Bab III Tinjauan Teori

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    1/27

    20

    BAB III

    TINJAUAN TEORI

    3.1. Bahaya Alam

    UNISDR (2009:20) memberikan penjelasan mengenai bahaya alam

    (natural hazard) sebagai berikut : Bahaya alam merupakan suatu proses alami

    atau fenomena yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera, atau dampak

    kesehatan lain, kerusakan harta-benda, hilangnya matapencaharian dan jasa,gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan. Bahaya merupakan

    bagian dari sub sistem dari semua bahaya, istilah ini digunakan untuk

    menggambarkan bahaya yang sebenarnya terjadi serta bahaya laten menimbulkan

    kejadian di masa depan. Bahaya alam dapat ditandai dengan besarnya/intensitas,

    kecepatan, durasi, dan jangkauan yang luas.

    United Nations International Strategy for Disasters Reduction (UN-

    ISDR) mengelompokkan bahaya menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu :

    Bahaya beraspek geologi, seperti : gempabumi, letusan gunungapi, tanah

    longsor

    Bahaya beraspek hidrometeorologi, seperti : banjir, kekeringan, angin

    kencang, gelombang pasang,

    Bahaya beraspek biologi, seperti : epidemic/merebaknya wabah penyakit,

    seperti wabah flu burung, wabah hama, dan penyakit tanaman,

    Bahaya beraspek teknologi, seperti : kegagalan teknologi, kecelakaan

    transportasi, dan kecelakaan industri,

    Bahaya beraspek lingkungan, seperti : kebakaran hutan, kerusakan

    lingkungan, pencemaran udara, dan pencemaran air.

    Awotona (1997) memberikan penjelasan mengenai bahaya alam (natural

    hazard) sebagai berikut : Bahaya alam merupakan bagian dari lingkungan kita,

    yang bisa terjadi dimanapun. Gempa bumi, banjir, gunung berapi, variasi cuaca

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    2/27

    21

    yang hebat, seperti peristiwa alam lain yang hebat sekali, bisa memicu terjadinya

    bencana ketika berinteraksi dengan kondisi yang rentan (Awotona , 1997 :1).

    Definisi ancaman/bahaya menurut Yayasan IDEP (2007) adalah sebagai

    berikut : Ancaman/bahaya adalah kejadian-kejadian, gejala atau kegiatan manusia

    yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda,

    gangguan social ekonomi atau kerusakan lingkungan. Bahaya dapat mencakup

    kondisi-kondisi laten yang bisa mewakili ancaman di masa depan dan dapat

    disebabkan oleh berbagai hal : alam (geologis, hidrometeorologis dan biologis)

    atau yang diakibatkan oleh proses-proses yang dilakukan manusia ( kerusakan

    lingkungan dan bahaya teknologi). Bahaya dapat berbentuk tunggal, berurutan

    atau gabungan antara asal dan dampak mereka. Setiap bahaya dicirikan oleh

    lokasi, frekuensi dan probabilitasnya (Yayasan IDEP, 2007 :18)

    Menurut UNDP (1992), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

    bahaya adalah sebagai berikut : Bahaya adalah kejadian yang jarang atau ekstrim

    dari lingkungan karena ulah manusia atau karena alam yang secara merugikan

    mempengaruhi kehidupan manusia, properti atau aktifitas pada tingkat yang

    menyebabkan suatu bencana (UNDP, 1992 :12)

    Menurut UNDP (1992) Ada beberapa tipe bahaya yang mendapatkan

    perhatian yang luas, bahaya-bahaya tersebut dikategorikan sebagai berikut :

    a. Serangan bahaya yang mendadak (bahaya iklim dan geologis) seperti

    gempabumi, tsunami, banjir, badai tropis, letusan gunung berapi, dan

    tanah longsor;

    b. Serangan bahaya yang perlahan-lahan (bahaya lingkungan) seperti

    kekeringan, kelaparan, degredasi lingkungan, desertifikasi, penggundulan

    hutan, dan serbuan hama;

    c. Teknologi/industri, seperti kegagalan sistim/kecelakaan, tumpahan bahan

    kimia, letusan dan kebakaran;

    d. Perang dan kerusuhan sipil, seperti agresi bersenjata, pemberontakan,

    terorisme, dan tindakan-tindakan lain yang mengakibatkan berpindahnya

    orang-orang atau mengungsi;

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    3/27

    22

    e. Epidemi, seperti air dan makanan yang mengandung penyakit, penyakit

    yang menular dari satu orang ke orang lain (lewat kontak dan pernapasan),

    penyakit yang mengandung virus dan komplikasi dari luka (UNDP, 1992

    :31).

    Awotona (1997) memberikan penjelasan mengenai bencana alam (natural

    hazard) sebagai berikut :

    bahaya alam merupakan interaksi antara bahaya alam dengan kondisi

    yang rentan (sosial-ekonomi, budaya dan politik) yang biasanya diciptakan oleh

    aktivitas manusia. Dan kemudian perbedaan antara bencana alam dan bencana

    yang diakibatkan oleh manusia; terdapat banyak dampak tragis yang diakibatkan

    bencana alam dari penyalahgunaan sumber daya manusia; tingkah laku yang

    tidak tepat dan kurangnya tinjauan ke masa depan (Awotona, 1997 :2).

    .

    Tabel III.1

    Bahaya Alam dan Penyebabnya

    Bahaya Alam Fenomena Alam Intervensi Manusia

    Letusan Gunungapi

    Gempabumi

    Tsunami

    Banjir

    Kekeringan

    Angin Ribut

    Kebakaran hutan

    Longsor

    Sumber : Buku Pendidikan Mitigasi Bencana 2008

    Dari pengertian yang telah diljelaskan diatas dapat disimpulakan suatu

    fenomena alam atau buatan manusia yang dapat atau berpotensi menimbulkan

    kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi, atau

    kerusakan lingkungan. Kejadian alam yang ekstrim sering disebut sebagai bahaya

    karena berpotensi mengakibatkan kerugian. Letusan gunung api, gempa bumi,

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    4/27

    23

    tsunami, angin ribut, banjir dan lain sebagainya merupakan salah satu kejadian

    alam yang ekstrim. Kejadian alam yang ekstrim tersebut menjadi bencana jika

    secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan kerugian bagi manusia.

    3.2. Bencana Alam

    Definisi bencana menurut Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2009:59

    adalah sebagai berikut : Bahwa bencana berkaitan erat dengan bencana yaitu

    bahaya, emergensi, kerentanan dan risiko. Bencana menunjuk pada satu periode

    waktu yang khusus di mana kehidupan dan properti yang berharga seketika beradapada tingkat bahaya, kondisi emergensi dapat mencakup periode yang lebih

    umum di mana kemampuan penanganan bersifat bertahan karenaa adanya inisiatif

    kelompok atau masyarakat atau intervensi dari luar.

    Definisi menurut UNNCHR (2009) mengenai bencana adalah sebagai

    berikut : bencana sering diidentikan dengan suatu hal yang buruk. Istilah bencana

    mengacu pada suatu kejadian yang dikaitkan dengan efek kerusakan hebat yang

    ditimbulkannya. Peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang

    mengakibatkan kerugian dan penderitaan manusia, serta kerugian material yang

    hebat. (UNNCHR dalam Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2009: 57)

    Definisi EM-DAT (Emergency Events Database) mengenai Natural

    Disasters (Bencana Alam) yaitu :EM-DAT mengidentifikasikan bahwa bencana

    alam sebagai berikut kekeringan, gempa bumi, epidemi, suhu ekstrim, kelaparan,

    banjir, serangan serangga, geseran, gunung berapi, gelombang, dan kebakaran

    liar, dan badai (Disaster Management Handbook 2008:20). EM-DAT

    menjelaskan bahwa bencana alam yang terjadi baik alam maupun yang

    diakibatkan oleh manusia.

    Definisi bencana menurut Carter (2001) mendefinisikan adalah sebagai

    suatu kejadian alam atau buatan manusia, datangnya tiba-tiba atau progresive

    yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas

    (masyarakat) yang tekena atau terpengaruh harus merespons dengan tindakan-

    tindakan yang luar biasa (Carter (2001) dalam Hadi Purnomo dan Ronny

    Sugiantoro, 2009: 59 )

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    5/27

    24

    Menurut UNDP (1992), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

    bencana adalah sebagai berikut : Bencana adalah gangguan yang serius dari

    berfungsinya suatu masyarakat, yang menyebabkan kerugian-kerugian besar

    terhadap lingkungan, material dan manusia, yang melebihi kemampuan dari

    masyarakat yang tertimpa bencana untuk menanggulanginya dengan hanya

    menggunakan sumber daya masyarakat itu sendiri. Bencana sering

    diklasifikasikan sesuai dengan cepatnya serangan bencana tersebut (secara tiba-

    tiba atau perlahan-lahan), atau sesuai dengan penyebab bencana itu ( secara alami

    atau karena ulah manusia) (UNDP, 1992 : 12).

    Definisi bencana menurut Yayasan IDEP (2007) adalah sebagai berikut :

    Bencana adalah peristiwa atau serangkain peristiwa, disebabkan oleh alam atau

    karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang

    menyebabkan gangguan serius terhadap berfungsinya suatu masyarakat sehingga

    menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi

    materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat

    tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki.

    Suatu bencana merupakan suatu fungsi dari proses risiko. Ia diakibatkan oleh

    gabungan dari bahaya, kondisi kerentanan dan kemampuan atau langkah-langkah

    yang tidak memadai untuk mengurangi potensi akibat-akibat negative risiko

    (Yayasan IDEP, 2007 :18)

    Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

    Penanggulangan Bencana memberikan pengertian bencana sebagai berikut :

    Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

    mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh

    faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

    mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

    harta benda, dan dampak psikilogis.

    Menurut Yayasan IDEP (2007) memberikan kategori mengenai bencana

    sebagai berikut : Berdasarkan penyebab bahayanya, bencana dapat dikategorikan

    menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana social, dan bencana campuran.

    Bencana alam disebabkan oleh kejadian-kejadian alamiah seperti gempa bumi,

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    6/27

    25

    tsunami, letusan gunung api, dan angin topan. Bencana sosial atau bencana buatan

    manusia seperti perang, konflik sosial, terorisme, dan kegagalan teknologi.

    Bencana dapat terjadi karena alam dan manusia sekaligus yang dikenal sebagai

    bencana campuran/kompleks, seperti banjir dan kekeringan (Yayasan IDEP, 2007

    :31 ).

    Definisi UNCHS ( United Nations Center for Human Settlements)

    mengenai natural disaster adalah sebagai berikut : bahwa bencana alam dapat

    didefinisikan sebagai interaksi antara bahaya alam pada kasus yang disebabkan

    dari peristiwa alam yang tidak terduga dan kondisi yang rentan yang

    menyebabkan kerugian yang hebat untuk manusia dan lingkungannya (bangunan

    dan alam). Kerugian ini menciptakan penderitaan dan kekacauan terhadap pola

    hidup yang normal, yang berperan penting pada sosial-ekonomi, budaya dan

    terkadang kekacauan politik. Situasi seperti ini membutuhkan campur tangan

    pihak luar pada tingkat nasional dan internasional disamping tanggapan individu

    dan umum.

    Salah satu model yang menunjukkan keterkaitan antara disaster dan

    vulnerability adalah model crunchseperti yang diungkapkan oleh Awotona

    sebagai berikut : Bahwa Model Crunch secara luas digunakan pada manajemen

    bencana yang menyatakan bahwa risiko/bencana merupakan hasil dari kerentanan

    dengan bahaya tertentu. Kerentanan itu mungkin pada bidang sosial, ekonomi,

    budaya,politik, sementara itu bahaya alam termasuk gempa bumi, banjir, longsor,

    gunung berapi dan kebakaran (Awotona 1997 :150).

    Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana

    mengidentifikasikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

    mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

    disebakan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

    sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian

    harta benda, dan dampak psikologis.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    7/27

    26

    Dari beberapa pengertian, maka dapat disimpulkan bahwa bencana adalah

    satu rangkaian atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh alam atau ulah

    manusia yang dapat mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan

    manusia baik dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui

    kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumber

    daya yang mereka miliki.

    3.3. Bahaya dan Bencana Alam

    Menurut BAKORNAS (2006, II-1) Bencana dapat disebabkan oleh

    kejadian alam (natural disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana

    antara lain :

    a. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-

    made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for

    Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya

    geologi (geological hazards), bahaya biologi (biological hazards) bahaya

    teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan

    (environmental degradation)

    b. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta

    elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana

    c. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

    Berdasarkan penjelasan diatas terdapat pengertian yang berbeda dan saling terkait

    antara bahaya alam (natural hazard) dan bencana alam (natural disaster). Bahaya

    alam (natural hazard) merupakan kejadian yang bersifat alamiah yang belum

    tentu menimbulkan bencana alam (natural disaster). Bencana alam akan terjadi

    bila bahaya alam terjadi pada kondisi atau keadaan yang rentan (z) terhadap

    bahaya tersebut.

    Awotona (1997) juga menyebutkan bahwa komponen-komponen dari

    faktor hazard meliputi tipe, frekuensi, lokasi, durasi, dan severity. Sedangkan

    komponen dari faktor vulnerability meliputi sosial, ekonomi,

    bangunan/infrastruktur, dan organisasi.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    8/27

    27

    Faktor lain yang berkaitan dengan disaster adalah kapasitas (capacities)

    yaitu aspek-aspek positif dari situasi yang ada, yang apabila dimobilisasi dapat

    mengurangi risiko (risk) dengan mengurangi vulnerability. Mengurangi risiko

    dari natural hazard dapat dideskripsikan sebagai mengurangi vulnerability

    dan meningkatkancapacity (Awotona, 1997 : 150-151).

    Sanderson (1997:150) menggambarkan faktor-faktor yang berpengaruh

    terhadap bencana adalah sebagai berikut : Dengan demikian, maka penting untuk

    diketahui mengenai kerentanan (vulnerability)

    Gambar 3.1

    Faktor Terjadinya Bencana

    Sumber : Sanderson (1998) dalam Erwin Triokmen (2008)

    Dengan demikian, maka penting untuk diketahui mengenai kerentanan(vulnerability) dan ketahanan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

    bencana alam.

    Menurut buku Program Kesiapan Sekolah Terhadap Bahaya Gempa

    (2002) bahaya (hazard) adalah dapat berupa bahaya alam (natural hazard)

    maupun bahaya lainnya yang mungkin terjadi belum tentu menimbulkan bencana

    (disaster). Aspek-aspek dari faktor ini meliputi tipe, frekuensi, lokasi, durasi, dan

    severity. Sedangkan kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang

    menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang

    terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi

    umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap mempengaruhi kemampuan

    masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-

    tanggap terhadap dampak bahaya. Kerentanan dapat diartikan sebagai tingkat

    kerugian pada suatu unsur tertentu seperti masyarakat yang memiliki risiko.

    Bahaya

    (Hazard)

    Bencana Kerentanan

    (-)

    Ketahanan/

    Kemampuan

    Menanggulangi

    (+)

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    9/27

    28

    Semakin tinggi tingkat kerentanan, akan semakin tinggi pula kemungkinan

    timbulnya bencana.

    Keterkaitan bencana dan bahaya menurut Hadi Purnomo dan Ronny

    Sugiantoro, 2009:59 adalah sebagai berikut : Bahaya dan bencana mempunyai

    pengertian terkait, namun memiliki perbedaan di mana bahaya merupakan

    kejadian yang jarang atau ekstrem dari lingkungan yang secara merugikan

    memengaruhi kehidupan manusia

    Bencana terjadi ketika terdapat faktor ancaman atau bahaya yang bertemu

    dengan faktor kondisi rentan masyarakat.Dampak bencana atau dapat disebut

    sebagai resiko bencana merupakan hasil pertemuan antara ancaman atau bahaya

    dengan faktor kerentanan dan faktor kapasitas.

    Risiko Bencana =

    Sumber: Mercy Corps and Practical Action, 2010

    Risiko merupakan kombinasi antara probabilitas dari suatu peristiwa dan

    konsekuensi negatifnya (UNISDR, 2009). Menurut UU No. 24 Tahun 2007, risiko

    bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu

    wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematikan, luka, sakit, jiwa

    terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan, atau kehilangan harta, dan

    gangguan kegiatan masyarakat. Resiko dapat dikurangi dengan meningkatkan

    kapasitas dan mengurangi kerentanan.Begitu pula dengan sebaliknya, resiko dapat

    bertambah apabila kerentanan meningkat atau kapasitas yang menurun.

    Ancaman/Bahaya x Kerentanan

    Kapasitas

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    10/27

    29

    Kerentanan merupakan karakteristik dan kondisi dari masyarakat, sistem

    atau aset yang membuatnya rentan terhadap efek yang merusak dari bahaya

    (UNISDR, 2009).Kerentanan yaitu suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor-

    faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang

    mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya.

    Kapasitas merupakan kombinasi dari semua kekuatan, atribut dan sumber daya

    yang tersedia dalam masyarakat, komunitas, atau organisasi yang dapat digunakan

    untuk mencapai tujuan yang disepakati (UNISDR, 2009). Kapasitas merupakan

    penguasaan sumberdaya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang

    memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri

    mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari

    akibat bencana. Terdapat banyak aspek yang dapat dilihat untuk mengetahui

    sejauh apa kapasitas dan juga kerentanan di wilayah penelitian, salah satunya

    dengan menggali kondisi fisik rumah dan juga tingkat pengetahuan penduduk

    mengenai ancaman gempa bumi.

    Bagaimana cara memitigasi efek dari bahaya dan mengurangi dampak bencana

    menjadi isu utama di dalam dunia akademik pada abad ini (Bankoff, 2001).

    Sebelumnya manajemen bencana lebih fokus kepada penanganan pasca bencana

    dengan jumlah besar yang sebenarnya sangat signifikan apabila dialihkan untuk

    kegiatan pengurangan kerentanan dan pengembangan kapasitas (Alexander, et al,

    2006).Namun beberapa waktu kebelakang didalam menghadapi bencana telah

    banyak negara yang mengalihkan manajemen bencana pada berbagai kegiatan pra

    bencana.Berbagai strategi pra bencana pada dasarnya merupakan hal-hal yang

    bersifat universal, namun implementasinya perlu disesuaikan dengan karakteristik

    tertentu dari pihak yang menghadapi ancaman (Alcantara, 2002).

    Dalam menganalisis kejadian bencana diantaranya adalah dengan model

    bencana.Model-model ini masing-masing dapat menjelaskan kejadian bencana

    dengan elemen-elemen penting yang terjadi di dalamnya. Model dapat membantu

    menjelaskan kondisi yang terjadi di dunia nyata dengan model teoritis yang dapat

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    11/27

    30

    membantu pemahaman mengenai situasi yang sedang terjadi saat ini dan

    bagaimana merencanakan manajemen bencana untuk masa depan. Beberapa

    model yang akan dijelaskan lebih lanjut untuk membantu menjelaskan konsep

    mengenai bencana adalah model Crunch dan model PAR.

    Gambar 3.2

    Model Terjadinya Bencana Crunch Model

    Sumber: diadopsi dari Asian Disaster Preparedness Centre, Disaster Management

    Model crunch memberikan kerangka untuk memahami penyebab terjadinya

    bencana.Kerentanan lingkungan baik fisik maupun non fisik yang bertemu dengan

    adanya bahaya menjadi penyebab terjadinya bencana di berbagai tempat di dunia.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    12/27

    31

    Gambar 3.3

    Model Terjadinya Bencana PAR Model

    Sumber: diadopsi dari Wisner et.al, 2004

    PAR Model menjelaskan bahwa bencana terjadi akibat hasil pertemuan

    antara kondisi sosial ekonomi dengan keterpaparan fisik oleh ancaman atau

    bahaya. Model ini membedakan tiga komponen kerentanan, yaitu penyebab

    utama, tekanan dinamis, dan aspek-aspek kerentanan. Model ini ingin

    mengindikasikan bahwa risiko dari bencana dapat dikurangi dengan cara

    menjalankan aksi pencegahan dan juga mitigasi. Dimana hal ini dapat dimulai

    dengan cara mengatasi berbagai penyebab yang menjadi dasar terjadinya bencana,

    kemudian dilanjutkan dengan cara menganalisis sifat dasar dari bahaya (Ashgar

    et. al, 2006). Hal ini kemudian akan mengarahkan semua ke kondisi yang lebih

    aman dan membantu mempersiapkan komunitas ke dalam kondisi yang lebih

    baik.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    13/27

    32

    3.4. Faktor Sub-Faktor Dan Indikator Bencana

    Faktor dan Sub-Faktor dan Indikator Bencana terdiri dari :

    3.4.1 Bahaya (Hazard)

    3.4.1.1Pengertian

    Suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang

    berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia.

    Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu

    menjadi bencana (

    pirba.hrdp-network.com/.../pengantarBencanaFILEmi...).

    Menurut ISDR mengenai bahaya hazard adalah sebuah fenomena,

    substansi, aktivitas manusia yang berbahaya atau kondisi yang dapat

    menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan

    properti, hilangnya matapencaharian, jasa, sosial dan ekonomi, dan kerusakan

    lingkungan.

    3.4.1.2Indikator Bahaya

    Indikator Bahaya terdiri dari intensitas bahaya dan bahaya ikutan, yaitu :

    a.

    Intensitas (bahaya langsung), intensitas dapat difenisikan sebagai suatu

    besarnya kerusakan disuatu tempat akibat bencana yang diukur

    berdasarkan kerusakan yang terjadi seperti pada bangunan, topografi,

    reaksi manusia dan hal-hal lain yang teramati sebagai efek dari bencana

    b. Bahaya ikutan akibat bencana utama yang menimbulkan bencana lain.

    3.4.2 Kerentanan (Vulnerability)

    3.4.2.1

    Pengertian

    Menurut Awotona (1997), kerentanan merupakan karakteristik orang atau

    kelompok dalam kaitan kapasitasnya untuk mengantisipasi dan bertahan dari

    dampak bahaya. (Awotona, 1997 : 28) .

    Lebih lanjut, Awotona (1997 :29) mengemukakan tipe-tipe yang paling

    prinsip (utama) dari kerentanan yaitu sebagai berikut :

    Kerentanan sosial ( SocialVulnerability)

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    14/27

    33

    Kerentanan kelembagaan (Institusional Vulnerability)

    Kerentanan sistem ( System Vulnerability)

    Kerentanan ekonomi (EconomicVulnerability)

    Kerentanan lingkungan (Enviromental Vulnerability)

    Kerentanan akibat praktek-praktek yang tidak memikirkan prinsip

    berkelanjutan (Vulnerability caused through unsustainable practicise)

    Menurut Lewis (1997), memberikan penjelasan mengenai kerentanan

    (Vulnerability) sebagai berikut : bahwa kerentanan merupakan kondisi sosial

    ekonomi; ini adalah alasan kenapa kaum miskin dan tunawisma adalah korban

    utama dari bencana. Hari ke hari kondisi rentan terdiri dari pembatasan,

    kemiskinan dan kerugian, adalah keadaan dan penyebab kerentanan yang langka

    dan bahaya-bahaya yang lebih hebat; yang mana kerentanan membuat kondisi

    lebih buruk dari hari ke hari (Lewis, 1997 : 46).

    Yayasan IDEP (2007) memberikan penjelasan mengenai kerentanan

    sebagai berikut : Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,

    hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi

    di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan

    mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan berkurangnya untuk menganggapi

    dampak buruk bahaya tertentu.

    Sedangkan UNDP (1994) memberikan pengertian penjelasan mengenai

    kerentanan sebagai berikut : Kerentanan adalah sejauh mana suatu masyarakat,

    sarana, pelayanan, atau daerah geografis kemungkinan akan rusak atau terganggu

    oleh dampak suatu bahaya bencana tertentu, karena sifat, konstruksi dan

    kedekatannya dengan daerah bahaya atau suatu daerah rawan bencana (UNDP,

    1994:74).

    Cannon (1994) memberikan penjelasan mengenai kerentanan sebagai

    berikut : bahwa kerentanan merupakan karakteristik individu atau kelompok yang

    mendiami alam, di bagian sosial dan ekonomi, yang mana mereka dibedakan

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    15/27

    34

    menurut posisi mereka yang beragam dalam masyarakat yang menjadi lebih atau

    kurang rentan pada kelompok dan individu.

    Lebih lanjut Cannon (1994) membagi kerentanan kedalam 3 aspek yaitu

    tingkat ketahanan, komponen kesehatan dan derajat preparedness seperti yang

    diungkapkan berikut ini : bahwa kerentanan dapat dibagi menjadi aspek : pertama

    adalah tingkat ketahanan dari sistem mata pencaharian yang khusus dari seorang

    individu atau kelompok, dan kemampuan mereka untuk bertahan dari bahaya.

    Gambaran ketahanan ekonomi, termasuk kemampuanya dalam memperoleh

    kembali (cara lain dari kemampuan ekonomi dan tanggapan terhadap bahaya). Hal

    ini disebut ketelitian mata pencaharian: dan yang memiliki kesamaan konsep

    dengan Sen (Sen, 1981). Kedua adalah komponen kesehatan (medis), yang

    diantaranya kesehatan individunya (fungsinya sebagian besar dari kemampuan

    mata pencaharian) dan langkah-langkah dalam kegiatan sosial (termasuk

    pengobatan dalam mencegah penyakit). Ketiga yaitu ditentukan oleh perlindungan

    yang tersedia (untuk bahaya yang ditimbulkan), sesuatu yang tergantung pada

    tindakan seseorang diatas kepentingan mereka dan faktor-faktor sosial.

    Menurut ISDR (2009) menjelaskan mengenai kerentanan vulnerability

    Karakteristik dan keadaan masyarakat, sistem atau aset yang membuatnya rentan

    terhadap efek yang merusak dari bahaya. Terdapat banyak aspek kerentanan,

    yang timbul dari bermacamm-macam faktor diantaranya fisik, sosial, ekonomi,

    dan faktor lingkungan.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan:

    Kerugian (Exposure)

    Kelemahan (Susceptibility)

    Ketahanan (Resilience)

    Vulnerability = E X S

    R

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    16/27

    35

    ISDR (2009) juga menjelaskan kerentanan kesehatan masyarakat juga

    berpengaruh terhadap populasi tertentu lebih rentan terhadap morbiditas (sakit)

    dan mortalitas (kematian) terkait bencana (UNISDR, 2009)

    Dari berbagai pengertian yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan

    bahwa kerentanan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor fisik, sosial,

    ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan

    masyarakat terhadap bahaya (hazards). Tingkat kerawanan adalah suatu hal yang

    perlu diketahui, dimana bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada

    kondisi yang rentan.

    3.4.2.2 Indikator Kerentanan

    Ada 3 indikator kerentanan yang akan dijelaskan beserta variabelnya,diantaranya :

    Kerentanan Fisik

    Menurut Bakornas PB (2007:11-12) dalam Buku Panduan Pengenalan

    Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia menjelaskan

    kerentanan fisik binaan (infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi fisik

    (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi

    kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai faktor berbagai indikator sebagai berikut

    : presentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan

    konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi,

    jaringan PDAM dan jalan KA. Wilayah permukiman di Indonesia dapat dikatakan

    berada pada kondisi yang sangat rentan karena presentase kawasan terbangun,

    kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat sangat tinggi, sedangkan

    presentase jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan

    PDAM, jalan KA sangat rendah. Dijelaskan kembali dalam Pedoman Penyusunan

    Rencana Penanggulangan Bencana di daerah (2007:13) , secara fisik bentuk

    kerentanan yang dimiliki masyarakat yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan

    menghadapi bahaya tertentu, misalnya : kekuatan bangunan rumah bagi

    masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir

    bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    17/27

    36

    Kerentanan Sosial

    Menurut Bakornas PB (2007: 11-12) dalam Buku Panduan PengenalanKarakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia menjelaskan

    kerentanan sosial kependudukan menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan

    sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Pada kondisi sosial yang rentan maka

    jika terjadi bencana dapat dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian yang

    besar. Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju

    pertumbuhan penduduk, presentase penduduk usia-balita dan penduduk wanita.

    Kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi karena memiliki

    persentase yang tinggi pada indikator-indikator tersebut. Dijelaskan kembali

    dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di daerah

    (2007:13) kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan

    terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang

    resiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula

    tingkat kesehatan masyarakat rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi

    bahaya.

    Kerentanan Ekonomi

    Menurut Bakornas PB (2007:11-12) dalam Buku Panduan Pengenalan

    Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia menjelaskan

    kerentanan ekonomi menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam

    menghadapi ancaman bahaya (hazard). Beberapa indikator kerentanan ekonomi

    diantaranya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor yang rentan

    (sektor yang rawan terhadap pemusatan hubungan kerja) dan persentase rumah

    tangga miskin. Dijelaskan kembali dalam Pedoman Penyusunan Rencana

    Penanggulangan Bencana di daerah (2007:13) kemampuan ekonomi suatu

    individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap

    ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau

    kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai

    kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau

    mitigasi bencana

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    18/27

    37

    3.4.3 Ketahanan/Kemampuan (Capacity)

    3.4.3.1Pengertian

    Menurut Awotona (1997) faktor lain yang berkaitan dengan Bencana

    adalah kapasitas (capacities), yaitu aspek-aspek positif dari situasi yang ada, yang

    apabila dimobilisasi dapat mengurangi resiko (risk) dengan mengurangi

    Kerentanan.

    Menurut IDEP (2007) memberikan penjelasan mengenai kemampuan

    sebagai berikut : Kemampuan adalah penguasaan sumber daya, cara, dan kekuatan

    yang dimiliki masyarakat, sehingga memungkinkan untuk mengurangi tingkat

    risiko bencana dengan cara mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah,

    menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat

    bencana. Kapasitas bisa mencakup cara-cara fisik, kelembagaan, sosial atau

    ekonomi serta karakteristik keterampilan pribadi dan kolektif seperti misalnya

    kepemimpinan dan manajemen. Kapasitas juga bisa digambarkan sebagai

    kemampuan (capability) (Yayasan IDEP, 2007:19)

    Menurut ISDR menjelaskan mengenai ketahanan capacity merupakan

    suatu kombinasi kekuatan yang bersumber dari sumber daya yang tersedia seperti

    masyarakat, komunitas yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang

    disepakati. Kapasitas dapat meliputi prasarana dan sarana fisik, lembaga,

    mengatasi pemberdayaan masyarakat, kemampuan serta pengetahuan manusia,

    keterampilan dan atribut kolektif seperti hubungan sosial, kepemimpinan dan

    manajemen. Kapasitas juga dapat digambarkan sebagai kemampuan. Penilaiankapasitas adalah istilah untuk proses dimana kapasitas kelompok ditinjau terhadap

    tujuan yang diinginkan, dan kesenjangan kapasitas diidentifikasi untuk tindakan

    lebih lanjut.

    Menurut IDEP (2007) memberikan penjelasan mengenai kemampuan

    sebagai berikut : Kemampuan adalah penguasaan sumber daya, cara dan

    kekuatan yang dimiliki masyarakat, sehingga memungkinkan untuk

    mengurangi tingkat risiko bencana dengan cara mempertahankan dan

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    19/27

    38

    mempersiapkan diri, mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat

    memulihkan diri dari akibat bencana. Kapasitas bisa mencakup cara-cara fisik,

    kelembagaan, sosial atau ekonomi serta karakteristik keterampilan pribadi

    atau kolektif seperti misalnya kepemimpinan dan manajemen. Kapasitas juga

    bisa digambarkan sebagai kemampuan (capability) (Yayasan IDEP, 2007:12)

    kemampuan/ketahanan adalah merupakan suatu sumber daya dan

    kemampuan yang memiliki kekuatan seperti masyarakat atau komunitas, yang

    dapat melakukan suatu guna mencapai tujuan tertentu yang didukung dengan

    adanya ketersediaan sarana fisik dan lembaga, dan dikaitkan dengan bencana

    kemampuan/ketahanan dapat mengurangi resiko dengan adanya faktor yang

    mendukung tersebut. Kemampuan juga dapat dikatakan merupakan kesiapan

    masyarakat dalam menghadapi bahaya, kemampuan berbanding terbalik dengan

    kerentanan. Semakin mampu masyarakat dalam menghadapi bahaya maka akan

    semakin kecil kerentanannya.

    3.4.3.2Indikator Ketahanan/Kemampuan (Capacity)

    Dalam studi Firmansyah (1998 : 38) berdasarkan modifikasi Davidson

    (1997) ketahanan terbagi menjadi 2 sub faktor, yaitu :

    Sumber Daya Buatan

    Sumber daya buatan, meliputi aspek pendanaan, peralatan atau fasilitas

    dan sumber daya manusia terlatih dan terdidik. Indikator dari sumber daya alam

    adalah sebagai berikut :

    a.

    Rasio Jumlah Fasilitas Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk

    Banyaknya fasilitas kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk

    akan berpengaruh terhadap proses atau kegiatan pemberian pertolongan

    pada saat dan setelah tejadi bencana.

    b. Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah

    Banyaknya jumlah tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah

    penduduk akan mempengaruhi proses atau kegiatan pelayanan kesehatan

    dalam pemberian pertolongan pada saat dan setelah terjadi bencana alam.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    20/27

    39

    Kemampuan Mobilitas

    Kemampuan mobilitas menunjukkan kemampuan untuk melakukanevakuasi bila ada bencana alam untuk mencari tempat yang lebih aman dan

    meminta bantuan. Indikator kemampuan mobilitas, yaitu sebagai berikut :

    a.

    Rasio Panjang Jalan Terhadap Luas Wilayah

    Perbandingan antara panjang jalan dengan luas wilayah sangat berkaitan

    dengan proses atau kegiatan evakuasi. Semakin besar tingkat

    perbandingannya maka semakin mudah proses atau kegiatan evakuasi

    dilakukan.

    b. Rasio Sarana Angkutan Terhadap Jumlah Penduduk

    Sarana angkutan merupakan alat yang berfungsi untuk mempermudah

    proses atau kegiatan evakuasi bagi penduduk yang mengalami bencana

    alam.

    Sumber Daya Alami

    Sebagai tambahan, dalam penelitian Oki Oktariadi (2007) dalam Erwin

    Triokmen (2008:57-58) menjelaskan bahwa sub faktor ketahanan (alami)

    berpengaruh terhadap tingkat risiko bencana gempa bumi yaitu terdiri keleluasaan

    pemanfaatan ruang.

    1. Keleluasaan Pemanfaatan Ruang

    Keleluasan pemanfaatan ruang di wilayah rawan bencana bumi didasarkan

    pada kondisi geologi lingkungan yang dapat menggambarkan kemampuan

    atau ketahanan suatu wilayah secara alami dalam memberikan kemudahan

    penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan penyelamatan bilaterjadi bencana. Sub faktor ini memiliki hubungan berkebalikan dengan

    resiko bencana, sehingga semakin tinggi tingkat keleluasaan maka

    semakin rendah tingkat resiko bencana yang berarti semakin tinggi

    kemampuan wilayah dalam memberikan perlindungan terhadap penduduk.

    Berdasarkan analisis geologi lingkungan , maka tingkat keleluasaan yang

    menggambarkan ketahanan adalah tingkat keleluasaan yang termasuk

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    21/27

    40

    kategori tingkat leluasa dan tingkat cukup leluasa yang dijelaskan sebagai

    berikut

    Zona Leluasa

    Zona leluasa yaitu suatu daerah dengan kondisi fisik lahan tanpa

    faktor pembatas/tidak ada kendala geologi lingkungan yang berarti,

    sehingga leluasa dalam pengorganisasian ruang dan pemilihan

    jenis penggunaan lahan dengan biaya pembangunan yang rendah.

    Zona cukup leluasa

    Zona cukup leluasa yaitu daerah dengan kondisi fisik lahan yang

    memiliki faktor pembatas/kendala geologi lingkungan sedang,

    sehingga cukup leluasa dalam melakukan pengorganisasian ruang

    untuk penggunaan lahan/pengembangan wilayah dan pemilihan

    jenis penggunana lahan dengan biaya pembangunan yang sedang.

    Manajemen Dan Partisipasi Struktur Masyarakat

    Rasio Jumlah Penduduk terhadap organisasi tanggap darurat

    Menurut CDRN dalam Ben Wisner et al. (2005:335) dasar pada

    peningkatan organisasi kapasitas masyarakat yang paling rentan

    melalui pembentukan organisasi tanggap bencana rakyat.

    Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Informasi yang didapat

    mengenai Bencana.

    3.5. Longsor

    Tanah longsor adalah gerakan menuruni atau keluar lereng oleh massa tanah atau

    batuan penyusun lereng, ataupun percampuran keduanya sebagai bahan

    rombakan, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng

    tersebut. ( Karnawati, 2005)

    Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)

    menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah.

    Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir,

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    22/27

    41

    dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau

    keluar lereng karena faktor gravitasi bumi.

    Gerakan tanah adalah gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari

    bagian atas atau perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar

    atau miring dari kedudukan semula. (Varnes, 1978 dalam Zakaria, 2009)

    3.6. Faktor Penyebab Gerakan Tanah/ Longsoran

    Karnawati, (2004 dalam Alhasanah 2006) menjelaskan bahwa terjadinya

    longsor karena adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya

    geomorfologi, geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-

    proses pemicu gerakan seperti, infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, dan aktivitas

    manusia.

    3.6.1 Faktor Pengontrol

    3.6.1.1 Kelerengan (slope)

    Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting

    dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait

    dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15 perlu

    mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya

    dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada dasarnya

    sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau

    pegunungan yang membentuk lahan miring.

    Karnawati, (2001) menyebutkan terdapat tiga tipologi lereng yang rentan

    untuk bergerak/longsor, yaitu :

    1.

    Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur di alasi oleh batuan

    atau tanah yang lebih kompak

    2. Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng, dan

    3. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    23/27

    42

    3.6.1.2 Kondisi Geologi

    Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah

    struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami

    (pelarutan). Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah

    adalah:

    kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan

    batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan

    kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang

    memudahkan air meresap (Surono, 2003).

    Struktur perlapisan batuan dapat bertindak sebagai bidang gelincir

    sehingga kemiringan perlapisan batuan yang searah dengan kemiringan lereng

    berpotensi mengalami gerakan tanah. Retakan batuan sering menjadi saluran air

    masuk ke dalam lereng, semakin banyak air yang masuk melewati kekar, tekanan

    air juga akan semakin meningkat, mengingat jalur tersebut merupakan bidang

    dengan kuat geser lemah, maka kenaikan tekanan air sangat mudah menggerakkan

    lereng melalui jalur tersebut.

    3.6.1.3 Tata guna lahan

    Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata guna lahan perkebunan,

    pemukiman, dan pertanian yang berada pada lokasi lereng yang terjal. Pada lahan

    persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah

    menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan

    untuk daerah perkebunan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat

    menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah

    longsoran lama.

    3.6.2 Faktor Pemicu

    Gangguan yang merupakan pemicu tanah longsor merupakan proses

    alamiah atau tidak alamiah ataupun kombinasi keduanya, yang secara aktif

    mempercepat proses hilangnya kestabilan pada suatu lereng. Jadi pemicu ini dapat

    berperan dalam mempercepat peningkatan gaya penggerak/peluncur/driving force,

    mempercepat pengurangan gaya penahan gerakan/resisting force, ataupun

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    24/27

    43

    sekaligus mengakibat keduanya. Secara umum ganguan yang memicu tanah

    longsor adalah:

    3.6.2.1 Hujan

    Karnawati, (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya

    bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam

    tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan

    lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin

    meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin

    menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk

    bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan

    air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan

    sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut.

    Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin

    cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah

    tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin

    tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yanglongsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah

    menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara

    gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng

    dan menurunkan kuat geser tanah.

    Hujan pemicu gerakan tanah adalah hujan yang mempunyai curah tertentu

    dan berlangsung selama periode waktu tertentu, sehingga air yang di

    curahkannya dapat meresap ke dalam lereng dan mendorong massa tanah untuk

    longsor.

    Secara umum terdapat dua tipe hujan pemicu longsoran di Indonesia, yaitu

    tipe hujan deras dan tipe hujan normal tapi berlangsung lama. Tipe hujan deras

    misalnya adalah hujan yang dapat mencapai 70 mm per jam atau lebih dari 100

    mm per hari. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu longsoran pada lereng-

    lereng yang tanahnya mudah menyerap air misal pada tanah lempung pasiran dan

    tanah pasir. Pada lereng demikian longsoran dapat terjadi pada bulan-bulan awal

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    25/27

    44

    musim hujan, misalnya pada akhir Oktober atau awal November di Jawa. Tipe

    hujan normal contohnya adalah hujan yang kurang dari 20 mm per hari. Hujan

    tipe ini apabila berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan

    dapat efektif memicu longsoran pada lereng yang tersusun oleh tanah yang lebih

    kedap air, misalnya lereng dengan tanah lempung (Karnawati, 2000). Pada lereng

    ini longsoran terjadi mulai pada pertengahan musim hujan, misal pada bulan

    Desember hingga Maret.

    Curah hujan mempunyai satuan dalam millimeter. Curah hujan 1 mm

    adalah air hujan yang jatuh pada setiap permukaan seluas 1 mm2

    setinggi 1 mm

    dengan tidak menguap, meresap, dan mengalir atau dengan kata lain sejumlah air

    hujan yang jatuh sebanyak 1 liter pada setiap luasan 1 m2. (Badan Meteorologi

    dan Geofisika, 2008). Adapun klasifikasi besar curah hujan sebulan yaitu:

    Tabel III.2

    Klasifikasi besar curah hujan harian

    Klasifikasi hujan

    harianCurah Hujan Hari hujan

    Estimasi

    jumlah ch

    Kumulatif ch

    bulanan

    a.

    Sangat ringan 100 mm/24jam 1-2 hari 110-300 mm 510-845 mm

    Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008)

    Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, (2008) bahwa curah hujan

    kumulatif 400 mm/bulan atau 51-100mm/24jam di kategorikan lebat dan mudah

    untuk terjadi tanah longsor.

    3.6.2.2 Getaran

    Getaran memicu longsoran dengan cara melemahkan atau memutuskan

    hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/ batuan pada lereng. Jadi

    getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi

    gaya penahan. Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempabumi

    yang diikuti dengan peristiwa liquefaction. Liquefaction terjadi apabila pada

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    26/27

    45

    lapisan pasir atau lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik Pengaruh

    getaran tersebut akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling

    menekan dan kandungan airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap

    lapisan di atasnya. Akibat peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti

    mengambang, dan dengan adanya getaran tersebut dapat mengakibatkan

    perpindahan massa di atasnya dengan cepat.

    3.6.2.3 Aktivitas manusia

    Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005),

    tanah longsor dapat terjadi karena ulah manusia sebagai pemicu terjadinya tanah

    longsor, seperti:

    a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.

    b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.

    c.

    Kegagalan struktur dinding penahan tanah.

    d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah

    yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan

    menyebabkan tanah menjadi lembek

    e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng.

    f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.

    g.

    Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran

    masyarakat

    h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng

    semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing

    i.

    Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang

    bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang

    padat karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing

    j.

    Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran.

    Pembukaan hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk

    perladangan, persawahan dengan irigasi, penanaman pohon kelapa, dan

    penanaman tumbuhan yang berakar serabut dapat berakibat menggemburkan

  • 7/24/2019 Bab III Tinjauan Teori

    27/27

    tanah. Peningkatan kegemburan tanah ini akan menambah daya resap tanah

    terhadap air, akan tetapi air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat banyak

    terserap oleh akar-akar tanaman serabut. Akibatnya air hanya terakumulasi dalam

    tanah dan akhirnya menekan dan melemahkan ikatan-ikatan antar butir tanah.

    Akhirnya karena besarnya curah hujan yang meresap, maka longsoran tanah akan

    terjadi.

    Pemotongan lereng untuk jalan dan pemukiman dapat mengakibatkan

    hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini selanjutnya mengakibatkan

    kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan massa tanah terlampaui oleh

    tegangan penggerak massa tanah dan akhirnya longsoran tanah pada lereng akan

    terjadi. (Karnawati, 2005)