29
BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN Secara konseptual penelitian ini didasari atas beberapa teori yang berkaitan dengan transportasi berkelanjutan dan penentuan indikator keberlanjutan transportasi perkotaan yang akan menggambarkan kinerja transportasi di Kota Soreang. Berbagai teori tersebut akan dipaparkan pada bagian ini. 2.1 Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan telah menjadi paradigma baru dalam perencanaan pembangunan. Kata ’sustainable’ pertama kali digunakan dalam tulisan The Limit of Growth pada tahun 1972 (Meadow et al, 1972 dalam Kurniadi, 2007) mengenai pola pembangunan manusia (human development pattern) yang merupakan kajian mengenai pemanfaatan sumber daya global. Pada awal tahun 1970-an banyak pula diskusi lain yang mendorong untuk mempertimbangkan kembali tren pembangunan jangka panjang teruama dalam konferensi Human Environment yang diselenggarakan di Stockholm oleh PBB pada tahun 1973 mengenai Energy Crisis. Pemerhati etika juga berperan dalam membangun konsep keberlanjutan pada pertengahan tahun 1970-an yang memfokuskan pada aspek keadilan sosial. Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an konsep pembangunan berkelanjutan diakui secara internasional dengan dipublikasikannya laporan dari World Comission on Environment and Development WCED (the Brundtland Comission) pada tahun 1987 dan Earth Summit yang diselenggarakan PBB pada tahun 1991 (Wheeler, 2000 dalam Kurniadi, 2007:19) Dalam laporan tersebut, Brundlant merumuskan pembangunan berkelanjutan sebagai ’pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang’. Rumusan tersebut pada dasarnya memuat dua konsep pokok, yaitu (1) konsep kebutuhan, (2) gagasan keterbatasan. Konsep kebutuhan memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan esensial kaum miskin dunia, gagasan keterbatasan menyangkut keterbatasan teknologi dan organisasi sosial terhadap sumber daya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer mengadopsi dampak dari kegiatan manusia

BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

  • Upload
    ledung

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

BAB II

TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN

Secara konseptual penelitian ini didasari atas beberapa teori yang

berkaitan dengan transportasi berkelanjutan dan penentuan indikator

keberlanjutan transportasi perkotaan yang akan menggambarkan kinerja

transportasi di Kota Soreang. Berbagai teori tersebut akan dipaparkan pada

bagian ini.

2.1 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan telah menjadi paradigma baru dalam

perencanaan pembangunan. Kata ’sustainable’ pertama kali digunakan dalam

tulisan The Limit of Growth pada tahun 1972 (Meadow et al, 1972 dalam Kurniadi,

2007) mengenai pola pembangunan manusia (human development pattern) yang

merupakan kajian mengenai pemanfaatan sumber daya global. Pada awal tahun

1970-an banyak pula diskusi lain yang mendorong untuk mempertimbangkan

kembali tren pembangunan jangka panjang teruama dalam konferensi Human

Environment yang diselenggarakan di Stockholm oleh PBB pada tahun 1973

mengenai Energy Crisis. Pemerhati etika juga berperan dalam membangun

konsep keberlanjutan pada pertengahan tahun 1970-an yang memfokuskan

pada aspek keadilan sosial. Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an konsep

pembangunan berkelanjutan diakui secara internasional dengan

dipublikasikannya laporan dari World Comission on Environment and

Development – WCED (the Brundtland Comission) pada tahun 1987 dan Earth

Summit yang diselenggarakan PBB pada tahun 1991 (Wheeler, 2000 dalam

Kurniadi, 2007:19)

Dalam laporan tersebut, Brundlant merumuskan pembangunan

berkelanjutan sebagai ’pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi

sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang’. Rumusan

tersebut pada dasarnya memuat dua konsep pokok, yaitu (1) konsep kebutuhan,

(2) gagasan keterbatasan. Konsep kebutuhan memprioritaskan pada pemenuhan

kebutuhan esensial kaum miskin dunia, gagasan keterbatasan menyangkut

keterbatasan teknologi dan organisasi sosial terhadap sumber daya lingkungan

serta oleh kemampuan biosfer mengadopsi dampak dari kegiatan manusia

Page 2: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

(WCED, 1987:8).

Sasaran pembangunan berkelanjutan menurut Brundlant yaitu : (1)

mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus mengubah kualitas pertumbuhan;

(2) memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan memprioritaskan pada

pemenuhan kebutuhan penduduk miskin dunia dalam hal pekerjaan, pangan,

pelayanan pendidikan, perawatan kesehatan, air dan sanitasi, dan energi; (3)

menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang dapat dipertanggung jawabkan;

(4) mengkonservasi dan meningkatkan sumber daya dasar; (5) memadukan

pertimbangan lingkungan dan ekonomi ke dalam proses pengambilan keputusan;

(6) menyesuaikan kembali teknologi dan mengelola resiko, dan (7) mendasarkan

pengambilan keputusan dan implementasinya pada partisipasi penduduk secara

luas (Soussan, 1992:25).

Konsep pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan oleh Brundlant

masih bersifat normatif, sedangkan aspek operasionalnya masih mengalami

kendala. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep tersebut dielaborasi oleh

para pakar ke dalam beberapa alternatif pengertian yang lebih operasional.

Istilah keberlanjutan dalam pendidikan perencanaan pun terus

berkembang. Friedmann (1996) (dalam Gunder, 2006) pertama kali menyadari

perlunya ”sustainability” dalam pendidikan perencanaan di Amerika Utara yang

diadopsi dari konsep pembangunan berkelanjutan. Proporsi pengajaran

mengenai konsep ini terus meningkat hingga saat ini. Bahkan di Inggris

pembangunan berkelanjutan lahir sebagai wacana utama selama tahun 1990-an,

terutama berkaitan dengan permintaan akan penyediaan perumahan (Murdoch

dan Abram dalam Gunder, 2006).

Definisi lain mengenai pembangunan berkelanjutan antara lain :

’Pembangunan berkelanjutan : Pembangunan yang berusaha untuk mencapai pemuasan kebutuhan manusia selamanya dan peningkatan kualitas kehidupan manusia’ (Robert Allen, How to Save the World, London: Kogan Page, 1980 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ’Masyarakat yang berkelanjutan adalah masyarakat yang memiliki kehidupan terus menerus dalam batasan lingkungan yang ada. Masyarakat bukan berarti masyarakat yang ’tidak berkembang’, tetapi merupakan masyarakat yang mengenali batas pertumbuhan dan mencari alternatif untuk berkembang’.(J. Coomer, Quest for a Sustainable Society, Oxford: Pergamon, 1979 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Istilah pembangunan berkelanjutan menganjurkan bahwa nilai-nilai ekologis dapat dan harus diterapkan dalam proses ekonomi. (Michael Redclift, Sustainable Development: Exploring the Contradictions, London:

Page 3: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Methuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk pada ‘equity’ (kesamaan/keadilan). Baik intra-generasi equity yang memenuhi kebutuhan minimal pada masyarakat dan inter-generasi equity yang menjamin perlakuan adil untuk generasi mendatang yang harus menjamin perlakuan adil untuk generasi mendatang yang harus dipertimbangkan. (Elkin et al dalam Burton, 2000). ‘Pembangunan berkelanjutan didasarkan pada ketentuan bahwa ketersediaan sumber daya alam (natural capital stock) harus tidak berkurang dari waktu ke waktu’ (David Pearce, 1990 dalam Wheeler, 2000). Meskipun banyak pihak yang telah berusaha mendefinisikan

pembangunan berkelanjutan, misalnya terlalu bersifat antroposentris atau

mengutamakan konsep kebutuhan yang sangat subjektif. Definisi lain juga

mengutamakan hal ekologis yang menekankan pada konsep daya dukung

(carrying capacity), tetapi daya dukung manusia baik dalam skala regional dan

bumi secara keseluruhan sangatlah sulit untuk ditentukan. Definisi dari sudut

pandang ekonomi yang mengutamakan sumber daya alam mengalami

permasalahan dalam pengukuran sumber daya alam dan membutuhkan

kepercayaan yang sangat tinggi terhadap kemampuan konsep ekonomi dalam

mengukur nilai objek-objek non-ekonomi.

Wheeler (2000) (dalam Kurniadi, 2007 : 21) menganjurkan strategi dalam

pendefinisian pembangunan berkelanjutan sebagai ’pembangunan yang

meningkatkan kesehatan manusia dan sistem ekologis jangka panjang’.

Pendekatan ini menekankan perspektif jangka panjang dari pembangunan

berkelanjutan dengan menghindari debat mengenai daya dukung, kebutuhan,

sumber daya alam atau kondisi keberlanjutan.

Dari beberapa definisi di atas dan permasalahan yang ada, terlihat jelas

bahwa definisi yang diberikan sangat bergantung dari sudut pandang mana

suatu pihak mendefinisikan pembangunan berkelanjutan. Sudut pandang yang

seringkali digunakan adalah ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam KTT Rio de

Janerio pada tahun 1992, konsep interaksi antara tiga sistem tersebut dibahas

dan dikembangkan lebih lanjut sehingga menghasilkan kesepakatan tiga pilar

pembangunan berkelanjutan yang saling mengait dan menunjang, yakni

pembangunan ekonomi, sosial dan kelestarian lingkungan hidup (Soussan, 1992

(dalam Kurniadi, 2007)).

Page 4: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Gambar 2.1 Interaksi Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Sumber : Kurniadi, 2007

2.2 Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan

Konsep keberlanjutan dirasakan sangat penting untuk diterapkan dalam

perencanaan transportasi (Litman dan Burwell, 2004). Dapat dikatakan bahwa

transportasi berkelanjutan (sustainable transportation) merupakan refleksi

pembangunan yang berkelanjutan dalam sektor transportasi. Ada beberapa

faktor pemicu perlunya strategi transportasi berkelanjutan, yaitu :

a. Selama ini kebijakan pemerintah masih berorientasi pada pengembangan

infrastruktur jalan;

b. kurangnya kajian transportasi yang komprehensif;

c. pertumbuhan cepat dalam era ekonomi global lebih menuntut pelayanan

transportasi yang lebih beragam baik kualitas maupun kuantitasnya;

d. kekhawatiran akan ancaman penurunan kualitas lingkungan.

2.2.1 Definisi

Pada dasarnya, tidak terdapat satu pengertian utuh dan bersifat universal

yang dapat mendefinisikan transportasi berkelanjutan (Janic, 2005:83). Bila

KOTA

Positif secara keruangan Berwawasan lingkungan Efisien bagi transportasi

Bermanfaat dari sisi sosial Vitalitas bagi pembangunan

ekonomi

LingkunganMaksimalisasi efisiensi energi; Konservasi Sumber daya alam dan habitat; Minimalisasi kerusakan bencana

Ekonomi Mendorong eksistensi ekonomi lokal; Ketersediaan kesempatan kerja.

Sosial Meningkatkan kualitas hidup; Mendorong kesetaraan sosial.

Page 5: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

dikaitkan dengan pengertian pembangunan berkelanjutan, konsep transportasi

yang berkelanjutan pada dasarnya merupakan pengembangan perkotaan dan

sistem transportasinya secara berkelanjutan dengan tidak merugikan generasi

yang akan datang.

Center of Sustainable Transport di Kanada (CST, 1999) mendefenisikan

transportasi berkelanjutan sebagai suatu sistem transportasi yang dapat : (a)

menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan ekosistem

yang sehat; (b) terjangkau, beroperasi secara efisien, menawarkan berbagai

pilihan moda transportasi dan mendukung pembangunan regional; (c) membatasi

emisi dan pembuangan agar tidak melampaui kemampuan bumi dalam

menyerapnya, meminimalisasi dampak penggunaan lahan dan polusi suara.

Tujuan transportasi berkelanjutan berdasarkan definisi ini adalah untuk menjamin

keterlibatan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dalam merumuskan kebijakan

dalam sektor transportasi.

Definisi transportasi berkelanjutan juga dikemukakan oleh Organization of

Economic Cooperation and Development dan National Round Table on the

Environment and the Economy (OECD,1996; NRTEE,1996) yang mendefinisikan

keberlanjutan transportasi dalam 3 aspek yakni ; (a) lingkungan : transportasi

yang tidak membahayakan kesehatan publik dan ekosistem serta menyediakan

sarana mobilitas dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui

atau dengan kata lain transportasi yang tidak menimbulkan polusi air, udara dan

tanah dan menghindari penggunaan sumberdaya yang berlebihan; (b) ekonomi :

transportasi yang dapat menjamin pemenuhan biaya transportasi melalui

pembebanan ongkos yang layak bagi masyarakat pengguna sarana transportasi

dan dapat mewujudkan keadilan dalam sistem transportasi; (c) sosial :

transportasi yang dapat meminimalisasi tingkat kebisingan, kecelakaan, waktu

tempuh, kerugian akibat kemacetan, dan dapat meningkatkan keadilan sosial

dan tingkat kesehatan dalam komunitas (transportasi yang dapat mendukung

terwujudnya lingkungan sosial yang sehat, komunitas yang layak untuk didiami

dan kaya akan modal sosial)

Berdasarkan definisi tersebut, OECD mengindikasikan bahwa tujuan dari

transportasi berkelanjutan adalah menjamin ketersediaan akses, pelayanan, dan

penyediaan sarana yang tidak menggunakan sumberdaya yang membahayakan

lingkungan dan menjamin terwujudnya keadilan bagi masyarakat (OECD:1996).

Transportasi berkelanjutan juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem

Page 6: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

transportasi yang penggunaan bahan bakar, emisi kendaraan, tingkat keamanan,

kemacetan, serta akses sosial dan ekonominya tidak akan menimbulkan dampak

negatif yang tidak dapat diantisipasi oleh generasi yang akan datang (Richardson,

1999).

Transportasi yang berkelanjutan merupakan sistem transportasi yang

dapat meminimalisasi dampak terhadap aspek lingkungan, ekonomi dan sosial

dengan memanfaatkan energi dan spasial yang efisien. Keefisienan energi dapat

terwujud melalui pengoptimalan penggunaan energi yang dapat diperbaharui

dalam bidang transportasi atau penggunaan sumber daya yang tidak dapat

diperbaharui secara efektif misalnya melalui proses transit dan ridesharing.

Sedangkan tingkat efisien dalam aspek spasial dapat dicapai melalui

pemanfaatan lahan secara efektif, mendorong terwujudnya mix used zoning

sehingga dapat meningkatkan akses (Ciuffini, 1995). Oleh karena itu transportasi

berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan akses (bagi semua level mobilitas),

tingkat keamanan, kelestarian lingkungan, kekuatan ekonomi dan mampu

mempersingkat waktu perjalanan (Remiz, 1998)

Lee (Leslee Hamilton, 2002) mendefinisikan transportasi berkelanjutan ke

dalam 5 prinsip yakni : (a) efisien dan seimbang dalam 3 aspek baik ekonomi,

lingkungan dan sosial; (b) self sustain, konsumen sebagai benefator mampu

membayar biaya pengoperasian dan pengembangan sektor transportasi;

(c) mengembangkan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan;

(d) meminimalisasi penggunaan kendaraan bermotor; (e) meminimalisasi tingkat

perjalanan; (f) Lebih ramah lingkungan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

transportasi berkelanjutan merupakan sistem transportasi yang berkelanjutan

dalam tiga aspek yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial. Keberlanjutan dalam

aspek lingkungan ditandai dengan adanya sistem transportasi yang mampu

meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan, membatasi emisi dan

buangan sesuai dengan kemampuan absorbsi alam, dan meminimalkan

penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Keberlanjutan dalam

aspek ekonomi berkaitan dengan keterjangkauan (akses) masyarakat terhadap

transportasi, keefisienan dan ketersediaan moda transportasi bagi masyarakat.

Sedangkan keberlanjutan dalam aspek sosial lebih ditekankan pada prinsip

keamanan dan perwujudan komunitas yang sehat dan layak huni. Dengan kata

Page 7: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

lain, sustainable transport sebagai bagian dari sustainable development secara

umum dikembangkan melalui tiga syarat, yaitu peningkatan kesejahteraan

ekonomi masyarakat (economy), meminimasi dampak pembangunan terhadap

lingkungan hidup (environment), serta keberlanjutan sumber daya (equity).

2.2.2 Aspek dalam Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan

Berpedoman pada definisi transportasi berkelanjutan yang dikemukakan

pada bagian sebelumnya, pada dasarnya terdapat tiga aspek dalam transportasi

berkelanjutan yakni keberlanjutan dalam aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

2.2.2.1 Aspek Lingkungan

Keberlanjutan transportasi dalam aspek lingkungan dapat diidefinisikan

dalam hal membatasi emisi dan buangan agar tidak melampaui kemampuan

absorbsi bumi, meminimumkan penggunaan energi dari sumber yang tak

terbarukan, menggunakan komponen yang terdaur ulang, dan meminimalisasi

penggunaan lahan serta memproduksi polusi suara yang sekecil mungkin (CST,

1999) atau transportasi yang tidak membahayakan kesehatan publik dan

ekosistem dan menyediakan sarana mobilitas dengan memanfaatkan sumber

daya yang dapat diperbaharui. Dengan kata lain transportasi yang tidak

menimbulkan polusi air, udara dan tanah dan menghindari penggunaan

sumberdaya yang berlebihan (OECD,1996; NRTEE,1996).

Beberapa hal yang akan dilihat lebih lanjut yang berkaitan dengan

keberlanjutan transportasi dalam aspek lingkungan ini antara lain pencemaran

udara, tingkat kebisingan, polusi air, tingkat penggunaan sumber daya yang tidak

dapat diperbaharui, penurunan kualitas lahan, dan kerusakan ekosistem yang

ditimbulkan dari sektor transportasi (Litman, 2005).

2.2.2.2 Aspek Sosial

Dalam aspek sosial, keberlanjutan transportasi perkotaan dapat

didefinisikan sebagai suatu sistem yang menyediakan akses terhadap kebutuhan

dasar individu atau masyarakat secara aman dan dalam cara yang tetap

konsisten dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan dengan keadilan

masyarakat saat ini dan masa datang (CST, 1999) atau transportasi yang dapat

meminimalisasi tingkat kebisingan, kecelakaan, waktu tempuh, kerugian akibat

Page 8: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

kemacetan, dan dapat meningkatkan keadilan sosial dan tingkat kesehatan

dalam komunitas (transportasi yang dapat mendukung terwujudnya lingkungan

sosial yang sehat, komunitas yang layak untuk didiami dan kaya akan modal

sosial) (OECD,1996; NRTEE,1996).

Keberlanjutan transportasi perkotaan dalam aspek sosial dapat dilihat

melalui dampak sosial yang timbul akibat sistem transportasi yang ada. Dampak

sosial ini berkaitan dengan kesetaraan (equity), kesehatan manusia, interaksi

dalam suatu komunitas, nilai dan tradisi budaya dan unsur estetika (Forkenbrock

dan Weisbrod, 2001; Litman, 2004; VTPI, 2005).

2.2.2.3 Aspek Ekonomi

Keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi adalah transportasi

yang terjangkau, beroperasi secara efisien, mampu menyediakan berbagai

alternatif pilihan moda transportasi dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi

(CST, 1999) atau transportasi yang dapat menjamin pemenuhan biaya

transportasi melalui pembebanan ongkos yang layak bagi masyarakat pengguna

sarana transportasi (OECD,1996; NRTEE,1996)

Secara umum pembangunan ekonomi menyangkut peningkatan

pendapatan, ketenaga kerjaan, produktivitas dan kesejahteraan sosial. Hal ini

juga terkait dengan sektor transportasi. Bagian yang akan dilihat untuk

mengidentifikasi keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi berhubungan

dengan ketersediaan moda, aksesibilitas, dan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan untuk sektor transportasi (Litman, 2005).

2.2.3 Penerapan Konsep Transportasi Berkelanjutan di Negara

Berkembang

Penerapan konsep transportasi berkelanjutan di negara berkembang

masih menghadapi tantangan besar. Meskipun demikian, beberapa kota di

negara berkembang telah banyak yang menerapkan konsep transportasi

berkelanjutan dalam pembangunan wilayahnya. Salah satunya, Kota Curitiba,

Brazil menunjukkan adanya usaha mengadopsi konsep ini dengan beberapa

penyesuaian. Curitiba merupakan sebuah kota di Brazil yang merupakan ibukota

Parana. Wilayah metropolitan Curitiba menjadi salah satu wilayah perkotaan

yang berkembang pesat selama 30 tahun terakhir. Saat ini Curitiba dianggap

sebagai salah satu contoh terbaik dari perencaan kota. Pada tahun 1996, para

Page 9: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

perencana yang hadir pada Habitat II Summit memcerikan Curitiba predikat

sebagai ’kota yang terinovatif di dunia’. Curitiba mampu mengantisipasi

perkembangan yang pesat sehingga dapat menfasilitasi pertumbuhan dengan

menyediakan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang mampu meningkatkan

kualitas hidup masyarakat kota. Antisipasi terhadap perkembangan ini dimulai

sejak tahun 1960-an. Walikota Curitiba memimpin sebuah tim Universidade

Federal do Parana yang merekomendasikan pada kontrol pertumbuhan kota

acak (urban sprawl), mengurangi kemacetan lalu lintas di pusat kota, dan

mengembangkan sistem transportasi publik (Mulyanto, 2005). Sistem infrastruktur

Curitiba membuat perjalanan bus menjadi lebih cepat dan nyaman sehingga

secara efektif mendorong orang untuk menggunakan bus, sedangkan sistem

infrastruktur sebelumnya mendorong penduduk untuk menggunakan kendaraan

pribadi (Rosyidie, 2004).

Kunci utama dalam perencanaan kota di Curitiba adalah manajemen tata

lahan dan perencanaan jaringan jalan dan transportasi. Curitiba cenderung untuk

membangun wilayah sekitar pusat kota dengan kerangka utama pembangunan

sepanjang koridor arteri. Aktivitas perkotaan tidak hanya di pusat kota tetapi juga

di wilayah sekitar karena daerah sekitarnya perlu juga untuk dibangun. Curitiba

juga membangun pusat kota menjadi kawasan kegiatan sosial dan ekonomi yang

nyaman untuk berjalan kaki dan terdapat mall, perpustakaan umum dan lain-lain

(Mulyanto, 2005). Kota Curitiba telah memberikan contoh kepada dunia suatu

model bagaimana mengintegrasikan pertimbangan transportasi berkelanjutan ke

dalam pengembangan bisnis, pengembangan prasarana dan pengembangan

masyarakat serta peningkatan kualitas lingkungan (Rosyidie, 2004).

2.3 Indikator Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan

Hal penting dalam mengidentifikasi keberlanjutan transportasi perkotaan

adalah dengan melihat karakteristik sistem transportasi berdasarkan indikator

tertentu. Indikator keberlanjutan transportasi perkotaan secara tidak langsung

dapat menggambarkan kinerja transportasi di suatu kota

2.3.1 Definisi Indikator Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan

Indikator merupakan sesuatu yang diukur untuk mengevaluasi sejauh

mana tujuan yang ingin dicapai dari suatu kegiatan (Litman, 2005). Indikator dapat

Page 10: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

menggambarkan trend yang terjadi, memprediksi permasalahan, dan melihat

kinerja suatu wilayah atau organisasi. Indikator memiliki pengaruh yang cukup

signifikan dalam proses perencanaan. Karena itu, sangat penting untuk lebih

cermat dalam memilih dan menentukan indikator yang akan digunakan. Indikator

dapat digunakan untuk melihat beberapa hal, yaitu :

a. Proses perencanaan, untuk melihat apakah perencanaan dan investasi

yang dilakukan telah bersifat komprehensif, tidak bias atau inklusif;

b. Opsi dan insentif, untuk melihat apakah masyarakat mempunyai alternatif

pilihan yang cukup dan melihat tingkat keefisienan kondisi di lingkungan

masyarakat;

c. Budaya berkendara masyarakat, misalnya kepemilikan kendaraan, tingkat

perjalanan, pilihan moda;

d. Dampak fisik, misalnya emisi kendaraan, tingkat kecelakaan,

penggunaan lahan;

e. Dampak terhadap sosial dan lingkungan sekitar, misalnya tingkat

kematian dan degradasi lingkungan;

f. Dampak terhadap perekonomian, seperti penurunan produktivitas,

peningkatan beban kebutuhan masyarakat;

g. Target yang ingin dicapai.

Indikator bukanlah data, perbedaan utama antara indikator dan jenis data

yang lain adalah keterkaitan dengan kebijakan yang eksplisit. Indikator adalah

interface antara kebijakan dan data. Kaitan antara data dan indikator dapat

dilihat pada gambar 2.2. Data merupakan input dasar yang dapat digunakan

dalam perhitungan-perhitungan statistik sehingga dapt membentuk indikator-

indikator. Indikator merupakan sebuah model yang menyederhanakan subjek

yang kompleks dalam angka-angka sederhana yang dapat ditangkap dan

dimengerti oleh pengambil kebijakan dan publik. Indikator harus user driven dan

biasanya merupakan agregat secara umum, berupa angka tunggal atau rasio,

sehingga perubahan atau perbedaan nilai sebuah indikator mungkin lebih

penting bila dibandingkan dengan nilai mutlaknya. Perumusan indikator harus

mempertimbangkan ketersediaan data dan perhitungan statistik yang dapat

digunakan. Pada akhirnya gabungan komposit dari beberapa indikator-indikator

dapat membentuk indeks.

Page 11: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Gambar 2.2 Segitiga Data

Indeks

Indikator

Statistik

Data

Sumber : Kurniadi, 2007

2.3.2 Pertimbangan Pemilihan Indikator Transportasi Berkelanjutan

Pada dasarnya tidak semua indikator dapat dikatakan baik dan dapat

digunakan untuk melihat tingkat keberlanjutan transportasi perkotaan (Janic,

2003). Menurut Litman (2003) terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih

indikator transportasi berkelanjutan, yaitu ;

a. Beragam (diversity) : indikator yang dipilih adalah indikator yang dapat

mencerminkan semua aspek baik ekonomi, lingkungan maupun sosial;

b. berguna (usefulness) : indikator yang dapat digunakan dalam proses

pengambilan keputusan dalam perencanaan;

c. mudah dimengerti (ease of understanding) : indikator yang mudah

dimengerti oleh ahli dan masyarakat banyak;

d. ketersediaan data dan biaya (data availability and collection cost) :

indikator yang berdasarkan pada data yang mudah diperoleh dan

tersedia;

e. dapat dibandingkan (comparability) : indikator yang dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan dalam membuat keputusan;

f. tujuan pelaksanaan (performance targets) : indikator yang dapat

digunakan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.

Sementara itu, Kely (1998) mengidentifikasikan beberapa kriteria indikator

transportasi berkelanjutan yang baik, yakni :

a. Indikator dikumpulkan dengan pertimbangan ketersediaan data dan

mengandung informasi yang dibutuhkan;

Page 12: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

b. mudah dimengerti dan tidak tumpang tindih (overlap);

c. mampu menggambarkan hal penting yang terkandung di dalamnya;

d. dapat dikumpulkan dalam waktu yang singkat;

e. dapat dijadikan bahan perbandingan dalam lingkungan geografis, skala

kegiatan dan aktor yang berbeda;

f. fleksibel;

g. relevan dengan kebijakan yang ada;

h. cakupan yang luas.

Mineta Transportation Institute (2005) mendefinisikan indikator yang baik

tersebut sebagai berikut :

a. Menggambarkan elemen dasar komunitas dan wilayah tertentu;

b. jelas, mudah dimengerti dan mudah dikomunikasikan;

c. menggambarkan nilai dan berguna untuk komunitas dan wilayah;

d. data selalu bisa dievaluasi dengan menggunakan alat ukur statistik;

e. data bersifat time series;

f. data mudah dikumpulkan dan dianalisis;

g. data berasal dari sumber yang dapat dipercaya;

h. informasi yang dikumpulkan harus didukung dengan ilmu dan

pengetahuan terkait;

i. menggunakan alat uji statistik yang tepat;

j. lebih menggambarkan output daripada input.

Dalam penelitian ini, pertimbangan pemilihan indikator lebih didasari atas

ketersediaan data, kegunaan dalam pengambilan keputusan (perumusan solusi

permasalahan transportasi), tidak tumpang tindih (overlap) dan mudah untuk

dimengerti, mengingat data yang dikumpulkan melibatkan masyarakat pengguna

jasa transportasi sebagai responden utama.

2.4 Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Perkotaan yang

Berkelanjutan

Konsep dan prinsip transportasi berkelanjutan yang telah dipaparkan di

atas telah dkembangkan oleh para peneliti hingga menurunkan indikator-

indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan. Dengan demikian derajat

keberlanjutan (sustainable) dari transportasi di suatu wilayah perkotaan dapat

diukur dengan menggunakan indikator-indikator tersebut. Indikator-indikator

transportasi perkotaan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh setiap

Page 13: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

peneliti memiliki perbedaan penekanan dan sudut pandang karena disesuaikan

dengan latar belakang peneliti, maksud kajian dan kondisi lokal wilayah studi.

Maka dalam pengembangan indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan

dalam mengidentifikasi karakteristik sistem transportasi di Kota Soreang ini pun

perlu disesuaikan dengan konteks lokal wilayahnya. Pada sub bab ini akan

dibahas mengenai indikator-indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan

berdasarkan tinjauan literatur dan pengembangan indikator tersebut yang

digunakan dalam kajian keberlanjutan transportasi di Kota Soreang.

2.4.1 Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Perkotaan yang

Berkelanjutan Berdasarkan Tinjauan Literatur

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara negara maju dan berkembang

dalam memandang pembangunan berkelanjutan (Mitchel, 2000). Konsep

pembangunan berkelanjutan pada negara maju cenderung lebih berorientasi

pada kelestarian lingkungan, sedangkan negara berkembang masih berkutat

pada pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga pertimbangan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat masih memiliki prioritas tinggi dibandingkan

kelestarian lingkungan. Pertimbangan ini tentunya berlaku juga untuk sektor

transportasi.

Berbagai organisasi tingkat internasional telah mengeluarkan berbagai

bentuk indikator keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi. Berikut

merupakan indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan.

Page 14: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Tabel II.1 Kompilasi Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Berkelanjutan Dari Berbagai Literatur

Indikator Sumber

Janic, 2003

Schade, 2003

Litman, 2005

Pembina Institute, 2001

CST, 2005

WBC, 2001

TERM, 2001

SUMMA, 2005

LYON REG, 2003

OECD, 1999

EEA, 2002

WB, 2003

ORTEE, 1999

PROSPECTS, 2001

Transport demand and

intensity √ √ √ √ √ √ Accessibility √ √ √ √ √ √ Supply of transport

infrastructure and services √ √ √ √ √ √ Transport costs and prices √ √ √ √ √ √ Macroeconomic Model √ Regional Economic Model: √ Commute Time √ Land Use Mix √ √ √ √ √ Electronic communication √ Congestion delay √ Freight efficiency √ √ Delivery services √ Commercial transport √ Planning quality √ Mobility management √ Pricing reforms √ √ √ Economy, GDP and Trade √ √ √ √ √ Money, Debt, Assets and Net

Worth √ √

Page 15: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Income Inequality, Wealth,

Poverty and Living Wages √ Public and Household

Infrastructure √ Employment √ √ √ √ Transport activity √ √ √ √ √ User concern √ √ Social concern √ Business concern √ Productivity/Efficiency √ Costs to economy √ √ Benefits to economy √ √ Service provided √ Organization of urban mobility √ Taxation and subsidies √ √ √ Investment in transport

infrastructures √ Fuel price √ √ Expenditure for personal

mobility per person √ √ √ Paved roads √ √ √ Economic efficiency √

Sumber : Analisis Kajian Literatur, 2008

Page 16: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Dari berbagai indikator yang dikeluarkan oleh organisasi/ahli tersebut,

dapat disimpulkan bahwa set indikator keluaran Center for Sustainable

Transportation (CST), 2005 yang lebih lengkap. Karena indikator-indikator

tersebut terlebih dahulu dikelompokkan ke dalam beberapa kategori utama dan

telah memiliki tolok ukur indikator yang lebih jelas. Berikut merupakan set

indikator keluaran CST yang dilengkapi dengan tolok ukur pada masing-masing

indikator.

Tabel II.2 Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Perkotaan Yang Berkelanjutan

Keluaran Center for Sustainable Transportation

Kategori/Dimensi Indikator Tolok Ukur

Kondisi Ekonomi Masyarakat

● Besarnya PDRB per kapita

● Tingkat kemiskinan

● Tingkat pengangguran

● Terjadinya peningkatan jumlah PDRB tiap tahunnya (Gifford, 2004)

● Terjadinya penurunan tingkat kemiskinan tiap

tahunnya (Gifford, 2004) ● Terjadinya penurunan tingkat pengangguran tiap

tahunnya (Gifford, 2004)

Supply dan Demand

● Ketersediaan moda transportasi

● Kapasitas jaringan jalan ● Kondisi jaringan jalan

● Kapasitas terminal

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan jumlah angkutan

yang tersedia cukup untuk mengangkut penumpang dan barang yang ada (Winston, 2003)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan kapasitas

jaringan jalan yang tersedia telah memadai (Winston, 2003)

● Persentase jaringan jalan dengan kondisi baik

lebih besar daripada jaringan jalan dengan kondisi rusak (Litman, 2004)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan kapasitas

terminal yang ada telah mencukupi (Winston, 2003)

Aksesibilitas

● Akses ke basic service

(tempat kerja, sekolah, pasar, pusat kesehatan)

● Akses untuk

mendapatkan pelayanan transportasi

● Mixed use lahan

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan mudah untuk

menjangkau tempat kerja, sekolah, pasar dan pusat kesehatan (Winston, 2003)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan mudah untuk

mendapatkan pelayanan transportasi (Winston, 2003)

● Terdapatnya mixed use lahan &Terjadinya

peningkatan mixed use lahan dari tahun ke tahun. (Litman, 2004)

Page 17: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Aktivitas Transportasi (Transport Activity)

● Rata-rata frekuensi perjalanan harian

● Rata-rata waktu tempuh

perjalanan ● Jarak tempuh perjalanan

● Mengindikasikan tingkat tarikan antar zona (attractiveness by zone)

● Mengindikasikan tingkat kedekatan antar zona.

Biaya Transportasi (Transport Cost)

● Alokasi income yang diperoleh untuk transportasi

● Travel Cost

(ongkos/biaya perjalanan)

● Facility & Crash Cost (biaya parkir, harga bahan bakar, pajak, dan biaya pemeliharaan/perbaikan kendaraan akibat kerusakan )

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan alokasi pengeluaran untuk sektor transportasi masih proporsional. (Winston, 2003)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan biaya

transportasi (travel cost, facility cost dan crash cost) yang harus ditanggung ringan dan terjangkau. (Winston, 2003)

Sumber : Kajian Literatur, 2008

Hasil dari identifikasi indikator-indikator di atas akan dijadikan acuan

dalam mengidentifikasi indikator transportasi perkotaan yang berkelanjutan

dalam aspek ekonomi yang akan digunakan lebih lanjut untuk dilihat aplikasinya

di Kota Soreang. Penyesuaian terhadap indikator –indikator ini mutlak diperlukan

dengan mempertimbangkan kondisi dan permasalahan lokal yang ada.

Pengembangan terhadap indikator-indikator juga masih perlu melihat hal-hal lain

yang menjadi acuan dalam penetapan indikator-indikator agar memiliki makna

dan relevan dengan wilayah dan studi yang dilakukan.

2.4.2 Penentuan Indikator Untuk Mengidentifikasi Kinerja Sistem

Transportasi di Kota Soreang

Seringkali dalam menentukan kebijakan perkotaan, pemerintah

menemukan kendala karena kurangnya data yang dapat dijadikan landasan

dalam pengambilan kebijakan. Kebijakan dalam hal pengelolaan pertumbuhan

kota yang terjadi begitu pesat, dimana ketersediaan sumber daya pemerintah

yang terbatas, harus dilakukan secara optimal untuk mengarahkan dan

mengantisipasi pertumbuhan dalam rangka mencari solusi permasalahan

perkotaan yang terjadi baik saat ini maupun di masa datang. Dalam melakukan

kajian transportasi perkotaan yang berkelanjutan ini dikembangkan indikator-

indikator yang sesuai dan relevan untuk digunakan dalam mengidentifikasi

karakteristik sistem transportasi di Kota Soreang.

Page 18: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Penentuan indikator ini merupakan hal yang penting karena pada

dasarnya pengembangan sistem indikator diperlukan dalam mengukur berbagai

macam aspek sesuai dengan kepentingannya. Jenis indikator yang umumnya

digunakan dalam kebijakan adalah :

a. Indikator Kinerja (Performance Indicators), yang mengukur aspek

kinerja organisasi, sektor atau kota-kota dan dimaksudkan untuk

mengidentifikasi departemen, distrik atau kebijakan yang mencapai tujuan

yang diinginkan.

b. Indikator Berdasarkan isu (issue-based indicators), yang dimaksudkan

untuk memberikan perhatian pada isu-isu tertentu. Contoh umum dari

indikator ini meliputi kriminalitas dan keamanan, penganguran, urban

sprawl, kualitas udara, dll.

c. Indikator kebutuhan (needs indicators), yang mengukur kebutuhan atau

kerugian, dan secara umum bertujuan untuk mengalokasikan sumber

daya untuk kelompok-kelompok yang benar-benar membutuhkan.

Indikator kemiskinan dan kerugian adalah contoh utama indikator jenis ini.

Studi ini lebih menekankan pada bentuk indikator berdasarkan kinerja

(performance indicators) yang berkaitan dengan kinerja sektor transportasi.

Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan indikator untuk digunakan

dalam kajian ini adalah :

a. Kesesuaian dengan konsep transportasi perkotaan yang berkelanjutan

dalam aspek ekonomi

Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini akan mengacu

pada prinsip dan konsep keberlanjutan transportasi perkotaan dalam

aspek ekonomi yang selanjutnya akan digunakan untuk melihat

karakteristik permasalahan transportasi di Kota Soreang berdasarkan

indikator tersebut. Kompilasi indikator-indikator dari berbagai sumber

yang telah diulas pada bagian sebelumnya akan dijadikan pertimbangan

utama dalam penentuan indikator yang terpilih.

b. Kesesuaian dengan konteks wilayah studi

Kondisi wilayah memiliki karakteristik berbeda satu sama lain, sehingga

dalam penentuan indikator ini dipertimbangkan pula karakteristik Kota

Soreang sehingga indikator-indikator yang digunakan dapat bermakna

dalam konteks lokal. Beberapa indikator disesuaikan agar dapat

Page 19: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

digunakan dalam studi ini.

c. Ketersediaan data

Indikator sangat terkait erat dengan data yang tersedia dan terkumpul,

oleh karena itu ketersediaan data juga merupakan hal yang perlu untuk

dipertimbangkan. Hal ini terkait juga bahwa indikator haruslah dapat

diukur dan mudah untuk diperoleh sehingga pemutakhiran data dapat

dilakukan dengan mudah di masa datang.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mengelompokkan indikator

transportasi berkelanjutan dalam aspek ekonomi tersebut ke dalam 5 kategori.

Pengelompokan dalam 5 kategori ini lebih mengacu pada indikator yang

dikeluarkan oleh Center of Sustainable Transportation (2005), karena set

indikator yangyang dikeluarkan oleh CST ini lebih lengkap dan jelas

dibandingkan dengan set indikator yang dikeluarkan oleh ahli atau organisasi

lain. Namun set indikator dari CST ini dilengkapi terlebih dahulu disesuaikan dan

dilengkapi dengan indikator lainnya. Selain itu, hal ini didasari atas terdapatnya

beberapa indikator yang mengarah kepada kategori yang sama dan dapat

mempermudah proses analisis lebih lanjut mengingat cukup banyaknya jumlah

indikator yang dapat digunakan dan untuk mencegah terjadinya overlapping

indikator. Dalam hal ini banyak indikator yang dieliminir karena terlebih dahulu

disesuaikan dengan konteks wilayah studi.

Kategori indikator tersebut, meliputi :

a. Kondisi Ekonomi Masyarakat

b. Supply dan Demand

c. Aksesibilitas

d. Aktivitas Transportasi (Transport Activity)

e. Biaya Transportasi (Transport Cost)

2.4.2.1 Kondisi Ekonomi Masyarakat

Kondisi perekonomian masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan

sektor transportasi di suatu wilayah, begitupun sebaliknya. Masyarakat yang

memiliki kondisi perekonomian yang baik akan mempunyai daya mobilitas dan

tingkat aktivitas transportasi yang lebih tinggi. Sedangkan kondisi transportasi

yang baik secara langsung akan dapat meningkatkan taraf perekonomian

masyarakat di suatu daerah. Kondisi ekonomi masyarakat ini digambarkan

Page 20: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

melalui 3 indikator yaitu :

a. Besarnya PDRB per kapita

Pada dasarnya jumlah PDRB per kapita memperlihatkan taraf

perekonomian masyarakat di suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat PDRB

per kapita, semakin baik kondisi perekonomian di daerah tersebut. Dalam

hal ini, diharapkan terjadinya peningkatan jumlah PDRB perkapita pada

tiap tahunnya.

b. Tingkat kemiskinan

Kondisi ekonomi masyarakat yang baik dapat dilihat berdasarkan

rendahnya tingkat kemiskinan yang terdapat di daerah yang

bersangkutan.

c. Tingkat pengangguran

Sama halnya dengan kemiskinan, rendahnya tingkat pengangguran juga

merupakan indikator baiknya kondisi perekonomian di suatu wilayah.

2.4.2.2 Supply dan Demand

Keseimbangan Supply dan Demand menggambarkan baiknya kualitas

sarana dan prasarana sektor transportasi. Supply di sini berkaitan erat dengan

penyediaan moda transportasi, jaringan jalan dan simpul jaringan transportasi

yang akan menentukan kelancaran arus barang dan jasa, serta penghubung

antar sistem kegiatan. Dengan kata lain supply menyangkut kapasitas dan

kualitas sarana dan prasarana transportasi yang tersedia. Sedangkan demand

menunjukkan jumlah permintaan/kebutuhan transportasi yang akan diangkut.

Transportasi yang ideal pada dasarnya harus memiliki

keseimbangan/kesesuaian antara supply dan demand. Indikator yang termasuk

ke dalam kategori ini adalah :

a. Ketersediaan moda transportasi

Moda transportasi sebagai sarana utama dalam sektor transportasi harus

memiliki tingkat ketersediaan yang memadai dan mampu melayani

aktivitas pergerakan masyarakat.

b. Kapasitas dan kondisi jaringan jalan

Jaringan jalan yang tersedia di setiap kota juga harus mempunyai kondisi

dan kapasitas yang memadai sehingga mampu menampung mobilitas

yang terjadi.

Page 21: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

c. Kapasitas terminal

Terminal sebagai simpul utama transportasi dan wadah bongkar muat

penumpang dan barang sebaiknya memiliki kapasitas yang memadai dan

mampu mendukung kelancaran aktivitas transportasi masyarakat.

2.4.2.3 Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan

mengenai cara lokasi guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau

susahnya lokasi tersebut dicapai dengan sistem jaringan transportasi

(Black,1981). Konsep yang paling sederhana aksesibilitas dinyatakan dalam jarak.

Edmonds (1998) dan Parikesit, dkk (2004) menyatakan bahwa indikator

aksessibilitas adalah suatu nilai yang mengindikasikan mudah atau sulitnya

mencapai tempat tertentu. Jika jarak di antara dua tempat berdekatan maka

dikatakan aksesibilitas di antara kedua tempat tersebut tinggi, sebaliknya jika

jaraknya jauh maka aksesibilitasnya rendah.

Tingkat aksesibilitas yang akan dilihat lebih lanjut dalam penelitian ini

terdiri atas 3 indikator, yaitu:

a. Akses ke basic sevice (tempat kerja, sekolah, pasar, pusat kesehatan)

Burwell (2004) menyatakan yang lokasi yang termasuk ke dalam basic

services dalam lingkungan perkotaan adalah tempat kerja, sekolah, pasar

dan pusat kesehatan. Dalam segi aksesibilitas, sistem transportasi

dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila masyarakatnya memiliki

akses yang mendukung ke basic service yang ada.

b. Akses untuk mendapatkan pelayanan transportasi

Produktivitas akan meningkat apabila semua lapisan masyarakat telah

mendapatkan pelayanan transportasi secara merata. Akses untuk

mendapatkan pelayanan transportasi ini dilihat berdasarkan kemudahan

bagi masyarakat untuk memperoleh layanan angkutan umum dalam

melakukan pergerakan internal dan eksternal. Pergerakan internal

merupakan pergerakan yang mempunyai zona asal dan tujuan yang

berada di dalam daerah kajian/ pergerakan yang dilakukan masyarakat di

dalam Kota Soreang. Sedangkan pergerakan eksternal merupakan

pergerakan yang mempunyai salah satu zona (asal dan tujuan) yang

berada di luar daerah kajian/ yang menghubungkan Kota Soreang

dengan daerah sekitarnya.

Page 22: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

c. Mixed use lahan

Mixed use penting untuk dilihat dalam menentukan tingkat aksesibilitas di

suatu wilayah. Semakin banyak mixed use lahan yang terjadi, semakin

tinggi pula tingkat aksesibilitas yang ada di tempat tersebut.

Tingkat aksessibilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan persepsi

masyarakat sebagai pengguna jasa transportasi.

2.4.2.4 Aktivitas Transportasi (Transport Activity)

Aktivitas transportasi yang dimaksud berkaitan dengan rata-rata

pergerakan harian masyarakat, yang dilihat berdasarkan beberapa indikator :

a. Rata-rata frekuensi perjalanan

b. Rata-rata waktu tempuh

c. Jarak perjalanan

Hal ini penting untuk dilihat sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan

kebijakan dalam sektor transportasi yang akan ditetapkan.

2.4.2.5 Biaya Transportasi (Transport Cost)

Biaya transportasi menunjukkan besarnya beban yang harus ditanggung

masyarakat dalam melakukan kegiatan transportasi. Sistem transportasi yang

baik adalah yang dapat dijangkau harganya oleh seluruh masyarakat sehingga

masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pelayanan

transportasi. Selain itu besarnya income yang dialokasikan untuk sektor

transportasi ini jumlahnya harus proporsional. Biaya transportasi ini terdiri atas 3

indikator, yaitu:

a. Alokasi income untuk transportasi

Alokasi pendapatan yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk sektor

transportasi haruslah bersifat proporsional.

b. Travel cost : Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan

(ongkos)

c. Facility & crash cost : Besarnya yang dikeluarkan untuk biaya parkir,

harga bahan bakar, pajak dan biaya yang dikeluarkan untuk

pemeliharaan / perbaikan kendaraan apabila terjadi kerusakan.

Indikator-indikator yang terdapat pada bagian di atas, selanjutnya

digunakan untuk menilai keberlanjutan sistem transportasi di Kota Soreang dalam

Page 23: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

sektor ekonomi. Menurut Howe (2004), sektor transportasi di suatu kawasan dapat

dikatakan berkelanjutan bila memenuhi kriteria ideal pada semua indikator pada

satu set indikator yang telah dipilih untuk digunakan. Parameter yang digunakan

untuk melakukan penilaian terhadap masing-masing indikator bisa dilakukan

secara kuantitatif ataupun kualitatif tergantung pada ketersediaan data. Data

kuantitatif bisa dilihat berdasarkan trend yang terjadi. Sedangkan data kualitatif

dilihat berdasarkan persepsi masyarakat sebagai pengguna utama sarana

transportasi. Khusus untuk data kualitatif, opsi yang disediakan sebagai pilihan

bagi masyarakat harus mudah dimengerti (Litman, 2003).

Lebih lanjut, penjelasan dan rasionalitas dari indikator-indikator yang

digunakan dalam studi ini diberikan pada tabel II.3, tolok ukur indikator yang

digunakan terdapat pada tabel II.4. Sedangkan indikator-indikator yang digunakan

dalam studi ini dapat dilihat pada tabel II.5.

Tabel II.3

Rasionalitas Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Perkotaan Yang Berkelanjutan

Kategori/Dimensi Indikator* Rasionalitas

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Keberadaan sektor transportasi akan mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat. Begitupun sebaliknya. Kondisi transportasi yang baik secara tidak langsung akan dapat menunjang tingkat perekonomian masyarakat tersebut. Sedangkan kondisi ekonomi masyarakat yang baik, akan dapat pula menunjang perkembangan dan kemajuan sektor transportasi di daerahnya. Kondisi ekonomi masyarakat akan dilihat berdasarkan besarnya PDRB per kapita yang ada, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan.

Supply dan Demand

Dimensi supply demand mengukur keseimbangan antara supply yang tersedia dengan demand yang akan dilayani. Supply yang dimaksud menyangkut varietas moda baik untuk penumpang maupun barang, dan kapasitas dan kualitas infrastruktur transportasi (jalan,terminal). Sedangkan demand berkaitan dengan jumlah penumpang dan barang yang harus diangkut. Supply dan demand merupakan hal utama yang harus dilihat dalam mengukur ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dalam sektor transportasi. Keseimbangan antara supply dan demand akan menunjukkan kinerja yang baik dari sektor transportasi.

Page 24: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Aksesibilitas

Aksessibilitas sangat erat kaitannya dengan sektor transportasi. Dimensi ini melihat tingkat akses ke basic service,akses untuk mendapatkan pelayanan transportasi dan ada atau tidaknya mixed use guna lahan. Semakin baik persepsi masyarakat dalam menilai akses ke basic service dan pelayanan transportasi, dan semakin banyak terdapatnya mixed use guna lahan, menunjukkan tingkat aksessibilitas yang semakin tinggi. Dengan demikian, aksessibilitas yang tinggi, menunjukkan kinerja sektor transportasi yang baik pula.

Aktivitas Transportasi (Transport Activity)

Aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan transportasi itu sendiri merupakan parameter penentu kebijakan yang akan dilaksanakan dalam sektor transportasi ini. Semakin tinggi aktivitas yang terjadi menyebabkan semakin tinggi pula permintaan akan kinerja sektor transportasi yang baik. Aktivitas transportasi yang dimaksud berkaitan dengan rata-rata frekuensi perjalanan, waktu/lama perjalanan, dan jarak perjalanan.

Biaya Transportasi (Transport Cost)

Transportasi juga sangat erat kaitannya dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk sektor ini. Biaya transportasi yang dimaksud menyangkut travel cost, facility cost dan crash cost. Biaya transportasi yang ideal besarnya akan terjangkau oleh masyarakat. Semakin kecil/ringan biaya transportasi yang dibebankan, akan semakin terjangkau bagi masyarakat dan alokasi income untuk sektor ini akan semakin proporsional.

Sumber : Hasil Analisis, 2008 *) : Klasifikasi kategori/dimensi secara umum mengacu pada Center for Sustainable Transportation, 2005

Page 25: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Tabel II.4 Rasionalitas dan Tolok Ukur Indikator Ekonomi

Dalam Transportasi Perkotaan Yang Berkelanjutan

Kategori/Dimensi Rasionalitas Indikator Tolok Ukur

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Keberadaan sektor transportasi akan mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat, begitupun sebaliknya. Kondisi transportasi yang baik secara tidak langsung akan dapat menunjang tingkat perekonomian masyarakat tersebut. Sedangkan kondisi ekonomi masyarakat yang baik, akan dapat pula menunjang perkembangan dan kemajuan sektor transportasi di daerahnya

● Besarnya PDRB per kapita

● Tingkat kemiskinan

● Tingkat pengangguran

● Terjadinya peningkatan jumlah PDRB

tiap tahunnya (Gifford, 2004) ● Terjadinya penurunan tingkat

kemiskinan tiap tahunnya (Gifford, 2004) ● Terjadinya penurunan tingkat

pengangguran tiap tahunnya (Gifford, 2004)

Supply dan Demand

Supply dan demand merupakan hal utama yang harus dilihat dalam mengukur ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dalam sektor transportasi. Keseimbangan antara supply dan demand akan menunjukkan kinerja yang baik dari sektor transportasi.

● Ketersediaan moda transportasi Angkutan penumpang (internal) Angkutan penumpang (eksternal) Angkutan barang ● Kapasitas jaringan jalan ● Kondisi jaringan jalan

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan jumlah angkutan yang tersedia cukup untuk mengangkut penumpang dan barang yang ada (Winston, 2003)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan

kapasitas jaringan jalan yang tersedia telah memadai (Winston, 2003)

● Persentase jaringan jalan dengan

kondisi baik lebih besar daripada jaringan jalan dengan kondisi rusak(Litman, 2004)

Page 26: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

● Kapasitas terminal ● ≥ 50 % masyarakat menyatakan kapasitas terminal yang ada telah mencukupi (Winston, 2003)

Aksesibilitas

Aksessibilitas sangat erat kaitannya dengan sektor transportasi. Aksessibilitas yang tinggi, menunjukkan kinerja sektor transportasi yang baik, demikian sebaliknya.

● Akses ke basic service (tempat kerja,

sekolah, pasar, pusat kesehatan)

● Akses untuk mendapatkan pelayanan

transportasi (pergerakan internal & eksternal)

● Mixed use lahan

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan mudah untuk menjangkau tempat kerja, sekolah, pasar dan pusat kesehatan (Winston, 2003)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan mudah

untuk mendapatkan pelayanan transportasi (Winston, 2003)

● Terdapatnya mixed use lahan.

Terjadinya peningkatan mixed use lahan dari tahun ke tahun. (Litman, 2004)

Aktivitas Transportasi (Transport Activity)

Aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan transportasi itu sendiri merupakan parameter penentu kebijakan yang akan dilaksanakan dalam sektor transportasi ini. Semakin tinggi aktivitas yang terjadi menyebabkan semakin tinggi pula permintaan akan kinerja sektor transportasi yang semakin baik. Melalui aktivitas transportasi dapat mengindikasikan tingkat tarikan zona, dan tingkat kedekatan antar zona.

● Rata-rata frekuensi perjalanan harian ● Rata-rata waktu tempuh perjalanan (pergerakan internal & eksternal) ● Jarak tempuh perjalanan (pergerakan internal & eksternal)

● Mengindikasikan tingkat tarikan antar zona (attractiveness by zone)

● Mengindikasikan tingkat kedekatan

antar zona.

Page 27: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Biaya Transportasi (Transport Cost)

Transportasi juga sangat erat kaitannya dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk sektor ini. Biaya transportasi yang ideal, besarnya akan terjangkau oleh masyarakat.

● Alokasi income yang diperoleh untuk

transportasi ● Travel Cost (ongkos/biaya perjalanan) ● Facility & Crash Cost (biaya parkir, harga

bahan bakar, pajak, dan biaya pemeliharaan/perbaikan kendaraan akibat kerusakan )

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan alokasi pengeluaran untuk sektor transportasi masih proporsional. (Winston, 2003)

● ≥ 50 % masyarakat menyatakan biaya

transportasi (travel cost, facility cost dan crash cost) yang harus ditanggung ringan dan terjangkau. (Winston, 2003)

Sumber : Hasil Analisis, 2008

Page 28: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

Tabel II.5 Indikator Ekonomi Dalam Transportasi Perkotaan Yang Berkelanjutan Untuk Mengidentifikasi Kinerja Sektor Transportasi di Kota Soreang

Kategori/Dimensi Indikator Keterangan

Kondisi Ekonomi Masyarakat Besarnya PDRB per kapita Data tahun terakhir (2005-2007) Tingkat pengangguran tahun 2000-2005 Tingkat kemiskinan tahun 2000-2005

Supply dan Demand

Ketersediaan moda transportasi (Angkutan penumpang (internal), Angkutan penumpang (eksternal), Angkutan barang) persepsi masyarakat Kapasitas jaringan jalan persepsi masyarakat Kondisi jaringan jalan data tahun terakhir Kapasitas terminal persepsi masyarakat

Aksesibilitas

Akses ke basic service (tempat kerja, sekolah, pasar, pusat kesehatan )

persepsi masyarakat

Akses untuk mendapatkan pelayanan transportasi (pergerakan internal, eksternal) persepsi masyarakat Mixed use guna lahan hasil observasi

Aktivitas Transportasi (Transport Activities)

Rata-rata frekuensi perjalanan per hari/persepsi masyarakat Rata-rata waktu perjalanan (pergerakan internal, eksternal) per hari/persepsi masyarakat Jarak perjalanan (pergerakan internal, eksternal) per hari/persepsi masyarakat

Biaya Transportasi (Transport Cost)

Alokasi income untuk transportasi persepsi masyarakat Travel Cost (ongkos/biaya perjalanan) persepsi masyarakat Facility & Crash Cost (biaya parkir, harga bahan bakar, pajak biaya pemeliharaan/perbaikan kendaraan)

persepsi masyarakat

Sumber : Hasil Analisis, 2008

Page 29: BAB II TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG · PDF fileMethuen 1987 dalam Jennifer A. Elliot, 1996) ‘Pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencakup konservasi lingkungan; namun juga merujuk

2.5 Metode Chi Kuadrat ( Chi Square)

Untuk menganalisis hubungan antar setiap indikator yang digunakan

untuk melihat keberlanjutan transportasi perkotaan berdasarkan persepsi

masyarakat, maka perlu dilakukan pengujian secara statistik. Ada beberapa cara

untuk menguji hubungan antara dua variabel, antara lain chi kuadrat, korelasi

dan regresi (M. Sinagrimbun, 1985). Metode Korelasi dan regresi digunakan jika

datanya berbentuk interval-rasio (data yang terbilang merupakan ukuran

sebenarnya), sedangkan chi-kuadrat digunakan untuk data yang berbentuk

nominal (data yang hanya merupakan label/pembilang dari sekumpulan objek)

dan data ordinal (data yang terbilang merupakan urutan yang bermakna

tingkatan).

Hipotesis yang akan diuji dengan chi-kuadrat merupakan hipotesa

asosiatif yang menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Asosiasi

ini menunjukkan interdependensi antar variabel yang diamati. Hipotesis yang

akan diuji berdasarkan data statistik adalah sebagai berikut :

Ho : kedua faktor bersifat bebas statistik (independen)

H1 : kedua faktor bersifat tidak bebas statistik (dependen)

Harga chi-kuadrat yang didapat kemudian dibandingkan dengan chi-

kuadrat dalam tabel. Dengan derjat kebebasan dan selang kepercayaan tertentu,

dua variabel dinyatakan independen secara statistik apabila nilai chi kuadrat

yang dihitung lebih kecil dari chi kuadrat yang diharapkan yang dapat dilihat

dalam tabel nilai chi kuadrat, dan dengan taraf signifikan yang sangat kecil. Pada

umumnya selang taraf signifikansi (taraf kesalahan 5 % maka taraf signifikan

yang terhitung harus kurang dari sama dengan 0.05). Demikian jika terjadi

sebaliknya maka dua variabel tersebut dinyatakan dependen.

Kelemahan uji chi-kuadrat adalah tidak diketahui arah hubungan (positif

atau negatif), bagaimana hubungan tersebut (linier atau non linier) dan keeratan

hubungan tersebut (M. Sinagrimbun, 1985).