26
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Defenisi Meningitis adalah terjadinya suatu proses peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges), meliputi duramater, araknoidmater, dan piamater (7) . Ketiganya berfungsi sebagai pelapis otak dan medulla spinalis. Proses peradangan atau inflamasi ini dapat didasari oleh beberapa etiologi (infeksi dan non-infeksi), serta dapat diidentifikasi oleh adanya peningkatan kadara leukosit di dalam likuor cerebrospinal (LCS). Gambar 5. lapisan meningean (3) 3.2 Etiologi 9

BAB III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab3

Citation preview

Page 1: BAB III

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Defenisi

Meningitis adalah terjadinya suatu proses peradangan atau inflamasi pada

selaput otak (meninges), meliputi duramater, araknoidmater, dan piamater(7).

Ketiganya berfungsi sebagai pelapis otak dan medulla spinalis. Proses peradangan

atau inflamasi ini dapat didasari oleh beberapa etiologi (infeksi dan non-infeksi), serta

dapat diidentifikasi oleh adanya peningkatan kadara leukosit di dalam likuor

cerebrospinal (LCS).

Gambar 5. lapisan meningean (3)

3.2 Etiologi

Penyebab dari meningitis, berdasarkan mikroorganismenya, dapat dibagi

menjadi bakteri, virus, dan jamur (8). Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan

liquor cerebrospinal. Selain didasari oleh infeksi itu sendiri, meningitis juga dapat

diakibatkan oleh penyakit non-infeksi, seperti pada penyakit HIV dan keganasan.

9

Page 2: BAB III

3.2.1 Virus

Meningitis septic, dikenal sebagai sindrom inflamasi meningeal, adalah suatu

kondisi dimana patogen bakterialnya tidak dapat teridentifikasi. Berdasarkan

penelitian, 1 dari 4 kasus meningitis septic, disebabkan oleh virus.

Meningitis virus pada umunya tidak menimbulkan gejala yang terlalu berat dan

dapat sembuh sendiri, tanpa pengobatan spesifik (8). Infeksi virus yang dapat

menyebabkan meningitis, adalah:

- Genus enterovirus (coxsackie-virus, echo-virus, rhino-virus, polio-virus)

- Virus mumps

- Varicella-zoster virus

- Haemophillus influenza

- Virus herpes simplex

- Virus Epstein-Barr

Dari keseluruh etiologi virus ini, yang insidensinya tertinggi adalah

enteriovirus, mengenai terutama anak berusia lebih muda dari 1 tahun. Dari sekian

banyak septic enterovirus, yang paling sering teridentifikasi sebagai etiologi

meningitis adalah septic coksackie-virus A9, B2, B4, dan echo-virus 6, 9, 11, 30.

Enterovirus ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Kasus meningitis enterovirus,

biasanya tidak disertai komplikasi apapun, bersifat jinak, dan jarang terdapat sekuel.

10

Page 3: BAB III

Insidensi meningitis oleh virus herpes simplex juga cukup tinggi, dengan 75%

di antaranya disebabkan oleh HSV-2. Pada neonatus, biasanya bermanifestasi sebagai

lesi kulit lokal. Transmisinya dapat terjadi ketika bayi dilahirkan secara per vaginam,

melalui jalan lahir yang terinfeksi, ataupun infeksi asendes melalui septic amnion

yang utuh. Infeksi ini lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita

infeksi primer aktif (50%), dibandingkan dengan ibu yang menderita herpes genital

rekuren (5%).

Selain infeksi secara langsung, meningitis septic non-infeksius juga dapat

dadasari oleh obat atau penyakit vaskuler. Obat yang paling sering terlibat adalah

golongan NSAID, seperti ibuprofen, immunoglobulin IV, dan antimikroba seperti

trimethoprim-sulfametoksazol. Sedangkan untuk penyakit vaskuler, yang sering

terkait adalah penyakit sistemik lupus eritematosus dan penyakit Kawasaki.

3.2.2 Bakteri

Meningitis bakteri insidensinya lebih tinggi dibandingkan dengan meningitis

virus. Bakteri penyebabnya juga bervariasi sesuai dengan kelompok umur. Selain itu,

gejala yang ditimbulkan oleh meningitis bakteri, pada umumnya lebih berat

dibandingkan meningitis virus.

Pada masa neonatus (1 bulan pertama kehidupan), bakteri yang sering

menyebabkan meningitis adalah Streptococcus group B dan Listeria monocytogenes.

Berdasarkan penelitian yang ada, terdapat cukup banyak kasus, di mana traktus

genitalia maternal merupakan sumber dari patogen pada meningitis di neonatus. Di

sini, meningitis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase onset dini (7 hari pertama

kehidupan) dan fase onset lambat (7-31 hari pertama kehidupan). Insidensi fase onset

dini adalah 1 dari 1.000 bayi lahir hidup, sedangkan fase onset lambat adalah 0,3

kasus per 1.000 bayi lahir hidup. Fakto resiko meningitis neonatus adalah bayi yang

dilahirkan preterm (7,9).

Sedangkan pada kelompok anak usia 2 bulan – 12 tahun, biasanya disebabkan

oleh Haemophillus influenza tipe B, Streptococcus pneumonia, dan Neisseriae

11

Page 4: BAB III

meningitides. Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun

2000, memaparkan bahwa terdapat 700 kasus meningitis bakteri, dengan 200

kematian di Amerika Serikat. Oleh karena itu, sejak Februari 2000, vaksin konjugasi

protein polisakarida 7-valen (Prevnar®, Wyeth Pharmaceuticals, Philadephia)

dimasukkan ke dalam jadwal vaksinasi anak. Semenjak implementasi ini, jumlah

infeksi pneumokokus invasive yang disbabkan oleh ke-7 serotipe pneumokokus

tersering (14, 6B, 19F, 18C, 23F, 4, dan 9V), telah berkurang banyak. Sedangkan dari

seluruh bakteri, insidensi tertinggi secara keseluruhan, adalah akibat Mycobacterium

tuberculosis (7,9).

.

12

Page 5: BAB III

3.2.3 Jamur

Meningitis jamur menduduki insidensi terendah, dibandingkan dengan 2

kelompok etiologi lainnya. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif dan

penderita leukemia. Etiologi jamur yang sering ditemukan adalah Cryptococcus

neoformans, Coccidioides immits, Candida albicans, dan Aspergillus.Infeksi jamur

pada susunan saraf pusat, dapat mengakibatkan meningitis akut, subaktus, dan

kronis(1).

13

Page 6: BAB III

3.3

Patofisiologi

Meningitis viral

Virus dapat memasuki tubuh melalui beberapa jalan, contohnya adalah kulit,

saluran pernafasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus

akan menyebar dan menimbulkan viremia, melalui cara-cara seperti berikut: (10)

- Penyebaran virus bersifat setempat, terbatas pada beberapa organ tertentu

- Penyebaran secara hematogen, virus masuk ke dalam darah, menyebar langsung

ke organ, dan berkembang biak di dalam organ tersebut

- Penyebaran melalui sistem limfatik, virus masuk ke dalam sistem drainase

limfatik, lalu menyebar ke organ-organ

14

Page 7: BAB III

- Penyebaran melalui saraf, dimana virus yang sebelumnya berada di sistem

limfatik, menyebar ke saraf dan bereplikasi di saraf, lalu menginfeksi organ

yang diinervasi oleh saraf tersebut

Kerusakan neurologis pada meningitis virus dapat diakibatkan oleh beberapa

mekanisme, yakni:

- Invasi secara langsung dan jaringan dihancurkan akibat translokasi DNA dari

virus ke jaringan

- Reaksi tubuh kita terhadap antigen virus tersebut, mengakibatkan demyelinisasi

dan penghancuran vaskuler

3.4 Manifestasi Klinis

Meninigitis memiliki trias gejala klinis yang cukup khas, yaitu onset demam

yang mendadak, sakit kepala, dan kaku kuduk. Selain itu, pasien juga dapat

mengeluhkan gejala lainnya seperti:

- Mual dan muntah

- Kejang

- Fotofobia

- Penurunan kesadaran

Meningitis Bakterial

Tidak terdapat satupun gejala patognomonik dari meningitis bakterial. Gejala

klinis meningitis bakterial sangatlah luas, tidak spesifik, sehingga ada kalanya

beberapa kasus dimana anak tersebut menderita meningitis, namun tidak ada gejala.

Gejala klinisnya bervariasi pada usia pasien, lama sakit, dan respon tubuh terhadap

infeksi (1,3).

Meningitis yang terjadi pada bayi baru lahir amatlah sulit untuk didiagnosis.

Hal ini dikarenakan tidak adanya gejala khas. Biasanya pasien mengeluhkan demam,

namun itupun hanya ditemukan pada sekitar 50% dari seluruh kasus meningitis.

15

Page 8: BAB III

Selain itu, keluhan pasien adalah tampak lemah, tidak mau makan, muntah,

penurunan kesadaran, leher yang kaku, serta respirasi yang tidak beraturan, dan

gejala-gejala sepsis. Oleh karena itu, pada setiap pasien sepsis, kita harus mencurigai

adanya kemungkinan meningitis (7,8).

Pada bayi berusia di kisaran 3 bulan – 2 tahun, gejala yang biasanya timbul

adalah demam, kejang, muntah, dan gelisah. Selain itu, tumbuh dan kembang anak

juga dapat terhambat. Diagnosis baru dapat lebih ditegakkan melalui pemeriksaan

fisik. Dapat ditemukan tanda-tanda yang jelas, seperti ubun-ubun yang tegang dan

menonjol, serta dapat ditemukan tanda kaku kuduk. Perlu ditekankan bahwa gejala

klinis dan pemeriksaan fisik yang bermakna pada anak berusia kurag dari 1 tahun,

tidak dapat diandalkan sebagai dasar diagnosis. Disarankan untuk dilakukan pungsi

lumbal untuk mendapatkan liquor cerebrospinal, lalu dianalisis. Kembali lagi, bahwa

pada setiap anak yang demam berkepanjangan ataupun berulang, perlu dicurigai

kemungkinan adanya meningitis.

Pada anak yang telah lebih dewasa, berusia di atas 2 tahun, dapat ditemui gejala

yang lebih khas, berupa gangguan tingkah laku, dan penurunan kesadaran yang lebih

jelas. Pada pemeriksaan fisik, selain kaku kuduk yang positif, tanda Kernig dan

Brudzinski dapat ditemukan positif secara lebih nyata.

16

Page 9: BAB III

Terdapat juga pembagian gejala klinis yang didasarkan sesuai stadiumnya,

terbagi menjadi tiga, yaitu:

- Stadium prodromal:

o Gejala biasanya diawali dengan terjadinya iritasi selaput otak

o Meningitis mulai perlahan, biasanya kenaikan suhu hanya hingga batasan

sub-febris

o Gejala klinis yang dapat timbul adalah anak menjadi apatis dan tidurnya

sering terganggu

o Pada stadium ini, kelainan neurologis belum ada yang tampak

- Stadium transisi:

o Stadium prodromal akan berlanjut menjadi stadium transisi

o Gejala klinis yang dikeluhkan biasanya adalah demam yang lebih jelas dan

mungkin terdapat penurunan kesadaran, serta adanya kejang

o Biasanya pada stadium ini, telah ditemukan reflex fisiologis yang meninggi

(hiperrefleksia), dan terdapat kelumpuhan nervus III, IV, dan VI, dengan

manifestasi klinis berupa nistagmus

- Stadium terminal

o Pada stadium ini, segala kelumpuhan telah terlihat lebih nyata

17

Page 10: BAB III

o Penurunan kesadaran semakin parah, pupil melebar, serta pasien dapat tidak

bereaksi sama sekali terhadap stimulus suara ataupun nyeri

o Pada inspeksi, dapat terlihat pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam)

o Suhu tubuh pasien semakin lama semakin tinggi, hingga timbullah

hiperpireksia (suhu tubuh > 41.5OC) dan anak akan meninggal

Secara keseluruhan, kelainan-kelainan yang berasal dari susunan saraf pusat ini,

disebabkan oleh inflamasi lokal pada meninges dan gangguan suplai darah ke saraf.

Saraf kranial yang paling sering terkena adalah nervus IV, VI, dan VII.

Ditemukannya tanda meningeal, diakibatkan karena adanya nekrosis korital dan

vaskulitis oklusif.

Meningitis Viral

Pada umumnya, gejala klinis yang ditimbulkan meningitis viral, tidaklah

seberat meningitis bakterial.

Penyakit biasanya berlangsung mendadak, walaupun tidak menutupi

kemungkinan adanya demam, beberapa hari sebelumnya. Gejala klinis yang

dikeluhkan juga tidak ada yang spesifik, contohnya adalah demam, nyeri kepala, dan

leher yang kaku, serta muntah. Gejala lainnya yang lebih jarang ditemukan adalah

penurunan kesadaran, fotofobia, paresthesia, myalgia, dan kejang. Bila etiologi

meningitisnya adalah Echovirus atau Coxsackie, maka dapat ditemui ruam pada

kulit(2,10)..

18

Page 11: BAB III

Sedangkan pada pemeriksaan fisik, temuannya juga sama dengan meningitis

bakteri. Tanda-tanda rangsang meningeal seperti kaku kudu, Kernig, dan Brudzinski,

positif (2,10).

Berikut ini dilampirkan table gejala yang secara kasar dapat membantu

mengarahkan dalam mencari etiologi meningitis viral.

Etiologi Gejala Klinis

Enterovirus Gastroenteritis, rash, faringitis

Morbilivirus Koplik spot, rash makulopapular

Herpes simplesk virus Erupsi vesikel

Epstein-barr virus Faringitis, limfadenopati, dan

splenomegaly

HIV Imunodefisiensi dan pneumonia

Mumps virus Parotitis

Koplik spot pada infeksi

Morbilivirus

Meningitis Jamur

Gejala klinis yang ditimbulkan meningitis jamur, sama seperti dengan

meningitis viral ataupun bakterial. Sedikit perbedaan yang ditemukan adalah

timbulnya gejala lebih bertahap. Tambahan gejala yang mungkin didapatkan pada

meningitis jamur adalah pasien dapat mengeluhkan halusinasi (2,3,8).

19

Page 12: BAB III

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal dilakukan untuk memperoleh liquor cerebrospinal, untuk nanti

dianalisa lebih lanjut. Hal ini cukup sering dilakukan untuk menegakkan etiologi

meninigitis (11).

Indikasi

Indikasi untuk dilakukan tindakan ini adalah(11):

- Terdapat kejang

- Ditemukannya defisit neurologis berupa paresis ataupun paralisis nervus

kranialis

- Penurunan kesadaran hingga koma

- Ubun-ubun yang besar dan menonjol

- Kaku kuduk (+)

- Leukemia

- Sepsis

Kontraindikasi dan Komplikasi

Kontraindikasi mutlak untuk dilakukannya pungsi lumbal adalah jika pasien

sedang pada fase syok, terdapat infeksi di daerah sekitar pungsi, dan adanya tanda-

tanda tekanan intrakranial meninggi.

Komplikasi dari dilakukannya tindakan ini adalah dapat terjadinya infeksi dan

sakit kepala. Selain itu, perlu hati-hati juga akan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi

karena penusukan yang tidak tepat ataupun jarum yang patah (11).

20

Page 13: BAB III

Alat, Bahan, dan Prosedur

Alat-alat yang perlu disiapkan untuk tidakan ini adalah:

- Sarung tangan sterik

- Duk berlubang

- Kassa steril, kapas, dan plester

- Jarum pungsi lumbal

- Antiseptik: Alkohol 70%

- Tabung reaksi untuk menampung liquor cerebrospinal

Prosedur untuk melakukan tindakan ini akan dibahas secara bertahap (11):

1. Pasien diposisikan memiring ke salah satu sisi tubuh. Leher diflelsikan

maksimal (dahi ditempelkan ke dinding dada) dan ekstremitas bawah

difleksikan maksimal juga (lutut ditempelkan ke dinding abdomen), serja

kolumna vertebralis disejajarkan dengan tempat tidur

2. Tentukan daerah pungsi lumbal, yaitu L4-L5, dengan menemukan garis potong

sumbu kolumna vertebralis dan garis antara kedua spina ishdkiadika anterior

superior (SIAS) kiri dan kanan.

3. Lakukan tindakan antiseptic pada kulit di sekitar daerah pungsi, dengan alcohol

70%. Lalu, tutup dengan duk steril berlubang, posisikan dimana daerah pungsi

lumbal dibiarkan terbuka.

4. Pastikan kembali daerah pungsi lumbal dengan menekankan ibu jari tangan

yang telah menggunakan sarung tangan steril. Berikanlah kekuatan yang cukup

pada penekanan, lakukan selama 15-30 detik, untuk menandai titik pungsi

tersebut.

5. Tusukkan jarum spinal pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum

secara perlahan, sampai menembus duramater.

6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan liquor cerebrospinal akan keluar.

7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester steril.

21

Page 14: BAB III

Pengukuran tekanan LCS

Hal pertama yang perlu dianalisis adalah tekanan dari liquor cerebrospinal.

Ketika jarum telah ditusukkan dan LCS telah mengalir keluar, manometer pengukur

tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi lumbar tersebut. LCS

dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya cairan diukur dalam satuan

millimeter air. Nilai normal tekanan LCS adalah 50-200mm pada keadaan tenang.

Peningkatan tekanan LCS dapat ditemukan pada anak yang memberontak, menangis,

dan batuk (11).

Analisis LCS

Pada pungsi lumbal yang berhasil, LCS yang keluar ditampung dalam botol

steril untuk dianalisis secara lengkap. Perlu diperhatikan adalah kejernihan dan warna

dari LCS tersebut. Pada keadaan normal, LCS berwarna jernih. Setelah itu, ditentukan

akan adanya peningkatan protein pada LCS dengan menggunakan uji Pandy dan

Nonne.

Pada uji Pandy, LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah

diisi dengan 1 ml carbolic acid. Bila kadar protein meninggi, akan didapatkan warna

putih keruh pada tabung reaksi tersebut. Sedangkan pada uji Nonne, 0.5 ml LCS

diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya diisi dengan 1 ml larutan

ammonium-sulfat. BIla kadar protein meninggi, didapati cincin putih pada perbatasan

antara cairan ammonium-sulfat dan LCS tersebut (11).

22

Page 15: BAB III

Meningitis Bakterial (1,9)

- Didapatkan cairan LCS yang keruh (cloudy)

- Hasil tes Nonne dapat negatif ataupun positif, namun tes Pandy menunjukkan

(+) atau (++)

- Pada analisis, biasanya jumlah sel adalah 100-10.000/m3 dengan hitung jenis

predominan polimorfonuklear (PMN)

- Protein meningkat cukup tinggi, berkisar di 200-500 mg/dL

- Glukosa:< 40 mg/dL

Meningitis Viral (1,9)

- Ditemukan sel pleositosis

- Hitung jenis sel, biasanya didominasi oleh limfosit

- Kadar protein tidak terlalu meningkat, biasanya < 200 mg/dL

Meningitis Jamur(1,9)

- Ditemukan sel pleositosis, namun tidak sebanyak pada meningitis viral

- Hitung jenis sil, biasanya didominasi oleh limfosit

- Glukosa biasanya agak menurun (< 40 mg/dL)

- Kadar protein dapat meningkat, menyerupai meningitis bakterial, biasanya 100-

200 mg/dL

23

Page 16: BAB III

3.6 Diagnosis

Meningitis Viral

Diagnosis meningitis viral hanya dapat ditegakkan melalui isolasi virus.

Namun, pada praktek sehari-hari, jarang dilakukan pemeriksaan serologis, oleh

karena banyaknya jenis virus yang dapat menyebabkan meningitis.

Diagnosis biasanya dapat didasarkan atas usia pasien dan gejala klinis yang ada.

Walaupun, sekali lagi, gejala klinis tidak dapat menggambarkan etiologi pasti

meningitis virus. Biakan LCS dapat dilakukan, guna menyingkirkan kemungkinan

penyebab lainnya (1,8,10).

3.7 Komplikasi (1)

a. Kejang

Kejang merupakan komplikasi yang penting, sangat ditakutkan oleh keluarga

pasien, dan insidensinya cukup tinggi (hampir 1 dari 5 pasien). Kemungkinan kejang

lebih tinggi pada anak berusia kurang dari 1 tahun, mencapai 40$. Pada pasien yang

sampai di fase kejang ini, biasanya aka nada komplikasi neurologis yang sifatnya

dapat menjadi permanen.

b. Edema serebral

Komplikasi ini paling sering terjadi pada kasus-kasus meningitis bakterial.

Serta merupakan penyebab kematian yang penting.

Kelumpuhan saraf kranial dan infark serebri.

Kelumpuhan saraf kranial serta terganggunya aliran darah, merupakan sekunder

dari adanya peningkatan tekanan intrakranial. Pada beberapa kasus yang cuku parahm

pungsi lumbal mungkin diperlukan untuk mengurangi tekanan intrakranial.

Pada infark serebri, terjadi pembengkakan sel endotel dan proliferasi ke dalam

lumen pembuluh darah, serta infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel inflamasi.

24

Page 17: BAB III

Secara umum, infark diakibatkan oleh thrombosis pembuluh darah, dengan vena lebih

sering terkena dibandingkan arteri.

c. Efusi Subdural

Pada setiap kasus meningitis, harus dipikarkan akan adanya kemunginan efusi

subdural, terutama pada kasus dengan demam terus menerus selama 72 jam,

walaupun telah diberikan pengobatan yang adekuat. Selain itu, pasien yang

berpredileksi mengalami komplikasi efusi subdural, biasanya mengeluhkan ubun-

ubun yang besar dan membenjol, timbul kelainan neurologis fokal, serta muntah

proyektil. Selanjutnyam efusi subdural memiliki 3 kemungkinan, yaitu kering sendiri

(bila jumlahnya sedikit), menetap ataupun bertambah banyak, dan menjadi

empyema(8).

Pengobatan efusi subdural, masih kontroversial, tetapi biasanya dilakukan tap

subdural apabila terjadi penekanan jaringan otak, demam yang menetap, dan

penurunan kesadaran tanpa perbaikan. Jika setelah 2 minggu, tetap tidak kering,

pasien perlu dikonsulkan ke bedah saraf, untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

d. Gangguan cairan dan elektrolit

Komplikasi ini paling sering ditemukan pada meningitis bakterial, kadang

disertai dengan hypervolemia, oliguria, gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini

diakibatkan oleh sekresi anti-diuretic hormone yang berlebihan. Oleh karena itu,

harus dipastikan bahwa dilakukan cek elektrolit yang rutin pada pasien meningitis.

3.8 Pengobatan

Meningitis Viral

Kebanyakan kasus meningitis virus bersifat self-limited dan terapi yang

diberikan cukup terapi simtomatik. Bahkan, pada beberapa kasus, pasien tidak

diindikasikan untuk rawat inap. Pada pasien dengan defisiensi imunitas ataupun

sepsis berat pada neonatus, dapat diberikan immunoglobulin intravena.

25

Page 18: BAB III

Bukti anekdotla mendukung pemberian asiklovir untuk bagian dari terapi

meningitis Herpes Simplex virus, Epstein-barr virus, dan Varicella zoster virus.

Terapi ini biasanya diindikasikan untuk pasien dengan meningitis HSV primar dan

pasien meningitis viral yang memiliki gejala dan defisit neurologis yang berat. Selain

asiklovir, dapat diberikan juga famsiklovir, dan valasiklovir. Studi membuktikkan

bahwa penggunaan ketiga golongan ini, memiliki efektifitas yang sama-sama baik.

Dosis asiklovir yang biasa digunakan adalah 10 mg/kg BB, diberikan setiap 8 jam.

Hingga saat ini, belum ada rumusan pasti untuk penggunaan famsiklovir, karena

memang penggunaan obat ini masih jarang, tetapi, suatu studi menyimpulkan bahwa

dosis famsiklovir untuk anak-anak berkisar di 150-500 mg/hari. Untuk valaskilovir,

dosis yang direkomendasikan adalah 20mg / kg BB, 3x sehari, dengan dosis

maximum adalah 1000mg dalah 1 hari (8,9,10).

3.9 Pencegahan

Meningitis Viral

Seseorang yang menderita infeksi virus dapat sewaktu-waktu berkembang

menjadi meningitis. Tidak terdapat vaksin untuk penyebab tersering dari meningitis

virus. Cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan mencegah terjadinya infeksi

virus. Namun, hal ini sulit dilakukan oleh karena seseorang dapat menderita infeksi

virus dan menyebarkan virus tersebut walaupun tidak terlihat sakit.

Berikut beberapa cara untuk mengurangi resiko terserang infeksi virus atau

menyebarkannya ke orang lain (9):

- Cuci tangan dengan benar dan sering, terutama setelah mengganti popok,

menggunakan toilet, batuk atau bersin dan memegang hidung.

- Bersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi, seperti pegangan pintu

dan remote control tv dengan sabun dan air, lakukan desinfeksi dengan

mengencerkannya dengan cairan pemutih yang mengandung klorin.

26

Page 19: BAB III

- Hindari berciuman atau bertukar gelas minuman, alat makan, lipstick atau

benda lain dengan seseorang yang sakit atau dengan orang lain saat kita sakit.

- Pastikan seluruh anggota keluarga sudah divaksin.

- Pastikan bahwa jadwal imunisasi anak berjalan dengan tepat waktu. Karena

vaksinasi lainnya, misalnya vaksin MMR, terbukti dapat membantu mencegah

terjadinya meningitis

- Hindari gigitan nyamuk atau serangga lain yang dapat menjadi vector penyakit

27