan mengidentifikasi daerah-daerah rawan bencana kebakaran,
mensosialisasikan teknik pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan
lahan kepada masyarakat, menghindari pembakaran lahan, membuat ilaran/sekat
bakar, penyekatan air pada lahan gambut.
26
Gambar 8.29. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan (Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-CZpF-
L76ZgM/UiBPsdyFIoI/AAAAAAAAMdQ/9lwx7qlij6Q/s400/images.jpg)
d) Penyuluhan
Penyuluhan bertujuan merubah sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya RHL
yang ditempuh melalui pendidikan non formal. Penyuluhan dilaksanakan melalui
berbagai pendekatan, antara lain kunjungan lapangan, ceramah, pameran,
penyebaran brosur, leaflet dan majalah, kampanye, lomba, demonstrasi, temu
wicara, diskusi kelompok, karyawisata.
Gambar 8.30. Penyuluhan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Sumber :
http://distanhutbun.banyuwangikab.go.id/images/page/orig/pelaksanaan_kakija_2014.jpg)
27
e) Pelatihan
Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelaksana
kegiatan RHL. Pelatihan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat dan/atau
lembaga lain yang terkait. Pelatihan yang diselenggarakan pemerintah ditujukan
untuk memperkuat sumberdaya manusia perencana, pelaksana, pendamping serta
pengawas kegiatan RHL di lapangan.
Gambar 8.31. Pelatihan Rehabilitas Hutan dan Lahan (Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-
2zZHmeF_1qI/T9hVlaz8AQI/AAAAAAAAAJc/N1El71hpt7Q/s1600/PICT0203.jpg)
f) Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat
dalamm melaksanakan RHL pada lahannya baik secara individu maupun kelompok.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan antara lain melalui proses
penyadaran, peningkatan kapasitas dan pendayagunaan masyarakat. Kegiatan
pemberdayaan antara lain dalam bentuk pemberian akses pengelolaan kegiatan RHL
pada lahan milik melalui program bantuan langsung, pendampingan, penguatan
kelembagaan, kemitraan.
28
Gambar 8.32. Pemberdayaan Masyarakat (Sumber : http://2.bp.blogspot.com/-KHEMTjFagxk/U-
eZYPeSiYI/AAAAAAAAACY/znWYATC6IhU/s1600/PC040306.jpg)
7. Insentif Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Insentif RHL merupakan instrumen kebijakan pendukung RHL dalam rangka
mendorong percepatan tercapainya: (a) tujuan rehabilitasi hutan dan lahan dan (b)
pencegahan bertambah luasnya kerusakan/degradasi hutan dan lahan.
Kriteria insentif kegiatan RHL antara lain:
a. luas areal;
b. jumlah pohon ditanam yang hidup;
c. tingkat keberhasilan;
d. efektivitas bangunan konservasi tanah dan air;
e. keberadaan dan aktivitas kelembagaan;
f. kearifan lokal;
g. inisiatif pelestarian lingkungan; dan/atau
h. tingkat kesejahteraan masyarakat.
Standar insentif kegiatan RHL ditentukan berdasarkan masing-masing kriteria
yang ditetapkan untuk tujuan tertentu. Penerapan kriteria dan standar insentif
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota sesuai tujuan dan/atau
kondisi wilayahnya.
29
Bentuk insentif antara lain berupa: (a) kemudahan pelayanan dan/atau (b)
penghargaan. Kemudahan pelayanan dapat dilaksanakan dalam bentuk: (a) pemberian
akses permodalan, (b) penyediaan sarana prasarana, (c) penyediaan lahan/lokasi, (d)
pemberian akses informasi teknologi, (e) pendampingan dan/atau (f) pemberian
perizinan dari pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/ BUMD/BUMS.
Pemberian akses permodalan antara lain berupa: (a) kredit bunga lunak bagi
petani atau masyarakat dan/atau (b) pemberian modal bagi koperasi milik kelompok
tani lahan kritis maupun koperasi serba usaha.
Penyediaan sarana-prasarana dapat diberikan kepada kelompok tani/masyarakat
antara lain berupa: (a) bantuan sarana jalan, (b) saprodi, (c) saprotan; dan/atau (d) bibit
unggul.
Penyediaan lahan/lokasi dapat berupa pemberian kemudahan untuk
mendapatkan lahan olah untuk ditanami oleh kelompok tani. Akses informasi teknologi
berupa pemberian kemudahan informasi teknologi rehabilitasi hutan dan lahan melalui
berbagai media komunikasi. Pendampingan diberikan kepada kelompok masyarakat
yang sedang melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis. Pemberian perizinan dapat
diberikan melalui pemberian izin hutan kemasyarakatan atau hutan desa.
Penghargaan dapat berupa: (a) subsidi/bantuan, (b) hadiah, (c)
sertifikat/piagam, dan/atau (d) piala. Penghargaan dapat diberikan kepada badan
hukum/usaha, kelompok masyarakat dan perorangan yang dikualifikasikan sebagai: (a)
pembina RHL, (b) perintis RHL, (c) pendamping RHL, dan (d) lainnya. Pemberian
penghargaan ditetapkan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
tujuan dan kewenangannya.
8. Pembinaan dan Pengendalian Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pembinaan pada tata cara pelaksanaan, kegiatan pendukung dan pemberian
insentif kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan berupa koordinasi, supervisi dan
pelaporan. Sedangkan pengendalian dan pengawasan dapat berupa monitoring,
evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
30
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.
9. Pembiayaan Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pembiayaan kegiatan RHL bersumber pada: (a) Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), (b) Dana Alokasi
Khusus (DAK) Bidang Kehutanan, (c) Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBHDR), (d)
Sumber-sumber lain yang tidak mengikat sesuai peraturan perundang undangan.
Kegiatan RHL dilakukan menggunakan prinsip tahun jamak (multiyears). RHL
didalam kawasan hutan dapat dilaksanakan secara kontraktual maupun swakelola
sesuai dengan peraturan perundang undangan. Pekerjaan kontraktual tahun jamak
(multiyears) senilai dibawah 10 Milyar rupiah yang bersumber dari APBN Kementerian
Kehutanan dilaksanakan setelah mendapat izin Menteri. Pekerjaan kontraktual tahun
jamak (multiyears) yang bersumber dari sumber anggaran lain dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang undangan.
Seluruh kegiatan penanaman pohon didalam dan diluar kawasan hutan yang
dilaksanakan oleh masyarakat dan program Kementerian/Lembaga dikelola dan
dilaporkan secara periodik kepada Menteri. Hasil pekerjaan kegiatan penanaman RHL
dapat diterima dengan ketentuan: (a) Persen tumbuh saat penyerahan pekerjaan
penanaman tahun pertama paling sedikit 60%, (b) Untuk hutan kota, persen tumbuh
saat penyerahan pekerjaan tahun pertama paling sedikit 80%.
Kegiatan RHL di dalam kawasan hutan mempertimbangkan keadaan tertentu dan
aspek keamanan yang dilaksanakan secara swakelola oleh TNI. Kegiatan RHL di kawasan
hutan lindung dan produksi yang tidak dibebani izin dan berada di wilayah Kawasan
Pemangkuan Hutan (KPH) dilaksanakan secara kontraktual maupun swakelola oleh KPH.
Kegiatan RHL di kawasan hutan lindung dan produksi yang telah dibebani izin
pemanfaatan hutan atau izin penggunaan kawasan hutan dibiayai oleh pemegang izin.
Kegiatan RHL di kawasan hutan lindung dan produksi yang hak pengelolaannya
dilimpahkan kepada BUMN Bidang Kehutanan/lembaga yang diberi hak pengelolaan
31
kawasan hutan dengan tujuan khusus dibiayai oleh BUMN Bidang Kehutanan atau
lembaga.
Kegiatan RHL diluar kawasan hutan dapat dilaksanakan melalui pemberdayaan
masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Kegiatan RHL yang berupa
penanaman pohon diluar kawasan hutan dapat dilaksanakan secara swakelola melalui
Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS) dengan kelompok tani. Kegiatan RHL yang berupa
penanaman pohon diluar kawasan hutan yang diselenggarakan melalui program
Kementerian/Lembaga dapat dilaksanakan sesuai tata cara pelaksanaan yang ditetapkan
oleh Kementerian/Lembaga masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Menteri.