26
BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN DAN KONSELING PERKAWINAN A. Biografi Bimo walgito Prof. Dr. Bimo walgito lahir di Yogyakarta pada tanggal 5 Agustus 1929. bersama keluarganya, ia tinggal di Bulaksumur E. 2B Yogyakarta, kode Pos 55281 Telp. (0274) 564712. Perjalanan karirnya sebelum menjadi guru besar seperti sekarang, Bimo Walgito adalah seorang guru SGAN (Sekolah Guru Agama Negeri) di Payukumbuh Sumatara Barat dari tahun 1955 sampai dengan tahun 1957. Beliau melangsungkan pernikahan dengan Ny. Suyati Bimo Walgito pada tanggal 18 Februari 1955, ketika beliau masih menjabat sebagai Guru SGA. Pada tahun 1957 beliau melanjutkan pendidikan di Fakultas Pedagogik UGM dan lulus pada tanggal 22 Februari 1960. setelah menyandang gelar S1 beliau diangkat menjadi asisten dosen di UGM dan sampai akhirnya mengabdi dialmamater sendiri. Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh semangat sang istri, Ny.Suyati Bimo Walgito yang bekerja sebagai pengawas SMP ( Sekolah Menengah Pertama ) dan SMA ( Sekolah Menengah Atas ), ternyata memudahkan jalan beliau untuk terus mengembangkan potensi akademik dan pendidikannya hingga kejenjang S3 ( Doktoral ) di Fakultas Psikologi UGM dan lulus pada tanggal 26 Agustus 1991 dengan disertasi yang berjudul Hubungan Antara Persepsi Mengenai Sikap Orang Tua Dengan Harga Diri

BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

57

BAB III

BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN DAN

KONSELING PERKAWINAN

A. Biografi Bimo walgito

Prof. Dr. Bimo walgito lahir di Yogyakarta pada tanggal 5 Agustus 1929.

bersama keluarganya, ia tinggal di Bulaksumur E. 2B Yogyakarta, kode Pos

55281 Telp. (0274) 564712. Perjalanan karirnya sebelum menjadi guru besar

seperti sekarang, Bimo Walgito adalah seorang guru SGAN (Sekolah Guru

Agama Negeri) di Payukumbuh Sumatara Barat dari tahun 1955 sampai dengan

tahun 1957. Beliau melangsungkan pernikahan dengan Ny. Suyati Bimo Walgito

pada tanggal 18 Februari 1955, ketika beliau masih menjabat sebagai Guru SGA.

Pada tahun 1957 beliau melanjutkan pendidikan di Fakultas Pedagogik

UGM dan lulus pada tanggal 22 Februari 1960. setelah menyandang gelar S1

beliau diangkat menjadi asisten dosen di UGM dan sampai akhirnya mengabdi

dialmamater sendiri. Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

semangat sang istri, Ny.Suyati Bimo Walgito yang bekerja sebagai pengawas

SMP ( Sekolah Menengah Pertama ) dan SMA ( Sekolah Menengah Atas ),

ternyata memudahkan jalan beliau untuk terus mengembangkan potensi akademik

dan pendidikannya hingga kejenjang S3 ( Doktoral ) di Fakultas Psikologi UGM

dan lulus pada tanggal 26 Agustus 1991 dengan disertasi yang berjudul

“Hubungan Antara Persepsi Mengenai Sikap Orang Tua Dengan Harga Diri

Page 2: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

58

Para Siswa Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas ( SMA ) Di Propinsi Jawa

Tengah”.

Semangat untuk terus memajukan dan mengembangkan pendidikan sudah

namapak ketika beliau masih muda, dan kemudian ditanamkan dalam

keluarganya. Hal ini bisa dibuktikan dengan keberhasilannya dalam mendidik

keenam putra-putrinya menjadi generasi penerus bangsa yang berpendidikan.

Putra-putrinya adalah dr. Prima Siwi Ningsih Waluyati SetyoBudi, Drs. Budi

Waluyo, M. Buss., Drs. Edhi Waluyo, Heru Waluyo, SH., Ir. Gatot Waluyo, dan

Ir. Rahayu Waluyati Suhardi, M.Si., yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda.

Prestasi membanggakan tidak hanya pada lingkup keluarga saja,

melainkan di dunia akademik yang yang beliau tekuni, yang kemudian beliau

dikukuhkan menjadi seorang Guru Besar Psikologi UGM. Kini, diusia purna

baktinya beliau masih dipercaya untuk mengajar diprogram studi S2 dan S3

UGM, disamping masih aktif memberikan kuliah di Unifersitas Wangsa

Manggala Yogyakarta.

B. Karya-Karya Bimo Walgito

1. Pengantar Psikologi Umum (Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, tahun 2002)

2. Psikologi Sosial (Suatu Pengatar) (Edisi Revisi, tahun 2003)

3. Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Edisi Revisi, tahun 2004)

4. Bimbingan dan Konseling Perkawinan (Edisi Revisi, tahun 2004) Namun sebenarnya pemikiran-pemikiran Bimo Walgito yang berujud

ceramah-ceramah cukup banyak. Dan buku-buku tersebut di atas semuanya diceta

oleh Andi Offset.

Page 3: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

59

Sementara hasil penelitian terakhir adalah: “ Ketidakberdayaan Pemilik

Sawah dan Ketidakadilan Terhadap Mereka: Kasus Penanaman Tembakau di

Klaten “ yang Beliau selesaikan dengan rekan seprofesinya Dr. Faturochman.

C. Pemikiran Bimo Walgito Tentang Bimbingan dan Konseling Perkawinan

Pemikiran Bimo Walgito berkaitan dengan Bimbingan dan Konseling

Perkawinan memfokuskan pada hal-hal penting berikut: a) Faktor Fisiologis; b)

Faktor Psikologis; c) Faktor Agama; dan) Faktor Komunikasi. Faktor-faktor

tersebut merupakan masalah yang urgen dalam sebuah perkawinan, sehingga

menurut Bimo Walgito apabila faktor-faktor tersebut dapat dipahami dan

dilaksanakan oleh pasangan suami isteri maka bukan hal mustahil bagi setiap

pasangan suami isteri untuk mencapai sebuah keluarga yang harmonis dalam

prespektif agama maupun sosial masyarakat.

Berikut uraian faktor-faktor penting dalam perkawinan menurut Bimo

Walgito:

1. Faktor Fisiologis dalam Perkawinan

Yang paling dasar, paling kuat dan paling jelas di antara dari sekian

kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara

fisik, yaitu kebutuhannya akan makan, minum, tempat berteduh, seks, tidur

dan oksigen. Seseorang yang mengalami kekurangan makan, harga diri dan

cinta pertama-tama akan memburu makan terlebih dahulu. Ia akan

mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan

fisiologisnya itu terpuaskan (Goble, 1995:71). Dalam perkawinan memang

sangat dibutuhkan faktor fisiologis ini, bila faktor ini tidak terpenuhi maka,

Page 4: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

60

hal ini akan dapat merupakan sumber suatu permasalahan. Ada beberapa

faktor yang berakitan dengan segi fisiologis ini, yaitu pertama hal-hal yang

berkaitan dengan masalah kesehatan pada umumnya dan kemampuan

mengadakan hubungan seksual secara wajar. Bila faktor-faktor ini dapat

terpenuhi dengan baik, maka kebahagiaan keluarga akan terwujud.

a. Kesehatan Pada Umumnya

Dalam perkawinan kesehatan memang perlu diperhatikan. Hal

tesebut dikarenakan dalam perkawinan bila keadaan kesehatan pada

umumnya terganggu, maka akan dapat menimbulkan permasalahan dalam

keluarga. Dapat dibayangkan bila suami atau isteri dalam keadaan sakit-

sakitan, hal ini akan mengganggu ketentraman keluarga yang

bersangkutan, yang dapat berakibat cukup jauh (Walgito, 2004: 35).

Walaupun tidak secara eksplisit dijelaskan mengenai masalah

kesehatan, khususnya kesehatan fisiologis ini yang dinyatakan dalam UU

perkawinan, namun yang baik perlu diperhitungkan tentang soal kesehatan

ini. Untuk dapat mengetahui ini dengan tepat, maka apabila seseorang

akan melangsungkan perkawinan disarankan untuk dapat memeriksakan

kesehatannya pada dokter. Dengan pemeriksaan akan dapat diketahui

kelemahan-kelemahan-nya sehingga dengan demikian akan dapat dicari

cara-cara untuk mengatasinya. Hal tersebut tidak akan dapat dilihat kalau

sebelumnya tidak diketahui kondisi kesehatannya. Dengan mengetahui

kelemahan atau kekurangan-kekurangannya, maka langakah-langkah yang

tepat akan dapat diambil sedini mungkin (Walgito, 2004: 36).

Page 5: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

61

b. Kemampuan Mengadakan Hubungan Seksual

Perkawinan merupakan satu ikatan yang utuh antar suami dengan

isteri, satu sama lain memiliki hak dan kewajibannya masing-masing,

suami berkewajiban membahagiakan isteri dan begitu sebaliknya. Isteri

berhak atas kebahagiaan suami, begitu pula sebaliknya. Masing-masing

tak bisa bertepuk sebelah tangan (Nipan dan Kauma, 2001: 139).

Berhubungan dengan hal tersebut, maka ada baiknya perlu

diketahui sejauh mana seseorang mampu mengadakan hubungan seksual

secara wajar. Karena hal ini kiranya akan membawa keluarga menuju

bahagia.

Dari uraian tersebut di atas mengingat bahwa dalam perkawinan

masalah hubungan seksual antara suami isteri merupakan hal yang tak

dapat diabaikan, maka seyogyanya bagi pasangan yang ingin kawin,

disarankan untuk memeriksakan ke dokter untuk dapat diketahui

sejauhmana seseorang mampu mengadakan hubungan seksual, khususnya

bagi seorang pria. Sebab bagi seorang pria bila dalam keadaan impoten,

maka ia tidak dapat mengadakan hubungan seksual, dan ini akan

merupakan sumber masalah kehidupan perkawinan (Walgito, 2004: 40).

Maka tidaklah dapat dipungkiri lagi, bahwa faktor kesehatan baik

suami maupun isteri merupakan hal yang penting dalam perkawinan.

Pemeriksaan medis sebelum perkawinan yang meliputi kesehatan pada

umumnya, mengenai alat-alat reproduksi apakah alat itu normal atau tidak,

apakah alat reproduksi itu dapat berfungsi memberikan keturunan atau

Page 6: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

62

tidak merupakan hal yang disarankan. Disamping itu bagi seorang pria

dalam perkawinan perlu mengetahui apakah ia mampu mengadakan

hubungan seksual secara wajar atau tidak, dengan kata lain apakah ia

impoten atau tidak (Walgito, 2004: 40).

Dengan mengetahui hal-hal tersebut, maka disarankan bagi suami

isteri harus saling memahami, apabila hal-hal yang tidak di inginkan ada

pada suami maupun isteri. Dengan sikap saling memahami, maka akan

terbentuk kesadaran yang lebih tinggi, dan akhirnya terbentuk pula

keluarga yang harmonis sesuai dengan tujuan berkeluarga.

2. Faktor Psikologis dalam Perkawinan

Bagaimana pentingnya faktor psikologis dalam perkawinan kiranya

tidak ada orang yang membantahnya. Bayak hal yang tak diharapkan terjadi

dalam keluarga disebabkan faktor ini. kiranya itulah dalam membicarakan

tentang persyaratan yang diminta da;lam perkawinan, salah satu syarat adalah

faktor psikologis.

Salah satu ciri kedewasaan seseorang dilihat dari segi psikologis

adalah bila seseorang telah dapat mengendalikan emosinya, dan dengan

demikian dapat berpikir secara baik, dapat menempatkan persoalan sesuai

dengan keadaan yang seobyektif-obtektifnya (Walgito, 2004: 43).

a. Kematangan Emosi dan Pikiran

Kematangan emosi dan pikiran akan saling kait mengkait. Bila

seseorang telah matang emosinya, maka individu akan dapat berpikir

secara matang, berpikir secara baik, berpikir secara obyektif. Dalam

Page 7: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

63

kaitannya dengan perkawinan, jelas hal ini dituntut agar suami isteri dapat

melihat permasalahan yang ada dalam keluarga dengan secara baik

(Walgito, 2004: 43).

Emosi dilain pihak mempunyai arti yang agak berbeda. Di dalam

pengertian emosi sudah terkandung unsur perasaan yang mendalam

“intense”. Perkataan emosi sendiri berasal dari perkataan “emotus” atau

“emovere” yang berarti mencerca “to stir up” yaitu sesuatu yang

mendorong terhadap sesuatu (Gunarso, 1975: 129). Menurut Sarwono

(1974: 59) emosi adalah keadaan pada diri seseorang yang disertai warna

efektif, baik pada tingkat yang lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang

kuat (mendalam). Sedangkan emosi menurut Mulyatiningsih (2004: 11)

adalah perasaan yang terpengaruh karena adanya rangsangan yang

ditangkap oleh indra.

Dari beberapa defenisi tersebut di atas jalas bahwa kematangan

emosi diharapkan individu akan dapat berpikir dengan baik, melihat

persoalan secara obyektif. Dalam hal ini untuk bertindak dengan baik

maka pikiran harus digunakan secara baik pula sebagai titik tumpu dari

tindakannya itu. Kalau tindakan hanya berdasarkan atas emosi, maka

tindakan akan sulit untuk dipertanggungjawabkan, dan tindakan atas dasar

emosi secara psikologis individu itu belum matang benar (Walgito, 2004:

45).

Menurut Walgito (2004: 45) mengenai kematangan emosi ada

beberapa tanda yang dapat diberikan, yang diantaranya:

Page 8: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

64

a. Bahwa orang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan

dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya. Hal ini seperti

telah dijelaskan di muka bahwa orang yang telah matang emosinya

dapat berpikir secara baik, dapat berpikir secara obyektif.

b. Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat

impulsif. Ia akan merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat

mengatur pikirannya, untuk dapat memberikan tanggapan terhadap

stimulus yang mengenainya. Orang yang bersifat impulsive, yang

segera bertindak sebelum dipikirkan dengan baik, satu pertanda

emosinya belum matang.

c. Orang yang telah matang emosinya seperti telah dikemukakan di muka

akan dapat mengontrol emosinya dengan baik, dapat mengontrol

ekspresi emosinya. Walaupun seseorang dalam keadaan marah, tetapi

kemarahan itu tidak ditampakkan keluar, dapat mengatur kapan

kemarahan itu dapat dimanifistasikan.

d. Karena orang yang telah matang emosinay dapat berpikir secara

obyektif, maka orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar,

penuh pengertian, dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi

yang baik.

e. Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggungjawab

yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan

akanmenghadapi masalah dengan penuh pengertian.

Page 9: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

65

Dengan uraian tesebut di atas maka seseorang akan dapat menilai

sejauhmana kematangan emosi yang ada pada dirinya, karena dalam

perkawinan akan selalu terjadi interaksi antara suami dan isteri, maka agar

interaksi berlangsung dengan baik, dituntut adanya kematangan emosi

tersebut. Kematangan emosi akan mengkait kematangan berpikir, dan

dengan demikian individu akan dapat melihat kenyataan secara lebih baik,

secara lebih obyektif.

b. Sikap Saling dapat Menerima dan Memberikan Cinta Kasih antara

Suami Isteri

Dengan kematangan emosi, dan kematangan cara berpikir maka

diharapkan seseorang akan mempunyai sikap saling dapat menerima dan

memberikan cinta kasihnya antara suami isteri.1 Seperti yang

dikemukakan Suardiman (1991: 45) dasar untuk menuju kehidupan

perkawinan yang bahagia tidak hanya atas dasar saling cinta, tetapi sudah

ketingkat saling kasih mengkasihi, sayang menyayangi. Dari saling kasih

sayang itu akan meningkatkan ikatan lahir dan batin, dan selanjutnya akan

tumbuh dan berkembang beberapa sikap, yaitu: (1) rasa saling

bertanggung jawab terhadap akibat dari hidup bersama dalam mengarungi

kehidupan perkawinan. Misalnya butuh tempat tinggal, butuh biaya hidup

sekeluarga, butuh biaya pendidikan anak, butuh dana cadangan, semua itu

ditanggung bersama. Dalam arti bagaimana cara mengelola keuangannya.

1 Dalam undang-undang perkawinan pasal 33 dijelaskan hak dan kewajiban antara suami

isteri, yaitu suami isteri harus saling cinta mencintai, hormat menghormati dan setia. Dan memberikan bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain. dengan adanya sikap yang demikian ini akan terwujud ketentraman batin antara suami maupun isteri. Dengan demikian akan terwujud keharmonisan dalam kehidupan keluarga.

Page 10: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

66

(2) saling bersedia untuk saling berkorban. Contoh kongkrit kepentingan

pribadi dikorbankan untuk kepentingan kentingan keluarga. (3) saling

memelihara kejujuran (4) saling percaya (5) saling pengertian (6) saling

terbuka. Dengan demikian itu akhirnya akan terlihat bahwa pasangan

suami isteri itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, serta akan

terjalin interaksi atau komunikasi yang lancar.

Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa tidak tertutup

kemungkinan pasangan yang telah lama mengarungi kehidupan keluarga

menjadi berantakan karena masalah ini. istri kurang mengerti bahwa

seorang suami masih membutuhkan curahan cinta kasih ataupun

sebaliknya, sehingga adanya kemungkinan suami ataupun isteri justru

mencari tumpahan rasa cinta kasih itu kepada pihak lain. karena itu

walaupun telah cukup lama membina kehidupan keluarga, telah dalam usia

tua, mungkin juga telah mempunyai cucu namun kebutuhan akan rasa

cinta, kebutuhan akan mendapatkan perhatian dari suami atau isteri tetap

akan bertahan,dan tetap hal tersebut akan mendapatkan pemenuhan, hanya

mungkin manefestasinya tidak sama pada waktu masih pacaran (Walgito,

2004: 50).

c. Sikap Saling Pengertian antara Suami Isteri

Antara suami isteri dituntut adanya sikap saling pengertian satu

dengan yang lain; suami harus mengerti akan keadaan isteri demikian

sebaliknya. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa antara suami isteri harus

saling dapat menerima dan memberikan cinta kasih, karena cinta kasih

Page 11: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

67

akan membawa kekuatan psikologis yang sangat besar. Cinta merupakan

kekuatan terbesar yang tersedia dalam mempengaruhi dan merubah

kepribadian (May, 2003: 79).

Masing-masing anggota dalam keluarga mempunyai hak dan

kewajiban sendiri-sendiri, mempunyai status dan peranan sendiri-sendiri.

Oleh karena itulah, diperlukan sikap saling pengertian satu dengan yang

lain. dengan adanya saling pengertian ini masing-masing pihak akan

mengerti kebutuhan-kebutuhannya, saling mengerti kedudukan dan

peranannya masing-masing, sehingga dengan demikian diharapkan

keadaan keluarga dapat berlangsung dengan tentram dan aman (Walgito,

2004: 49).2

Maka dalam budaya nusantara termasuk budaya Jawa sebagaimana

yang diungkapkan oleh Suardiman (1998:42) ada beberapa ajaran yang

berlaku sebagai kriteria dalam melakukan jodoh agar terbentuk sikap

saling pengertian antara suami istri. Adapun ajaran itu mengatakan bahwa

memilih calon jodoh itu harus melihat bibit, bebet, bobot. Maksud ajaran

itu berharap kepada seseorang sebelum menetapkan siapa yang akan

menjadi pilihannya dilihat dari segi bibit, maksudnya adalah untuk

meneliti siapa orang tuanya yang menurunkan. Berarti harus diketahui

2 Dalam hal ini akan jelas tugas masing-masing misalnya dalam keluarga sebagai suami, (1) harus mempunyai pedoman hidup yang jelas dan mantap untuk membawa bahteranya ke suatu tujuan yang berarti, (2) berperan sebagai partner sek yang setia bagi istrinya dengan disertai mencintai istri secara penuh, (3) harus pandai-pandai melaksanakan tugasnya sebagai pencari nafkah untuk keluarga yang akan dikelola istrinya, (4) harus pandai-pandai sebagai tokoh ayah bagi anak-anaknya yang sangat diperlukan bagi pendidikan anak-anak, (5) harus selalu berperan dalam membantu istrinya dalam mengurus rumah tangga, juga dalam pekerjaan-pekerjaan yang nampak bukan pekerjaan pria. Begitu pula sebaliknya istripun juga membantu suaminya dalam berkeluarga, kalau hal ini bisa berjalan maka akan terbentuk keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah.

Page 12: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

68

dengan jelas siapa orang tuanya. Apakah dari orang tua yang baik-baik

atau sebaliknya. Dari segi bobot, maksudnya adalah calon yang akan

dipilih harus dilihat dari segi kualitasnya. Berarti harus dilihat dari

kesehatan fisik dan psikis, postur tubuhnya, serta dari kecantikan dan

ketampanannya. Semua itu akan menentukan kualitas anak keturunannya

kelak. Dari segi bebet maksudnya adalah untuk dilihat bagaimana potensi

di masa depannya apakah yang bersangkutan mempunyai pengetahuan dan

ketrampilan yang memadai atau tidak. Hal ini berkaitan dengan ekonomi

atau penghasilan dalam hidup berkeluarga kelak. Selain itu apakah yang

bersangkutan memiliki sifat kepribadian yang positif atau tidak. Misalnya,

apakah memiliki sifat berbudi luhur atau tidak, atau bagaimana

keimananya, toleransinya, sifat kepemimpinannya.

Dengan adanya kriteria tersebut, yang dimiliki oleh suami istri,

maka sikap akan pengertian akan terwujud dalam rumah tangga. Dengan

pengertian yang ada pada masing-masing pihak, maka akan lebih tepatlah

tindakan yang akan diambilnya, sehingga baik suami maupun istri akan

lebih bijaksana dalam mengambil langkah-langkahnya untuk mewujudkan

keluarga yang harmonis

3. Faktor agama dalam Perkawinan

Sebelum membahas faktor agama dalam perkawinan, terlebih dahulu

perlu diketahui uraian tentang apa agama itu,

Page 13: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

69

a. Pengertian agama

Sewaktu manusia lahir sudah membawa perasaan keagamaan atau

disebut fitroh manusia. Sebagaimana apa yang diungkapkan oleh Dahlan

(1969: 101) ada lima fitrah manusia yang dibawa lahir ke dunia:

1. Perasaan agama (religius gevoel)

2. Perasaan akhlak (ethische gevoel)

3. Perasaan intelek (inteletuele gevoel)

4. Perasaan keindahan (aesthetische gevoel)

5. Perasaan diri, keakuan (zelf gevoel)

Perasaan itu selalu tumbuh dan berkembang pada diri seseorang

sesuai dengan keadaan lingkungan rumah tangga pendidikan dan tuntunan-

tuntunan yang mempengaruhinya. Dan perasaan itupun harus dipupuk,

dipelihara, disempurnakan, dan dipimpin barulah manusia mencapai

kesempurnaan.

Dalam hal ini Dahlan (1969: 101) mengutip pendapat dari

beberapa tokoh mengenai pengertian tentang agama

1) Agama menurut Taylor adalah suatu kepercayaan adanya hakikat alam

rohani

2) Agama menurut Dr.J.H Van der Hoop adalah hukum yang

mengendalikan kebebasan hidup dan penghidupan manusia

3) Agama menurut Schleirmacher adalah perasaan kita berhajat dan

menyerah kepada yang mutlak.

Page 14: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

70

4) Agama menurut Kant adalah perasaan kewajiban manusia yang

berdasar dan bersumber pada Tuhan

b. Pentingnya agama dalam perkawinan

Dasar dari perkawinan adalah ketuhanan yang Maha Esa. Manusia

sebagai makhluk Tuhan mempunyai dorong untuk berhubungan dengan

kekuatan yang ada di luarnya, hubungan dengan Tuhannya. Dengan

adanya kepercayaan kepada Tuhan YME yang tercermin dalam agama

yang dianutnya, akan memberikan tuntunan ataupun bimbingan kepada

orang yang memeluknya. Agama akan menuntun kepada hal-hal yang

baik, kepada hal-hal yang tidak tercela. (Walgito, 2004: 53). Sehingga

dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa makin kuat seseorang

menganut agamanya, maka orang tersebut akan mempunyai sikap yang

mengarah ke hal-hal yang baik, sehingga muncul perasaan positif seperti

rasa bahagia, rasa senang, sukses, merasa dicintai atau rasa aman.

(Jalaluddin, 2000: 142)

Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Daradjat (1993: 56-61)

bahwa agama ini dapat berfungsi:

1) Memberikan bimbingan dalam hidup

2) Menolong dalam menghadapi kesukaran

3) Menentramkan batin

4) Mendidik moral guna menyelamatkan generasi yang akan datang

5) Mendidik moral dalam rumah tangga

Page 15: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

71

Dengan demikian, kalau hal ini dikaitkan dengan perkawinan,

maka agama akan memberikan bimbingan bagaimana bertindak secara

baik, guna untuk mewujudkan ketentraman batin dalam rumah tangga dan

akhirnya akan terbentuk keluarga yang sakinah

c. Pasangan yang berbeda agama

Perkawinan antara pasangan yang mempunyai agama yang berbeda

akan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk timbulnya masalah

bila dibandingkan dengan perkawinan yang seagama, yang dapat

meningkat sampai perceraian. Secara langsung mungkin tidak dapat

dikatakan bahwa hal tersebut semata-mata hanya karena perbedaan agama,

tetapi dengan perbedaan agama, antara suami istri, hal tersebut akan

membawa perbedaan dalam pendapat, sikap, kerangka acuan dan ini dapat

berkembang lebih jauh, yang akhirnya dapat terjadi perceraian. (Walgito,

2004: 54)

Berhubungan dengan uraian di atas, bila dalam mencari pasangan

mendapatkan pasangan yang berbeda agama, maka perlu dipertimbangkan

secara masak. Sesuai dengan yang diungkapkan Walgito (2004: 53) hal

tersebut dapat berakibat antara lain:

1) Adanya tekanan dari pihak keluarga, lembaga agama, karena adanya

penyimpangan dari keadaan yang biasa

2) Dapat terjadi tidak bersatunya interpretasi mengenai sesuatu, karena

memang kerangka acuannya berbeda, sehingga hal ini kadang-kadang

membawa kesulitan

Page 16: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

72

3) Setelah pasngan itu mempunyai anak, keadaan ini akan lebih terasa,

karena agama mana yang akan dididikkan kepada anak menjadi

persoalan. Dalam menentukan ini mungkin sekali terjadi pertentangan

antara suami-istri. Bila masing-masing pihak tetap bersitegang

memegang pendapatnya sendiri-sendiri akan makin merumitkan

keadaan. Keadaan itu akan bercampur tangan dalam menentukan

agama mana yang akan diberikan kepada anaknya.

Perbedaan agama antara suami istri akan memberikan lingkungan

yang kurang menguntungkan bagi perkembangan anak, karena banyak hal

yang menjadi tanda tanya bagi anak, anak akan menjadi bingung. Karena

itu jalan yang baik dalam perkawinan beda agama ini, ialah apabila salah

satu pihak mengalah dan menyetujui agama pihak lain. Namun, langkah

ini bukanlah suatu langkah yang mudah.

4. Faktor komunikasi dalam Perkawinan

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa

(Muachor, 1989: 4). Pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai

pribadi sendiri, pribadinya telah terbentuk. Karena itu, untuk dapat

menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya saling penyesuaian, saling

pengorbanan, saling pengertian dan hal tersebut harus disadari benar-benar

oleh kedua belah pihak yaitu oleh suami istri. (Walgito, 2004: 57)

Page 17: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

73

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka peranan komunikasi dalam

keluarga adalah sangat penting. Antara suami istri harus saling berkomunikasi

dengan baik untuk dapat mempertemukan satu dengan yang lain, sehingga

dengan demikian kesalahpahaman dapat dihindari. (Walgito, 2004: 204)

a. Pengertian dan sifat komunikasi dalam keluarga

Cukup banyak pengertian komunikasi yang dikemukakan oleh para

ahli, yaitu: komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan

lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berwujud informasi-

informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan ataupun yang lain-lain dari

penyampai atau komunikator kepada penerima atau komunikan. (Walgito,

1994: 2) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang

insan menyampaikan perangsang untuk mengubah perilaku insan-insan

lainnya. Sedangkan menurut Kuantaraf, komuniasi adalah proses

membagikan informasi baik secara tertulis maupun lisan kepada orang

lain. (Kuantaraf, 1999: 9)

Dari ketiga definisi tersebut di atas, ada lima macam unsur

komunikasi yang perlu diperhatikan, ialah: (1) Komunikator yang

menyampaikan bahan-bahan yang dikomunikasikan, (2) Messages (pesan

atau perangsang) yang diperoleh oleh komunikator, (3) komunikan yang

menerima atau yang akan menanggapi pesan-pesan yang akan

disampaikan kepadanya, (4) Respon ialah atau jawaban atau tanggapan

komunikan terhadap komunikor, dan (5) Media yang dipergunakan (Basri,

2002: 76)

Page 18: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

74

Seperti telah dipaparkan di muka bahwa masing-masing pasangan

itu telah mempunyai kepribadian masing-masing, sehingga untuk

mencapai keharmonisan dalam keluarga perlu adanya saling pendekatan,

saling pengertian satu dengan yang lain.

Komunikasi antara suami istri pada dasarnya harus terbuka. Hal

tersebut karena suami istri telah merupakan satu kesatuan. Komunikasi

yang terbuka diharapkan dapat menghindari kesalahpahaman. Dengan

komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga, maka akan terbina

saling pengertian, mana-mana yang tidak baik perlu dihindarkan. Dengan

demikian akan terbentuklah sikap saling terbuka, saling mengisi, saling

mengerti dan akan terhindar dari kesalahpahaman. (Walgito, 2004: 58)

Dalam menyelenggarakan komunikasi hendaknya setiap kendala

harus diperhatikan agar dapat mencapai hasil sebagaimana yang

diharapkan. Bermacam permasalahan dalam keluarga, misalnya

pernmasalahan antara suami istri, menantu dengan mertua, anak-anak

dengan orang tuanya, bahkan antara tetangga akan dapat diselesaikan

dengan baik jika diciptakan suatu komunikasi yang komunikatif. Oleh

karena itu, benar juga pendapat yang menyatakan bahwa komunikasi itu

adalah seni dan dapat dipelajari dan dikembangkan dalam kehidupan kita.

(Bisri, 2002: 83)

Maka dalam keluarga adanya kemungkinan terdapat beberapa pola

komunikasi diantaranya dengan pola kesamaan (equality) yang berarti

antara suami dan istri mempunyai kedudukan yang seimbang, ini

Page 19: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

75

merupakan komunikasi yang diharapkan dalam keluarga. Tetapi ada

kemungkinan terdapat pola komunikasi lain misalnya pola komunikasi

yang disebut balanced, yaitu suatu pola komunikasi yang masih adanya

balance atau keseimbangan antara suami istri, tetapi masing-masing pihak

mempunyai otoritas dalam bidang tertentu. Sehingga seakan-akan masing-

masing pihak kelihatan sebagai ekspert dalam bidang-bidang tertentu.

(Walgito, 2004: 59)

Di samping itu juga adanya kemungkinan terdapat pola komunikasi

yang disebut sebagai pola unbalanced split, yaitu suatu pola komunikasi

interpersonal salah satu pihak suami istri mendominan labih dari setengah

area komunikasi. Dalam hal tersebut, disatu pihak adanya kecenderungan

mengontrol terhadap pihak lain dalam hal komunikasi. Disamping pola-

pola tersebut di atas masih ada kemungkinan terdapat pola komunikasi

interpersonal yang disebut sebagai pola monopoli. Dalam hal ini pola-pola

tersebut digambarkan oleh devita sebagaimana dikutip oleh Walgito

(2004: 59-60) sebagai berikut:

Equality (A)

Balanced Split (B)

Page 20: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

76

Unbalanced Split (C) Monopoly (D)

b. Sikap dalam hubungannya dengan komunikasi

Ada beberapa pengertian tentang sikap, dalam hal ini sikap adalah

merupakan organisasi keyakinan-keyakinan seseorang mengenai sesuatu

obyek yang disertai adanya perasaan-perasaan tertentu yang sedikit banyak

bersifat ajeg dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk bertindak

dalam cara yang tertentu (Walgito, 1994: 109). Sikap menurut Sarwono

(1982: 103) adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara

tertentu terhadap hal-hal tertentu.

Dari pengertian tersebut di atas bahwa sikap yang ada pada diri

seseorang akan memberi warna bagaimana seseorang itu bertindak.

Tindakan seseorang akan dilatarbelakangi oleh sikap yang ada padanya.

(Walgito, 1994: 105). Ada yang diperbuat oleh suami atau istri adalah

menggambarkan sedikit banyak mengenai sikap.

Page 21: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

77

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sikap seseorang, baik

seorang suami terhadap istrinya ataupun sikap seorang istri terhadap

suaminya, adanya hal-hal yang melatarbelakangi mengapa seseorang

mengambil sikap yang tertentu itu. Disini akan melibatkan fungsi dari

sikap. Menurut Katz, sebagaimana dikutip oleh Walgito (2000: 61) ada 4

fungsi mengenai sikap, yaitu:

1) Sikap sebagai instrumen atau alat untuk mencapai tujuan

Seseorang mengambil sikap tertentu terhadap sesuatu obyek karena

atas dasar pemikiran sampai sejauhmana obyek dapat digunakan untuk

mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Kalau obyek itu berguna untuk

mencapai tujuannya, maka sikapnya akan baik, akan positif, begitu

sebaliknya. Misalnya kalau mesin cuci dianggap oleh istri membantu

dalam meringankan bebannya, maka istri setuju bila suami bermaksud

akan membeli mesin cuci. Kalau pembantu yang rupawan itu

dipandang akan mengganggu kehidupan rumah tangganya, maka istri

akan menolak hadirnya pembantu tersebut. Fungsi ini juga sering

disebut fungsi penyesuaian, karena dengan mengambil sikap tertentu,

digunakan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan agar dapat

diterima oleh lingkungannya.

2) Sikap sebagai pertahanan Ego

Kadang-kadang orang mengambil sikap tertentu karena hanya untuk

mempertahankan Egonya atau Akunya. Karena merasa harga dirinya

terdesak atau terancam, maka seseorang mengambil sikap tertentu

Page 22: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

78

terhadap sesuatu obyek. Misalnya seorang suami mengambil sikap

begitu rupa terhadap istri walaupun sikapnya itu tidak benar. Hal

tersebut mungkin karena dengan sikap itu keadaan “Akunya” dapat

dipertahankan. Sikap yang diambil karena demi mempertahankan

kekuasaan, biasanya sikap itu untuk mempertahankan Akunya.

3) Sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai

Yang dimaksud dengan ini ialah bahwa sikap menunjukkan bagaimana

nilai-nilai yang ada pada seseorang itu. Misalnya berbagai macam

sikap tentang soal free sex, ada yang setuju dan ada yang tidak.

Bagaimana nilai yang ada pada seseorang itu dinyatakan dalam

sikapnya. Seorang suami menganggap “nyeleneh” merupakan hal

biasa, ini menunjukkan nilai terkandung di dalam dirinya.

4) Sikap berfungsi sebagai pengetahuan

Ini berarti bagaimana sikap terhadap sesuatu, juga mencerminkan

keadaan pengetahuan dari orang yang bersangkutan. Seseorang ingin

mengerti, ingin membentuk pengalaman-pengalamannya dengan

benar, jika elemen-elemen yang diperolehnya tidak konsisten dengan

apa yang telah diketahuinya, maka hal tersebut akan disusun kembali

atau diubah sehingga menjadi konsisten.

Dari sikap tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa kalau

seorang suami atau istri mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu maka

untuk dapat mengetahui lebih jauh, kiranya perlu diketahui apa yang

melatarbelakanginya. Mungkin sikap yang diambil itu untuk

Page 23: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

79

mempertahankan “akunya”, ataupun mungkin sebagai alat untuk

penyesuaian diri. Karena dengan mengetahui latar belakang itu orang akan

dapat dengan lebih tepat untuk mengadakan langkah lebih lanjut. Kalau

dipandang bahwa sikap itu perlu diubah misalnya, maka diusahakan

langkah-langkah untuk mengubah sikap itu.

c. Komunikasi dalam kaitannya dengan pengubahan dan pembentukan sikap

Sikap seorang suami atau istri terhadap sesuatu telah melekat pada

individu yang bersangkutan. Walaupun sikap itu mempunyai tendensi

yang bersifat ajeg, tetapi sikap seseorang masih adanya kemungkinan

mengalami perubahan-perubahan. Maka cara untuk melihat komponen

yang membentuk sikap, para ahli mempunyai pendapat yang berbeda

tentang komponen-komponen yang membentuk sikap, namun pada

umumnya para ahli sependapat bahwa dalam sikap akan terkandung

komponen-komponen sebagaimana yang diungkapkan oleh Walgito

(2004: 63) berikut:

1) Komponen kognitif

Yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pendapat,

pandangan, kepercayaan seseorang kepada obyek sikap tertentu.

Dalam komponen ini menyangkut bagaimana individu mempersepsi

obyek sikap itu. Bagaimana pendapat istri tentang keluarga berencana,

tentang pemakaian obat tertentu, merupakan komponen yang

menyangkut komponen kognitif tersebut.

Page 24: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

80

2) Komponen afektif

Atau komponen yang berkaitan dengan perasaan, yaitu bagaimana

perasaan yang timbul pada seseorang terhadap obyek tertentu.

Perasaan dapat berwujud perasaan senang atau sebaliknya. Komponen

ini akan berkaitan dengan arah dari sikap. Kalau obyek sikap dapat

menimbulkan perasaan senang, maka sikap individu pada obyek

tersebut akan bersifat positif, demikian sebaliknya

3) Komponen konatif

Komponen tingkah laku atau action component sering pula disebut

komponen psikomotor. Komponen ini berkaitan dengan sampai

sejauhmana sikap itu akan mendorong seseorang dalam perbuatan atau

tindakannya, komponen ini berhubungan dengan kecenderungan untuk

bertindak. Sikap memang bukan merupakan perbuatannya itu sendiri,

tetapi perbuatan seseorang pada umumnya akan diwarnai oleh sikap

yang ada padanya.

Dalam rangka pengubahan dan pembentukan sikap dapat melalui

komponen-komponen tersebut. Ini berarti bahwa untuk mengubah dan

membentuk sikap yang baru dapat melalui komponen kognitif, komponen

afektif atau komponen konatif.

Selain dalam pengubahan dan pembentukan sikap dengan melalui

komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif, ada

beberapa jalan yang dapat ditempauh dalam membentuk sikap sesuai

dengan yang diungkapkan oleh Walgito (2004: 65) adalah sebagai berikut:

Page 25: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

81

1) Sugesti

Kalau hendak mengubah sikap dengan cara sugesti ialah memberikan

gambaran apa yang dikehendaki itu secara berulang kali. Dengan

demikian, karena hal tersebut dikemukakan berulang kali, maka secara

tidak terasa apa yang dikemukakan itu akan diambil oper oleh pihak

lain, misalnya oleh istri atau suami.

2) Persuasi

Persuasi adalah cara untuk membujuk untuk mengerjakan sesuatu

seperti apa yang dikehendaki. Dengan bujukan dan rayuan supaya

suami, istri atau anak dapat menerima apa yang dikemukakan itu dan

juga menjalankan apa yang dikehendaki itu. Dengan persuasi tidak ada

kekerasan, tidak ada paksaan tetapi memberikan pengertian bahwa

sesuatu itu adalah baik, dan perlu dikerjakan atau perlu dilaksanakan.

Dengan persuasi karena tidak unsur paksaan, maka bila seseorang

belum mau mengikuti seperti apa yang dikemukakan perlu diyakinkan

kembali tentang sifat-sifat kebaikan dari apa yang dikemukakan itu,

sehingga akhirnya akhirnya mengerti benar akan hal tersebut, dan akan

mengikuti apa yang akan diajukannya itu. Demikian pula dengan hal-

hal yang tidak baik, supaya tidak dikerjakan.

3) Konformitas

Cara ini adalah usaha untuk menjadikan konform dengan pihak lain.

Dalam rangka ini diberikan gambaran bahwa dari pihak lain adanya

hal-hal yang kiranya dijadikan acuan, sehingga ada baiknya kalau

Page 26: BAB III BIMO WALGITO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG BIMBINGAN ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Semangat belajar yang tinggi dan didukung pula oleh

82

seseorang menjadi konform dengan pihak lain tersebut. Dalam hal ini

menggunakan keluarga lain sebagai acuan, karena keluarga lain itu

dianggap dalam keadaan baik.

4) Diskusi

Dengan diskusi maka akan dapat tukar pikiran antara suami dan istri

ataupun anggota keluarga yang lain, sehingga dengan demikian, akan

terbentuklah suatu sikap seperti apa yang dikehendaki. Masing-masing

mengemukakan pendapatnya beserta argumentasi-argumentasinya,

sehingga dengan demikian apa yang diambil itu disertai dengan penuh

pengertian dan penuh keyakinan, sehingga keputusan yang diambil

akan dapat menjadi pegangan yang tangguh dalam kehidupan

keluarga. Dengan diskusi apa yang diterimanya dapat diyakininya,

sehingga dengan demikian bila ada pendapat atau pikiran lain akan

mendapatkan pertimbangan mendalam. Kiranya dengan jalan diskusi

itulah akan didapatkan suatu hasil yang cukup baik, bila dibandingkan

dengan cara-cara yang lain, lebih-lebih kalau masing-masing pihak

telah dapat menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menganalisis

hal-hal yang dihadapkan kepadanya.

5) Induktrinasi

Cara ini adalah pembentukan atau pengubahan sikap dengan cara

memberikan sikap yang dikehendaki itu tanpa adanya kesempatan

untuk mendiskusikan hal tersebut. Suami atau istri anak dan orang lain

tinggal menerima begitu saja.