Upload
duongdan
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Di dalam Bab 4 ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian dan
pembahasan setelah peneliti melakukan uji lapangan mengenai Pengaruh Sosial
Media Terhadap Gaya Hidup Remaja di Salatiga. Dari hasil penelitian ini akan
dijelaskan mengenai karakteristik responden, variabel dan uji hipotesis dalam
menjawab rumusan masalah.
4.1. Gambaran Umum SMA N 2 Salatiga
4.1.1. Sejarah
Berdiri sejak tahun 1983, SMA Negeri 2 Salatiga yang terletak di
jalan Tegalrejo Raya No. 79 Desa Tegalrejo, Kecamatan
Argomulyo, Kota Salatiga, Menempati tanah seluas 28.950 m2. Pada
awal pembangunannya yaitu tahun 1984 (sebelumnya menempati
Gedung SMA Negeri 1 Salatiga) wilayah ini masih sepi karena
belum banyak rumah penduduk. Setelah menempati gedung sekolah
sendiri walaupun baru 3 kelas, SMANDA (sebutan untuk SMA
Negeri 2 Salatiga) terus mengalami perkembangan baik mengenai
jumlah siswa, guru maupun prestasinya.
Kurikulum yang diberlakukan terus mengalami
perkembangan dimulai dari Kurikulum 1975, dilanjutkan
Kurikulum baru tahun 1994 dan berkembang menjadi Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan disempurnakan lagi menjadi Kurikulum
2013 yang berlaku sekarang.
Didukung oleh pendidik dan Tenaga Kependidikan yang
kompeten dan berdedikasi tinggi SMA Negeri 2 Salatiga berhasil
43
meraih banyak prestasi baik siswa, guru maupun Sekolah sendiri.
Kerjasama yang baik dengan berbagai media baik cetak maupun
elektronik serta WEB yang bisa dikunjungi oleh masyarakat
menjadikan SMA Negeri 2 Salatiga banyak dikenal masyarakat luas
di Kota Salatiga.
4.1.2. Visi dan Misi
4.1.2.1. Visi
”Bertakwa, Berkarakter, Berwawasan Lingkungan, dan
Berdaya Saing di Era Global”.
4.1.2.2. Misi
1. Mewujudkan insan yang beriman dan bertakwa
2. Menerapkan peraturan sekolah secara kosisten
3. Menciptakan sekolah yang berbudaya Literasi
4. Meningkatkan rasa cinta tanah air
5. Melibatkan orang tua/ wali untuk menciptakan peserta
didik yang berkarakter
6. Melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat
menumbuhkan rasa kepedulian sosial para peserta
didik.
7. Menciptakan budaya sekolah yang mencintai
lingkungan
8. Melaksanakan kegiatan akademik dan non akademik
sebagai wadah bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri secara optimal
9. Mengadakan koordinasi dengan orang tua, masyarakat,
perguruan tinggi dan instansi pemerintahan maupun
swasta
10. Mampu bersaing di era global
4.1.3. Tujuan
1. Menjaga kerukunan antar umat beragama di lingkungan sekolah
2. Membiasakan ibadah sebelum proses kegiatan belajar mengajar
44
3. Membudayakan 7S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun,
Silaturahim, Sedekah)
4. Menjalin kerjasama sekolah dengan stakeholder
5. Mewujudkan kepedulian lingkungan bagi warga sekolah
6. Mewujudkan kegiatan belajar mengajar efektif dan efisien
7. Mencetak lulusan yang memiliki kecakapan hidup
8. Membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga
mampu bersaing di era global
9. Mewujudkan stakeholder yang mampu bersaing secara nasional
dan internasional
4.1.4. Keadaan Umum Sekolah
SMA Negeri 2 Salatiga dengan jumlah guru 56 orang dan
jumlah siswa 933 anak, dikepalai oleh Dra. Wahyu Tri Astuti, M.Pd.
Sekolah yang terletak di Tegalrejo ini memiliki suasana yang sejuk
karena masih banyak pepohonan yang tumbuh disekitar lingkungan
sekolah bisa membuat siswa merasa nyaman saat berada di sekolah.
Di SMA ini, siswa kelas 11 lebih menonjol diantara kelas 10 dan 12
karena kelas 11 adalah masalah peralihan remaja. Saat masa inilah
siswa masih dalam masa pencarian jati diri. Oleh sebab itu, siswa
kelas 11 lebih banyak melakukan pelanggaran seperti membolos
sekolah, merokok, dan lain-lain. Ada juga beberapa siswa yang
bermain handphone di kelas saat guru menerangkan meskipun pihak
sekolah tidak mengijinkan siswanya memainkan handphone saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sehingga pernah terjadi
kasus penyitaan handphone siswa agar mereka jera dan dapat fokus
dalam pelajaran. Namun demikian, masih banyak juga siswa SMA
Negeri 2 Salatiga yang berprestasi meraih juara dalam beberapa
ajang perlombaan. Beberapa prestasi yang diraih yaitu Juara I
Nasional Olimpiade Bahasa Jerman, Adiwiyata Nasional, Juara I
Nasional Jumbara PMR, dan lain-lain.
45
4.2. Karakteristik Responden
Sebelum peneliti melakukan analisis data, pertama akan dipaparkan
mengenai karakteristik responden untuk mengetahui gambaran umum tentang
responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Karakteristik responden
ini meliputi jenis kelamin, uang saku, latar belakang pekerjaan orang tua, dan
perangkat media yang digunakan.
4.2.1. Jenis Kelamin Responden
Ketua Umum APJII, Samuel A Pengerapan, menjelaskan
bahwa di sektor gender pengguna internet di Indonesia lebih
didominasi oleh wanita. Tercatat pengguna perempuan mencapai
51% dibanding pengguna laki-laki yang 'hanya' 49%1.
Gambar 3
Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data Primer 2017
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan Samuel A
Pengerapan benar, dibuktikan dengan jumlah responden yang
mengakses media sosial sebagian besar adalah perempuan (53,3%),
sedangkan laki-laki (46,7%). Dalam penelitian ini peneliti
melibatkan 169 responden dimana responden perempuan lebih
banyak daripadan laki-laki.
1 Dilansir dari http://tekno.liputan6.com/read/2197439/pengguna-internet-indonesia-didominasi-remaja-amp-wanita
46
4.2.2. Uang Saku
Gambar 4
Grafik distribusi responden berdasarkan uang saku
Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan diagram diatas ada tiga tingkatan yang
menunjukkan responden terbanyak yang memiliki uang saku per
hari. Yang pertama jumlah responden paling banyak adalah
responden yang memiliki uang saku Rp. 10.000 yaitu ada 73
responden. Kemudian disusul dengan responden yang memiliki
uang saku Rp. 15.000 sebanyak 39 responden. Ketiga ada 27
responden yang memiliki uang saku Rp. 20.000. Sedangkan sisanya
sebanyak 30 responden memiliki uang saku yang beragam.
47
4.2.3. Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua
Gambar 5
Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang
Pekerjaan Orang Tua
Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan diagram diatas dapat kita ketahui bahwa latar
pekerjaan orang tua responden yang paling banyak adalah
wiraswasta yaitu ada 56 responden dengan prosentase 33,1%.
Diurutan kedua latar belakang pekerjaan orang tua responden adalah
swasta berjumlah 21 responden dengan prosentase 12,4%.
Kemudian diurutan ketiga adalah karyawan berjumlah 17 responden
dengan prosentase 10,1%. Diurutan keempat adalah Guru dan PNS
dengan jumlah responden masing-masing 16 (9,5%). Sisanya diikuti
Buruh dan TNI masing-masing berjumlah 10 responden (5,9%),
pedagang ada 5 responden (3%), ibu rumah tangga ada 4 responden
(2,4%), dan pekerjaan lainnya seperti petani, pendeta, polri, sopir,
pelayaran, pensiunan, dan dosen.
48
4.2.4. Perangkat Media Yang Digunakan
Tabel 4.1
Tabel diatas menunjukkan bahwa gadget merupakan media
yang paling banyak digunakan untuk mengakses media sosial yaitu
ada 166 responden (98,2%). Hal ini semakin dikuatkan dari hasil
survey Data Statistik Pengguna Internet Indonesia tahun 2016 oleh
APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). Paling
banyak pengguna internet menggunakan perangkat mobile
(smartphone) sebesar 63,1 juta atau sekitar 47,6%2.
4.3. Karakteristik Variabel
Pada penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian, yaitu penggunaan media
sosial dan gaya hidup konsumtif
4.3.1. Penggunaan Media Sosial (X)
1. Frekuensi (X1)
Indikator pertama penggunaan media sosial adalah
frekuensi (X1) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini
adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:
2 Dilansir dari http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016/
Perangkat Media Yang Digunakan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PC 1 ,6 ,6 ,6
Laptop 2 1,2 1,2 1,8
Gadget 166 98,2 98,2 100,0
Total 169 100,0 100,0
49
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.2
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Frekuensi
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
4 – 7 STS 55 32,5%
8 – 11 TS 78 46,2%
12 – 15 S 33 19,5%
16 – 19 SS 3 1,8%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
50
Tabel 4.2 merupakan gambaran frekuensi membuka
online shop pada akun media sosial. Dari 169 responden,
sebanyak 133 responden (78,7%) hampir setengah lebih
mengaku bahwa mereka tidak terlalu sering membuka online
shop pada akun media sosial. Hal tersebut dapat diketahui dari
jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka jarang
membuka online shop pada akun media sosial.
2. Durasi (X2)
Gambar 6
Diagram distribusi Responden Berdasarkan Durasi
Menggunakan Media Sosial
Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui distribusi
responden berdasarkan durasi menggunakan media sosial.
Dimana sebanyak 65 responden atau (38,5%) menggunakan
media sosial lebih dari lima jam per hari, disusul sebanyak 61
responden atau (36,1%) menggunakan media sosial antara tiga
sampai lima jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna
media sosial dengan durasi lebih dari lima jam per hari adalah
paling banyak.
51
3. Attention (X3)
Indikator ketiga penggunaan media sosial adalah
attention (X3) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini
adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.3
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Attention
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
4 – 7 STS 45 26,6%
8 – 11 TS 97 57,4%
12 – 15 S 25 14,8%
16 – 19 SS 2 1,2%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
52
Berdasarkan tabel 4.3, 142 responden (84%) tidak
setuju dengan attention (hal-hal yang dilihat) pada akun sosial
media yang menawarkan suatu produk.. Hal tersebut dapat
diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka
jarang mengikuti akun yang menawarkan suatu produk di media
sosial.
Tabel 4.4
Rangkuman Intensitas Responden Menggunakan Media Sosial
Variabel
Tidak
Pernah Jarang Sering
N % N % N %
1. Mencari tahu
lebih banyak
tentang
seseorang
8 4,7% 107 63,3% 54 32%
2. Update
tentang
keseharian
19 11,2% 118 69,8% 32 18,9%
3. Update
Status
30 17,8% 134 79,3% 5 3%
4. Stalking
medsos milik
orang lain
16 9,5% 103 60,9% 50 29,6%
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden terlihat
jarang untuk melakukan kegiatan di media sosial. Terbukti
dengan variabel mencari tahu lebih banyak tentang seseorang
pada pilihan jarang dipilih oleh 107 respoden dengan prosentase
63,3%, kemudian variabel update tentang keseharian pada
pilihan jarang mendapatkan responden sebanyak 118 dengan
prosentase 69,8%, lalu variabel update status pada pilihan jarang
mendapatkan 134 responden dengan prosentase 79,3%, dan
pada variabel stalking media sosial milik orang lain terdapat 103
responden dengan prosentase 60,9% yang memilih jarang.
53
4.3.2. Gaya Hidup Konsumtif (Y)
1. Membeli Produk Karena Mendapat Suatu Hadiah (Y1)
Indikator pertama gaya hidup konsumtif adalah membeli
produk karena mendapat suatu hadiah (Y1) terdiri dari 3
pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk
menentukan interval skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 3x4=12. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 3 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 3x1=3. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
3 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 12 – 3 = 9 = 2,25
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 2,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
54
Tabel 4.5
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli
Produk Karena Mendapat Suatu Hadiah
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
3 – 5,25 STS 38 22,5%
5,26 – 7,5 TS 68 40,2%
7,6 – 9,85 S 52 30,8%
9,86 – 12,1 SS 11 6,5%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden
tidak terlalu tertarik membeli produk karena mendapat suatu
hadiah. Dari 169 responden, sebanyak 106 responden (62,7%)
tidak setuju bahwa mereka membeli produk di online shop pada
akun media sosial karena mendapat suatu hadiah.
2. Membeli Produk Karena Kemasan Menarik (Y2)
Indikator kedua gaya hidup konsumtif adalah membeli
produk karena kemasan menarik (Y2) terdiri dari 3 pertanyaan
yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval
skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 3x4=12. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 3 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 3x1=3. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
55
3 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 12 – 3 = 9 = 2,25
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 2,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.6
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli
Produk Karena Kemasan Menarik
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
3 – 5,25 STS 74 43,8%
5,26 – 7,5 TS 57 33,7%
7,6 – 9,85 S 24 14,2%
9,86 – 12,1 SS 14 8,3%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel 4.6 dari 169 responden 131 responden
(77,5%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk karena
kemasan menarik. Responden merasa kemasan yang menarik
tidak memengaruhi dalam membeli produk yang ditawarkan
oleh akun media sosial yang mereka ikuti.
3. Membeli Produk Demi Menjaga Penampilan Diri Dan
Gengsi (Y3)
Indikator ketiga gaya hidup konsumtif adalah membeli
produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi (Y3) terdiri
56
dari 2 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk
menentukan interval skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 2x4=8. Nilai 4
diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 2 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 2x1=2. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
2 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 8 – 2 = 6 = 1,5
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 1,5 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.7
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli
Produk Demi Menjaga Penampilan Diri Dan Gengsi
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
2 – 3,5 STS 68 40,2%
3,6 – 5,1 TS 69 40,8%
5,2 – 6,7 S 21 12,4%
6,8 – 8,3 SS 11 6,5%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
57
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa 137 responden (81%)
tidak setuju dengan pernyataan membeli produk demi menjaga
penampilan diri dan gengsi. Responden mengaku membeli
produk di media sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan
gengsi. Disini responden lebih memilih membeli produk yang
nyaman dan sesuai kebutuhan mereka.
4. Membeli Produk Atas Pertimbangan Harga (Y4)
Indikator keempat gaya hidup konsumtif adalah
membeli produk atas pertimbangan harga (Y4) terdiri dari 4
pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk
menentukan interval skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
58
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.8
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli
Produk Atas Pertimbangan Harga
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
4 – 7 STS 69 40,8%
8 – 11 TS 76 45,0%
12 – 15 S 22 13,0%
16 – 19 SS 2 1,2%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel 4.8, membuktikan bahwa responden
tidak mempertimbangkan harga dalam membeli produk yang
ditawarkan oleh akun media sosial yang diikuti. Sebanyak 145
responden (85,8%) membeli produk tanpa mempertimbangkan
harga terlebih dahulu. Jadi bisa dikatakan bahwa responden
akan tertarik pada suatu produk yang ditawarkan pada akun
media sosial yang dirasa sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa
mempertimbangkan harga dari produk tersebut.
5. Membeli Produk Hanya Sekedar Menjaga Simbol Status
(Y5)
Indikator kelima gaya hidup konsumtif adalah membeli
produk hanya sekedar menjaga symbol dan status (Y5) terdiri
dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk
menentukan interval skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
59
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.9
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli
Produk Hanya Sekedar Menjaga Symbol Dan Status
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
4 – 7 STS 97 57,4%
8 – 11 TS 54 32,0%
12 – 15 S 17 10,1%
16 – 19 SS 1 0,6%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Tabel 4.9 menunjukan bahwa membeli produk hanya
sekedar menjaga symbol dan status cukup rendah. Dari 169
responden 151 responden (89,4%) tidak setuju dengan
pernyataan membeli produk hanya sekedar menjaga sybol dan
status. Responden tidak mementingkan status sosial dalam
membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang
mereka ikuti.
60
6. Memakai Produk Karena Unsur Konformitas Terhadap
Model Yang Mengiklankan (Y6)
Indikator keenam gaya hidup konsumtif adalah membeli
produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan (Y6) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid.
Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau
kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
61
Tabel 4.10
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli
Produk Karena Unsur Konformitas Terhadap Model Yang
Mengiklankan
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel 4.10, dari 169 responden 145
responden (85,8%) tidak setuju dengan pernyataan membeli
produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan. Responden tidak terlalu tertarik membeli produk
yang ditawar oleh akun media sosial yang menggunakan model
yang mengiklankan produk mereka.
7. Munculnya Penilaian Bahwa Membeli Produk Dengan
Harga Mahal Akan Menimbulkan Rasa Percaya Diri Yang
Tinggi (Y7)
Indikator ketujuh gaya hidup konsumtif adalah
munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga
mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi (Y7)
terdiri dari 5 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara
untuk menentukan interval skor atau kategori:
Rs = R (bobot)
M
R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil
M = banyaknya kategori bobot
Rs = Rentang skala
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
4 – 7 STS 73 43,2%
8 – 11 TS 72 42,6%
12 – 15 S 24 14,2%
16 – 19 SS 0 0%
TOTAL 169 100%
62
Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 5x4=20. Nilai
4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 5 diperoleh dari
jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil
adalah 5x1=5. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan
5 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.
Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.
Rs = R (bobot) = 20 – 4 = 16 = 4
M 4 4
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap
kategori adalah 4 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4
gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),
rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat
Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.11
Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Munculnya
Penilaian Bahwa Membeli Produk Dengan Harga Mahal
Akan Menimbulkan Rasa Percaya Diri Yang Tinggi
Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)
5 – 9 STS 50 29,6%
10 – 14 TS 103 60,9%
15 – 19 S 15 8,9%
20 – 24 SS 1 0,6%
TOTAL 169 100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa membeli produk
dengan harga mahal tidak akan menimbulkan rasa percaya diri
yang tinggi. Dari 169 responden 153 responden (90,5%) tidak
setuju dengan pernyataan membeli produk dengan harga yang
mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
Responden merasa mahalnya harga produk yang ditawarkan
63
oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak memengaruhi
dalam membeli produk tersebut.
4.4. Analisis Tabulasi Silang
Tabel 4.12
Tabulasi Silang Tempat Menggunakan Media Sosial dengan Media
Yang Digunakan
Media yang digunakan
Total PC Laptop Gadget
Tempat
menggu
nakan
media
sosial
Rumah Count 0 0 127 127
% within
B2 0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
% within
B3 0,0% 0,0% 76,5% 75,1%
% of Total 0,0% 0,0% 75,1% 75,1%
Sekolah Count 0 0 26 26
% within
B2 0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
% within
B3 0,0% 0,0% 15,7% 15,4%
% of Total 0,0% 0,0% 15,4% 15,4%
Warnet Count 1 0 0 1
% within
B2 100,0% 0,0% 0,0% 100,0%
% within
B3 100,0% 0,0% 0,0% 0,6%
% of Total 0,6% 0,0% 0,0% 0,6%
Lainnya Count 0 2 13 15
% within
B2 0,0% 13,3% 86,7% 100,0%
% within
B3 0,0% 100,0% 7,8% 8,9%
% of Total 0,0% 1,2% 7,7% 8,9%
Total Count 1 2 166 169
64
% within
B2 0,6% 1,2% 98,2% 100,0%
% within
B3 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 0,6% 1,2% 98,2% 100,0%
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 127 responden dengan
prosentase 75,1% yang paling banyak mengakses internet di rumah dengan
menggunakan gadget. Responden yang notabene adalah siswa SMA
mempunyai lebih banyak waktu dirumah untuk mengakses internet dan
semua responden mempunyai gadget untuk mengakses media sosial karena
lebih pratis dan mudah dibawa kemana-mana dibandingkan dengan
menggunakan PC atau laptop. Maka dari itu, warnet menjadi jarang di
kunjungi oleh pelajar karena kehadiran gadget sekarang ini menjadi
digemari oleh para pelajar.
4.5. Pengujian Hipotesis
Sebelum peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan
aplikasi pengolah data SPSS 22, peneliti membuat hipotesis yang telah
dicantumkan dibab sebelumnya. Hipotesis tersebut adalah:
H0: Tidak terdapat pengaruh media sosial terhadap gaya hidup
konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga
H1: Terdapat pengaruh media sosial terhadap gaya hidup konsumtif
siswa SMA N 2 Salatiga
Kemudian untuk mengetahui adanya pengaruh media sosial terhadap
gaya hidup konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga sebelumnya peneliti akan
melakukan uji asumsi klasik terhadap data yang didapat melalui kuisioner
yang meliputi 4 tahap, yaitu (1.) Uji Normalitas; (2.) Uji Heteroskedastisitas;
(3.) Uji multikolineritas, dan (4.) Uji Autokorelasi. Apabila pengujian
tersebut dinyatakan lolos, selanjutnya peneliti akan menganalis data
65
menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan
aplikasi statistik SPSS 22 untuk mengetahui hasil penelitian ini.
4.5.1. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan grafik (histogram dan P-P Plot). Dasar pengambilan
keputusan dalam uji normalitas dengan menggunakan grafik
(histogram dan P-P Plot) adalah:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
Normalitas
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi Normalitas
Gambar 7
Grafik Histogram dan P-P Plot
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
66
Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa model regresi
memenuhi asumsi normalitas karena data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa data yang diteliti berdistribusi normal
dan tidak terkena masalah normalitas.
4.5.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual
itu tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan apabila varians dari
residual itu berbeda, disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik adalah tidak terjadi Heteroskedastisitas dan dasar pengambilan
keputusan pada uji Heteroskedastisitas yaitu:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang
ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
berarti telah terajadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di
atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka
dinyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.
67
Gambar 8
Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan output diatas diketahui bahwa titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Artinya
dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
4.5.3. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel bebas (tidak terjadi Multikolinieritas). Jika variabel bebas
saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal.
Dasar pengambilan keputusan pada uji Multikolinieritas
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Melihat nilai Tolerance
- Jika nilai Tolerance > 0,10 = tidak terjadi
Multikolinieritas pada data yang diuji.
- Jika nilai Tolerance < 0,10 = terjadi Multikolinieritas
pada data yang diuji.
68
2. Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)
- Jika nilai VIF < 10,00 = tidak terjadi Multikolinieritas
pada data yang diuji
- Jika nilai VIF > 10,00 = terjadi Multikolinieritas pada
data yang diuji
Setelah melakukan olah data pada SPSS, hasil outputnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.13
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T
Sig
.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Toleran
ce VIF
1 (Constant) 19,924 2,656 7,503
,00
0
MEDSOS 1,788 ,143 ,696
12,52
6
,00
0 1,000
1,00
0
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai tolerance
variabel X atau media sosial 1,000 lebih besar dari 0,10; dan nilai
VIF menunjukkan pada angka 1,000 lebih kecil dari 10,00. Jadi
dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak terjadi Multikolinieritas.
4.5.4. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui gangguan data
yang bersifat time series (data berdasarkan waktu). Model regresi
seharusnya bebas dari autokorelasi, sehingga kesalahan prediksi
69
(selisih data asli dengan data hasil regresi) bersifat bebas untuk tiap
nilai X (variabel independen).
Dalam pengolahan dengan SPSS, deteksi adanya
autokorelasi dapat dilihat dari besarnya angka DURBIN-WATSON
(D-W). Secara umum pedoman besaran D-W adalah:
1. Jika angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2. Jika angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada
korelasi.
3. Jika angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Setelah melakukan uji autokorelasi pada SPSS 17, hasil
outputnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji Autokorelasi
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui bahwa besarnya
angka D-W adalah sebesar 2,093 dan berada diatas +2. Hal ini berarti
menunjukkan bahwa penelitian ini terjadi adanya autokorelasi
negatif. Namun nilai 2,093 bisa termasuk dalam kategori tidak
terjadi autokorelasi.
4.5.5. Analisis Regresi
HIPOTESIS:
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara media sosial dengan
gaya hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,696a ,484 ,481 9,46872 2,093
a. Predictors: (Constant), MEDSOS
b. Dependent Variable: KONSUMTIF
70
H1 : ada pengaruh yang signifikan antara media sosial dengan gaya
hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.
Untuk menguji hipotesis ini, menggunakan regresi linear
sederhana, dan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.15
Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dengan Gaya Hidup
Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,696a ,484 ,481 9,46872 2,093
a. Predictors: (Constant), SOSMED
b. Dependent Variable: KONSUMTIF
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan hasil analisis seperti yang ditampilkan Tabel 4.15
di atas (tabel model summary) diketahui bahwa korelasi parsial antara
sosial media dan gaya hidup konsumtif dengan korelasi product
moment by Pearson. Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar
0,696. Nilai korelasi ini tergolong kuat (> 0,600) dan memiliki nilai
positif (arah korelasi positif) sehingga dapat dikatakan pola hubungan
antara sosial media dan gaya hidup konsumtif adalah searah. Artinya,
semakin sering menggunakan sosial media maka gaya hidup konsumtif
juga akan meningkat akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya,
semakin rendah tingkat penggunaan sosial media, semakin rendah pula
gaya hidup konsumtifnya.
Berdasarkan uji tabel korelasi tersebut, koefisien
determinasinya (R square) menunjukkan nilai sebesar 0,484 atau
sebesar 48,40%. Nilai ini diperoleh dari hasil (R2 x 100%). Artinya
variasi gaya hidup konsumtif di pengaruhi oleh sosial media sebesar
48,40% dan sisanya 51,60% dipengaruhi oleh variabel yang lain.
71
Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh media
sosial terhadap gaya hidup konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga, maka
dapat dilihat pada tabel ANOVA sebagai berikut:
Tabel 4.16
ANOVAa
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 14067,016 1 14067,016 156,899 ,000b
Residual 14972,652 167 89,657
Total 29039,669 168
a. Dependent Variable: KONSUMTIF
b. Predictors: (Constant), SOSMED
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Dalam analisis ANOVA ini dasar pengambilan keputusan
dilihat berdasarkan:
- Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan H1
ditolak
- Jika probabilitas < 0,05, maka H1 diterima dan H0
ditolak
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H0: Tidak ada pengaruh antara media sosial dengan gaya
hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.
H1: Terdapat pengaruh antara media sosial dengan gaya
hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat probabilitas
sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil dari alpha 0,05. Dengan
demikian maka Model Regresi dapat dipakai untuk memprediksi
gaya hidup konsumtif. Atau dapat dinyatakan bahwa variabel media
72
sosial berpengaruh terhadap gaya hidup konsumtif siswa SMA
Negeri 2 Salatiga. Jadi H1 diterima dan Ho ditolak.
Tabel 4.17
Model Persamaan Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 19.924 2.656 7.503 .000
SOSMED 1.788 .143 .696 12.526 .000
a. Dependent Variable: KONSUMTIF
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
1) Persamaan Regresi Linier yang diperoleh berdasarkan tabel
perhitungan diatas adalah sebagai berikut:
Y = a +bX1 + cX2
YGaya hidup konsumtif = 19,924 + 1,788sosial media
Konstanta sebesar 19,924, artinya bahwa jika tidak ada variabel
media sosial, maka besarnya konstanta gaya hidup konsumtif
adalah 19,924.
Koefisien regresi sebesar 1,788 pada variabel media sosial,
artinya bahwa setiap penambahan (karena tanda +) variabel
penggunaan sosial media, maka akan meningkatkan gaya hidup
konsumtif sebesar 21,712.
2) Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan
setiap variabel independen yang bertujuan untuk mengetahui
apakan ada pengaruh yang signifikan antara variabel X
terhadap variabel Y.
Dasar pengambilan keputusan:
73
- Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak
- Jika probabilitas < 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak
Berdasarkan probabilitasnya menunjukkan bahwa variabel media
sosial (X1) secara signifikan mempengaruhi terhadap gaya hidup
konsumtif (0,000 < 0,05).
4.5.6. Analisis Korelasi Parsial
Pada penelitian ini terdapat 4 variabel kontrol, yaitu jenis
kelamin, uang saku, latar belakang pekerjaan orang tua, dan
perangkat media yang digunakan.
1. Jenis Kelamin
Tabel 4.18
Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup
Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel
Kontrol Jenis Kelamin
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Analisis:
Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,
menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa
memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup
konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi
hasil korelasi).
Correlations
Control Variables MEDSOS GHK
SEX MEDSOS Correlation 1,000 ,695
Significance (2-tailed) . ,000
Df 0 166
KONSUMTI
F
Correlation ,695 1,000
Significance (2-tailed) ,000 .
Df 166 0
74
Dengan memasukkan jenis kelamin sebagai variabel kontrol,
maka besarnya angka korelasi cenderung lebih kecil sedikit
(0,695) masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel
kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696 masuk kategori
kuat.
2. Uang Saku
Tabel 4.19
Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup
Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel
Kontrol Uang Saku
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Analisis:
Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,
menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa
memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup
konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi
hasil korelasi).
Dengan memasukkan uang saku sebagai variabel kontrol,
maka besarnya angka korelasi cenderung lebih kecil sedikit
(0,693) masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel
kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696 masuk kategori
kuat.
Correlations
Control Variables MEDSOS GHK
UANGSAKU MEDSOS Correlation 1,000 ,693
Significance (2-tailed) . ,000
Df 0 166
KONSUMTI
F
Correlation ,693 1,000
Significance (2-tailed) ,000 .
Df 166 0
75
3. Latar Belakang Pekerjaan Orang tua
Tabel 4.20
Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup
Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel
Kontrol Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Analisis:
Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,
menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa
memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup
konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi
hasil korelasi).
Dengan memasukkan latar belakang pekerjaan orang tua
sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi
cenderung lebih besar (0,702) masuk kategori kuat.
Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi
adalah 0,696 masuk kategori kuat.
Correlations
Control Variables MEDSOS GHK
KERJAORTU MEDSOS Correlation 1,000 ,702
Significance (2-tailed) . ,000
Df 0 166
KONSUMTI
F
Correlation ,702 1,000
Significance (2-tailed) ,000 .
Df 166 0
76
4. Perangkat Media Yang Digunakan
Tabel 4.21
Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup
Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel
Kontrol Perangkat Media Yang Digunakan
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Analisis:
Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,
menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa
memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup
konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi
hasil korelasi).
Dengan memasukkan perangkat media yang digunakan
sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi
cenderung lebih kecil sedikit (0,703) masuk kategori kuat.
Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi
adalah 0,696 masuk kategori kuat.
4.6. Pembahasan
Dari hasil penelitian ini, responden perempuan menjadi responden
terbanyak dengan prosentase sebesar 53,3%. Hal ini membuktikan bahwa
perempuan lebih aktif menggunakan media sosial dibandingkan dengan laki
Correlations
Control Variables MEDSOS GHK
MEDIA MEDSOS Correlation 1,000 ,703
Significance (2-tailed) . ,000
Df 0 166
KONSUMTI
F
Correlation ,703 1,000
Significance (2-tailed) ,000 .
Df 166 0
77
– laki. Penelitian ini juga membuktikan bahwa data tersebut sesuai dengan
data yang ditunjukkan oleh APJII mengenai pengguna internet di Indonesia
lebih didominasi oleh perempuan. Selain itu, Penelitian Nielsen juga turut
mendukung pernyataan diatas bahwa ternyata 6% perempuan punya
kecenderungan membuat setidaknya satu akun jejaring sosial, sementara 7%
laki – laki justru malas melakukannya. Hal ini dikarenakan perempuan punya
kecenderungan menampilkan diri mereka sebagai pribadi digital. Dimana di
media sosial perempuan bisa berbagi cerita, berbelanja online, mencari
eksistensi dan popularitas karena perempuan menyisihkan waktunya untuk
bisa berselancar di media sosial. Artinya dalam penggunaan teknologi,
perempuan lebih berfokus pada kemampuan untuk meningkatkan kualitas
hidup, berbeda halnya dengan laki –laki yang melihat spesifikasi teknis dari
teknologi tersebut.
Pada penelitian ini terdapat dua variabel. Yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel terikat pada penelitian ini adalah gaya hidup
konsumtif (Y), variabel bebas pada penelitian ini adalah media sosial (X).
Terdapat tiga indikator pada media sosial, sedangkan gaya hidup konsumtif
memiliki tujuh indikator.
Indikator pertama pada media sosial adalah frekuensi (X1). Sebanyak
133 responden (78,7%) hampir setengah lebih mengaku bahwa mereka tidak
terlalu sering membuka online shop pada akun media sosial. Hal tersebut
dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka jarang
membuka online shop pada akun media sosial.
Indikator kedua pada media sosial adalah durasi (X2). Sebanyak 65
responden (38,5%) menggunakan media sosial lebih dari lima jam per hari.
Dengan lamanya durasi responden membuka akun media sosial, maka secara
tidak langsung mereka melihat akun yang menawarkan suatu produk. Hal ini
bisa mempengaruhi responden untuk membeli produk yang ditawarkan oleh
akun tersebut dan akan menjadi gaya hidup konsumtif.
78
Indikator ketiga pada media sosial adalah attention (X3). Sebanyak
142 responden (84%) tidak setuju dengan attention (hal-hal yang dilihat)
pada akun sosial media yang menawarkan suatu produk. Walaupun responden
banyak yang membuka akun media sosial lebih dari lima jam per hari, namun
responden jarang untuk memperhatikan akun media sosial yang menawarkan
suatu produk. Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan
peneliti bahwa mereka jarang mengikuti akun yang menawarkan suatu
produk di media sosial.
Indikator pertama pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk
karena mendapat suatu hadiah (Y1). Sebanyak 106 responden (62,7%) tidak
setuju bahwa mereka membeli produk di online shop pada akun media sosial
karena mendapat suatu hadiah. Artinya adalah responden tidak
mementingkan mendapat hadiah saat membeli produk di akun media sosial
yang menawarkan suatu produk. Mereka lebih mementingkan hal – hal yang
lain yang membuat mereka tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan
oleh akun media sosial tersebut.
Indikator kedua pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk
karena kemasan menarik (Y2). Sebanyak 131 responden (77,5%) tidak setuju
dengan pernyataan membeli produk karena kemasan menarik. Responden
merasa kemasan yang menarik tidak memengaruhi dalam membeli produk
yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti. Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2016), dimana
responden yang ditelitinya menyatakan lebih memilih untuk membeli produk
yang kemasannya menarik dan unik dibandingkan dengan model lainnya
yang menurut mereka biasa saja dari akun online shop yang mereka ikuti.
Indikator ketiga pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk
demi menjaga penampilan diri dan gensi (Y3). Sebanyak 137 responden
(81%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk demi menjaga
penampilan diri dan gengsi. Responden mengaku membeli produk di media
sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan gengsi. Walaupun akun media
79
sosial menawarkan produk terbaru dan mengikuti perkembangan jaman,
namun responden lebih memilih membeli produk yang nyaman dan sesuai
kebutuhan mereka.
Indikator keempat pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk
atas pertimbangan harga (Y4). Sebanyak 145 responden (85,8%) membeli
produk tanpa mempertimbangkan harga terlebih dahulu. Jadi bisa dikatakan
bahwa responden akan tertarik pada suatu produk yang ditawarkan pada akun
media sosial yang dirasa sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa
mempertimbangkan harga dari produk tersebut. Harga menjadi tidak masalah
jika memang kualitas dari produk tersebut bagus. Sebelum membeli suatu
produk responden memperhatikan secara detail produk yang akan dibelinya
untuk menunjang penampilan diri tidak peduli dengan harga produk tersebut.
Namun, ada beberapa responden yang membeli suatu produk di akun media
sosial yang menawarkan produk ketika sedang promo mendapatkan potongan
harga atau diskon.
Indikator kelima pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk
hanya sekedar menjaga symbol dan status (Y5). Sebanyak 151 responden
(89,4%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk hanya sekedar
menjaga symbol dan status. Responden tidak mementingkan status sosial
dalam membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka
ikuti.
Indikator keenam pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk
karena konformitas terhadap model yang mengiklankan (Y6). Sebanyak 145
responden (85,8%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk karena
unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Responden tidak
terlalu tertarik membeli produk yang ditawar oleh akun media sosial yang
menggunakan model yang mengiklankan produk mereka.
Indikator ketujuh pada gaya hidup konsumtif adalah munculnya
penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan
80
rasa percaya diri yang tinggi (Y7). Sebanyak 153 responden (90,5%) tidak
setuju dengan pernyataan membeli produk dengan harga yang mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Responden merasa mahalnya
harga produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak
memengaruhi dalam membeli produk tersebut. Hal yang paling diminati
responden adalah produk dengan harga terjangkau, berkualitas, dan mode
keluaran terbaru atau yang sedang trend.
Dilihat dari karakteristik variabel, pada indikator media sosial,
attention (X3) memiliki nilai ketidaksetujuan paling tinggi sebesar (84%)
dibandingkan dengan indikator lainnya. Responden mengaku membeli
produk di media sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan gengsi.
Disini responden lebih memilih membeli produk yang nyaman dan sesuai
kebutuhan mereka. Sedangkan pada indikator gaya hidup konsumtif,
indikator yang memiliki nilai yang tinggi yaitu munculnya penilaian bahwa
membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri
yang tinggi (Y7). Responden merasa mahalnya harga produk yang ditawarkan
oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak memengaruhi mereka
membeli produk tersebut.
Berdasarkan uji hipotesis, nilai korelasi r hasil adalah 0,696 dan nilai
korelasi ini tergolong kuat serta memiliki nilai positif (arah korelasi positif)
sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara sosial media dan gaya hidup
konsumtif adalah searah. Artinya, semakin sering menggunakan sosial media
maka gaya hidup konsumtif juga akan meningkat akan semakin tinggi, begitu
pula sebaliknya, semakin rendah tingkat penggunaan sosial media, semakin
rendah pula gaya hidup konsumtifnya. Ini berarti responden yang membuka
akun media sosial lebih dari 5 jam dalam sehari cenderung mempunyai
pengaruh gaya hidup konsumtif yang lebih besar dibandingkan dengan
responden yang membuka akun media sosial kurang dari 5 jam dalam sehari
dengan adanya hasil ini, semakin memperkuat dugaan bahwa ada pengaruh
81
secara nyata antara membuka akun media sosial terhadap gaya hidup
konsumtif.
Besarnya pengaruh membuka akun media sosial terhadap gaya hidup
konsumtif adalah sebesar 48,40% dan sisanya 51,60% dipengaruhi oleh
faktor lain diluar media sosial yang tidak diteliti oleh peneliti. Ini artinya
dengan membuka akun media sosial dapat mempengaruhi gaya hidup
konsumtif responden sebesar 48,40%. Sedangkan 51,60% nya dipengaruhi
oleh faktor lain diluar membuka akun media sosial.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang media sosial terhadap gaya hidup
konsumtif. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Anissa Fitrah
Nurrizka (2016), Pengaruh Sosial Media Terhadap Gaya Hidup Pelajar
SMAN 04 Pontianak yang menyatakan adanya pengaruh dari penggunaan
media sosial terhadap gaya hidup para siswa. Semakin sering membuka
media sosial, maka akan semakin tinggi tingkat gaya hidup siswa.
Hadirnya new media (internet) merupakan salah satu yang menjadi
sebuah revolusi media saat ini. Media sosial melalui new media sangat
mempengaruhi khalayak guna memenuhi kebutuhan akan kehidupannya
khusunya dalam bentuk perilaku atau tindakan konsumtif. Seperti yang
dikemukakan oleh Katz, Blumler dan Gurevitch dalam teori uses and
gratifications bahwa pengguna mengambil bagian aktif dalam proses
komunikasi dan berorientasi pada penggunaan media mereka. Menggunakan
media sosial merupakan pilihan setiap responden. Jika mereka sering
membuka akun media sosial yang menawarkan suatu produk maka akan
semakin besar pengaruh untuk membeli produk tersebut. Selain itu, gaya
hidup konsumtif responden dipengaruhi oleh emosional responden dengan
tidak mempertimbangkan barang yang dibelinya apakah sesuai kebutuhannya
atau tidak.