Upload
dotuyen
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografis
Sejak Tahun 2007 Kecamatan Tilango merupakan salah satu Kecamatan
yang ada di Wilayah Kabupaten Gorontalo, hasil pemekaran dari Kecamatan
Telaga dengan luas wilayah 524,54 Ha, terdiri dari 7 desa, 27 dusun, dengan jarak
dari Ibukota Kabupaten Gorontalo (Limboto) ± 15 km. Tahun 2011 desa Tenggela
mengalami pemekaran menjadi desa Tenggela dan desa Tinelo, sehingga wilayah
Kecamatan Tilango berubah menjadi 8 desa, dengan luas wilayah 524,54 Ha.
Adapun 8 desa tersebut yaitu :
1. Desa Tualango
2. Desa Dulomo
3. Desa Tilote
4. Desa Tabumela
5. Desa Ilotidea
6. Desa Lauwonu
7. Desa Tenggela
8. Desa Tinelo
Dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo
b. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo
c. Bagian Barat berbatasan dengan Danau Limboto
51
d. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Telaga Jaya
Topografi dari desa-desa tersebut sebagian besar merupakan dataran
rendah dan sebagian wilayah dari 3 desa diantaranya yaitu desa Tabumela,
Ilotidea, dan Lauwonu berada di pesisir danau Limboto.
4.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk pada Tahun 2011 adalah 13.043 jiwa dan jumlah KK
adalah 3636 KK, dengan jumlah masyarakat miskin 5.003 jiwa, jumlah KK
miskin 1492 jiwa, ibu hamil 339, ibu menyusui/bersalin 324, bayi 0-1 tahun 328
orang, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tilote Tahun 2011
berdasarkan data SP2TP berjumlah 13.043 jiwa, dimana penyebarannya dalam 8
desa belum merata, secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Kecamatan Tilango
Menurut Desa Tahun 2011
Desa Jumlah Penduduk Persentase
Desa Tualango 956 7,33
Desa Dulomo 770 5,91
Desa Tilote 2121 16,26
Desa Tabumela 1982 15,19
Desa Ilotidea 1733 13,29
Desa Lauwonu 1572 12,05
Desa Tenggela 2000 15,33
Desa Tinelo 1909 14,63
Jumlah 13.043 100
Sumber data : Promkes Puskesmas Tilote Tahun 2011
Ratio kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tilote
menunjukkan bahwa tingkat persebaran penduduk antar kelurahan berbeda
dimana tampak penduduk terkonsentrasi di Desa Tilote sebanyak 2121 jiwa.
52
4.1.3 Kunjungan Puskesmas Tilote
4.1.3.1 Rawat Jalan
Jumlah penyakit pada kunjungan rawat jalan di Puskesmas Tilote yang
terbanyak selama Tahun 2011 adalah penyakit ISPA Non Pneumonia sejumlah
4652 kasus.
Tabel 4.2 10 Penyakit Menonjol Rawat Jalan
Puskesmas Tilote 2011
NO. Jenis Penyakit Jumlah
1. ISPA Non Pneumonia 4652
2. Tonsilitis 765
3. Diare 736
4. Arthritis 710
5. Assential (Primary Hipertension) 709
6. Dermatitis Kontak Alergi 703
7. Gastritis 599
8. Abses kulit, furunkel, carbunkle 403
9. Dermatitis Iritan 378
10. Stomatitis 336
4.1.3.2 Rawat Inap
Jumlah penyakit pada pada kunjungan rawat inap di Puskesmas Tilote
yang terbanyak selama Tahun 2011 adalah penyakit GEA sejumlah 44 kasus.
Tabel 4.3 10 Penyakit Menonjol Rawat Inap
Puskesmas Tilote 2011
NO Jenis Penyakit Jumlah
1. GEA 44
2. Dispepsia 10
3. Vulnus 8
4. ISPA Non Penumonia 4
5. KLL 4
6. Hiperemesis 4
7. Hipertensi 3
8. TB Paru 3
9. Suspect Thypoid 2
10. Suspect TB Paru 1
53
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 42 orang ibu yang
memiliki balita diare yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tilote. Dari
keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya
meliputi umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, jumlah penghasilan
keluarga/bulan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur Responden (Tahun) Frekuensi %
17 – 24 21 50,0
25 – 31 8 19,0
32 – 38 8 19,0
39 – 45 5 11,9
Total 42 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa sampel yang diteliti berusia 17-45
Tahun, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 17-24 Tahun, yaitu
sebanyak 21 orang (50%).
4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi %
SD 15 36
SMP/sederajat 17 40
SMA/sederajat 7 17
Perguruan Tinggi/sederajat 3 7
Total 42 100
Sumber : data primer 2013
54
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat yaitu
sebanyak 17 orang (40%), dan 15 orang (36%) memiliki tingkat pendidikan SD.
Sedangkan yang paling sedikit yaitu perguruan tinggi/sederajat sebanyak 3 orang
(7%).
4.2.3 Distibusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi %
Ibu Rumah Tangga 38 90
PNS 2 5
petugas kesehatan 1 2,4
Lain-lain 1 2,4
Total 42 99,8=100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 38
orang (90%) responden adalah Ibu Rumah Tangga.
4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan Keluarga
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan
Jumlah Penghasilan Keluarga Frekuensi %
<Rp 1.000.000 36 86
Rp. 1.000.000-Rp 2.000.000 3 7
>Rp 2.000.000 3 7
Total 42 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
penghasilan <Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 36 orang (86%).
55
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Mendeskripsikan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Penatalaksanaan
Diare Pada Balita
Mendeskripsikan masing-masing variabel yaitu pengetahuan ibu dan sikap
ibu serta penatalaksanaan diare pada balita dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
seperti di bawah ini.
4.3.1.1 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare Pada
Balita
Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 yaitu baik,
cukup, dan kurang. Seorang responden akan dikatakan baik bila menjawab 9-12
pertanyaan pengetahuan dengan benar sedangkan seorang responden dikatakan
berpengetahuan cukup bila menjawab 5-8 pertanyaan pengetahuan dengan benar
dan dikatakan berpengetahuan kurang bila hanya menjawab 0-4 dari pertanyaan
pengetahuan dengan benar. Berdasarkan hasil uji tersebut maka tingkat
pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare pada balita dapat dikategorikan
pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan Frekuensi %
Baik 12 28,57
Cukup 17 40,48
Kurang 13 30,95
Total 42 100
Sumber : data primer 2013
56
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian
memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 40,48%. Kemudian 28,57% memiliki
tingkat pengetahuan baik, sedangkan 30,95% responden memiliki tingkat
pengetahuan kurang.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu
Dilihat Dari Faktor Usia Ibu
Umur Orang
Tua (Ibu)
Tingkat Pengetahuan Total %
Baik % Cukup % Kurang %
17 – 24 6 28,6 8 38,1 7 33,3 21 100
25 – 31 3 37,5 3 37,5 2 25,0 8 100
32 – 38 3 37,5 2 25,0 3 37,5 8 100
39 – 45 0 0 4 80,0 1 20,0 5 100
Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100
Sumber : data primer 2013
Tabel 4.9 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan
kelompok usia. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berada pada rentang umur 17-24 tahun dimana dari rentang umur ini yang
memiliki pengetahuan baik sebesar 28,6%, responden berpengatahuan cukup
sebesar 38,1%, dan yang berpengetahuan kurang sebesar 33,3%.
57
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu
Dilihat Dari Faktor Pendidikan
Tingkat
Pendidikan
Tingkat Pengetahuan Total %
Baik % Cukup % Kurang %
SD 4 26,7 7 46,7 4 26,7 15 100
SMP/sederajat 2 11,8 8 47,1 7 41,2 17 100
SMA/sederajat 5 71,4 1 14,3 1 14,3 7 100
Perguruan Tinggi 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100
Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100
Sumber : data primer 2013
Tabel 4.10 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan
tingkat pendidikan. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berada pada tingkat pendidikan SMP/sederajat ysitu sebanyak 17
responden. Dari tingkat pendidikan SMP/sederajat yang ada dimana responden
yang berpengatahuan baik sebesar 11.8%, responden yang memiliki pengetahuan
cukup sebanyak 47,1%, dan responden yang memiliki pengetahuan kurang yaitu
41,2%. Tetapi terdapat 1 responden memiliki tingkat pengetahuan kurang berasal
dari perguruan tinggi.
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu
Dilihat Dari Faktor Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Tingkat Pengetahuan
Total % Baik % Cukup % Kurang %
IRT 10 26,3 16 42,1 12 31,6 38 100
PNS 0 0 1 50,0 1 50,0 2 100
petugas kesehatan 1 100 0 0 0 0 1 100
Lain-lain 1 100 0 0 0 0 1 100
Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100
Sumber : data primer 2013
58
Tabel 4.11 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan
pekerjaan. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden
sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 38 responden. Dimana diantara
para Ibu Rumah Tangga ini 26,3% berpengetahuan baik, 42,1% berpengetahuan
cukup, dan 31,6% pengetahuannya kurang,
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu
Dilihat Dari Faktor Jumlah Penghasilan Keluarga
Jumlah
Penghasilan
Tingkat Pengetahuan Total %
Baik % Cukup % Kurang %
<Rp 1.000.000 11 30,6 15 41,7 10 27,8 36 100
Rp. 1.000.000-
Rp 2.000.000 0 0 1 33,3 2 66,7 3 100
>Rp 2.000.000 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100
Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100
Sumber : data primer 2013
Tabel 4.12 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan
jumlah penghasilan keluarga. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki penghasilan <Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 36
responden yang terdiri atas responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar
30,6%, yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 41,7%, dan responden yang
memiliki pengetahuan kurang 27,8%,
4.3.1.2 Sikap Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare pada Balita
Sikap dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 yaitu mendukung, kurang
mendukung, dan tidak mendukung. Seorang responden akan dikatakan
mendukung bila menjawab 28-40 pernyataan sikap, sedangkan seorang responden
59
dikatakan sikap kurang mendukung bila menjawab 14-27 pernyataan sikap dan
dikatakan sikap tidak mendukung bila hanya menjawab 0-13 dari pernyataan
sikap. Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap ibu tentang penatalaksanaan diare
pada balita dapat dikategorikan pada tabel 4.13
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap
Sikap Frekuensi %
Mendukung 36 85,7
Kurang Mendukung 6 14,3
Total 42 100
Sumber : data primer 2013
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap
yang mendukung terhadap penatalaksanaan diare pada balita sebesar 85,7%, dan
yang memiliki sikap kurang mendukung sebesar 14,3%.
4.3.1.3 Penatalaksanaan Diare pada Balita
Penatalaksanaan diare pada balita dalam penelitian ini dibedakan menjadi
2 kategori yaitu penatalaksanaan baik dan penatalaksanaan kurang. Seorang
responden akan dikatakan penatalaksanaannya baik bila menjawab 7-12
pertanyaan penatalaksanaan diare dengan benar, sedangkan seorang responden
dikatakan penatalaksanaannya kurang bila menjawab 0-6 pertanyaan
penatalaksanaan dengan benar. Berdasarkan hasil uji tersebut maka
penatalaksanaan diare pada balita dapat dikategorikan pada tabel 4.14
60
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Penatalaksanaan Diare pada Balita
Penatalaksanaan Diare Frekuensi %
Baik 23 54,8
Kurang 19 45,2
Total 42 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 4.14 tentang distribusi frekuensi responden berdasarkan
penatalaksanaan diare pada balita diketahui bahwa sebagian besar responden
dalam penelitian memiliki penatalaksanaan yang baik yaitu sebesar 54,8%,
sedangkan yang memiliki penatalaksanaan kurang sebesar 45,2%.
4.3.2 Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare
Pada Balita.
Setelah data penelitian diolah selanjutnya dilakukan pengujian data untuk
menguji hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan penatalaksanaan
diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilote Kabupaten
Gorontalo dengan menggunakan Korelasi Spearman Rho yang hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
61
4.3.2.1 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare Pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten
Gorontalo.
Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan Diare
Tot %
p
value Baik % Kurang %
Pengetahuan
Ibu
Baik 12 100 0 0 12 100 0,591
Sig=
0,000
<0,05
Cukup 8 47,1 9 52,9 17 100
Kurang 3 23,1 10 76,9 13 100
Total 23 54,8 19 45,2 42 100
Sumber : data primer 2013
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa dari 12 responden yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 12
(100%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita juga baik.
Dari 17 responden yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang
penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 8 (47,1%) responden yang memiliki
penatalaksanaan diare pada balita yang baik, dan sisanya ada 9 (52,9) responden
yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang kurang. Sedangkan dari 13
responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang penatalaksanaan diare pada
balita, sebanyak 3 (23,1%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada
balita yang baik, dan sisanya sebanyak 10 (76,9%) responden yang memiliki
penatalaksanaan diare pada balita yang kurang baik.
62
Dan berdasarkan uji Korelasi Spearman rho dapat dilihat bahwa terdapat
hubungan positif sebesar π=0.591 dan menurut interpretasi angka korleasi
Prof.Sugiyono (2007) maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan
yang sedang, pada taraf signifikan p=0,000 (p<α=0,05) artinya semakin baik
pengetahuan ibu maka semakin baik pula penatalaksanaan diare pada balita.
Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak H1 diterima dimana terdapat
hubungan antara pengetahuan ibu dengan penatalaksanaan diare pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.
4.3.2.2 Hubungan Sikap Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo
Tabel 4.16 Hubungan Sikap Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan Diare
Tot %
p
value Baik % Kurang %
Sikap
Ibu
Mendukung 23 63,9 13 36,1 36 100 0,449
sig=
0,003
<0,05
Kurang
Mendukung
0 0 6 100 6 100
Total 23 54,8 19 45,2 42 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa dari 36 responden yang memiliki sikap
mendukung tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 23 (63,9%)
responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang baik, dan
sisanya sebanyak 13 (36,1%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare
pada balita yang kurang. Sedangkan dari 6 responden yang memiliki sikap yang
63
kurang mendukung tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 6 (100%)
responden juga memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang kurang.
Dan berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman rho diketahui bahwa terdapat
hubungan positif sebesar π=0.449 dan menurut interpretasi angka korleasi
Prof.Sugiyono (2007) maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan
yang sedang, pada taraf signifikan p=0,003 (p<α=0,05) artinya semakin
mendukung sikap ibu dalam penatalaksanaan diare pada balita maka semakin baik
pula penatalaksanaan yang dilakukan. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak
dan H1 diterima dimana terdapat hubungan antara sikap ibu dengan
penatalaksanaan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan
Tilango Kabupaten Gorontalo.
4.4 Pembahasan
Penatalaksanaan diare pada balita dipengaruhi oleh beberapa aspek,
diantaranya adalah pengetahuan dan sikap ibu tentang penatalaksanaan diare
tersebut. Sedangkan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya usia, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah penghasilan keluarga. Dalam
penelitian ini menghasilkan informasi pengetahuan dan sikap ibu tentang
penatalaksanaan diare pada balita sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
4.4.1 Deskripsi pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare pada balita
dilihat dari faktor umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
4.4.1.1 Pengetahuan Ibu tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan ibu tentang
penatalaksanaan diare pada balita sebagian besar memiliki pengetahuan yang
64
cukup sebesar 40,48%. Hasil ini didukung oleh penelitian Endah Purbasari (2009)
mayoritas tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan awal diare di rumah adalah
cukup sebanyak 33 responden (48%).
Pengetahuan ini diukur berdasarkan jawaban dari semua responden dengan
kategori “benar” dan “salah”. Dari 12 pertanyaan yang diajukan rata-rata 55%
yang menjawab benar dan 45% yang menjawab salah. Sebagian besar ibu-ibu
balita menjawab benar pada pertanyaan nomor 8 tentang cara pemberian ASI
sebesar 81,0% artinya ibu-ibu tersebur mengetahui bahwa balita yang sedang
mengalami diare harus tetap dilanjutkan pemberian ASI.
Hasil penelitian ini didukung dengan hasil peneltian Silvana Noverica
(2010) dimana hasil penelitiannya tentang pengetahuan ibu tentang cara
pemberian ASI pada balita yang sedang diare didapati sebesar 88% ibu-ibu
menjawab benar yaitu tetap melanjutkan pemberian ASI.
Asumsi saya bahwa ibu-ibu yang yang menjawab bahwa ASI harus tetap
dilanjutkan pemberiannya pada balita diare dikarenakan mereka telah memperoleh
cukup informasi tentang pentingnya ASI bagi balita terutama saat diare. Selain itu
mereka juga tahu bahwa ASI itu makanan yang paling penting untuk balita.
Hal ini sesuai dengan teori Suraatmaja (2007), bahwa pada bayi dengan
ASI, harus tetap dilanjutkan dan diberikan sedikit demi sedikit namun sering. ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI
yang disertai susu formula. Pada balita yang tidak diberi ASI penuh selama 6
65
bulan pertama kehidupan beresiko mendapat diare 30x lebih besar (Depkes RI,
2006)..
Tetapi ada beberapa pertanyaan yang dijawab salah oleh sebagian besar
ibu-ibu balita seperti pertanyaan nomor 5 yang dijawab salah oleh sebagian besar
responden sebesar 83,3% tentang prinsip pemberian oralit. Jawaban pertanyaan ini
juga ada hubungannya dengan jawaban ibu-ibu balita pada pertanyaan
pengetahuan nomor 6 tentang dosis pemberian oralit 3 jam pertama yang sebagian
besar 76,2% menjawab salah. Hal ini dapat terjadi karena mereka memang tidak
mengetahui bagaimana prinsip pemberian oralit yang seharusnya diberikan pada
saat anak mengalami diare, banyak ibu-ibu yang memilih jawaban “tidak tau”
disebabkan kurangnya informasi tentang penanganan diare di rumah. Selain itu
karena ibu-ibu sendiri memang tidak mengetahui tentang dosis pemberian oralit di
rumah disebabkan kurangnya informasi dari petugas kesehatan itu sendiri.
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberikan
informasi dan nasehat tentang cara atau dosis memberikan cairan dan obat di
rumah dan kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
(Kemenkes RI, 2011).
Pertanyaan lain yang dijawab salah adalah nomor 4 tentang tindakan awal
saat anak mengalami diare sebesar 69,0%. Dimana ibu-ibu balita diare menjawab
bahwa tindakan awal yang dilakukan pada balita diare adalah segera bawa ke
puskesmas atau dokter. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Endah Purbasari (2009) tentang pertanyaan pengetahuan ibu dalam penanganan
awal diare sebagian besar mengetahui tentang penggunaan oralit atau cairan
66
tambahan sebagai tindakan awal yang dilakukan saat anak diare yaitu sebesar 88%
karena ibu-ibu sudah mengetahui bahwa anak mulai diare harus segera diberikan
cairan tambahan dan juga pengetahuan mereka lebih baik.
Asumsi saya karena mereka menganggap bahwa saat anak diare maka
harus segera dibawa ke puskesmas atau dokter untuk menghindari penyakitnya
menjadi parah, selain itu masih kurangnya pemahaman ibu-ibu tentang
penanganan diare pada balita sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan
penanganan diare ke puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. Padahal mereka tidak
mengetahui tindakan yang sebaiknya dilakukan pertama kali saat anak mulai diare
adalah segera beri cairan tambahan, hal ini dapat segera mencegah terjadinya
dehidrasi atau kekurangan cairan pada anak.
Menurut Kemenkes RI (2011) untuk mecegah terjadinya dehidrasi saat
anak mulai diare dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan
oralit atau cairan tambahan.
Secara keseluruhan diperoleh bahwa sebanyak 17 ibu (40%)
berpengetahuan cukup, 13 ibu (31%) berpengetahuan kurang, dan 12 ibu (28,6%)
berpengetahuan baik. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tingkat pengetahuan ibu
tentang penatalaksanaan diare pada balita berada pada tingkat cukup baik.
4.4.1.2 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Faktor Usia
Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berumur 17-24 tahun sebanyak 21 responden, dimana sebagian besar
memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 38,1%. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Endah Purbasari (2009) dimana sebagian besar
67
responden berumur 26-30 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 33%.
Hal ini terjadi bisa dikarenakan faktor lain diataranya pengalaman dan
pendidikan dari responden. Sebagian besar responden pada umur tersebut jumlah
balita yang dimiliki hanya 1 orang sehingga pengalamannya dalam merawat anak
ketika mengalami diare masih kurang. Hal tersebut mempengaruhi
pengetahuannya tentang penatalaksanaan balita diare dengan benar dan tepat di
rumah. Selain itu pada umur tersebut sebagian besar responden berpendidikan
rendah yaitu SMP sehingga pengetahuannya masih cukup.
Menurut Notoatmodjo (2007) semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin bagus. Usia mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah
baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental
ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Umur seseorang
berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki, tetapi disisi lain pengetahuan
yang dimilki sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diantaranya pengalaman
dan pendidikan itu sendiri.
4.4.1.3 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Faktor Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan rendah yaitu SMP sebanyak 17 responden dimana sebagian
besar pengetahuannya cukup yaitu 47,1%. Berbeda dengan hasil penelitian dari
Endah Purbasari (2009) menunjukkan bahwa distribusi tingkat pengetahuan ibu
68
berdasarkan pendidikan didapatkan sebagian besar tingkat pendidikannya adalah
tinggi yaitu SMU sebesar 35% dengan tingkat pengetahuan cukup sebesar 51%.
Hal ini terjadi dikarenakan walaupun pendidikan terakhir responden
rendah yaitu SMP namun jika sumber informasi yang diperoleh banyak maka bisa
menambah pengetahuannya. Seorang ibu berpendidikan rendah tetapi jika dia
memperoleh informasi tentang penatalaksanaan diare pada balita secara benar dan
tepat maka itu akan menambah pengetahuannya. Hal ini berdasarkan wawancara
bahwa mereka memperoleh informasi biasanya dari teman atau saudara yang
anaknya pernah mengalami diare. Selain itu seseorang yang berpendidikan rendah
tidak berarti bahwa pengetahuannya juga rendah. Orang yang berpendidikan
rendah tetapi pengalamannya jauh lebih banyak daripada orang berpendidikan
tinggi maka secara otomatis pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik. Jadi
kedua penelitian ini walaupun tingkat pendidikan berbeda namun pengetahuannya
tergolong cukup.
Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2007) bahwa meskipun seseorang
memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik
maka pengetahuan seseorang akan meningkat.
Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 1 responden dengan tingkat
pendidikannya perguruna tinggi tetapi memiliki pengetahuan kurang sebesar
33,3%. Hasil ini didukung oleh penelitian dari Endah (2009) didapatkan tingkat
pengetahuan yang kurang sebanyak 31 responden (46%) dari berbagai tingkat
pendidikan dan 4 responden diantaranya berasal dari tamat perguruan tinggi.
69
Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya sumber informasi tentang
penatalaksanaan diare pada balita. Dalam penelitian saya ini salah seorang ibu
dengan pendidikan terakhir peguruan tinggi pekerjaannya adalah PNS sehingga
ibu ini tergolong ibu yang sibuk dengan pekerjaannya, anaknya hanya dititipkan
pada orang tua mereka/nenek dari anak ini. Hanya pada saat pulang kerja saja ibu
ini merawat anaknya. Hal ini menyebabkan ibu dari balita ini kurang informasi
tentang perawatan balita diare. Selain itu dapat dilihat juga dari jawabannya pada
variabel pengetahuan sebagian besar jawabannya salah.
Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa secara umum seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah
(Notoatmodjo,2007).
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan
adalah suatu proses belajar yang berarti, di dalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih
baik, dan matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat (Notoatmodjo,
2007).
4.4.1.4 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Faktor Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar proporsi responden
yang tidak bekerja atau Ibu Rumah Tangga sebanyak 38 orang, dengan
pengetahuan yang paling banyak adalah pengetahuan cukup sebesar 42,1%.
70
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Silvana Noverica
(2010) dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi responden
sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 85%, dan juga didiukung oleh
penelitian Endah Purbasari (2009) pekerjaan responden yang paling banyak
adalah ibu rumah tangga sebanyak 54 responden (79%).
Pada penelitian Endah didapatkan hasil pekerjaan responden terbanyak
adalah ibu rumah tangga. Hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel
dilakukan pada jam kerja Puskesmas Kecamatan Ciputat yaitu mulai dari jam
08.00-12.00 WIB. Bagi ibu yang bekerja, jam buka puskesmas sama dengan jam
kerja mereka. Oleh karena pengunjung puskesmas kebanyakan adalah ibu rumah
tangga. Namun ada pula responden yang bekerja sebagai karyawan, guru, dan
wiraswasta yang saat ditanyakan mereka izin atau tidak dalam jam kerja saat itu.
Asumsi saya pada penelitian ini mayoritas Ibu Rumah Tangga disebabkan
karena responden penelitian adalah ibu-ibu rumah tangga yang memiliki balita
sehingga ibu-ibu ini cenderung lebih sibuk mengurus anaknya yang masih balita
daripada bekerja di luar rumah. Sedangkan ada beberapa responden yang bekerja
di luar rumah tetapi mereka menitipkan anaknya pada orang yang ada di rumah,
biasanya orang tua mereka atau kakek/nenek anak ini. Selain itu ibu-ibu ini juga
lebih mengutamakan suami mereka untuk berkerja mencari nafkah sedangkan
mereka lebih memilih untuk di rumah mengurus anak-anak yang masih balita.
Pengetahuan cukup yang dimilki oleh seorang Ibu Rumah Tangga
disebabkan karena adanya faktor lain misalnya sumber informasi yang tersedia,
walaupun hanya sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurus anaknya di
71
rumah tetapi mendapatkan infomasi yang lengkap tentang penatalaksanaan diare
pada balita dari berbagai media, teman/saudara atau melalui penyuluhan
kesehatan maka itu akan menambah pengetahuannya walaupun pengetahuannya
walaupun hanya sedikit.
Menurut Notoatmodjo (2005) lingkungan pekerjaan dari seorang ibu
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut.
4.4.1.5 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Jumlah Penghasilan Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berpenghasilan <Rp 1.000.000 dengan pengetahuan yang cukup sebesar 41,7%.
Asumsi saya bahwa walaupun jumlah penghasilan keluarga rendah
sedangkan pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare tersebut masih dalam
kategori cukup, berarti ibu tersebut memperoleh informasi tentang
penantalaksanaan diare pada balita melalui banyak sumber bukan hanya dari
fasilitas sumber informasi yang dapat dibeli sendiri, tetapi dari media cetak,
penyuluhan kesehatan di Posyandu ataupun dari saudara/teman sehingga
pengetahuannya bertambah walaupun penghasilannya rendah. Selain itu
pengalaman ibu dalam merawat anak yang diare juga akan memengaruhi tingkat
pengetahuannya.
Menurut Notoatmodjo (2007) penghasilan tidak berpengaruh langsung
terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup
besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas
sumber informasi.
72
4.4.2 Deskripsi Sikap Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar sikap ibu
dalam penatalaksanaan diare pada balita yaitu sikap yang mendukung sebesar
85,7%. Berbeda dengan hasil penelitian Endah Purbasari (2009) mayoritas sikap
ibu adalah berada pada tingkat cukup sebanyak 57 responden (84%). Hal ini
karenakan pada penelitian ini sebagian besar ibu-ibu balita sangat setuju dengan
sikap ibu dalam penatalaksanaan diare pada balita.
Dimana sikap ini dinilai dari jawaban ibu-ibu balita diare tentang
penatalaksanaan diare pada balita apakah mereka sangat setuju, setuju, tidak
setuju, atau sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diajukan. Dari 10
pernyataan yang diajukan rata-rata 48,58% yang menjawab sangat setuju, 42,85%
yang menjawab setuju, 8,33% yang menjawab tidak setuju, dan yang menjawab
sangat tidak setuju sebesar 0,24%.
Pernyataan yang dijawab sangat setuju maupun setuju oleh sebagian besar
ibu-ibu balita yaitu pernyataan nomor 1 tentang penanganan diare dalam arti diare
harus segera ditangani sebesar 73,8%. Hasil ini didukung oleh penelitian Endah
Purbasari (2009) dalam pernyataan bahwa diare harus segera ditangani 67
responden (98%) menjawab setuju. Hal ini menggambarkan bahwa sudah banyak
ibu yang memberi perhatian lebih pada anak yang sedang mengalami diare.
Karena memang diare harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya dehidrasi
atau kekurangan cairan.
Sedangkan masih ada juga beberapa ibu-ibu yang memilih jawaban tidak
setuju maupun sangat tidak setuju yaitu pada pernyataan nomor 2 tentang
73
penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah sebesar 33,3%. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Endah Purbasari (2009) dimana hasil jawaban penelitian
tentang sikap ibu dalam penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah
walaupun sebagian besar 76% menjawab sangat setuju ternyata masih ada 21%
yang menjawab tidak setuju.
Ibu yang menjawab tidak setuju dikarenakan mereka memiliki
kepercayaan bahwa jika anak sakit harus segera dibawa ke dokter atau puskesmas
atau bisa juga karena mereka tidak mengetahui bagaimana penangana awal diare
di rumah. Sebenarnya penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah dengan
prinsip mencegah dehidrasi, yaitu dengan memberikan cairan lebih banyak.
Cairan yang diberikan pada penderita diare dapat berupa air matang,
makanan yang banyak mengandung air (sup/bubur) atau oralit. Oralit pun dapat
dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di dapur yaitu air
putih matang, gula, dan garam. (Depkes RI, 2006).
Menurut Kemenkes RI (2011) untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat
dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang.
Secara keseluruhan diperoleh bahwa sebanyak 36 ibu (85,7%) mempunyai
sikap yang mendukung terhadap penatalaksanaan diare pada balita dan sebanyak 6
ibu (14,3%) memiliki sikap kurang mendukung. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
sikap ibu tentang penatalaksanaan diare pada balita berada pada sikap yang
mendukung.
74
4.4.3 Deskripsi Penatalaksanaan Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar
penatalaksanaan diare pada balita yang dilakukan oleh ibu-ibu balita diare adalah
baik yaitu sebesar 54,8%. Hasil penelitian Endah Purbasari (2009) mayoritas
perilaku ibu berada pada tingkat cukup sebanyak 47 responden (69%).
Dimana penatalaksanaan atau perawatan yang dilakukan ini dinilai dari
jawaban ibu-ibu balita diare apakah mereka menjawab benar atau salah dengan
pertanyaan yang diajukan. Dari 12 pertanyaan yang diajukan rata-rata 43% yang
menjawab benar dan 57% yang menjawab salah. Pertanyaan yang sebagian besar
dijawab benar oleh ibu-ibu balita diare adalah pertanyaan nomor 2 tentang
memberikan oralit selama anak diare sebesar 66,7% dimana ibu-ibu balita
menjawab benar, tetapi masih ada 33,3% ibu-ibu balita yang menjawab salah.
Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Endah Purbasari (2009) ibu yang
memberikan oralit sebanyak 53 responden (78%) dan ibu yang tidak memberikan
oralit sebanyak 15 responden (22%).
. Ibu yang tidak memberikan oralit saat ditanyakan, mereka menjawab
anaknya tidak suka dan tidak mau minum oralit. Dan masih banyak yang
menganggap bahwa oralit adalah obat diare. Setelah diberikan oralit dan diare
anaknya tidak sembuh, banyak ibu beranggapan anaknya tidak cocok dengan
oralit, pemahaman seperti ini harus segera diluruskan.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang bukan mengobati diare (Kemenkes RI, 2011).
75
ASI tetap menjadi proritas utama ibu-ibu balita terutama saat anak mereka
menderita diare. Hal ini terbukti dengan jawaban ibu-ibu balita diare bahwa
mereka tetap melanjutkan pemberian ASI saat anak mereka diare sebesar 88,1%
walaupun masih ada 11,9% ibu-ibu balita tidak melanjutkan pemberian ASI.
Setelah ditanyakan ibu yang tidak memberikan ASI mereka menjawab karena
anaknya sudah tidak mau minum ASI lagi, dan juga karena anknya dari awal tidak
diberikan ASI hanya susu formula.
Tindakan lain yang sebagian besar dilakukan oleh ibu-ibu balita diare
yaitu mendatangi sarana kesehatan jika anak mereka terlihat lesu, tidak mau
makan dan minum, muntah, dan kekurangan cairan yaitu sebanyak 64,3%. Hal ini
menunjukkan bahwa sudah sebagian besar ibu mengetahui pentingnya mendatangi
sarana kesehatan jika kondisi anaknya tidak membaik. Menurut Kemenkes RI
(2011) ibu atau pengasuh balita harus membawa kembali balita diare ke petugas
kesehatan bila diare lebih sering, muntah berulang, makan dan minum sedikit,
demam, terlihat tanda-tanda kekurangan cairan dan kondisi anak tidak membaik
dalam 3 hari.
Walaupun sebagian besar banyak ibu-ibu balita yang sudah melakukan
tindakan yang tepat terhadap anaknya saat diare namun masih ada beberapa
tindakan penting lainnya yang sebagian besar tidak dilakukan oleh ibu-ibu balita
diare atau tindakan yang dilakukan adalah salah.
Diantaranya tentang pertanyaan 1 membawa anak berobat pada saat awal
diare, sebagian besar ibu-ibu balita menjawab “ya” sebesar 59,5%. Hasil ini
didukung oleh penelitian Endah Purbasari (2009) sebanyak 43 responden (63%)
76
menjawab langsung membawa ke petugas kesehatan dan 25 responden (37%)
masih ditangani sendiri di rumah, padahal tindakan yang mereka lakukan salah
atau tidak tepat.
Hal ini ada hubungannya dengan pengetahuan ibu tentang tindakan yang
sebaiknya dilakukan pertama kali saat anak diare, dimana sebagian besar ibu-ibu
balita diare menjawab segera bawa ke puskesmas atau dokter, dalam arti mereka
langsung membawa anak mereka berobat pada saat awal diare. Mereka memiliki
kepercayaan bahwa jika anak sakit harus segera dibawa ke dokter atau puskesmas
atau bisa juga karena mereka tidak mengetahui bagaimana penangana awal diare
di rumah.
Selain itu tentang pemberian suplemen zin selama 10 hari kepada balita
diare dan saat diare berhenti adalah tindakan penting untuk dilakukan, namun
masih ada 61,9% ibu-ibu balita diare yang tidak melakukannya. Hasil penelitian
didukung oleh penelitian Endah (2009) dimana ibu yang memberikan suplemen
zink sebanyak 8 responden (12%) dan yang tidak memberikan suplemen zink saat
anaknya diare sebanyak 60 responden (88%). Berdasarkan wawancara mereka
mengatakan bahwa tidak mengetahui tentang suplemen zinc.
Hal ini menjadi masukan bagi Sarana Kesehatan (Puskesmas) agar ketika
memberikan obat kepada ibu balita diare sebaiknya menjelaskan atau
mempromosikan obat apa yang diberikan terutama untuk suplemen zinc, apa
manfaatnya dan bagaimana cara minumnya. Masih perlu promosi lebih gencar
lagi mengenai penggunaan suplemen zink saat anak diare.
77
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan
bukti ini semua anak diare harus diberi zinc, zinc tetap diberikan selama 10 hari
walaupun diare sudah berehenti (Kemenkes RI, 2011). Secara keseluruhan
diperoleh bahwa sebanyak 23 ibu (54,8%) penatalaksanaan diare pada balita
adalah baik.
4.4.4 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Penatalaksanaan Diare Pada
Balita
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki pengetahuan baik dengan penatalaksanaan diare juga baik sebanyak 12
responden (100%).
Tetapi dari 17 responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang
penatalaksanaan diare pada balita masih ada 9 (52,9%) responden yang memiliki
penatalaksanaan diare pada balita yang kurang. Hal tersebut terjadi bisa saja
karena mereka hanya sekedar tahu, sedangkan aplikasinya mereka tidak lakukan,
atau karena sebab-sebab tertentu. Seperti pada salah seorang responden menjawab
benar pada item pertanyaan pengetahuan tentang cara memberikan ASI pada
balita diare tetapi pada pertanyaan penatalaksanaan pemberian ASI dia menjawab
salah. Berdasarkan wawancara dan hasil kuesioner ibu tersebut tahu bahwa balita
diare harus tetap dilanjutkan pemberian ASI tetapi karena anaknya tidak minum
ASI lagi maka ibu tersebut menjawab “tidak” pada kuesioner penatalaksanaan
78
diare artinya penatalaksanaannya tidak dilakukan. Atau bisa saja karena produksi
ASI dari responden tersebut sudah tidak ada, sehingga anaknya tidak diberi ASI.
Sedangkan dari 13 responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang
penatalaksanaan diare pada balita, ternyata ada 3 (23,1%) responden yang
memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang baik. Pengetahuannya kurang
disebabkan kurangnya sumber informasi atau karena responden tersebut benar-
benar tidak tahu. Sedangkan pada aplikasinya penatalaksanaan diare baik bisa saja
karena dia menjawabnya tidak jujur atau karena hal tersebut benar-benar dia
lakukan tanpa dia sadari. Seperti salah seorang responden menjawab salah pada
item pertanyaan pengetahuan tentang waktu pemberian makanan ekstra setelah
diare berhenti, tetapi dia menjawab benar artinya “ya” pada penatalaksanaan diare
tentang memberikan makanan ekstra selama dua minggu setelah diare berhenti.
Hal ini terjadi bisa saja karena dia tidak tahu waktu pemberian makanan ekstra
yang sebenarnya berapa minggu, tetapi dengan tidak sadar dia telah memberikan
makanan ekstra pada anaknya setelah diare selama dua minggu.
Hasil Uji Korelasi Speaman rho mempunyai hubungan yang positif
sebesar 0,591 dan menurut interpretasi angka korleasi Prof. Sugiyono (2007)
maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan yang sedang pada taraf
signifikan p=0,000 (p<α=0,05), berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu
dengan penatalaksanaan diare pada balita, artinya semakin baik pengetahuan ibu
maka semakin baik pula penatalaksanaan diare pada balita. Hasil penelitian Tami
Fediani (2011) tentang hubungan pengetahuan dengan tindakan ibu didapati
hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan tindakan ibu
79
terhadap kejadian diare pada balita dengan hasil p value chi square 0.0001
(<0.05).
Pengetahuan ibu sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan diare di
rumah. Karena bila pengetahuannya baik maka ibu akan mengetahui tentang cara
merawat anak diare di rumah, terutama tentang upaya rehidrasi oral dan juga ibu
akan mengetahui tentang tanda-tanda untuk membawa anak berobat atau merujuk
ke sarana kesehatan.
Menurut teori Green seseorang yang tidak tepat dalam penatalaksanaan
diare pada balita dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum
mengetahui bagaimanan cara yang tepat dan benar dalam melakukan perawatan
pada anaknya (predisposing factors). Tindakan pengobatan yang dilakukan di
rumah adalah titik tolak keberhasilan pengelolaan penderita tanpa dehidrasi, juga
tindakan untuk mendorong ibu memberikan pengobatan di rumah secepat
mungkin ketika diare baru mulai.
Bila ibu mengetahui prinsip-prinsip pengelolaan efektif diare, misalnya
bila ibu memberikan pengobatan cairan secara oral pada anak di rumah segera
setelah anak menderita diare, ini dapat mencegah terjadinya dehidrasi atau
mengurangi beratnya dehidrasi. Untuk itulah penting sekali ibu-ibu mengetahui
tentang rencana penanganan penderita diare dengan baik. Tetapi bila pengetahuan
ibu kurang maka anak yang menderita diare dapat mengalami dehidrasi dan
keadaan anak tidak bertambah baik, karena ibu tidak mengetahui tentang cara
penanganan penderita diare yang tepat.
80
4.4.5 Hubungan Sikap Ibu dengan Penatalaksanaan Diare Pada Balita
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden yang
memiliki sikap mendukung tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak
23 (63,9%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang baik,
dan sisanya sebanyak 13 (36,1%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare
pada balita yang kurang. Hal ini terjadi karena responden yang memiliki sikap
mendukung sebenarnya hanya sekedar menyikapi saja, artinya hanya sekedar
sangat setuju ataupun setuju, mendukung ataupun tidak mendukung dengan
pernyataan sikap tersebut tetapi tidak mengaplikasikannya.
Seperti pada penelitian ini salah seorang responden yang sikapnya
mendukung yaitu setuju bahwa anak memerlukan suplemen zinc selama 10 hari
saat sedang diare, tetapi pada penatalaksanaan diare tentang memberikan
suplemen zinc kepada anak diare selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti
ibu tersebut menjawab “tidak” artinya dia tidak memberikan suplemen zinc
kepada anaknya. Penyebabnya bisa saja karena ibu tersebut tidak memiliki
suplemen zinc di rumah atau karena dia tidak mengetahui tentang manfaat
suplemen zinc.
Sedangkan hasil Uji Korelasi Spearman rho mempunyai hubungan yang
positif sebesar 0,449 dan menurut interpretasi angka korleasi Prof.Sugiyono
(2007) maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan yang
sedang/moderat pada taraf signifikan p=0,003 (p<α=0,05), berarti ada hubungan
antara sikap ibu dengan penatalaksanaan diare pada balita, artinya semakin
mendukung sikap ibu maka semakin baik pula penatalaksanaan diare pada balita.
81
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa: “sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tetentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup “.
Selain pengetahuan sikap ibu juga berpengaruh dalam penatalaksanaan
diare di rumah. Misalnya, tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang
terlalu dini, pemberian susu botol) akan mengakibatkan diare pada anak. Sikap ibu
yang kurang baik misalnya, tidak memberikan makanan pada anak yang diare
(memuasakan), ini bisa menyebabkan keadaan anak akan bertambah buruk.
Sedangkan sikap ibu yang baik misalnya, bila terjadi dehidrasi maka anak segera
di bawa ke petugas kesehatan.
Tanda-tanda anak diare yang harus dibawa ke sarana kesehatan yaitu bila
tanda-tanda kekurangan cairan, keadaan anak tidak betambah baik, bila anak tidak
mau makan dan minum secara normal dengan baik, anak demam, anak sering
buang air besar disertai darah (Kemeneks RI, 2011). Sikap ibu yang baik akan
mendukung terhadap kesembuhan anak yang menderita diare.
4.4.6. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Penatalaksanaan Diare
Pada Balita
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan dengan hasil semua
nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap
ibu dengan penatalaksanaan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote
Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.
82
Pengetahuan ibu, sikap ibu dan penatalaksanaan diare pada balita
merupakan komponen penting yang saling berkaitan. Pengetahuan merupakan
salah satu komponen faktor predisposisi yang penting. Dan pengetahuan yang
sangat penting dari seorang ibu adalah bagaimana penatalaksanaan diare pada
balita yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Karena itu peran
ibu dalam perawatan anak dengan diare sangat diperlukan suatu pengetahuan.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang. Pengetahuan berpengaruh terhadap praktek baik secara langsung atau
tidak langsung, melalui perantara sikap (Notoatmodjo,2010). Praktek seseorang
dalam hal ini tindakan penatalaksanaan diare pada balita dibentuk oleh interaksi
individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap
terhadap objek.
Sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang. Sikap merupakan perasaan untuk mendukung atau tidak
mendukung terhadap objek tertentu (G.J Ebrahim). Dengan demikian ibu yang
kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung praktek ibu
dalam penatalaksanaan diare.