34
50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis Sejak Tahun 2007 Kecamatan Tilango merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Gorontalo, hasil pemekaran dari Kecamatan Telaga dengan luas wilayah 524,54 Ha, terdiri dari 7 desa, 27 dusun, dengan jarak dari Ibukota Kabupaten Gorontalo (Limboto) ± 15 km. Tahun 2011 desa Tenggela mengalami pemekaran menjadi desa Tenggela dan desa Tinelo, sehingga wilayah Kecamatan Tilango berubah menjadi 8 desa, dengan luas wilayah 524,54 Ha. Adapun 8 desa tersebut yaitu : 1. Desa Tualango 2. Desa Dulomo 3. Desa Tilote 4. Desa Tabumela 5. Desa Ilotidea 6. Desa Lauwonu 7. Desa Tenggela 8. Desa Tinelo Dengan batas-batas sebagai berikut : a. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo b. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo c. Bagian Barat berbatasan dengan Danau Limboto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi ...eprints.ung.ac.id/5061/9/2013-1-14201-841409024-bab4...4652 kasus. Tabel 4.2 10 Penyakit Menonjol Rawat Jalan Puskesmas Tilote

  • Upload
    dotuyen

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis

Sejak Tahun 2007 Kecamatan Tilango merupakan salah satu Kecamatan

yang ada di Wilayah Kabupaten Gorontalo, hasil pemekaran dari Kecamatan

Telaga dengan luas wilayah 524,54 Ha, terdiri dari 7 desa, 27 dusun, dengan jarak

dari Ibukota Kabupaten Gorontalo (Limboto) ± 15 km. Tahun 2011 desa Tenggela

mengalami pemekaran menjadi desa Tenggela dan desa Tinelo, sehingga wilayah

Kecamatan Tilango berubah menjadi 8 desa, dengan luas wilayah 524,54 Ha.

Adapun 8 desa tersebut yaitu :

1. Desa Tualango

2. Desa Dulomo

3. Desa Tilote

4. Desa Tabumela

5. Desa Ilotidea

6. Desa Lauwonu

7. Desa Tenggela

8. Desa Tinelo

Dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo

b. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo

c. Bagian Barat berbatasan dengan Danau Limboto

51

d. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Telaga Jaya

Topografi dari desa-desa tersebut sebagian besar merupakan dataran

rendah dan sebagian wilayah dari 3 desa diantaranya yaitu desa Tabumela,

Ilotidea, dan Lauwonu berada di pesisir danau Limboto.

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk pada Tahun 2011 adalah 13.043 jiwa dan jumlah KK

adalah 3636 KK, dengan jumlah masyarakat miskin 5.003 jiwa, jumlah KK

miskin 1492 jiwa, ibu hamil 339, ibu menyusui/bersalin 324, bayi 0-1 tahun 328

orang, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tilote Tahun 2011

berdasarkan data SP2TP berjumlah 13.043 jiwa, dimana penyebarannya dalam 8

desa belum merata, secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Kecamatan Tilango

Menurut Desa Tahun 2011

Desa Jumlah Penduduk Persentase

Desa Tualango 956 7,33

Desa Dulomo 770 5,91

Desa Tilote 2121 16,26

Desa Tabumela 1982 15,19

Desa Ilotidea 1733 13,29

Desa Lauwonu 1572 12,05

Desa Tenggela 2000 15,33

Desa Tinelo 1909 14,63

Jumlah 13.043 100

Sumber data : Promkes Puskesmas Tilote Tahun 2011

Ratio kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tilote

menunjukkan bahwa tingkat persebaran penduduk antar kelurahan berbeda

dimana tampak penduduk terkonsentrasi di Desa Tilote sebanyak 2121 jiwa.

52

4.1.3 Kunjungan Puskesmas Tilote

4.1.3.1 Rawat Jalan

Jumlah penyakit pada kunjungan rawat jalan di Puskesmas Tilote yang

terbanyak selama Tahun 2011 adalah penyakit ISPA Non Pneumonia sejumlah

4652 kasus.

Tabel 4.2 10 Penyakit Menonjol Rawat Jalan

Puskesmas Tilote 2011

NO. Jenis Penyakit Jumlah

1. ISPA Non Pneumonia 4652

2. Tonsilitis 765

3. Diare 736

4. Arthritis 710

5. Assential (Primary Hipertension) 709

6. Dermatitis Kontak Alergi 703

7. Gastritis 599

8. Abses kulit, furunkel, carbunkle 403

9. Dermatitis Iritan 378

10. Stomatitis 336

4.1.3.2 Rawat Inap

Jumlah penyakit pada pada kunjungan rawat inap di Puskesmas Tilote

yang terbanyak selama Tahun 2011 adalah penyakit GEA sejumlah 44 kasus.

Tabel 4.3 10 Penyakit Menonjol Rawat Inap

Puskesmas Tilote 2011

NO Jenis Penyakit Jumlah

1. GEA 44

2. Dispepsia 10

3. Vulnus 8

4. ISPA Non Penumonia 4

5. KLL 4

6. Hiperemesis 4

7. Hipertensi 3

8. TB Paru 3

9. Suspect Thypoid 2

10. Suspect TB Paru 1

53

4.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 42 orang ibu yang

memiliki balita diare yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tilote. Dari

keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya

meliputi umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, jumlah penghasilan

keluarga/bulan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Responden (Tahun) Frekuensi %

17 – 24 21 50,0

25 – 31 8 19,0

32 – 38 8 19,0

39 – 45 5 11,9

Total 42 100

Sumber : data primer 2013

Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa sampel yang diteliti berusia 17-45

Tahun, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 17-24 Tahun, yaitu

sebanyak 21 orang (50%).

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi %

SD 15 36

SMP/sederajat 17 40

SMA/sederajat 7 17

Perguruan Tinggi/sederajat 3 7

Total 42 100

Sumber : data primer 2013

54

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam

penelitian memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat yaitu

sebanyak 17 orang (40%), dan 15 orang (36%) memiliki tingkat pendidikan SD.

Sedangkan yang paling sedikit yaitu perguruan tinggi/sederajat sebanyak 3 orang

(7%).

4.2.3 Distibusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi %

Ibu Rumah Tangga 38 90

PNS 2 5

petugas kesehatan 1 2,4

Lain-lain 1 2,4

Total 42 99,8=100

Sumber : data primer 2013

Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 38

orang (90%) responden adalah Ibu Rumah Tangga.

4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan Keluarga

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan

Jumlah Penghasilan Keluarga Frekuensi %

<Rp 1.000.000 36 86

Rp. 1.000.000-Rp 2.000.000 3 7

>Rp 2.000.000 3 7

Total 42 100

Sumber : data primer 2013

Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai

penghasilan <Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 36 orang (86%).

55

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Mendeskripsikan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Penatalaksanaan

Diare Pada Balita

Mendeskripsikan masing-masing variabel yaitu pengetahuan ibu dan sikap

ibu serta penatalaksanaan diare pada balita dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

seperti di bawah ini.

4.3.1.1 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare Pada

Balita

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 yaitu baik,

cukup, dan kurang. Seorang responden akan dikatakan baik bila menjawab 9-12

pertanyaan pengetahuan dengan benar sedangkan seorang responden dikatakan

berpengetahuan cukup bila menjawab 5-8 pertanyaan pengetahuan dengan benar

dan dikatakan berpengetahuan kurang bila hanya menjawab 0-4 dari pertanyaan

pengetahuan dengan benar. Berdasarkan hasil uji tersebut maka tingkat

pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare pada balita dapat dikategorikan

pada tabel 4.8

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Frekuensi %

Baik 12 28,57

Cukup 17 40,48

Kurang 13 30,95

Total 42 100

Sumber : data primer 2013

56

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian

memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 40,48%. Kemudian 28,57% memiliki

tingkat pengetahuan baik, sedangkan 30,95% responden memiliki tingkat

pengetahuan kurang.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu

Dilihat Dari Faktor Usia Ibu

Umur Orang

Tua (Ibu)

Tingkat Pengetahuan Total %

Baik % Cukup % Kurang %

17 – 24 6 28,6 8 38,1 7 33,3 21 100

25 – 31 3 37,5 3 37,5 2 25,0 8 100

32 – 38 3 37,5 2 25,0 3 37,5 8 100

39 – 45 0 0 4 80,0 1 20,0 5 100

Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100

Sumber : data primer 2013

Tabel 4.9 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan

kelompok usia. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berada pada rentang umur 17-24 tahun dimana dari rentang umur ini yang

memiliki pengetahuan baik sebesar 28,6%, responden berpengatahuan cukup

sebesar 38,1%, dan yang berpengetahuan kurang sebesar 33,3%.

57

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu

Dilihat Dari Faktor Pendidikan

Tingkat

Pendidikan

Tingkat Pengetahuan Total %

Baik % Cukup % Kurang %

SD 4 26,7 7 46,7 4 26,7 15 100

SMP/sederajat 2 11,8 8 47,1 7 41,2 17 100

SMA/sederajat 5 71,4 1 14,3 1 14,3 7 100

Perguruan Tinggi 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100

Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100

Sumber : data primer 2013

Tabel 4.10 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan

tingkat pendidikan. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berada pada tingkat pendidikan SMP/sederajat ysitu sebanyak 17

responden. Dari tingkat pendidikan SMP/sederajat yang ada dimana responden

yang berpengatahuan baik sebesar 11.8%, responden yang memiliki pengetahuan

cukup sebanyak 47,1%, dan responden yang memiliki pengetahuan kurang yaitu

41,2%. Tetapi terdapat 1 responden memiliki tingkat pengetahuan kurang berasal

dari perguruan tinggi.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu

Dilihat Dari Faktor Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Tingkat Pengetahuan

Total % Baik % Cukup % Kurang %

IRT 10 26,3 16 42,1 12 31,6 38 100

PNS 0 0 1 50,0 1 50,0 2 100

petugas kesehatan 1 100 0 0 0 0 1 100

Lain-lain 1 100 0 0 0 0 1 100

Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100

Sumber : data primer 2013

58

Tabel 4.11 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan

pekerjaan. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden

sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 38 responden. Dimana diantara

para Ibu Rumah Tangga ini 26,3% berpengetahuan baik, 42,1% berpengetahuan

cukup, dan 31,6% pengetahuannya kurang,

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu

Dilihat Dari Faktor Jumlah Penghasilan Keluarga

Jumlah

Penghasilan

Tingkat Pengetahuan Total %

Baik % Cukup % Kurang %

<Rp 1.000.000 11 30,6 15 41,7 10 27,8 36 100

Rp. 1.000.000-

Rp 2.000.000 0 0 1 33,3 2 66,7 3 100

>Rp 2.000.000 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100

Total 12 28,6 17 40,5 13 31,0 42 100

Sumber : data primer 2013

Tabel 4.12 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan

jumlah penghasilan keluarga. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian

besar responden memiliki penghasilan <Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 36

responden yang terdiri atas responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar

30,6%, yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 41,7%, dan responden yang

memiliki pengetahuan kurang 27,8%,

4.3.1.2 Sikap Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare pada Balita

Sikap dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 yaitu mendukung, kurang

mendukung, dan tidak mendukung. Seorang responden akan dikatakan

mendukung bila menjawab 28-40 pernyataan sikap, sedangkan seorang responden

59

dikatakan sikap kurang mendukung bila menjawab 14-27 pernyataan sikap dan

dikatakan sikap tidak mendukung bila hanya menjawab 0-13 dari pernyataan

sikap. Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap ibu tentang penatalaksanaan diare

pada balita dapat dikategorikan pada tabel 4.13

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap

Sikap Frekuensi %

Mendukung 36 85,7

Kurang Mendukung 6 14,3

Total 42 100

Sumber : data primer 2013

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap

yang mendukung terhadap penatalaksanaan diare pada balita sebesar 85,7%, dan

yang memiliki sikap kurang mendukung sebesar 14,3%.

4.3.1.3 Penatalaksanaan Diare pada Balita

Penatalaksanaan diare pada balita dalam penelitian ini dibedakan menjadi

2 kategori yaitu penatalaksanaan baik dan penatalaksanaan kurang. Seorang

responden akan dikatakan penatalaksanaannya baik bila menjawab 7-12

pertanyaan penatalaksanaan diare dengan benar, sedangkan seorang responden

dikatakan penatalaksanaannya kurang bila menjawab 0-6 pertanyaan

penatalaksanaan dengan benar. Berdasarkan hasil uji tersebut maka

penatalaksanaan diare pada balita dapat dikategorikan pada tabel 4.14

60

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Penatalaksanaan Diare pada Balita

Penatalaksanaan Diare Frekuensi %

Baik 23 54,8

Kurang 19 45,2

Total 42 100

Sumber : data primer 2013

Dari tabel 4.14 tentang distribusi frekuensi responden berdasarkan

penatalaksanaan diare pada balita diketahui bahwa sebagian besar responden

dalam penelitian memiliki penatalaksanaan yang baik yaitu sebesar 54,8%,

sedangkan yang memiliki penatalaksanaan kurang sebesar 45,2%.

4.3.2 Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare

Pada Balita.

Setelah data penelitian diolah selanjutnya dilakukan pengujian data untuk

menguji hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan penatalaksanaan

diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilote Kabupaten

Gorontalo dengan menggunakan Korelasi Spearman Rho yang hasilnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

61

4.3.2.1 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare Pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten

Gorontalo.

Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare

Penatalaksanaan Diare

Tot %

p

value Baik % Kurang %

Pengetahuan

Ibu

Baik 12 100 0 0 12 100 0,591

Sig=

0,000

<0,05

Cukup 8 47,1 9 52,9 17 100

Kurang 3 23,1 10 76,9 13 100

Total 23 54,8 19 45,2 42 100

Sumber : data primer 2013

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa dari 12 responden yang memiliki

pengetahuan yang baik tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 12

(100%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita juga baik.

Dari 17 responden yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang

penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 8 (47,1%) responden yang memiliki

penatalaksanaan diare pada balita yang baik, dan sisanya ada 9 (52,9) responden

yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang kurang. Sedangkan dari 13

responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang penatalaksanaan diare pada

balita, sebanyak 3 (23,1%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada

balita yang baik, dan sisanya sebanyak 10 (76,9%) responden yang memiliki

penatalaksanaan diare pada balita yang kurang baik.

62

Dan berdasarkan uji Korelasi Spearman rho dapat dilihat bahwa terdapat

hubungan positif sebesar π=0.591 dan menurut interpretasi angka korleasi

Prof.Sugiyono (2007) maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan

yang sedang, pada taraf signifikan p=0,000 (p<α=0,05) artinya semakin baik

pengetahuan ibu maka semakin baik pula penatalaksanaan diare pada balita.

Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak H1 diterima dimana terdapat

hubungan antara pengetahuan ibu dengan penatalaksanaan diare pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.

4.3.2.2 Hubungan Sikap Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare Pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo

Tabel 4.16 Hubungan Sikap Ibu Dengan Penatalaksanaan Diare

Penatalaksanaan Diare

Tot %

p

value Baik % Kurang %

Sikap

Ibu

Mendukung 23 63,9 13 36,1 36 100 0,449

sig=

0,003

<0,05

Kurang

Mendukung

0 0 6 100 6 100

Total 23 54,8 19 45,2 42 100

Sumber : Data Primer 2013

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa dari 36 responden yang memiliki sikap

mendukung tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 23 (63,9%)

responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang baik, dan

sisanya sebanyak 13 (36,1%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare

pada balita yang kurang. Sedangkan dari 6 responden yang memiliki sikap yang

63

kurang mendukung tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak 6 (100%)

responden juga memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang kurang.

Dan berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman rho diketahui bahwa terdapat

hubungan positif sebesar π=0.449 dan menurut interpretasi angka korleasi

Prof.Sugiyono (2007) maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan

yang sedang, pada taraf signifikan p=0,003 (p<α=0,05) artinya semakin

mendukung sikap ibu dalam penatalaksanaan diare pada balita maka semakin baik

pula penatalaksanaan yang dilakukan. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak

dan H1 diterima dimana terdapat hubungan antara sikap ibu dengan

penatalaksanaan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan

Tilango Kabupaten Gorontalo.

4.4 Pembahasan

Penatalaksanaan diare pada balita dipengaruhi oleh beberapa aspek,

diantaranya adalah pengetahuan dan sikap ibu tentang penatalaksanaan diare

tersebut. Sedangkan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya usia, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah penghasilan keluarga. Dalam

penelitian ini menghasilkan informasi pengetahuan dan sikap ibu tentang

penatalaksanaan diare pada balita sebagaimana diuraikan sebagai berikut.

4.4.1 Deskripsi pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare pada balita

dilihat dari faktor umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

4.4.1.1 Pengetahuan Ibu tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan ibu tentang

penatalaksanaan diare pada balita sebagian besar memiliki pengetahuan yang

64

cukup sebesar 40,48%. Hasil ini didukung oleh penelitian Endah Purbasari (2009)

mayoritas tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan awal diare di rumah adalah

cukup sebanyak 33 responden (48%).

Pengetahuan ini diukur berdasarkan jawaban dari semua responden dengan

kategori “benar” dan “salah”. Dari 12 pertanyaan yang diajukan rata-rata 55%

yang menjawab benar dan 45% yang menjawab salah. Sebagian besar ibu-ibu

balita menjawab benar pada pertanyaan nomor 8 tentang cara pemberian ASI

sebesar 81,0% artinya ibu-ibu tersebur mengetahui bahwa balita yang sedang

mengalami diare harus tetap dilanjutkan pemberian ASI.

Hasil penelitian ini didukung dengan hasil peneltian Silvana Noverica

(2010) dimana hasil penelitiannya tentang pengetahuan ibu tentang cara

pemberian ASI pada balita yang sedang diare didapati sebesar 88% ibu-ibu

menjawab benar yaitu tetap melanjutkan pemberian ASI.

Asumsi saya bahwa ibu-ibu yang yang menjawab bahwa ASI harus tetap

dilanjutkan pemberiannya pada balita diare dikarenakan mereka telah memperoleh

cukup informasi tentang pentingnya ASI bagi balita terutama saat diare. Selain itu

mereka juga tahu bahwa ASI itu makanan yang paling penting untuk balita.

Hal ini sesuai dengan teori Suraatmaja (2007), bahwa pada bayi dengan

ASI, harus tetap dilanjutkan dan diberikan sedikit demi sedikit namun sering. ASI

turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI secara penuh

mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI

yang disertai susu formula. Pada balita yang tidak diberi ASI penuh selama 6

65

bulan pertama kehidupan beresiko mendapat diare 30x lebih besar (Depkes RI,

2006)..

Tetapi ada beberapa pertanyaan yang dijawab salah oleh sebagian besar

ibu-ibu balita seperti pertanyaan nomor 5 yang dijawab salah oleh sebagian besar

responden sebesar 83,3% tentang prinsip pemberian oralit. Jawaban pertanyaan ini

juga ada hubungannya dengan jawaban ibu-ibu balita pada pertanyaan

pengetahuan nomor 6 tentang dosis pemberian oralit 3 jam pertama yang sebagian

besar 76,2% menjawab salah. Hal ini dapat terjadi karena mereka memang tidak

mengetahui bagaimana prinsip pemberian oralit yang seharusnya diberikan pada

saat anak mengalami diare, banyak ibu-ibu yang memilih jawaban “tidak tau”

disebabkan kurangnya informasi tentang penanganan diare di rumah. Selain itu

karena ibu-ibu sendiri memang tidak mengetahui tentang dosis pemberian oralit di

rumah disebabkan kurangnya informasi dari petugas kesehatan itu sendiri.

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberikan

informasi dan nasehat tentang cara atau dosis memberikan cairan dan obat di

rumah dan kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan

(Kemenkes RI, 2011).

Pertanyaan lain yang dijawab salah adalah nomor 4 tentang tindakan awal

saat anak mengalami diare sebesar 69,0%. Dimana ibu-ibu balita diare menjawab

bahwa tindakan awal yang dilakukan pada balita diare adalah segera bawa ke

puskesmas atau dokter. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Endah Purbasari (2009) tentang pertanyaan pengetahuan ibu dalam penanganan

awal diare sebagian besar mengetahui tentang penggunaan oralit atau cairan

66

tambahan sebagai tindakan awal yang dilakukan saat anak diare yaitu sebesar 88%

karena ibu-ibu sudah mengetahui bahwa anak mulai diare harus segera diberikan

cairan tambahan dan juga pengetahuan mereka lebih baik.

Asumsi saya karena mereka menganggap bahwa saat anak diare maka

harus segera dibawa ke puskesmas atau dokter untuk menghindari penyakitnya

menjadi parah, selain itu masih kurangnya pemahaman ibu-ibu tentang

penanganan diare pada balita sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan

penanganan diare ke puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. Padahal mereka tidak

mengetahui tindakan yang sebaiknya dilakukan pertama kali saat anak mulai diare

adalah segera beri cairan tambahan, hal ini dapat segera mencegah terjadinya

dehidrasi atau kekurangan cairan pada anak.

Menurut Kemenkes RI (2011) untuk mecegah terjadinya dehidrasi saat

anak mulai diare dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan

oralit atau cairan tambahan.

Secara keseluruhan diperoleh bahwa sebanyak 17 ibu (40%)

berpengetahuan cukup, 13 ibu (31%) berpengetahuan kurang, dan 12 ibu (28,6%)

berpengetahuan baik. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tingkat pengetahuan ibu

tentang penatalaksanaan diare pada balita berada pada tingkat cukup baik.

4.4.1.2 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Faktor Usia

Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berumur 17-24 tahun sebanyak 21 responden, dimana sebagian besar

memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 38,1%. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian yang dilakukan oleh Endah Purbasari (2009) dimana sebagian besar

67

responden berumur 26-30 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan cukup

sebanyak 33%.

Hal ini terjadi bisa dikarenakan faktor lain diataranya pengalaman dan

pendidikan dari responden. Sebagian besar responden pada umur tersebut jumlah

balita yang dimiliki hanya 1 orang sehingga pengalamannya dalam merawat anak

ketika mengalami diare masih kurang. Hal tersebut mempengaruhi

pengetahuannya tentang penatalaksanaan balita diare dengan benar dan tepat di

rumah. Selain itu pada umur tersebut sebagian besar responden berpendidikan

rendah yaitu SMP sehingga pengetahuannya masih cukup.

Menurut Notoatmodjo (2007) semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga pengetahuan

yang diperolehnya semakin bagus. Usia mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah

baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental

ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Umur seseorang

berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki, tetapi disisi lain pengetahuan

yang dimilki sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diantaranya pengalaman

dan pendidikan itu sendiri.

4.4.1.3 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Faktor Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat pendidikan rendah yaitu SMP sebanyak 17 responden dimana sebagian

besar pengetahuannya cukup yaitu 47,1%. Berbeda dengan hasil penelitian dari

Endah Purbasari (2009) menunjukkan bahwa distribusi tingkat pengetahuan ibu

68

berdasarkan pendidikan didapatkan sebagian besar tingkat pendidikannya adalah

tinggi yaitu SMU sebesar 35% dengan tingkat pengetahuan cukup sebesar 51%.

Hal ini terjadi dikarenakan walaupun pendidikan terakhir responden

rendah yaitu SMP namun jika sumber informasi yang diperoleh banyak maka bisa

menambah pengetahuannya. Seorang ibu berpendidikan rendah tetapi jika dia

memperoleh informasi tentang penatalaksanaan diare pada balita secara benar dan

tepat maka itu akan menambah pengetahuannya. Hal ini berdasarkan wawancara

bahwa mereka memperoleh informasi biasanya dari teman atau saudara yang

anaknya pernah mengalami diare. Selain itu seseorang yang berpendidikan rendah

tidak berarti bahwa pengetahuannya juga rendah. Orang yang berpendidikan

rendah tetapi pengalamannya jauh lebih banyak daripada orang berpendidikan

tinggi maka secara otomatis pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik. Jadi

kedua penelitian ini walaupun tingkat pendidikan berbeda namun pengetahuannya

tergolong cukup.

Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2007) bahwa meskipun seseorang

memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik

maka pengetahuan seseorang akan meningkat.

Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 1 responden dengan tingkat

pendidikannya perguruna tinggi tetapi memiliki pengetahuan kurang sebesar

33,3%. Hasil ini didukung oleh penelitian dari Endah (2009) didapatkan tingkat

pengetahuan yang kurang sebanyak 31 responden (46%) dari berbagai tingkat

pendidikan dan 4 responden diantaranya berasal dari tamat perguruan tinggi.

69

Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya sumber informasi tentang

penatalaksanaan diare pada balita. Dalam penelitian saya ini salah seorang ibu

dengan pendidikan terakhir peguruan tinggi pekerjaannya adalah PNS sehingga

ibu ini tergolong ibu yang sibuk dengan pekerjaannya, anaknya hanya dititipkan

pada orang tua mereka/nenek dari anak ini. Hanya pada saat pulang kerja saja ibu

ini merawat anaknya. Hal ini menyebabkan ibu dari balita ini kurang informasi

tentang perawatan balita diare. Selain itu dapat dilihat juga dari jawabannya pada

variabel pengetahuan sebagian besar jawabannya salah.

Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa secara umum seseorang yang

berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas

dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah

(Notoatmodjo,2007).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan

adalah suatu proses belajar yang berarti, di dalam pendidikan itu terjadi proses

pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih

baik, dan matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat (Notoatmodjo,

2007).

4.4.1.4 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Faktor Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar proporsi responden

yang tidak bekerja atau Ibu Rumah Tangga sebanyak 38 orang, dengan

pengetahuan yang paling banyak adalah pengetahuan cukup sebesar 42,1%.

70

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Silvana Noverica

(2010) dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi responden

sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 85%, dan juga didiukung oleh

penelitian Endah Purbasari (2009) pekerjaan responden yang paling banyak

adalah ibu rumah tangga sebanyak 54 responden (79%).

Pada penelitian Endah didapatkan hasil pekerjaan responden terbanyak

adalah ibu rumah tangga. Hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel

dilakukan pada jam kerja Puskesmas Kecamatan Ciputat yaitu mulai dari jam

08.00-12.00 WIB. Bagi ibu yang bekerja, jam buka puskesmas sama dengan jam

kerja mereka. Oleh karena pengunjung puskesmas kebanyakan adalah ibu rumah

tangga. Namun ada pula responden yang bekerja sebagai karyawan, guru, dan

wiraswasta yang saat ditanyakan mereka izin atau tidak dalam jam kerja saat itu.

Asumsi saya pada penelitian ini mayoritas Ibu Rumah Tangga disebabkan

karena responden penelitian adalah ibu-ibu rumah tangga yang memiliki balita

sehingga ibu-ibu ini cenderung lebih sibuk mengurus anaknya yang masih balita

daripada bekerja di luar rumah. Sedangkan ada beberapa responden yang bekerja

di luar rumah tetapi mereka menitipkan anaknya pada orang yang ada di rumah,

biasanya orang tua mereka atau kakek/nenek anak ini. Selain itu ibu-ibu ini juga

lebih mengutamakan suami mereka untuk berkerja mencari nafkah sedangkan

mereka lebih memilih untuk di rumah mengurus anak-anak yang masih balita.

Pengetahuan cukup yang dimilki oleh seorang Ibu Rumah Tangga

disebabkan karena adanya faktor lain misalnya sumber informasi yang tersedia,

walaupun hanya sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurus anaknya di

71

rumah tetapi mendapatkan infomasi yang lengkap tentang penatalaksanaan diare

pada balita dari berbagai media, teman/saudara atau melalui penyuluhan

kesehatan maka itu akan menambah pengetahuannya walaupun pengetahuannya

walaupun hanya sedikit.

Menurut Notoatmodjo (2005) lingkungan pekerjaan dari seorang ibu

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang

berada dalam lingkungan tersebut.

4.4.1.5 Pengetahuan Ibu Dilihat Berdasarkan Jumlah Penghasilan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpenghasilan <Rp 1.000.000 dengan pengetahuan yang cukup sebesar 41,7%.

Asumsi saya bahwa walaupun jumlah penghasilan keluarga rendah

sedangkan pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare tersebut masih dalam

kategori cukup, berarti ibu tersebut memperoleh informasi tentang

penantalaksanaan diare pada balita melalui banyak sumber bukan hanya dari

fasilitas sumber informasi yang dapat dibeli sendiri, tetapi dari media cetak,

penyuluhan kesehatan di Posyandu ataupun dari saudara/teman sehingga

pengetahuannya bertambah walaupun penghasilannya rendah. Selain itu

pengalaman ibu dalam merawat anak yang diare juga akan memengaruhi tingkat

pengetahuannya.

Menurut Notoatmodjo (2007) penghasilan tidak berpengaruh langsung

terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup

besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas

sumber informasi.

72

4.4.2 Deskripsi Sikap Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar sikap ibu

dalam penatalaksanaan diare pada balita yaitu sikap yang mendukung sebesar

85,7%. Berbeda dengan hasil penelitian Endah Purbasari (2009) mayoritas sikap

ibu adalah berada pada tingkat cukup sebanyak 57 responden (84%). Hal ini

karenakan pada penelitian ini sebagian besar ibu-ibu balita sangat setuju dengan

sikap ibu dalam penatalaksanaan diare pada balita.

Dimana sikap ini dinilai dari jawaban ibu-ibu balita diare tentang

penatalaksanaan diare pada balita apakah mereka sangat setuju, setuju, tidak

setuju, atau sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diajukan. Dari 10

pernyataan yang diajukan rata-rata 48,58% yang menjawab sangat setuju, 42,85%

yang menjawab setuju, 8,33% yang menjawab tidak setuju, dan yang menjawab

sangat tidak setuju sebesar 0,24%.

Pernyataan yang dijawab sangat setuju maupun setuju oleh sebagian besar

ibu-ibu balita yaitu pernyataan nomor 1 tentang penanganan diare dalam arti diare

harus segera ditangani sebesar 73,8%. Hasil ini didukung oleh penelitian Endah

Purbasari (2009) dalam pernyataan bahwa diare harus segera ditangani 67

responden (98%) menjawab setuju. Hal ini menggambarkan bahwa sudah banyak

ibu yang memberi perhatian lebih pada anak yang sedang mengalami diare.

Karena memang diare harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya dehidrasi

atau kekurangan cairan.

Sedangkan masih ada juga beberapa ibu-ibu yang memilih jawaban tidak

setuju maupun sangat tidak setuju yaitu pada pernyataan nomor 2 tentang

73

penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah sebesar 33,3%. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Endah Purbasari (2009) dimana hasil jawaban penelitian

tentang sikap ibu dalam penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah

walaupun sebagian besar 76% menjawab sangat setuju ternyata masih ada 21%

yang menjawab tidak setuju.

Ibu yang menjawab tidak setuju dikarenakan mereka memiliki

kepercayaan bahwa jika anak sakit harus segera dibawa ke dokter atau puskesmas

atau bisa juga karena mereka tidak mengetahui bagaimana penangana awal diare

di rumah. Sebenarnya penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah dengan

prinsip mencegah dehidrasi, yaitu dengan memberikan cairan lebih banyak.

Cairan yang diberikan pada penderita diare dapat berupa air matang,

makanan yang banyak mengandung air (sup/bubur) atau oralit. Oralit pun dapat

dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di dapur yaitu air

putih matang, gula, dan garam. (Depkes RI, 2006).

Menurut Kemenkes RI (2011) untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat

dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit dan bila tidak

tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang.

Secara keseluruhan diperoleh bahwa sebanyak 36 ibu (85,7%) mempunyai

sikap yang mendukung terhadap penatalaksanaan diare pada balita dan sebanyak 6

ibu (14,3%) memiliki sikap kurang mendukung. Dari hasil tersebut terlihat bahwa

sikap ibu tentang penatalaksanaan diare pada balita berada pada sikap yang

mendukung.

74

4.4.3 Deskripsi Penatalaksanaan Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar

penatalaksanaan diare pada balita yang dilakukan oleh ibu-ibu balita diare adalah

baik yaitu sebesar 54,8%. Hasil penelitian Endah Purbasari (2009) mayoritas

perilaku ibu berada pada tingkat cukup sebanyak 47 responden (69%).

Dimana penatalaksanaan atau perawatan yang dilakukan ini dinilai dari

jawaban ibu-ibu balita diare apakah mereka menjawab benar atau salah dengan

pertanyaan yang diajukan. Dari 12 pertanyaan yang diajukan rata-rata 43% yang

menjawab benar dan 57% yang menjawab salah. Pertanyaan yang sebagian besar

dijawab benar oleh ibu-ibu balita diare adalah pertanyaan nomor 2 tentang

memberikan oralit selama anak diare sebesar 66,7% dimana ibu-ibu balita

menjawab benar, tetapi masih ada 33,3% ibu-ibu balita yang menjawab salah.

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Endah Purbasari (2009) ibu yang

memberikan oralit sebanyak 53 responden (78%) dan ibu yang tidak memberikan

oralit sebanyak 15 responden (22%).

. Ibu yang tidak memberikan oralit saat ditanyakan, mereka menjawab

anaknya tidak suka dan tidak mau minum oralit. Dan masih banyak yang

menganggap bahwa oralit adalah obat diare. Setelah diberikan oralit dan diare

anaknya tidak sembuh, banyak ibu beranggapan anaknya tidak cocok dengan

oralit, pemahaman seperti ini harus segera diluruskan.

Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk

mengganti cairan yang hilang bukan mengobati diare (Kemenkes RI, 2011).

75

ASI tetap menjadi proritas utama ibu-ibu balita terutama saat anak mereka

menderita diare. Hal ini terbukti dengan jawaban ibu-ibu balita diare bahwa

mereka tetap melanjutkan pemberian ASI saat anak mereka diare sebesar 88,1%

walaupun masih ada 11,9% ibu-ibu balita tidak melanjutkan pemberian ASI.

Setelah ditanyakan ibu yang tidak memberikan ASI mereka menjawab karena

anaknya sudah tidak mau minum ASI lagi, dan juga karena anknya dari awal tidak

diberikan ASI hanya susu formula.

Tindakan lain yang sebagian besar dilakukan oleh ibu-ibu balita diare

yaitu mendatangi sarana kesehatan jika anak mereka terlihat lesu, tidak mau

makan dan minum, muntah, dan kekurangan cairan yaitu sebanyak 64,3%. Hal ini

menunjukkan bahwa sudah sebagian besar ibu mengetahui pentingnya mendatangi

sarana kesehatan jika kondisi anaknya tidak membaik. Menurut Kemenkes RI

(2011) ibu atau pengasuh balita harus membawa kembali balita diare ke petugas

kesehatan bila diare lebih sering, muntah berulang, makan dan minum sedikit,

demam, terlihat tanda-tanda kekurangan cairan dan kondisi anak tidak membaik

dalam 3 hari.

Walaupun sebagian besar banyak ibu-ibu balita yang sudah melakukan

tindakan yang tepat terhadap anaknya saat diare namun masih ada beberapa

tindakan penting lainnya yang sebagian besar tidak dilakukan oleh ibu-ibu balita

diare atau tindakan yang dilakukan adalah salah.

Diantaranya tentang pertanyaan 1 membawa anak berobat pada saat awal

diare, sebagian besar ibu-ibu balita menjawab “ya” sebesar 59,5%. Hasil ini

didukung oleh penelitian Endah Purbasari (2009) sebanyak 43 responden (63%)

76

menjawab langsung membawa ke petugas kesehatan dan 25 responden (37%)

masih ditangani sendiri di rumah, padahal tindakan yang mereka lakukan salah

atau tidak tepat.

Hal ini ada hubungannya dengan pengetahuan ibu tentang tindakan yang

sebaiknya dilakukan pertama kali saat anak diare, dimana sebagian besar ibu-ibu

balita diare menjawab segera bawa ke puskesmas atau dokter, dalam arti mereka

langsung membawa anak mereka berobat pada saat awal diare. Mereka memiliki

kepercayaan bahwa jika anak sakit harus segera dibawa ke dokter atau puskesmas

atau bisa juga karena mereka tidak mengetahui bagaimana penangana awal diare

di rumah.

Selain itu tentang pemberian suplemen zin selama 10 hari kepada balita

diare dan saat diare berhenti adalah tindakan penting untuk dilakukan, namun

masih ada 61,9% ibu-ibu balita diare yang tidak melakukannya. Hasil penelitian

didukung oleh penelitian Endah (2009) dimana ibu yang memberikan suplemen

zink sebanyak 8 responden (12%) dan yang tidak memberikan suplemen zink saat

anaknya diare sebanyak 60 responden (88%). Berdasarkan wawancara mereka

mengatakan bahwa tidak mengetahui tentang suplemen zinc.

Hal ini menjadi masukan bagi Sarana Kesehatan (Puskesmas) agar ketika

memberikan obat kepada ibu balita diare sebaiknya menjelaskan atau

mempromosikan obat apa yang diberikan terutama untuk suplemen zinc, apa

manfaatnya dan bagaimana cara minumnya. Masih perlu promosi lebih gencar

lagi mengenai penggunaan suplemen zink saat anak diare.

77

Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi volume tinja, serta

menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan

bukti ini semua anak diare harus diberi zinc, zinc tetap diberikan selama 10 hari

walaupun diare sudah berehenti (Kemenkes RI, 2011). Secara keseluruhan

diperoleh bahwa sebanyak 23 ibu (54,8%) penatalaksanaan diare pada balita

adalah baik.

4.4.4 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Penatalaksanaan Diare Pada

Balita

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki pengetahuan baik dengan penatalaksanaan diare juga baik sebanyak 12

responden (100%).

Tetapi dari 17 responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang

penatalaksanaan diare pada balita masih ada 9 (52,9%) responden yang memiliki

penatalaksanaan diare pada balita yang kurang. Hal tersebut terjadi bisa saja

karena mereka hanya sekedar tahu, sedangkan aplikasinya mereka tidak lakukan,

atau karena sebab-sebab tertentu. Seperti pada salah seorang responden menjawab

benar pada item pertanyaan pengetahuan tentang cara memberikan ASI pada

balita diare tetapi pada pertanyaan penatalaksanaan pemberian ASI dia menjawab

salah. Berdasarkan wawancara dan hasil kuesioner ibu tersebut tahu bahwa balita

diare harus tetap dilanjutkan pemberian ASI tetapi karena anaknya tidak minum

ASI lagi maka ibu tersebut menjawab “tidak” pada kuesioner penatalaksanaan

78

diare artinya penatalaksanaannya tidak dilakukan. Atau bisa saja karena produksi

ASI dari responden tersebut sudah tidak ada, sehingga anaknya tidak diberi ASI.

Sedangkan dari 13 responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang

penatalaksanaan diare pada balita, ternyata ada 3 (23,1%) responden yang

memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang baik. Pengetahuannya kurang

disebabkan kurangnya sumber informasi atau karena responden tersebut benar-

benar tidak tahu. Sedangkan pada aplikasinya penatalaksanaan diare baik bisa saja

karena dia menjawabnya tidak jujur atau karena hal tersebut benar-benar dia

lakukan tanpa dia sadari. Seperti salah seorang responden menjawab salah pada

item pertanyaan pengetahuan tentang waktu pemberian makanan ekstra setelah

diare berhenti, tetapi dia menjawab benar artinya “ya” pada penatalaksanaan diare

tentang memberikan makanan ekstra selama dua minggu setelah diare berhenti.

Hal ini terjadi bisa saja karena dia tidak tahu waktu pemberian makanan ekstra

yang sebenarnya berapa minggu, tetapi dengan tidak sadar dia telah memberikan

makanan ekstra pada anaknya setelah diare selama dua minggu.

Hasil Uji Korelasi Speaman rho mempunyai hubungan yang positif

sebesar 0,591 dan menurut interpretasi angka korleasi Prof. Sugiyono (2007)

maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan yang sedang pada taraf

signifikan p=0,000 (p<α=0,05), berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu

dengan penatalaksanaan diare pada balita, artinya semakin baik pengetahuan ibu

maka semakin baik pula penatalaksanaan diare pada balita. Hasil penelitian Tami

Fediani (2011) tentang hubungan pengetahuan dengan tindakan ibu didapati

hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan tindakan ibu

79

terhadap kejadian diare pada balita dengan hasil p value chi square 0.0001

(<0.05).

Pengetahuan ibu sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan diare di

rumah. Karena bila pengetahuannya baik maka ibu akan mengetahui tentang cara

merawat anak diare di rumah, terutama tentang upaya rehidrasi oral dan juga ibu

akan mengetahui tentang tanda-tanda untuk membawa anak berobat atau merujuk

ke sarana kesehatan.

Menurut teori Green seseorang yang tidak tepat dalam penatalaksanaan

diare pada balita dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum

mengetahui bagaimanan cara yang tepat dan benar dalam melakukan perawatan

pada anaknya (predisposing factors). Tindakan pengobatan yang dilakukan di

rumah adalah titik tolak keberhasilan pengelolaan penderita tanpa dehidrasi, juga

tindakan untuk mendorong ibu memberikan pengobatan di rumah secepat

mungkin ketika diare baru mulai.

Bila ibu mengetahui prinsip-prinsip pengelolaan efektif diare, misalnya

bila ibu memberikan pengobatan cairan secara oral pada anak di rumah segera

setelah anak menderita diare, ini dapat mencegah terjadinya dehidrasi atau

mengurangi beratnya dehidrasi. Untuk itulah penting sekali ibu-ibu mengetahui

tentang rencana penanganan penderita diare dengan baik. Tetapi bila pengetahuan

ibu kurang maka anak yang menderita diare dapat mengalami dehidrasi dan

keadaan anak tidak bertambah baik, karena ibu tidak mengetahui tentang cara

penanganan penderita diare yang tepat.

80

4.4.5 Hubungan Sikap Ibu dengan Penatalaksanaan Diare Pada Balita

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden yang

memiliki sikap mendukung tentang penatalaksanaan diare pada balita, sebanyak

23 (63,9%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare pada balita yang baik,

dan sisanya sebanyak 13 (36,1%) responden yang memiliki penatalaksanaan diare

pada balita yang kurang. Hal ini terjadi karena responden yang memiliki sikap

mendukung sebenarnya hanya sekedar menyikapi saja, artinya hanya sekedar

sangat setuju ataupun setuju, mendukung ataupun tidak mendukung dengan

pernyataan sikap tersebut tetapi tidak mengaplikasikannya.

Seperti pada penelitian ini salah seorang responden yang sikapnya

mendukung yaitu setuju bahwa anak memerlukan suplemen zinc selama 10 hari

saat sedang diare, tetapi pada penatalaksanaan diare tentang memberikan

suplemen zinc kepada anak diare selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti

ibu tersebut menjawab “tidak” artinya dia tidak memberikan suplemen zinc

kepada anaknya. Penyebabnya bisa saja karena ibu tersebut tidak memiliki

suplemen zinc di rumah atau karena dia tidak mengetahui tentang manfaat

suplemen zinc.

Sedangkan hasil Uji Korelasi Spearman rho mempunyai hubungan yang

positif sebesar 0,449 dan menurut interpretasi angka korleasi Prof.Sugiyono

(2007) maka hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan yang

sedang/moderat pada taraf signifikan p=0,003 (p<α=0,05), berarti ada hubungan

antara sikap ibu dengan penatalaksanaan diare pada balita, artinya semakin

mendukung sikap ibu maka semakin baik pula penatalaksanaan diare pada balita.

81

Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa: “sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tetentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup “.

Selain pengetahuan sikap ibu juga berpengaruh dalam penatalaksanaan

diare di rumah. Misalnya, tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang

terlalu dini, pemberian susu botol) akan mengakibatkan diare pada anak. Sikap ibu

yang kurang baik misalnya, tidak memberikan makanan pada anak yang diare

(memuasakan), ini bisa menyebabkan keadaan anak akan bertambah buruk.

Sedangkan sikap ibu yang baik misalnya, bila terjadi dehidrasi maka anak segera

di bawa ke petugas kesehatan.

Tanda-tanda anak diare yang harus dibawa ke sarana kesehatan yaitu bila

tanda-tanda kekurangan cairan, keadaan anak tidak betambah baik, bila anak tidak

mau makan dan minum secara normal dengan baik, anak demam, anak sering

buang air besar disertai darah (Kemeneks RI, 2011). Sikap ibu yang baik akan

mendukung terhadap kesembuhan anak yang menderita diare.

4.4.6. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Penatalaksanaan Diare

Pada Balita

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan dengan hasil semua

nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap

ibu dengan penatalaksanaan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote

Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.

82

Pengetahuan ibu, sikap ibu dan penatalaksanaan diare pada balita

merupakan komponen penting yang saling berkaitan. Pengetahuan merupakan

salah satu komponen faktor predisposisi yang penting. Dan pengetahuan yang

sangat penting dari seorang ibu adalah bagaimana penatalaksanaan diare pada

balita yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Karena itu peran

ibu dalam perawatan anak dengan diare sangat diperlukan suatu pengetahuan.

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang. Pengetahuan berpengaruh terhadap praktek baik secara langsung atau

tidak langsung, melalui perantara sikap (Notoatmodjo,2010). Praktek seseorang

dalam hal ini tindakan penatalaksanaan diare pada balita dibentuk oleh interaksi

individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap

terhadap objek.

Sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi

perilaku seseorang. Sikap merupakan perasaan untuk mendukung atau tidak

mendukung terhadap objek tertentu (G.J Ebrahim). Dengan demikian ibu yang

kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung praktek ibu

dalam penatalaksanaan diare.

83