Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada perancangan ini akan dibahas tentang rancang bangun alat pengering
gabah dengan bahan bakar sekam sistem wadah rotari berkapasitas 100kg/proses.
Dikarenakan gabah padi jika tidak langsung di proses maka gabah akan berjamur
dan tidak akan bertahan lama yang membuat hasil panen para petani jatuh saat
musim penghujan. Pada tinjauan pustaka ini saya akan menjelaskan tentang
perancangan yang akan saya lakukan seperti : Bahan bakar, blower dan exhaust,
sistem pengeringan, serta prinsip kerja alat pengering
2.1 Energi
Menurut hukum Thermodinamika II menyatakab bahwa perpindahan
panas berlangsung karena adanya perbedaan temperatur. Panas akan menyebar
dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Panas yang dapat diukur adalah
panas yang berupa sensible yang sebagaimana merupakan teori pengeringan dasar
(Holman,1995).
Perpindahan panas terjadi dikarenakan melalui berbagai cara : konduksi,
konveksi dan radiasi. Perpindahan konduksi adalah panas molekul-molekul dari
benda yang bersinggungan. Jadi gesekan antara bulir padi yang di panaskan oleh
uap sekam sehingga akan terjadi pemerataan panas di gabah. Perpindahan
konveksi adalah melalui media gas atau cairan. Perpindahan panas radiasi adalah
penyerapan benda yang berwarna gelap (Jordan and Priester, 1985).
Menurut teori diatas, perpindahan panas yang digunakan dengan 2 prinsip
yaitu secara konveksi dan konduksi. Gesekan antar setiap bulir bulir gabah yang
belum mendapat panas. Dikarenakan proses inilah yang paling cocok untuk
pengeringan gabah (Holman,1995).
Sedangakan perpindahan secara konveksi dengan udara panas yang
dihembuskan oleh blower ke dalam rotary dryer sehingga uap panas masuk ke
celah celah pengaduk guna untuk membuang kadar air gabah. Keadaan ini disebut
5
juga konveksi paksa. Metode ini sudah sering digunakan dalam teori dasar
pengeringan (Jordan and Priester,1985).
2.2 Bahan bakar
Dilihat dari segi ekonomis, bahan bakar yang dibakar dapat meneruskan
proses tersebut. Pengerluaran kalor yang disebabkan oleh pembakaran bahan
bakar akan menjadi sumber kalor yang diteruskan sebagai media fluida selama
proses terjadi (https://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar)
Syarat umum bahan bakar :
1. Emisi rendah.
2. Punya nilai kalor yang tinggi.
3. Relatif murah.
4. Tersedia dalam jumlah yang banyak.
Beberapa macam bahan bakar yang dikenal yaitu :
1. Bahan bakar lain: sisa tumbuh-tumbuhan, minyak nabati, minyak hewani.
2. Bahan bakar konvensional yang dilihat dari wujudnya yang berupa padat,
cair dan gas. Bahan bakar padat seperti kayu, sisa tumbuhan, dan batu
bara. Bahan bakar cair seperti minyak tanah
3. Bahan bakar fosil : minyak bumi, gas bumi, dan batubara
2.3 Limbah pertanian
Persepsi limbah menurut masyarakat, adalah sesuatu yang bersifat kotor,
yang tak lain adalah bahan limbah yang berwarna kehitaman dan mengeluarkan
bau yang tidak sedap, sehingga dapat mencemarkan lingkungan. Biasanya limbah
Bungan berasal dari proses produksi rumah tangga (sampah domestik). Adanya
limbah merupakan kegiatan yang sangat tidak di kehendaki karena tidak memiliki
nilai ekonomis yang dapat merusak lingkungan (Sumber Organisasi Pangan dan
Pertanian, 2013)
2.3.1 Sekam padi
Ketersediaan Sekam padi di dunia diperkirakan sekitar 100 juta ton
yang mempunyai rata-rata kalor 15 mJ/kg. Di Indonesia sendiri produksi
6
sekam mencapai 15 juta ton per tahun dikarekanan para petani di Indonesia
mempunyai sekitar 60.000 penggiling, mampu memproduksi sekam
sebanyak 10-20 ton per hari (I Nyoman, 2008)
Karakteristik sekam padi mempunyai nilai kalor 3000 kalori/kg,
konduktivitas panas 0,271 dan berat jenis 753 kg/m3. Mempunyai Panjang
sekitar 8-10 mm dengan lebar 2-3 mm dan tebal 0,2 mm (Houston, 1972).
2.4 Tabung Pengering
Tabung adalah bangun ruang yang diatasi oleh dua sisi yang kongruen dan
sejajar yang berbentuk lingkaran serta sebuah sisi lengkung.
Gambar 2.1 Tabung
Keterangan :
t = tinggi tabung
r = jari-jari tutup/alas tabung
Rumus-rumus pada tabung
V Tabung =
Luas Alas Tabung =
Luas permukaan tabung =
2.5 Agitator (Pengaduk)
Agitator adalah sebuah bagian dari tangki yang berfungsi sebagai
pengaduk. Prinsip kerja dari agitator ini sarna seperti mixer pada umumnya yaitu
mengaduk benda produk dalam tangki dengan blade agitator sebagai pendorong
produk yang akan diaduk.
7
2.5.1 Jenis-jenis Pengaduk
Secara umum, jenis pengaduk mempunyai 3 jenis yang sering digunakan,
yaitu pengaduk turbin (turbine), Pengaduk baling-baling (Propeller), dan
pengaduk dayung (paddle).
a. Pengaduk Turbin
Pengaduk turbin biasanya digunakan untuk mengaduk benda padat
yang mempunyai 3 sampai 5 blade dengan kecepatan rendah sampai
tinggi tanpa merusak media yang di aduk. Diameter pengaduk ini
biasanya 30% dari tabung pengaduk.
Turbine disc flat blade
Gambar 2.2 Flat blade turbine disc
Hub Turbine curved blade mounted
Gambar 2.3 Hub Turbine curved blade mounted
Turbine disc mounted curved blade
Gambar 2.4 Disc Turbine curved blade mounted
8
Turbine blade pitch
Gambar 2.5 Turbine blade pitch
Turbine roller bar
Gambar 2.6 Turbine roller bar
2.6 Teori Dasar Tegangan
Hukum Hooke merupakan dasar dari perhitungan tegangan suatu benda
atau material. Rumus dari hukum Hooke adalah sebagai berikut :
Tegangan = Modulus Elastisitas x Regangan
σ = ε x E…...
dimana :
σ = tegangan (Pa)
ε = modulus elastisitas / modulus young (Pa)
E = regangan
Gambar 2.7 tegangan dalam pipa
Referensi: http://sepenggal.wordpress.com/2010/11/03/
elastisitas-bagian-1/
dimana:
lf = panjang akhir material (m)
lo = panjang awal material sebelum diberi beban (m)
9
2.6.1 Tegangan dalam pipa
Tegangan dalam pipa arahnya yang bergerak mengikuti arah sumbu
dengan prinsip sebagai berikut :
Tegangan longitudinal
Tegangan longitudinal (SL) atau tegangan aksial adalah tegangan yang arahnya
sejajar dengan sumbu longitudinal. Hasil tegangan ini dinyatakan positif apabila
tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik negatif. Gaya yang disebabkan oleh
tegangan longitudinal adalah gaya aksial, dan bending.
o Akibat gaya aksial :
…………..(Ap- Greid & Gas Design Course,
hal.15)
Dimana :
Fax = Gaya aksial (N)
Am = Luas penampang material dimana π.dm.t
(m2)
dm = Diameter rata rata pipa dimana
(m)
d0 = Diameter luar pipa (m)
d1 = Diameter dalam pipa (m)
Akibat gaya tekanan pipa
…………..(Ap- Greid & Gas Design Course, hal.15)
Dimana :
P = Tekanan dalam aksial
Ai = Luas penampang pipa
Akibat momen lendutan (momen bending)
…………..(Ap- Greid & Gas Design Course, hal.16)
10
Dimana :
Ɩ = Momen inersia dari penampang pipa (m)
C = Jarak seumbu netral ke titik yang diamati
(m)
Mb = momen lendutan pada sebuah penampang
(kg/mm2)
Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan
Tegangan ini paling besar jika, C = Ro, yaitu :
Dimana :
Ro = Radius luar pipa (m)
Z = modulus luar permukaan (kg/mm2)
Jadi total keseluruhan tegangan longitudinal
σSL = …..(Ap- Greid & Gas Design Course, hal.17)
Tegangan sirkumferensial
Tegangan sirkumferensial terjadi apabila arahnya sejajar dengan sumbu
sirkum, nama lain dari tegangan sirkum ini biasanya dapat disebut juga
tegangan hoop atau tegangan tangensial (SH). Tegangan ini cenderung
positif sehingga ada kemungkinan untuk membelah pipa menjadi dua.
Tegangan ini dihitung dengan menggunakan persamaan lame :
SH = …………..(Ap- Greid & Gas Design Course,
hal.18)
Dimana :
R = radius titik jarak yang diperhatikan
11
R1 = radius dalam pipa (m)
R0 = radius luar pipa (m)
Secara sederhana apabila penggunaan pipa tipis dilakukan penyederhanaan
rumus tegangan pipa tangensial yang bekerja di dalam pipa, yaitu :
Akibat tekanan sepanjang pipa (F = P.di , Z ditahan oleh pipa
Am = 2t
SH = …………..(Ap- Greid & Gas Design Course, hal.18)
Lebih konservatif lagi menjadi :
SH =
Gambar 2.8 Tegangan Hoop pada Pipa
Referensi : Ap- Greid Oil & Gas Design Course
2.7 Torsi
Torsi yang dialami oleh screw dengan gerak searah dengan jarum jam
Gambar 2.9 gaya yang terjadi pada poros pengaduk
Untuk menentukan torsi pada poros screw, maka akan dihitung dengan
rumus hukum Dinamika Rotasi
T= ƩF x R
sehingga diperoleh kecepatan sudut poros pengaduk
ω =
Fputar
Ɵ
R
S
12
2.8 Poros
Poros adalah Elemen Mesin yang berbentuk silindris memanjang dengan
penampang berfungsi sebagai tipe penerus daya dengan putaran. Jadi, poros bisa
dikatakan transmisi atau penghubung dari sebuah elemen mesin yang bergerak ke
sebuah elemen mesin yang akan digerakan. Ada berbagai macam penamaan
poros, mulai dari shaft maupun axis ada juga yang menyebut poros sebagai as
namun disini as lebih berperan sebagai poros yang statis dan tidak ikut berputar
sebagai penyalur daya atau tenaga.
Jenis – jenis Poros Pada Elemen Mesin
Ada beberapa jenis atau macam – macam poros bila ditinjau dari
spesifikasi masing – masing antara lain:
Jenis poros berdasarkan pembebanannya:
1. Poros Transmisi
Poros transmisi merupakan poros yang mengalami pembebabanan faktor
(torsi), pembebanan lentur murni, maupun kombinasi dari pembebanan
torsi lentur.
2. Spindel
Spindel adalah poros transmisi yang memiliki dimensi lebih pendek
dengan pembebanan faktor saja. Contohnya : poros pada mesin perkakas.
3. Gandar
Gandar merupakan poros roda yang biasa dijumpai pada roda kereta api
dan biasanya disebut dengan as.
Jenis Poros Berdasarkan Bentuknya
1. Poros Lurus
2. Poros Engkol
3. Poros Luwes (Untuk trasmisi daya kecil)
Setelah kita mengetahui jenis – jenis serta penggunaan poros,
sekarang kita harus mengetahui bagaimana cara merancang poros yang
baik dan benar. Tetapi sebelum itu kita harus membahas dulu hal – hal
penting yang harus diperhatikan jika kita ingin merancang poros.
5 Hal Penting Yang Harus Diperhatikan Dalam Merancang :
1. Kekuatan Poros
13
Kekuatan poros sangat penting dalam menentukan dan merancang
poros yang baik serta aman digunakan. Dengan melihat pembebanan
yang terjadi pada poros seperti beban 13 actor, beban lentur, baban 13
actor kita dapat menentukan kekuatan poros yang sesuai. Selain itu kita
harus memerhatikan faktor lainnya seperti kelelahan (fatigue), tumbukan,
dan kosentrasi tegangan.
2. Putaran Kritis Poros
Poros harus dirancang sedemikian rupa sehingga putaran kerja
yang optimal harus menjauhi putaran kritis dari poros itu sendiri. Poros
dapat dibuat bekerja di bawah putaran kritisnya ataupun di atas putaran
kritisnya untuk menghindari kegagalan.
3. Bahan Poros
Dari sisi teknis pemilihan bahan untuk pembuatan poros harus
memerhatikan ketersediaan bahan, biaya produksinya, serta
manufactureability atau kemampuan proses manufakturnya. Poros yang
berasal dari bahan yang langka di daerah kita serta membutuhkan
pekerjaan yang khusus akan menaikan harga produksi, oleh karena itu
perhatikan ketersediaan bahan poros di daerah sekitar.
4. Faktor Korosi
Penggunaan dan penempatan poros akan menentukan nilai korosi
pada poros. Oleh karena itu perhatikan penempatan poros agar 13actor
dapat dikurangi. Misal poros digunakan pada pompa mesin pompa air
laut maka poros tersebut harus lebih tahan korosi jika dibandingkan
dengan poros pada pompa air tawar. (Sularso,1991)
Tebel 2.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin
untuk poros.
Standar dan
macam
Lambang Perlakuan
panas
Kekuatan
Tarik
(kg/mm2)
Keterangn
Baja karbon S30C Penormalan 48
14
konstruksi
mesin (JIS G
4501)
S35C
S40C
S45C
S50C
S55C
Penormalan
Penormalan
Penormalan
Penormalan
Penormalan
52
55
58
62
66
Batang baja
yang difinis
dingin
S35C-D
S45C-D
S55C-D
-
-
-
53
60
72
Ditarik dingin,
digerinda,
dibubut, atau
gabungan antara
hal-hal tersebut
( Sularso, Dasar – dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin,
Pradya Pramita, Jakarta 1997 ).
Tabel 2.2 Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan data yang akan
ditransmisikan, fc.
Data yang ditransmisikan fc
Daya rata – rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5
( Sularso, Dasar – dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin,
Pradya Pramita, Jakarta 1997 ).
Pada perhitungan poros, yang akan dihitung adalah bahan dan diameternya.
Pertama harus diketahui Daya Motor (P) dan Putaran Motor yang
diinginkan, setelah itu tentukan bahan yang akan digunakan lihat tabel 1.1
15
2.9 Daya
Pd = P x Fc
Keterangan :
P = Daya (Kw)
Fc = Faktor koreksi
Pd = Daya rencana (Kw)
Setelah mengetahui daya rencana selanjutnya menentukan momen rencana atau
momen
T = 9,74 × 105 ×
Tegangan izin dicari dengan menggunakan persamaan
τα =
Keterangan :
σB = kekuatan tarik izin
Sf1 = kekuatan keamanan dari bahan S-C dengan pengaruh masa
Sf2 = pengaruh kekasaran permukaan poros
Faktor koreksi untuk momen faktor Kt dan Faktor lenturan Cb / Km
Tabel 2.3 Menentukan nilai Km / Cb dan Kt
Jenis Pembebanan
1.1 Poros Tetap
a. Beban perlahan
b. Beban tiba – tiba
1.2 Poros yang berputar
a. Beban perlahan ataupun
tetap
b. Beban tiba–tiba – kejutan
ringan
c. Beban tiba–tiba – kejutan
berat
Km / Cb
1.0
1.5 – 2.0
1.5
1.5 – 2.0
2.0 – 3.0
Kt
1.0
1.5 – 2.0
1.0
1.5 – 2.0
1.5 – 3.0
Sumber : R.S., Khurmi dan Gupta J.K., 1982
Mencari diameter poros
16
Ds = 1/3
Poros dengan beban faktor
Mt = 71620
Dimana : N = daya yang ditransmisikan
Mt = momen torsi
n = putaran poros
Kekakuan Poros
Ɵ = 584
Dimana : ds = diameter poros
Ɵ = sudut defleksi (deg)
L = panjang
Mt = momen
izin = modulus geser
Gambar 2.10 Poros
17
2.10 Bantalan
Bantalan adalah bagian dari hal terpenting dalam perancangan.
Penggunaanya yang ditempatkan untuk menumpu poros dengan putaran atau
gerakan bolak baliknya dapat bekerja secara halus, aman dan ketahanan
umurnya. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi kinerja
mesin akan menurun drastis sehingga jauh dari kata optimal.
Bantalan yang dipakai adalah bantakan jenis gelinding. Untuk bantalan
ini akan terjadi gesekan poros yang berputar dengan bagian gelinding dalam
bantalan, yaitu bola (peluru).
1. Faktor kecepatan (fn)
fn = (sularso dan K Suga 1991)
2. Faktor umur (fh)
fh = fn . (Sularso dan Suga (1991 ; Hal 143)
Keterangan :
fh = Faktor umur bantalan
fn = Faktor kecepatan
C = Kapasitas nominal statis
P = Gaya yang bekerja pada
3. Umur nominal bantalan (Lh)
Lh = 500 . fh3 (sularso dan K Suga, 1991)
Gambar 2.11 Bantalan
18
2.11 Pulley
Pulley adalah bagian atau bagian terpenting dalam suatu rancangan
mesin. Berfungsi sebagai media Transmisi atau meneruskan tenaga dari
poros satu ke poros lain dengan menggunakan sabuk v-belt.
Pulley bisa dibuat dari bes cor, atau baja cor. Pulley dapat dibagi dalam
beberapa jenis diantaranya:
- Sheaves/V-Pulley, pulley ini sering sekali digunakan karena kemudahan
dalam sistem operasinya digerakan oleh v-belt.
- Variable Speed Pulley, pulley ini hanya digunakan untuk mengontrol
kecepatan mesin. Dengan Variasi kecepatan dari drive yang
memungkinkan menghemat tenaga dibandingkan dengan Teknik kontrol
aliran.
- Mi–Lock Pulleys, pulley ini biasanya digunakan untuk pegas rem dengan
keamanan operasional yang sangat tinggi, dapat diandalkan ketika ada rem
kejut atau pengeram secara tiba-tiba. Secara garis besar fungsinya
menahan kegagalan kinerja mesin.
- Timing Pulley, pulley yang di aplikasikan seperti katrol dimana sangat
membutuhkan gaya Tarik untuk material yang mempunyai kebutuhan
lebih spesifik.
Diameter pulley yang digerakkan:
D2 =
Dimana:
D2 = Diameter pulley yang digerakkan (mm)
D1 = Diameter pulley penggerak (mm)
n1 = Putaran pulley penggerak (rpm)
n2 = Putaran pulley yang digerakkan (rpm)
19
2.12 Sabuk V-Belt
Sabuk Transmisi menggunakan sabuk “V”, karena penampang berbentuk
V karena perawatannya sangat mudah dan relatif murah. Kelebihan transmisi ini
adalah dapat mentransmisikan daya yang besar dengan tegangan rendah. Dalam
perhitungan ini perlu adanya tinjauan dari beberapa faktor, yaitu :
1. Kondisi sabuk yang dipakai
2. Bentuk sisi kontak sabuk dan pulley
3. Tegangan sabuk yang terjadi
4. Kecepatan linier sabuk
Bahan V – Belt:
1. Kulit
2. Anyaman benang
3. Karet
Tipe sabuk V-belt :
a. Tipe untuk beban ringan ; ditandai dengan 3L, 4L, & 5L
b. Tipe sempit; ditandai dengan simbol 3V, 5V & 8V
c. Tipe standart; ditandai dengan huruf A,B,C,D,&E
Gambar 2.12 pulley dan sabuk
Gambar 2.13 susunan bagian sabuk V-belt
20
Gambar 2.14 macam-macam ukuran penampang sabuk V-belt
Gambar 2.15 Tegangan pada pulley
a. Menentukan panjang sabuk :
Dimana :
L = panjang sabuk (mm)
x = jarak sumbu poros (mm)
r1 = jari-jari poros kecil (mm)
r2 = jari-jari poros besar (mm)
b. Kecepatan sabuk :
Dimana:
V = Kecepatan sabuk (m/s)
Dp = Diameter puli penggerak (mm)
n = Putaran Puli penggerak (rpm)
21
2.13 Blower
Transfortasi fluida melalui pipa, peralatan, ataupun udara terbuka
dilakukan dengan bantuan pompa, kipas, atau blower (penghembus). Alat-alat
tersebut fungsinya untuk meningkatkan kecepatan, tekanan atau elevasi
(ketinggian) fluida. Metode yang paling umum untuk menaikkan energi ialah
dengan aksi positive displacement atau aksi sentrifugal diberikan dengan gaya dari
luar. Pompa digunakan untuk memindahkan zat cair, sedangkan kipas, blower
atau compressor untuk menambah energi pada gas.
2.13.1 Fan Sentrifugal
Fan sentrifugal digunakan untuk meningkatkan kecepatan udara
dengan impeller. Terdapat beberapa blade yang ditransfer menjadu
tekanan. Fan ini mampu menghasilkan tekanan tinggi, sehingga cocok
untuk sistem dengan suhu tinggi.
Gambar 2.16 Fan Sentrifugal Sumber : www.energyefficiencyasia.org, 2006
Keuntungan :
1. Rancangan sangat sederhana sehingga sangat mudah di operasikan
2. Cocok untuk tekanan tinggi dan suhu tinggi
3. Tahan lama
4. Efisiensinya 50-60%
5. Bisa beroperasi dalam tekanan aliran rendah
6. Memiliki ruang kerja yang besar sehingga cocok untuk handling
Kerugian :
1. Tidak maksimal ketika operasi laju aliran dengan tekanan tinggi
2.13.2 Fan Axial
Fan aliran aksial digunakan untuk operasi laju aliran udara yang
sangat tinggi dan bertekanan rendah. Cara kerja fan ini seperti impeller
22
pesawat terbang. Fan ini sangat populer karena bentuknya yang simple dan
ringan.
Gambar 2.17 Fan Axial Sumber : www.energyefficiencyasia.org, 2006
Keuntungan :
1. Laju aliran udara rendah agar menjaga kontinuitas tekanan
2. Saluran kerja yang di butuhkan tidak perlu luas
3. Berguna untuk penggunaan ventilasi dengan pengatur kecepatan
tertentu
4. Tekanan yang dihasilkan cukup untuk mereduksi kehilangan tekanan
aliran di dalam ruang.
5. Efisiensinya mencapai 85% jika dilengkapi dengan fan aircoil
Kerugian :
1. Harga dan pemeliharaan mahal
2. Kebisingan sangat tinggi
2.14 Proses pengeringan padi
Padi termasuk dalam kategori biji-bijian. Proses pengeringan bergina
untuk menguapkan kadar air yang terkandung di dalam bulir padi. Kadar air
cukup sulit untuk dihilangkan, oleh karena itu perlu adanya perlakuan proses
pengeringan dengan faktor temperatur, seperti faktor kelembaban, faktor suhu
dengan perlakuan membolak-balikan padi selama pengeringan berlangsung.
(Bahri Daulay Saipul, 2005)
Kadar air yang diuapkan selama proses berlangsung, upa harus difusikan
ke permukaan lalu diuapkan. Sumber kalor harus cukup untuk mendifusikan air.
(Sumber: SNI, 1998)
23
2.14.1 Cara Kerja Alat Pengering.
Prinsip kerja alat pengeringan gabah yaitu bahan gabah setelah dari
panen masih basah dimasukkan ke dalam oven dengan disusun rata dan
teratur sesuai kedudukannya. Kemudian bahan bakar limbah pertanian
dibakar di dalam tungku pembakaran. Lalu udara panas hasil pembakaran
tersebut dialirkan dengan kipas ke dalam oven yang telah berisi padi . Dan
udara panas dari pembakaran limbah pertanian akan mengalir lalu
memanasi dan mengeringkan gabah tersebut.
Kemudian pada bagian tungku pembakaran oven dan padi
dipasang termokopel untuk mengetahui kenaikan temperatur yang terjadi
sambil mengecek keadaan dan perubahan yang terjadi pada gabah juga
dicatat lama waktu yang berjalan serta banyaknya bahan bakar sekam juga
dicatat. Proses demikian terus dipantau sampai pengering selesai. (Sumber
SNI, 2003).
2.15 Teori Pengeringan
Proses pengeringan untuk menurunkan kadar air gabah sampai batas yang
ditentukan. Jumlah (massa) yang diuapkan dihitung dari selisih air semula (mw1)
dan massa air akhir (mw2)
Δmw = mw1-mw2 ...................(2.1)
Keterangan :
Δmw = massa air yang diuapkan pada proses pengeringan
mw1 = massa air mula-mula
mw2 = massa air akhir dimana
mw1 = m x Ko .............................(2.2)
Keterangan :
Ko = kadar air mula-mula dalam wet basis (%)
m = massa total bahan sebelum dikeringkan
Menghitung kadar air akhir (K) :
24
........................(2.3)
Keterangan :
K = kadar air setelah proses pengeringan dalam wet basis (%)
md = massa kering bahan
Massa air yang diuapkan
Untuk menghitung massa air yang diuapkan dapat menggunakan
persamaan berikut : Δmw= ..........................(2.4)
2.15.1 Laju pengeringan
Kadar air butir gabah basah di reduksi dengan satuan waktu.
Selama 1 kali proses membutuhkan waktu 60 menit (Sumber SNI, 2003)
LP1 = (Mo – Kag 1)/t………..…..(2.5)
Keterangan :
LP1 = Laju Pengeringan per Jam (%/jam)
Mo = Kadar air rata-rata biji padi sebelum dikeringkan (%)
Kag1 = Kadar air rata-rata biji padi setelah dikeringkan (%)
t = Waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air (jam).
Perpindahan panas kalor antara benda padat (gabah) dengan fluida
merupakan suatu gabungan transfort masa dan konduksi, maka jumlah
panas yang diterima oleh gabah (Djokosetyardjo, 2003), yaitu :
Q1 = h . A . (T1-T0)………….….(2.6)
Keterangan :
Q1 = Panas yang diserap (watt)
h = Koefisien perpindahan panas (watt/ mK)
A = Luas bidang yang dipanaskan (m2)
Tw = Temperatur padi setelah dipanaskan (oC)
To = Temperatur padi sebelum di panaskan (oC)
25
menurut (Wilbert F. Stuker), Kalor spesifik (cp) dari energi yang
dibutuhkan untuk menaikan suhu massa satuan bahan sebesar 1 kalor.
Spesifikasi kalor masing masing bahan
- Untuk udara kering = 1,0 kJ/kg K.
- Untuk air = 4,19 kJ/kg K.
- Untuk uap air = 1,88 kJ/kg K.
2.15.2 Aliran konveksi bebas
Karakteristik fluida yang mengalir dapat dihitung dari
bilangan Reynold.
…………(2.7)
Keterangan:
Re = Bilangan Reynold
V = Kecepatan aliran (m/det)
X = Panjang plat (m)
v = Viskositas kinematik (m²/det)
2.15.3 Konduktivitas termal
Konduktivitas Thermal (k) adalah suatu besaran intensif bahan
yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas.
Dikarenakan mengandung 3 fenomena yaitu : konduksi, konveksi, dan
radiasi, maka akan didapat rumus :
……………(2.8)
2.15.4 Efisiensi pengeringan
Efisiensi pengeringan perbandingan jumlah panas yang diberikan
oleh mesin pengering dan jumlah panas yang diterima oleh gabah.
Sehingga akan didapat rumus efisiensi pengeringan (L.A. de Brujin)
dengan persamaan:
26
Keterangan :
ηp = Efisiensi pengeringan (%)
Qm = Energi bahan bakar (kJ)
Qtot = Kalor yang diterima/diserap padi (kJ/kg)