18
41 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH 3. 1 Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung Prinsip itikad terbaik merupakan hal yang sangat esensial dalam perjanjian asuransi. Prinsip ini sangat penting karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang membutuhkan rasa percaya satu sama lain yang sangat besar. Hal ini dikarenakan karena penanggung harus menanggung sesuatu yang bukan merupakan miliknya, sedangkan tertanggung mempercayakan sesuatu yang merupakan miliknya kepada orang lain untuk dijaga dan membayar sejumlah premi. Itikad baik ini tidak hanya diberlakukan bagi pihak tertanggung, pihak tertanggung juga diwajibkan untuk memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Ada beberapa perbuatan yang dianggap telah melanggar prinsip itikad baik yaitu: 41 1. Misrepresentation : suatu pernyataan yang tidak benar (false statement of fact) mengenai suatu fakta atau keadaan yang mempengaruhi seseorang menjadi mau mengadakan perjanjian 42 memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Sebelum menyatakan jika perbuatan tersebut merupakan misrepresentation maka terdapat beberapa syarat yang dipenuhi seperti pernyataan harus mengenai suatu fakta., dilakukan oleh satu pihak, harus bersifat material fakta tersebut, 41 Hilda Yunita Sabrie, Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa Akibat Tertanggung Bunuh Diri, Yuridika, Volume 26 No 1, Januari-April 2011. 38 42 http://www.aamai.or.id/v2/index.php/page/menu/0.1.2.4.1 diakses pada 04 Agustus 2015 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 ) MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI …repository.unair.ac.id/13796/10/9. Bab 3.pdf · Dalam kasus yang ada dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 1093 K/Pdt/2010 ... laporan

Embed Size (px)

Citation preview

41

BAB III

AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH

MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH

3. 1 Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung

Prinsip itikad terbaik merupakan hal yang sangat esensial dalam perjanjian

asuransi. Prinsip ini sangat penting karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian

yang membutuhkan rasa percaya satu sama lain yang sangat besar. Hal ini

dikarenakan karena penanggung harus menanggung sesuatu yang bukan merupakan

miliknya, sedangkan tertanggung mempercayakan sesuatu yang merupakan miliknya

kepada orang lain untuk dijaga dan membayar sejumlah premi. Itikad baik ini tidak

hanya diberlakukan bagi pihak tertanggung, pihak tertanggung juga diwajibkan untuk

memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Ada beberapa perbuatan yang

dianggap telah melanggar prinsip itikad baik yaitu:41

1. Misrepresentation :

suatu pernyataan yang tidak benar (false statement of fact) mengenai suatu

fakta atau keadaan yang mempengaruhi seseorang menjadi mau mengadakan

perjanjian42

memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Sebelum

menyatakan jika perbuatan tersebut merupakan misrepresentation maka

terdapat beberapa syarat yang dipenuhi seperti pernyataan harus mengenai

suatu fakta., dilakukan oleh satu pihak, harus bersifat material fakta tersebut,

41

Hilda Yunita Sabrie, Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa Akibat Tertanggung Bunuh Diri, Yuridika,

Volume 26 No 1, Januari-April 2011. 38 42

http://www.aamai.or.id/v2/index.php/page/menu/0.1.2.4.1 diakses pada 04 Agustus 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

42

mempengaruhi terjadinya kontrak , menimbulkan kerugian / kerugian pada

pihak dalam kontrak.43

Misrepresentation ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Innocent Misrepresentation yang artinya kurangtelitian dalam

menyampaikan fakta-fakta materiil (penting), yang disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan tertanggung atas fakta-fakta tersebut, sehingga

tidak ada faktor kesengajaan.;

b. Fraudulent Misrepresentation yang artinya adalah suatu perbuatan yang

dengan sengaja mengurangi penjelasan mengenai fakta-fakta materiil yang

seharusnya disampaikan;

2. Non-Disclosure yaitu perbuatan para pihak yang tidak menyampaikan suatu

fakta tertanggung tidak menyampaikan suatu fakta karena ia mengira fakta

tersebut tidak materiil (penting);

3. Concealment yaitu seandainya menutupi fakta-fakta materiil yang seharusnya

diberitahukan kepada penanggung.

Itikad baik tidak memiliki konsep yang jelas dan rinci. Itikad baik biasanya

terdapat secara tersirat dalam putusan-putusan hakim, doktrin-doktrin. Dalam

perundang-undangan di Indonesia tidak terdapat konsep yang jelas mengenai prinsip

itikad baik. Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 juga tidak menyebut

mengenai itikad baik secara langsung namun lebih kepada hak dan kewajiban

tertanggung serta penanggung. Secara sederhana itikad baik dapat dilihat dari sikap

jujur para pihak dalam pembuatan dan dalam pelaksanaannya. Jujur yang dimaksud

43

ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

43

adalah baik penanggung maupun tertanggung bersikap tanpa tipu muslihat, tanpa ada

upaya untuk mengganggu pihak yang lain maupun tanpa ada niat untuk melakukan

perbuatan diluar kesepakatan.

Apabila terjadi pelanggaran prinsip utmost good faith maka perjanjian itu akan

batal demi hukum karena syarat subjektif tidak terpenuhi karena para pihak tidak

pernah melakukan kesepakatan. Kesepakatan seharusnya terjadi apabila kedua pihak

menemukan adanya persamaan kehendak. Namun ketika prinsip itikad baik

dilanggar maka salah satu pihak menghendaki adanya perbuatan tidak baik dan

menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan.

Dalam sengketa asuransi tertanggung yang biasanya memiliki posisi yang lebih

lemah. Penanggung dapat menggunakan alasan tidak adanya itikad baik jika sengketa

terjadi. Disisi lain juga terdapat pengertian innocent misrepresentation dimana

ketidaktahuan calon tertanggung mengenai ketentuan pemberian informasi kepada

penanggung dapat menjadi perbuatan itikad buruk. Maka dari itu perusahaan asuransi

serta agen yang ditunjuk harus menjelaskan secara rinci mengenai program asuransi

beserta ketentuannya. Pasal 31 (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014

menentukan Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan

Perasuransian wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam

melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta

terutama agen asuransi yang langsung berinteraksi dengan calon tertanggung

diwajibkan untuk memiliki informasi yang cukup mengenai program asuransi yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

44

akan ditawarkan. Agen asuransi juga dianggap melanggar prinsip itikad baik apabila

:44

1. Tidak menjelaskan luas jaminan dan hak-hak tertanggung atau hanya

menjelaskan sebagian karena menganggap tertanggung telah mengetahuinya;

2. Tidak menjelaskan luas jaminan atau hak-hak tertanggung atau hanya

menjelaskan sebagian dengan tujuan memperolhe premi yang besar tapi resiko

yang dijamin kecil.

Dalam kasus yang ada dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 1093 K/Pdt/2010

dijelaskan bahwa pengisian terhadap seluruh persyaratan asuransi dilakukan oleh Ny.

Sri Suryanti Asiyah, SE pada saat almarhumah melaksanakan kerja di BPD Papua

dengan didampingi oleh sdr. A. Ghafur selaku agen. Berdasarkan fakta tersebut

ketika melakukan underwriting asuransi jiwa almahumah telah mengisi formulir yang

menjadi sumber informasi seperti surat permintaan asuransi jiwa SPAJ), surat

keterangan kesehatan, laporan agen serta laporan pemerikasaan kesehatan kepada

agen selaku wakil PT. Asuransi Jiwasraya dengan maksud agar PT. Asuransi

Jiwasraya dapat menilai dan memperkirakan resiko yang mungkin dapat diambil

Selain itu persyaratan asuransi baru dapat ditandatangani oleh Ny. Sri. Suryanti

Asiyah setelah dilakukan pengecekan secara menyeluruh yang dilakukan oleh agen

penanggung. Jika dikemudian hari terdapat informasi yang dianggap penanggung

belum diberitahukan maka penanggung tidak dapat menolak membayar klaim dengan

dasar melanggar itikad baik. Apabila penanggung menyatakan tidak mengetahui

44

Zahry Vandawati Chumaida, opcit, , h. 148

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

45

almarhumah pernah menjalani operasi pengangkatan payudara, hal tersebut tidak

mungkin terjadi. Operasi yang dijalani oleh almarhumah merupakan operasi

pengangkatan payudara yang disebut dengan Masektomi. Masektomi dibagi menjadi

3 jenis yaitu:45

1. Mastektomi Total atau Sederhana: Dalam operasi ini seluruh payudara

diangkat, tetapi tidak termasuk kelenjar getah bening di bawah lengan atau

jaringan otot di bawah payudara. Kadang-kadang kedua buah payudara

diangkat, terutama bila dilakukan mastektomi untuk mencegah terjadinya

kanker.

2. Mastektomi radikal termodifikasi: Operasi ini melibatkan pengangkatan

seluruh payudara serta beberapa kelenjar getah bening di bawah lengan. Ini

adalah operasi yang paling umum untuk wanita dengan kanker payudara yang

seluruh payudaranya diangkat.

3. Mastektomi radikal: Ini adalah operasi besar di mana ahli bedah menghapus

seluruh payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak (aksila) , dan otot

dinding dada di bawah payudara.

Dari ketiga jenis operasi tersebut semua memiliki resiko yang sama yaitu adanya

jaringan parut bekas luka. Dengan kata lain jika terjadi pemeriksaan secara

menyeluruh bekas operasi tersebut dapat dilihat dengan kasat mata. Bekas operasi

tersebut hanya dapat dihilangkan atau dikurangi dengan melakukan operasi bedah

plastic, sedangkan almarhumah tidak pernah diketahui atau diduga melakukan operasi

45

http://www.cancerhelps.com/pembedahan-kanker-payudara.htm diakses pada 05 Agutus 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

46

bedah plastik. Penanggung tidak dapat membuktikan jika tertanggung telah

melakukan itikad buruk.

Seperti yang penulis telah jelaskan diatas apabila salah satu pihak melanggar

prinsip Good Faith maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif dimana

perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Perjanjian yang batal tersebut dianggap tidak

ada dan keadaan harus dikembalikan seperti sedia kala. Pasal 1266 BW selanjutnya

juga menjelaskan apabila pembatalan tersebut terjadi karena adanya wanprestasi

maka pembatalan perjanjian tersebut tidak dapat dilakukan begitu saja. Pembatalan

tersebut harus dilakukan dengan persetujuan hakim. Hal ini dilakukan untuk

melindungi pihak yang prestasinya tidak terpenuhi.

Demikian pula dengan perjanjian asuransi antara tertanggung Ny. Sri Suryanti

Asiyah, SE dan penanggung PT. Asuransi Jiwasraya yang diwakili oleh agennya A.

Ghafur, perjanjian kedua pihak dimintakan pembatalannya dan hakim menyatakan

untuk menolak pembatalan dan menyatakan jika perjanjian sah. Putusan tersebut

menjadikan perjanjian kedua belah pihak masih berlaku dan kedua belah pihak tetap

melaksanakan prestasi yang telah disepakati keduanya.

Prestasi menurut Abdulkadir Muhammad adalah kewajiban yang harus dipenuhi

oleh debitur dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu

perikatan 46

Menurut Pasal 1234 BW prestasi dapat berupa ada beberapa jenis yaitu

memberikan sesuatu, tidak melakukan sesuatu dan melakukan sesuatu.

46

Abdulkadir Muhammad, opcit, h.21

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

47

Dalam kasus ini baik pihak tertanggung maupun tertanggung memiliki prestasi

memberikan sesuatu yaitu sejumlah uang sebagai premi bagi pihak tertanggung dan

bagi pihak penanggung memberikan sejumlah uang sebagai bentuk perlindungan

yang diberikan oleh tertanggung kepada ahli warisnya yang dititipkan kepada

penanggung. Almahumah sebagai penanggung telah melakukan prestasinya

membayar premi kepada penanggung, namun penanggung menolak membayarkan

sejumlah uang kepada ahli waris tertanggung bahkan setelah terjadi evenemen seperti

yang diperjanjikan sebelumnya.

Hal itu menunjukkan bahwa penanggung telah melakukan wanprestasi karena

tidak melakukan prestasi yang ada dalam perjanjian. Menurut Pasal 1233 BW

perjanjian mengikat sama kuatnya dengan undang-undang (pacta sun servanda)

Perbuatan penanggung yang melakukan wanprestasi dan merugikan tertanggung

dapat meminta ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi. Pasal 1243 BW,

menentukan penggantian biaya, rugi dan juga bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perikatan barulah mulai diwajibkan apabila si berutang, setelah ia dinyatakan lalai

dalam memenuhi perikatannya tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus

diberikan atas dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu

yang telah dilampaukannya. Ahli waris almarhumah telah menerbitkan somasi

tertanggal 10 Septemeber 2008 namun penanggung tetap menolak membayar kepada

pihak tertanggung. Berdasarkan hal pihak ahli waris tertanggung menggungat

penanggung dengan alasan wanprestasi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

48

3.2 Penyelesaian Sengketa yang Dapat Dilakukan Apabila Terjadi Sengketa

Asuransi.

Dalam setiap perjanjian selalu terdapat potensi adanya sengketa. Ketika

terciptanya sebuah perjanjian maka hak dan kewajiban para pihak mulai

diberlakukan, saat salah satu pihak menolak untuk melaksanakan kewajibannya maka

pihak yang berhak atas kewajiban tersebut akan menutut haknya sehingga terjadilah

sengketa. Pada sengketa perjanjian asuransi biasanya terjadi ketika pihak penanggung

menolak untuk membayar klaim ketika pihak tertanggung terkena evenemen. Selain

hal tersebut juga ada beberapa hal yang dapat menyebabkan sengketa asuransi seperti

keterlambatan pembayaran premi, risiko penyebab terjadinya kerugian (proximate

cause) tidak dijamin dalam polis asuransi, nilai pertanggungan tidak penuh (under

insurance dan pelanggaran terhadap prinsip itikad baik berupa misrepresentation atau

non-disclosure fakta material.

. Penyelesaian sengketa asuransi dapat dilakukan dengan 3 cara pertama

adalah melalui mediasi, pengadilan dan arbitrase. Dalam polis diwajibkan untuk

mencamtumkan tentang bagaimana cara penyelesaian sengketa yang mungkin akan

timbul dikemudian hari. Klausa ini diwajibkan untuk dicantumkan dalam perjanjian

sesuai dengan ketentuan KMK442/KMK.06/200347

3.2.1 Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

Salah satu upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh

tertanggung adalah dengan meminta bantuan Badan Mediasi Asuransi Indonesia

47

Zahry Vandawati Chumaidah, Opcit, h. 335

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

49

(BMAI) sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa alternatif. Badan Mediasi

Indonesia merupakan badan independen yang tidak memiliki keterkaitan dengan

lembaga penyelesian sengketa lainnya. Badan ini secara khusus didirikan untuk

menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam usaha asuransi. BBMAI bersifat imparsial

karena dibentuk dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi

konsumen asuransi, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perasuransian dan

dapat mendukung perasuransian yang lebih baik pada masa yang akan datang,48

jadi

BMAI tidak hanya berpihak kepada konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung

namun juga kepada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung.

Dalam menyelesaikan sengketa BMAI tidak berfungsi sebagai pihak yang

memberikan nasehat hukum namun lebih sebagai penengah perselisihan diantara

kedua pihak yang bersengketa. BMAI memberikan pelayanan untuk menyelesaikan

sengketa antara perusahaan asuransi dan tertanggung atau pemegang polis, mediator,

ajudikator dan arbiter.49

Tidak semua sengketa dapat ditangani oleh BMAI

berdasarkan Pasal 2 peraturan BMAI ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,50

yaitu

1. Semua bentuk sengketa dari pihak yang mempunyai kepentingan atas

suatu jaminan polis asuransi yang berkaitan dengan ganti rugi atau

manfaat asuransi;

48

Tioma Roniuli Hariandja, Penyelesaian Sengketa Asuransi Melalui Badan Mediasi Asuransi

Indonesia,Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, tahun 2007,h. 47 49

http://bmai.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66&Itemid=193, diakses pada

tanggal 18 Juli 2015 50

Tioma Ronjuli Hariandja, Opcit, h. 52

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

50

2. Pemohon pihak yang berkepentingan;

3. Pihak yang terlibat sengketa merupakan pihak yang tunduk pada yuridiksi

BMAI karena terdaftar sebagai anggota BMAI;

4. Sengketa yang timbul dari permasalahan berkaitan dengan hubungan

pemohon dan anggota;

5. Lingkup sengketa yang diajukan harus berada dalam yuridiksi BMAI

sejak didirikan;

6. Anggota tidak dapat menyelesaikan secara langsung dengan pemohon

sesuai dengan tuntuntan dalam jangka waktu 30 hari sejak disampaikan

keberatan oleh pemohon kepada anggota;

7. Jumlah untutan ganti rugi atau polis yang dipersengketakan untuk kurang

dari 500 juta untuk kerugian dan 300 juta untuk asuransi jiwa dan jaminan

sosial;

8. Sengketa yang belum pernah diajukan pemohon kepada anggota sehingga

kedua pihak belum pernah menyelesaikannya sendiri akan dikembalikan

kembali kepada para pihak untuk dipertimbangkan agar dapat melakukan

menyelesaikan sendiri terlebih dahulu;

9. Lingkup daerah yuridiksi BMAI hanya mencakup sengketa terhadap

aktifitas anggota atau perwakilan yang melakukan kegiatan usaha dalam

wilayah republik Indonesia.

BMAI memiliki beberapa cara dalam menyelesaikan sengketanya yaitu :

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

51

1. Mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai

penengah.Menurut Suyud Margono mediasi mengandung unsur-unsur:51

a. Proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan

b. Pihak ketiga yang menengahi disebut mediator. Mediator terlibat dan

diterima para pihak yang bersengketa didalam proses;

c. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan selama

perundingan;

d. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan

yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa

2. Ajudikasi adalah cara selanjutnya yang dapat dilakukan para pihak yang

bersengketa apabila dalam mediasi tidak menemukan kesepakatan. Mediator

akan meminta persetujuan kepada ketua BMAI untuk melanjutkan ke

ajudikasi namun para pihak dapat menolak dan mencari cara penyelesaian

sengketa lainnya. Sebaliknya para anggota tidak berhak untuk menolak

melanjutkan sengketa ke ajudikasi sekalipun anggota tidak hadir dalam

persidangan.

3. Arbitrase Menurut Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase, Pasal 1

ayat (1): "Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di

luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa". Penyelesaian sengketa ini

51

Purwanto, Efektifitas Penerapan Alternative Dispute Resolution (ADR) Pada Penyelesian Sengketa

Bisnis Asuransi di Indonesia, Jurnal Risalah Hukum nomor 1, Juni 2005, h 11-12

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

52

dilakukan dengan cara para pihak menyerahkan kepada pihak ketiga yang

netral untuk memutuskan sengketa. Hal yang membedakan dengan pengadilan

adalah arbitrase ini bersifat tertutup sehingga kerahasiaan dan nama baik para

pihak yang bersengketa tetap terjaga.

3.2.2 Pengadilan Negeri

Banyak dari sengketa yang timbul dari perjanjian asuransi berakhir di

Pengadilan. Hal ini disebabkan karena masyarakat menilai bahwa pengadilan

memiliki kekuatan yang lebih besar dalam memaksa pihak lawan untuk memenuhi

kewajibannya. Sengketa asuransi yang masuk dalam pengadilan akan masuk pada

hukum perdata dimana para pihak yang bersengketa berharap jika pihak lawan dapat

dipaksa untuk melakukan kewajibannya.

Penyelesaian sengketa di pengadilan memiliki kekurangan seperti proses yang

lama karena para pihak dapat melakukan upaya hukum apabila putusan pengadilan

dianggap tidak adil. Upaya hukum ini dapat berlangsung dari Pengadilan Tinggi

hingga Mahkamah Agung, setelah diputus oleh Mahkamah Agung pun para pihak

masih dapat mengajukan Peninjauan Kembali. Proses yang dilalui sangat lama

sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar.

Hal kedua yang menjadi kelemahan penyelesaian sengketa di pengadilan

adalah sifatnya yang terbuka. Berbeda dengan penyelesaian sengketa alternatif.

3.2.3 Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Mengenai Perlindungan Konsumen

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

53

Dalam perjanjian perasuransian penanggung disebut dengan pelaku usaha dan

tertanggung disebut dengan konsumen. Pasal 251 lebih berpihak kepada

penanggung sedangkan tertanggung memiliki posisi yang lebih lemah. Pasal 251

selalu menjadi alasan bagi penanggung untuk menolak membayar klaim, oleh

karena itu undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen

memberikan dasar hukum bagi konsumen untuk mempertahankan haknya.

Dalam Pasal 23 undang-undang perlindungan konsumen menyatakan Pelaku

usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi

ganti rugi atas tuntutan konsumen dapat digugat melalui badan penyelesaian

sengketa konsumen atau mengajukan di badan peradilan ditempat kedudukan

konsumen.

Dalam Pasal 45 Undang-undang perlindungan konsumen.disebutkan bahwa

konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui jalur pengadilan maupun non

pengadilan. Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan

konsumen menyediakan sebuah badan yang diberi kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

yang selanjutnya akan disebut dengan BPSK. Tugas dan kewenangan BPSK

diuraikan dalam Pasal 52 undang –undang penyelesaian konsumen yang meliputi:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,

dengan cara melalui Mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

54

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam Undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari

konsumen tentang

f. Terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

g. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen;

h. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

i. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;

j. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan

huruf h, yang tidak bersedia

k. Memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

l. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat

bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

m. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

n. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

55

o. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang

melanggar ketentuan Undang-undang ini.

3.2.4 Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 1/POJK. 07/2013 Mengenai Perlindungan Konsumen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas usaha

peransurasian juga memberikan peraturan untuk menjamin perlindungan kepada

konsumen yang terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1

POJK.07/2013.

Dalam aturan ini prinsip itikad baik menjadi hal yang sangat mendasar, hal ini

terdapat dalam Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013

mengenai perlindungan Konsumen Pasal 3 menyebutkan bahwa Pelaku Jasa

Keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik dari konsumen dengan cara

mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur,

jelas dan tidak menyesatkan. Disisi lain dalam pasal 4 Peraturan OJK Nomor 1

POJK. 07/2013 Pelaku Jasa Keuangan juga wajib untuk melakukan itikad baik

dengan cara menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan

layanan yang akurat jujur jelas dan tidak menyesatkan serta memberikan penjelasan

kepada konsumen mengenai hak dan kewajiban yang akan didapatkan oleh

konsumen.

Pada saat setelah terjadi perjanjian maka berdasarkan Pasal 32 dan 33

Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 Pelaku Usaha Jasa Keuangan

wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pengaduan bagi konsumen tanpa

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

56

menarik biaya apapun dan wajib memberitahukan mekanisme penjelasan tersebut

kepada konsumen.

Apabila dikemudian hari konsumen menemukan adanya pengaduan yang

berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Keuangan, pengaduan yang berindikasi

adanya pelanggaran ketentuan Perundang-undangan oleh Pelaku Jasa Keuangan,

maka berdasarkan ketentuan Pasal 40 (3) Peraturan Jasa Keuangan mengenai

Perlindungan Konsumen, konsumen berhak untuk mengadukan kepada Anggota

Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keungan yang membidangi edukasi dan

perlindungan Konsumen.

Pengaduan konsumen harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat

diproses oleh pihak OJK dan difasilitasi agar sengketa tersebut dapat diselesaikan.

Pasal 41 Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 menjelaskan antara lain:

1) Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh:

a) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana

Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan,

paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

b) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang asuransi umum paling banyak

sebesar Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

2) Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan dokumen

pendukung yang berkaitan dengan pengaduan;

3) Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan

namun Konsumen tidak dapat menerima penyelesaian tersebut atau telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

57

melewati batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini;

4) Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa sedang dalam proses

atau pernah diputus oleh lembaga arbritrase atau peradilan, atau lembaga

mediasi lainnya;

5) Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan

6) Pengaduan yang diajukan belum pernah difasilitasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan; dan

7) Pengajuan penyelesaian pengaduan tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja

sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Pelaku

Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.

Apabila telah memenuhi syarat dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa OJK

akan memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara menunjuk fasilitator dan

mempertemukan konsumen dengan Pelaku Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang

permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian.

Apabila kedua pihak sepakat untuk memulai proses fasilitasi maka sesuai dengan

Pasal 44 POJK Nomor 1 POJK. 07/2013 mengenai perlindungan konsumen

kesepakatan tersebut akan dituangkan kedalam perjanjian fasilitasi yang memuat

kesepakatan untuk memilih penyelesaian pengaduan yang difasilitasi oleh Otoritas

Jasa Keuangan dan persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan fasilitasi yang

ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’

58

Pelaksanaan fasilitasi sampai dengan ditandatanganinya akta kesepakatan

dilakukan dengan jangka waktu maksimal 30 hari kerja sejak Konsumen dan Pelaku

Usaha Jasa Keuangan menandatangani Perjanjian Fasilitasi dan dapat diperpanjang

sampai dengan 30 hari kerja. Pada pasal 46 POJK mengenai perlindungan konsumen

kedua belah pihak menemukan maupun tidak menemukan kesepakatan maka hal

tersebut harus dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi Otoritas Jasa Keuangan

yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )

MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’