Upload
dangnga
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Kelurahan Tomulabutao berlokasi di Kecamatan Dungingi Kota
Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km2 yang berbatasan
dengan :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Bolango
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tomulabutao Selatan
3) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Paguyaman
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Huangobotu
4.1.2 Keadaan Penduduk menurut jenis kelamin
Jumlah penduduk di Kelurahan Tomulabutao yaitu sebanyak 2777
orang yaitu laki-laki sebanyak 1442 orang, perempuan sebanyak 1335 orang
dan jumlah kepala keluarga sebanyak 757 orang.
4.1.3 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Tomulabutao
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Tomulabutao sebagian besar
tidak memiliki mata pencaharian yaitu mencapai 1493 orang atau 68,5%
sedangkan yang paling rendah adalah tenaga medis yang terdiri dari 16 orang
atau 0,7%.
40
Tabel 4.1
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Tomulabutao
Mata pencaharian Jumlah
N %
Pegawai 295 13,5
Buruh 93 4,3
Petani 87 4,0
Guru 41 1,9
Tukang 28 1,3
TNI / Polri 21 1,0
Tenaga Medis 16 0,7
Pensiunan 17 0,8
Wiraswasta 89 4,1
Tidak bekerja 1493 68,5
Jumlah 2180 100
Sumber : Data Primer
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di posyandu Kelurahan
Tomulabutao dan di rumah responden, jumlah sampel sebanyak 32 orang di
kelurahan Tomulabutao terpenuhi.
4.2.1 Deskripsi Responden
1. Umur
Umur Responden pada saat penelitian yang paling muda berumur 17
tahun sedangkan umur responden yang paling tua berumur 40 tahun. Untuk
responden terbanyak rata-rata berumur 17-20 tahun yaitu sebanyak 11 orang
ibu atau 34,4 %, dan rata-rata umur responden yang paling sedikit berkisar
antara 29-34 tahun yaitu sejumlah 3 orang ibu atau 9,4%. Adapun distribusi
41
frekuensi umur responden di Kelurahan Tomulabutao dapat dilihat dengan
jelas pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Sumber : Data Primer
Diagram 4.1
Umur Responden
2. Pendidikan
Pendidikan responden merupakan salah satu unsur yang penting yang
akan turut menentukan tingkat pengetahuan responden. dalam Pendidikan
responden di dominasi oleh ibu yang tingkat pendidikannya SMA yaitu terdiri
atas 14 ibu (43,8%). Sedangkan yang paling rendah, tingkat pendidikannya
Diploma yaitu 3 orang (9,4%). Distribusi tingkat pendidikan ibu menyusui di
Kelurahan Tomulabutao secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Umur Jumlah
n %
17-22 11 34,4
23-28 10 31,3
29-34 3 9,4
35-40 8 25,0
Total 32 100,0
42
Tabel 4.3
Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Jumlah
n %
Tidak Sekolah 1 3,1
SD 5 15,6
SMP 9 28,1
SMA 14 43,8
Diploma 3 9,4
Total 32 100,0
Sumber : Data Primer
Diagram 4.2
Pendidikan Responden
3. Pekerjaan
Pekerjaan responden di dominasi oleh Ibu Rumah Tangga yaitu
sebanyak 27 orang atau 84,4% sedangkan responden yang bekerja sebagai
PNS hanya 1 orang atau 3,1%. Distribusi pekerjaan responden dapat dilihat
dengan jelas pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah
n %
IRT 27 84,4
PNS 1 3,1
Wiraswasta 4 12,5
Total 32 100,0
Sumber : Data Primer
43
Diagram 4.3
Pekerjaan Responden
4. Pendapatan
Pendapatan responden disesuaikan dengan Standar Pendapatan
Minimum Daerah yaitu Rp.837.500. Responden yang memiliki pendapatan
lebih dari Rp. 837.500 hanya 3 orang atau 9,4% sedangkan yang memiliki
pendapatan kurang dari Rp.837.500 sebanyak 29 ibu atau 90,6%. Distribusi
pendapatan responden dapat dilihat dengan jelas pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Distribusi Responden berdasarkan pendapatan setiap bulan
Pendapatan Jumlah
n %
> Rp.837.500 8 25,0
< Rp. 837.500 24 75,0
Total 32 100,0
Sumber : Data Primer
Diagram 4.4
Pendapatan Responden
44
5. Sumber Informasi ASI
Sumber Informasi tentang ASI Eksklusif yang diterima oleh
responden paling banyak melalui TV yaitu ada 15 ibu atau 46,9% sedangkan
yang paling sedikit sumber informasi tentang ASI didapatkan melalui media
massa yaitu hanya 7 ibu atau 21,9%. Distribusi sumber informasi responden
dapat dilihat dengan jelas pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Distribusi responden berdasarkan sumber informasi ASI
Sumber Informasi ASI Jumlah
n %
Tenaga Kesehatan 10 31,3
TV 15 46,9
Media Massa 7 21,9
Total 32 100,0
Sumber : Data Primer
Diagram 4.5
Sumber Informasi ASI responden
6. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang paling banyak dikunjungi oleh responden
adalah Puskesmas yaitu sebanyak 30 ibu atau 93,8% ibu yang berkunjung ke
Puskesmas sedangkan sisanya yaitu 2 orang ibu atau 6,3% lebih memilih
45
pergi ke dokter praktek. Distribusi fasilitas kesehatan responden dapat dilihat
dengan jelas pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Distribusi Responden Berdasarkan
Fasilitas Kesehatan yang dikunjungi
Fasilitas Kesehatan Jumlah
n %
PUSKESMAS 30 93,8
Dokter Praktek 2 6,3
Total 32 100,0
Sumber : Data Primer
Diagram 4.6
Fasilitas Kesehatan yang dikunjungi
7. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Dari hasil penelitian di Kelurahan Tomulabutao, dapat diketahui ada 9
orang ibu dengan persentase 28,1% memiliki tingkat pengetahuan yang masih
kurang terhadap Pemberian ASI Eksklusif, sedangkan ada 23 orang ibu
dengan persentase 72,0% yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik
tentang Pemberian ASI Eksklusif. Tingkat pengetahuan tersebut dapat dilihat
melalui tabel sebagai berikut:
46
Tabel 4.8
Distribusi Responden Berdasarkan
Pengetahuan tentang ASI Eksklusif
Sumber : Data Primer
Diagram 4.7
Pengetahuan Responden tentang ASI Eksklusif
8. Pemberian ASI Eksklusif
Dari hasil penelitian di Kelurahan Tomulabutao Kecamatan Dungingi
tentang Pemberian ASI Eksklusif Jika dihitung dalam bentuk persentase yang
dapat dilihat pada tabel maka diketahui bahwa terdapat 17 ibu atau 53,1%
yang belum memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dan 15 ibu atau
46,9% yang sudah memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Pemberian
ASI Eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Asi eksklusif
Sumber : Data Primer
Pengetahuan Jumlah
n %
Baik 23 72,0
Kurang 9 28,1
Total 32 100,0
Pemberian Asi Eksklusif Jumlah
n %
Ya 15 46,9
Tidak 17 53,1
Total 32 100,0
47
Diagram 4.8
Pemberian ASI Eksklusif responden
4.2.2 Analisis Bivariat
1. Hubungan Pengetahuan ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi
di Kelurahan Tomulabutao Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo.
Berdasarkan hasil perhitungan, tabel dibawah tidak memenuhi syarat
untuk menggunakan rumus chi kuadrat karena terdapat nilai ekspektasi yang
kurang dari 5 sehingga harus menggunakan rumus alternatif chi kuadrat yaitu
uji Fisher Exact dengan menggunakan bantuan aplikasi program SPSS.
Dikatakan ada hubungan jika didapatkan nilai p value < α = 0,05.
Tabel 4.10
Analisis Hubungan Pengetahuan ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kelurahan Tomulabutao Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo
Pengetahuan
Ibu
Pemberian ASI Eksklusif Total ρ Value
Ya Tidak
n % n % n %
0,018 Baik 14 60,9 9 39,1 23 100
Kurang 1 11,1 8 88,9 9 100
Jumlah 15 40 17 60 32 100
48
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai
pengetahuan baik dan memberikan ASI Eksklusif terdiri dari 14 ibu atau
60,9%. Responden yang memiliki Pengetahuan baik namun tidak
memberikan ASI Eksklusif sebanyak 9 ibu atau 39,1%. Responden yang
memiliki pengetahuan kurang namun memberikan ASI Eksklusif hanya 1 ibu
atau 11,1% sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang dan tidak
memberikan ASI Eksklusif ada 8 ibu atau 88,9%. Terlihat bahwa pada tingkat
pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif yang baik diikuti dengan baiknya
pemberian ASI Eksklusif.
Dari hasil Uji Fisher Exact yang dilakukan terhadap tingkat
pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif pada sampel dengan pemberian ASI
eksklusif pada bayi di Kelurahan Tomulabutao Kecamatan Dungingi Kota
Gorontalo didapat ρ Value = 0,018 < α = 0,05 sehingga Ho ditolak yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu tentang ASI
Eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Tomulabutao
Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo.
2. Hubungan Umur dengan pemberian ASI Eksklusif
Responden yang berumur 17 sampai 22 tahun ada 10 orang dari 11
orang atau 90,9% yang tidak memberikan ASI Eksklusif. Sedangkan yang
berumur 35 sampai 40 tahun ada 7 dari 8 orang atau 87,5% yang memberikan
ASI Eksklusif. Hasil uji Chi-square diperoleh χ2 = 12,521 adalah lebih besar
dari χ2tabel = 7,815 sehingga Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang
siqnifikan antara Umur dengan Pemberian ASI Eksklusif.
49
Tabel 4.11
Analisis Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kelurahan Tomulabutao
Kelompok
Umur
Pemberian ASI Eksklusif Total χ2 ρ Value
Ya Tidak
n % n % n %
12.521 0.006
17-22 1 9,1 10 90,9 11 100
23-28 6 60,6 4 40 10 100
29-34 1 33,3 2 66,7 3 100
35-40 7 87,5 1 12,5 8 100
Total 15 46,9 17 53,1 32 100
3. Hubungan Pendidikan dengan pemberian ASI Eksklusif
Responden yang pendidikannya sampai SMA ada 8 dari 14 orang atau
57,1% yang tidak memberikan ASI Eksklusif dan untuk diploma ada 2 dari 3
orang atau 66,7% yang memberikan ASI Eksklusif. Hasil uji Chi-square
diperoleh χ2 = 3,419 lebih kecil dari χ2tabel = 9,488 sehingga Ho diterima,
yang berarti tidak ada hubungan yang siqnifikan antara Pendidikan dengan
Pemberian ASI Eksklusif.
Tabel 4.12
Analisis Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kelurahan Tomulabutao
Pendidikan
Pemberian Asi Eksklusif Total χ2 ρ Value
Ya Tidak
n % n % n %
3.419 0.490
Tidak
Sekolah 1 100 0 0 1 100
SD 1 20 4 80 5 100
SMP 5 55,6 4 44,4 9 100
SMA 6 42,9 8 44,4 14 100
Diploma 2 66,7 1 33,3 3 100
Total 15 46,9 17 53,1 32 100
50
4. Hubungan Pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif
Sebanyak 15 ibu dari 27 ibu atau 55,6% yang pekerjaannya sebagai
Ibu rumah tangga tidak memberikan ASI Eksklusif. Hasil uji Chi-square
diperoleh χ2 = 1,213 lebih kecil dari χ2tabel = 5,591 sehingga Ho diterima,
yang berarti tidak ada hubungan yang siqnifikan antara Peekerjaan dengan
pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Tomulabutao.
Tabel 4.13
Analisis Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif di
Kelurahan Tomulabutao
Pekerjaan
Pemberian ASI Eksklusif Total χ2
ρ
Value Ya Tidak
n % n % n %
1.213 0.545 IRT 12 44,4 15 55,6 27 100
PNS 1 100 0 0 1 100
Wiraswasta 2 50 2 50 4 100
Total 15 46,9 17 53,1 32 100
5. Hubungan sosial ekonomi dengan pemberian ASI Eksklusif
Responden yang memiliki pendapatan keluarganya lebih dari
Rp.837.500 ada 5 orang dari 8 orang atau 62,5% yang memberikan ASI
Eksklusif. Dan untuk responden yang pendapatannya kurang dari Rp.837.500
ada 17 orang dari 24 orang atau 58,3% yang tidak memberikan ASI
Eksklusif. Hasil uji Chi-square diperoleh χ2 = 1,046 lebih kecil dari χ2tabel =
3,481 sehingga Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang siqnifikan
antara pendapatan dengan pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan
Tomulabutao.
51
Tabel 4.14
Analisis Hubungan sosial ekonomi dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kelurahan Tomulabutao
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengetahuan Ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu terhadap
ASI Eksklusif tergolong baik yaitu mencapai 71,9%. Pengetahuan yang baik
ini berkaitan dengan pendidikan ibu yang sebagian besar (43,8%) adalah
SMA dan sumber informasi ASI yang didapat oleh responden. Hal ini sesuai
dengan pendapat Notoatmodjo (2003), tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan sumber informasi.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, penciuman, pendengaran,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan mencakup akan hal yang akan pernah dipelajari dan
disimpan di dalam ingatan. Hal tersebut meliputi fakta, kaidah, prinsip, serta
metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, akan
diganti pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau
mengenal kembali. (Arini H, 2012)
Pendapatan
Pemberian Asi Eksklusif Total χ2
ρ
Value Ya Tidak
n % n % n %
1.046 0.423 > Rp.837.500 5 62.5 3 37.5% 8 100
< Rp.837.500 10 41.7 17 58.3% 24 100
Total 15 71,9 17 28,1 32 100
52
Melihat bahwa tingkat pendidikan ibu yang sebagian besar adalah
lulusan SMA (43,8%) maka sesuai dengan pengetahuan ibu tentang ASI
Eksklusif yang baik. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan tingkat
pendidikan yang rendah. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya dari
La Ode Amal Shaleh (2011) bahwa Semakin tinggi pendidikan formal
seseorang maka akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih
banyak informasi yang diserap.
Hasil penelitian mengenai sumber informasi yang diakses oleh ibu
menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden atau 46,9 % memperoleh
informasi tentang ASI berasal dari TV dan 10 responden atau 31,3 %
memperoleh informasi tentang ASI berasal dari tenaga kesehatan. Kenyataan
ini sesuai teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa dengan
cukupnya informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara mencapai
pemeliharaan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya maka akan
meningkatkan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI. Namun disayangkan
sumber informasi yang didapatkan oleh responden tentang ASI Eksklusif
lebih banyak dari media elektronik atau TV yaitu berupa iklan yang berulang
tentang ASI Eksklusif jika dibandingkan dari tenaga kesehatan padahal dari
tenaga kesehatan yang bisa memberikan sumber informasi lebih akurat
tentang ASI karena dikhwatirkan di media TV ada juga Iklan yang
menyesatkan dari produksi makanan bayi yang bisa menyebabkan ibu
53
beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik daripada ASI. (Lelia,
2004)
Hal ini berarti dapat dikatakan juga bahwa pengetahuan seseorang
tidak selalu di dapat dari pendidikan formal saja tetapi juga dari pengalaman
maupun informasi dari orang lain.
4.3.2 Pemberian ASI Eksklusif
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyaknya ibu yang
tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya yaitu mencapai 53,1%
sedangkan ibu yang memberikan ASI Eksklusif pada bayinya masih lebih
rendah yaitu mencapai 46,9%. Padahal jika dikaitkan dengan pengetahuan ibu
tentang ASI adalah baik (71,9%) namun sebagian besar ibu yang memiliki
pengetahuan baik ini tidak memberikan ASI pada bayinya. kenyataan ini
tidaklah sesuai dengan teori yang pernah dikemukakan oleh Sarwono S
(1993) dalam Elinofia 2011 bahwa pengetahuan ibu tentang ASI akan
berpengaruh terhadap kemauan ibu dalam memberikan ASI kepada anaknya
karena hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif tergolong baik namun pemberian ASI Eksklusif pada bayinya
tergolong rendah.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan berpendapat, faktor sosial
budaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif pada bayi dan balita di Indonesia, seperti ketidaktahuan ibu,
gencarnya promosi susu formula, minimnya dukungan keluarga. Faktor lain
yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI Eksklusif adalah karena faktor
54
umur, Pendidikan dan Pekerjaaan. Sarwono S (1993) menyatakan bahwa
pekerjaan merupakan faktor yang memungkinkan (enabling factor) bagi
perubahan perilaku seseorang. Seorang ibu yang tidak bekerja akan lebih
mempunyai kesempatan untuk memberikan ASI kepada anaknya di banding
dengan ibu yang bekerja.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Leila Kusuma Astuti
(2004) bahwa tidak selalu orang yang memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik atas sesuatu hal akan menunjukkan perilaku yang
serupa dengan apa yang diketahuinya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai
pengetahuan tentang ASI eksklusif baik tidak selalu memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya karena masih banyak faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.
4.3.3 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada 88,9% ibu yang
memiliki pengetahuan kurang tidak memberikan ASI secara eksklusif pada
bayinya dan ada 11,1% yang memberikan ASI secara Eksklusif sedangkan
pada ibu yang memiliki pengetahuan yang baik ada 39,1% yang tidak
memberikan ASI secara Eksklusif dan ada 60,9% yang menyusui bayinya
secara eksklusif. Hasil uji statistik menggunakan uji fisher dengan nilai
p=0,018 < α=0,05. Ini artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan pemberian ASI Esklusif.
55
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoadmodjo (2005) yang
mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan
ibu tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif. Semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif,
maka seorang ibu akan memberikan ASI eksklusif pada anaknya, begitu juga
sebaliknya. (Novi wahyuningrum, 2007)
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. fenomena kurangnya
pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya
mitos yang kurang baik, serta kesibukkan ibu bekerja dan singkatnya cuti
melahirkan, merupakan alasan yang diungkapkan oleh ibu yang tidak
menyusui secara eksklusif. (Elinofia dkk, 2011).
Salah satu kondisi yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI
eksklusif adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat dibidang
kesehatan. Khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui
secara eksklusif. Melihat dari hasil penelitian, maka perlu dilakukan usaha
untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif, dukungan Dokter, Bidan,
Petugas kesehatan lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama
untuk ibu yang baru pertama menyusui dalam pemberian ASI eksklusif. Ibu
yang pertama kali menyusui pengetahuan terhadap pemberian ASI eksklusif
56
belum berpengalaman dibanding dengan ibu yang sudah menyusui anak
sebelumnya.
Menurut asumsi peneliti, seharusnya tenaga kesehatan harus lebih
aktif dalam upaya meningkatkan pemberian ASI Eksklusif melalui
penyuluhan-penyuluhan dan konseling serta memberikan arahan yang benar
bagi ibu menyusui. Dan tentunya peran serta dari ibu-ibu menyusui itu sendiri
sangat besar yaitu dengan memahami arti penting dari manfaat yang dapat
diperoleh dari pemberian ASI secara eksklusif.
4.3.4 Hubungan umur dengan pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil uji Chi-square hubungan umur dengan pemberian
ASI Eksklusif menunjukkan χ2=12,521, yang berarti ada hubungan yang
siqnifikan antara umur dengan pemberian ASI Eksklusif. Umur ibu sangat
menentukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan kondisi kehamilan,
persalinan, dan nifas, serta cara mengasuh juga menyusui bayinya. Dapat
dilihat dalam penelitian, responden paling banyak berusia 17 tahun sampai 22
tahun atau 34,4%. Pada rentang umur 17-22 tahun ada 90,9% responden yang
tidak memberikan ASI Eksklusif sedangkan yang paling banyak memberikan
ASI Eksklusif adalah ibu yang berumur 35-40 tahun yang mencapai 87,5%.
Jika dilihat dari sisi biologis, usia 17-22 tahun adalah umur yang
belum matang secara jasmani dalam menghadapi kehamilan, persalinan,
mengasuh dan menyusui bayinya sehingga pada umur inilah banyaknya ibu
yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Umur yang paling
banyak memberikan ASI Eksklusif adalah umur 35-40 tahun yaitu 87,5%.
57
Hal ini tidak tidak sesuai dengan pernyataan Arini (2012) dimana Umur lebih
dari 35 tahun dianggap berbahaya dalam proses kehamilan, persalinan, nifas
dan prosuksi ASI sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh
berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya.
Banyaknya ibu yang berumur 35-40 tahun yang memberikan ASI ini
dikarenakan tingkat kematangan dalam proses berfikir dimana berdasarkan
hasil penelitian Arini H, (2012) bahwa semakin meningkat umur seseorang
maka persentase berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses
informasi, wawasan, dan mobilitas yang masih rendah. Menurut pendapat
Arini H, 2012 bahwa semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan
maka kekuatan seseorang dalam berpikir dan bekerja juga akan lebih matang.
Umur sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi, khususnya usia
20-35 tahun yang disebut “masa dewasa” dan disebut juga masa reproduksi
merupakan usia yang paling baik untuk hamil dan bersalin, di mana pada
masa ini diharapkan orang telah mampu untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti. (Arini H, 2012).
Kehamilan dan persalinan membawa resiko kesakitan dan kematian lebih
besar pada remaja dibandingkan pada perempuan yang telah berusia 20
tahunan, terutama di wilayah yang pelayanan medisnya langka atau tidak
tersedia.
58
4.3.5 Hubungan pendidikan dengan pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan Hasil uji Chi-square hubungan pendidikan dengan
pemberian ASI Eksklusif menunjukkan χ2 = 3,419, yang berarti tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI Eksklusif. Dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden pendidikannya sampai SMA yaitu 43,8%
Sarwono S (1993) menyatakan bahwa makin tinggi pendidikan ibu
maka akan semakin mudah ibu menerima inovasi baru yang dihadapinya
termasuk dalam hal ini adalah pemberian ASI namun Perlu ditekankan bahwa
seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula dan tidak memberikan ASI Eksklusif. Peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
diperoleh pada pendidikan non formal. selain itu dukungan dari keluarga juga
merupakan faktor pendukung dari pemberian ASI eksklusif.
Pergeseran paradigma itu juga dapat dipicu oleh tingginya tingkat
kebutuhan hidup, meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi
diri, dan pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung
merupakan ibu yang bekerja juga sehingga secara tidak langsung
mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI yang tepat pada bayinya. (Elinofia
dkk, 2011).
Bila kondisi ini dibiarkan, maka akan berdampak pada kelangsungan
hidup bayi. Melihat dari hasil penelitian, tenaga kesehatan harus lebih aktif
dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif melalui penyuluhan-
penyuluhan dan konseling. Dan tentunya peran serta dari ibu-ibu menyusui
59
itu sendiri sangat besar yaitu dengan memahami arti penting dari manfaat
yang dapat diperoleh dari pemberian ASI secara eksklusif.
4.3.6 Hubungan pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan Hasil uji Chi-square hubungan pekerjaan dengan
pemberian ASI Eksklusif menunjukkan χ2 = 1,213, yang berarti tidak ada
hubungan antara pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Perilaku pemberian ASI oleh ibu juga dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan, karena jenis pekerjaan seperti dikemukakan oleh Sarwono S
(1993) merupakan faktor yang memungkinkan (enabling factor) bagi
perubahan perilaku seseorang. Seorang ibu yang tidak bekerja akan lebih
mempunyai kesempatan untuk memberikan ASI kepada anaknya di banding
dengan ibu yang bekerja. Fakta membuktikan, banyak ibu-ibu yang bekerja
menghentikan pemberian ASI eksklusif dengan alasan tidak memiliki banyak
waktu. Padahal sebenarnya, bekerja bukanlah alasan untuk menghentikan
pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan.
Namun di kelurahan Tomulabutao tidak demikian karena ada 15 ibu
dari 27 ibu yang tidak bekerja atau 55,6% tidak memberikan ASI Eksklusif
pada bayinya.
Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif. Faktor-faktor tersebut diantaranya: faktor
psikologi, takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita; faktor fisik,
ibu sakit atau puting susu masuk ke dalam sehingga bayi tidak mau
menyusu; gencarnya promosi susu formula; dan faktor kurangnya peran
60
petugas kesehatan dalam mempromosikan ASI eksklusif menyebabkan
masyarakat kurang mendapat informasi dan dukungan tentang manfaat
pemberian ASI eksklusif. (Lelia, 2004)
Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif
sampai 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan karena pada prinsipnya,
pemberian ASI dapat diberikan secara langsung maupun tak langsung.
Pemberian secara langsung sudah jelas dengan cara menyusui sedangkan
pemberian ASI secara tidak langsung dilakukan dengan cara memerah atau
memompa ASI, menyimpannya untuk kemudian diberikan pada bayi. Dengan
pengetahuan yang benar tentang menyusui, kelengkapan memompa ASI dan
dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja sekalipun dapat
memberi ASI secara eksklusif.
4.3.7 Hubungan sosial ekonomi dengan pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan Hasil uji Chi-square hubungan pendapatan dengan
pemberian ASI Eksklusif menunjukkan χ2 = 1,046, yang berarti tidak ada
hubungan antara pendapatan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Sarwono S (1993) mengemukakan bahwa faktor yang mendorong
masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan salah
satunya adalah ekonomi yang memadai dan faktor yang menghambat salah
satunya adalah rendahnya sosial ekonomi yang akan berpengaruh pada
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan ASI khususnya pada bayi.
Apabila hal ini dibiarkan maka akan berdampak buruk terhadap
tumbuh kembang bayi, karena bayi tidak memperoleh nutrisi terbaik yang
61
sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan. dan kecerdasannya. Dan bagi ibu
dapat mengakibatkan penurunan kualitas kesehatannya seperti menghambat
proses kontraksi uterus saat setelah melahirkan, sehingga dapat memicu
terjadi perdarahan, ibu juga akan mengalami bendungan ASI karena tidak
menyusui bayi dengan teratur.
Pemahaman yang rendah juga mengakibatkan munculnya pendapat
bahwa ASI ibu tidak cukup, menyusui mengurangi keindahan tubuh dan
nilai-nilai yang mendorong untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Satu
hambatan terbesar pemberian ASI Eksklusif adalah pemasaran susu formula,
pemasaran susu formula sudah diatur dengan KepMenKes No. 237/1997
tentang Pemasaran Susu Formula. Dengan pelarangan tersebut, pemberian
susu formula untuk bayi melalui iklan media eletronik, maupun cetak telah
berkurang akan tetapi upaya pengetahuan individu masih sangat gencar.
Sampai saat ini, dipasaran masih beredar susu dengan label untuk anak 0-6
bulan.
Karena rendahnya ekonomi keluarga menyebabkan ibu cenderung
memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak sehingga dapat
menghambat dalam pemberian ASI Eksklusif. (Elinofia 2011).
Sikap ibu terhadap lingkungan sosial dan kebudayaan dimana adanya
perubahan struktur masyarakat dan keluarga juga berpengaruh terhadap
pemberian ASI Eksklusif. Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan
menjadi renggang setelah keluarga pindah ke kota. Pengaruh orang tua seperti
nenek, kakek, mertua dan orang terpandang di lingkungan keluarga secara
62
berangsur menjadi berkurang, karena mereka itu umumnya tetap tinggal di
desa sehingga pengalaman mereka dalam merawat makanan bayi tidak dapat
diwariskan. Mereka yang tinggal di perkotaan beranggapan bahwa
memberikan susu botol kepada anak adalah sebagai salah satu simbol bagi
kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti
perkembangan zaman karena itulah ibu cenderung tidak memberikan ASI
Eksklusif pada bayinya walaupun pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif
adalah baik. (Arifin, 2010).