29
1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN NEGARA, DAN TINDAK PIDANA KORUPSI 2.1. Pengertian, Tugas dan Wewenang Kejaksaan a. Pengertian Kejaksaan Pengertian mengenai Kejaksaan menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yakni : (1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang undang ini disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. (2) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka. (3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan. Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 2 tersebut khususnya pada ayat (2) dan (3) ditentukan bahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ayat (3) yang dimaksud dengan Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan yakni satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku dan tata kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

1

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN,

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA,

DAN TINDAK PIDANA KORUPSI

2.1. Pengertian, Tugas dan Wewenang Kejaksaan

a. Pengertian Kejaksaan

Pengertian mengenai Kejaksaan menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yakni :

(1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang – undang

ini disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang menjalankan

kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan

undang-undang.

(2) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

secara merdeka.

(3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak

terpisahkan.

Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia Pasal 2 tersebut khususnya pada ayat (2) dan (3) ditentukan

bahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam

menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.

Ayat (3) yang dimaksud dengan Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan

yakni satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan

yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat

menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku dan tata kerja

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

2

Kejaksaan, oleh karena itu kegiatan penuntutan di Pengadilan oleh Kejaksaan tidak

akan berhenti hanya karena Jaksa yang semula bertugas berhalangan. Dengan

demikian tugas penuntutan oleh Kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun

dilakukan oleh Jaksa lainnya sebagai pengganti.

Pelaksanaan kekuasan negara tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.

Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara republik Indonesia dan daerah

hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi

berkedudukan di ibukota Provinsi dan Daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi,

Kejaksaan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota yang daerah hukumnya

meliputi daerah Kabupaten/Kota.

Pengertian dari Jaksa, Penuntut umum, Penuntutan, dan Jabatan fungsional

Jaksa menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia yakni :

1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang

lain berdasarkan undang-undang.

2. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-

Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara

ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa

dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

3

4. Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis

dalam organisasi Kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan

kelancaran pelaksanaan tugas Kejaksaan.

b. Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang dalam penegakan hukum di

Indonesia sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 16 tahun

2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dipimpin oleh Jaksa Agung yang

diangkat oleh Presiden dan menjadi penanggung jawab tertinggi Kejaksaan yang

mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan. Jaksa Agung sebagai

pimpinan dari Kejaksaan dibantu oleh Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa

Agung Muda. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur

pimpinan Kejaksaan dan Jaksa Agung Muda merupakan unsur pembantu pimpinan.

Secara umum, tugas dan wewenang Kejaksaan meliputi di bidang pidana, di

bidang perdata dan tata usaha negara serta dalam bidang ketertiban dan ketentraman

umum berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan :

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan penetapan Hakim dan Putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang-undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

4

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus

dapat bertindak baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk dan atas

nama negara atau pemerintah.

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut

meyelenggarakan kegiatan:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

c. Pengawasan peredaran barang cetakan;

d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan

Negara;

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal.

2.2. Kerugian Keuangan Negara

a. Pengertian Keuangan Negara

Pengertian dari Keuangan Negara diatur dalam Undang-Undang Dasar

maupun Undang-Undang tertentu mengenai Keuangan Negara. Keuangan Negara

sangat memegang peranan penting serta selalu terkait dalam menunjang tugas dari

pemerintah untuk mewujudkan tujuan Negara. Tujuan Negara dijelaskan sebagaimana

dalam Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni Melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pengertian mengenai Keuangan Negara juga diatur dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang merumuskan

bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

5

dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut.

Keuangan Negara dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun

2003 tentang Keuangan Negara memiliki substansi yang dapat ditinjau dalam arti luas

maupun dalam arti sempit. Keuangan negara dalam arti luas meliputi hak dan

kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk barang milik Negara

yang tidak tercakup dalam anggaran Negara. Sementara itu, Keuangan Negara dalam

arti sempit hanya terbatas pada hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan

uang, termasuk barang milik Negara yang tercantum dalam anggaran Negara untuk

tahun yang bersangkutan. Tujuan diadakannya pemisahan secara tegas substansi

keuangan negara dalam arti luas dengan substansi keuangan negara dalam arti sempit

agar ada keseragaman pemahaman.1

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga

mengatur mengenai pengertian Keuangan Negara yang dijelaskan bahwa Keuangan

Negara adalah seluruh kekayaan negara, dalam bentuk apa pun, yang dipisahkan atau

yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan

segala hak dan kewajiban yang timbul karena :

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum,

1 Muhammad Djafar Saidi, 2013, Hukum Keuangan Negara, RajaGrafindo Persada,

Jakarta, Hal. 11.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

6

dan Perusahaan yang menyertakan Modal Pihak Ketiga berdasarkan

Perjanjian dengan Negara.

Secara substansial dari kedua pengertian mengenai Keuangan Negara yang

ada di dalam kedua Undang-Undang tersebut pada hakekatnya sama dan dapat

dipakai serta saling melengkapi yang membedakan hanya pendekatan pengaturannya

saja. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pendekatan

pada pengaturan keuangan negara dari aspek objek, lingkup dan luas, sedangkan

Penjelasan alenia ke 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur

Keuangan Negara dari aspek wilayah penguasaan pengelolaan keuangan negara. Tapi

jika dilihat secara substansial content keduanya sama, hanya pendekatan melihat

pengelolaannya yang berbeda.2

b. Pengertian dan Penentuan Kerugian Keuangan Negara

Setelah diketahui mengenai pengertian Keuangan Negara, maka perlu

diketahui mengenai pengertian Kerugian. Kamus Besar Bahasa Indonesia

mendefinisikan kata rugi, kerugian dan merugikan : kata rugi (1) adalah kurang dari

harga beli atau modalnya (2) kurang dari modal (3) tidak mendapatkan manfaat, tidak

memperoleh sesuatu yang berguna, kerugian adalah menanggung atau menderita rugi,

2 Hernold Ferry, 2014, Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, Thafa

Media, Yogyakarta, Hal. 11.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

7

sedangkan kata merugikan adalah mendatangkan rugi kepada, sengaja menjual lebih

rendah dari harga pokok .3

Rumusan Kerugian Keuangan Negara apabila dikaitkan dengan pengertian

rugi sebagai asal dari kata kerugian yang mengacu pada rumusan penjelasan alenia ke

3 menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20

tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka :

1. Kekurangan kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau

yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan

negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam

penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga

negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah, akibat perbuatan sengaja

melawan hukum;

2. Kekurangan kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau

yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan

negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam

penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik

Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan

Perusahaan yang menyertakan Modal Negara, atau Perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara,

akibat perbuatan melawan hukum.4

Memperhatikan rumusan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka Kerugian Keuangan Negara

dapat berbentuk :

a. Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah (dapat berupa uang,

barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan;

b. Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yang

seharusnya menurut kriteria yang berlaku;

3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Pusat Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, Hal. 1186 4 Hernold Ferry, Op.cit, Hal. 15.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

8

c. Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima

(termasuk diantaranya penerimaan dengan uang palsu, fiktif);

d. Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yang

seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak

sesuai);

e. Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusnya tidak ada;

f. Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang

seharusnya;

g. Hilangnya suatu hak negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima

menurut aturan yang berlaku;

h. Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya

diterima. 5

Kerugian Keuangan Negara dapat terjadi pada dua tahap, yaitu pada tahap

dana akan masuk pada kas negara dan pada tahap dana akan keluar dari kas negara.

Pada tahap dana yang akan masuk ke kas negara, Kerugian bisa terjadi melalui

konspirasi pajak, konspirasi denda, konspirasi Pengembalian Kerugian Negara dan

penyelundupan. Pada tahap dana yang akan keluar dari kas negara, Kerugian terjadi

akibat mark up, korupsi, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program.6

Pengaturan dari Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

terdapat dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam mengungkap terjadinya

tindak pidana korupsi adalah dapat merugikan Kerugian Keuangan Negara atau

Perekonomian Negara. Pasal 2 ditentukan rumusan sebagai berikut :

5 Eddy Mulyadi Soepardi, 2009, Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah

Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Makalah pada ceramah ilmiah pada Fakultas Hukum Universitas

Pakuan Bogor, Tanggal 24 Januari. 6 Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi dalam Perspektif HAN, Sinar Grafika, Jakarta,

Hal. 174.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

9

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara

dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3 ditentukan rumusan sebagai berikut :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit

Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Penjelasan dari Pasal 2 ayat (1) disebutkan kata Dapat sebelum frasa

merugikan Keuangan Negara atau ekonomi negara menunjukkan bahwa tindak pidana

korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan

dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya

akibat. Selama ada bukti-bukti kuat yang berpotensi adanya kerugian keuangan

negara walaupun sekecil apapun maka dapat dipidana berdasarkan delik formil.

Rumusan delik sebagaimana yang dijelaskan di dalam Pasal 2 ayat (1)

merupakan salah satu bagian dari rumusan delik sebagaimana yang ada di dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan rumusan-rumusan

yang disebut delik yang telah selesai dilakukan oleh pelaku yang sebenarnya.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

10

Delik sebagaimana dimaksud tersebut dapat dibagi ke dalam delik formil dan

delik materiil. Adapun pengertian dari delik formil atau formeel delict itu adalah delik

yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam

dengan hukuman oleh undang-undang. Sedangkan delik materiil atau materiel delict

itu adalah delik yang dianggap telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang

dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.7

Pengertian lain mengenai frasa Dapat tersebut juga dikemukakan Mahkamah

Konstitusi dalam Keputusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 juli 2006,

pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa kata Dapat sebelum frasa “Kerugian

Keuangan Negara dan Perekonomian harus dibuktikan dan dapat dihitung” terlebih

dahulu, selanjutnya disebutkan: hal demikian ditafsirkan bahwa unsur Kerugian

Negara harus dibuktikan dan harus dapat dihitung, meskipun sebagai perkiraan atau

meskipun belum terjadi. Kesimpulan demikian harus ditentukan oleh seorang ahli

dibidangnya.8

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan yang dimaksud dengan secara

melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti

formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur

dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap

tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial

dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

7 PAF Lamintang, 2013, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,Cet. Ke V Citra Aditya

Bakti, Bandung, Hal. 213. 8 Hernold Ferry, Op.cit, Hal.22.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

11

Adanya kata maupun dalam penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengikuti 2 (dua) ajaran sifat

melawan hukum secara alternatif, yaitu :

a. Ajaran sifat melawan hukum formil, atau

b. Ajaran sifat melawan hukum materiil.9

Roeslan Saleh mengemukakan:

“Menurut ajaran melawan hukum, yang disebut melawan hukum materiil

tidaklah hanya sekedar bertentangan dengan hukum tertulis, tetapi juga

bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Sebaliknya, ajaran melawan

hukum formil berpendapat bahwa melawan hukum adalah bertentangan

dengan hukum tertulis saja. Jadi menurut ajaran materiil, disamping

memenuhi syarat-syarat formil, yaitu memenuhi unsur yang disebut dalam

rumusan delik, perbuatan harus benar-benar dirasakan masyarakat sebagai

tidak boleh atau tidak patut.”10

Kepustakaan hukum pidana terdapat 2 (dua) fungsi dari ajaran sifat melawan

hukum materiil, yaitu :

a. Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif, yaitu

suatu perbuatan, meskipun oleh peraturan perundang-undangan tidak

ditentukan sebagai melawan hukum, tetapi jika menurut penilaian

masyarakat perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, perbuatan yang

dimaksud tetap merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum;

b. Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif, yaitu

suatu perbuatan, meskipun menurut peraturan perundang-undangan

merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, tetapi jika menurut

penilaian masyarakat perbuatan tersebut tidak bersifat melawan hukum,

perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan yang tidak bersifat melawan

hukum.11

9 R.Wiyono, 2009, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Sinar Grafika, Jakarta, Hal. 32. 10

Ibid. 11

Ibid, Hal. 32-33.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

12

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam

Pasal 2 ayat (1) mencakup perbuatan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan atau

norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, meskipun perbuatan tersebut tidak

diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka dapat diketahui bahwa ajaran sifat

melawan hukum materiil yang diikuti oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi mengikuti ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang

positif.

Dianut ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif

dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan dalam Penjelasan

umum agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan Keuangan

Negara dan Perekonomian Negara yang semakin canggih dan rumit.

Unsur memperkaya terdapat dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang dimaksud dengan memperkaya adalah

perbuatan yang dilakukan untuk menjadi lebih kaya (lagi) dan perbuatan ini sudah

tentu dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, misalnya : menjual atau

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

13

membeli, menandatangani kontrak, memindahbukukan dalam bank, dengan syarat

tentunya dilakukan secara melawan hukum.12

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, dalam Penjelasan Pasal 3 hanya disebutkan bahwa kata dapat dalam

ketentuan tersebut diartikan sama dengan penjelasan Pasal 2 ayat (1).

Pelaku dari Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam Pasal 3 ditentukan

setiap orang, sehingga seolah-olah setiap orang dapat melakukan Tindak Pidana

Korupsi yang terdapat dalam Pasal 3. Tetapi, dalam Pasal 3 tersebut ditentukan

bahwa pelaku tindak pidana korupsi yang dimaksud harus memangku suatu jabatan

atau kedudukan. Oleh karena yang dapat memangku suatu jabatan atau kedudukan

hanya orang perseorangan maka tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 3

hanya dapat dilakukan oleh orang perseorangan, sedang korporasi tidak dapat

melakukan tindak pidana korupsi tersebut.13

Ketentuan Pasal 2 (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

ditentukan unsur memperkaya, maka dalam Pasal 3 ditentukan Unsur

menguntungkan. Yang dimaksud dengan menguntungkan adalah sama artinya dengan

12

Ibid, Hal. 40. 13

Ibid, Hal. 45.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

14

mendapatkan untung, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran,

terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya.14

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga ditentukan unsur

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau

kedudukan. Yang dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau

sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan tersebut adalah menggunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan

yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari

maksud diberikannya kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebut.15

Terdapat unsur jabatan atau kedudukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi terdapat suatu perbedaan karena diantara kedua kata tersebut

terdapat kata penyambung atau.

Jabatan sebagaimana terdapat dalam unsur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi hanya dipergunakan untuk Pegawai Negeri sebagai pelaku

tindak pidana korupsi yang memangku suatu jabatan, baik jabatan struktural maupun

jabatan fungsional.16

14

Ibid, Hal. 46. 15

Ibid. 16

Ibid, Hal. 51.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

15

Kedudukan dalam rumusan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dapat dipergunakan untuk pelaku tindak pidana korupsi sebagai berikut:

a. Pegawai Negeri sebagai pelaku tindak pidana korupsi yang tidak

memangku jabatan tertentu, baik jabatan struktural maupun jabatan

fungsional.

b. Pelaku tindak pidana korupsi yang bukan Pegawai Negeri atau

Perseorangan Swasta yang mempunyai fungsi dalam suatu korporasi.17

Diberikan rumusan mengenai Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang harus

memangku suatu jabatan atau kedudukan yang terdapat dalam rumusan Pasal 3

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka dapat ditegaskan :

a. Bahwa yang dapat melakukan Tindak Pidana Korupsi dengan cara

“menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana” yang ada

karena “jabatan atau kedudukan” adalah Pegawai Negeri.

b. Sedangkan pelaku Tindak Pidana Korupsi yang “bukan Pegawai Negeri

atau Perseorangan Swasta” hanya dapat melakukan Tindak Pidana

Korupsi dengan cara “menyalahgunakan kewenangan atau sarana” yang

ada karena “kedudukan” saja.18

Penentuan adanya Kerugian Keuangan Negara yang dipakai bukti dalam

pemenuhan unsur Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara

sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditentukan dalam penjelasan Pasal 32

disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan secara nyata telah ada Kerugian Keuangan

17

Ibid, Hal. 52. 18

Ibid, Hal. 52.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

16

Negara adalah Kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil

temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

Unsur penting dalam melakukan penghitungan Kerugian Keuangan Negara

dalam Tindak Pidana Korupsi yakni kewenangan dalam mengakses dan mendapatkan

data untuk meminta dokumen keuangan negara yang diatur oleh undang-undang

dalam proses pemeriksaan keuangan negara.19

Hal tersebut sebagaimana dimuat

dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang ditentukan:

Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:

a. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain

yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara;

b. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan

segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari

identitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau identitas lain yang

dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;

c. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen

pengelolaan keuangan negara;

d. Meminta keterangan kepada seseorang;

e. Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu

pemeriksaan.

Unsur penting lainnya yang memperkuat kewenangan pemeriksa dalam

melakukan penghitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

yakni unsur wajib diberikan data, dokumen atau informasi yang berhubungan dengan

keuangan negara oleh setiap orang atau pengelola Keuangan Negara berkaitan dengan

kepentingan pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

19

Hernold Ferry, Op.cit, Hal.54.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

17

(adanya pemaksaan oleh undang-undang dengan hukuman penjara atau sanksi

denda),20

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15

tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara :

“Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban

menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang

diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan

dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam penentuan adanya Kerugian

Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi diperkuat sebagaimana dijelaskan

dalam Pasal 23 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa

Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara

diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

Ketentuan tersebut tegas menentukan bahwa Badan yang berwenang dalam

menentukan adanya unsur Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

harus Badan yang bebas dan mandiri yakni Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana

yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Dipastikan bahwa Kerugian Keuangan Negara telah terjadi dalam salah satu

unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang

Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

20

Hernold Ferry, Op.cit, Hal. 55.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

18

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka dapat ditentukan tuntutan uang

pengganti dan harus diselesaikan oleh pihak yang terbukti bersalah.

Pidana tambahan berupa uang pengganti tersebut diatur sebagaimana dalam

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disebutkan bahwa :

(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau

barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak

pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana

korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang

tersebut;

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama

dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)

tahun;

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh

atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh

Pemerintah kepada terpidana.

(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta

bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti

tersebut.

(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk

membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,

maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman

maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan

pengadilan.

Uang pengganti dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam

Tindak Pidana Korupsi merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh

terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan Merugikan Keuangan Negara

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

19

menurut hukum berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum

tetap.

Dipastikan adanya Kerugian Keuangan Negara juga bertujuan sebagai salah

satu acuan bagi Jaksa untuk melakukan Penuntutan mengenai berat atau ringannya

hukuman yang perlu dijatuhkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pertimbangan bagi hakim dalam

menetapkan keputusannya.

2.3. Tindak Pidana Korupsi

a. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan strafbaarfeit untuk

menyebutkan apa yang dikenal sebagai Tindak Pidana di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang

sebenarnya dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut.

Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa belanda berarti sebagaian dari suatu

kenyataan, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah

perkataan strafbaarfeit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan

yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak yang

akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai

pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.21

21

PAF Lamintang, Op.cit, Hal. 181.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

20

Tidak diberikan definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan

perkataan strafbaarfeit maka timbul berbagai doktrin tentang apa yang dimaksud

dengan strafbaarfeit. Hazewinkel-Suringa telah membuat suatu rumusan yang bersifat

umum dari strafbaarfeit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu

telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku

yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang

bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 22

Van Hamel mengatakan strafbaarfeit

itu suatu kelakuan seseorang yang dirumuskan dalam Undang-undang, bersifat

melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.23

Menurut Moeljatno dan Ruslan Saleh mengemukakan istilah strafbaarfeit

adalah sebuah perbuatan pidana karena menurut beliau cakupan perbuatan lebih luas

dibandingkan dengan tindak pidana, karena tindak menunjukkan pada hal yang

abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan yang kongkrit.24

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan

unsur-unsur objektif.

Unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau

yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala

22

PAF Lamintang, Op.cit, Hal. 181-182. 23

Chairul Huda, 2011, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Hal.27. 24

Ibid, Hal. 78.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

21

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak

pidana itu adalah:25

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan

dan lain-lain;

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340

KUHP;

5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan

keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si

pelaku itu harus dilakukan.26

Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

2. Kualitas dari si pelaku, misalnya “Keadaan sebagai seseorang pegawai

negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau

“keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas”

di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab

dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.27

Tindak Pidana di Indonesia terbagi atas dua jenis yakni Tindak Pidana Umum

dan Tindak Pidana Khusus. Tindak Pidana Umum merupakan Tindak Pidana yang

dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana diatur dalam

Buku ke II dan Buku ke III KUHP.

25

PAF Lamintang, Op.cit Hal. 193-194. 26

PAF Lamintang, Op.cit, Hal. 193. 27

PAF Lamintang, Op.cit, Hal. 194.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

22

Tindak Pidana Khusus merupakan ketentuan mengenai Tindak Pidana yang

diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan sebagai landasan berlakunya

sebagaimana dalam Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Landasan dari berlakunya Tindak Pidana Khusus di Indonesia Pasal 103 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana ditentukan sebagai berikut :

Ketentuan dari delapan bab yang pertama dari Buku ini berlaku juga

terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan undang-undang

lain, kecuali kalau ada undang-undang (Wet) tindakan Umum pemerintahan

Algemene van bestuur) atau ordonnansi menentukan peraturan lain.28

Diadakan ketentuan dari pasal ini, berarti bahwa ketentuan-ketentuan yang

termaksud dalam Bab IX dari buku I KUHP (Pasal 86 sampai 102) hanya berlaku

untuk menerangkan hal-hal yang tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana ini saja, sedangkan ketentuan yang termuat dalam Bab I sampai Bab VIII

(Pasal 1 sampai 85) selain untuk menerangkan hal-hal yang ada di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, berlaku pula untuk menerangkan ketentuan pidana

yang ada di luar dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Semakin berkembangnya kriminalitas di Indonesia mendorong lahirnya

berbagai macam Undang-Undang mengenai Tindak Pidana Khusus yang menjadi

pelengkap dari hukum pidana yang telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.

Pengaturan terhadap Tindak Pidana Khusus bertujuan untuk mengisi

kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya dalam KUHP, namun dengan

28

R.Soesilo, 1976, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasan, Politeia,

Bogor, Hal. 91.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

23

pengertian bahwa pengaturan itu masih tetap dan berada dalam batas-batas yang

diperkenankan oleh hukum pidana formil dan materiil.29

Dengan kata lain, penerapan

ketentuan pidana khusus di mungkinkan berdasarkan asas Lex specialis derogat legi

generalis yang mengisyaratkan bahwa ketentuan yang bersifat khusus akan lebih

diutamakan daripada ketentuan yang bersifat lebih umum.30

b. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio

atau corruptus (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa

corruption itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih

tua.31

Bahasa latin tersebut turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu

corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie

(korruptie). Kita dapat memberanikan diri bahwa dari bahasa Belanda inilah kata itu

turun ke bahasa Indonesia, yaitu korupsi.

Secara harfiah, korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,

kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.32

Definisi korupsi dalam kamus lengkap Webster’s Third New Internasional

Dictionary adalah ajakan (dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-

pertimbangan yang tidak semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran

29

Aziz Syamsudin, Op.cit, Hal. 11. 30

Aziz Syamsudin, Loc.cit. 31

Andi Hamzah, Op.cit, Hal. 4. 32

Andi Hamzah, Op.cit, Hal. 5

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

24

tugas.33

Definisi lain korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas

resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut

pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan

pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.34

Korupsi dapat diartikan memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya

diberikan atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah.

Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja.35

Secara umum, korupsi dipahami sebagai suatu tindakan pejabat publik yang

menyelewengkan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, dan

kelompok yang mengakibatkan kerugian negara. Selain itu, korupsi dapat

didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk keuntungan

pribadi. Korupsi mencakup perilaku pejabat-pejabat sektor publik, baik politisi

maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan

melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan mereka, dengan

menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan pada mereka.36

Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan bahwa

dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan

kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat

pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku

tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap

korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut

adalah tercela.37

33

Jawade Hafidz Arsyad, Op.cit, Hal. 4. 34

Jawade Hafidz Arsyad, Loc.cit 35

Jawade Hafidz Arsyad, Op.cit, Hal. 5. 36

Jawade Hafidz Arsyad, Loc.cit 37

Jawade Hafidz Arsyad, Op.cit, Hal. 6.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

25

Pengertian korupsi dimuat dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, dan bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme. Pasal 1 butir 3 dimuat pengertian korupsi sebagai berikut:

“Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana

korupsi”.

Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat pengertian korupsi sebagai berikut:

“Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dsb)

untuk keuntungan pribadi atau orang lain”.38

Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Pasal 2

dan Pasal 3 terkait kerugian keuangan negara mendefinisikan korupsi sebagai berikut:

1. Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum, melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan atau perekonomian negara.

Korupsi terjadi di setiap lapisan masyarakat, tidak saja pejabat yang duduk di

pemerintahan, tetapi di setiap kelas dalam masyarakat tidak lepas dari apa yang

dinamakan dengan korupsi. Klasifikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang

terjadi di dalam masyarakat secara garis besar dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Kelas Bawah adalah KKN yang dilakukan secara kecil-kecilan, namun

berdampak luas karena menyangkut ujung tombak dari pelaksanaan

birokrasi. KKN pada tingkat ini dilakukan, pada dasarnya adalah untuk

38

Leden Marpaung, 2009, Tindak Pidana Korupsi: Pemberantasan dan Pencegahan,

Djambatan, Jakarta, Hal. 11.

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

26

sekadar bertahan hidup, baik bagi lembaga ujung tombak birokrasi itu

sendiri maupun kehidupan awaknya. Hal ini dilakukan pada umumnya

dengan mempersulit pelayanan yang seharusnya dapat dipermudah.

Berbagai penyebab dari meluasnya KKN semacam ini, yang utama dan

strategis adalah karena kecilnya gaji dan kurangnya sarana untuk dapat

melakukan fungsinya secara wajar, namun kemudian berubah menjadi

semacam kenikmatan yang kecenderungannya harus dipertahankan oleh

yang bersangkutan.

2. Kelas menengah adalah KKN yang dilakukan oleh pegawai negeri dan

awak birokrasi lainnya, dengan mempergunakan kekuasaan atau

kewenangan yang ada padanya, karena kedudukannya yang strategis,

walaupun tidak memegang kunci kebijakan. KKN pada tingkat ini, tidak

lagi untuk sekadar bertahan hidup, namun sudah untuk mempertahankan

posisi dan menambah kekayaan. Hal ini sudah berkaitan erat dengan upaya

melakukan link dengan penentu kebijakan pemosisian sumber daya

manusia pada tiap lembaga. Hal ini terjadi mulai dari tahapan rekruitmen

sampai dengan keputusan penentuan jabatan (posisi, jenisnya, lamanya,

dan sebagainya).

3. Kelas atas adalah KKN yang dilakukan oleh para penentu kebijaksanaan,

yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan para konglomerat atau

para pelaku bisnis multinasional, dengan cara-cara yang sukar untuk di

deteksi, karena hasil-hasil KKN semacam ini, biasanya telah

mengakomodasi hukum dan perundang-undangan, di samping pergerakan

finansial sebagai hasil keuntungan KKN semacam ini, telah memanfaatkan

rekening bank internasional sebagai sarana mobilitas dana hasil KKN.39

Dilihat dari klasifikasi diatas, dapat dipahami bahwa masalah KKN di

Indonesia merupakan problem yang terjadi pada semua tingkat lapisan masyarakat.

Pada tingkat yang lebih bawah menjadi masalah besar karena kuantitas pelaku yang

besar, sedangkan pada tingkat yang lebih atas menjadi masalah besar karena kuantitas

pelibatan dana yang besar.

Berdasarkan tujuan yang mendorong orang melakukan korupsi, pada

pokoknya korupsi dapat dibagi menjadi dua, yakni sebagai berikut:

1. Korupsi Politis

39

Jawade Hafidz Arsyad, Op.cit, Hal. 22-23.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

27

Korupsi politis merupakan penyelewengan kekuasaan yang lebih

mengarah ke permainan-permainan politis yang kotor, Nepotisme,

Klientelisme, penyalahgunaan pemungutan suara, dan sebagainya. Arnold

A. Rogow dan Harold D Lasswell menyebut para pejabat yang melakukan

korupsi politis sebagai game politician (politisi pendapatan). Latar

belakang psikologis yang mendorong korupsi politis adalah keinginan-

keinginan untuk mendapat pengakuan dari orang lain, keinginan untuk

dituakan, dan dianggap sebagai pemimpin oleh sebanyak mungkin orang.

Maka deprivasi (perasaan kehilangan atau kekurangan) yang dialami oleh

pejabat-pejabat itu terutama berkaitan dengan nilai-nilai perbedaan

(different values), yaitu perasaan bahwa dirinya berbeda dari orang lain,

merasa diri sendiri lebih pintar atau lebih besar dari orang-orang lain,

sehingga pantas untuk memperoleh pengakuan, penghormatan, dan

kekuasaan yang besar atas orang-orang tersebut.

2. Korupsi Material

Korupsi material kebanyakan berbentuk manipulasi, penyuapan,

penggelapan, dan sebagainya. Korupsi material didorong oleh keinginan

untuk memperoleh kenyamanan hidup, kekayaan, dan kemudahan dalam

segala aspek. Jadi, deprivasi yang dialami oleh pejabat-pejabat yang

melakukan korupsi material terutama menyangkut nilai-nilai kesejahteraan

(welfare values), sehingga korupsi yang dilakukan kebanyakan

ditunjukkan untuk memperoleh keuntungan material yang sebanyak-

banyaknya.40

H. Baharuddin Lopa, mengemukakan:

“Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan

manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan

kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum. Perbuatan yang merugikan

keuangan atau perekonomian negara adalah korupsi dibidang materil,

sedangkan korupsi dibidang politik dapat terwujud berupa memanipulasi

pemungutan suara dengan cara penyuapan, intimidasi paksaan dan atau

campur tangan yang mempengaruhi kebebasan memilih komersiliasi

pemungutan suara pada lembaga legislatif atau pada keputusan yang bersifat

administratif dibidang pelaksanaan pemerintah.”41

Adapun mengenai kausa atau sebab orang melakukan korupsi menurut Andi

Hamzah, diantaranya sebagai berikut:

40

Jawade Hafidz Arsyad, Op.cit, Hal. 26. 41

http://sitimaryamnia.com/2012/02/pengertian-tindak-pidana-korupsi.html, diakses pada

tanggal 30 Maret 2015.

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

28

1. Kurangnya Gaji atau Pendapatan Pegawai Negeri dibandingkan dengan

kebutuhan yang makin hari makin meningkat;

Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri di Indonesia, B.

Soedarso menyatakan “Pada umumnya orang menghubung-hubungkan

tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan

misalnya kurangnya gaji pejabat-pejabat, buruknya ekonomi, mental

pejabat yang kurang baik, administrasi dan manajemen yang kacau yang

menghasilkan adanya prosedur yang berliku-liku dan sebagainya.

2. Latar Belakang Kebudayaan atau Kultur Indonesia yang merupakan

sumber atau sebab meluasnya korupsi;

Korupsi itu terjadi berulang-ulang karena telah menjadi suatu

kebiasaan dalam masyarakat untuk mempermudah dalam mendapatkan

pelayanan dari pemerintah, dan sebaliknya pejabat pemerintah

menggunakan kesempatan itu untuk memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya. Jadi, hal ini terkait dengan perilaku dari anggota

masyarakat dan pejabat pemerintah yang korup, karena dalam

kenyataannya masih ada masyarakat yang tidak mau melakukan korupsi.

3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien;

Korupsi terjadi bila ada niat dan kesempatan. Apabila manajemen

terkontrol dengan baik, maka keluar masuknya aliran dana dapat

terdeteksi. Namun demikian, tidak dapat menyalahkan manajemen begitu

saja, moral yang ada pada diri manusialah yang dapat membentengi

seseorang daru setiap perbuatan tercela.

4. Modernisasi.

Huntington menulis sebagai berikut, “Korupsi terdapat dalam

masyarakat, tetapi korupsi lebih umum dalam masyarakat yang satu

daripada yang lain, dan dalam masyarakat yang sedang tumbuh korupsi

lebih umum dalam suatu periode yang satu dari yang lain. Bukti-bukti dari

sana-sini menunjukkan bahwa luas perkembangan korupsi berkaitan

dengan modernisasi sosial dan ekonomi yang cepat”.

Penyebab modernsasi yang mengembangbiakkan korupsi dapat

disingkat dari jawaban Hutington berikut ini:

a. Modernisasi membawa perubahan pada nilai dasar atas

masyarakat;

b. Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena

modernisasi membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan

baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan politik tidak

diatur oleh norma tradisional yang terpenting dalam masyarakat,

sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima

oleh golongan berpengaruh dalam masyarakat;

c. Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan

yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan sistem politik.

Modernisasi terutama di negara-negara yang memulai modernisasi

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEJAKSAAN, KERUGIAN KEUANGAN ... II.pdfbahwa dalam ayat (2) yang dimaksud dengan secara merdeka adalah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya

29

lebih kemudian, memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipat

gandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan-peraturan

pemerintah.42

Korupsi memang sudah membudaya dalam masyarakat, dimulai dari korupsi

kecil-kecilan sampai korupsi besar-besaran. Permasalahan utama adalah

meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan, kemakmuran, dan teknologi.

Semakin maju pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan

mendorong orang untuk melakukan korupsi.

Pembangunan yang dilakukan selama ini, ternyata tidak membawa

kesejahteraan pada rakyat kecil, tetapi kebanyakan dinikmati oleh koruptor yang

notabene adalah pejabat negara. Persoalan korupsi yang sekarang terjadi telah

menjadi gurita dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Hal tersebut telah membawa

dampak kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta buruknya

pelayanan publik. Akibat dari korupsi, penderitaan selalu dialami oleh masyarakat,

terutama yang berada di bawah garis kemiskinan.

Akibat yang ditimbulkan oleh korupsi sangat luas, bukan saja dari aspek

prinsip hidup suatu bangsa, namun juga dapat menimbulkan kerugian bagi negara

serta masyarakat. Kekhawatiran terhadap dampak yang ditimbulkan oleh korupsi

sangat berasalan oleh karena korupsi telah menjalar keseluruh lapisan masyarakat

baik dari golongan menengah kebawah hingga menengah keatas termasuk juga

pejabat pemerintahan (pejabat negara) yang seharusnya menjadi figur panutan

masyarakat.

42

Jawade Hafidz Arsyad, Op.cit, Hal. 11-16.