78
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB II Tinjauan Pustaka II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum adalah sebuah fungsi kota yang sangat mendasar bagi kehidupan masyarakatnya. Oleh karenanya angkutan umum merupakan salah satu fasilitas dan layanan yang wajib disediakan oleh pemerintah. Kebutuhan akan transportasi umum sangat tergantung pada kerapatan, ukuran, dan pola pemukiman kota. Dengan demikian, perencanaan angkutan umum harus diintegrasikan dengan perencanaan yang komprehensif. Angkutan umum adalah salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tariff tertentu. Angkutan umum juga merupakan modal dasar dalam fungsi permasalahan perkotaan yang dapat terpenuhi dengan cara sistem yang terorientasi, perencanaan dan pengoperasian yang sistematis. Perencanaan angkutan umum ini pun biasanya dilakukan dalam konteks perencanaan multimoda, karena angkutan umum sering berbagi ruang dengan kendaraan pribadi. Bus merupakan salah satu alat transportasi publik yang ekonomis. Pengoperasian sistem angkutan bus memerlukan desain yang mencakup semua elemen seperti; jaringan (jalanan / pemberhentian / terminal), jenis kendaraan, dan pengoperasian. Pelayanan bus merupakan alternatif angkutan umum yang paling diabaikan. Keuntungan terbesar dari sistem bus adalah bahwa sistem dengan moda ini dapat menggunakan seluruh jaringan jalan umum, sehingga sangat fleksibel dalam penerapannya (Giannopoulos, 1989). Agar sistem angkutan bus dapat beroperasi dengan baik dibutuhkan rencana yang sesuai dari semua unsur pokok seperti antara lain jaringan (jalan/halte/terminal), kendaraan dan operasional. Merencanakan pelayanan bus yang efektif di kota-kota dan wilayah metropolitan membutuhkan perencanaan yang efisien, pengelolaan yang baik, dan pemikiran inovatif dalam penyediaan layanan yang menarik kepada masyarakat, agar mampu membentuk (bersama-sama dengan moda transit lainnya) suatu alternatif yang kompetitif terhadap penggunaan mobil pribadi. Pelaku utama dalam sistem angkutan umum terdiri dari tiga pihak yaitu Pengguna (user), Pemerintah (regulator), Pelaku Pelayanan (operator) yang masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Oleh karenanya ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Angkutan Umum

Pelayanan angkutan umum adalah sebuah fungsi kota yang sangat

mendasar bagi kehidupan masyarakatnya. Oleh karenanya angkutan

umum merupakan salah satu fasilitas dan layanan yang wajib

disediakan oleh pemerintah. Kebutuhan akan transportasi umum sangat

tergantung pada kerapatan, ukuran, dan pola pemukiman kota. Dengan

demikian, perencanaan angkutan umum harus diintegrasikan dengan

perencanaan yang komprehensif.

Angkutan umum adalah salah satu media transportasi yang digunakan

masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tariff tertentu.

Angkutan umum juga merupakan modal dasar dalam fungsi

permasalahan perkotaan yang dapat terpenuhi dengan cara sistem yang

terorientasi, perencanaan dan pengoperasian yang sistematis.

Perencanaan angkutan umum ini pun biasanya dilakukan dalam konteks

perencanaan multimoda, karena angkutan umum sering berbagi ruang

dengan kendaraan pribadi.

Bus merupakan salah satu alat transportasi publik yang ekonomis.

Pengoperasian sistem angkutan bus memerlukan desain yang mencakup

semua elemen seperti; jaringan (jalanan / pemberhentian / terminal),

jenis kendaraan, dan pengoperasian. Pelayanan bus merupakan

alternatif angkutan umum yang paling diabaikan. Keuntungan terbesar

dari sistem bus adalah bahwa sistem dengan moda ini dapat

menggunakan seluruh jaringan jalan umum, sehingga sangat fleksibel

dalam penerapannya (Giannopoulos, 1989).

Agar sistem angkutan bus dapat beroperasi dengan baik dibutuhkan

rencana yang sesuai dari semua unsur pokok seperti antara lain jaringan

(jalan/halte/terminal), kendaraan dan operasional. Merencanakan

pelayanan bus yang efektif di kota-kota dan wilayah metropolitan

membutuhkan perencanaan yang efisien, pengelolaan yang baik, dan

pemikiran inovatif dalam penyediaan layanan yang menarik kepada

masyarakat, agar mampu membentuk (bersama-sama dengan moda

transit lainnya) suatu alternatif yang kompetitif terhadap penggunaan

mobil pribadi.

Pelaku utama dalam sistem angkutan umum terdiri dari tiga pihak yaitu

Pengguna (user), Pemerintah (regulator), Pelaku Pelayanan (operator)

yang masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Oleh

karenanya ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-2

merencanakan pelayanan angkutan umum untuk memenuhi tujuan dari

masing-masing pihak, antara lain:

1) Dari sudut pandang penumpang, tujuan yang harus dicapai:

a) Meningkatkan keandalan dan ketepatan waktu;

b) Mereduksi waktu perjalanan, meningkatkan kecepatan

perjalanan;

c) Pelayanan transfer penumpang dan kenyamanan harus lebih

baik;

d) Sedikitnya perpindahan moda selama perjalanan;

e) Mereduksi waktu tunggu kendaraan;

f) Terjaminnya keselamatan selama kendaraan beroperasi;

g) Perlindungan terhadap kondisi cuaca yang lebih baik;

h) Sistem yang nyaman dan bersih;

i) Tariff yang murah;

j) Kemudahan akses dengan jarak yang dekat menuju ke stasiun;

k) Meningkatkan informasi serta hubungan antar daerah; dan

l) Keramahan dan kesigapan para staff operator.

2) Dari sudut pandang regulator, hal yang harus didapatkan dalam

penyediaan angkutan umum adalah :

a) Biaya infrastruktur yang rendah;

b) Efisiensi dengan mereduksi jumlah perjalanan secara efektif;

c) Tidak merusak lingkungan;

d) Adanya manfaat untuk pekerja/staff operasi;

e) Keseimbangan hak dan keadilan dalam lingkungan sosial; dan

f) Citra yang baik untuk kota itu sendiri.

3) Dari sudut pandang operator, selain peningkatan pada keselamatan,

keuntungan, dan juga efisiensi. Tiga hal ini dapat dicapai melalui

beberapa hal antara lain :

a) Mengurangi hambatan/gangguan pada pemberhentian bus,

simpang, dan lampu lalu lintas;

b) Mengutamakan hak penggunaan jalan;

c) Mengurangi transfer penumpang serta waktu transfernya;

d) Lajur khusus untuk bus;

e) Peningkatan teknis yang lebih rinci seperti; sistem panduan

yang otomatis, transit yang teradaptasi dengan perubahan

traffic demand.

Sistem angkutan umum dapat dibagi menjadi beberapa kategori

(Vuchic, 1981) yang didasarkan pada:

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-3

a) Karakteristik hak untuk Jalur operasional (ROW)

b) Karakteristik Teknologi Moda

c) Karakteristik Jenis Pelayanan

Kategori berdasarkan hak untuk jalur operasional (ROW) terdiri dari

tiga jenis yaitu:

1) ROW – A : Merupakan jalur yang terpisah dari lalu lintas

umum dan terproteksi secara penuh yang hanya

digunakan untuk moda angkutan massal. Jalur

dengan kategori ini meliputi bentuk terowongan,

jalan/struktur layang atau jalur (jalan atau rel)

pada permukaan tanah yang terproteksi secara

penuh. Karena moda angkutan untuk kategori

ROW-A tidak mungkin menggunakan ROW-B

dan C, maka jalur dari moda ini merupakan sistem

terpandu (rel baja, kecuali untuk moda dengan

roda karet) untuk rangkaian gerbong (kereta)

dengan tenaga penggerak listrik dan dikendalikan

melalui rambu-rambu yang memungkinkan sistem

yang menjamin kapasitas, kecepatan, keandalan

dan keselamatan tinggi.

Sumber: BSTP ( 2011)

Gambar 2. 1. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

ROW-A

2) ROW – B : Merupakan sistem dengan jalur yang

terpisah/terproteksi sebagian dari lalu lintas

umum. Sistem dengan kategori ini biasanya

berada dipermukaan tanah (median jalan) dengan

jalur terpisah penuh pada arah memanjang, namun

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-4

bercampur denga lalu lintas lainnya pada

persimpangan. Jalur khusus untuk bus (bus lane)

merefleksikan sistem dengan kategori ini yang

umumnya membutuhkan lahan tambahan dan

biaya untuk konstruksinya.

3) ROW – C : Sistem yang operasionalnya bercampur dengan

sistem lalu lintas (moda) lainnya di jalan umum.

Sumber: BSTP ( 2011)

Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

ROW-B (Jalur Khusus, Hanya Bercampur Dengan Lalu Lintas

Lain di Simpang)

Sumber: BSTP (2011)

Gambar 2. 3. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

ROW-C (Mixed Traffic)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-5

Kategori berdasarkanTeknologi yang direpresentasikan oleh fitur

mekanis dari kendaraan dan jalurnya. Empat fitur yang paling penting

adalah:

1) Pendukung

(Support)

: roda karet untuk di jalan, dan roda baja untuk di

rel;

Sumber: di adaptasi dari berbagai sumber

Gambar 2. 4. Contoh Tehnologi Roda Penggerak dan Variasinya

2) Pemandu

(Guidance)

: kendaraan dipandu oleh pengemudi, atau oleh

jalur pemandu (umumnya pada rel baja/beton);

untuk sistem angkutan rel operasionalnya dipandu

secara mekanis.

3) Tenaga

Penggerak

(Propulsion)

: Sebagian besar tenaga dari kendaraan angkutan

massal digerakkan dengan mesin bakar internal

(ICE) berbahan bakar solar atau bensin dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-6

dengan motor listrik, tapi ada beberapa sistem

yang digerakkan dengan tenaga magnet (motor

induksi listrik-LIM), kabel penarik/traksi dari

motor pengerak statis.

Sumber: di adaptasi dari berbagai sumber

Gambar 2. 5. Contoh Tenaga Penggerak Mesin Elektrik dan

Magnetik

4) Kendali

(Control)

: perangkat/cara untuk mengatur perjalanan satu

atau semua kendaraan didalam sistem. Kendali

yang paling penting adalah senjang jarak antar

kendaraan diarah memanjang yang bisa dilakukan

secara manual atau visual oleh pengemudi,

manual/rambu oleh pengemudi dengan bantuan

rambu, sistem otomatis dengan tahap awal oleh

pengemudi yang kemudian berfungsi sebagai

pengawas atau benar-benar otomatis total tanpa

pengemudi.

Electric

Electric (Battery)

Magnetic

http://science.howstuffworks.com/tran

sport/engines-equipment/maglev-train1.htm

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-7

Jenis Pelayanan Angkutan Umum meliputi beberapa klasifikasi:

1) Berdasarkan jenis rute dan perjalanan yang dilayani: jarak

pendek, angkutan kota, angkutan regional;

2) Berdasarkan jadwal pemberhentian: Lokal, terbatas (skip

stop,zonal) dan ekspres; dan

3) Berdasarkan waktu dan tujuan pengoperasian: satu hari penuh,

Pelayanan reguler, pelayanan saat waktu puncak atau angkutan

komuter, dan pelayanan khusus untuk acara tertentu (pertemuan

publik, acara olah raga, dan lain-lain).

Teknologi dari sistem angkutan biasanya merupakan aspek yang paling

dikenal dari suatu sistem angkutan umum; masyarakat biasanya

mengetahui apa yang disebut dengan sistem bus, bus listrik (trolley),

trem, bus cepat atau metro, kereta api, dan sebagainya. Pada dasarnya,

di antara ketiga karakteristik dari sistem angkutan (ROW, teknologi dan

jenis pelayanan), ROW merupakan elemen yang paling penting, karena

ROW menentukan keterkaitan kinerja atau biaya dari suatu moda.

Teknologi sistem angkutan merupakan kriteria utama untuk

mendefinisikan tiga kelas umum dari moda transit yang akan dibahas

berikut ini.

Secara umum moda/kendaraan yang lazim dioperasikan sebagai

angkutan umum terdiri dari berbagai macam jenis dan tipe, antara lain :

1) Van dan Conventional Bus;

Angkutan umum ini dioperasikan tanpa

jalur khusus, namun mempunyai rute

masing-masing dan dapat mencapai ke

jalur-jalur yang lebih spesifik dan kecil,

sehingga cakupan wilayah OD-nya lebih

banyak namun lebih spesifik dan dapat menjangkau area yang

kecil.

2) Bus Rapid Transit (BRT);

Bus yang mempunyai sistem operasi jalur

eksklusif/terpisah dari jalur kendaraan atau

angkutan lain pada permukaan jalan.

3) Light Rail Transit (LRT);

Angkutan umum ini berbentuk kereta

pendek yang dioperasikan pada rel listrik

khusus dan beroperasi secara single untuk

tiap moda-nya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-8

4) Trams;

Trams dapat didefinisikan sebagai salah

satu jenis dari LRT, tapi trams mempunyai

ukuran yang lebih kecil.

5) Underground Metro;

Kereta api yang dioperasikan secara

khusus dibawah tanah, biasa disebut

sebagai kereta api bawah tanah.

6) Elevated Rail Transit;

Kereta ini mempunyai sistem khusus, yang

mana operasinya dijalankan dengan

struktur layang (aerial structure). Kereta

ini beroperasi pada jalur khusus yang

diatas tanah, biasanya dilokasikan secara

khusus.

7) Sub-Urban Rail;

Angkutan umum ini dijalankan pada jalur khusus dan terpisah dari

kendaraan lain dan berjalan pada permukaan jalan. Biasanya sub-

urban rail dioperasikan untuk perjalanan OD urban dan sub-

urban. Sehingga perjalanan yang dilakukan relatif lebih panjang

dan jauh.

8) Personal Rapid Transit;

Angkutan ini didasarkan pada sistem angkutan penumpang yang

diusahakan untuk mengkombinasikan antara kendaraan

transportasi publik dan kendaraan transportasi pribadi

B. Pengembangan Angkutan Massal Di Perkotaan

Sistem angkutan umum perkotaan merupakan bagian terpadu dari

sistem kota yang menyusun interaksi timbal balik antara pola tata guna

lahan dan ekonomi kota (lokasi perumahan, pusat bisnis, pusat

perbelanjaan, sekolah, dan lain-lain) berikut atribut populasinya

(struktur, kepemilikan kendaraan, kepadatan, dan lain-lain) dengan

sistem transportasi (jaringan jalan, sistem angkutan umum, dan lain-

lain). Dalam hal ini setiap perubahan yang terjadi baik di dalam sistem

transportasi maupun di dalam sistem tata guna lahan akan

menyebabkan perubahan menuju titik keseimbangan baru.

Pengembangan sistem angkutan di suatu kota harus dimulai dengan

identifikasi masalah yang tidak terlepas dari posisi sistem angkutan

umum dalam sistem ekonomi kota. Tidaklah efisien jika penyelesaian

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-9

masalah hanya didasarkan kepada perbaikan sistem operasi, dengan

menisbikan permasalahan lain dalam pengusahaan angkutan umum,

penataan ruang kota, dan lain sebagainya.

Idealnya penyelenggaraan angkutan umum perkotaan didasarkan pada

jaringan trayek yang berjenjang sesuai dengan pola dan besar

pergerakan penumpang yang hendak dilayani. Pola perjalanan angkutan

penumpang di perkotaan sangat dipengaruhi oleh tata ruang yang

direncanakan untuk kota tersebut, karena lokasi ruang kegiatan dan

perumahan akan sangat mempengaruhi asal-tujuan perjalanan yang

dilakukan.

Pada prinsipnya, dalam hirarki sistem angkutan umum, maka armada

yang lebih kecil menjadi pengumpan (feeder) bagi sistem angkutan

yang lebih besar.

Pada dasarnya pilihan angkutan umum adalah pilihan terhadap wajah

kota di masa datang. Jenis angkutan umum yang dipilih akan memiliki

dampak yang besar terhadap masalah kemacetan, tingkat polusi,

keterjangkauan dan lingkup pelayanan bagi penduduk kota.

Perbedaan diantara berbagai teknologi angkutan massal perkotaan

sangat tipis dan ada beberapa pendekatan yang berbeda yang dapat

digunakan untuk membedakan moda dan karakteristik berbagai sistem

angkutan massal perkotaan.

Selain karakteristik biaya, kapasitas dan teknologi yang lazim

digunakan untuk menjabarkan sistem angkutan massal perkotaan, jarak

antar setasiun/halte/stop, ROW, cakupan operasional dan sistem

pemandu juga merupakan karakteristik yang dapat digunakan.

Terdapat beberapa alternatif teknologi sarana angkutan umum massal

yang telah dilaksanakan di beberapa negara dan mungkin juga dapat

diterapkan, diantaranya beberapa sarana angkutan massal tersebut yang

meliputi Bus Rapid Transit atau Busway, Light Rail Train, Elevated

Rail dan Underground Metro, dimana sarana-sarana angkutan umum

massal tersebut memiliki kelebihan masing-masing jika dilihat dari segi

kapasitas, namun juga memiliki beberapa kendala dari segi besarnya

biaya investasi seperti halnya yang disampaikan pada Gambar 2. 6.

Karakteristik-karakteristik penting yang mencirikan angkutan umum

perkotaan merupakan sistem angkutan massal adalah, penggunaan

ruang yang sangat efisien, kecepatan dan kapasitas operasional yang

tinggi, integrasi antar moda baik sistem (transaksi) maupun fisik,

standar tingkat pelayanan yang tinggi dari:

1) Setasiun/terminal & titik transfer

2) Kebersihan

3) Citra dari sistem

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-10

4) Sistem Informasi bagi pengguna

5) Kendali terhadap iklim

6) Integrasi moda

7) Integrasidengan guna lahan utama.

Sumber: Wright ,L. (2004)

Gambar 2. 6. Alternatif Teknologi Moda Transportasi

Seperti yang disampaikan pada paragraf sebelumnya bahwa setiap

moda sarana angkutan umum massal tersebut memiliki kelebihan

masing-masing terutama dalam hal kapasitas, namun disatu sisi lain

memiliki kendala dalam halnya besarnya biaya investasi. Tabel 2. 1 dan

Tabel 2. 2berikut menunjukkan perbandingan biaya berdasarkan moda

di beberapa kota besar di dunia.

Rail Metro dan MRT merupakan salah satu alternatif moda yang dapat

digunakan dalam mengatasi permasalahan penyediaan sarana

transportasi, jika dilihat dari segi kapasitas, yaitu mempunyai kapasitas

rata-rata penumpang yang lebih besar apabila dibandingkan dengan

moda-moda lainnya seperti halnya busway

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-11

Tabel 2. 1. Kinerja dan Biaya Alternatif Angkutan Massal

Perkotaan

Sumber: Wright, L. & Fjellstrom, K. (2003)

Tabel 2. 2. Perbandingan Biaya Alternatif Moda Transportasi

Kota Biaya Kapasitas Ratio

Keterangan ($ juta/km) (ribu pnp/arah) Biaya Kapasitas

Caracas 90.25 32.40 112.8 1.08 Rail Metro

Bangkok 73.59 50.00 92.0 1.67 Rail Metro

Mexico 40.92 39.30 51.2 1.31 Rail Metro

Kuala Lumpur 50.00 30.00 62.5 1.00 Light Rail

Tunis 13.30 12.00 16.6 0.40 Light Rail

Recife 11.60 36.00 14.5 1.20 Sub Urban Rail

Conversion

Quito 10.30 15.00 12.9 0.50 Busway

Bogota 5.20 35.00 6.5 1.17 Busway

Porto Alegre 1.00 20.00 1.3 0.67 Busway

Jakarta 0.80 30.00 1.0 1.00 Busway

Jakarta 65.7 45.00 82.1 1.50 MRT

Jakarta 4.35 9.20 5.4 0.31 Jalan Tol

Jakarta 8.9 30.00 11.1 1.00 KA

Sumber: Janes Urban Transport System, SAPROF 2004

EXAMPLE CARACAS (LINE 4)

BANGKOK (BTS)

MEXICO (LINE B)

KUALA LUMPUR (PUTRA)

TUNIS (SMLT)

RECIFE (LINHA SUL)

QUITO BUSWAY

BOGOTA (TRANSMILENIO,

PHASE 1)

PORTO ALEGRE BUSWAYS

Category Rail

Metro Rail

Metro Rail Metro Light Rail Light Rail

Suburban rail

conversion Busway Busway Busway

Technology Electric

Steel rail Electric

Steel rail

Electric rubber

tyre

Electric Driverless

Electric Steel rail

Electric Steel rail

AC Electric duo-trolleybus

Articulated diesel buses

Diesel buses

Length (km) 12.3 23.1 23.7 29 29.7 km 14.3 11.2 (+ext 5.0) 41 25

Vertical segregation

100% tunnel

100% Elevated

20% elevated

55% at grade

25% tunnel

100% elevated

At grade

95% at grade

5% elevated

At grade, Partial signal

priority

At grade, Mainly

segregated

At grade No signal

priority

Stop Spacing (kms) 1.5 1 1.1 1.3 0.9 1.2 0.4 0.7 0.4

Capital cost, ($m) of which:

1,110 1,700 970 1,450 435 166 110.3 213

(inf only) 25

Infrastructure/TA/ Equipment ($m)

833 670 560 n.a 268 149 20 322 25

Vehicles ($m) 277 1,030 410 n.a. 167 18 80 (113 vehs) Not included

(private operation)

Not included (private

operation)

Capital cost/route km. ($m)

90.25 73.59 40.92 50 13.3 11.6 10.3 5.2 1

Initial (ultimate) vehicles or trains / hour /direction

20 (30) 20 (30) 13 (26) 30 n/a 8 40 (convoy

operation planned)

160 n.a.

Initial maximum pass capacity

21,600 25,000 19,500 10,000 12000 9,600 9,000

20,000

Maximum pass. carrying capacity

32,400 50,000 39,300 30,000 12000 36,000 15,000 35,000 20,000

Ave operating speed (kph)

50 45 45 50 13/20 39 20 20+ (stopping)

30+ (express) 20

Rev/operating cost Ratio

n.a. 100 20 >100 115% in

1998 n.a 100 100 100

Ownership Private (BOT)

Public Private

(BOT) Public

Private, (BOT)

Public Public Public (BOT

under consideration

Public infrastructure,

private vehicles

Public infrastructure

, private

vehicles

Year completed 2004 1999 2000 1998 1998 2002 1995

(ext 2000) 2000

(1998 prices) Mostly 1990s

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-12

C. Angkutan Massal Berbasis Jalan (Bus Rapid Transit/BRT)

Secara definisi terdapat beberapa terminologi yang dapat digunakan.

Definisi yang paling mendasar dari BRT adalah moda angkutan umum

cepat yang mampu mengkombinasikan kualitas angkutan massal

berbasis rel dengan tingkat fleksibilitas dari angkutan bus (TRB-a,

2003). Lebih spesifik BRT didefinisikan sebagai bentuk angkutan

massal cepat yang fleksibel dengan roda dari karet yang

mengkombinasikan halte, kendaraan, layanan, jalur, dan elemen sistem

transportasi cerdas (ITS) kedalam sistem yang terpadu dengan identitas

dan citra yang baik. Sehingga BRT merupakan suatu sistem yang fitur,

layanan dan kemudahannya terpadu yang mampu meningkatkan

kecepatan tempuh, keandalan dan identitas angkutan umum bus

(TRB, 2007).

Karena BRT adalah sistem angkutan umum bus yang cepat, aman,

nyaman dan terjangkau yang menggunakan ruang jalan seefisien

mungkin untuk mengangkut penumpang pada jalur utama (trunk), maka

termasuk kedalam definisi ini adalah tindakan pemberian prioritas pada

bus secara konvensional seperti jalur khusus bus. Pada ruas jalan

dengan sistem BRT disediakan lajur eksklusif yang dirancang dan

direkayasa untuk memisahkannya dari sistem lalu lintas lain seperti

kendaraan pribadi bermotor dan tidak bermotor.

Karena sistem BRT merupakan moda angkutan umum cepat yang

fleksibel, maka terdapat beberapa variasi dari sistem ini yang

tergantung pada jenis prasarana yang disediakan dan jenis bus yang

beroperasi pada jalur bus khusus tersebut. Karakteristik BRT secara

umum meliputi :

1) Menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat;

2) Penarikan ongkos yang efisien;

3) Halte dan stasiun yang nyaman;

4) Teknologi penggerak bus ramah lingkungan;

5) Integrasi moda;

6) Identitas pemasaran modern; dan

7) Layanan pengguna yang sangat baik.

Secara fisik, ciri utama dari BRT ditunjukan dari pengoperasiannya

pada lajur terpisah dan eksklusif, baik pada permukaan maupun layang

atau bawah tanah dan menggunakan teknologi bus yang dimodernisasi.

Adapun ciri-ciri utama lainnya adalah:

1) Jalur yang terpisah dari lalu lintas lain, baik terpisah secara

struktur maupun hanya marka;

2) Penandaan secara jelas dan mudah dikenali dan tampilan

informasi yang jelas;

3) Mendapat prioritas disetiap persimpangan;

4) Integrasi moda disetiap halte;

5) Pemberhentian yang mudah dijangkau, aman, dan menarik;

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-13

6) Penumpang dapat naik/turun secara cepat;

7) Teknologi bus yang modern dan bersih;

8) Stasiun dan terminal yang bersih, aman, dan nyaman;

9) Kendaraan yang mudah dinaiki, menarik, dan ramah lingkungan;

10) Pengumpulan pembayaran yang efisien. (e-ticketing system);

11) Jadwal yang tetap dan sepanjang hari; dan

12) Petugas dan awak kendaraan berseragam serta tampil profesional.

BRT sangat tepat diperuntukan bagi berbagai kota dengan kondisi

antara lain:

1) Kota besar dengan koridor sekundernya dapat difungsikan sebagai

layanan pengumpan (feeder service) bagi angkutan massal

berbasis kereta api;

2) Kota sedang dengan permintaan penumpang pada koridor primer

mencapai 20.000 – 25.000 pnp/jam/arah;

3) Kota kecil, bus jalur khusus dapat berfungsi untuk membentuk

struktur pengembangan kota baru;

Beberapa kelebihan dari BRT dibandingkan dengan angkutan massal

berbasis rel (sistem Metro/MRT) adalah sistem angkutan massal yang

fleksibel dengan biaya rendah (2%) dari biaya investasi awal angkutan

massal berbasis rel/Metro), cakupan wilayah pelayanannya lebih luas.

pengembangan dan pembangunannya lebih cepat. Selain itu perubahan

atau perluasan dari sistem ini dapat dilakukan dengan lebih murah dan

waktu yang lebih singkat.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, BRT merupakan sistem yang

terdiri dari berbagai komponen teknologi dan operasional. Oleh

karenanya penerapannya perlu disesuaikan dengan kondisi lapangan

yang ada. Tabel 2. 3 menunjukkan variabilitas dari sistem BRT

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-14

Tabel 2. 3. Variasi sistem BRT

Elemen Sistem Bus only

Lane

Light BRT Medium

Capacity BRT

High Capacity BRT

Derajat

Pemisahan

Terbatas Signifikan Penuh Penuh

Jalur menyalip

di Halte

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada

Karakteristik

Halte

Sederhana

dan rambu

Disisi jalan,

sejajar dgn lantai

bus, tersedia

informasi

penumpang

Di Median,

sejajar dgn

lantai bus,

tersesia

informasi

penumpang di

dalam bus

Di Median, sejajar dgn

lantai bus, tersedia

informasi penumpang,

tambahan fitur

keselamatan dan

keamanan

Informasi

pengguna

Tersedia di

tempat henti

Tersedia di Halte Tersedia di

halte dan

didalam bus

Tersedia di halte dan

didalam bus

Cara

pembayaran

Didalam bus Didalam bus Di Halte Di Halte

Media tiket kertas Kertas atau kartu

pintar

Kartu pintar Kartu pintar

Sistem operasi terbuka terbuka Terbuka/tertut

up

Tertutup

Rencana

operasional

pada lingkup

wilayah

Tidak/banya

k operator

Tidak/banyak

operator

Ya/operator

tunggal

Ya/operator tunggal

Rute

buspengumpan

Tidak ada Tidak ada Beberapa

buspengumpa

n

Banyak

buspengumpan

Jenis kendaraan Campuran Berlantai semi

rendah/rendah

Berlantai semi

rendah/rendah

Berlantai semi

rendah/rendah,

bustemple

Layanan Reguler Reguler Reguler+prem

ium

Reguler+premium

Sumber:ADB (2008)

D. Prasarana Angkutan Massal Berbasis Jalan

1. Bentuk/Tipe Jaringan Angkutan Umum

Secara prinsip ada tiga bentuk dasar dari jaringan angkutan

massal berbasis jalan raya yaitu;

(a) Radial;

(b) Ortoghonal/Grid;

(c) Kombinasi (Mixed).

Dari ketiga bentuk dasar tersebut hampir dapat dipastikan tidak

ada suatu wilayah (kota) yang benar-benar secara murni

memiliki salah satu bentuk jaringan diatas. Namun pada

umumnya bentuk jaringan yang ada merupakan kombinasi dari

bentuk radial dan grid. Pada berbagai kota di beberapa negara,

pada wilayah pusat kota (kawasan CBD) umumnya jaringan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-15

angkutan massal berbasis jalan berbentuk sistem grid. Hal ini

dikarenakan mengikuti bentuk sistem jaringan jalan yang ada.

2. Pola Trayek pada jaringan angkutan umum perkotaan

Menyesuaikan dengan struktur dan pola ruang kota dapat

dikembangkan berbagai jenis trayek angkutan umum yang pada

akhirya akan membentuk suatu jaringan pelayanan angkutan

umum perkotaan. Untuk angkutan umum berbasiskan rel,

trayeknya cenderung linier (mendekati garis lurus) untuk suatu

jarak pelayanan yang relatif cukup jauh. Pola trayek seperti ini

dikarenakan sifat dan fungsi angkutan yang bersifat massal dan

mobilitas tinggi serta keterbatasan munuver armadanya.

Sementara trayek angkutan umum jalan cenderung mengikuti

sistem jaringan jalan yang membentuk struktur suatu kota.

Secara umum beberapa pola trayek yang dapat dikembangkan

ditunjukan dalam Gambar 2. 8.

Sumber: Khisty, C.J. (1990)

Gambar 2. 7. Tipe Jaringan Angkutan Umum Perkotaan

Koneksi Langsung

Tipe Jaringan Trunk + Feeder

Tipe Jaringan grid

Tipe Jaringan Kombinasi

CENTRAL AREA

CENTRAL AREA

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-16

Sumber:Proceed (2009)

Gambar 2. 8. Pola Trayek Angkutan Umum

3. Struktur jaringan

Penyediaan pelayanan angkutan massal merupakan suatu

tantangan tersendiri yang terkait dengan efisiensi sistem dan

efektifitas biaya operasional. Melayani wilayah terpadat dari

suatu kota berarti membutuhkan jumlah armada yang besar

dengan kapasitas tinggi, sedangkan untuk wilayah dengan

kepadatan lebih rendah akan lebih ekonomis bila dilayani oleh

kendaraan dengan kapasitas yang lebih kecil. Akan tetapi

pengguna dilain pihak lebih memilih untuk tidak dipaksa

melakukan perpindahan moda (transfer) karena akan menambah

biaya dalam bentuk waktu dan kemudahan perjalanan. Sehingga

dalam perencanaan angkutan massal harus diciptakan

kesimbangan antara berbagai kebutuhan yang berbeda ini.

Secara umum ada tiga opsi dalam struktur jaringan yaitu;

a) Struktur jaringan Trunk&feeder;

b) Struktur jaringan langsung (Direct);

c) Struktur Kombinasi (Mix of trunk-feeder and direct/hybrid).

SuburbA

City centre

SuburbB

Loop line

Suburb

City centre

Radial line

City centre

Suburb

Ring line

SuburbA

City centre

SuburbB

SuburbCTangential line

SuburbA

City centre

SuburbB

Cross-city line

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-17

Sumber: ITDP (2007)

Gambar 2. 9. Struktur Jaringan Pelayanan

Strukur Trunk&feeder menggunakan kendaraan dengan

kapasitas lebih kecil untuk wilayah dengan kepadatan yang lebih

rendah dan kendaraan dengan kapasitas lebih besar untuk

koridor-koridor dengan kepadatan lebih tinggi. Pengguna yang

menggunakan sistem trunk-feeder harus melakukan perpindahan

moda pada terminal/shelter, sedangkan pada sistem trayek

langsung kebutuhan kendaraan pengumpan dan perpindahan

moda tidak terlalu besar, karena umumnya pengguna akan

dilayani dari tempat asal sampai dengan tujuan perjalannya.

4. Titik Halte

Halte merupakan titik utama interaksi penumpang dengan sistem

angkutan umum sehingga membutuhkan perhatian yang khusus

dalam perancangan dan fungsinya. Halte harus merupakan

bagian yang menarik dari ruang jalan dan menunjukkan citra

yang kuat dan berkualitas dari sistem angkutan umum. Sarana

seperti perangkat sistem karcis, loket penjualan karcis, akses

bagi penumpang berkebutuhan khusus, perambuan dan estetika

merupakan elemen-elemen penting yang membutuhkan

rancangan yang prima seperti yang ditunjukan dalam

Gambar 2. 10.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-18

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Gambar 2. 10. Contoh Ilustrasi Halte

5. Akses menuju Halte

Keterpaduan yang baik antara halte

dengan lingkungan sekitarnya

merupakan hal yang sangat penting

dalam proses perancangangannya

seperti akses menuju halte merupakan

cermin keseluruhan dari

pengalamanmenggunakan suatu

pelayanan angkutan umum. Hal

lainnya yang tidak kalah penting

adalah pencahayaan yang baik dan

jalur pejalan kaki yang aman.

Konsep akses menuju halte BRT

bukan hanya masalah rancangan tapi yang lebih utama adalah

cerminan kesetaraan antara pengguna angkutan

umum dengan pengguna kendaraan pribadi.

Sehingga merancang kesetaraan penggunaan

ruang jalan merupakan pertimbangan utama.

Oleh karena itu pendekatan rancangannya

semaksimal mungkin berupa penyeberangan

sebidang menuju halte. Dengan menerapkan

pendekatan ini secara tidak langsung juga

dapat meningkatkan keselamatan dan

mengurangi kebisingan di lingkungan

kota. Bila jalur BRT berada pada jalan

arteri dengan kecepatan lalu lintas

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-19

melebihi 60 km/jam, maka perlu dibuatkan jembatan

penyeberangan dengan menggunakan escalator.

6. Terminal Terpadu/Multimoda

Terminal terpadu/multimoda adalah tempat melakukan

transfer/transit antar moda. (misalnya dari kereta api ke bus).

Terminal dengan fungsi lalu lintas dan perkotaan juga dapat

dikatakan sebagai terminal terpadu (integrated terminal)

(Gambar 2. 11).

Terminal terpadu dengan MRT/kereta api dan busway adalah yang

paling potensial dalam konteks pembangunan perkotaan/Transit

Oriented Development (TOD) (Gambar 2. 12 - Gambar 2. 14).

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 11. Fungsi Terminal Terpadu/Multimoda

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-20

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 12. Contoh Terminal Terpadu/TOD (Sinjuku, Tokyo)

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 13. Contoh Terminal Terpadu/TOD (Shin-Yokohama,

Yokohama)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-21

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 14. Contoh Terminal Terpadu/TOD (Sakae, Nagoya)

E. Sistem Pemandu Bus

Untuk mempercepat dan mempermudah

menaik/turunkan penumpang di halte serta

meminimalkan tumbukan dengan paltform

halte, dapat digunakan sistem pemandu

berbentuk roda horizontal. Dengan

menggunakan roda pemandu ini juga dapat

mengurangi lebar lajur disepanjang halte.

Agar lebih baik, sebaiknya sistem suspensi

bus menggunakan sistem suspensi udara

sehingga kerataan antara lantai bus dan lantai

halte tetap terjaga.

F. Pusat Kendali

Tujuan dari suatu pusat kendali adalah untuk memantau dan untuk

mengendalikan operasional armada bus.Pada saat armada bus

memasuki sistem BRT, mereka langsung berada langsung dibawah

kendali sistem dan bukan pemilik. Sistem kendali menggunakan

perangkat lacak GPS untuk menginformasikan posisi dari bus yang

selalu terpantau di pusat kendali secara visual pada layar monitor.

Bentuk teknologi pemantau sangat bervariasi dari yang berisfat

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-22

sederhana dan umum dimana komunikasi antara pusat kendali dengan

masing-masing bus dilakukan secara manual hingga teknologi

pemantau menggunakan tehnologi canggih yang dilakukan secara

otomatis. Namun efektifitas dari pengendalian operasi tidaklah

didasarkan dari teknologi yang digunakan, tapi berdasarkan bagaimana

sistem tersebut sesuai dengan maksudnya. Secara skematis mekanisme

operasional dari pusat kendali sistem BRT ditunjukan dalam Gambar 2.

15. Perangkat GPS yang dipasang pada setiap bus secara menerus

memberikan informasi lokasinya sepanjang rute perjalanan.

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 15. Mekanisme Operasional Pusat Kendali Sistem BRT

G. Pengumpulan dan teknologi sistem Karcis

Untuk meningkatkan efektifitas operasional dari

sistem BRT, penggunaan kartu/karcis elektronik

untuk sistem transaksinya sangat dianjurkan karena

teknologi tersebut saat ini sudah sangat lazim dan

terjangkau. Pengguna BRT hanya perlu membayar

dan menyimpan biaya awal (deposit) kedalam kartu

elektronik tersebut dan setiap saat dapat ditambahkan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-23

nilainya sesuai dengan kebutuhan. Peggunaannya

relatif sederhana.Penumpang cukup menempelkan

kartu tersebut ke alat yang dipasang pada gerbang

transaksi masuk dan keluar sistem BRT. Alat baca

tersebut akan mengurangi jumlah uang yang berada

dalam kartu sesuai dengan jarak tempuh

penggunaannya. Dalam hal berpindah moda atau

rute, maka sistem tidak akan mengurangi jumlah

uang selama dalam rentang waktu yang ditetapkan

(mis. 5–10 menit). Dengan sistem transaksi

elektronik, maka perpindahan antar moda menjadi

mudah tanpa perlu melakukan transaksi berkali kali.

Konsekuensi dari penggunaan sistem transaksi

elektronik adalah perlunya sistem keamanan yang

ekstensif, operasional yang akurat dan presisi, dan

prosedur pemeliharaan untuk mengelola uang

elektronik. Penerapan dan pengoperasian sistem

seperti ini, umumnya dilakukan oleh unit khusus

yang dibentuk dan bertanggung jawab terhadap pendapatan dari karcis,

pengelolaan administrasi finansial sistem BRT. Selain itu unit ini juga

bertugas untuk melakukan distribusi pendapatan ke berbagai operator

didalam sistem BRT sesuai dengan protokol yang berlaku.

H. Citra dari Sistem (System Branding and Image)

Perencanaan angkutan massal berbasis jalan

yang modern harus disertai dengan prinsip

mengambil pangsa pasar yang signifikan

melalui konsep pencitraan dan identitas yang

prima untuk menciptakan kesadaran publik

terhadap sistem ini. Dengan disiapkannya

identitas yang kuat dan informasi yang baik dan ramah akan

menciptakan ikatan yang kuat dengan pelanggan dari sistem ini. Sistem

ini melalui konsep citra dan identitas

yang kuat tersebut harus dikenali oleh

publik sebagai sistem yang handal dan

mudah serta merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-

hari masyarakat. Hal ini mudah untuk

dicapai melalui promosi, acara atau

kegiatan masyarakat dan lain sebagainya.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-24

I. Teknologi Moda

Pemilihan teknologi, penyediaan dan pengoperasian kendaraan

merupakan hal yang rumit dan bergantung pada faktor hukum,

operasional, kelembagaan dan strategi yang berbeda untuk setiap kasus.

Pemilihan teknologi moda (bus) merupakan hal penting, dan pemilihan

jenis bus sebagian akan ditentukan dari analisis pendahuluan mengenai

kebutuhan kapasitas dan rancangan sistem angkutan massal berbasis

jalan. Spesifikasi teknologi bus akan mempengaruhi biaya operasional

dan kinerja lingkungan. Keputusan mengenai teknologi bus harus

dibuat dengan sangat rinci agar mudah untuk dievauasi dan disetujui.

Lazimnya regulator hanya memberikan spesifikasi karakteristik kinerja

bus, dan keputusan akhir mengenai teknologi dan fabrikasinya

diserahkan kepada operator yang akan menjalankan sistem. Aspek

teknis yang ditentukan umumnya mencakup standar emisi minimum

(contoh Euro II), dimensi bus, ukuran dan mekanisme operasi pintu,

konfigurasi tempat duduk, warna, dan variabel lainnya.

Karena armada (bus) merupakan komponen utama dari rancangan

pelayanan, kualitas dan efesiensi dari bus akan memberikan dampak

yang besar pada tingkat pelayanan pada penumpang dan biaya operasi.

Biaya awal (investasi) armada bukanlah satu-satunya kriteria aspek

biaya, karena penambahan biaya operasional yang nampaknya kecil

dapat saja melebihi biaya dari penghematan pada aspek investasi

sepanjang waktu layanannya. Bus sebaiknya dirancang dengan konsep

yang modern, memiliki pendingin udara dan memiliki perangkat yang

modern seperti penggunaan suspensi udara, transmisi otomatis dengan

“rem” hidrolis dan perangkat pemantau bagi pengemudi

J. Dimensi dan Kapasitas

Dimensi bus dan spesifikasi rancangan pintu

sangat tergantung dari besarnya arus

penumpang pada sistem yang akan

dioperasikan. Opsi-opsi standar meliputi:

1) Jenis Van (10 penumpang);

2) Jenis minibus (30 penumpang);

3) Jenis bus standar (70 penumpang);

4) Jenis bus tempel (160 penumpang); dan

5) Jenis bus tempel-ganda (270 penumpang).

Gambaran kapasitas penumpang per jenis kendaraan diatas hanya

merupakan perkiraan, karena kapasitas sebenarnya akan sangat

bergantung pada susunan tempat duduk dan tempat berdiri. Ukuran

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-25

kendaraan harus sesuai dengan

permintaan penumpang sedemikian

rupa sehingga juga memberikan

layanan frekuensi yang sesuai. Sistem

bervolume tinggi mungkin akan

memerlukan moda yang lebih besar

(bus tempel atau tempel-ganda) dan

layanan frekuensi tinggi. Sistem

bervolume lebih rendah juga harus

tetap dengan layanan frekuensi tinggi,

namun tentunya dengan jenis bus

yang lebih kecil. Armada bus harus

menerapkan rasio penumpang berdiri

dan duduk yang sesuai dan seimbang

untuk menjamin kenyamanan

penumpang jarak jauh dan jarak

dekat. Rancangan ruang akses

didalam bus juga penting untuk

memudahkan dan mempercepat penumpang turun dari bus. Untuk

pelayanan yang jarak tempuhnya relatif jauh sangat dianjurkan untuk

menyediakan tempat duduk yang nyaman dengan jumlah yang lebih

banyak dibandingkan dengan bus perkotaan lainnya untuk menjamin

kualitas pelayanan dan mempertahankan citra sistem angkutan massal

yang prima dan memenuhi standar layanan sistem angkutan massal.

Idealnya regulator hanya menentukan kualitas-kualitas khusus, seperti

standar emisi, daripada menetapkan teknologi yang spesifik bagi

operator. Operator perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti

biaya bahan bakar, ketersediaan bahan

bakar, perawatan, keandalan, waktu

pengisian bahan bakar, dan kinerja.

Begitu pula, tiap operator harus mampu

memilih pabrik sesuai dengan

kemampuan dari operator.

Perioda layan maksimal dari moda juga

perlu ditentukan untuk membantu

memelihara kualitas sistem secara

jangka panjang dan juga menjamin

bahwa semua operator swasta

berkompetisi pada basis yang sama. Ada

kencenderungan yang cukup besar

terhadap penggunaan bus berlantai

rendah akhir-akhir ini, khususnya di

Eropa dan Amerika Utara. Bus jenis ini relatif mampu mempercepat

naik turunnya penumpang tanpa perlu pintu naik-turun untuk masuk

halte.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-26

K. Sistem Pemandu

Keistimewaan rancangan bus lainnya yang

telah membuatnya dikenal baik adalah

sistem pemandu mekanis. Sistem di kota-

kota seperti Essen-Jerman dan Adelaide-

Australia menerapkan sistem pemandu

mekanis untuk meningkatkan kecepatan

dan keandalan bus. Sistem ini terdiri dari

jalan (track) khusus bus yang memandu

bus melalui roda horizontal yang terpasang pada kedua sisi bus. Sistem

pemandu tersebut memberikan beberapa keuntungan dalam hal

kecepatan dan pengurangan kebutuhan lebar lajur khusus.

Sebagai catatan penerapan sistem pemandu ini perlu dikaji secara

khusus untuk kota-kota di negara berkembang yang berpenduduk padat

agar tidak berdampak pada target kecepatan tempuh yang diharapkan.

L. Rancangan Eksterior dan Interior

Estetika teknologi bus haruslah

menjadi komponen eksplisit dari

rancangan dan penetapan spesifikasi.

Gaya, warna, dan keistimewaan-

keistimewaan estetika akan sangat

mempengaruhi persepsi publik

mengenai sistem tersebut. Beberapa

pabrikan bus saat ini meniru

keistimewaan dari rancangan sistem

kereta ringan (LRT). Hanya dengan

menutupi roda dan membungkus

badan dari bus dengan rancangan

yang menarik, para pabrikan bus ini

sudah sangat meningkatkan daya

tarik produk mereka.

Rancangan interior, dari perspektif pelanggan, jauh lebih penting

daripada komponen-komponen penggerak bus. Rancangan interior akan

secara langsung mempengaruhi kenyamanan, kapasitas penumpang,

keamanan, dan keselamatan. Jumlah ruang yang diberikan untuk berdiri

dan tempat duduk haruslah berdasarkan perkiraan jumlah arus

penumpang, khususnya pada saat jam puncak. Lebar gang/lorong juga

menjadi bagian yang penting. Tempat duduk yang menghadap ke

samping dan bukannya menghadap ke depan bisa memberikan ruang

bagi penumpang yang berdiri. Penempatan perangkat untuk pegangan

(lubang pegangan, pita pengikat, dan lain-lain) harus dipertimbangkan

bagi penumpang yang berdiri. Konfigurasi tertentu harus dibuat untuk

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-27

menyediakan kebutuhan penumpang yang cacat atau renta. Pintu masuk

halte yang landai merupakan hal yang penting, namun ruang interior

yang cukup untuk kursi roda juga penting. Dengan akses menuju halte

yang landai, sepeda dapat dengan mudah naik, khususnya pada jam

tidak sibuk. Ruang yang diperbolehkan untuk sepeda juga bisa menjadi

ruang terbuka yang efektif bagi penumpang yang berdiri selama perioda

jam puncak.

M. Sistem Penggerak dan Jenis bahan bakar

Berbagai pemerintahan dan penganjur teknologi bersih memandang

sistem angkutan massal berbasis jalan (BRT) berpotensi untuk

menggunakan teknologi (kendaraan) ramah lingkungan. Karena

keuntungan dari pengoperasian sistem BRT berpotensi untuk

meningkatkan sistem pengoperasian kendaraan yang jauh lebih ramah

lingkungan tanpa mengurangi potensi keuntungan pelayannya. Namun,

aspek keuntungan ini merupakan hal yang khusus, dan teknologi ramah

lingkungan ini serta merta tidak bisa dipaksakan pada sistem BRT tanpa

terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap dampak dari teknologi

tersebut terhadap kualitas layanan, keuntungan sistem, transparansi

proses pengadaan kendaraan, dan faktor lainnya. Pilihan teknologi

sistem penggerakdan bahan bakar akan berdampak besar pada biaya

operasi, biaya pemeliharaan, infrastruktur pendukung, serta tingkat

emisi. Kondisi lokal juga menetukan pilihan jenis bahan bakar dimana

ketersediaan bahan bakar dan pengalaman dalam merawat teknologi

kendaraan tertentu merupakan faktor kunci. Opsi sistem penggerak bus

mencakup (ITDP, 2007):

1) diesel murni;

2) gas alam terkompresi (CNG);

3) gas bahan bakar cair (Liquid petroleum gas /LPG);

4) hibrid-listrik;

5) listrik; dan

6) sel bahan bakar.

Opsi jenis bahan bakar yang saat ini paling lazim dipertimbangkan

untuk digunakan pada kendaraan angkutan umum:

1) Standard diesel;

2) Clean diesel;

3) Compressed natural gas (CNG);

4) Liquid petroleum gas (LPG);

5) Electric trolley-bus;

6) Bio-diesel;

7) Ethanol;

8) Hybrid-electric (diesel-electric and CNGelectric);

9) Hydrogen (fuel cell technology).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-28

Sumber: (ITDP, 2007)

Gambar 2. 16. Jenis-jenis bahan bakar

N. Konsep Sistem Transportasi Yang Ramah Lingkungan dan Hemat

Energi

Isu perubahan iklim dan pemanasan global semakin mendapat perhatian

masyarakat dunia. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk

meningkatkan kesadaran dan upaya terhadap pengurangan emisi

sebagai akibat aktifitas manusia. Upaya yang serius telah dan sedang

diupayakan melalui konvensi UNFCCC dan Protokol Kyoto Protocol.

Pada pertemuan G-20 di Amerika Serikat secara resmi Indonesia telah

bertekad untuk berpartisipasi dengan mencanangkan pengurangan emisi

pada lingkup nasional sebesar 26% di tahun 2020. Dari tujuh ranah

utama yang dijadikan fokus pengurangan emisi nasional yang terkait

dengan sektor transportasi adalah pergeseran ke moda transportasi

beremisi rendah. Upaya pengurangan emisi ini diwujudkan dalam

konsep pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan, dengan

tiga strategi utama (Sakamoto et.al, 2010) yaitu Avoid (menghindari

atau mengurangi jumlah&jarak perjalanan atau kebutuhan perjalanan),

Shift (berpindah ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan)

dan Improve(meningkatkan efisiensi pengunaan energi dari moda

transportasi dan teknologi kendaraan). Prinsip dasar dibalik ketiga

strategi utama ini ditunjukan dalam Gambar 2. 17 dan Tabel 2. 4.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-29

Sumber: diadaptasi dari Sakamoto K, et.al, (2011)

Gambar 2. 17. Ilustrasi strategi A.S.I (Avoid, Shift & Improve)

Tabel 2. 4. Strategi A.S.I

Strategi Prinsip Aksi

Avoid Hindari atau kurangi

perjalanan dengan

mengurangi kebutuhan

perjalanan

Hindari bangkitan VKM yangtidak perlu

melalui perencanaan terpadu transportasi

dan guna lahan; Kembangkan kawasan

perkotaan baru dengan konsep TOD.

Shift Pindah ke moda

transportasi yang lebih

ramah lingkungan

Kondisikan situasi moda dengan emisi

paling rendah; Cegah perpindahan

perjalanan dengan kendaraan tidak bermotor

(jalan, sepeda) dan angkutan umum ke

kendaraan pribadi melalui peningkatan

kualitas layanan angkutan umum dan

fasilitas pedestrian dan jalur sepeda

Improve Tingkatkan efisiensi

energi moda transportasi

dan teknologi kendaraan

Jamin kendaraan/bahan bakar dimasa

datang lebih bersih; mendorong

pengembangan kendaraan kecil yang

efisienInovasi Rancang bangun kendaraan

tidak bermotor tradisional. Sumber: Sakamoto K, et.al, (2011)

Strategi A.S.I diatas didasarkan pada aksioma bahwa emisi CO2 dari

sektor transportasi merupakan hasil dari:

1) Besarnya aktifitas perjalanan yang dilakukan (diukur dalam

kendaraan- km/VKM);

2) Moda transport yang digunakan untuk melakukan perjalanan;

3) Besarnya volume penggunaan bahan bakar per kilometer

perjalanan dari moda yang digunakan dan kandungan bahan

bakar yang terbakar.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-30

Berbagai kebijakan yang lebih spesifik dapat diturunkan dari ketiga

strategi A.S.I ini yang mencakup;

1) Kebijakan/tindakan Perencanaan; rencana guna lahan dan TOD;

2) Kebijakan/tindakan Regulasi; standar emisi, aturan lalu lintas

seperti kecepatan tempuh, parkir, alokasi ruang jalan;

3) Kebijakan/tindakan Ekonomi ; pajak kendaraan/bahan bakar,

biaya kemacetan, subsidi angkutan umum dan lain-lain;

4) Kebijakan/tindakan Informasi; kampanye pengunaan angkutan

umum, skema manajemen mobilitas dan pemasaran, dan skema

eco-driving;

5) Kebijakan/tindakan Teknologi; peningkatan kualitas bahan

bakar, kendaraan dan prasarana.

Dalam upaya penghematan konsumsi BBM pada sektor transportasi

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional mencanangkan 4 pilar kebijakan

utama yaitu:

1) Promosi penggunaan dan revitalisasi angkutan umum, termasuk

mempromosikan gaya hidup “smart life” yang berorientasi pada

efisiensi konsumsi energi;

2) Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, termasuk upaya

untuk mengurangi konsumsi BBM per kendaraan;

3) Manajemen lalu lintas untuk mengurangi kemacetan lalu lintas;

dan

4) Diversifikasi energi bagi kendaraan bermotor, termasuk

pemakaian bahan bakar yang semakin bersih, seperti

penggunaan unleaded premium gasoline, biofuel, dan BBG.

Untuk mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat

energi, ada beberapa hal yang perlu dijalankan antara lain:

1) Rekayasa lalu lintas; rekayasa lalu lintas khususnya

menentukan jalannya sistem transportasi yang direncanakan.

Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat

dioptimasi secara terpadu dalam perencanaan jalur, kecepatan

rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan (vehicle mile

trip dan passenger mile trip), dan seterusnya. Pola berkendaraan

(driving pattern/cycle) pada dasarnya dapat direncanakan

melalui rekayasa lalu lintas.

2) Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan); jenis kendaraan

yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di

dalam sistem transportasi yang akan memberikan dampak bagi

lingkungan fisik dan biologi akibat emisi pencemaran udara dan

kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh

jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-31

pengendalian pencemaran seperti yang diterapkan Amerika

Serikat (AS) telah terbukti membawa perubahan-perubahan

besar dalam perencanaan mesin kendaraan bermotor yang

beredar di dunia sekarang ini.

3) Energi transportasi; besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan

kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan

karakteristik mesin, juga sangat ditentukan oleh jenis BBM

yang digunakan. Seperti halnya penggunaan LPG, akan

memungkinkan pembakaran sempurna dan efisiensi energi yang

tinggi. Selain itu, dalam rangka upaya pengendalian emisi gas

buang, bila peralatan retrofit digunakan, diperlukan syarat bahan

bakar khusus yaitu bebas timbal.

Mengacu kepada laporan ITNA (Hilman, M., 2009), diperoleh urutan

prioritas dari hasil seleksi dengan berbasiskan kriteria umum sebagai

berikut:

1) Teknologi kendaraan adalah sebagai berikut:

(a) Continuously Variable Transmission (CVT);

(b) Bahan bakar yang di injeksi langsung (gasoline direct

injection);

(c) Bahan berobot ringan;

(d) Peningkatan aerodinamis;

(e) Teknologi bahan bakar berbasis “cell”.

2) Bahan bakar alternatif adalah sebagai berikut;

(a) LPG;

(b) LNG;

(c) CNG;

(d) Biodiesel.

3) Kebijakan/tindakan Manajemen Permintaan Transportasi

(TDM) memiliki prioritas yang setara;

(a) Perbaikan angkutan umum;

(b) Penerapan sistem transportasi cerdas (ITS).

4) Kendaraan tidak bermotor (NMT), urutan prioiritasnya

adalah sebagai berikut;

(a) Sepeda;

(b) Becak dan sejenis;

(c) Gerobak;

(d) Berjalan kaki.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-32

Hasil seleksi yang didasarkan pada kriteria spesifik dengan urutan

prioritas adalah;

1) Teknologi Kendaraan dengan urutan prioritas adalah;

(a) Minyak pelumas jenis 0W-5W/20;

(b) Teknologi bahan bakar berbasis “cell”;

(c) Bahan berbobot ringan;

(d) Bahan bakar yang di injeksi langsung (gasoline direct

injection);

(e) Continuously Variable Transmission (CVT)

2) Bahan bakar alternatif dengan urutan prioritas adalah;

(a) LPG;

(b) LNG;

(c) Bio-diesel;

(d) CNG.

3) TDM, tetap prioritasnya setara seperti pada kriteria umum;

(a) Perbaikan angkutan umum;

(b) Penerapan sistem transportasi cerdas (ITS).

4) Kendaraan tidak bermotor (NMT) adalah;

(a) Sepeda;

(b) Becak dan sejenis;

(c) Gerobak;

(d) Berjalan kaki.

Berdasarkan hasil seleksi dengan kriteria umum teknologi dan

tindakan/kebijakan untuk mengurangi dampak GRK (Gas Rumah Kaca)

dalam bentuk CO2 dari sektor transportasi ditunjukan dalamTabel 2. 5

s/d Tabel 2. 8.

Tabel 2. 5. Teknologi Kendaraan

Teknologi Penghematan Bahan Bakar (%) Biaya (US$)

Sistem Injeksi Bahan Bakar 3 - 4 125 - 175

Transmisi Otomatis 6-Speed 4 - 5 100 - 150

Sistem CVT ~ 7 150 - 200

Tanpa Torque Converter 3 - 4 -

Kendaraan Hibrid tanpa Torque

Converter 30 - 40 3000 - 5000

Sumber : Hilman, M. (2009)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-33

Tabel 2. 6. Bahan Bakar Alternatif

Teknologi Potensi Pengurangan CO2

Bahan Bakar Organik / berbahan alami 90 % dari Skenario BAU

Bahan Bakar Biodiesel 70 % dari Skenario BAU

Bahan Bakar berbahan tebu 60 % dari Skenario BAU

CNG 30 % dari Skenario BAU

LNG 20 % dari Skenario BAU

LPG 20 % dari Skenario BAU

Sumber : Hilman, M. (2009)

Tabel 2. 7. Manajemen Transportasi

Teknologi Potensi Pengurangan CO2

Pengembangan Transportasi Umum Pengurangan total kilometer perjalanan

Pengurangan waktu perjalanan

Konsumsi bahan bakar yang lebih rendah

Sistem Transportasi Cerdas (ITS) Peningkatan akses

Pengurangan total kilometer perjalanan

Pengurangan waktu perjalanan

Konsumsi bahan bakar yang lebih rendah

Sumber : Hilman, M. (2009)

Tabel 2. 8. Kebijakan Penggunaan Kendaraan tidak Bermotor

(NMT)

Teknologi dan Pengukuran Potensi Pengurangan CO2

Becak Bebas Emisi, Tenaga manusia

Gerobak, Dokar Bebas Emisi, Tenaga manusia

Sepeda Bebas Emisi, Tenaga manusia

Berjalan kaki Bebas Emisi, Tenaga manusia

Sumber : Hilman, M. (2009)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-34

Mengacu kepada penerapan konsep sistem transportasi berkelanjutan

melalui strategi A.S.I, dan hasil kajian terhadap pemilihan teknologi

serta kebijakan untuk mengurangi dampak gelas rumah kaca (GRK)

diatas, maka setiap upaya pengembangan sistem angkutan umum massal

yang holistik dan benar secara otomatis berdampak pada peningkatan

kualitas lingkungan dan penghematan penggunaan energi. Oleh

karenanya, dalam konteks makro sistem transportasi berkelanjutan,

konsep ramah lingkungan dan hemat energi pada pengembangan sistem

angkutan massal perkotaan (berbasis jalan) dapat ditinjau sebagai faktor

konsideran internal dan faktor konsideran eksternal.

O. Konsep Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan Yang

Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Secara prinsip pengembangan angkutan massal berbasis jalan dapat

dibagi menjadi tiga tahapan utama yaitu tahap pra-perencanaan, tahap

perencanaan (dan perancangan) dan tahap pasca perencanaan seperti

yang ditunjukan dalam Gambar 2. 18. Secara internal aspek ramah

lingkungan dan hemat energi dalam kaitannya dengan pengembangan

angkutan massal perkotaan berbasis jalan berada dalam tahapan

perencanaan dan perancangan yang dapat didekati dari pemilihan

teknologi moda, pola pengoperasian sistem, dan perancangan prasarana.

Dilain sisi, secara eksternal pada tahapan pra-perencanaan konsep ini

dapat didekati melalui kebijakan pengembangan sistem transportasi

perkotaan yang berkelanjutan, sedangkan pada tahap pasca perencanaan

dapat didekati melalui kebijakan pendukung yang meliputi konsep

integrasi moda, kebijakan pengembangan lahan, kebijakan pembatasan

lalu lintas, kebijakan fiskal bagi penggunaan bahan bakar sebagaimana

telah dijelaskan sebelumya.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-35

Sumber: Adaptasi dari ITDP (2007)

Gambar 2. 18. Prinsip Pengembangan Angkutan Massal Berbasis

Jalan

P. Implikasi Dan Arahan Pengembangan BRT

Situasi yang unik untuk setiap daerah perkotaan mempengaruhi pasar

(permintaan), pola layanan, viabilitas, rancangan dan operasional dari

sistem BRT. Pembangunan sistem BRT haruslah merupakan suatu hasil

dari proses perencanaan dan proyek pembangunan yang mengarah pada

kebutuhan dan masalah yang ada. Setiap fase dari pembangunan BRT

harus melalui suatu proses terbuka dan obyektif. Dukungan awal dan

menerus dari pemimpin terpilih dan masyarakat merupakan hal yang

penting. Para pengambil keputusan dan masyarakat umum perlu

memahami kondisi alamiah dari sistem BRT dan potensi manfaatnya.

Daya tarik bagi penumpang, fleksibilitas operasional, kapasitas dan

biaya dari BRT harus teridentifikasi secara jelas dan obyektif didalam

analisis pilihan sistem yang akan diadopsi yang juga

mempertimbangkan opsi moda lainnya. Institusi pemerintah pusat, dan

daerah harus bekerja sama dalam merencanakan, merancang dan

mengimplementasikan sistem BRT. Hal ini membutuhkan kerja sama

yang erat dari para perencana angkutan umum, perekayasa lalu lintas

kota, perencana jalan raya, dan perencana tata ruang perkotaan.

PASCA PERENCANAAN

PERENCANAAN & PERANCANGAN

PRA-PERENCANAAN

PENYIAPAN PELAKSANAAN PROYEK SAUM

SOSIALISASI

ANALISIS PERMINTAAN & PEMILIHAN KORIDOR

PERANCANGAN OPERASIONAL

PENYIAPAN RENCANA USAHA

PERANCANGAN PRASARANA

KEBIJAKAN PENDUKUNG

EVALUASI

INISIASI PROYEK SAUM

RENCANA IMPLEMENTASI

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-36

Pembangunan BRT secara bertahap dapat menunjukkan potensi

manfaat dari BRT pada calon pengguna, pengambil keputusan dan

masyarakat umum, dengan kemungkinan untuk perluasan dan

peningkatan sistem.

Sistem BRT harus menawarkan tingkat penggunaan, penghematan

waktu tempuh, efisiensi biaya, manfaat pembangunan dan dampak lalu

lintas yang menarik dan wajar.

Sejak awal, perencanaan BRT dan tata guna lahan di daerah

halte/terminal harus terpadu seperti yang telah dilakukan dibeberapa

kota yang dianggap berhasil memadukan perencanaan transportasi

(umum) dengan guna lahan seperti yang lazimnya terjadi pada sistem

angkutan massal berbasis rel.

Bila dimungkinkan, atribut (fitur) utama angkutan rel, seperti jalur

terpisah atau diberi prioritas, stasiun/halte yang menarik, sistem

transaksi di luar kendaraan, suara mesin yg tidak berisik, mudah di

akses, jumlah pintuyang banyak, kendaraan yang bersih, frekuensi

tinggi, dan layanan sepanjang hari, harus dimilikioleh sistem BRT.

Keberhasilan proyek BRT bukan hanya sekedar bebas dari

antrian/tundaan, lajur bus atau lajur bus terpisah, namun mencakup

seluruh elemen penting yang ditawarkan oleh sistem angkutan massal

berbasis rel cepat dan pembangunan citra serta identitas sistem yang

unik. Kecepatan tempuh, kehandalan layanan dan rentang layanan

disepanjang hari merupakan hal yang sangat penting.

ROW yang terpisah dapat meningkatkan kecepatan, kehandalan,

keselamatan dan identitas dari sistem BRT. Jalur khusus ini dapat

disediakan sebagai bagian dari pembangunan kawasan kota yang baru

atau sebagai akses di suatu kawasan yang sedang dalam tahap

pembangunan. Jalur seperti ini juga dapat disediakan di kawasan

perkotaan yang sudah ada dan padat, bila ROW nya tersedia. Jalur

bawah tanah (terowongan) bisa di justifikasi bila frekuensi kemacetan

cukup sering terjadi, volume bus dan penumpang tinggi, serta ruang

jalan yang tersedia untuk lajur khusus terbatas.

Penempatan, rancangan dan operasional lajur bus dan lajur bus terpisah

pada median jalan harus menyeimbangkan kebutuhan yang berbeda dari

berbagai jenis bus, kendaraan barang, pejalan kaki dan lalu lintas

lainnya. Lajur di sisi bahu jalan memungkinkan naik turun penumpang

dari bahu jalan, tapi akan banyak mengalami hambatan samping. Lajur

pada median memberikan identitas yang lebih baik dan menghilangkan

gangguan samping, tetapi berpotensi masalah untuk gerakan belok ke

kiri dan untuk akses bagi pejalan kaki. Selain itu, lajur pada median

umumnya membutuhkan ROW minimum 25 meter dari sisi bahu ke sisi

bahu lainnya.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-37

Rancang bangun kendaraan, halte dan sistem transaksi harus

terkoordinasikan dengan baik. Halte (terminal) harus mudah di akses

oleh bus, mobil pribadi, sepeda, dan/atau pejalan kaki. Kapasitas

platform yang memadai, lajur menyiap bagi bus ekspres (busway), dan

fasilitas kenyamanan untuk penumpang harus disediakan. Armada BRT

harus memiliki rancang bangun yang unik dan berbeda dari rancang bus

lainnya serta memiliki kapasitas angkut yang cukup, dan memiliki

banyak pintu.

Ruang sirkulasi didalam bus yang cukup bagi penumpang harus

tersedia,proses transaksi sebaiknya di halte, khususnya di halte-halte

utama dan untuk mencapai hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan

teknologi ITS dan kartu pintar.

Rekayasa lalu lintas terkoordinasi dan rencana layanan angkutan umum

sangat penting bagi rancangan sistem BRT. Hal ini sangat krusial

terutama untuk merancang lajur khusus, penempatan halte dan lajur

berbelok, kendali lalu lintas dan prioritas sinyal lalu lintas untuk BRT.

Layanan BRT dapat diperpanjang melampaui batas lajur khusus

terpisah, bila kecepatan operasi yang relatif tinggi dapat dipertahankan.

Diluar lajur khusus terpisahnya, BRT dapat beroperasi pada lajur

kendaraan berpenumpang banyak (HOV) atau lajur bus standar, bahkan

pada lalu lintas bercampur.

Layanan BRT harus berorientasi pada layanan penumpang, jumlah bus

di jam sibuk harus memenuhi besarnya permintaan dan secara

bersamaan meminimalkan antrean bus.

Secara umum, layanan trunk line dengan frekuensi tinggi dan berhenti

setiap halte yang dioperasikan sepanjang hari perlu ditunjang dengan

layanan pengumpan atau layanan ekspres bagi segmen penumpang

tertentu yang jalur layanannya hanya sampai halte/terminal BRT.

Q. Kendaraan berbahan bakar dan teknologi ramah lingkungan

1. Bus bermesin Diesel

Mesin diesel secara tradisional digunakan untuk angkutan bus

karena merupakan teknologi lama yang handal dan kuat serta

kian canggih untuk memenuhi standar emisi yang bersih. Mesin

diesel dengan teknologi modern menggunakan bahan bakar solar

dengan standar Euro IV atau V. Mesin diesel jenis ini

menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur rendah

yang dianggap sebagai teknologi “bersih”, atau sebanding, jika

tidak lebih baik dengan mesin berbahan bakar gas. Kualitas

bahan bakar diesel yang diperlukan untuk mencapai Euro IVatau

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-38

V dengan mesin diesel bersih kandungan sulfurnya kurang dari

50 ppm.

2. Bus bertenaga Listrik (Electric Trolley Bus)

Electric Trolley Bus merupakan jenis bus yang saat ini kembali

dimunculkan ketika suatu kota mulai melakukan investasi yang

lebih besar pada infrastruktur angkutan umum dalam kaitannya

dengan perubahan iklim global dan meningkatnya harga bahan

bakar.

Negara China (RRC) saat ini muncul sebagai negara produsen

yang memasok teknologi kendaraan listrik yang diakui oleh

dunia.

Trolley Busmenggunakan teknologi dengan konsep arsitektur

perangkat listrik yang sudah teruji dengan baik untuk sistem

trem di seluruh dunia selama beberapa dekade. Perangkat

kendali modern dan inovatif (seperti untuk mekanisme

pengereman regeneratif) dan teknologi listrik yang lebih baik

membuat Trolley Busmerupakan kendaraan yang efisien, handal

dan tahan lama.

Electric Trolley Buses memiliki keuntungan dalam biaya

operasional yang lebih rendah namun membutuhkan biaya

kapital awal untuk menggelar prasarana dan biaya pemeliharaan

infrastruktur listrik yang sangat tinggi. Kekhawatiran mengenai

kurangnya fleksibilitas armada menjadi kurang beralasan untuk

situasi dan kondisi prasarana koridor BRT yang baik.

Manfaat yang nyata dari Trolley Bus adalah biaya penggunaan

energi yang ekonomis sepanjang usia layannya. Biaya kapital

awal yang lebih tinggi untuk pembelian armada dapat diimbangi

oleh usia layan kendaraan yang jauh lebih lama. Jika usia layan

bus diesel umumnya sekitar 7-10 tahun, Trolley Bus dapat

bertahan hingga 15-20 tahun. Keputusan penggunaan Trolley

Bus pada prinsipnya harus mempertimbangkan ketersediaan

pasokan listrik yang dapat diandalkan.

Trolley Bus memiliki sejumlah keunggulan spesifik yang

meliputi:

a) Tidak ada polusi dari saluran pembuangan udara dan

sangat cocok di kawasan pejalan kaki seperti di pusat

kota dan koridor NMT;

b) Tidak bersuara dan proses akselerasi yang cepat serta

halus sehingga sangat cocok untuk kendaraan angkutan

umum;

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-39

c) Usia ekonomis layanan lebih lama karena sedikitnya

komponen mekanis dan perawatan kendaraan yang

relatif mudah;

d) Dalam konteks jaringan tertentu biaya penggunaan

energi Electric Trolley Busmampu lebih rendah dari

CNG dan solar (bersubsidi);

Biaya perawatan dapat mencapai 50% dari biaya perawatan bus

diesel.

3. Pengembangkan BRT menuju Standar LRT

Electric bi-articulated bus

menggunakan penggerak listrik

melalui kabel catenary overhead

(trolley bus system) dan duo diesel

memberikan citra seperti layanan

sistem metro (MRT) yang

menyaingi LRT,namun dengan

kelebihan tambahan berupa fleksibilitas yang memungkinkan

beroperasi keluar jalur utamanya untuk jarak yang pendek.

CIVIS electric Trolley

Busdengan bentuk platform

distasiun yang sangat mirip

dengan sistem LRT. sementara

itu juga terdapat trem dengan

roda karet yang mirip dengan

kendaraan BRT bertenaga listrik.

Gambar 2. 19. BRT Trolley Bus di Quito Ekuador

menunjukkan integrasi ke daerah dalam kota (kiri)

Gambar 2. 20. Trolley Bus Beijing (kanan)

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-40

Gambar 2. 21. articulated bus dengan penggerak listrik

menyerupai sistem LRT

R. Teknologi Pengurangan Emisi Pada Kendaraan

Secara sekilas teknologi penanggulangan emisi dari mesin dapat

dikategorikan menjadi dua bagian besar yaitu pengurangan emisi

metoda primer dan pengurangan emisi metoda sekunder. Untuk

pengurangan emisi metoda primer adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan bahan bakar :

(a) Penggunaan bahan bakar yang rendah kadar Nitrogen dan Sulfur

termasuk penggunaan non fossil fuel;

(b) Penggalangan penggunaan Non Petroleum Liquid Fuels;

(c) Penggunaan angka cetan yang tinggi bagi motor diesel dan

angka oktan bagi motor bensin;

(d) Penggunaan bahan bakar Gas;

(e) Penerapan teknologi emulsifikasi (pencampuran bahan bakar

dengan air atau lainnya).

2) Berdasarkan perlakuan udara :

(a) Penggunaan teknologi Exhaust Gas Recirculation (EGR);

(b) Pengaturan temperatur udara yang masuk pada motor;

(c) Humidifikasi.

3) Berdasarkan Proses Pembakaran :

(a) Modifikasi pada pompa bahan bakar dan sistem injeksi bahan

bakar;

(b) Pengaturan waktu injeksi bahan bakar;

(c) Pengaturan ukuran droplet dari bahan bakar yang diinjeksikan;

(d) Injeksi langsung air ke dalam ruang pembakaran;

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-41

Sementara itu pengurangan emisi metoda sekunder adalah :

(a) Penggunaan Selective Catalytic Reduction (SCR);

(b) Penerapan teknologi Sea Water Scrubber untuk aplikasi di

kapal;

(c) Penggunaan katalis magnet yang dipasang pada pipa bahan

bakar;

(d) Penggunaan katalis pada pipa gas buang kendaraan bermotor.

4) Teknik dalam mengurangi emisi NOx:

(a) Penggunaan Bahan Bakar dengan kadar Nitrogen Rendah

Penurunan kadar nitrogen dalam bahan bakar akan secara

otomatis mengurangi pembentukan emisi NOx. Karena tidak

mudah untuk mengurangi begitu saja nilai nitrogen dalam bahan

bakar, karenanya alternatif lain adalah penggunaan bahan bakar

metanol yang bebas nitrogen.

(b) Emulsi

Penggunaan air yang dicampurkan dalam bahan bakar saat ini

telah banyak dilakukan. Penggunaan bahan bakar campuran ini

dapat mengurangi emisi NOx karena terjadinya proses ledakan

mikro (micro explosion) dalam proses pembakaran.Ledakan

mikro ini terjadi karena perbedaan titik didih antara kedua

fluida.

(c) Humidifikasi

Proses humidifikasi adalah dengan menyemprotkan air ke dalam

aliran udara masuk pada motor penggerak. Tujuan dari teknik ini

adalah untuk menurunkan suhu udara yang masuk kedalam

ruang bakar yang pada akhirnya temperature pembakaran dapat

diturunkan. Teknik ini diketahui dapat menurunkan emisi Nox

sampai 50%.

(d) MillerSystem

Teknik ini dilakukan pertama kali oleh pabrik mesin Wartsila-

NSD Sulzer yaitu pada saat proses langkah hisap waktu

terbukanya katup hisap diatur sedemikian mungkin lebih lama

agar kompresi rasio dapat diturunkan. Dengan teknik ini akan

diperoleh penurunan temperatur udara dan tekanan udara saat

proses pembakaran sehingga NOx dapat diturunkan. Penurunan

dengan penggunaan sistem ini mencapai 20%. Sistem ini

semakin populer diterapkan terutama bagi motor penggerak

yang menggunakan turbocharger.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-42

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 22. Metode Utama dalam Mengurangi Emisi NOx dari

Motor Diesel

5) Mengedalikan Batasan Kandungan Sulphur Dalam Bahan Bakar

MARPOL ANNEX VI mengamanatkan batasan kandungan sulphur

dalam bahan bakar untuk penggerak di kapal dan industri sebesar

2.5% m/m. Begitu juga EU membatasi batasan sulphur bagi motor

diesel di jalan raya sebesar 0.05%m/m (500 ppm). Bahkan di masa

mendatang akan lebih diturunkan menjadi 350 ppm atau bahkan 50

ppm. Umumnya kandungan sulphur minyak mentah adalah antara

0.1 sampai 5 %, sehingga untuk menurunkan kandungannya akan

tergantung dari sumber dan cara pengolahan minyak mentah itu

sendiri. Dalam pemakaian saat ini bahan bakar residu umumnya

memiliki kandungan sulphur antara 1.5-2.5% m/m. Kecuali untuk

kawasan-kawasan tertentu yang lebih ketat dalam pengawasan

pemakaian bahan bakar bagi penggerak utama.

(a) De-sulphurisation

De-shulpurisation adalah proses pengolahan kembali produk

bahan bakar untuk mengurangi kandungan sulphurnya. Walau

proses ini membutuhkan biaya yang tinggi namun ada

keuntungan yang diperoleh dari proses ini yaitu didapatkannya

sulphur untuk membantu proses industri terkait, misal industri

detergen, pulp, kulit dan lain sebagainya.

Sementara metode sekunder untuk pengurangan Emisi NOx

dan SOx ditujukan lebih kepada memberikan efek positip

kepada lingkungan secara keseluruhan. Efek positip yang

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-43

diperoleh dari penurunan emisi yang dihasilkan dari metode ini

tidak boleh memberikan beban kepada lingkungan lain seperti

adanya sampah material dari produksi /proses yang dilakukan.

Kontrol emisi dengan menggunakan metode sekunder ini

banyak dilakukan pada sektor industri dan juga perkapalan

disebabkan oleh semakin ketatnya regulasi lingkungan. Berikut

2 macam metode sekunder yang saat ini banyak diterapkan:

(1) Selective Catalytic Reduction (SCR) untuk mengurangi

emisi Nox

Prinsip utama sistem Selective Catalytic Reduction (SCR)

adalah penggunaan urea ((NH2)2CO) atau amoniak (NH3).

Bahan ini diinjeksikan ke dalam aliran gas buang, dan

NOx akan berubah menjadi N2 dan uap air. Efisiensi dari

sistem SCR ini sangatberarti untuk mengurangi emisi Nox

yaitu sebesar 90-95% dan menghasilkan nitrogen dan uap

air yang tidak berbahaya bagi lingkungan.

(2) Seawater Exhaust Gas Scrubber untuk mengurangi emisi

SOx.

Prinsip utama sistem ini adalah mendinginkan gas buang

sampai pada titik embun dari gas buang tersebut dan

mengakibatkan terjadinya kondensasi pada SOx. Saat

terjadinya pendinginan akibat kontak gas buang dengan

air laut, dimana air laut adalah asam natural dengan pH

8.1, terjadi kombinasi kerja yaitu netralisasi dan

pengenceran gas buang. Sistem ini awalnya banyak

digunakan sebagai sistem untuk desulphurisasi dalam

industri, namun saat ini banyak digunakan untuk aplikasi

penurunan SOx di kapal. Dalam suatu kasus, emisi SOx

menurun dari 497 ppm menjadi 48 ppm dengan pH water

scrubber menurun dari 8.01 menjadi 2.95, dari sifat basa

menjadi sifat asam.

S. Aplikasi Standar Emisi Eropa Di Beberapa Negara

Secara garis besar pengontrolan emisi kendaraan di seluruh dunia

mengacu pada standar global yang sama yaitu regulasi teknik dan

arahan dari ECE/EC. Saat ini langkah strategis yang perlu dilakukan

adalah mempercepat pengetatan aturan berdasarkan road map yang

sudah disebarluaskan sejak beberapa tahun lalu. Pada dasarnya setiap

negara mempunyai road map yang berbeda-beda dalam hal pembatasan

emisi kendaraan. Tetapi semakin tahun perbedaan level emisi yang

dijinkan oleh tiap negara menjadi semakin kecil, sehingga regulasi yang

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-44

diterapkan mendekati kesamaan dan oleh karena itu dapat menjadi

standar yang bias diterapkan di tiap negara.

Pengontrolan emisi sendiri dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh

melalui tes yang lebih banyak (8 macam tes), dimana bahan-bahan

polutan dan siklus tes kompleks diuji di berbagai kategori kendaraan

dan bahan bakar. Teknologi pengujian emisi harus mempunyai

ketepatan yang tinggi dan merupakan sebuah hal yang modern sehingga

mampu mengukur polutan-polutan yang ukurannya kecil.

Perkembangan teknologi dalam produksi kendaraan dan pengurangan

bahan bakar telah berkembang sangat cepat dengan tujuan utama untuk

mendapatkan standar emisi yang ketat dalam upaya untuk mengurangi

pencemaran udara.

T. Contoh Penerapan Standar Emisi Eropa di Beberapa Negara Asia

Penerapan standar emisi Eropa (Euro II dan Euro IV) secara ketat akan

memberikan nilai penurunan kadar-kadar emisi berbahaya secara

signifikan, seperti diperlihatkan dalam Gambar 2. 23 sampai dengan

Gambar 2. 26. Grafik-grafik tersebut merupakan contoh analisis yang

dilakukan berkaitan dengan efektivitas biaya di Negara Vietnam

berdasarkan 3 skenario penerapan standar emisi eropa, yaitu :

1) Base one : Tanpa kontrol emisi;

2) E2 one : Menerapkan EURO II standard pada 2007;

3) E2E4one : Menerapkan EURO II standard pada 2007 dan

kemudian menerapkan EURO IV standard

pada 2012.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-45

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 23. Grafik Kadar emisi THC (delta 9 –

tetrahidokabinol) sebelum dan setelah penerapan standar Euro II

dan Euro IV

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 24. Grafik Kadar emisi CO (carbon monoksida) sebelum

dan setelah penerapan standar Euro II dan Euro IV

THC Emissions Trends

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

2005 2010 2015 2020

BASE

E2

E2 E4

CO Emissions Trends

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

1,600,000

1,800,000

2005 2010 2015 2020

BASE

E2

E2 E4

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-46

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 25. Grafik Kadar emisi NOx (nitrogen monoksida)

sebelum dan setelah penerapan standar Euro II dan Euro IV

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 26. Grafik Kadar emisi PM (Particular Matter) sebelum

dan setelah penerapan standar Euro II dan Euro IV

NOx Emissions Trends

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

2005 2010 2015 2020

BASE

E2

E2 E4

PM Emissions Trends

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

2005 2010 2015 2020

BASE

E2

E2 E4

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-47

Dari grafik-grafik di atas terlihat bahwa untuk kondisi eksisting (base)

nilai zat-zat kimia berbahaya dalam emisi kendaraan jumlahnya akan

selalu naik secara signifikan apabila tidak dilakukan tindakan

pencegahan yang berarti. Sementara itu apabila diterapkan standar Euro

II (E2) kecenderungan nilai kadarnya menjadi lebih kecil dibandingkan

kondisi base dan kenaikan jumlahnya dapat dihambat. Langkah

penanganan yang paling baik adalah dengan menerapkan standar E2 E4

yang menghasilkan nilai kadar emisi paling kecil dan paling dapat

menghambat kenaikan jumlah emisi di masa-masa mendatang.

Untuk negara-negara lain di Asia sendiri penerapan Euro Emission

Standards sudah banyak dilakukan, seperti dapat dilihat pada

Tabel 2. 9.

Tabel 2. 9. Aplikasi Standar Emisi Eropa di Beberapa Negara Asia

Jenis Kendaraan Negara Standar

Sepeda Motor China EURO II

Thailand EURO II

Malaysia EURO I

Indonesia EURO II

Light Duty Vechicles China EURO II (2004), EURO III (2008)

Thailand EURO III, EURO IV (2009)

Malaysia EURO II

Singapore EURO II

Indonesia EURO II

Heavy Duty Vechicles China EURO II

Thailand EURO II

Indonesia EURO II

Sumber: BSTP-c (2010)

Indonesia telah menetapkan standar emisi gas buang Euro II pada tahun

2003 dan resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2005. Penetapan

standar emisi gas buang Euro II ketika itu adalah untuk mengejar

ketertinggalan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya yang saat itu,

yang sudah menerapkan Euro II (Thailand, Malaysia, dan Singapura).

Penerapan Euro III akan memberikan keuntungan bagi semua pihak,

baik industri maupun masyarakat konsumen. Bagi industri otomotif

penetapan standar ini akan meningkatkan daya saing dengan industri di

kawasan ASEAN. Sedangkan bagi konsumen, penerapan Euro III itu

akan menghemat penggunaan bahan bakar.

Berdasarkan standar Euro III, emisi kendaraan tipe baru untuk karbon

monoksida antara lain ditetapkan 4,5 gram, yang diukur saat kendaraan

tidak berjalan. Standar ini berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-48

Lingkungan Hidup No 35 Tahun 1992. Sedangkan pada Euro II,

standar yang dikeluarkan Eropa tahun 1996 itu emisi CO dari

kendaraan selama beroperasi di jalan maksimum 2,2 gram per

kilometer. Standar emisi ini lebih rendah dibandingkan dengan Euro I

yang 2,72 g per km.

Pada tahun 2007 di Eropa, regulasi Euro III menggantikan Euro II.

Dengan regulasi baru ini, standar kebersihan emisi kendaraan lebih

diperketat lagi. Sebuah kendaraan hanya boleh menghasilkan 0.3gr/km

hidrokarbon (HC), 0,15 gr/km nitrooksida (NOx), dan hanya 2gr/km

untuk karbonmonoksida (CO). Angka-angka itu jauh lebih ketat dari

Euro II sebelumnya. Bahkan pemerintah Thailand akan memberlakukan

standar emisi Euro IV mulai 2012 mendatang sedangkan Eropa akan

menerapkan Euro VI pada tahun 2012.Perbandingan tingkat kadar gas

buang kendaraan bermotor berdasarkan tiap standar emisi yang

diijinkan dapat dilihat pada Gambar 2. 27.

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 27. Batasan Emisi Untuk Mobil Penumpang Bermesin

Diesel (Tes Tipe 1) dari EURO I sampai EURO IV

Sangat jelas terlihat bahwa kadar CO, HC+NOx, NOx, dan PM di udara

semakin menurun seiring diperketatnya standar yang digunakan (Euro I

– Euro IV) dan akan bertambah ketat lagi pada tahun-tahun mendatang

karena kebutuhan akan transportasi yang ramah lingkungan di dunia

sudah merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar

lagi.Kadar polutan pada gas buang kendaraan bermotor saat ini sendiri

seperti terlihat pada Tabel 2. 10.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

CO HC+NOx NOx PM

EURO 1 EURO 2 EURO 3 EURO 4

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-49

Tabel 2. 10. Kandungan Beberapa Polutan Berdasarkan Jenis

Kendaraan

Sumber: BSTP-c (2010)

U. Penerapan Standar EURO

Penerapan Standar EURO di beberapa negara di Asia berbeda-beda

waktunya. Ada beberapa negara yang sudah menerapkan sama seperti

penerapan di negara-negara di Eropa, seperti Singapura, Thailand dan

Hongkong. Ada pula negara-negara seperti Indonesia dan Bangladesh

yang belum menerapkan secara tegas standar ini.

Penerapan standar ini juga sangat disesuaikan dengan penggunaan jenis

bahan bakar kendaraan, penentuan teknologi kendaraan dan

pengembangan penelitian. Brasil telah menentukan jenis teknologi

kendaraan yang perlu disediakan oleh produsen kendaraan. Ini

disebabkan Brasil mempunyai bahan bakar kendaraan yang berbeda

sehingga produsen harus menyesuaikannya.

Penerapan standar ini sangat berhubungan dengan teknologi. Beberapa

atau hampir semua teknologi ini berasal dari luar negeri. Tetapi ada

beberapa teknologi yang dapat dilaksanakan di suatu negara dan tidak

dimiliki negara lain. Tekanan terhadap penggunaan teknologi tertentu

dapat terjadi. Oleh karena itu arahan suatu negara harus tegas dalam

menentukan arah pengembangan teknologi kendaraannya dan

kemandirian energinya.

Gasoline

Vehicle

Diesel

VehicleMotorcycles

4.5 - 4.5

4 Strokes 1200 - 1200

2 Strokes 7800 - 7800

special 3300 - -

- 72 -

Pollutants

CO (%)

HC (ppm)

Smoke (HSU)

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-50

Tabel 2. 11. Penerapan Standar EURO pada Negara-negara di Asia

Sumber: BSTP-c (2010)

V. Operasional Sistem

1. Integrasi Antar Moda Transportasi Massal

Integrasi umumnya meliputi 2 aspek, yaitu integrasi secara fisik

dan kelembagaan. Integrasi secara fisik mungkin secara teori

dapat dilaksanakan tetapi apabila secara kenyataan tidak terjadi

ini diakibatkan oleh belum terjadinya integrasi kelembagaan.

Gambar 2. 28.menunjukkan prinsip dari integrasi antar moda

angkutan umum.

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-51

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 28. Konsep Integrasi Moda

Model integrasi moda secara fisik dimana simpul-simpul stasiun

berfungsi selain sebagai naik turun penumpang juga berfungsi

sebagai titik transfer dimana moda angkutan umum yang satu

beralih menggunakan moda angkutan umum yang lain.

Paratransit berfungsi sebagai pengumpan yang berhubungan

dengan sistem utama (Trunk) baik itu KA maupun

Busway/BusLane. Pada Gambar 2. 30ditunjukan konsep

integrasi secara sistem dengan menggunakan teknologi

informasi. Sistem informasi ini merupakan sistem yang

digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi

dari sistem ini. Selain itu sistem informasi juga digunakan untuk

mempermudah sistem integrasi antar moda angkutan umum.

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 29. Integrasi Antar Moda Angkutan Umum Secara

Fisik

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-52

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 30. Integrasi Moda Angkutan Umum Menggunakan

Sistem Informasi

W. Kebijakan Pendukung

Dalam kaitannya untuk memenuhi konsep angkutan massal berbasis

jalan ramah lingkungan dan hemat yang lebih maksimal, maka perlu

didukung dengan kebijakan lainnya. Kebijakan ini adalah kebijakan

yang membuat pengguna angkutan umum nyaman dan efisien dalam

bergerak dari wilayah permukiman ke halte, dari halte ke wilayah CBD,

ruang tunggu yang nyaman serta integrasi antar moda yang baik.

Dalam pelayanannya angkutan umum mempunyai kelemahan

dibandingkan angkutan pribadi yaitu pelayanannya tidak door to door.

Terdapat pergerakkan pra dan pasca moda pada implementasi angkutan

umum. Dalam penerapan angkutan umum pergerakan pra dan pasca

moda ini sangat efisien dilakukan dengan berjalan kaki dan sepeda.

Keberpihakan terhadap angkutan umum ini tentunya juga harus

dilanjutkan terhadap keberpihakan terhadap pejalan kaki dan pengguna

sepeda. Penyiapan jaringan angkutan umum juga harus disertai

penyiapan jalur pejalan kaki/pedestrian dengan jalur jalan kaki dan jalur

sepeda yang menghubungkan simpul-simpul angkutan umum terhadap

wilayah perkantoran, perbelanjaan dan permukiman. Selain itu juga

pengembangan ulang kawasan perkotaan terutama sepanjang koridor

angkutan massal seperti penerapan Konsep TOD merupakan untuk

mengintegrasikan pengembangan wilayah dengan sistem angkutan

umum atau transit system. Dilain pihak upaya pengaturan permintaan

dan lalu lintas pada sistem moda lainnya akan memberikan kontribusi

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-53

yang signifikan terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan

penggunaan energi.

X. Pengaturan ulang Struktur Tata Ruang dan Penerapan TOD

Dalam skala penataan ruang, revitalisasi dan re-development wilayah

kota sangat diperlukan untuk membantu pengembangan wilayah.

Kawasan CBD itu merupakan kawasan yang bernilai tinggi sehingga

tidak ekonomis apabila diperuntukan sebagai permukiman. Untuk

mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, fungsi guna lahan di

kawasan CBD harus ditambah menjadi permukiman padat secara

vertikal. Kondisi ini merupakan suatu kompromi antara tingginya harga

lahan di kawasan CBD dengan kebutuhan permukiman untuk

mengurangi pergerakan dan kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk memenuhi strategi A.S.I adalah dengan

menerapkan konsep TOD (Transit Oriented Development) dimana

kawasan,terutama disekitar halte/setasiun angkutan massal yang asalnya

memiliki satu jenis aktivitas lahan dirubah menjadi mixused untuk

mengurangi pergerakan dan kendaraan bermotor. TOD dapat diartikan

sebagai kawasan dengan peruntukan campuran yang dapat diakses oleh

pejalan kaki dalam radius ±600 meter dari titik transit (halte/setasiun)

angkutan massal dan pusat kegiatan komersial. Jenis fungsi campuran

dalam konsep TOD adalah retail, perkantoran, ruang terbuka dan

fasilitas publik yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi

penghuni dan pekerja dalam mengakses dengan menggunakan moda

transit, sepeda, mobil, maupun berjalan kaki.

Kawasan TOD dapat dibedakan atas dua bagian utama, yaitu TOD

kawasan perkotaan (Urban TOD) dan TOD lingkungan (Neighborhood

TOD) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Urban TOD

(a) Merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada

jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus (BRT) dan stasiun

kereta api baik LRT maupun MRT. Urban TOD harus

dikembangkan bersama fungsi komersial yang memiliki

intensitas tinggi, blok perkantoran, dan hunian dengan

kepadatan menengah-tinggi.

(b) Setiap Urban TOD memiliki karakter tersendiri sesuai dengan

karakter lingkungannya. Pola pengembangan urban TOD ini

cocok untuk kawasan perkantoran, hunian, komersial yang

memiliki kepadatan tinggi karena memungkinkan akses

langsung ke titik transit tanpa harus melakukan pergantian

moda lain.

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-54

2) Neigborhood TOD

Merupakan TOD dengan skala pelayanan lingkungan yang berada

pada jalur bus pengumpan dengan jarak ± 10 menit berjalan dari

titiktransit. Neighborhood TOD harus berada pada lingkungan

hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, servis, retail,

dan rekreasi. Pada neighborhood TOD, hunian dan pertokoan lokal

harus disesuaikan dengan konteks lingkungan dan tingkat layanan

angkutan umum. Konsep ini juga dapat membantu pengembangan

hunian bagi masyarakat menengah kebawah, karena dimungkinkan

adanya percampuran variasi hunian. Neighborhood TOD dirancang

dengan fasilitas publik dan ruang terbuka hijau serta memberi

kemudahan akses bagi pengguna dalam memilih moda pergerakan.

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 31. Prinsip Urban TOD

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 32. Prinsip Neighborhood TOD

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-55

Sumber: BSTP-c (2010)

Gambar 2. 33. Penerapan TOD

Kedua jenis TOD diatas dapat berada pada satu jalur pelayanan

angkutan massal yang sama. Di wilayah pinggiran kota dapat

dikembangkan Neigborhood TODsedangkan di kawasan CBD

dapat dikembangkan Urban TOD. Dari beberapa literatur

disebutkan bahwa cakupan wilayah Neighborhood TOD agak

lebih pendek dibandingkan dengan Urban TOD. Ini disebabkan

intensitas wilayah di Neighborhood TOD tidak memungkinkan

dibangun cukup tinggi. Jarak antara wilayah permukiman

dengan Neighborhood TOD juga hanya sekitar 10-15 menit.

Oleh karena itu perlu adanya pengembangan beberapa simpul

TOD di wilayah pinggiran kota yang mengarah ke kawasan

CBD. Satu simpul melayani pergerakan utama atau primer

(Trunk line) dan simpul yang lain melayani pergerakan

sekunder. Pada dasarnya seluruh wilayah pinggiran kota harus

mempunyai akses ke layanan angkutan massal. Sedangkan

simpul-simpulnya dapat dikembangkan menjadi kawasan TOD

dimana terdapat beberapa fungsi mulai dari sekedar naik turun

penumpang sampai menjadi wilayah komersial baik itu

perkantoran maupun perdagangan.

Selain itu simpul TOD di wilayah pinggiran kota harus dilayani

oleh jaringan angkutan pengumpan. Jaringan ini harus dapat

mencapai permukiman-permukiman penduduk.

Pada halte-halte angkutan massal, ruang tunggu dan tempat

duduk yang nyaman perlu disediakan. Selain itu TOD juga perlu

dibuat senyaman dan seinformatif mungkin sehingga dapat

diakses melalui internet dari asal pergerakan menggunakan

fasilitas internet atau teknologi informasi.

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-56

Y. Manajemen Lalu lintas

1) Biaya Kemacetan (Congestion Charge)

Congestion Charge idealnya diterapkan bersamaan dengan

penerapan sistem angkutan massal. Inti dari penerapan kebijakan ini

adalah untuk memaksa penggunaan angkutan massal melalui

pendekatan disinsentif dan insentif. Untuk keperluan tertentu atau

mendesak, penggunaan kendaraan pribadi diperbolehkan tetapi

dengan “charge” atau beban tambahan. Untuk keperluan “business

as usual” seperti keperluan bekerja, “commuting”, sekolah dan

sebagainya, dipaksakan untuk menggunakan angkutan umum atau

NMT.

Pelaksanaan sistem ini pertama kali dilakukan di singapura pada

tahun 1975. sistem ini di singapura dinamakan Area Licensing

Scheme (ALS). sistem ini merupakan model congestion charge

yang pertama. Kendaraan harus mempunyai “second license”

untuk masuk ke kawasan CBD. apabila kendaraan tersebut tidak

mempunyai lisensi maka akan mendapat denda. sistem ini tidak

memerlukan teknologi yang tinggi tetapi efektif diterapkan di

singapura dengan penegakan hukum yang ketat. Pada tahun 1998

singapura meningkatkan sistem tersebut ke arah Electronic Road

Pricing (ERP). Pada kendaraan yang terdaftar dipasang suatu alat

untuk transaksi pembayaran ketika memasuki masuk ke kawasan

CBD dengan ERP. Sebelum penerapan ALS, komposisi pengguna

angkutan massal hanyalah 33%. Setelah penerapannya penggunaan

angkutan massal meningkat menjadi 46%. Setelah pengoperasian

MRT di tahun 1988, pengguna angkutan massal meningkat menjadi

60-65% hingga saat ini.

Beberapa kota di Norwegia juga menerapkan hal yang sama dengan

sistem yang agak berbeda. Wilayah CBD diterapkan suatu

mekanisme tol. Gerbang tol ini menambah waktu tundaan

(kemacetan) dengan kendaraan pribadi sehingga mengakibatkan

pengguna moda tersebut berpindah ke angkutan umum sebesar 6-

9%. Sistem ini juga berhasil menurunkan jumlah pergerakan

kendaraan pribadi sebesar 3-5%.

London juga menerapkan hal yang sama pada tahun 2006. Kamera-

kamera lalu lintas yang berada di persimpangan atau lampu lalu

lintas digunakan untuk merekam kendaraan pribadi yang melintas

“cordon toll” yang disiapkan di sekitar CBD. Kamera-kamera

tersebut akan dihubungkan ke sistem pembayaran dan yang akan

dikirimkan ke seluruh pemilik kendaraan yang melintasi CBD.

Apabila setelah malam hari biaya tersebut belum dibayarkan maka

akan dikenakan denda 10 kali lipat. Penerapan sistem ini

menurunkan penggunaan kendaraan pribadi sebesar 30%,

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-57

penambahan penggunaan taksi sebesar 20%, pergerakan sepeda

meningkat 2 kali lipat dan pengguna bus meningkat 15%.

Kebijakan ini berperan dalam mengurangi emisis CO2 tetapi tidak

mengurangi emisi PM10. Bus dan taksi berkontribusi dalam emisi

PM10 karena menggunakan mesin diesel. Kecepatan bus juga

meningkat sebesar 20% setelah penerapan sistem ini.

2) Kebijakan Parkir

Penerapan kebijakan parkir untuk mengurangi penggunaan

kendaraan pribadi meskipun minor juga perlu dipertimbangkan.

Kemudahan dalam berparkir akan menambah pergerakan kendaraan

pribadi sehingga akan menambah pergerakan serta gas buangan

CO2. Di Amerika Serikat kebijakan off street parking sangat

dibatasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan dan pengurangan

emisi CO2. Untuk mengurangi penggunaan kendaraan selain

penyediaan prasarana/pelayanan angkutan massal juga perlu

dibatasinya parkir offstreet. Parkir ini mempunyai kapasitas yang

besar sehingga memanjakan pengguna untuk menggunakan

kendaraan pribadi. Eropa telah mempunyai kebijakan parkir

maksimum untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

3) Manajemen Lalu lintas lainnya

Bentuk manajemen lalu lintas lainnya dapat menjadi pilihan

tambahan dalam mengurangi pergerakan. Beberapa kota di dunia

seperti di Mexico City, Bogota dan Sao Paolo, Shenzen, Beijing

dan beberapa kota lainnya di China menerapkan kebijakan plat

nomor kendaraan berdasarkan angka terakhir. Plat nomor dengan

digit angka terakhir tertentu di hari tertentu tidak dapat masuk ke

kawasan CBD.

Di Amerika Serikat mekanisme pembatasan lalu lintas terutama di

sistem jalan bebas hambatannya dilakukan dengan konsep kendaraan

berpenumpang banyak (seperti konsep 3 in 1 di Jakarta) yaitu jalur

High Occupancy Vehicle (HOV) atau High Occupancy Toll (HOT).

Untuk konsep HOT kendaraan berokupansi tinggi tidak dikenai tarif

sedangkan kendaraan berokupansi rendah dikenai tarif bila

menggunakan lajur jalan HOV/HOT. Untuk kasus Amerika, konsep ini

cukup berhasil dan bahkan pada beberapa koridor tertentu ditingkatkan

menjadi koridor BRT.

Z. Fasilitas Park and Ride

Tujuan dari Park and Ride adalah untuk meningkatkan keterjangkauan

angkutan umum dari wilayah-wilayah yang tidak memiliki pelayanan

angkutan umum yang cukup atau tidak memiliki demand yang tinggi

untuk mendukung pelayanan angkutan umum. Menyediakan fasilitas

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-58

Park and Ride diharapkan dapat mengurangi penggunaan kendaraan

bermotor di wilayah kota dari daerah-daerah yang sulit angkutan umum

dengan memarkirkan mobil dan sepeda motornya untuk kemudian

menggunakan angkutan umum untuk melakukan perjalanan terutama

komuter.

Untuk meningkatkan efektivitas fungsinya, park and rideharus

memberikan kenyamanan dan sebagai bagian terpadu dari sistem

transportasi. Fasilitas Park and Ride membutuhkan rancangan dan

kelengkapan fitur-fitur sebagai berikut:

1) Fasilitas keamanan yang membuat pengguna kendaraan bermotor

dapat meninggalkan kendaraanya dengan tenang di kawasan

tersebut;

2) Aksesibilitas yang baik dan aman ke terminal dan stasiun;

3) Pencahayaan yang cukup untuk menciptakan lingkungan yang

aman pada penggunaan malam hari dan mengurangi potensi

kejahatan ;

4) Variabel sarana informasi yang dapat menunjukkan jadwal

kedatangan kereta/bus berikutnya;

5) Nomor kontak darurat untuk masalah keselamatan atau hal-hal yang

memerlukan penanganan mekanik (seperti ban kempes);

6) Fasilitas toilet yang bersih;

7) Branding informasi pada

penumpang yang menjelaskan

keterhubungan fasilitas parkir

dengan sistem transportasi ;

8) Tarif parkir (jika diterapkan)

terintegrasi dengan harga tiket

angkutan angkutan umum dan

lebih murah bagi pengguna

angkutan umum;

9) Pada kawasan sibuk, papan informasi yang menunjukkan

ketersediaan ruang parkir (lahan kosong) untuk mengurangi waktu

yang terbuang karena mencari lahan parkir.

Fasilitas park and ride dapat bervariasi tergantung pada lokasi aktual

dan karakteristik pengguna kendaraan pribadi.

Ukuran lahan parkir harus mengacu pada kebutuhan dan keterbatasan

pada lahan. Gambar 2. 35 adalah contoh fasilitas park and ride di

Fairfax county (kawasan suburb Washington D.C., USA).

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-59

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 34. Desain Konseptual untuk Fasilitas Park & Ride

Sumber: JICA (2012)

Gambar 2. 35.Contoh Fasilitas Park & Ride di Washington

Metropolitan Area, USA

Park and ridetidak dapat berdiri sendiri, namun harus merupakan

bagian dari strategi TDM (Transport Demand Management), yang

merupakan tambahan upaya koordinasi mengatasi masalah lalu lintas,

kebijakan parkir di kawasan CBD, dan ketersediaan angkutan umum

berikut kualitasnya. Tingkat demand untuk park and ride akan

tergantung pada karakteristik wilayahnya, sehingga proporsi lahan

untuk mobil dan sepeda motor harus seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan pada kawasan tertentu sesuai dengan karakteristiknya

masing-masing.

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-60

AA. Inventarisasi Peraturan TerkaitAngkutan Umum Jalan

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat.

Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya

kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari

satu titik ke titik yang lainnya.

Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan

harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional dan regional secara

terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang

serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang

tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar, dan dengan

biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam satu

kesatuan sistem, perlu dilakukan dengan mengintegrasikan dan

mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi

jalan, kendaraan beserta pengemudinya, peraturan perundang-undangan,

prosedur dan metoda sedemikian rupa, sehingga terwujud suatu totalitas

yang utuh, berdayaguna dan berhasilguna.

Mengingat penting dan strategisnya peranan lalulintas dan angkutan

jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan

angkutan jalan dikuasai oleh Negara yang pembinaannya dilakukan oleh

Pemerintah.

Beberapa regulasi yang berkaitan dengan Angkutan Umum Jalan di

Indonesia ditunjukan dalam Tabel 2. 12.

Tabel 2. 12. Inventarisai perturan terkait Mengenai Angkutan

Umum Jalan

NO. REGULASI PERIHAL KETERANGAN

1 UU No. 26 tahun 2007 Penataan Ruang Revisi UU No 24

Tahun 1992

2 PP No. 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional

Pengganti PP No 47

tahun 1997

3 UU No. 17 Tahun 2003 Keuangan Negara

4 UU RI No. 25 th 1999

Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat

dan Daerah

5 UU RI No. 8 th 1999 Perlindungan Konsumen

6 UU No. 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara

7 UU RI No. 32 th 2004 Pemerintah Daerah Pengganti UU RI No.

22 th 1999

8 PP No. 25 tahun 2000

Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Propinsi

sebagai Daerah Otonom

9 Perpres 54 Tahun 2008 Penataan Ruang Kawasan

Jabodetabekpunjur

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-61

NO. REGULASI PERIHAL KETERANGAN

10 UU No 22 Th 2009 Lalulintas dan Angkutan

Jalan

Revisi UU No. 14 Th

1992

11 UU No 38 Tahun 2004 Jalan

12 PP 15 thn 2005 Jalan Toll

13 PP 26 Th 1985 Jalan

14 PP 41 thn 1993 Angkutan Jalan

15 PP 43 thn 1993 Prasarana Lalulintas Jalan

16 PP 44 thn 1993 Kendaraan & Pengemudi

17 PP No 66 th 2001 Retribusi daerah

18 Perpres 61 Tahun 2011

Rencana Aksi Nasional

Penurunan Emisi Gas

Rumah Kaca

19 PP 32 thn 2011

Manajemen dan Rekayasa,

Analisis Dampak, Serta

Manajemen Kebutuhan

Lalu Lintas

20 PP 55 thn 2012 Kendaraan

1. Landasan Hukum Pengembangan Angkutan Umum Jalan

Gambar 2. 36. Peraturan Pengaturan Angkutan Umum

Payung hukum yang akan memberikan warna secara dominan

dalam konteks substansi pokok dari pekerjaan Studi

Pengembangan Angkutan Massal Hemat Energi dan Ramah

Lingkungan ini adalah UU No. 22 Tahun 2009 (tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan) dan aturan terkait serta turunannya

baik yang lama maupun yang baru. Namun, karena konteks

rencana jaringan (trayek) angkutan umum jalan akan

menggunakan spasial tertentu dan moda yang beragam, maka

beberapa peraturan perundangan lainnya seperti yang tercantum

dalam Tabel 2. 12 merupakan pertimbangan utama sebagai dasar

hukumnya. Dalam konteks sistem angkutan umum baik untuk

aspek teknis prasarana dan sarana maupun aspek

operasionalnya, maka beberapa peraturan perundangan yang

Potensi Pengaturan Angkutan Umum

Pengaturan Angkutan Umum dapat ditelaah melalui peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai bidang:

1. Lalu lintas dan angkutan jalan (UU 22 Tahun 2009, PP 43 Tahun 1993);

2. Penataan Ruang (UU 26 Tahun 2007, PP 26 Tahun 2008);

3. Jalan (UU 38 Tahun 2004, PP 15 Tahun 2005);

4. Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota

Negara Kesatuan Republik Indonesia, bidang pajak dan retribisi daerah (UU

29 Tahun 2007, PP 6 Tahun 2001);

5. Badan layanan umum (UU 1 Tahun 2004, UU 15 Tahun 2004 dan PP 23

Tahun 2005).

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-62

terkait dengan kewenangan penyelenggaraan, penggunaan

keuangan merupakan basis hukum yang harus diikuti.

Sebagaimana tersurat dalam UU yang baru ini, peraturan

pelaksananya (sebagai landasan operasional) masih tetap

menggunakan Peraturan Pemerintah terkait yang ada sampai

dengan adanya peraturan pemerintah pengganti.

Dalam kegiatan penyusunan Studi Pengembangan Angkutan

Massal Hemat Energi dan Ramah Lingkungan ada beberapa

komponen dasar yang terkait langsung dengan aturan yang ada

dalam UU No Tahun 22 Tahun 2009 ini yaitu mengenai;

jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terminal, jaringan trayek,

manajemen lalu lintas dan pengusahaan/pengelolaan angkutan

umum penumpang. Dengan diundangkannya UU No 22 Tahun

2009 maka pengaturan mengenai Prasarana dan Lalu Lintas

Jalan masih mengacu ke PP No 43 Tahun 1993 tentang

Prasarana dan Lalu Lintas Jalan sebagai pelaksanaan dari UU

No. 14 Tahun 1992. Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Pada

tanggal 14 Juli 1993 dengan pertimbangan lalu lintas dan

angkutan jalan memiliki peranan strategis, sehingga

penyelenggaraannya dikuasai oleh Negara, dan pembinaannya

dilakukan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan

lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,

tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan

transportasi lainnya, untuk menunjang pemarataan

pembangunan nasional dan daerah dengan biaya yang terjangkau

oleh daya beli masyarakat.

2. Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan

Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009Pasal 14 ayat 1 dan 2,

untuk mewujudkan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di

daratan. Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan yang mengacu kepada

Rencana Induk Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota.

3. Terminal

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 34, terminal

penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe

A, tipe B, dan tipe C dan setiap tipe dibagi dalam beberapa

kelas berdasarkan intensitas Kendaraan yang dilayani.

Pada UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 36 dijelaskan bahwa Setiap

Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di

Page 63: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-63

Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam

izin trayek.

Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan

rencana kebutuhan Terminal yang merupakan bagian dari

Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sedangkan penetapan lokasi Terminal seperti dijelaskan dalam

UU No. 22 Tahun 2009Pasal 37 dilakukan dengan

memperhatikan:

a) tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;

b) kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

c) kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja

jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;

d) kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat

kegiatan;

e) keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;

f) permintaan angkutan;

g) kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;

h) Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan; dan/atau

i) kelestarian lingkungan hidup.

4. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

Berkaitan dengan konteks penyusunan Studi Pengembangan

Angkutan Massal Hemat Energi dan Ramah Lingkungandimana

terdapat komponen manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagai

salah satu bagian dari solusi (jangka pendek) masalah

transportasi perkotaan termasuk didalamnya berupa upaya

pemberian prioritas bagi pergerakkan pengguna angkutan

umum, maka sesuai dengan UU No 22 Tahun 2009Pasal 93 ayat

1 disebutkan:

Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk

mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan

Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan,

Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Beberapa langkah penerapan MRLL sebagaimana termaktub

dalam UU No 22 Tahun 2009Pasal 93 ayat 2 dilakukan dengan:

a) penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan

lajur atau jalur atau jalan khusus;

Page 64: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-64

b) pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan

Kaki;

c) pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;

d) pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas

berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;

e) pemaduan berbagai moda angkutan;

f) pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;

g) pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau

h) perlindungan terhadap lingkungan.

5. Manajemen Permintaan

Karena permasalahan transportasi di kawasan perkotaan bisa

menjadi sangat kompleks, maka penyelesaian melalui

pengaturan aspek permintaan/kebutuhan perjalanan menjadi

pertimbangan penting khususnya bagi kota-kota yang masuk

kategori kota Raya. Sesuai amanah dalam UU No 22 Tahun

2009 Pasal 133 ayat 1 maka untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan

pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan

Lalu Lintas berdasarkan kriteria:

a) Perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor

dengan kapasitas Jalan;

b) Ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan

c) Kualitas lingkungan.

Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan dengan cara:

a) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada

koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan

tertentu;

b) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor

atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;

c) Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada koridor atau

kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;

d) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Umum sesuai

dengan klasifikasi fungsi Jalan;

e) Pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu dengan

batasan ruang Parkir maksimal; dan/atau

f) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum

pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan

tertentu.

Page 65: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-65

6. Jaringan Angkutan Umum Penumpang

Tema utama dalam kegiatan ini adalah konsep pedoman

Pengembangan Angkutan Massal Hemat Energi dan Ramah

Lingkungan sehingga maka dalam penyusunannya harus

mengacu kepada UU No 22 Tahun 2009Pasal 144 dimana

jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum

disusun berdasarkan:

a) Tata ruang wilayah;

b) Tingkat permintaan jasa angkutan;

c) Kemampuan penyediaan jasa angkutan;

d) Ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

e) Kesesuaian dengan kelas jalan;

f) Keterpaduan intramoda angkutan; dan

g) Keterpaduan antarmoda angkutan.

Sedangkan dalam amanah UU No 22 Tahun 2009Pasal 145

Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum

sebagaimana dimaksud dalam UU No 22 Tahun 2009 Pasal 144

disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.

Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan

instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas:

a) Jaringan trayek lintas batas negara;

b) Jaringan trayek antarkota antarprovinsi;

c) Jaringan trayek antarkota dalam provinsi;

d) Jaringan trayek perkotaan; dan

e) Jaringan trayek perdesaan.

Pada UU No 22 Tahun 2009Pasal 146 Jaringan trayek perkotaan

sebagaimana dimaksud dalam UU No 22 Tahun 2009 Pasal 145

ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.

Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana

dimaksud ditetapkan oleh:

a) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan

perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;

b) Gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas

wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau

c) Bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada

dalam wilayah kabupaten/kota.

Page 66: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-66

7. Angkutan Massal

Sebagai salah satu pembentuk jaringan angkutan umum (trayek)

di wilayah Jabodetabek adalah angkutan massal berbasiskan

jalan maka acuan penyediaan sistem ini seperti diatur dalam

Pasal 158 Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal

berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang

dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan yang

didukung dengan:

a) Mobil bus yang berkapasitas angkut massal;

b) Lajur khusus;

c) Trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan

trayek angkutan massal; dan

d) Angkutan pengumpan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sesuai amanah

Pasal 159 diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung

jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

8. Pengelolaan Angkutan Umum Penumpang

Agar sistem angkutan umum dapat berjalan dengan baik, aspek

pengelolaan perlu direncanakan dengan seksama dan baik. Maka

dari itu acuan untuk pengelolaan angkutan umum penumpang

sesuai amanah Pasal 173 ayat 1 Perusahaan Angkutan Umum

yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib

memiliki:

a) Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;

b) Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek;

dan/atau

c) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat

berat.

Aspek pemberian izin penyelenggaraan angkutan juga

dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 174 yaitu:

a) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1)

berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang

terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu

pengawasan.

b) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan-undangan.

c) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin

pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu

kawasan.

Page 67: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-67

Dalam pengoperasian angkutan umum maka izin

penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu

tertentu dan perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau

pelelangan sesusai amanah Pasal 175 UU No. 22 Tahun 2009.

Selain itu dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 176 mengeni izin

penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) diberikan oleh:

a) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk

penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:

(1) Trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian

antarnegara;

(2) Trayek antarkabupaten/kota yang melampaui wilayah 1

(satu) provinsi;

(3) Trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1

(satu) provinsi; dan

(4) Trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu)

provinsi.

b) Gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang

melayani:

(1) Trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu)

kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;

(2) Trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1

(satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan

(3) Trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1 (satu)

kabupaten dalam satu provinsi.

c) Bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang yang

melayani:

(1) Trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah

kabupaten; dan

(2) Trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah

kabupaten.

Walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani

trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota.

Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek

sesuai amanah Pasal 177 wajib:

a) Melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang

diberikan; dan

b) Mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai

dengan standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 141 ayat (1).

Page 68: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-68

Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan angkutan

orang dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang

bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan sesuai amanah Pasal 178.

9. Peraturan yang mengatur tentang Jalan

Undang-Undang Jalan No. 38 Tahun 2004 dibuat dengan

justifikasi bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi

merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan

berbangsa dan bernegara serta dalam memajukan kesejahteraan

umum. UU jalan No. 38 Tahun 2004 terdiri dari 10 bab dengan

68 pasal yang memuat dan menjelaskan tentang terminologi,

definisi dan pengaturan tentang jalan. Secara umum Undang-

Undang ini mencakup 6 (enam) pokok pembahasan utama yaitu:

a) Terminologi (sistem jaringan dan klasifikasi jalan)

peran, pengelompokan, dan bagian-bagian jalan;

b) Jalan umum (penguasaan pengaturan wewenang

pembinaan pembangunan pengawasan);

c) Jalan Tol (syarat wewenang pengaturan pembinaan

pengusahaan pengawasan),

d) Pengadaan Tanah (untuk jalan dan jalan tol);

e) Peran Masyarakat; dan

f) Ketentuan pidana dan pengalihan.

Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai

peranan penting terutama dalam mendukung ekonomi, sosial

budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan keamanan.

Pembangunan jalan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman,

nyaman, dan berdaya guna benar-benar akan dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat.

Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk

satuan wilayah pengembangan. Pusat pengembangan dimaksud

dihubungkan dalam satu hubungan hierarkis dalam bentuk

jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu. Dengan

struktur tersebut, bagian jaringan jalan akan memegang peranan

masing-masing sesuai dengan hierarkinya. Kedudukan jaringan

jalan sebagai bagian sistem transportasi menghubungkan dan

mengikat semua pusat kegiatan, sehingga pengembangan

jaringan jalan tidak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan

berbagai moda transportasi secara terpadu.

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara

mempunyai kewenangan menyelenggarakan jalan.

Penyelenggara Jalan, sebagai salah satu bagian penyelenggaraan

prasarana transportasi, melibatkan unsur masyarakat dan

Page 69: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-69

pemerintah. Agar diperoleh suatu hasil penanganan jalan yang

memberikan pelayanan yang optimal, diperlukan

penyelenggaraan jalan secara terpadu dan bersinergi antarsektor,

antardaerah dan juga antarpemerintah serta masyarakat termasuk

dunia usaha.

Dari ketentuan mengenai jalan sebagaimana diuraikan di atas,

jelas mengamanatkan bahwa penggunaan jalan harus efektif,

efisien, dan tepat guna bagi kelancaran roda ekonomi

masyarakat dan memfasilitasi interaksi sosial. Dengan demikian,

jika penerapan prioritas angkutan umum (bus priority)

dimaksudkan agar jalan itu lebih dapat meningkatkan nilai dan

rasionalitas kemanfaatannya, maka ini merupakan upaya

pemenuhan perintah dari Undang-Undang yang mengatur

mengenai jalan.

10. Peraturan yang mengatur tentang Jalan Tol

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol yang

diundangkan pada tanggal 21 Maret 2005 merupakan

penjelasan lebih lanjut dari Undang-Undang Jalan No. 38 Tahun

2004 dengan penjelasan yang mencakup 7(tujuh) pokok bahasan

utama sebagai berikut;

a) Penyelenggaraan Jalan Tol, yang meliputi maksud, tujuan,

lingkup, wewenang, persyaratan, dan standar pelayanan

minimum dari penyelenggaraan jalan tol.

b) Pengaturan Jalan Tol, yang membahas tentang perumusan

kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait.

c) Pembinaan Jalan Tol, yang mengatur tentang pedoman,

standar teknis, pelayanan, pemberdayaan dari jalan tol, serta

penelitian dan pengembangannya.

d) Pengusahaan Jalan Tol, meliputi peraturan tentang bentuk

pengusahaan dari jalan tol yang didalamnya tercakup aturan

pengusahaan pendanaan, persiapan pengusahaan,

perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan

konstruksi, pengoperasian, pengguna jalan tol, pengumpulan

retribusi jalan tol, penggunaan jalan tol, penutupan sementara

serta pengambilalihan dan pengoperasian setelah konsesi,

usaha-usaha lain pada jalan tol, pemeliharaan, pelelangan

pengusahaan jalan tol, perjanjian-perjanjian, serta tarif jalan

tol dan penyesuaiannya.

e) Pengawasan Jalan Tol, meliputi pengawasan jalan tol, umum,

dan pengusahaan.

f) Badan Pengatur Jalan Tol, merupakan bagian khusus yang

menjelaskan keseluruhan BPJT yaitu status dan kedudukan;

Page 70: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-70

fungsi, tugas, dan wewenang; serta peraturan penyusunan

organisasi dari BPJT.

g) Hak dan Kewajiban Pengguna dan Badan Usaha Jalan Tol ,

yang memuat peraturan tentang hak dan kewajiban dari

pengguna dan pengelola.

11. Peraturan yang mengatur tentang Kendaraan dan

Pengemudi

Terdapat dua peraturan pemerintah yang menjelaskan mengenai

Kendaraan dan Pengemudi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor

44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, serta

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012. Adapun beberapa

poin penting yang ada didalam peraturan tersebut tentang

kendaraan adalah sebagai berikut:

(a) Persyaratan teknis dan laik jalan kendaran bermotor, kereta

gandengan dan kereta tempelan, yang memuat hal-hal yaitu

mengenai jenis dan konstruksi kendaraan bermotor, rangka

landasan, motor penggerak, sistem pembuangan, penerus

daya, sistem roda, sistem suspensi, alat penemudi, sistem

rem, lampu dan alat-alat pemantul cahaya, komponen

pendukung;

(b) Badan kendaraan bermotor yaitu semua bagian yang ada

pada kendaraan bermotor seperti tempat duduk pengemudi

dan penumpang, kaca kendaraan. Selain itu juga dijelaskan

beberapa hal mengenai peralatan dan perlengkapan

kendaraan, persyaratan tambahan khusus untuk mobil bus,

persyaratan khusus untuk mobil bus sekolah, persyaratan

tambahan khusus mobil barang, persyaratan tambahan

khusus untuk rangkaian kendaraan, kereta gandengan dan

kereta tempelan, ukuran muatan dan kendaraan bermotor,

rancang bangun dan rekayasa;

(c) Persyaratan laik jalan kendaraan bermotor yaitu menjelaskan

mengenai ambang batas laik jalan, pengesahan dan sertifikat

tipe;

(d) Pengujian kendaraan bermotor menjelaskan mengenai jenis

pengujian, persyaratan umum pengujian, uji tipe, uji berkala;

(e) Pendaftaran kendaraan bermotor;

(f) Bengkel umum kendaraan bermotor;

(g) Persyaratan kendaraan tidak bermotor.

Sedangkan hal-hal penting menyangkut pengemudi adalah

sebagai berikut:

(a) Surat Izin Mengemudi yaitu menjelaskan mengenai

penggolongan surat izin mengemudi, persyaratan dan tata

cara memperoleh Surat Izin Mengemudi, ujian bagi

Page 71: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-71

pemohon Surat Izin Mengemudi, perpankjangan,

penggantian dan mutasi Surat Izin Mengemudi, Penolakan

dan Pencabutan Surat Izin Mengemudi, Surat Izin

Mengemudi Internasional, pendidikan dan pelatihan

mengemudi, sistem informasi Surat izin Mengemudi;

(b) Waktu kerja dan istirahat serta penggantian pengemudi;

(c) Ketentuan lain-lain.

12. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bali Action

Planpada The Conferences of Parties (COP) ke-13 United

NationsFrameworks Convention on Climate Change (UNFCCC)

dan hasilCOP-15 di Copenhagen dan COP-16 di Cancun serta

memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-

20 di Pittsburguntuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar

26% denganusaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat

bantuaninternasional pada tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya

rencanaaksi (bussines as usual/BAU), maka disusun langkah-

langkahuntuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca.

Peraturan yang mengatur mengenai Rencana Aksi Nasional

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca diatur dalam Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011. Adapun

beberapa poin penting mengenai Rencana Aksi Nasional

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang tertuang dalam bidang

transportasi diantaranya adalah sebagai berikut:

(a) Monitoring pasokan gas bumi untukkonsumen hulu, dan

penyiapanrekomendasi alokasi gas bumi

(b) Pemantauan implementasi kebijakan pengurangan volume

pembakaran gas flare

(c) Penyediaan dan pengelolaan energybaru terbarukan dan

konservasienergi

(d) Penyediaan regulasi panas bumi danair tanah

(e) Penyusunan klasifikasi data potensidan cadangan panas

bumi untukketenagalistrikan dan pemanfaatanlangsung

energi panas bumi

(f) Penggunaan Bahan Bakar Nabati(BBN) dalam pemakaian

bahan bakartotal

(g) Pengujian seluruh kendaraanbermotor termasuk kendaraan

pribadidan sepeda motor

(h) Penerapan standar emisi CO2 untukmobil penumpang

(i) Pengembangan sistem logistik modern untuk mengurangi

angka km perjalanan

(j) Penerapan Car Labeling (Terlaksananya pemberian label

kepada semuakendaraan baru menurut konsumsi bahan

bakar(per 100km) dan emisi CO2 (dalam g/km)

Page 72: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-72

(k) Pembatasan kecepatan pada jalan tol (Terlaksananya

pembatasan kecepatan pada seluruhjalan tol untuk

menurunkan emisi sebesar 0,07 JutaTon CO2e).

Pada Tabel berikut dibawah ini adalah merupakan lampiran mengenai

kegiatan inti rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca di

bidang transportasi.

Page 73: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-73

Tabel 2. 13. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Bidang Transportasi

BIDANG TRANSPORTASI

Target Penurunan Emisi (26%) : 0,038 (Giga Ton) CO2e

Target Penurunan Emisi (41%) : 0,056 (Giga Ton) CO2e

Kebijakan yang dilaksanakan untuk menunjang RAN-GRK :

1. Peningkatan penghematan energi

2. Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching).

3. Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT).

4. Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik, dan sarana transportasi.

5. 5. Pengembangan transportasi massal nasional yang rendah emisi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.

Strategi :

1. Menghemat penggunaan energi final baik melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien maupun pengurangan konsumsi energi tak

terbarukan (fosil).

2. Mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan skala kecil dan menengah.

3. (Avoid) - mengurangi kebutuhan akan perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penata-gunaan lahan mengurangi

perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu.

4. (Shift) - menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi (sarana transportasi dengan konsumsi energi yang tinggi) ke pola transportasi rendah

karbon seperti sarana transportasi tidak bermotor, transportasi publik, transportasi air.

5. (Improve) - meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan pengeluaran karbon pada kendaraan bermotor pada sarana transportasi.

Page 74: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-74

Tabel 2. 14. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Bidang Transportasi (Lanjutan….)

NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI

PENURUNAN EMISI

GRK (Juta Ton CO2e)

PENANGGUNG

JAWAB

1 Pembangunan ITS

(Inteligent

Transport System)

Pembangunan ITS sebanyak 13 paket

untuk:

Mengurangi tingkat kemacetan

lalulintas dengan koordinasi simpang

Meningkatkan koordinasi antar

simpang

Memberikan sistem prioritas bus

dipersimpangan

Moda shift dari kendaraan pribadi

ketransportasi missal

2010-2020 Jabodetabek: Jakarta, Bogor,Depok,

Tangerang, Bekasi

12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung, Semarang,

Yogyakarta, Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

1,77 terdiri atas:

Jabodetabek: 0,71

1,06 terdiri atas:

- Kota Metropolitan

(KM): 0,79

- Kota Besar (KB):

0,27

Kementerian

Perhubungan

2 Penerapan

Pengendalian

Dampak Lalu-Lintas

(Traffic

Impact Control/TIC)

Penerapan Pengendalian Dampak Lalu-

Lintas

sebanyak 12 paket

2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung,

Semarang,Yogyakarta,

Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

0,24 Kementerian

Perhubungan

3 Penerapan

manajemen parkir

Penerapan manajemen parkir di 12 kota

untuk:

Mengurangi moda share di pusat

kota

Mengurangi penggunaan

kendaraanpribadi

2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung,

Semarang,Yogyakarta,

Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

1,07 Kementerian

Perhubungan

4 Penerapan

Congestion

Charging dan Road

Pricing

(dikombinasikan

dengan

angkutan umum

massal

Penerapan Congestion Charging dan

Road

Pricing di 2 kota untuk:

Mengurangi moda share mobil di

pusatkota

Mengurangi kemacetan di

areapembatasan lalu lintas

2010-2020 2 kota: Jakarta dan Surabaya 0,41 Kementerian

Perhubungan

Kementerian

Keuangan

Page 75: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-75

NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI

PENURUNAN EMISI

GRK (Juta Ton CO2e)

PENANGGUNG

JAWAB

cepat)

5 Reformasi Sistem

transit -

Bus Rapid Transit

(BRT)/ semiBRT

Terlaksananya pengadaan dan distribusi

BRT

sebanyak 43 bus/tahun di 12 kota

2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung,

Semarang,Yogyakarta,

Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

0,69 terdiri atas:

KM = 0,51

KB = 0,18

Kementerian

Perhubungan

6 Peremajaan armada

angkutan

umum

Terlaksananya peremajaan armada

angkutanumum sesuai desain standar

yang rendah

emisi sebanyak 6.000 unit

2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung,

Semarang,Yogyakarta,

Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

0,36 Kementerian

Perhubungan

7 Pemasangan

Converter Kit

(gasifikasi angkutan

umum)

Terpasangnya converter kit pada taksi

danangkutan kota yang menggunakan

bensinuntuk menurunkan emisi CO2

hingga 25%sebanyak 1.000 unit per

tahun

2010-2020 9 kota: Medan,

Palembang,Jabodetabek, Cilegon,

Cirebon,Surabaya, Denpasar,

Balikpapan, dan Sengkang

0,04 Kementerian

Perhubungan

8 Pelatihan dan

sosialisasi

smartdriving (eco-

driving)

Terlaksananya pelatihan dan sosialisasi

smart

driving untuk 50.000 orang/tahun

2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung, Semarang,

Yogyakarta, Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

0,002 Kementerian

Perhubungan

9 Membangun Non

Motorized

Transport (Pedestrian

dan

jalur sepeda)

Terbangunnya Non Motorized

Transport di12 kota

2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,

Palembang,Bandung,

Semarang,Yogyakarta,

Surabaya,Denpasar,

Makassar,Balikpapan, dan

Banjarmasin

0,21 Kementerian

Perhubungan

10 Pengembangan KA

perkotaan

Bandung

Mengembangkan KA Perkotaan

Bandungsepanjang 42 km (jalur ganda

danelektrifikasi)

2010-2020 Provinsi Jawa Barat:

Padalarang– Bandung – Cicalengka

4,56 Kementerian

Perhubungan

Page 76: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-76

NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI

PENURUNAN EMISI

GRK (Juta Ton CO2e)

PENANGGUNG

JAWAB

11 Pembangunan

double-double

track (termasuk

elektrifikasi)

Membangun double-double track

sepanjang35 km

2010-2014 Provinsi DKI Jakarta:

Manggarai – Cikarang

21,21 Kementerian

Perhubungan

12 Pengadaan Kereta

Rel Listrik

(KRL) baru

Pengadaan KRL baru sejumlah:

1.024 unit untuk melayani

Jabodetabeksepanjang 890 km;

640 unit untuk melayani Jawa

Timursepanjang 410 km; dan

256 unit untuk melayani Jawa

Baratsepanjang 150 km

2010-2030 3 provinsi: DKI Jakarta, JawaBarat,

dan Jawa Timur

Penurunan emisi

sebesar:

Jabodetabek

=0,002/tahun

Jawa Timur

=0,001/tahun

Jawa Barat

=0,0005/tahun

Kementerian

Perhubungan

Kementerian

BUMN

13 Modifikasi Kereta

Rel Diesel

(KRD) menjadi

Kereta Rel

Diesel Elektrik

(KRDE)

Terlaksananya modifikasi 25 unit

KRDmenjadi KRDE dengan prediksi

pengurangankonsumsi BBM sebesar

198 liter per km

2010-2011 Provinsi DKI Jakarta 0,00005 Kementerian

Perhubungan

14 Pembangunan Mass

RapidTransitsport (

MRT) JakartaNorth-

South Tahap I

danTahap II

Terbangunnya MRT Tahap I sepanjang

15,1km dan Tahap II sepanjang 8,2 km

2010-2020 Provinsi DKI Jakarta:

Lebak Bulus-Bundaran HI(tahap I)

Bundaran HI-KampungBandan

(tahap II)

2,77/tahun Kementerian

Perhubungan

Pemprov DKI

Jakarta

15 Pembangunan jalur

Kereta

Api (KA) Bandara

Soekarno

Hatta

Terbangunnya jalur KA Bandara

SoekarnoHatta sepanjang 33 km

2010-2020 2 provinsi: DKI Jakarta danBanten,

terdiri atas:

Express line: Manggarai,Bandara

Soekarno Hatta viaPluit

Commuter line: viaTangerang line

dari StasiunTanah Tinggi

0,19/tahun Kementerian

Perhubungan

16 Pembangunan

monorailJakarta

Terlaksananya pembangunan

monorailJakarta sepanjang 12,2 km

untuk Blue Linedan 14,8 km untuk

2010-2020 Provinsi DKI Jakarta 0,52/tahun Kementerian

Perhubungan

Pemprov DKI

Page 77: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-77

NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI

PENURUNAN EMISI

GRK (Juta Ton CO2e)

PENANGGUNG

JAWAB

Green Line Jakarta

17 Pembangunan/pening

katan

dan preservasi jalan

Peningkatan kapasitas jalan

nasionalsepanjang 19.370 km dan

penerapanperservasi jalan nasional

sepanjang 168.999km

2010-2014 Seluruh provinsi 1,10 Kementerian

Pekerjaan

Umum

Page 78: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB II – Tinjauan Pustaka II-78