31
34 BAB III ANALISIS PENENTUAN BIAYA KUALITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENJUALAN PERUSAHAAN PADA PD. SURABRAJA CIREBON 3.1 Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan Pada tahun 1950 berawal dari pengalaman sebagai buruh, H. Badawi dan Hj. Rufiah memulai usaha mandiri dengan usaha pembuatan sirup. Berkat kegigihan dan keuletannya, mereka berhasil mengembangkan produk usahanya menjadi kecap, saus/sambal. Dirasa perjalanan usaha sudah semakin lancar maka pada tahun 1990 mereka mendirikan badan usaha yang merupakan keharusan bagi setiap perusahaan. Pada tahun 1990 dengan No TDP : 102211500125 dan No SIUP : 0067/10- 23/PM/VII/1990. Mereka mendirikan badan usaha dengan nama PD. Surabraja yang bergerak dibidang usaha perdagangan dan produksi yang mengolah serta memproduksi kecap dan saus/sambal. 3.1.2 Struktur Organisasi Struktur organisasi perusahaan adalah suatu bagan yang menunjukkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari individu-individu yang berada dalam struktur tersebut dalam kapasitasnya sebagai anggota dalam suatu perusahaan.

Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

34

BAB III

ANALISIS PENENTUAN BIAYA KUALITAS DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PENJUALAN PERUSAHAAN PADA PD. SURABRAJA

CIREBON

3.1 Gambaran Umum Perusahaan

3.1.1 Sejarah Perusahaan

Pada tahun 1950 berawal dari pengalaman sebagai buruh, H. Badawi dan Hj.

Rufiah memulai usaha mandiri dengan usaha pembuatan sirup. Berkat kegigihan dan

keuletannya, mereka berhasil mengembangkan produk usahanya menjadi kecap,

saus/sambal.

Dirasa perjalanan usaha sudah semakin lancar maka pada tahun 1990 mereka

mendirikan badan usaha yang merupakan keharusan bagi setiap perusahaan. Pada

tahun 1990 dengan No TDP : 102211500125 dan No SIUP : 0067/10-

23/PM/VII/1990. Mereka mendirikan badan usaha dengan nama PD. Surabraja yang

bergerak dibidang usaha perdagangan dan produksi yang mengolah serta

memproduksi kecap dan saus/sambal.

3.1.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi perusahaan adalah suatu bagan yang menunjukkan tugas,

wewenang, dan tanggung jawab dari individu-individu yang berada dalam struktur

tersebut dalam kapasitasnya sebagai anggota dalam suatu perusahaan.

Page 2: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

35

Sebagai perusahaan yang terus berkembang PD. Surabraja terus

meyempurnakan struktur keorganisasiannya untuk disesuaikan dengan

kebutuhannnya. Adapun struktur organisasi yang ada diperusahaan sebagaimana

terlampir pada Lampiran 1.

3.1.3 Tugas Dan Wewenang

1. Direktur Utama

Adalah pejabat yang telah diberikan mandat dan tanggung jawab dari

komanditer perusahaan untuk memimpin dan mengelola perusahaan mencapai

sasaran dan tujuannya. Adapun tugasnya adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pemasaran, produksi,

dan keuangan secara formal dan tertulis.

2. Menata dan mengkoordinasikan bidang produksi, pemasaran, dan keuangan untuk

mencapai tujuan perusahaan.

Sedangkan wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengundang pejabat atau petugas yang dipandang perlu untuk membicarakan

perencanaan dan kebijaksanaan perusahaan yang akan dibuat atau diubah

2. Meminta perencanaan, laporan, dan pertanggungjawaban terhadap pejabat atau

petugas yang ada dibawahnya.

3. Menandatangani surat penting perusahaan.

4. Mengadakan pengawasan langsung terhadap seluruh operasional secara periodik

ataupun secara temporer

Page 3: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

36

5. Membuat keputusan-keputusan berkaitan dengan kepegawaian.

6. Mengubah atau menetapkan struktur kepegawaian untuk menciptakan efektivitas

kerja.

2. Direktur Produksi

Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam bidang

produksi dan pencapaian hasil produksi secara efektif dan efisien. Adapun tugasnya

adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijaksanaan perusahaan yang berkaitan dengan masalah produksi.

2. Membuat dan menetapkan anggaran kebutuhan bahan baku.

3. Bertanggungjawab dan mengendalikan proses produksi, termasuk di dalamnya

efektifitas produksi.

4. Mempertanggungjawabkan aktivitas produksi kepada direktur utama secara

berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh

informasi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan penetapan

kebijaksanaan perusahaan bidang produksi.

2. Mengundang pejabat atau petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama

membuat perencanaan produksi.

3. Menerima pertanggungjawaban operasional produksi dari pejabat atau petugas

yang ada dibawahnya.

Page 4: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

37

3. Direktur Keuangan

Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam bidang

keuangan, kemudian mengendalikannya dalam anggaran pendapatan dan belanja.

Adapun tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) perusahaan secara periodik

dan mengajukannya kepada Direktur Utama.

b. Mengendalikan APB, selanjutnya mampu mengambil tindakan preventif jika

terdapat gejala makro yang merugikan perusahaan.

c. Mengadakan pertimbangan obyektif terhadap pengajuan anggaran produksi dan

pemasaran.

d. Mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan menciptakan langkah-langkah

ekonomis alternatif yang menguntungkan perusahaan.

e. Mempertangungjawabkan kondisi keuangan perusahaan kepada direktur Utama.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh

informasi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan penetapan

kebijaksanaan perusahaan disektor keuangan.

2. Mengundang pejabat atau petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama

membuat anggaran.

3. Menerima pengajuan APB produksi dan pemasaran, kemudian

mempertimbangkannya dengan kondisi keuangan yang ada diperusahaan.

Page 5: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

38

4. Direktur Pemasaran

Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam bidang

pemasaran untuk mengadakan analisis pasar, implementasi pasar dan mengendalikan

stabilitas pasar untuk mencapai sasaran perusahaan. Adapun tugas Direktur

Pemasaran adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan strategi pemasaran sebagai perwujudan kebijaksanaan perusahaan.

2. Bersama Direktur keuangan menetapkan target pencapaaian volume penjualan.

4. Menganalisis perilaku pasar, selanjutnya melakukan tindakan preventif terhadap

segala kemungkinan yang merugikan perusahaan.

5. Bertanggungjawab dalam usaha pengendalian pemasaran yang sehat dan dinamis.

6. Mempertanggungjawabkan aktivitas pemasaran kepada direktur utama secara

berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh

informasi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan penetapan

kebijaksanaan perusahaan disektor pemasaran.

2 Mengundang pejabat atau petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama

membuat perencanaan dan strategi pemasaran.

3. Menerima pertanggungjawaban pelaksanaan pemasaran dari pejabat atau petugas

yang ada dibawahnya.

Page 6: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

39

5. Manajer Produksi

Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam

operasional/pelaksanaan produksi mulai dari penyediaan bahan baku, proses

produksi, dan pencapaian hasil produksi secara kuantitas dan kualitas guna memenuhi

permintaan pasar. Adapun tugas dari manajer produksi adalah sebagai berikut:

1. Menginterprestasikan kebijaksanaan direktur produksi dalam membuat

perencanan produksi yang efektif dan efisien.

2. Mengkoordinir petugas yang ada di bawahmya untk secara bersama-sama

bertanggungjawab alam mencapai hasil produksi yang berkualitas dan tepat

waktu.

3. Membuat anggaran penyediaan bahan baku.

4. Mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan proses produksi.

5. Mengefesienkan hasil produksi terhada bahan baku dan mengefektifkannya

terhadap mesin/alat-alat produksi.

6. Mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada direktur produksi secara berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh

informasi yang diperlukan dalam perencanaan produksi.

2. Mengubah strategi produksi, bila dianggap penting, guna mencapai hasil yang

maksimal.

3. Membuat standar kualitas produksi.

Page 7: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

40

1. Mengajukan anggaran permintaan mesin/alat produksi kepada direktur utama

sebagai upaya peningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksi.

2. Mengusulkan perbaikan ketenagakerjaan unit produksi, jika terlihat adanya

kekurangan dalam produktivitas kerja.

6. Manajer Keuangan

Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab terhadap arus

keuangan perusahaan, kemudian menyajikannya dalam informasi keuangan yang

akan menjadi bahan pertimbangan direktur keuangan dalam membuat kebijaksanaan

keuangan perusahaan. Adapun tugas dari manajer keuangan adalah sebagai berikut:

1. Menyusun dan mengajukan APB perusahaan kepada direktur keuangan.

2. Menyusun laporan keuangan sebagai bahan analisis dan pengendalian arus

keuangan perusahaan.

3. Mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan, selanjutnya melakukan efisiensi

keuangan .

4. Melakukan koordinasi dengan manajer produksi dan manajer pemasaran dalam

membuat target pencapaian laba perusahaan.

5. Melaporkan kondisi keuangan perusahaan dan mempertanggungjawabkan kepada

direktur keuangan secara periodik dan berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh

informasi yang diperlukan dalam perencanaan pengendalian keuangan.

Page 8: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

41

2. Mengusulkan langkah-langkah baru, apabila kondisi keuangan perusahaan dinilai

kurang sehat.

3. Membuat dan menetapkan format laporan arus keuangan perusahaan.

4. Menerima laporan keuangan dari petugas yang ada dibawahnya.

7. Manajer Pemasaran

Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab terhadap pengendalian

operasional pemasaran untuk pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan. Adapun

tugas dari manajer perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Menginterprestasikan kebijaksanaan direktur pemasaran dalam membuat

perencanaan dan strategi pemasaran sesuai dengan keinginan perusahaan.

2. Mengkoordinir petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama mencapai

sasaran pemasaran, sebagai ujung tombak dalam menghasilkan laba perusahaan,

pertumbuhan penjualan dan perbaikan pangsa pasar.

3. Bertanggungjawab dalam pelaksanaan proses pemasaran, melakukan fungsi

kontrol, dan mengevaluasi hasil pemasaran secara periodik.

4. Menjalin hubungan kerja sama dengan pelanggan dengan prinsip goodwill.

5. Melaporkan aktivitas pemasaran dan bertanggungjawab kepada direktur

pemasaran secara berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh

informasi yang diperlukan dalam perencanaan dan pengendalian pasar.

Page 9: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

42

2 .Mengusulkan perubahan strategi pemasaran kepada direktur pemasaran, bila

dipandang perlu, untuk mencapai sasaran pemasaran.

3. Mengundang petugas pemasaran untuk melaporkan kondisi pemasaran,

dilanjutkan dengan memberikan arahan dan bimbingan.

8. Manajer Rumah Tangga Perusahaan

Adalah pejabat yang memimpin dan bertangungjawab terhadap pengelolaan

dan penyediaan kebutuhan fasilitas perusahaan secara material maupun non material.

Adapun tugas dari manajer rumah tangga perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Membuat anggaran kebutuhan rumah tangga perusahaan .

2. Bertanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan logistik perusahaan, sarana,

dan prasarana kerja.

3. Bertanggungjawab mempersiapkan dan menyediakan ketenagakerjaan yang

dibutuhkan perusahaan.

4. Bertanggungjawab dalam kelancaran aset dan perawatannya.

5. Melaporkan kondisi keuangan yang telah dianggarkan dan penggunaanya kepada

direktur keuangan secara berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan anggaran kebutuhan anggaran rumah tangga perusahaan kepada

direktur keuangan.

2. Mengusulkan bantuan fasilitas perusahaan kepada pengelola dan karyawan

perusahaan secara bijaksanaan

Page 10: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

43

9. Supervisor Produksi

Adalah petugas yang memimpin dan bertanggungjawab secara langsung

terhadap proses produksi sehingga tercapai hasil porduksi yang maksimal dalam

kuantitas dan kualitas. Adapun tugas dari supervisor produksi adalah sebagai berikut:

1. Melakukan perbandingan yang jelas antara terget produksi yang diterima dengan

ketenagakerjaan dan alat-alat produksi yang tersedia sehingga efektif dan efisien.

2. Menciptakan proses produksi yang terjadwal sehingga target produksi dapat

terpenuhi.

3. Mengawasi secara lagsung pelaksanaan proses produksi.

4. Bertanggungjawab dalam hal penyimpanan persedian bahan baku, persediaan

hasil produksi dan mesin produksi seta perlengkapannya, sehinggga perusahaan

terhindar dari resiko yang merugikan.

5. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan administrasi terhadap segala hal yang

menjadi tanggung jawabnya, kemudian melaporkannya secara berkala kepada

manajer produksi.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan kordinasi secara vertikal dan horizontal untuk memperoleh

informasi dalam perencanaan produksi.

2. Memberikan saran dan teguran kepada tenaga kerja dibawahnya..

3. Mengusulkan penambahan jam kerja (lembur), jika terdapat keterlambatan proses

produksi dalam pemenuhan permintaan pasar.

Page 11: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

44

4. Melakukan langkah-langkah penghematan pemakaian bahan baku dan alat

produksi sebagai upaya meminimalkan biaya produksi.

10. Supervisor Pemasaran

Adalah petugas yang memimpin dan bertanggungjawab terhadap proses dan

aktivitas pemasaran sehingga tercapai sasaran pemasaran, yaitu volume penjualan

yang tinggi. Adapun tugas dari supervisor pemasaran adalah sebagai berikut:

1. Mengawasi secara langsung terhadap kelancaran proses pemasaran dan

menciptakannya menjadi dinamis.

2. Menetapkan area pendistribusian produk dalam membuat jadwal distribusi yang

tepat, sehingga tidak terjadi hambatan dalam proses pemasaran.

3. Menjalin hubungan baik dengan pelanggan.

4. Melakukan survei pasar terhadap produk yang telah didistribusikan.

5. Mengevaluasi produk yang telah dipasarkan berdasarkan hasil survei pasar dan

mengajukan alternatif perubahan strategi pemasaran bila dianggap perlu.

6. Mempertahankan jumlah pelanggan, pasar,dan omzet penjualan.

7. Membuat laporan pemasaran dan mempertanggungjawabkannya kepada manajer

pemasaran secara berkala.

Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut:

1. Menerima permintaan order produk dari tenaga penjual, kemudian

dikoordinasikan kepada supervisor produksi.

Page 12: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

45

2. Memberikan saran atau teguran kepada tenaga penjual, jika terdapat

permasalahan atau pelanggaran ketentuan pemasaran.

3. Menjawab dan menyelesaikan keluhan pasar secara langsung berdasarkan

pengalaman yang benar terhadap ketentuan pemasaran perusahaan.

4. Mendampingi tenaga pemjual dalam melaksanakan tugas pemasaran untuk

mendapatkan informasi pasar, jika terdapat indikasi negatif dalam proses

pemasaran.

5. Mengajukan ususan kepada manajer pemasaran dalam rangka memperlancar

proses pemasaran.

11. Administrasi dan Keuangan

Adalah petugas yang bertanggungjawab dalam pencatatan dan pembukuan

seluruh aktivitas perusahaan, selanjutnya mengolah data yang masuk dalam bentuk

laporan yang informatif. Adapun tugas dari staf administrasi adalah sebagai berikut:

1. Bertanggungjawab dalam pencatatan dan pembukuan perusahaan .

2. Bertanggungjawab terhadap keamanan data perusahaan.

3. Bertanggungjawab terhadap nominal kas sesuai dengan data pembukuan yang

ada.

4. Menerima dan mengarsipkan surat-surat penting perusahaan.

5. Menerima/mengeluarkan bukti penerimaan/pengeluaran kas perusahaan.

6. Menerima laporan produksi dan penjualan.

7. Bertanggungjawab dalam penerimaan kas setoran penjualan.

Page 13: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

46

8. Membuat laporan pembukuan dan keuangan kepada pejabat perusahaan secara

berkala.

Adapun wewenang dari staf administrasi dan keuangan adalah sebagai

berikut:

1. Menetapkan standar dan format pembukuan perusahaan.

2. Menetapkan aliran pembukuan perusahaan.

12. Penelitian dan Pengembangan.

Adalah bagian dari unit perusahaan yang berfungsi mengadakan penelitian

pada unit produksi dan unit pemasaran agar ditemukan metode pengembangan

produksi dan pemasaran yang lebih baik dalam menghadapi segala perubahan.

Adapun tugas dari penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan penelitian produksi mulai dari bahan baku, proses produksi sampai

produk yang dihasilkan.

2. Mengadakan penelitian proses pemasaran, mulai dari analisis peluang pasar,

identifikasi kebutuhan dan perencanaan.

Adapun wewenang dari penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan anggaran R&D kepada perusahaan.

2. Mengajukan fasilitas laboratorium dan perlengkapan lainnya dalam usaha

menciptakan temuan-temuan baru.

Page 14: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

47

3.1.4 Proses Produksi

Perusahaan melakukan proses produksi dengan sistem proses costing. Adapun

produk yang dihasilkannya itu meliputi kecap dan saus yang masing masing produk

itu terdiri dari beberapa jenis.

3.1.4.1 Proses Produksi Kecap

Ada dua jenis kecap yang diproduksi oleh perusahaan yaitu:

1. Kecap tanpa kedelai.

2. Kecap dengan kedelai.

Adapun proses produksi dari kecap sebagai berikut

1. Kecap tanpa kedelai

Pertama-tama larutan garam dan air dimasak dengan suhu 800 s/d 900 C

selama 20 menit. Tahapan selanjutnya, memasukkan bahan baku hasil olahan yaitu;

gula karamel dan gula tetes matang ke dalam larutan air dan garam tersebut untuk

dimasak dengan suhu 700-800 C selama 10 menit. Tahapan berikutnya, memasukkan

bahan tambahan seperti tepung yang dilarutkan dengan air, kemudian dimasak lagi

dengan suhu sekitar 800-900 C selama 20 menit dan disertai pengadukan. Setelah itu

masukkan BTM yaitu pengawet dan pemanis. Pasteurisasi dengan suhu 700-800

selama 5 menit adalah tahapan selanjutnya. Setelah pasteurisasi proses selanjutnya

adalah deaerasi yaitu pendinginan dan penyimpanan untuk menuju tahap akhir yaitu

proses pembotolan.

Page 15: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

48

2. Kecap memakai kedelai

Untuk kecap jenis ini ada tua tahap proses produksi. Tahap pertama yaitu

fermentasi kedelai dan yang ke dua adalah pemasakan kecap. Untuk tahap pertama

prosesnya adalah sebagai berikut: Pertama-tama kedelai dicuci, kemudian dimasak

dengan suhu 800-900 C selama 4 jam. Tahapan selanjutnya adalah deaerasi yang

dilanjutkan dengan proses fermentasi digudang selama empat hari. Setelah itu

dilakukan penggaraman dengan media tong kayu selama dua puluh hari dengan

menambahkan juga BTM pemanis. Proses berikutnya adalah pemasakan dengan

suhu 700 -800 selama 20 menit. Setelah proses ini dilanjutkan dengan proses

penyaringan untuk menghasilkan filtrat dan tauco (filtrat yang dihasilkan akan

dideaerasi).

Tahap selanjutnya adalah tahap ke dua yaitu pemasakan kecap. Pertama-tama

dilakukan peleburan gula merah dengan air, kemudian memasukkan bahan baku

yaitu, air filtrat kedelai serta garam dan bumbu. Setelah itu dimasak dengan suhu 800-

900 selama dua puluh menit. Tak lama kemudian akan dimasukkan bahan baku

tambahan seperti tepung yang dilarutkan dengan air, yang kemudian dimasak kembali

dengan suhu 800-900 selama 20 menit disertai pengadukan. Setelah itu memasukkan

BTM yaitu, pengawet dan pemanis. Setelah dilakukan proses ini dilakukan proses

pasteurisasi dengan suhu 700-800 selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah

deaerasi yang kemudian menuju tahap terakhir yaitu proses pembotolan.

Page 16: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

49

3.1.4.2 Proses Produksi Saus

Dalam pembuatan sauce tergantung jenis sauce dan pada umumnya melalui

dua tahap. Tahap yang pertama adalah tahap pengasaman cabe. Pada tahap ini mula-

mula cabe kering dicuci kemudian dimasak setelah dimasak cabe kemudian

dihancurkan, pada saat yang bersamaan diberikan BTM yaitu, pewarna dan pengawet

yang kemudian diasamkan.

Setelah pengasaman selesai, dilanjutkan dengan tahap ke dua yaitu,

pemasakan saus. Pada tahap ini mula-mula air dimasak dengan suhu 900 - 1000 C

selama 15 menit. Selanjutnya garam dilarutkan selama lima menit dengan suhu 800-

900 C. Proses selanjutnya adalah memasukkan tepung yang telah dilarutkan dengan

air dan kemudian dimasak selama 20 menit dengan suhu 800-900 C. Pada saat

pemasakan dimasukkan gilingan halus bacem cabe (pengasaman) dan bumbu. Yang

kemudian selanjutnya dimasak dengan suhu 700-800 selama 20 menit dan

ditambahkan BTM yaitu pewarna dan pengawet. Setelah selesai dilakukan

pasteurisasi dengan suhu 700-800 selama 5 menit kemudian dideaerasi setelah itu

menuju proses pembotolan.

Sedangkan pembuatan sauce jenis yang lain prosesnya adalah sebagai berikut:

Mula-mula ubi dicuci kemudian dimasak. Setelah itu dihancurkan kemudian

ditambahkan dengan BTM dan bumbu seperti cuka, garam, pewarna, dan pengawet

untuk dicampurkan. Setelah itu digiling dan kemudian menuju proses pembotolan.

Page 17: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

50

3.1.4.3 Proses Pencucian Botol dan Pengemasan Produk Kecap dan Saus

Pada proses ini ada dua tahap yang pertama yaitu, proses pencucian botol.

Prosesnya adalah sebagai berikut: Mula-mula botol kotor dicuci. Hal ini dilakukan

untuk menghilangkan kotoran dari sisa produk. Selanjutnya dilakukan pembilasan

dengan air bersih ( pencucian II) dilanjutkan dengan klorinasi yaitu pembilasan

dengan air larutan triklorit yang kemudian dilanjutkan dengan pengeringan.

Sedangkan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap pengemasan produk adalah sebagai

berikut: Mula-mula produk yang sudah dideaerasi dipindahkan ke lokasi pembotolan.

Setelah itu produk dimasukkan kedalam botol yang sudah melalui proses pencucian.

Tahapan selanjutnya adalah botol yang sudah terisi diberi label dan kemudian produk

disimpan digudang dan siap untuk dijual.

3.1.5 Kebijakan Perusahaan dalam Penjualan dan Pengawasan Kualitas

3.1.5.1 Kebijakan Perusahaan terhadap Kualitas Produk

Dalam menjalankan proses produksinya perusahaan mempunyai kebijakan

untuk selalu dapat berbuat efisien dan efektif. Sehingga tidak terjadi bahan baku yang

terbuang dan produk yang cacat. Walaupun demikian perusahaan tidak menargetkan

zero defect pada produksinya. Hal ini didasarkan atas pengalaman bahwa selalu ada

produk yang cacat rusak dikarenakan beberapa faktor, namun demikian perusahaan

masih mentolelir kesalahan tersebut dengan tingkat kerusakan sebesar 3% dari total

produksinya. Adapun kebijakan pengawasan kualitas yang dilakukan perusahaan

adalah sebagai berikut:

Page 18: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

51

1. Bahan baku dan bahan penolong

Pengawasan kualitas bahan baku yang dilakukan perusahaan saat ini dimulai

dengan pemilihan bahan baku dan bahan penolong yang sesuai dengan standar dan

spesifikasi produk yang akan dihasilkan. Selanjutnya penyimpanan bahan-bahan yang

akan digunakan pada tempat yang memenuhi standar bagi bahan tersebut sesuai

dengan sifat fisik masing-masing. Misalnya bahan-bahan seperti gula, garam, dan

tepung perlu menggunakan alas atau kayu agar terhindar dari kotoran dan lembab.

Selain itu pula gudang harus harus bersih dan terhindar dari kemungkinan cemaran

hama tikus atau serangan serangga lainnya.

Perusahaan juga mensyaratkan penyimpanan bahan tambahan makanan yang

berupa bahan kimia, diatur dengan baik dan terpisah antara bahan yang satu dengan

bahan lainnya agar tidak terjadi reaksi antar bahan sebelum digunakan. Selain itu pula

perusahaan berusaha menghindari kerusakan bahan akibat lamanya penyimpanan,

digunakan metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan yang pertama masuk

pertama pula harus dikeluarkan.

2. Proses produksi

Pada tahap ini perusahaan menggunakan arus produksi yang telah ditetapkan

sebagai standar produksi. Standar ini dilakukan agar lebih mudah menentukan titik

kendali kritis yang perlu dilakukan pada bahan tertentu dan proses tertentu untuk

menjamin hasil produksi sesuai dengan mutu yang diinginkan. Komposisi bahan baku

dan bahan tambahan disesuaikan dengan standar Depkes RI. Disamping itu pula

kebersihan alat produksi, tenaga kerja, dan air yang dipergunakan.

Page 19: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

52

3. Produk jadi

Produk yang sudah jadi sebelum dikirim ke konsumen biasanya disimpan

dalam gudang. Selama proses penyimpanan perusahaan telah mempunyai standar

yang baku agar produk jadi tersebut tertangani dengan baik. Standar yang ditetapkan

oleh perusahaan meliputi kebersihan tempat penyimpanan yang terhindar dari

kemungkinan pencemaran akibat kotoran, kerusakan akibat suhu, cahaya maupun

mikro organisme.

3.1.5.2 Kebijakan Terhadap Produk Cacat

Dalam penjualan produknya perusahaan langsung memasarkannya kepangsa

pasar yang telah ada.dan juga lewat distributor. Syarat penjualan yang digunakan

adalah FOB Destination Point (perangko gudang pembeli) sehingga dalam hal ini

penjual bertanggung jawab penuh terhadap produk sampai ditempat tujuan.

Pengembalian produk yang sudah terkirim juga sering terjadi dan hal ini

merupakan hal yang wajar. Pengembalian produk biasanya terjadi karena hal-hal

sebagai berikut:

1. Karena label rusak.

2. Karena sudah kadaluarsa.

Adapun perlakuan terhadap produk semacam itu perusahaan mempunyai

kebijaksanaan sebagai berikut:

1. Untuk produk yang rusak labelnya perusahaan mengganti label produk tersebut

dengan yang baru.

Page 20: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

53

2. Untuk produk yang sudah kadaluarsa dikarenakan bahan dari produk itu

berkualitas maka perusahaan akan mengolahnya kembali, sedangkan jika bahan

produk itu jelek maka perusahaan akan membuangnya.

3.1.6 Pengendalian Biaya Kualitas

Perencanaan dan pengendalian biaya kualitas diperusahaan belum dilakukan

secara khusus. Pada dasarnya biaya-biaya yang digolongkan ke dalam biaya kualitas

sudah dikeluarkan oleh perusahaan tetapi belum dipisahkan secara khusus kedalam

rekening tersendiri.

Tidak adanya pengelompokkan dan secara khusus biaya kualitas

mengakibatkan perusahaan tidak mengetahui berapa besar biaya kualitas yang telah

dikeluarkan. Perusahaan sebenarnya telah melakukan aktivitas-aktivitas yang

berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga kualitas produk seperti pemeliharaan

mesin- mesin, inspeksi terhadap terhadap kualitas produk. Akan tetapi manajemen

tidak mengetahui apakah biaya-biaya yang dikeluarkan itu telah mencapai tingkat

yang optimum atau belum. Informasi mengenai biaya kualitas yang optimum ini

diperoleh bila manajemen mengetahui perilaku dan hubungan saling mempengaruhi

antar komponen biaya kualitas. Bila informasi tersebut tersedia maka manajemen

dapat merencanakan besarnya besarnya biaya pengendalian produk cacat yang

seharusnya dan dapat mengetahui penghematan yang terjadi karena penurunan biaya

kerusakan. Tanpa adanya informasi tersebut sulit bagi manajemen perusahaan untuk

merencanakan dan mengendalikan biaya kualitasnya.

Page 21: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

54

3.2 Analisis Biaya Kualitas

3.2.1 Pengelompokkan Biaya Kualitas di PD. Surabraja

Dari penelitian yang dilakukan di PD. Surabraja, diperoleh informasi bahwa

selama itu belum ada pengelompokkan biaya-biaya yang berkaitan dengan kualitas

produk yang dihasilkan. Selama itu biaya-biaya tersebut masih tergabung dalam

kelompok biaya administrasi dan umum, biaya produksi, dan biaya penjualan. Hal ini

mengakibatkan manajemen tidak dapat mengetahui besarnya biaya kualitas yang

timbul karena kualitas produk yang dibawah standar. Manajemen juga belum bisa

menyusun laporan biaya kualitasnya karena pihak manajemen perusahaan tidak

mengetahui besarnya biaya kualitas optimal. Pihak mannajemen juga tidak

mengetahui bagaimana hubungan dan pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan.

Untuk dapat melakukan pengelompokkan biaya kualitas perusahaan

sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu biaya-biaya yang tergolong dalam

komponen biaya kualitas. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan identifikasi biaya-biaya

yang termasuk kedalam kelompok biaya kualitas.

Adapun elemen-elemen biaya kualitas perusahaan setelah dikelompokkan

adalah sebagai berikut:

1. Biaya pencegahan , yang termasuk kelompok ini adalah biaya pemeliharaan

mesin .

2. Biaya apraisal, yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya inspeksi produk.

3. Biaya kerusakan internal, yang termasuk kelompok ini adalah biaya rework.

Page 22: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

55

4. Biaya kerusakan eksternal, yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya retur

dan biaya klaim.

Keempat kelompok biaya kualitas tersebut dapat digolongkan lagi menjadi

dua golongan besar, yaitu:

a) Biaya pengendalian produk rusak meliputi : biaya pencegahan dan biaya apraisal.

b) Biaya kerusakan produk meliputi : biaya kerusakan internal dan biaya kerusakan

eksternal.

3.2.2 Pembuatan Laporan Biaya Kualitas

Setelah mengklasifikasikan biaya-biaya tersebut kedalam komponen-

komponen biaya kualitas maka kita dapat menyusun suatu laporan biaya kualitas

yang contoh formatnya bisa dilihat pada Bab II dimuka. Laporan biaya kualitas PD.

Surabraja per Semester selama lima tahun dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3,

Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6.

Dari laporan biaya kualitas PD. Surabraja terlihat bahwa persentase biaya

pengendalian produk rusak dari periode ke periode berfluktuatif. Peningkatan dan

penurunan persentase biaya pengendalian produk rusak akan mempengaruhi

peningkatan dan penurunan persentase biaya kerusakan produk. Pada Semester I

tahun 1998 persentase biaya pengendalian produk rusak sebesar 15,26% dari biaya

kualitas total dan pada Semester II mengalami kenaikan menjadi 16,40% dari biaya

kualitas total. Sedangkan biaya kerusakan produk pada Semester I pada tahun 1998

adalah sebesar 84,74% dari biaya kualitas total dan pada Semester II menjadi sebesar

Page 23: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

56

83,60% dari biaya kualitas total. Dari sini terlihat adanya penurunan biaya kerusakan

produk seiring dengan peningkatan biaya pengendalian.

3.2.3 Menentukan Besarnya Biaya Kualitas Optimum Perusahaan

Biaya kualitas optimum perusahaan terjadi ketika marginal cost biaya

pengendalian produk sama dengan marginal cost biaya kegagalan produk.

Dari Lampiran 7 yang berisikan perhitungan persamaan marginal cost biaya

kegagalan dan Lampiran 8 yang berisikan perhitungan marginal cost biaya

pengendalian telah didapatkan bahwa persamaan marginal cost biaya kegagalan

adalah Y = 36,830 X-12,9 . Sedangkan persamaan marginal cost biaya pengendalian

adalah Y =.47,683 X12,3 maka besarnya biaya kualitas optimum perusahaan dapat

dihitung sebagai berikut:

MC biaya kegagalan = MC biaya pengendalian

36,830 X-12,9 = 47,683 X12,3

36,830 X-12,9 = 47,683 X12,3 x X12,9

0,7723 = X25,2

X = 25,20,7723

X = 0,9898

Y = 47,683 (X)12,3

Y = 47,683 X (0,989812,3)

Y = 47,683 (0,881522)

Page 24: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

57

Y = 42,033,613

Dari perhitungan diatas diketahui bahwa biaya kualitas optimal perusahaan

adalah sebesar Rp. 42.033.613. Dan tingkat kerusakan produk yang optimal bagi

perusahaan adalah 1-0,9898 = 0,0102 atau 1,02 % dari total produksi. Gambar biaya

kualitas optimal perusahaan ditunjukkan pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1

Biaya Kualitas Optimal Perusahaan

Besarnya biaya kualitas maksimal menurut kesepakatan para ahli kualitas

pada pertemuan ke-sebelasnya mengenai produktivitas di Utah State University yang

dikutip oleh Supriyono (1994:376) adalah sebesar 2,5% dari penjualan perusahaan.

Dengan demikian besarnya biaya kualitas menurut kesepakatn para ahli kualitas

adalah sebesar 2,5% x Rp. 1.400.757.645 = 35.018.9741

Hal ini berarti tingkat biaya kualitas perusahaan sebesar Rp 42.033.613 masih

berada di atas ketentuan yang disepakati oleh para ahli. Perbedaan ini disebabkan

karena biaya kualitas yang disepakati para ahli itu dengan tingkat kerusakan 0% (zero

Control cost

Percent Confoming

Failure Cost

Cost (juta) Y=36,830 X-12,9

Y=47,683 X12,3

42,033

100

0,98 0,90 0.80

Page 25: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

58

defect) sehingga biaya kualitas yang terjadi hanya merupakan biaya pengendalian

kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya apraisal.

Sedangkan biaya kualitas optimal perusahaan tingkat kerusakannya tidak 0%

tetapi sebesar 1,02% sehingga pada biaya kualitas optimal perusahaan masih terdapat

biaya kerusakan. Ini yang menyebabkan biaya kualitas optimal perusahaan lebih

besar daripada yang disepakati oleh para ahli kualitas. Besarnya biaya kualitas yang

dicapai perusahaan saat ini adalah sebesar Rp 83.472.100 atau sekitar 5,21% dari

biaya produksinya dan 4,18% dari penjualan.

Hal ini berarti perusahaan belum bisa mencapai tingkat biaya kualitas

optimumnya. Biaya kualitas perusahaan juga lebih besar dari ketentuian perusahaan

yang disepakati oleh para ahli kualitas sebesar 2,5% dari penjualan bahkan

perusahaan belum berhasil mencapai target yang ditentukannya sendiri yaitu sebesar

3% dari biaya produksi.

Sedangkan berdasarkan Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5,

dan Lampiran 6 yang berisikan laporan biaya kualitas perusahaan maka data yang

diolah dapat diringkas pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3 berikut :

Page 26: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

59

Tabel 3.1

Persentase Biaya Apraisal dari Biaya Kualitas Total

dan Biaya Kualitas Total dari Biaya Produksi PD. Surabraja

untuk Tahun 1998 - 2002

Periode

(Dalam Semester)

% biaya apraisal

(dari biaya kualitas total)

% biaya kualitas total

(dari biaya produksi)

Semester I 1998

Semester II 1998

Semester I 1999

Semester II 1999

Semester I 2000

Semester II 2000

Semester I 2001

Semester II 2001

Semester I 2002

Semester II 2002

0,1215

0,1325

0,1395

0,1515

0,1565

0,1329

0,1626

0,1944

0,2055

0,2000

0,1283

0,1164

0,0954

0,0895

0,0870

0,0811

0,0656

0,0581

0,0545

0,0521

Sumber : Data perusahaan yang telah diolah

Dari Tabel 3.1 tampak bahwa persentase biaya appraisal dari biaya kualitas

total semakin meningkat sedangkan persentase biaya kualitas total dari biaya

produksi semakin turun. Hal ini menunjukkan pengeluaran perusahaan untuk

mengetahui kerusakan produk sejak produk itu masih berada di perusahaan terus

meningkat. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan persentase biaya apraisal dari biaya

kualitas totalnya dari 12,15% menjadi 20,55%. Peningkatan ini berpengaruh baik

terhadap perusahaan ditandai dengan turunnya biaya kualitas total perusahaan dari

Page 27: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

60

12,83% menjadi 5,21% dari biaya produksi. Dengan demikian perusahaan berhasil

menghemat biaya produksi dari penurunan biaya kualitas tersebut.

. Tabel 3.2

Persentase Biaya Kerusakan Internal dari Biaya Kualitas Total

dan Biaya Kualitas Total dari Biaya Produksi PD Surabraja

untuk Tahun 1998 - 2002

Periode

(Dalam Semester)

% biaya kerusakan internal

(dari biaya kualitas total)

% biaya kualitas total

( dari biaya produksi)

Semester I 1998

Semester II 1998

Semester I 1999

Semester II 1999

Semester I 2000

Semester II 2000

Semester I 2001

Semester II 2001

Semester I 2002

Semester II 2002

0,2237

0,2334

0,2447

0,2515

0,2753

0,2536

0,2785

0,2782

0,2866

0,2683

0,1283

0,1164

0,0954

0,0895

0,0870

0,0811

0,0656

0,0581

0,0545

0,0521

Sumber : Data perusahaan yang telah diolah

Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa persentase biaya kerusakan internal dari biaya

kualitas totalnya semakin meningkat sedangkan persentase biaya kualitas totalnya

dari biaya produksi semakin menurun. Peningkatan persentase biaya kerusakan

internal dari 22,37% menjadi 28,66% dari biaya kualitas totalnya menunjukkan

adanya peningkatan jumlah produk rusak yang berhasil diketahui dan diperbaiki

sebelum produk itu dijual.

Page 28: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

61

Kondisi ini menunjukkan peningkatan kemampuan perusahaan dalam

mendeteksi kerusakan produk sebelum dijual. Hal ini dapat mengurangi besarnya

kerusakan eksternal produk. Hal ini berdampak pada penurunan persentase biaya

kualitas total perusahaan dari 12,83% menjadi 5,21%.

Tabel 3.3

Persentase Kerusakan Total Dari Biaya Kualitas Total

dan Biaya Kualitas Total dari Produksi PD Surabraja

untuk Tahun1998 -2002

Periode

(Dalam Smester)

% biaya kerusakan total

(dari biaya kualitas total)

% biaya kualitas total

( dari biaya produksi)

Semester I 1998

Semester II 1998

Semester I 1999

Semester II 1999

Semester I 2000

Semester II 2000

Semester I 2001

Semester II 2001

Semester I 2002

Semester II 2002

0,8474

0,8360

0,8066

0,7923

0,7857

0,8007

0,7663

0,7201

0,6920

0,6707

0,1283

0,1164

0,0954

0,0895

0,0870

0,0811

0,0656

0,0581

0,0545

0,0521

Sumber : Data perusahaan yang telah diolah

Tabel 3.3 menunjukkan penurunan persentase biaya kerusakan total dari biaya

kualitas totalnya dan penurunan persentase biaya kualitas totalnya dari biaya produksi

perusahaan.

Page 29: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

62

Penurunan persentase biaya kerusakan total dari 84,74% menjadi 67,07%

dari biaya kualitas totalnya ini menunjukkan penurunan jumlah kerusakan produk

yang terjadi di perusahaan. Hal ini berarti terjadi peningkatan dalam perbaikan

kualitas produk. Penurunan biaya kerusakan total produk ini juga berarti suatu

penghematan biaya produksi yang akan mempengaruhi turunnya biaya kualitas total

perusahaan seperti terlihat pada Tabel 3.3 di atas dimana persentase biaya kualitas

total perusahaan dari biaya produksi turun dari 12,83% menjadi 5,21% dari biaya

produksi perusahaan.

3.2.4 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Penjualan

3.2.4.1 Analisis Regresi

Analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui persamaan matematik yang

akan terbentuk dari dua variable penelitian. Untuk keperluan penghitungan analisis

regresi tentang persamaan matematik yang terbentuk antara biaya kualitas dan

penjualan penulis menggunakan perhitungan manual yang hasil perhitungannya dapat

dilihat pada Lampiran 10. Dari perhitungan tersebut diperoleh suatu persamaan

regresi sebagai berkut: Y= 4775,837 –33,6632 X

Nilai b sebesar –33,632 menunjukkan arti bahwa tiap kenaikan (penurunan)

biaya kualitas sebesar Rp 1,00 akan diikuti penurunan (kenaikan) penjualan sebesar

33,632.

Page 30: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

63

3.2.4.1 Analisis Korelasi

Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel (variabel bebas dan

variabel tergantung ) digunakan analisis korelasi. Jenis hubungan ini ada dua. Ada

hubungan positif dan ada hubungan yang negatif. hubungan antar X (variabel bebas

dan varibel Y (variabel terikat) ini dikatakan positif jika kenaikan (penurunan)

variabel X pada umumnya diikuti dengan kenaikan (penurunan) variabel Y.

Sedangkan hubungan kedua varibel tersebut negatif bila kenaikan (penurunan) X

pada umumnya diikuti penurunan(kenaikan ) variabel Y.

Kuat lemahnya hubungan yang terjadi antar kedua variabel tersebut diukur

dengan suatu koefisien korelasi (r) yang nilainya terletak antara –1 dan 1. bila r = 0

atau mendekati 0 maka dapat dikatakan bahwa hubungan yang terjadi itu sangat

lemah atau tidak ada hubungan sama sekali. Bila r =1 atau mendekati 1 maka

hubungan yang terjadi adalah kuat positif sedangkan bila r = -1 atau mendekati –1

maka hubungan yang terjadi adalah kuat negatif .

Untuk keperluan perhitungan korelasi digunakan perhitungan manual yang

hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari perhitungan tersebut dapat

dilihat bahwa koefisisen korelasi (r) antara biaya kualitas dengan penjualan adalah

sebesar –0,938 . Hal ini berarti menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi adalah kuat

dan bersifat negatif. Sehingga kenaikan (penurunan) biaya kualitas akan

mempengaruhi penurunan (kenaikan) penjualan perusahaan.

Page 31: Bab III (analisis Penentuan Biaya Kualitas)

64

3.2.4.3 Uji t

Dari hasil perhitungan analisis korelasi antara biaya kualitas dan penjualan

pada Lampiran 9, diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar –0,938 sehingga t hitung

adalah sebesar -7,65 yang diperoleh melalui perhitungan dibawah ini:

to = r n-2 1-r2

to= -0,93810-2 1- 0,9382

to = -0,938 x 8

1-0,880

to = -0,938 x 2,83 0,12

to = -2,65 0,346

to = -7,65

Dengan demikian karena to adalah -7,65 < t tabel sebesar –2,228 maka sesuai

kriteria pengujian di atas maka Ho ditolak dan menerima HA. Hal ini berarti besarnya

biaya kualitas berpengaruh terhadap penjualan.