Upload
nguyenngoc
View
228
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1. Framework
Framework adalah sebuah cetak biru (blueprint) yang menjelaskan
bagaimana elemen TI dan manajemen informasi bekerjasama sebagai satu
kesatuan. Framework TOGAF membagi empat bagian dalam pengembangan
arsitektur. Pengembangan sistem dimulai dari mendefinisikan arsitektur bisnis
yang ada dalam organisasi, mendefinisikan arsitektur data yang akan digunakan,
mendefinisikan arsitektur aplikasi yang akan dibangun serta mendefinisikan
arsitektur teknologi (Minoli, 2008). Arsitektur merupakan satu praktek
manajemen untuk memaksimalkan kontribusi dari sumber daya perusahaan,
investasi TI, dan aktivitas pembangunan sistem untuk mencapai tujuan
kinerjanya. Untuk mencapai misi organisasi melalui kinerja optimal dari proses
bisnis dengan efisiensi lingkungan TI maka penerapan Framework harus
dimasukkan kedalam roadmap dari perusahaan . Arsitektur sistem terintegrasi TI
menyediakan konteks strategis bagi evolusi sistem TI dalam menanggapi
kebutuhan yang terus berubah dilingkungan bisnis. Arsitektur harus sejalan
dengan TI dan bisnis. Hal ini memungkinkan unit bisnis untuk berinovasi
mencapai keunggulan kompetitif, secara bersamaan, mendorong sinergi di
seluruh unit bisnis perusahaan.Keuntungan dari arsitektur perusahaan yang baik
adalah:
a. Operasi TI lebih efisien.
b. Investasi yang menguntungkan.
6
c. Mengurangi risiko dalam hal penyimpangan terhadap aturan.
d. Lebih cepat, sederhana, dan operasi bisnis lebih efisien.
Berikut perbandingan dari keempat framework yang umum dan baik digunakan
pada organisasi enterprise, berikut adalah beberapa framework tersebut :
2.1.1 Zachman Framework
Merupakan framework Enterprise Architecture, dimana framework
tersebut memberikan sebuah cara formal dan sangat terstruktur untuk
melihat dan mendefinisikan sebuah enterprise. Framework tersebut berisikan
matrik klasifikasi 2 dimensional berdasarkan pada interseksi dari 6
pertanyaan komunikasi ( What, Where, When, Why, Who, dan How ).
Seperti Tabel dibawah ini :
Gambar 2. 1 Framework Zachman (Session, 2013)
7
Framework Zachman merupakan skema untuk mengorganisir artifak arsitektur
( dengan kata lain, desain dokumen, spesifikasi, dan model ) dimana dibagi
menjadi target arfifak ( contoh, pemilik bisnis dan pembangunan ) dan beberapa
isu ( contoh, data dan fungsionalitas ).
2.1.2 TOGAF (The Open Group Architecture Framework)
Merupakan sebuah framework untuk arsitektur enterprise dimana
menyediakan pendekatan secara komprehensif untuk mendesain, merencanakan,
mengimplementasi dan melakukan kontrol dengan otoritas pada sebuah informasi
arsitektur enterprise.
TOGAF dikembangkan oleh The Open Group’s Architecture Framework
pada tahun 1995. Awalnya TOGAF digunakan oleh Departemen Pertahanan
Amerika Serikat namun pada perkembangannya TOGAF banyak digunakan pada
berbagai bidang seperti perbankan, industri manufaktur dan juga pendidikan.
TOGAF ini digunakan untuk mengembangkan Enterprise Architecture, dimana
terdapat metode dan tools yang detail untuk mengimplementasikannya, hal inilah
yang membedakan dengan Framework EA (Enterprise Architecture) lain
misalnya Framework Zachman. Salah satu kelebihan menggunakan Framework
TOGAF ini adalah karena sifatnya yang fleksibel dan bersifat open
source.TOGAF memberikan metode yang detail bagaimana membangun dan
mengelola serta mengimplementasikan arsitektur enterprise dan sistem informasi
yang disebut dengan Architecture Development Method (ADM)(Harrison, 2009).
ADM merupakan metode generik yang berisikan sekumpulan aktivitas yang
digunakan dalam memodelkan pengembangan arsitektur enterprise. Metode ini
juga dibisa digunakan sebagai panduan atau alat untuk merencanakan,
8
merancang, mengembangkan dan mengimplementasikan arsitektur sistem
informasi untuk organisasi (Yunis & Surendro, 2009).
TOGAF ADM juga merupakan metode yang fleksibel yang dapat
mengantisipasi berbagai macam teknik pemodelan yang digunakan dalam
perancangan, karena metode ini bisa disesuaikan dengan perubahan dan
kebutuhan selama perancangan dilakukan. TOGAF ADM juga menyatakan visi
dan prinsip yang jelas tentang bagaimana melakukan pengembangan arsitektur
enterprise, prinsip tersebut digunakan sebagai ukuran dalam menilai keberhasilan
dari pengembangan arsitektur enterprise oleh organisasi (Harrison, 2009).prinsip-
prinisip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Prinsip Enterprise
Pengembangan arsitekturyang dilakukan diharapkan mendukung seluruh
bagian organisasi, termasuk unit-unit organisasi yang membutuhkan.
b. Prinsip Teknologi Informasi (TI)
Lebih mengarahkan konsistensi penggunaan TI pada seluruh bagian
organisasi, termasuk unit- unit organisasi yang akan menggunakan.
c. Prinsip Arsitektur
Merancang arsitektur sistem berdasarkan kebutuhan proses bisnis dan
bagaimana mengimplementasikannya.
Langkah awal yang perlu diperhatikan pada saat mengimplementasikan
TOGAF ADM adalah mendefinisikan persiapan-persiapan yaitu dengan cara
mengidentifikasi konteks arsitektur yang akan dikembangkan, kedua adalah
mendefenisikan strategi dari arsitektur dan menetapkan bagian- bagian arsitektur
yang akan dirancang, yaitu mulai dari arsitektur bisnis, arsitektur sistem
9
informasi, arsitektur teknologi, serta menetapkan kemampuan dari arsitektur
yang akan dirancang dan dikembangkan The Open Group Architecture
Framework (TOGAF) Berikut gambaran tahapan tentang TOGAF ADM.
Gambar 2.1 Fase Architecture Devopment Method (Harrison, 2009:89)
Togaf adalah pendekatan secara holistic untuk mendesain, dimana biasanya
dimodelkan dengan 4 tingkat yaitu : bisnis, aplikasi, data dan teknologi. Hal
tersebut memberikan kelayakan secara menyeluruh sebagai model awal yang
dipergunakan sebagai informasi arsitek, yang dapat dibangun nantinya.
Merupakan modularisasi, standarisasi dan telah tersedia, perbaikan teknologi dan
produk.
Tahapan dari TOGAF ADM secara ringkas bisa dijelaskan sebagai berikut:
10
a. Architecture Vision
Menciptakan keseragaman pandangan mengenai pentingnya arsitektur
enterprise untuk mencapai tujuan organisasi yang dirumuskan dalam bentuk
strategi serta menentukan lingkup dari arsitektur yang akan dikembangkan. Pada
tahapan ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk mendapatkan
arsitektur yang ideal.
b. Business Architecture
Mendefinisikan kondisi awal arsitektur bisnis, menentukan model bisnis
atau aktivitas bisnis yang diinginkan berdasarkan skenario bisnis. Pada tahap ini
tools dan metode umum untuk pemodelan seperti: BPMN (Business Processing
Modelling Notation), IDEF (Integration Definition Function) dan UML (Unified
Modeling Language) bisa digunakan untuk membangun model yang diperlukan.
c. Information System Architecture
Pada tahapan ini lebih menekankan pada aktivitas bagaimana arsitektur
sistem informasi dikembangkan. Pendefinisian arsitektur sistem informasi dalam
tahapan ini meliputi arsitektur data dan arsitektur aplikasi yang akan digunakan
oleh organisasi. Arsitekur data lebih memfokuskan pada bagaimana data
digunakan untuk kebutuhan fungsi bisnis, proses dan layanan. Pada arsitektur
aplikasi lebih menekan pada bagaimana kebutuhan aplikasi direncanakan dengan
menggunakan Application Portfolio Catalog, serta menitik beratkan pada model
aplikasi yang akan dirancang. Teknik yang bisa digunakan meliputi: Application
Communication Diagram, Application and User Location Diagram dan lainnya.
d. Technology Architecture
Membangun arsitektur teknologi yang diinginkan, dimulai dari penentuan
11
jenis kandidat teknologi yang diperlukan dengan menggunakan Technology
Portfolio Catalog yang meliputi perangkat lunak dan perangkat keras. Dalam
tahapan ini juga mempertimbangkan alternatif- alternatif yang diperlukan dalam
pemilihan teknologi.Teknik yang digunakan meliputi Environment and Location
Diagram, Network Computing Diagram, dan lainnya.
e. Opportunities and Solution
Pada tahapan ini lebih menekan pada manfaat yang diperoleh dari
arsitektur enterprise yang meliputi arsitektur bisnis, arsitektur data, arsitektur
aplikasi dan arsitektur teknologi, sehingga menjadi dasar bagi stakeholder untuk
memilih dan menentukan arsitektur yang akan diimplementasikan. Untuk
memodelkan tahapan ini dalam rancangan bisa menggunakan teknik Project
Context Diagram dan Benefit Diagram.
f. Migration Planning
Pada tahapan ini akan dilakukan penilaian dalam menentukan rencana
migrasi dari suatu sistem informasi. Biasanya pada tahapan ini untuk
pemodelannya menggunakaan matrik penilaian dan keputusan terhadap
kebutuhan utama dan pendukung dalam organisasi terhadap impelemtasi sistem
informasi
g. Implementation Governance
Menyusun rekomendasi untuk pelaksanaan tatakelola implementasi yang
sudah dilakukan, tatakelola yang dilakukan meliputi tatakelola organisasi,
tatakelola teknologi informasi, dan tatakelola arsitektur. Pemetaaan dari tahapan
ini bisa juga dipadukan dengan framework yang digunakan untuk tatakelola
seperti COBITS dari IT Governance Institute (ITGI) (Harrison, 2009)
12
fase ini mencakup pengawasan terhadap implementasi arsitektur.
Tujuan dari fase ini adalah :
• Untuk merumuskan rekomendasi dari tiap-tiap proyek implementasi
• Membangun kontrak arsitektur untuk memerintah proses deployment dan
implementasi secara keseluruhan
• Melaksanakan fungsi pengawasan secara tepat selagi sistem sedang
diimplementasikan dan dideploy
• Menjamin kecocokan dengan arsitektur yang didefinisikan oleh proyek
implementasi dan proyek lainnya.
h. Arcitecture Change Management
Menetapkan rencana manajemen arsitektur dari sistem yang baru dengan
cara melakukan pengawasan terhadap perkembangan teknologi dan perubahan
lingkungan organisasi, baik internal maupun eksternal serta menentukan apakah
akan dilakukan siklus pengembangan arsitektur enterprise berikutnya.
TOGAF secara umum memiliki struktur dankomponen sebagai berikut :
a. Architecture Development Method (ADM)
Merupakan bagian utama dari TOGAF yang memberikan gambaran rinci
bagaimana menentukan sebuah Architecture secara spesifik berdasarkan
kebutuhan bisnisnya.
b. Foundation Architecture (Enterprise Continuum)
Foundation Architecture merupakan sebuah “Framework-within-a-
Framework” dimana didalamnya tersedia gambaran hubungan untuk
pengumpulan arsitektur yang relevan, juga menyediakan bantuan petunjuk pada
saat terjadinya perpindahan abstraksi level yang berbeda. Foundation
13
Architecture dapat dikumpulkan melalui ADM.Terdapat tiga bagian pada
foundation architecture yaitu Technical Reference Model, Standard Information
dan Building Block Information Base
c. Resource Base
Pada bagian ini terdapat informasi mengenai guidelines, templates,
checklists, latar belakang informasi dan detil material pendukung yang
membantu arsitek didalam penggunaan ADM.
2.1.3 Federan Enterprise Architecture (FEA)
Merupakan sebuah Arsitektur Enterprise dari Federal Government. FEA
menyedikan methodology umum untuk akusisi informasi teknologi,
penggunaan dan disposisi dari Federal Government. Berikut gambar Federal
Enterprise Architecture (FEA).
Gambar 2. 2 Fase Architecture Development Method (Harrison, 2009:89)
14
Enterprise architecture( EA ) merupakan praktek manajemen untuk
mengalihkan sumber daya untuk dapat memperbaiki performa bisnis dan
membantu agensi pemerintah secara lebih baik di dalam menjalankan misi utama.
EA mendeskripsikan tingkat yang ada dan tingkat masa depan untuk agensi, dan
memperlihatkan rencana untuk mentransisikan dari tingkat sekarang pada tingkat
masa depan. Federal Enterprise Architecture merupakan sebuah pekerjaan yang
berkelanjutan untuk mencapai tujuan Organisasi.
2.1.4 Gartner
Merupakan sebuah riset informasi teknologi dan perusahaan yang
menyediakan teknologi yang berhubungan dengan kapasitas pencarian fakta
terselubung. Riset yang diberikan oleh Gartner bertarget pada CIO dan
pemimpin IT senior pada industri dimana menyertakan agen pemerintah,
high-technology dan telecom enterprise, professional service firm dan
technology inventor. Pelanggan Gartner menyertakan korporasi besar,
agensi pemerintah, perusahaan teknologi dan komunitas investasi.
Perusahaan Gartner berisikan riset, program eksekutif, konsultasi dan acara,
memberikan informasi riset, praktek terbaik dan trend.
Terdapat 12 Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi methodology
yang biasa dipergunakan oleh organisasi, beberapa penilaian perlu diketahui
bahwa penilaian untuk perbandingan tidak selalu cocok, penilaian ini
merupakan penilaian pada salah satu jurnal Microsoft. Penilaian dilakukan
dengan skala likert
1. Sangat Buruk
2. Tidak Memadai
15
3. Baik
4. Sangat Baik
Berikut tabel Perbandingan 4 Framework Enterprise Architecture
Tabel 2. 1 Perbandingan 4 Framework (Sessions, 2007)
Berikut Penjelasan dari tabel tersebut diatas :
a. Taxomony completeness, kriteria seberapa baik pengklasifikasian dalam
Framework.
b. Process Completeness, seberapa jelas langkah dan panduan yang dalam
implementasinya.
c. Reference model guidance, seberapa bermanfaat dalam perancangan reference
models.
d. Practice guidance, seberapa berperan dalam praktek sehari-hari di perusahaan.
e. Maturity Model, seberapa efektif dan mature di perusahaan.
f. Business focus, seberapa besar peranan Framework untuk mengurangi biaya
16
atau meningkatkan pendapatan.
g. Governance Guides, seberapa membantu sebuah Framework dapat
menciptakan tata kelola (governance) yang efektif.
h. Partitioning guidance, seberapa baik dalam memandu perancangan
autonomous partitions dari perusahaan, khususnya untuk menangani
kompleksitas yang dihadapi.
i. Prescriptive catalog, seberapa baik untuk membuat katalog dari architectural
Asset yang dapat di reuse di masa yang akan datang.
j. Vendor neutrality, menekankan bahwa perusahaan harus terbebas dari tingkat
ketergantungan atau intervensi dengan vendor.
k. Information availability, menekankan kualitas dan kemudahaan untuk
memperoleh informasi.
l. Time to value refers, kreteria ini mengacu waktu yang diperlukan untuk
implementasi bagi perusahaan.
Setelah diketahui kreteria pengukuran maka selanjutnya dilakukan rating sesuai
dengan hasil penelitian. EA Framework yang akan diukur terdiri dari empat yaitu
Zachman, TOGAF, FEA, dan Gartner. Rekomendasi untuk membangun sebuah
framework untuk Integrated system architecture adalah TOGAF karena
Framework TOGAF mengidentifikasikan jenis informasi yang dibutuhkan untuk
mendeskripsikan arsitektur, mengorganisasikan jenis informasi dalam struktur
logis, dan mendeskripsikan hubungan antara jenis informasi tersebut (Sucipto,
2013).
17
2.2. Smart City
Smart City adalah topik perbincangan yang sangat sering dibahas baik di
seminar, workshop maupun media elektronik, berikut definisi Smart City
dari beberapa pakar atau peneliti tentang Smart City.
2.2.1 Defenisi Smart City
Smart City didefinisikan juga sebagai kota yang mampu
menggunakan SDM, modal sosial,dan infrastruktur telekomunikasi
modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan
kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya
yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat
(Caragliu, Bo, & Nijkmp, 2009).
Smart City merupakan hasil dari pengembangan pengetahuan
yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan kualitas sosial-
ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota. Kemunculan Smart City
merupakan hasil dari gabungan modal sumber daya manusia
(contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya
fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal sosial
(contohnya jaringan komunitas yang terbuka) dan modal
entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan
yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang
kreatif dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas lokal
dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kota. (Caragliu, Bo, &
Nijkmp, 2009).
18
Smart City (Kota Pintar) adalah sebuah pendekatan yang luas,
terintegrasi dalam meningkatkan efisiensi pengoperasian sebuah kota,
meningkatkan kualitas hidup penduduknya, dan menumbuhkan
ekonomi daerahnya. Cohen lebih jauh mendefinisikan Smart City
dengan pembobotan aspek lingkungan menjadi: Smart City
menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam menggunakan
berbagai sumber daya, menghasilkan penghematan biaya dan energi,
meningkatkan pelayanan dan kualitas hidup, serta mengurangi jejak
lingkungan, semuanya mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi
ramah lingkungan. (Cohen, 2014).
Kota cerdas atau smart city, pada umumnya didasarkan pada 3
hal, pertama faktor manusia, kota dengan manusia-manusia yang
kreatif dalam pekerjaan, jejaring pengetahuan, lingkungan yang
bebas dari kriminal. Kedua faktor teknologi, kota yang berbasis
teknologi komunikasi dan informasi. Terakhir faktor kelembagaan,
masyarakat kota (pemerintah,kalangan bisnis dan penduduk)
yang memahami teknologi informasi dan membuat keputusan
berdasarkan pada teknologi informasi (Ahmad Nurman
dalam Manajemen Perkotaan).
Pada intinya konsep smart city adalah bagaimana cara
menghubungkan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial dan
infrastruktur ekonomi dengan menggunakan teknologi ICT, yang
dapat mengintergrasikan semua elemen dalam aspek tersebut dan
membuat kota yang lebih efisien dan layak huni (Muliarto, 2015).
19
2.2.2 Indikator Smart City
Berdasarkan Indikator Smart City oleh (Hendro Muliarto.: 2015, bahwa
indikator Smart City berbasis pada smart people yang merupakan landasan atau
dasar untuk sebuah kota yang cerdas, kota yang cerdas haruslah memiliki modal
berupa sumber daya manusia yang cerdas, dan ditopang oleh kebijakan dan
infrastruktur dari mobility, governance, economy dan environment yang juga
cerdas sehingga menghasilkan kualitas hidup yang cerdas seperti yang
diinginkan.seperti tampak pada indikator smart city pada gambar 2.1 di bawah :
Gambar 2. 3 Indicator of Smart City( Boyd Cohen )
20
Gambar 2.4 Indikator Smart City (Hendro Muliarto: 2015)
Smart City Memiliki 6 karakteristik yang harus dimiliki sebuah kota
untuk menjadi smart city yaitu :
1. Smart Economy, Sebuah kota dapat dikatakan smart city apabila kota
tersebut dapat menjadi tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkelanjutan. Produktivitas yang tinggi dan semangat berinovasi yang
tinggi untuk mewujudkan smart city.
2. Smart Mobility, Smart city selalu berkaitan dengan kemajuan teknologi.
Salah satu kriteria smart city adalah adanya ketersediaan infrastruktur ICT
dan sistem transportasi yang aman serta inovatif.
3. Smart Environmen, Smart city tidak hanya mengutamakan kemajuan
teknologi. Sebuah kota yang pintar adalah kota yang dapat menyelaraskan
kemajuan teknologi tanpa merusak lingkungan. Salah satu ciri dari smart
city adalah tingkat polusi yang rendah.
21
4. Smart People, Smart city tidak hanya dapat diwujudkan secara fisik saja.
Namun, masyarakat yang tinggal di dalam kota tersebut harus mendukung
konsep ini. Untuk mewujudkan konsep ini, masyarakat dituntut untuk ikut
berpartisipasi dalam kepentingan publik, menjaga pluralitas etnik maupun
sosial, serta memiliki pemikiran yang open minded.
5. Smart Living, Kesehatan dan pendidikan menjadi salah satu faktor
majunya sebuah kota. Oleh karena itu, ketersediaan fasilitas kesehatan
dan pendidikan menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan smart city.
6. Smart Governance, Pemerintahan juga memegang peranan penting untuk
mewujudkan konsep smart city. Transparansi dan keterbukaan menjadi
kunci pemerintahan yang mengusung smart city. Selain itu, akses
pelayanan publik juga harus sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya dan
tidak menyulitkan masyarakat.
22
2.3 Smart Village
Smart Village terdiri dari unsur desa yang dipadukan dengan pemanfaatan
teknologi yang tepat guna menunjang pertumbuhan ekonomi dan kemajuan
sumber daya manusia tanpa merusak sumber daya lingkungan di sekitarnya.
Menurut worldbank.org salah satu hal yang menjadi prioritas di Indonesia adalah
masalah pertanian, yaitu bagaimana sektor pertanian mendukung pertumbuhan
ICT. Inisiatif untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT)
di daerah rural membuka kesempatan bagi penyaluran informasi ke komunitas
pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta
mendukung pengembangan daerah pedesaan. Banyak pelajaran yang dapat
dipetik dari pengalaman-pengalaman di negara lain. Contohnya, India telah
melalui proses pengembangan inisiatif informasi dan komunikasi di daerah
pedesaan beberapa tahun terakhir.
Berbagai macam model, didukung baik oleh sektor umum maupun
swasta, telah diuji-coba dengan sukses. Misalnya adalah satu model dari ITC,
perusahaan swasta besar, yaitu e-choupal initiative, adalah intervensi informasi
teknologi terbesar yang dimiliki suatu perusahaan di daerah pedesaan India.
Dengan menyampaikan informasi secara langsung dan pengetahuan yang
disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam
membuat keputusan, e-choupal membantu menyelaraskan antara hasil pertanian
dan kebutuhan pasar, serta menuju tercapainya perbaikan kualitas, produktifitas,
dan meningkatkan pendeteksian harga. Dimulai tahun 2000, e-choupal sekarang
ini telah mencakup 6 negara bagian, 25.000 desa, dan melibatkan 2,5 juta petani.
Di dalam 10 tahun kedepan, ITC memperkirakan akan dapat mencapai 15 negara
23
bagian dengan lebih dari 100.000 desa (1/6 dari total desa-desa di India) dan
membantu 10 juta petani. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangan ICT di
India sama dengan di Indonesia - jaringan yang buruk, infrastruktur rural yang
lemah dan kapasitas sumber daya manusia yang rendah. Akan tetapi, inisiatif ICT
di daerah pedesaan telah melambung di India dalam kurun waktu 5-8 tahun
terakhir ini. Kios di daerah pedesaan berfungsi sebagai pusat komunikasi, pusat
pelatihan virtual, pusat bantuan untuk pengusaha di daerah pedesaan, tempat
perdagangan, pusat layanan finansial dan asuransi, dan lain-lain.
Proyek-proyek ini memberikan pengaruh penting untuk kawula muda,
wanita dan anak-anak secara tidak langsung. Dengan adanya desentralisasi dan
lingkungan politik serta institutional yang baru di Indonesia, kemungkinan
pengembangan ICT di Indonesia untuk mendukung pembangunan daerah
pedesaan sangatlah besar.
Sebuah Smart Village adalah gabungan dari semua layanan disampaikan
secara efektif kepada warga dan kebutuan bisnis didukung dengan cara yang
efisien. Layanan ini bisa menjadi lokasi tertentu tergantung pada demografi desa
dan pekerjaan warga (N.Viswanadham, 2011) Smart village adalah Sebuah desa
pintar memiliki investasi yang dilakukan pada manusia dan sosial selain modal
fisik, fokus utama sebagai pendorong pertumbuhan adalah peran ICT
infrastruktur, modal manusia atau pendidikan, sosial dan modal relasional dan
faktor lingkungan. Kinerja desa tergantung pada infrastruktur fisik, dan
ketersediaan kualitas pengetahuan, komunikasi & sosial infrastruktur (modal
intelektual dan modal sosial) (N.Viswanadham, 2011). Dari Viswanadham
24
memberikan gambaran tentang ekosistem dari sebuah smart village seperti pada
gambar 2.5 di bawah.
Gambar 2. 4 Smart Village Ecosystem N.Viswanadham (2014)
Berdasarkan gambar 2.5 diatas menunjukkan bahwa ekosistem smart
village terdiri dari beberapa unsur utama yakni, Institutions, Resources,
Services, Service Delivery Technologies & Mechanisms. Dengan ekosistem itu
melahirkan sebuah ekosistem yang bisa di terapkan di sebuah desa, seperti pada
gambar 2.6 berikut.
25
Gambar 2. 5 Smart Village Pochampally Ecosystem , Viswanadham (2014)
Pada gambar 2.6 diatas memperlihatkan bagaimana ekosistem smart
village di terapkan di sebuah distrik dengan nama Pochampally di India, di distrik
ini memiliki potensi untuk memproduksi kain sare, khas india. Untuk
menjadikannya sebagai sebuah smart village maka harus mengembangkan
inovasi dan kreatifitas untuk memudahkan dalam pemasaran ataupun dalam hal
pengelolaan dan kebijakan produksi, sehingga bisa meningkatkan perekonomian
masyarakarat setempat. Salah satu yang menjadi perhatian seperti pada bagian
Service Delivery Technologies, dimana pada bagian ini untuk meningkatkan
pemasaran dapat mempergunakan e-shopping, e-kiosk, warehouse dan bus
transportation, dimana semua saling terkait sehingga dapat mengurangi biaya dan
meningkatkan produksi serta memberikan pelayanan yang cepat.
26
Sedangkan Menurut (Smart Villages Initiative e4sv.org) SmartVillage
adalah adanya akses ke layanan energi berkelanjutan yang bertindak sebagai
katalis untuk pengembangan yang memungkinkan penyediaan pendidikan yang
baik dan kesehatan, akses air bersih, sanitasi dan gizi, pertumbuhan usaha
produktif untuk meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan keamanan, dan
kesetaraan gender.
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang pertama : disusun oleh Roni Yunis, Kridanto
Surendro, tahun 2009 dengan judul “ Perancangan Model Enterprise
Architecture (EA) dengan Togaf Architecture Development Method” Dalam
penelitian ini dilakukan perancangan arsitektur enterprise yang di buat
berdasarkan pada tahapan perancangan informasi strategis dan integrasi system
dan memakai metode Togaf ADM. Perancangan arsitektur enterprise ini
memberikan hasil berupa Blueprint atau cetak biru teknologi informasi yang
terdiri dari fungsi aplikasi dan relasi, interaksi model dan proses model sebagai
pedoman untuk perancangan teknologi informasi. Disamping itu penelitian ini
juga memberikan hasil berupa roadmap perencanaan arsitektur enterprise untuk
mencapai visi dan misi organisasi khususnya pada perguruan tinggi. (Yunis &
Surendro, 2009).
Penelitian ke 2 disusun oleh : Erwin Budi Setiawan dan Fakultas Sains,
Institute Teknologi Telkom, Yogyakarta, 20 Juni 2009 yang berjudul “
Pemilihan EA Framework”. Dalam penelitian ini membahas tentang melakukan
pemilihan EA Framework berdasarkan 3 acuan yaitu: A.Tujuan dari EA dengan
melihat bagaimana definisi arsitektur dan pemahamannya, proses arsitektur yang
27
telah di tentukan sehingga mudah untuk di ikuti, dukungan terhadap evolusi
arsitektur. ( B ) input untuk aktivitas EA seperti pendorong bisnis dan input
teknologi . ( C ) output dari aktivitas EA seperti model bisnis dan desain
transisional untuk evolusi dan perubahan. Dan hasil akhir dari penelitian ini
adalah memilih Togaf ADM sebagai metode yang cocok dan jelas dalam
permasalahan EA Framework. (Setiawan, 2009).
Penelitian Selanjutnya oleh : Samsun Hidayat, Suhono Harso Supangkat,
Anton Sunarwibowo dengan Judul : Penyusunan Arsitektur Enterprise untuk
Smart City, Studi Kasus Bandung Smart City.dengan kesimpulan bahwa
diperlukan Arsitektur Enterprise untuk mewujudkan konsep smart city di kota
bandung dengan menggunakan Framework Togaf ADM digunakan sebagai
acuan dalam membuat keputusan dalam manajemen informasi dan dukungan
TIK. Prinsip tersebut akan dijadikan panduan untuk menentukan kriteria
evaluasi yang relevan dengan program-program yang akan dilaksanakan,
sehingga solusi atas program-program yang akan dilaksanakan tersebut sesuai
dengan enterprise Architecture. (Hidayat, Supangkat, & Sunarwibowo, 2013).
Penelitian selanjutnya oleh : Muliarto tentang Konsep Smart City, Smart
Mobility dengan hasil pembahasan Smart City adalah kota yang secara
antisipatif mampu mengelola sumber daya secara inovatif dan berdaya saing,
dengan dukungan teknologi dalam rangka mewujudkan kota yang nyaman dan
berkelanjutan. Dengan defenisi operasional kota yang responsif, inovatif dan
kompetitif. Smart Mobility adalah sebuah kota dengan sistem pergerakan yang
memungkinkan pencapaian tujuan dengan pergerakan yang sesedikit mungkin
(less mobility), hambatan serendah mungkin (move freely), dan waktu tempuh
28
sesingkat mungkin (less travel time). Dengan kriteria yang responsif, inovatif
dan kompetitif berdasarkan konsep smart city Kota Bandung.Responsif berarti
sistem mobilitas yang mampu memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan
pergerakan penggunanya secara aktual Inovatif berarti sistem mobilitas yang
memungkinkan pergerakan dengan efektif dan efisien Kompetitif berarti sistem
mobilitas yang memberikan banyak pilihan perjalanan. (Muliarto, 2015).
Penelitian selanjutnya oleh : N. Viswanadham tentang Smart Villages
and Smart Cities : A service science perspective dimana dalam presentasenya
menggunakan STERM Framework untuk mendesain konsep smart village, yaitu
Sains, Teknologi, Engineering, Regulasi dan Policy, Manajemen untuk
berkontribusi inovasi dalam layanan dan menentukan persaingan di segala
bidang (N.Viswanadham, 2011).
Penelitian selanjutnya oleh N.Viswandham tentang Design of Smart
Village dimana menjelaskan tentang studi kasus Pochampally sebuah Distrik di
India yang terdiri dari 80 Desa dimana sangat membutuhkan konsep smart
village, dengan Smart Village Ekosistem, integrasi antara Institusi, Sumber daya
, Service Chain, Layanan Transfer Teknologi dan Mekanismenya. Pochampally
sebagai model pariwisata, melindungi warisan dan keterampilan tenun sarees
pochampally dengan melatih orang di desa-desa lain dan mendorong lebih
banyak inovasi daripada menyimpannya di dalam rumah, mereka harus
mengikuti kemajuan dalam desain dan tenun otomatisasi dan teknik yang ramah
lingkungan (N.Viswandham, 2014).
Berikut Tabel Penelitian Terdahulu mengenai Enterprise Architecture yang
berkaitan dengan Smart City dan Smart Village:
29
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu
NO Penelitian
(Tahun)
Judul Hasi Penelitian Kriteria
1. Roni Yunis,
Kridanto
Surendro
(2009)
Perancangan
Model
Enterprise
Architecture
(EA) dengan
Togaf
Architecture
Development
Method
Blueprint atau cetak
biru teknologi
informasi yang terdiri
dari fungsi aplikasi
dan relasi, interaksi
model dan proses
model sebagai
pedoman untuk
perancangan
teknologi informasi.
Disamping itu
penelitian ini juga
memberikan hasil
berupa roadmap
perencanaan arsitektur
enterprise untuk
mencapai visi dan
misi organisasi
khususnya pada
perguruan tinggi
Menggunakan
Framework
Togaf ADM
2. Erwin Budi
Setiawan
(2009)
Pemilihan
EA
Framework
Pemilihan EA
Framework
berdasarkan 3 acuan
yaitu: A.Tujuan dari
EA, B. input untuk
aktivitas EA, C.
output aktivitas EA.
Memilih Togaf
ADM sebagai
metode yang
cocok dan jelas
dalam
permasalahan
EA Framework
3. Samsun
Hidayat,
Suhono Harso
Penyusunan
Arsitektur
Enterprise
bahwa diperlukan
Arsitektur Enterprise
untuk mewujudkan
Menggunakan
Framework
Togaf ADM
30
Supangkat,
Anton
Sunarwibowo
(2013)
untuk Smart
City, studi
kasus
Bandung
Smart City
konsep smart city di
kota bandung dengan
menggunakan
Framework Togaf
ADM digunakan
sebagai acuan dalam
membuat keputusan
dalam manajemen
informasi dan
dukungan TIK
dalam
perancangan
Konsep Smart
City Bandung
4. N.
Viswanadham
(2011)
Smart
Villages and
Smart Cities
: A service
science
perspective
Dalam presentasenya
menggunakan
STERM Framework
untuk mendesain
konsep smart village,
yaitu Sains,
Teknologi,
Engineering, Regulasi
dan Policy,
Manajemen untuk
berkontribusi inovasi
dalam layanan dan
menentukan
persaingan di segala
bidang
Menggunakan
STERM
Framework,
yaitu Sains,
Teknologi,
Engineering,
Regulasi &
Policy,
Manajemen
untuk
mendesain
konsep smart
village
5. N.Viswandham
(2014)
Design of
Smart
Village
Menjelaskan tentang
studi kasus
Pochampally sebuah
Distrik di India yang
terdiri dari 80 Desa
dimana sangat
membutuhkan konsep
smart village,
.Pochampally sebagai
model
Menggunakan
Konsep Smart
Village
Ekosistem,
integrasi antara
Institusi,
Sumber daya ,
Service Chain,
Layanan
Transfer
31
pariwisata,Melindungi
warisan dan
keterampilan tenun
sarees pochampally
dengan melatih orang
di desa-desa lain dan
mendorong lebih
banyak inovasi
Teknologi dan
Mekanismenya.
6. Muliarto
(2015)
Konsep
Smart City;
Smart
Mobility
Kota yang secara
antisipatif mampu
mengelola sumber
daya
secara inovatif dan
berdaya saing, dengan
dukungan teknologi
dalam rangka
mewujudkan kota
yang nyaman dan
berkelanjutan.
Mengikuti
Kosep Smart
city yaitu
Responsif,
Inovatif dan
Kompetitif
Berdasarkan Tabel diatas maka peneliti menggunakan Framework Togaf
dengan fokus pada Desain Smart Village, dimana sebagai Pembanding Peneliti
memilih Penelitian yang dilakukan oleh (N.Viswandham, 2014) dengan Judul
Design of Smart Village, dengan Perbedaan konsep yang di gunakan seperti tabel
berikut :
32
Tabel 2. 3 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya.
Peneliti Judul
Penelitian
Manfaat Penelitian Karakteristik Hasil Penelitian
N.Viswand
ham (2014)
Design of
Smart
Village
Dengan Penduduk
sekitar 800 juta yang
tinggal di Desa, maka
sangat membutuhkan
desain dan membangun
smart village untuk
menyediakan layanan,
pekerjaan dan
terkoneksi dengan baik
ke seluruh dunia
Menggunakan
Konsep Smart
Village
Ekosistem,
integrasi antara
Institusi, Sumber
daya , Service
Chain, Layanan
Transfer
Teknologi dan
Mekanismenya.
Menjelaskan tentang
studi kasus
Pochampally sebuah
Distrik di India yang
terdiri dari 80 Desa
dimana sangat
membutuhkan konsep
smart village,
.Pochampally sebagai
model
pariwisata,Melindungi
warisan dan
keterampilan tenun
sarees pochampally
dengan melatih orang
di desa-desa lain dan
mendorong lebih
banyak inovasi
Penelitian
yang
dilakukan
saat ini
(2015)
Desain
Framework
untuk Smart
Villages di
Indonesia
Dengan Terbitnya
Undang-Undang Desa
yang Memberikan
Anggaran sekitar 104,6
Triliun untuk 72.000
Desa di Indonesia,
maka Desain Smart
Village sangat
dibutuhkan dalam
pengawasan dan
Transparansi
penggunaan anggaran
untuk kepentingan
Menggunakan
Konsep
Framework
Togaf dan
Pendekatan
Konsep Smart
City dalam
Mendesain
Framework
Smart Village
Hasil yang diharapkan
adalah dengan Desain
Framework Smart
Village ini bisa di
gunakan di seluruh
Desa di Indonesia
untuk Transparansi,
Pengawasan,
Penggunaan Anggaran
dan integrasi sistem
informasi yang dapat
Membantu Kinerja
Pemerintah dan