Upload
vuongcong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Angkutan Umum
Pelayanan angkutan umum adalah sebuah fungsi kota yang sangat
mendasar bagi kehidupan masyarakatnya. Oleh karenanya angkutan
umum merupakan salah satu fasilitas dan layanan yang wajib
disediakan oleh pemerintah. Kebutuhan akan transportasi umum sangat
tergantung pada kerapatan, ukuran, dan pola pemukiman kota. Dengan
demikian, perencanaan angkutan umum harus diintegrasikan dengan
perencanaan yang komprehensif.
Angkutan umum adalah salah satu media transportasi yang digunakan
masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tariff tertentu.
Angkutan umum juga merupakan modal dasar dalam fungsi
permasalahan perkotaan yang dapat terpenuhi dengan cara sistem yang
terorientasi, perencanaan dan pengoperasian yang sistematis.
Perencanaan angkutan umum ini pun biasanya dilakukan dalam konteks
perencanaan multimoda, karena angkutan umum sering berbagi ruang
dengan kendaraan pribadi.
Bus merupakan salah satu alat transportasi publik yang ekonomis.
Pengoperasian sistem angkutan bus memerlukan desain yang mencakup
semua elemen seperti; jaringan (jalanan / pemberhentian / terminal),
jenis kendaraan, dan pengoperasian. Pelayanan bus merupakan
alternatif angkutan umum yang paling diabaikan. Keuntungan terbesar
dari sistem bus adalah bahwa sistem dengan moda ini dapat
menggunakan seluruh jaringan jalan umum, sehingga sangat fleksibel
dalam penerapannya (Giannopoulos, 1989).
Agar sistem angkutan bus dapat beroperasi dengan baik dibutuhkan
rencana yang sesuai dari semua unsur pokok seperti antara lain jaringan
(jalan/halte/terminal), kendaraan dan operasional. Merencanakan
pelayanan bus yang efektif di kota-kota dan wilayah metropolitan
membutuhkan perencanaan yang efisien, pengelolaan yang baik, dan
pemikiran inovatif dalam penyediaan layanan yang menarik kepada
masyarakat, agar mampu membentuk (bersama-sama dengan moda
transit lainnya) suatu alternatif yang kompetitif terhadap penggunaan
mobil pribadi.
Pelaku utama dalam sistem angkutan umum terdiri dari tiga pihak yaitu
Pengguna (user), Pemerintah (regulator), Pelaku Pelayanan (operator)
yang masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Oleh
karenanya ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-2
merencanakan pelayanan angkutan umum untuk memenuhi tujuan dari
masing-masing pihak, antara lain:
1) Dari sudut pandang penumpang, tujuan yang harus dicapai:
a) Meningkatkan keandalan dan ketepatan waktu;
b) Mereduksi waktu perjalanan, meningkatkan kecepatan
perjalanan;
c) Pelayanan transfer penumpang dan kenyamanan harus lebih
baik;
d) Sedikitnya perpindahan moda selama perjalanan;
e) Mereduksi waktu tunggu kendaraan;
f) Terjaminnya keselamatan selama kendaraan beroperasi;
g) Perlindungan terhadap kondisi cuaca yang lebih baik;
h) Sistem yang nyaman dan bersih;
i) Tariff yang murah;
j) Kemudahan akses dengan jarak yang dekat menuju ke stasiun;
k) Meningkatkan informasi serta hubungan antar daerah; dan
l) Keramahan dan kesigapan para staff operator.
2) Dari sudut pandang regulator, hal yang harus didapatkan dalam
penyediaan angkutan umum adalah :
a) Biaya infrastruktur yang rendah;
b) Efisiensi dengan mereduksi jumlah perjalanan secara efektif;
c) Tidak merusak lingkungan;
d) Adanya manfaat untuk pekerja/staff operasi;
e) Keseimbangan hak dan keadilan dalam lingkungan sosial; dan
f) Citra yang baik untuk kota itu sendiri.
3) Dari sudut pandang operator, selain peningkatan pada keselamatan,
keuntungan, dan juga efisiensi. Tiga hal ini dapat dicapai melalui
beberapa hal antara lain :
a) Mengurangi hambatan/gangguan pada pemberhentian bus,
simpang, dan lampu lalu lintas;
b) Mengutamakan hak penggunaan jalan;
c) Mengurangi transfer penumpang serta waktu transfernya;
d) Lajur khusus untuk bus;
e) Peningkatan teknis yang lebih rinci seperti; sistem panduan
yang otomatis, transit yang teradaptasi dengan perubahan
traffic demand.
Sistem angkutan umum dapat dibagi menjadi beberapa kategori
(Vuchic, 1981) yang didasarkan pada:
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-3
a) Karakteristik hak untuk Jalur operasional (ROW)
b) Karakteristik Teknologi Moda
c) Karakteristik Jenis Pelayanan
Kategori berdasarkan hak untuk jalur operasional (ROW) terdiri dari
tiga jenis yaitu:
1) ROW – A : Merupakan jalur yang terpisah dari lalu lintas
umum dan terproteksi secara penuh yang hanya
digunakan untuk moda angkutan massal. Jalur
dengan kategori ini meliputi bentuk terowongan,
jalan/struktur layang atau jalur (jalan atau rel)
pada permukaan tanah yang terproteksi secara
penuh. Karena moda angkutan untuk kategori
ROW-A tidak mungkin menggunakan ROW-B
dan C, maka jalur dari moda ini merupakan sistem
terpandu (rel baja, kecuali untuk moda dengan
roda karet) untuk rangkaian gerbong (kereta)
dengan tenaga penggerak listrik dan dikendalikan
melalui rambu-rambu yang memungkinkan sistem
yang menjamin kapasitas, kecepatan, keandalan
dan keselamatan tinggi.
Sumber: BSTP ( 2011)
Gambar 2. 1. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori
ROW-A
2) ROW – B : Merupakan sistem dengan jalur yang
terpisah/terproteksi sebagian dari lalu lintas
umum. Sistem dengan kategori ini biasanya
berada dipermukaan tanah (median jalan) dengan
jalur terpisah penuh pada arah memanjang, namun
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-4
bercampur denga lalu lintas lainnya pada
persimpangan. Jalur khusus untuk bus (bus lane)
merefleksikan sistem dengan kategori ini yang
umumnya membutuhkan lahan tambahan dan
biaya untuk konstruksinya.
3) ROW – C : Sistem yang operasionalnya bercampur dengan
sistem lalu lintas (moda) lainnya di jalan umum.
Sumber: BSTP ( 2011)
Gambar 2. 2. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori
ROW-B (Jalur Khusus, Hanya Bercampur Dengan Lalu Lintas
Lain di Simpang)
Sumber: BSTP (2011)
Gambar 2. 3. Ilustrasi Angkutan Umum Berbasis Jalan Kategori
ROW-C (Mixed Traffic)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-5
Kategori berdasarkanTeknologi yang direpresentasikan oleh fitur
mekanis dari kendaraan dan jalurnya. Empat fitur yang paling penting
adalah:
1) Pendukung
(Support)
: roda karet untuk di jalan, dan roda baja untuk di
rel;
Sumber: di adaptasi dari berbagai sumber
Gambar 2. 4. Contoh Tehnologi Roda Penggerak dan Variasinya
2) Pemandu
(Guidance)
: kendaraan dipandu oleh pengemudi, atau oleh
jalur pemandu (umumnya pada rel baja/beton);
untuk sistem angkutan rel operasionalnya dipandu
secara mekanis.
3) Tenaga
Penggerak
(Propulsion)
: Sebagian besar tenaga dari kendaraan angkutan
massal digerakkan dengan mesin bakar internal
(ICE) berbahan bakar solar atau bensin dan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-6
dengan motor listrik, tapi ada beberapa sistem
yang digerakkan dengan tenaga magnet (motor
induksi listrik-LIM), kabel penarik/traksi dari
motor pengerak statis.
Sumber: di adaptasi dari berbagai sumber
Gambar 2. 5. Contoh Tenaga Penggerak Mesin Elektrik dan
Magnetik
4) Kendali
(Control)
: perangkat/cara untuk mengatur perjalanan satu
atau semua kendaraan didalam sistem. Kendali
yang paling penting adalah senjang jarak antar
kendaraan diarah memanjang yang bisa dilakukan
secara manual atau visual oleh pengemudi,
manual/rambu oleh pengemudi dengan bantuan
rambu, sistem otomatis dengan tahap awal oleh
pengemudi yang kemudian berfungsi sebagai
pengawas atau benar-benar otomatis total tanpa
pengemudi.
Electric
Electric (Battery)
Magnetic
http://science.howstuffworks.com/tran
sport/engines-equipment/maglev-train1.htm
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-7
Jenis Pelayanan Angkutan Umum meliputi beberapa klasifikasi:
1) Berdasarkan jenis rute dan perjalanan yang dilayani: jarak
pendek, angkutan kota, angkutan regional;
2) Berdasarkan jadwal pemberhentian: Lokal, terbatas (skip
stop,zonal) dan ekspres; dan
3) Berdasarkan waktu dan tujuan pengoperasian: satu hari penuh,
Pelayanan reguler, pelayanan saat waktu puncak atau angkutan
komuter, dan pelayanan khusus untuk acara tertentu (pertemuan
publik, acara olah raga, dan lain-lain).
Teknologi dari sistem angkutan biasanya merupakan aspek yang paling
dikenal dari suatu sistem angkutan umum; masyarakat biasanya
mengetahui apa yang disebut dengan sistem bus, bus listrik (trolley),
trem, bus cepat atau metro, kereta api, dan sebagainya. Pada dasarnya,
di antara ketiga karakteristik dari sistem angkutan (ROW, teknologi dan
jenis pelayanan), ROW merupakan elemen yang paling penting, karena
ROW menentukan keterkaitan kinerja atau biaya dari suatu moda.
Teknologi sistem angkutan merupakan kriteria utama untuk
mendefinisikan tiga kelas umum dari moda transit yang akan dibahas
berikut ini.
Secara umum moda/kendaraan yang lazim dioperasikan sebagai
angkutan umum terdiri dari berbagai macam jenis dan tipe, antara lain :
1) Van dan Conventional Bus;
Angkutan umum ini dioperasikan tanpa
jalur khusus, namun mempunyai rute
masing-masing dan dapat mencapai ke
jalur-jalur yang lebih spesifik dan kecil,
sehingga cakupan wilayah OD-nya lebih
banyak namun lebih spesifik dan dapat menjangkau area yang
kecil.
2) Bus Rapid Transit (BRT);
Bus yang mempunyai sistem operasi jalur
eksklusif/terpisah dari jalur kendaraan atau
angkutan lain pada permukaan jalan.
3) Light Rail Transit (LRT);
Angkutan umum ini berbentuk kereta
pendek yang dioperasikan pada rel listrik
khusus dan beroperasi secara single untuk
tiap moda-nya.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-8
4) Trams;
Trams dapat didefinisikan sebagai salah
satu jenis dari LRT, tapi trams mempunyai
ukuran yang lebih kecil.
5) Underground Metro;
Kereta api yang dioperasikan secara
khusus dibawah tanah, biasa disebut
sebagai kereta api bawah tanah.
6) Elevated Rail Transit;
Kereta ini mempunyai sistem khusus, yang
mana operasinya dijalankan dengan
struktur layang (aerial structure). Kereta
ini beroperasi pada jalur khusus yang
diatas tanah, biasanya dilokasikan secara
khusus.
7) Sub-Urban Rail;
Angkutan umum ini dijalankan pada jalur khusus dan terpisah dari
kendaraan lain dan berjalan pada permukaan jalan. Biasanya sub-
urban rail dioperasikan untuk perjalanan OD urban dan sub-
urban. Sehingga perjalanan yang dilakukan relatif lebih panjang
dan jauh.
8) Personal Rapid Transit;
Angkutan ini didasarkan pada sistem angkutan penumpang yang
diusahakan untuk mengkombinasikan antara kendaraan
transportasi publik dan kendaraan transportasi pribadi
B. Pengembangan Angkutan Massal Di Perkotaan
Sistem angkutan umum perkotaan merupakan bagian terpadu dari
sistem kota yang menyusun interaksi timbal balik antara pola tata guna
lahan dan ekonomi kota (lokasi perumahan, pusat bisnis, pusat
perbelanjaan, sekolah, dan lain-lain) berikut atribut populasinya
(struktur, kepemilikan kendaraan, kepadatan, dan lain-lain) dengan
sistem transportasi (jaringan jalan, sistem angkutan umum, dan lain-
lain). Dalam hal ini setiap perubahan yang terjadi baik di dalam sistem
transportasi maupun di dalam sistem tata guna lahan akan
menyebabkan perubahan menuju titik keseimbangan baru.
Pengembangan sistem angkutan di suatu kota harus dimulai dengan
identifikasi masalah yang tidak terlepas dari posisi sistem angkutan
umum dalam sistem ekonomi kota. Tidaklah efisien jika penyelesaian
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-9
masalah hanya didasarkan kepada perbaikan sistem operasi, dengan
menisbikan permasalahan lain dalam pengusahaan angkutan umum,
penataan ruang kota, dan lain sebagainya.
Idealnya penyelenggaraan angkutan umum perkotaan didasarkan pada
jaringan trayek yang berjenjang sesuai dengan pola dan besar
pergerakan penumpang yang hendak dilayani. Pola perjalanan angkutan
penumpang di perkotaan sangat dipengaruhi oleh tata ruang yang
direncanakan untuk kota tersebut, karena lokasi ruang kegiatan dan
perumahan akan sangat mempengaruhi asal-tujuan perjalanan yang
dilakukan.
Pada prinsipnya, dalam hirarki sistem angkutan umum, maka armada
yang lebih kecil menjadi pengumpan (feeder) bagi sistem angkutan
yang lebih besar.
Pada dasarnya pilihan angkutan umum adalah pilihan terhadap wajah
kota di masa datang. Jenis angkutan umum yang dipilih akan memiliki
dampak yang besar terhadap masalah kemacetan, tingkat polusi,
keterjangkauan dan lingkup pelayanan bagi penduduk kota.
Perbedaan diantara berbagai teknologi angkutan massal perkotaan
sangat tipis dan ada beberapa pendekatan yang berbeda yang dapat
digunakan untuk membedakan moda dan karakteristik berbagai sistem
angkutan massal perkotaan.
Selain karakteristik biaya, kapasitas dan teknologi yang lazim
digunakan untuk menjabarkan sistem angkutan massal perkotaan, jarak
antar setasiun/halte/stop, ROW, cakupan operasional dan sistem
pemandu juga merupakan karakteristik yang dapat digunakan.
Terdapat beberapa alternatif teknologi sarana angkutan umum massal
yang telah dilaksanakan di beberapa negara dan mungkin juga dapat
diterapkan, diantaranya beberapa sarana angkutan massal tersebut yang
meliputi Bus Rapid Transit atau Busway, Light Rail Train, Elevated
Rail dan Underground Metro, dimana sarana-sarana angkutan umum
massal tersebut memiliki kelebihan masing-masing jika dilihat dari segi
kapasitas, namun juga memiliki beberapa kendala dari segi besarnya
biaya investasi seperti halnya yang disampaikan pada Gambar 2. 6.
Karakteristik-karakteristik penting yang mencirikan angkutan umum
perkotaan merupakan sistem angkutan massal adalah, penggunaan
ruang yang sangat efisien, kecepatan dan kapasitas operasional yang
tinggi, integrasi antar moda baik sistem (transaksi) maupun fisik,
standar tingkat pelayanan yang tinggi dari:
1) Setasiun/terminal & titik transfer
2) Kebersihan
3) Citra dari sistem
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-10
4) Sistem Informasi bagi pengguna
5) Kendali terhadap iklim
6) Integrasi moda
7) Integrasidengan guna lahan utama.
Sumber: Wright ,L. (2004)
Gambar 2. 6. Alternatif Teknologi Moda Transportasi
Seperti yang disampaikan pada paragraf sebelumnya bahwa setiap
moda sarana angkutan umum massal tersebut memiliki kelebihan
masing-masing terutama dalam hal kapasitas, namun disatu sisi lain
memiliki kendala dalam halnya besarnya biaya investasi. Tabel 2. 1 dan
Tabel 2. 2berikut menunjukkan perbandingan biaya berdasarkan moda
di beberapa kota besar di dunia.
Rail Metro dan MRT merupakan salah satu alternatif moda yang dapat
digunakan dalam mengatasi permasalahan penyediaan sarana
transportasi, jika dilihat dari segi kapasitas, yaitu mempunyai kapasitas
rata-rata penumpang yang lebih besar apabila dibandingkan dengan
moda-moda lainnya seperti halnya busway
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-11
Tabel 2. 1. Kinerja dan Biaya Alternatif Angkutan Massal
Perkotaan
Sumber: Wright, L. & Fjellstrom, K. (2003)
Tabel 2. 2. Perbandingan Biaya Alternatif Moda Transportasi
Kota Biaya Kapasitas Ratio
Keterangan ($ juta/km) (ribu pnp/arah) Biaya Kapasitas
Caracas 90.25 32.40 112.8 1.08 Rail Metro
Bangkok 73.59 50.00 92.0 1.67 Rail Metro
Mexico 40.92 39.30 51.2 1.31 Rail Metro
Kuala Lumpur 50.00 30.00 62.5 1.00 Light Rail
Tunis 13.30 12.00 16.6 0.40 Light Rail
Recife 11.60 36.00 14.5 1.20 Sub Urban Rail
Conversion
Quito 10.30 15.00 12.9 0.50 Busway
Bogota 5.20 35.00 6.5 1.17 Busway
Porto Alegre 1.00 20.00 1.3 0.67 Busway
Jakarta 0.80 30.00 1.0 1.00 Busway
Jakarta 65.7 45.00 82.1 1.50 MRT
Jakarta 4.35 9.20 5.4 0.31 Jalan Tol
Jakarta 8.9 30.00 11.1 1.00 KA
Sumber: Janes Urban Transport System, SAPROF 2004
EXAMPLE CARACAS (LINE 4)
BANGKOK (BTS)
MEXICO (LINE B)
KUALA LUMPUR (PUTRA)
TUNIS (SMLT)
RECIFE (LINHA SUL)
QUITO BUSWAY
BOGOTA (TRANSMILENIO,
PHASE 1)
PORTO ALEGRE BUSWAYS
Category Rail
Metro Rail
Metro Rail Metro Light Rail Light Rail
Suburban rail
conversion Busway Busway Busway
Technology Electric
Steel rail Electric
Steel rail
Electric rubber
tyre
Electric Driverless
Electric Steel rail
Electric Steel rail
AC Electric duo-trolleybus
Articulated diesel buses
Diesel buses
Length (km) 12.3 23.1 23.7 29 29.7 km 14.3 11.2 (+ext 5.0) 41 25
Vertical segregation
100% tunnel
100% Elevated
20% elevated
55% at grade
25% tunnel
100% elevated
At grade
95% at grade
5% elevated
At grade, Partial signal
priority
At grade, Mainly
segregated
At grade No signal
priority
Stop Spacing (kms) 1.5 1 1.1 1.3 0.9 1.2 0.4 0.7 0.4
Capital cost, ($m) of which:
1,110 1,700 970 1,450 435 166 110.3 213
(inf only) 25
Infrastructure/TA/ Equipment ($m)
833 670 560 n.a 268 149 20 322 25
Vehicles ($m) 277 1,030 410 n.a. 167 18 80 (113 vehs) Not included
(private operation)
Not included (private
operation)
Capital cost/route km. ($m)
90.25 73.59 40.92 50 13.3 11.6 10.3 5.2 1
Initial (ultimate) vehicles or trains / hour /direction
20 (30) 20 (30) 13 (26) 30 n/a 8 40 (convoy
operation planned)
160 n.a.
Initial maximum pass capacity
21,600 25,000 19,500 10,000 12000 9,600 9,000
20,000
Maximum pass. carrying capacity
32,400 50,000 39,300 30,000 12000 36,000 15,000 35,000 20,000
Ave operating speed (kph)
50 45 45 50 13/20 39 20 20+ (stopping)
30+ (express) 20
Rev/operating cost Ratio
n.a. 100 20 >100 115% in
1998 n.a 100 100 100
Ownership Private (BOT)
Public Private
(BOT) Public
Private, (BOT)
Public Public Public (BOT
under consideration
Public infrastructure,
private vehicles
Public infrastructure
, private
vehicles
Year completed 2004 1999 2000 1998 1998 2002 1995
(ext 2000) 2000
(1998 prices) Mostly 1990s
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-12
C. Angkutan Massal Berbasis Jalan (Bus Rapid Transit/BRT)
Secara definisi terdapat beberapa terminologi yang dapat digunakan.
Definisi yang paling mendasar dari BRT adalah moda angkutan umum
cepat yang mampu mengkombinasikan kualitas angkutan massal
berbasis rel dengan tingkat fleksibilitas dari angkutan bus (TRB-a,
2003). Lebih spesifik BRT didefinisikan sebagai bentuk angkutan
massal cepat yang fleksibel dengan roda dari karet yang
mengkombinasikan halte, kendaraan, layanan, jalur, dan elemen sistem
transportasi cerdas (ITS) kedalam sistem yang terpadu dengan identitas
dan citra yang baik. Sehingga BRT merupakan suatu sistem yang fitur,
layanan dan kemudahannya terpadu yang mampu meningkatkan
kecepatan tempuh, keandalan dan identitas angkutan umum bus
(TRB, 2007).
Karena BRT adalah sistem angkutan umum bus yang cepat, aman,
nyaman dan terjangkau yang menggunakan ruang jalan seefisien
mungkin untuk mengangkut penumpang pada jalur utama (trunk), maka
termasuk kedalam definisi ini adalah tindakan pemberian prioritas pada
bus secara konvensional seperti jalur khusus bus. Pada ruas jalan
dengan sistem BRT disediakan lajur eksklusif yang dirancang dan
direkayasa untuk memisahkannya dari sistem lalu lintas lain seperti
kendaraan pribadi bermotor dan tidak bermotor.
Karena sistem BRT merupakan moda angkutan umum cepat yang
fleksibel, maka terdapat beberapa variasi dari sistem ini yang
tergantung pada jenis prasarana yang disediakan dan jenis bus yang
beroperasi pada jalur bus khusus tersebut. Karakteristik BRT secara
umum meliputi :
1) Menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat;
2) Penarikan ongkos yang efisien;
3) Halte dan stasiun yang nyaman;
4) Teknologi penggerak bus ramah lingkungan;
5) Integrasi moda;
6) Identitas pemasaran modern; dan
7) Layanan pengguna yang sangat baik.
Secara fisik, ciri utama dari BRT ditunjukan dari pengoperasiannya
pada lajur terpisah dan eksklusif, baik pada permukaan maupun layang
atau bawah tanah dan menggunakan teknologi bus yang dimodernisasi.
Adapun ciri-ciri utama lainnya adalah:
1) Jalur yang terpisah dari lalu lintas lain, baik terpisah secara
struktur maupun hanya marka;
2) Penandaan secara jelas dan mudah dikenali dan tampilan
informasi yang jelas;
3) Mendapat prioritas disetiap persimpangan;
4) Integrasi moda disetiap halte;
5) Pemberhentian yang mudah dijangkau, aman, dan menarik;
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-13
6) Penumpang dapat naik/turun secara cepat;
7) Teknologi bus yang modern dan bersih;
8) Stasiun dan terminal yang bersih, aman, dan nyaman;
9) Kendaraan yang mudah dinaiki, menarik, dan ramah lingkungan;
10) Pengumpulan pembayaran yang efisien. (e-ticketing system);
11) Jadwal yang tetap dan sepanjang hari; dan
12) Petugas dan awak kendaraan berseragam serta tampil profesional.
BRT sangat tepat diperuntukan bagi berbagai kota dengan kondisi
antara lain:
1) Kota besar dengan koridor sekundernya dapat difungsikan sebagai
layanan pengumpan (feeder service) bagi angkutan massal
berbasis kereta api;
2) Kota sedang dengan permintaan penumpang pada koridor primer
mencapai 20.000 – 25.000 pnp/jam/arah;
3) Kota kecil, bus jalur khusus dapat berfungsi untuk membentuk
struktur pengembangan kota baru;
Beberapa kelebihan dari BRT dibandingkan dengan angkutan massal
berbasis rel (sistem Metro/MRT) adalah sistem angkutan massal yang
fleksibel dengan biaya rendah (2%) dari biaya investasi awal angkutan
massal berbasis rel/Metro), cakupan wilayah pelayanannya lebih luas.
pengembangan dan pembangunannya lebih cepat. Selain itu perubahan
atau perluasan dari sistem ini dapat dilakukan dengan lebih murah dan
waktu yang lebih singkat.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, BRT merupakan sistem yang
terdiri dari berbagai komponen teknologi dan operasional. Oleh
karenanya penerapannya perlu disesuaikan dengan kondisi lapangan
yang ada. Tabel 2. 3 menunjukkan variabilitas dari sistem BRT
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-14
Tabel 2. 3. Variasi sistem BRT
Elemen Sistem Bus only
Lane
Light BRT Medium
Capacity BRT
High Capacity BRT
Derajat
Pemisahan
Terbatas Signifikan Penuh Penuh
Jalur menyalip
di Halte
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
Karakteristik
Halte
Sederhana
dan rambu
Disisi jalan,
sejajar dgn lantai
bus, tersedia
informasi
penumpang
Di Median,
sejajar dgn
lantai bus,
tersesia
informasi
penumpang di
dalam bus
Di Median, sejajar dgn
lantai bus, tersedia
informasi penumpang,
tambahan fitur
keselamatan dan
keamanan
Informasi
pengguna
Tersedia di
tempat henti
Tersedia di Halte Tersedia di
halte dan
didalam bus
Tersedia di halte dan
didalam bus
Cara
pembayaran
Didalam bus Didalam bus Di Halte Di Halte
Media tiket kertas Kertas atau kartu
pintar
Kartu pintar Kartu pintar
Sistem operasi terbuka terbuka Terbuka/tertut
up
Tertutup
Rencana
operasional
pada lingkup
wilayah
Tidak/banya
k operator
Tidak/banyak
operator
Ya/operator
tunggal
Ya/operator tunggal
Rute
buspengumpan
Tidak ada Tidak ada Beberapa
buspengumpa
n
Banyak
buspengumpan
Jenis kendaraan Campuran Berlantai semi
rendah/rendah
Berlantai semi
rendah/rendah
Berlantai semi
rendah/rendah,
bustemple
Layanan Reguler Reguler Reguler+prem
ium
Reguler+premium
Sumber:ADB (2008)
D. Prasarana Angkutan Massal Berbasis Jalan
1. Bentuk/Tipe Jaringan Angkutan Umum
Secara prinsip ada tiga bentuk dasar dari jaringan angkutan
massal berbasis jalan raya yaitu;
(a) Radial;
(b) Ortoghonal/Grid;
(c) Kombinasi (Mixed).
Dari ketiga bentuk dasar tersebut hampir dapat dipastikan tidak
ada suatu wilayah (kota) yang benar-benar secara murni
memiliki salah satu bentuk jaringan diatas. Namun pada
umumnya bentuk jaringan yang ada merupakan kombinasi dari
bentuk radial dan grid. Pada berbagai kota di beberapa negara,
pada wilayah pusat kota (kawasan CBD) umumnya jaringan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-15
angkutan massal berbasis jalan berbentuk sistem grid. Hal ini
dikarenakan mengikuti bentuk sistem jaringan jalan yang ada.
2. Pola Trayek pada jaringan angkutan umum perkotaan
Menyesuaikan dengan struktur dan pola ruang kota dapat
dikembangkan berbagai jenis trayek angkutan umum yang pada
akhirya akan membentuk suatu jaringan pelayanan angkutan
umum perkotaan. Untuk angkutan umum berbasiskan rel,
trayeknya cenderung linier (mendekati garis lurus) untuk suatu
jarak pelayanan yang relatif cukup jauh. Pola trayek seperti ini
dikarenakan sifat dan fungsi angkutan yang bersifat massal dan
mobilitas tinggi serta keterbatasan munuver armadanya.
Sementara trayek angkutan umum jalan cenderung mengikuti
sistem jaringan jalan yang membentuk struktur suatu kota.
Secara umum beberapa pola trayek yang dapat dikembangkan
ditunjukan dalam Gambar 2. 8.
Sumber: Khisty, C.J. (1990)
Gambar 2. 7. Tipe Jaringan Angkutan Umum Perkotaan
Koneksi Langsung
Tipe Jaringan Trunk + Feeder
Tipe Jaringan grid
Tipe Jaringan Kombinasi
CENTRAL AREA
CENTRAL AREA
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-16
Sumber:Proceed (2009)
Gambar 2. 8. Pola Trayek Angkutan Umum
3. Struktur jaringan
Penyediaan pelayanan angkutan massal merupakan suatu
tantangan tersendiri yang terkait dengan efisiensi sistem dan
efektifitas biaya operasional. Melayani wilayah terpadat dari
suatu kota berarti membutuhkan jumlah armada yang besar
dengan kapasitas tinggi, sedangkan untuk wilayah dengan
kepadatan lebih rendah akan lebih ekonomis bila dilayani oleh
kendaraan dengan kapasitas yang lebih kecil. Akan tetapi
pengguna dilain pihak lebih memilih untuk tidak dipaksa
melakukan perpindahan moda (transfer) karena akan menambah
biaya dalam bentuk waktu dan kemudahan perjalanan. Sehingga
dalam perencanaan angkutan massal harus diciptakan
kesimbangan antara berbagai kebutuhan yang berbeda ini.
Secara umum ada tiga opsi dalam struktur jaringan yaitu;
a) Struktur jaringan Trunk&feeder;
b) Struktur jaringan langsung (Direct);
c) Struktur Kombinasi (Mix of trunk-feeder and direct/hybrid).
SuburbA
City centre
SuburbB
Loop line
Suburb
City centre
Radial line
City centre
Suburb
Ring line
SuburbA
City centre
SuburbB
SuburbCTangential line
SuburbA
City centre
SuburbB
Cross-city line
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-17
Sumber: ITDP (2007)
Gambar 2. 9. Struktur Jaringan Pelayanan
Strukur Trunk&feeder menggunakan kendaraan dengan
kapasitas lebih kecil untuk wilayah dengan kepadatan yang lebih
rendah dan kendaraan dengan kapasitas lebih besar untuk
koridor-koridor dengan kepadatan lebih tinggi. Pengguna yang
menggunakan sistem trunk-feeder harus melakukan perpindahan
moda pada terminal/shelter, sedangkan pada sistem trayek
langsung kebutuhan kendaraan pengumpan dan perpindahan
moda tidak terlalu besar, karena umumnya pengguna akan
dilayani dari tempat asal sampai dengan tujuan perjalannya.
4. Titik Halte
Halte merupakan titik utama interaksi penumpang dengan sistem
angkutan umum sehingga membutuhkan perhatian yang khusus
dalam perancangan dan fungsinya. Halte harus merupakan
bagian yang menarik dari ruang jalan dan menunjukkan citra
yang kuat dan berkualitas dari sistem angkutan umum. Sarana
seperti perangkat sistem karcis, loket penjualan karcis, akses
bagi penumpang berkebutuhan khusus, perambuan dan estetika
merupakan elemen-elemen penting yang membutuhkan
rancangan yang prima seperti yang ditunjukan dalam
Gambar 2. 10.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-18
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Gambar 2. 10. Contoh Ilustrasi Halte
5. Akses menuju Halte
Keterpaduan yang baik antara halte
dengan lingkungan sekitarnya
merupakan hal yang sangat penting
dalam proses perancangangannya
seperti akses menuju halte merupakan
cermin keseluruhan dari
pengalamanmenggunakan suatu
pelayanan angkutan umum. Hal
lainnya yang tidak kalah penting
adalah pencahayaan yang baik dan
jalur pejalan kaki yang aman.
Konsep akses menuju halte BRT
bukan hanya masalah rancangan tapi yang lebih utama adalah
cerminan kesetaraan antara pengguna angkutan
umum dengan pengguna kendaraan pribadi.
Sehingga merancang kesetaraan penggunaan
ruang jalan merupakan pertimbangan utama.
Oleh karena itu pendekatan rancangannya
semaksimal mungkin berupa penyeberangan
sebidang menuju halte. Dengan menerapkan
pendekatan ini secara tidak langsung juga
dapat meningkatkan keselamatan dan
mengurangi kebisingan di lingkungan
kota. Bila jalur BRT berada pada jalan
arteri dengan kecepatan lalu lintas
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-19
melebihi 60 km/jam, maka perlu dibuatkan jembatan
penyeberangan dengan menggunakan escalator.
6. Terminal Terpadu/Multimoda
Terminal terpadu/multimoda adalah tempat melakukan
transfer/transit antar moda. (misalnya dari kereta api ke bus).
Terminal dengan fungsi lalu lintas dan perkotaan juga dapat
dikatakan sebagai terminal terpadu (integrated terminal)
(Gambar 2. 11).
Terminal terpadu dengan MRT/kereta api dan busway adalah yang
paling potensial dalam konteks pembangunan perkotaan/Transit
Oriented Development (TOD) (Gambar 2. 12 - Gambar 2. 14).
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 11. Fungsi Terminal Terpadu/Multimoda
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-20
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 12. Contoh Terminal Terpadu/TOD (Sinjuku, Tokyo)
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 13. Contoh Terminal Terpadu/TOD (Shin-Yokohama,
Yokohama)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-21
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 14. Contoh Terminal Terpadu/TOD (Sakae, Nagoya)
E. Sistem Pemandu Bus
Untuk mempercepat dan mempermudah
menaik/turunkan penumpang di halte serta
meminimalkan tumbukan dengan paltform
halte, dapat digunakan sistem pemandu
berbentuk roda horizontal. Dengan
menggunakan roda pemandu ini juga dapat
mengurangi lebar lajur disepanjang halte.
Agar lebih baik, sebaiknya sistem suspensi
bus menggunakan sistem suspensi udara
sehingga kerataan antara lantai bus dan lantai
halte tetap terjaga.
F. Pusat Kendali
Tujuan dari suatu pusat kendali adalah untuk memantau dan untuk
mengendalikan operasional armada bus.Pada saat armada bus
memasuki sistem BRT, mereka langsung berada langsung dibawah
kendali sistem dan bukan pemilik. Sistem kendali menggunakan
perangkat lacak GPS untuk menginformasikan posisi dari bus yang
selalu terpantau di pusat kendali secara visual pada layar monitor.
Bentuk teknologi pemantau sangat bervariasi dari yang berisfat
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-22
sederhana dan umum dimana komunikasi antara pusat kendali dengan
masing-masing bus dilakukan secara manual hingga teknologi
pemantau menggunakan tehnologi canggih yang dilakukan secara
otomatis. Namun efektifitas dari pengendalian operasi tidaklah
didasarkan dari teknologi yang digunakan, tapi berdasarkan bagaimana
sistem tersebut sesuai dengan maksudnya. Secara skematis mekanisme
operasional dari pusat kendali sistem BRT ditunjukan dalam Gambar 2.
15. Perangkat GPS yang dipasang pada setiap bus secara menerus
memberikan informasi lokasinya sepanjang rute perjalanan.
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 15. Mekanisme Operasional Pusat Kendali Sistem BRT
G. Pengumpulan dan teknologi sistem Karcis
Untuk meningkatkan efektifitas operasional dari
sistem BRT, penggunaan kartu/karcis elektronik
untuk sistem transaksinya sangat dianjurkan karena
teknologi tersebut saat ini sudah sangat lazim dan
terjangkau. Pengguna BRT hanya perlu membayar
dan menyimpan biaya awal (deposit) kedalam kartu
elektronik tersebut dan setiap saat dapat ditambahkan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-23
nilainya sesuai dengan kebutuhan. Peggunaannya
relatif sederhana.Penumpang cukup menempelkan
kartu tersebut ke alat yang dipasang pada gerbang
transaksi masuk dan keluar sistem BRT. Alat baca
tersebut akan mengurangi jumlah uang yang berada
dalam kartu sesuai dengan jarak tempuh
penggunaannya. Dalam hal berpindah moda atau
rute, maka sistem tidak akan mengurangi jumlah
uang selama dalam rentang waktu yang ditetapkan
(mis. 5–10 menit). Dengan sistem transaksi
elektronik, maka perpindahan antar moda menjadi
mudah tanpa perlu melakukan transaksi berkali kali.
Konsekuensi dari penggunaan sistem transaksi
elektronik adalah perlunya sistem keamanan yang
ekstensif, operasional yang akurat dan presisi, dan
prosedur pemeliharaan untuk mengelola uang
elektronik. Penerapan dan pengoperasian sistem
seperti ini, umumnya dilakukan oleh unit khusus
yang dibentuk dan bertanggung jawab terhadap pendapatan dari karcis,
pengelolaan administrasi finansial sistem BRT. Selain itu unit ini juga
bertugas untuk melakukan distribusi pendapatan ke berbagai operator
didalam sistem BRT sesuai dengan protokol yang berlaku.
H. Citra dari Sistem (System Branding and Image)
Perencanaan angkutan massal berbasis jalan
yang modern harus disertai dengan prinsip
mengambil pangsa pasar yang signifikan
melalui konsep pencitraan dan identitas yang
prima untuk menciptakan kesadaran publik
terhadap sistem ini. Dengan disiapkannya
identitas yang kuat dan informasi yang baik dan ramah akan
menciptakan ikatan yang kuat dengan pelanggan dari sistem ini. Sistem
ini melalui konsep citra dan identitas
yang kuat tersebut harus dikenali oleh
publik sebagai sistem yang handal dan
mudah serta merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-
hari masyarakat. Hal ini mudah untuk
dicapai melalui promosi, acara atau
kegiatan masyarakat dan lain sebagainya.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-24
I. Teknologi Moda
Pemilihan teknologi, penyediaan dan pengoperasian kendaraan
merupakan hal yang rumit dan bergantung pada faktor hukum,
operasional, kelembagaan dan strategi yang berbeda untuk setiap kasus.
Pemilihan teknologi moda (bus) merupakan hal penting, dan pemilihan
jenis bus sebagian akan ditentukan dari analisis pendahuluan mengenai
kebutuhan kapasitas dan rancangan sistem angkutan massal berbasis
jalan. Spesifikasi teknologi bus akan mempengaruhi biaya operasional
dan kinerja lingkungan. Keputusan mengenai teknologi bus harus
dibuat dengan sangat rinci agar mudah untuk dievauasi dan disetujui.
Lazimnya regulator hanya memberikan spesifikasi karakteristik kinerja
bus, dan keputusan akhir mengenai teknologi dan fabrikasinya
diserahkan kepada operator yang akan menjalankan sistem. Aspek
teknis yang ditentukan umumnya mencakup standar emisi minimum
(contoh Euro II), dimensi bus, ukuran dan mekanisme operasi pintu,
konfigurasi tempat duduk, warna, dan variabel lainnya.
Karena armada (bus) merupakan komponen utama dari rancangan
pelayanan, kualitas dan efesiensi dari bus akan memberikan dampak
yang besar pada tingkat pelayanan pada penumpang dan biaya operasi.
Biaya awal (investasi) armada bukanlah satu-satunya kriteria aspek
biaya, karena penambahan biaya operasional yang nampaknya kecil
dapat saja melebihi biaya dari penghematan pada aspek investasi
sepanjang waktu layanannya. Bus sebaiknya dirancang dengan konsep
yang modern, memiliki pendingin udara dan memiliki perangkat yang
modern seperti penggunaan suspensi udara, transmisi otomatis dengan
“rem” hidrolis dan perangkat pemantau bagi pengemudi
J. Dimensi dan Kapasitas
Dimensi bus dan spesifikasi rancangan pintu
sangat tergantung dari besarnya arus
penumpang pada sistem yang akan
dioperasikan. Opsi-opsi standar meliputi:
1) Jenis Van (10 penumpang);
2) Jenis minibus (30 penumpang);
3) Jenis bus standar (70 penumpang);
4) Jenis bus tempel (160 penumpang); dan
5) Jenis bus tempel-ganda (270 penumpang).
Gambaran kapasitas penumpang per jenis kendaraan diatas hanya
merupakan perkiraan, karena kapasitas sebenarnya akan sangat
bergantung pada susunan tempat duduk dan tempat berdiri. Ukuran
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-25
kendaraan harus sesuai dengan
permintaan penumpang sedemikian
rupa sehingga juga memberikan
layanan frekuensi yang sesuai. Sistem
bervolume tinggi mungkin akan
memerlukan moda yang lebih besar
(bus tempel atau tempel-ganda) dan
layanan frekuensi tinggi. Sistem
bervolume lebih rendah juga harus
tetap dengan layanan frekuensi tinggi,
namun tentunya dengan jenis bus
yang lebih kecil. Armada bus harus
menerapkan rasio penumpang berdiri
dan duduk yang sesuai dan seimbang
untuk menjamin kenyamanan
penumpang jarak jauh dan jarak
dekat. Rancangan ruang akses
didalam bus juga penting untuk
memudahkan dan mempercepat penumpang turun dari bus. Untuk
pelayanan yang jarak tempuhnya relatif jauh sangat dianjurkan untuk
menyediakan tempat duduk yang nyaman dengan jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan bus perkotaan lainnya untuk menjamin
kualitas pelayanan dan mempertahankan citra sistem angkutan massal
yang prima dan memenuhi standar layanan sistem angkutan massal.
Idealnya regulator hanya menentukan kualitas-kualitas khusus, seperti
standar emisi, daripada menetapkan teknologi yang spesifik bagi
operator. Operator perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti
biaya bahan bakar, ketersediaan bahan
bakar, perawatan, keandalan, waktu
pengisian bahan bakar, dan kinerja.
Begitu pula, tiap operator harus mampu
memilih pabrik sesuai dengan
kemampuan dari operator.
Perioda layan maksimal dari moda juga
perlu ditentukan untuk membantu
memelihara kualitas sistem secara
jangka panjang dan juga menjamin
bahwa semua operator swasta
berkompetisi pada basis yang sama. Ada
kencenderungan yang cukup besar
terhadap penggunaan bus berlantai
rendah akhir-akhir ini, khususnya di
Eropa dan Amerika Utara. Bus jenis ini relatif mampu mempercepat
naik turunnya penumpang tanpa perlu pintu naik-turun untuk masuk
halte.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-26
K. Sistem Pemandu
Keistimewaan rancangan bus lainnya yang
telah membuatnya dikenal baik adalah
sistem pemandu mekanis. Sistem di kota-
kota seperti Essen-Jerman dan Adelaide-
Australia menerapkan sistem pemandu
mekanis untuk meningkatkan kecepatan
dan keandalan bus. Sistem ini terdiri dari
jalan (track) khusus bus yang memandu
bus melalui roda horizontal yang terpasang pada kedua sisi bus. Sistem
pemandu tersebut memberikan beberapa keuntungan dalam hal
kecepatan dan pengurangan kebutuhan lebar lajur khusus.
Sebagai catatan penerapan sistem pemandu ini perlu dikaji secara
khusus untuk kota-kota di negara berkembang yang berpenduduk padat
agar tidak berdampak pada target kecepatan tempuh yang diharapkan.
L. Rancangan Eksterior dan Interior
Estetika teknologi bus haruslah
menjadi komponen eksplisit dari
rancangan dan penetapan spesifikasi.
Gaya, warna, dan keistimewaan-
keistimewaan estetika akan sangat
mempengaruhi persepsi publik
mengenai sistem tersebut. Beberapa
pabrikan bus saat ini meniru
keistimewaan dari rancangan sistem
kereta ringan (LRT). Hanya dengan
menutupi roda dan membungkus
badan dari bus dengan rancangan
yang menarik, para pabrikan bus ini
sudah sangat meningkatkan daya
tarik produk mereka.
Rancangan interior, dari perspektif pelanggan, jauh lebih penting
daripada komponen-komponen penggerak bus. Rancangan interior akan
secara langsung mempengaruhi kenyamanan, kapasitas penumpang,
keamanan, dan keselamatan. Jumlah ruang yang diberikan untuk berdiri
dan tempat duduk haruslah berdasarkan perkiraan jumlah arus
penumpang, khususnya pada saat jam puncak. Lebar gang/lorong juga
menjadi bagian yang penting. Tempat duduk yang menghadap ke
samping dan bukannya menghadap ke depan bisa memberikan ruang
bagi penumpang yang berdiri. Penempatan perangkat untuk pegangan
(lubang pegangan, pita pengikat, dan lain-lain) harus dipertimbangkan
bagi penumpang yang berdiri. Konfigurasi tertentu harus dibuat untuk
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-27
menyediakan kebutuhan penumpang yang cacat atau renta. Pintu masuk
halte yang landai merupakan hal yang penting, namun ruang interior
yang cukup untuk kursi roda juga penting. Dengan akses menuju halte
yang landai, sepeda dapat dengan mudah naik, khususnya pada jam
tidak sibuk. Ruang yang diperbolehkan untuk sepeda juga bisa menjadi
ruang terbuka yang efektif bagi penumpang yang berdiri selama perioda
jam puncak.
M. Sistem Penggerak dan Jenis bahan bakar
Berbagai pemerintahan dan penganjur teknologi bersih memandang
sistem angkutan massal berbasis jalan (BRT) berpotensi untuk
menggunakan teknologi (kendaraan) ramah lingkungan. Karena
keuntungan dari pengoperasian sistem BRT berpotensi untuk
meningkatkan sistem pengoperasian kendaraan yang jauh lebih ramah
lingkungan tanpa mengurangi potensi keuntungan pelayannya. Namun,
aspek keuntungan ini merupakan hal yang khusus, dan teknologi ramah
lingkungan ini serta merta tidak bisa dipaksakan pada sistem BRT tanpa
terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap dampak dari teknologi
tersebut terhadap kualitas layanan, keuntungan sistem, transparansi
proses pengadaan kendaraan, dan faktor lainnya. Pilihan teknologi
sistem penggerakdan bahan bakar akan berdampak besar pada biaya
operasi, biaya pemeliharaan, infrastruktur pendukung, serta tingkat
emisi. Kondisi lokal juga menetukan pilihan jenis bahan bakar dimana
ketersediaan bahan bakar dan pengalaman dalam merawat teknologi
kendaraan tertentu merupakan faktor kunci. Opsi sistem penggerak bus
mencakup (ITDP, 2007):
1) diesel murni;
2) gas alam terkompresi (CNG);
3) gas bahan bakar cair (Liquid petroleum gas /LPG);
4) hibrid-listrik;
5) listrik; dan
6) sel bahan bakar.
Opsi jenis bahan bakar yang saat ini paling lazim dipertimbangkan
untuk digunakan pada kendaraan angkutan umum:
1) Standard diesel;
2) Clean diesel;
3) Compressed natural gas (CNG);
4) Liquid petroleum gas (LPG);
5) Electric trolley-bus;
6) Bio-diesel;
7) Ethanol;
8) Hybrid-electric (diesel-electric and CNGelectric);
9) Hydrogen (fuel cell technology).
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-28
Sumber: (ITDP, 2007)
Gambar 2. 16. Jenis-jenis bahan bakar
N. Konsep Sistem Transportasi Yang Ramah Lingkungan dan Hemat
Energi
Isu perubahan iklim dan pemanasan global semakin mendapat perhatian
masyarakat dunia. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran dan upaya terhadap pengurangan emisi
sebagai akibat aktifitas manusia. Upaya yang serius telah dan sedang
diupayakan melalui konvensi UNFCCC dan Protokol Kyoto Protocol.
Pada pertemuan G-20 di Amerika Serikat secara resmi Indonesia telah
bertekad untuk berpartisipasi dengan mencanangkan pengurangan emisi
pada lingkup nasional sebesar 26% di tahun 2020. Dari tujuh ranah
utama yang dijadikan fokus pengurangan emisi nasional yang terkait
dengan sektor transportasi adalah pergeseran ke moda transportasi
beremisi rendah. Upaya pengurangan emisi ini diwujudkan dalam
konsep pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan, dengan
tiga strategi utama (Sakamoto et.al, 2010) yaitu Avoid (menghindari
atau mengurangi jumlah&jarak perjalanan atau kebutuhan perjalanan),
Shift (berpindah ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan)
dan Improve(meningkatkan efisiensi pengunaan energi dari moda
transportasi dan teknologi kendaraan). Prinsip dasar dibalik ketiga
strategi utama ini ditunjukan dalam Gambar 2. 17 dan Tabel 2. 4.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-29
Sumber: diadaptasi dari Sakamoto K, et.al, (2011)
Gambar 2. 17. Ilustrasi strategi A.S.I (Avoid, Shift & Improve)
Tabel 2. 4. Strategi A.S.I
Strategi Prinsip Aksi
Avoid Hindari atau kurangi
perjalanan dengan
mengurangi kebutuhan
perjalanan
Hindari bangkitan VKM yangtidak perlu
melalui perencanaan terpadu transportasi
dan guna lahan; Kembangkan kawasan
perkotaan baru dengan konsep TOD.
Shift Pindah ke moda
transportasi yang lebih
ramah lingkungan
Kondisikan situasi moda dengan emisi
paling rendah; Cegah perpindahan
perjalanan dengan kendaraan tidak bermotor
(jalan, sepeda) dan angkutan umum ke
kendaraan pribadi melalui peningkatan
kualitas layanan angkutan umum dan
fasilitas pedestrian dan jalur sepeda
Improve Tingkatkan efisiensi
energi moda transportasi
dan teknologi kendaraan
Jamin kendaraan/bahan bakar dimasa
datang lebih bersih; mendorong
pengembangan kendaraan kecil yang
efisienInovasi Rancang bangun kendaraan
tidak bermotor tradisional. Sumber: Sakamoto K, et.al, (2011)
Strategi A.S.I diatas didasarkan pada aksioma bahwa emisi CO2 dari
sektor transportasi merupakan hasil dari:
1) Besarnya aktifitas perjalanan yang dilakukan (diukur dalam
kendaraan- km/VKM);
2) Moda transport yang digunakan untuk melakukan perjalanan;
3) Besarnya volume penggunaan bahan bakar per kilometer
perjalanan dari moda yang digunakan dan kandungan bahan
bakar yang terbakar.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-30
Berbagai kebijakan yang lebih spesifik dapat diturunkan dari ketiga
strategi A.S.I ini yang mencakup;
1) Kebijakan/tindakan Perencanaan; rencana guna lahan dan TOD;
2) Kebijakan/tindakan Regulasi; standar emisi, aturan lalu lintas
seperti kecepatan tempuh, parkir, alokasi ruang jalan;
3) Kebijakan/tindakan Ekonomi ; pajak kendaraan/bahan bakar,
biaya kemacetan, subsidi angkutan umum dan lain-lain;
4) Kebijakan/tindakan Informasi; kampanye pengunaan angkutan
umum, skema manajemen mobilitas dan pemasaran, dan skema
eco-driving;
5) Kebijakan/tindakan Teknologi; peningkatan kualitas bahan
bakar, kendaraan dan prasarana.
Dalam upaya penghematan konsumsi BBM pada sektor transportasi
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional mencanangkan 4 pilar kebijakan
utama yaitu:
1) Promosi penggunaan dan revitalisasi angkutan umum, termasuk
mempromosikan gaya hidup “smart life” yang berorientasi pada
efisiensi konsumsi energi;
2) Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, termasuk upaya
untuk mengurangi konsumsi BBM per kendaraan;
3) Manajemen lalu lintas untuk mengurangi kemacetan lalu lintas;
dan
4) Diversifikasi energi bagi kendaraan bermotor, termasuk
pemakaian bahan bakar yang semakin bersih, seperti
penggunaan unleaded premium gasoline, biofuel, dan BBG.
Untuk mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat
energi, ada beberapa hal yang perlu dijalankan antara lain:
1) Rekayasa lalu lintas; rekayasa lalu lintas khususnya
menentukan jalannya sistem transportasi yang direncanakan.
Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat
dioptimasi secara terpadu dalam perencanaan jalur, kecepatan
rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan (vehicle mile
trip dan passenger mile trip), dan seterusnya. Pola berkendaraan
(driving pattern/cycle) pada dasarnya dapat direncanakan
melalui rekayasa lalu lintas.
2) Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan); jenis kendaraan
yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di
dalam sistem transportasi yang akan memberikan dampak bagi
lingkungan fisik dan biologi akibat emisi pencemaran udara dan
kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh
jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-31
pengendalian pencemaran seperti yang diterapkan Amerika
Serikat (AS) telah terbukti membawa perubahan-perubahan
besar dalam perencanaan mesin kendaraan bermotor yang
beredar di dunia sekarang ini.
3) Energi transportasi; besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan
kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan
karakteristik mesin, juga sangat ditentukan oleh jenis BBM
yang digunakan. Seperti halnya penggunaan LPG, akan
memungkinkan pembakaran sempurna dan efisiensi energi yang
tinggi. Selain itu, dalam rangka upaya pengendalian emisi gas
buang, bila peralatan retrofit digunakan, diperlukan syarat bahan
bakar khusus yaitu bebas timbal.
Mengacu kepada laporan ITNA (Hilman, M., 2009), diperoleh urutan
prioritas dari hasil seleksi dengan berbasiskan kriteria umum sebagai
berikut:
1) Teknologi kendaraan adalah sebagai berikut:
(a) Continuously Variable Transmission (CVT);
(b) Bahan bakar yang di injeksi langsung (gasoline direct
injection);
(c) Bahan berobot ringan;
(d) Peningkatan aerodinamis;
(e) Teknologi bahan bakar berbasis “cell”.
2) Bahan bakar alternatif adalah sebagai berikut;
(a) LPG;
(b) LNG;
(c) CNG;
(d) Biodiesel.
3) Kebijakan/tindakan Manajemen Permintaan Transportasi
(TDM) memiliki prioritas yang setara;
(a) Perbaikan angkutan umum;
(b) Penerapan sistem transportasi cerdas (ITS).
4) Kendaraan tidak bermotor (NMT), urutan prioiritasnya
adalah sebagai berikut;
(a) Sepeda;
(b) Becak dan sejenis;
(c) Gerobak;
(d) Berjalan kaki.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-32
Hasil seleksi yang didasarkan pada kriteria spesifik dengan urutan
prioritas adalah;
1) Teknologi Kendaraan dengan urutan prioritas adalah;
(a) Minyak pelumas jenis 0W-5W/20;
(b) Teknologi bahan bakar berbasis “cell”;
(c) Bahan berbobot ringan;
(d) Bahan bakar yang di injeksi langsung (gasoline direct
injection);
(e) Continuously Variable Transmission (CVT)
2) Bahan bakar alternatif dengan urutan prioritas adalah;
(a) LPG;
(b) LNG;
(c) Bio-diesel;
(d) CNG.
3) TDM, tetap prioritasnya setara seperti pada kriteria umum;
(a) Perbaikan angkutan umum;
(b) Penerapan sistem transportasi cerdas (ITS).
4) Kendaraan tidak bermotor (NMT) adalah;
(a) Sepeda;
(b) Becak dan sejenis;
(c) Gerobak;
(d) Berjalan kaki.
Berdasarkan hasil seleksi dengan kriteria umum teknologi dan
tindakan/kebijakan untuk mengurangi dampak GRK (Gas Rumah Kaca)
dalam bentuk CO2 dari sektor transportasi ditunjukan dalamTabel 2. 5
s/d Tabel 2. 8.
Tabel 2. 5. Teknologi Kendaraan
Teknologi Penghematan Bahan Bakar (%) Biaya (US$)
Sistem Injeksi Bahan Bakar 3 - 4 125 - 175
Transmisi Otomatis 6-Speed 4 - 5 100 - 150
Sistem CVT ~ 7 150 - 200
Tanpa Torque Converter 3 - 4 -
Kendaraan Hibrid tanpa Torque
Converter 30 - 40 3000 - 5000
Sumber : Hilman, M. (2009)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-33
Tabel 2. 6. Bahan Bakar Alternatif
Teknologi Potensi Pengurangan CO2
Bahan Bakar Organik / berbahan alami 90 % dari Skenario BAU
Bahan Bakar Biodiesel 70 % dari Skenario BAU
Bahan Bakar berbahan tebu 60 % dari Skenario BAU
CNG 30 % dari Skenario BAU
LNG 20 % dari Skenario BAU
LPG 20 % dari Skenario BAU
Sumber : Hilman, M. (2009)
Tabel 2. 7. Manajemen Transportasi
Teknologi Potensi Pengurangan CO2
Pengembangan Transportasi Umum Pengurangan total kilometer perjalanan
Pengurangan waktu perjalanan
Konsumsi bahan bakar yang lebih rendah
Sistem Transportasi Cerdas (ITS) Peningkatan akses
Pengurangan total kilometer perjalanan
Pengurangan waktu perjalanan
Konsumsi bahan bakar yang lebih rendah
Sumber : Hilman, M. (2009)
Tabel 2. 8. Kebijakan Penggunaan Kendaraan tidak Bermotor
(NMT)
Teknologi dan Pengukuran Potensi Pengurangan CO2
Becak Bebas Emisi, Tenaga manusia
Gerobak, Dokar Bebas Emisi, Tenaga manusia
Sepeda Bebas Emisi, Tenaga manusia
Berjalan kaki Bebas Emisi, Tenaga manusia
Sumber : Hilman, M. (2009)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-34
Mengacu kepada penerapan konsep sistem transportasi berkelanjutan
melalui strategi A.S.I, dan hasil kajian terhadap pemilihan teknologi
serta kebijakan untuk mengurangi dampak gelas rumah kaca (GRK)
diatas, maka setiap upaya pengembangan sistem angkutan umum massal
yang holistik dan benar secara otomatis berdampak pada peningkatan
kualitas lingkungan dan penghematan penggunaan energi. Oleh
karenanya, dalam konteks makro sistem transportasi berkelanjutan,
konsep ramah lingkungan dan hemat energi pada pengembangan sistem
angkutan massal perkotaan (berbasis jalan) dapat ditinjau sebagai faktor
konsideran internal dan faktor konsideran eksternal.
O. Konsep Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan Yang
Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
Secara prinsip pengembangan angkutan massal berbasis jalan dapat
dibagi menjadi tiga tahapan utama yaitu tahap pra-perencanaan, tahap
perencanaan (dan perancangan) dan tahap pasca perencanaan seperti
yang ditunjukan dalam Gambar 2. 18. Secara internal aspek ramah
lingkungan dan hemat energi dalam kaitannya dengan pengembangan
angkutan massal perkotaan berbasis jalan berada dalam tahapan
perencanaan dan perancangan yang dapat didekati dari pemilihan
teknologi moda, pola pengoperasian sistem, dan perancangan prasarana.
Dilain sisi, secara eksternal pada tahapan pra-perencanaan konsep ini
dapat didekati melalui kebijakan pengembangan sistem transportasi
perkotaan yang berkelanjutan, sedangkan pada tahap pasca perencanaan
dapat didekati melalui kebijakan pendukung yang meliputi konsep
integrasi moda, kebijakan pengembangan lahan, kebijakan pembatasan
lalu lintas, kebijakan fiskal bagi penggunaan bahan bakar sebagaimana
telah dijelaskan sebelumya.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-35
Sumber: Adaptasi dari ITDP (2007)
Gambar 2. 18. Prinsip Pengembangan Angkutan Massal Berbasis
Jalan
P. Implikasi Dan Arahan Pengembangan BRT
Situasi yang unik untuk setiap daerah perkotaan mempengaruhi pasar
(permintaan), pola layanan, viabilitas, rancangan dan operasional dari
sistem BRT. Pembangunan sistem BRT haruslah merupakan suatu hasil
dari proses perencanaan dan proyek pembangunan yang mengarah pada
kebutuhan dan masalah yang ada. Setiap fase dari pembangunan BRT
harus melalui suatu proses terbuka dan obyektif. Dukungan awal dan
menerus dari pemimpin terpilih dan masyarakat merupakan hal yang
penting. Para pengambil keputusan dan masyarakat umum perlu
memahami kondisi alamiah dari sistem BRT dan potensi manfaatnya.
Daya tarik bagi penumpang, fleksibilitas operasional, kapasitas dan
biaya dari BRT harus teridentifikasi secara jelas dan obyektif didalam
analisis pilihan sistem yang akan diadopsi yang juga
mempertimbangkan opsi moda lainnya. Institusi pemerintah pusat, dan
daerah harus bekerja sama dalam merencanakan, merancang dan
mengimplementasikan sistem BRT. Hal ini membutuhkan kerja sama
yang erat dari para perencana angkutan umum, perekayasa lalu lintas
kota, perencana jalan raya, dan perencana tata ruang perkotaan.
PASCA PERENCANAAN
PERENCANAAN & PERANCANGAN
PRA-PERENCANAAN
PENYIAPAN PELAKSANAAN PROYEK SAUM
SOSIALISASI
ANALISIS PERMINTAAN & PEMILIHAN KORIDOR
PERANCANGAN OPERASIONAL
PENYIAPAN RENCANA USAHA
PERANCANGAN PRASARANA
KEBIJAKAN PENDUKUNG
EVALUASI
INISIASI PROYEK SAUM
RENCANA IMPLEMENTASI
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-36
Pembangunan BRT secara bertahap dapat menunjukkan potensi
manfaat dari BRT pada calon pengguna, pengambil keputusan dan
masyarakat umum, dengan kemungkinan untuk perluasan dan
peningkatan sistem.
Sistem BRT harus menawarkan tingkat penggunaan, penghematan
waktu tempuh, efisiensi biaya, manfaat pembangunan dan dampak lalu
lintas yang menarik dan wajar.
Sejak awal, perencanaan BRT dan tata guna lahan di daerah
halte/terminal harus terpadu seperti yang telah dilakukan dibeberapa
kota yang dianggap berhasil memadukan perencanaan transportasi
(umum) dengan guna lahan seperti yang lazimnya terjadi pada sistem
angkutan massal berbasis rel.
Bila dimungkinkan, atribut (fitur) utama angkutan rel, seperti jalur
terpisah atau diberi prioritas, stasiun/halte yang menarik, sistem
transaksi di luar kendaraan, suara mesin yg tidak berisik, mudah di
akses, jumlah pintuyang banyak, kendaraan yang bersih, frekuensi
tinggi, dan layanan sepanjang hari, harus dimilikioleh sistem BRT.
Keberhasilan proyek BRT bukan hanya sekedar bebas dari
antrian/tundaan, lajur bus atau lajur bus terpisah, namun mencakup
seluruh elemen penting yang ditawarkan oleh sistem angkutan massal
berbasis rel cepat dan pembangunan citra serta identitas sistem yang
unik. Kecepatan tempuh, kehandalan layanan dan rentang layanan
disepanjang hari merupakan hal yang sangat penting.
ROW yang terpisah dapat meningkatkan kecepatan, kehandalan,
keselamatan dan identitas dari sistem BRT. Jalur khusus ini dapat
disediakan sebagai bagian dari pembangunan kawasan kota yang baru
atau sebagai akses di suatu kawasan yang sedang dalam tahap
pembangunan. Jalur seperti ini juga dapat disediakan di kawasan
perkotaan yang sudah ada dan padat, bila ROW nya tersedia. Jalur
bawah tanah (terowongan) bisa di justifikasi bila frekuensi kemacetan
cukup sering terjadi, volume bus dan penumpang tinggi, serta ruang
jalan yang tersedia untuk lajur khusus terbatas.
Penempatan, rancangan dan operasional lajur bus dan lajur bus terpisah
pada median jalan harus menyeimbangkan kebutuhan yang berbeda dari
berbagai jenis bus, kendaraan barang, pejalan kaki dan lalu lintas
lainnya. Lajur di sisi bahu jalan memungkinkan naik turun penumpang
dari bahu jalan, tapi akan banyak mengalami hambatan samping. Lajur
pada median memberikan identitas yang lebih baik dan menghilangkan
gangguan samping, tetapi berpotensi masalah untuk gerakan belok ke
kiri dan untuk akses bagi pejalan kaki. Selain itu, lajur pada median
umumnya membutuhkan ROW minimum 25 meter dari sisi bahu ke sisi
bahu lainnya.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-37
Rancang bangun kendaraan, halte dan sistem transaksi harus
terkoordinasikan dengan baik. Halte (terminal) harus mudah di akses
oleh bus, mobil pribadi, sepeda, dan/atau pejalan kaki. Kapasitas
platform yang memadai, lajur menyiap bagi bus ekspres (busway), dan
fasilitas kenyamanan untuk penumpang harus disediakan. Armada BRT
harus memiliki rancang bangun yang unik dan berbeda dari rancang bus
lainnya serta memiliki kapasitas angkut yang cukup, dan memiliki
banyak pintu.
Ruang sirkulasi didalam bus yang cukup bagi penumpang harus
tersedia,proses transaksi sebaiknya di halte, khususnya di halte-halte
utama dan untuk mencapai hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi ITS dan kartu pintar.
Rekayasa lalu lintas terkoordinasi dan rencana layanan angkutan umum
sangat penting bagi rancangan sistem BRT. Hal ini sangat krusial
terutama untuk merancang lajur khusus, penempatan halte dan lajur
berbelok, kendali lalu lintas dan prioritas sinyal lalu lintas untuk BRT.
Layanan BRT dapat diperpanjang melampaui batas lajur khusus
terpisah, bila kecepatan operasi yang relatif tinggi dapat dipertahankan.
Diluar lajur khusus terpisahnya, BRT dapat beroperasi pada lajur
kendaraan berpenumpang banyak (HOV) atau lajur bus standar, bahkan
pada lalu lintas bercampur.
Layanan BRT harus berorientasi pada layanan penumpang, jumlah bus
di jam sibuk harus memenuhi besarnya permintaan dan secara
bersamaan meminimalkan antrean bus.
Secara umum, layanan trunk line dengan frekuensi tinggi dan berhenti
setiap halte yang dioperasikan sepanjang hari perlu ditunjang dengan
layanan pengumpan atau layanan ekspres bagi segmen penumpang
tertentu yang jalur layanannya hanya sampai halte/terminal BRT.
Q. Kendaraan berbahan bakar dan teknologi ramah lingkungan
1. Bus bermesin Diesel
Mesin diesel secara tradisional digunakan untuk angkutan bus
karena merupakan teknologi lama yang handal dan kuat serta
kian canggih untuk memenuhi standar emisi yang bersih. Mesin
diesel dengan teknologi modern menggunakan bahan bakar solar
dengan standar Euro IV atau V. Mesin diesel jenis ini
menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur rendah
yang dianggap sebagai teknologi “bersih”, atau sebanding, jika
tidak lebih baik dengan mesin berbahan bakar gas. Kualitas
bahan bakar diesel yang diperlukan untuk mencapai Euro IVatau
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-38
V dengan mesin diesel bersih kandungan sulfurnya kurang dari
50 ppm.
2. Bus bertenaga Listrik (Electric Trolley Bus)
Electric Trolley Bus merupakan jenis bus yang saat ini kembali
dimunculkan ketika suatu kota mulai melakukan investasi yang
lebih besar pada infrastruktur angkutan umum dalam kaitannya
dengan perubahan iklim global dan meningkatnya harga bahan
bakar.
Negara China (RRC) saat ini muncul sebagai negara produsen
yang memasok teknologi kendaraan listrik yang diakui oleh
dunia.
Trolley Busmenggunakan teknologi dengan konsep arsitektur
perangkat listrik yang sudah teruji dengan baik untuk sistem
trem di seluruh dunia selama beberapa dekade. Perangkat
kendali modern dan inovatif (seperti untuk mekanisme
pengereman regeneratif) dan teknologi listrik yang lebih baik
membuat Trolley Busmerupakan kendaraan yang efisien, handal
dan tahan lama.
Electric Trolley Buses memiliki keuntungan dalam biaya
operasional yang lebih rendah namun membutuhkan biaya
kapital awal untuk menggelar prasarana dan biaya pemeliharaan
infrastruktur listrik yang sangat tinggi. Kekhawatiran mengenai
kurangnya fleksibilitas armada menjadi kurang beralasan untuk
situasi dan kondisi prasarana koridor BRT yang baik.
Manfaat yang nyata dari Trolley Bus adalah biaya penggunaan
energi yang ekonomis sepanjang usia layannya. Biaya kapital
awal yang lebih tinggi untuk pembelian armada dapat diimbangi
oleh usia layan kendaraan yang jauh lebih lama. Jika usia layan
bus diesel umumnya sekitar 7-10 tahun, Trolley Bus dapat
bertahan hingga 15-20 tahun. Keputusan penggunaan Trolley
Bus pada prinsipnya harus mempertimbangkan ketersediaan
pasokan listrik yang dapat diandalkan.
Trolley Bus memiliki sejumlah keunggulan spesifik yang
meliputi:
a) Tidak ada polusi dari saluran pembuangan udara dan
sangat cocok di kawasan pejalan kaki seperti di pusat
kota dan koridor NMT;
b) Tidak bersuara dan proses akselerasi yang cepat serta
halus sehingga sangat cocok untuk kendaraan angkutan
umum;
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-39
c) Usia ekonomis layanan lebih lama karena sedikitnya
komponen mekanis dan perawatan kendaraan yang
relatif mudah;
d) Dalam konteks jaringan tertentu biaya penggunaan
energi Electric Trolley Busmampu lebih rendah dari
CNG dan solar (bersubsidi);
Biaya perawatan dapat mencapai 50% dari biaya perawatan bus
diesel.
3. Pengembangkan BRT menuju Standar LRT
Electric bi-articulated bus
menggunakan penggerak listrik
melalui kabel catenary overhead
(trolley bus system) dan duo diesel
memberikan citra seperti layanan
sistem metro (MRT) yang
menyaingi LRT,namun dengan
kelebihan tambahan berupa fleksibilitas yang memungkinkan
beroperasi keluar jalur utamanya untuk jarak yang pendek.
CIVIS electric Trolley
Busdengan bentuk platform
distasiun yang sangat mirip
dengan sistem LRT. sementara
itu juga terdapat trem dengan
roda karet yang mirip dengan
kendaraan BRT bertenaga listrik.
Gambar 2. 19. BRT Trolley Bus di Quito Ekuador
menunjukkan integrasi ke daerah dalam kota (kiri)
Gambar 2. 20. Trolley Bus Beijing (kanan)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-40
Gambar 2. 21. articulated bus dengan penggerak listrik
menyerupai sistem LRT
R. Teknologi Pengurangan Emisi Pada Kendaraan
Secara sekilas teknologi penanggulangan emisi dari mesin dapat
dikategorikan menjadi dua bagian besar yaitu pengurangan emisi
metoda primer dan pengurangan emisi metoda sekunder. Untuk
pengurangan emisi metoda primer adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan bahan bakar :
(a) Penggunaan bahan bakar yang rendah kadar Nitrogen dan Sulfur
termasuk penggunaan non fossil fuel;
(b) Penggalangan penggunaan Non Petroleum Liquid Fuels;
(c) Penggunaan angka cetan yang tinggi bagi motor diesel dan
angka oktan bagi motor bensin;
(d) Penggunaan bahan bakar Gas;
(e) Penerapan teknologi emulsifikasi (pencampuran bahan bakar
dengan air atau lainnya).
2) Berdasarkan perlakuan udara :
(a) Penggunaan teknologi Exhaust Gas Recirculation (EGR);
(b) Pengaturan temperatur udara yang masuk pada motor;
(c) Humidifikasi.
3) Berdasarkan Proses Pembakaran :
(a) Modifikasi pada pompa bahan bakar dan sistem injeksi bahan
bakar;
(b) Pengaturan waktu injeksi bahan bakar;
(c) Pengaturan ukuran droplet dari bahan bakar yang diinjeksikan;
(d) Injeksi langsung air ke dalam ruang pembakaran;
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-41
Sementara itu pengurangan emisi metoda sekunder adalah :
(a) Penggunaan Selective Catalytic Reduction (SCR);
(b) Penerapan teknologi Sea Water Scrubber untuk aplikasi di
kapal;
(c) Penggunaan katalis magnet yang dipasang pada pipa bahan
bakar;
(d) Penggunaan katalis pada pipa gas buang kendaraan bermotor.
4) Teknik dalam mengurangi emisi NOx:
(a) Penggunaan Bahan Bakar dengan kadar Nitrogen Rendah
Penurunan kadar nitrogen dalam bahan bakar akan secara
otomatis mengurangi pembentukan emisi NOx. Karena tidak
mudah untuk mengurangi begitu saja nilai nitrogen dalam bahan
bakar, karenanya alternatif lain adalah penggunaan bahan bakar
metanol yang bebas nitrogen.
(b) Emulsi
Penggunaan air yang dicampurkan dalam bahan bakar saat ini
telah banyak dilakukan. Penggunaan bahan bakar campuran ini
dapat mengurangi emisi NOx karena terjadinya proses ledakan
mikro (micro explosion) dalam proses pembakaran.Ledakan
mikro ini terjadi karena perbedaan titik didih antara kedua
fluida.
(c) Humidifikasi
Proses humidifikasi adalah dengan menyemprotkan air ke dalam
aliran udara masuk pada motor penggerak. Tujuan dari teknik ini
adalah untuk menurunkan suhu udara yang masuk kedalam
ruang bakar yang pada akhirnya temperature pembakaran dapat
diturunkan. Teknik ini diketahui dapat menurunkan emisi Nox
sampai 50%.
(d) MillerSystem
Teknik ini dilakukan pertama kali oleh pabrik mesin Wartsila-
NSD Sulzer yaitu pada saat proses langkah hisap waktu
terbukanya katup hisap diatur sedemikian mungkin lebih lama
agar kompresi rasio dapat diturunkan. Dengan teknik ini akan
diperoleh penurunan temperatur udara dan tekanan udara saat
proses pembakaran sehingga NOx dapat diturunkan. Penurunan
dengan penggunaan sistem ini mencapai 20%. Sistem ini
semakin populer diterapkan terutama bagi motor penggerak
yang menggunakan turbocharger.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-42
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 22. Metode Utama dalam Mengurangi Emisi NOx dari
Motor Diesel
5) Mengedalikan Batasan Kandungan Sulphur Dalam Bahan Bakar
MARPOL ANNEX VI mengamanatkan batasan kandungan sulphur
dalam bahan bakar untuk penggerak di kapal dan industri sebesar
2.5% m/m. Begitu juga EU membatasi batasan sulphur bagi motor
diesel di jalan raya sebesar 0.05%m/m (500 ppm). Bahkan di masa
mendatang akan lebih diturunkan menjadi 350 ppm atau bahkan 50
ppm. Umumnya kandungan sulphur minyak mentah adalah antara
0.1 sampai 5 %, sehingga untuk menurunkan kandungannya akan
tergantung dari sumber dan cara pengolahan minyak mentah itu
sendiri. Dalam pemakaian saat ini bahan bakar residu umumnya
memiliki kandungan sulphur antara 1.5-2.5% m/m. Kecuali untuk
kawasan-kawasan tertentu yang lebih ketat dalam pengawasan
pemakaian bahan bakar bagi penggerak utama.
(a) De-sulphurisation
De-shulpurisation adalah proses pengolahan kembali produk
bahan bakar untuk mengurangi kandungan sulphurnya. Walau
proses ini membutuhkan biaya yang tinggi namun ada
keuntungan yang diperoleh dari proses ini yaitu didapatkannya
sulphur untuk membantu proses industri terkait, misal industri
detergen, pulp, kulit dan lain sebagainya.
Sementara metode sekunder untuk pengurangan Emisi NOx
dan SOx ditujukan lebih kepada memberikan efek positip
kepada lingkungan secara keseluruhan. Efek positip yang
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-43
diperoleh dari penurunan emisi yang dihasilkan dari metode ini
tidak boleh memberikan beban kepada lingkungan lain seperti
adanya sampah material dari produksi /proses yang dilakukan.
Kontrol emisi dengan menggunakan metode sekunder ini
banyak dilakukan pada sektor industri dan juga perkapalan
disebabkan oleh semakin ketatnya regulasi lingkungan. Berikut
2 macam metode sekunder yang saat ini banyak diterapkan:
(1) Selective Catalytic Reduction (SCR) untuk mengurangi
emisi Nox
Prinsip utama sistem Selective Catalytic Reduction (SCR)
adalah penggunaan urea ((NH2)2CO) atau amoniak (NH3).
Bahan ini diinjeksikan ke dalam aliran gas buang, dan
NOx akan berubah menjadi N2 dan uap air. Efisiensi dari
sistem SCR ini sangatberarti untuk mengurangi emisi Nox
yaitu sebesar 90-95% dan menghasilkan nitrogen dan uap
air yang tidak berbahaya bagi lingkungan.
(2) Seawater Exhaust Gas Scrubber untuk mengurangi emisi
SOx.
Prinsip utama sistem ini adalah mendinginkan gas buang
sampai pada titik embun dari gas buang tersebut dan
mengakibatkan terjadinya kondensasi pada SOx. Saat
terjadinya pendinginan akibat kontak gas buang dengan
air laut, dimana air laut adalah asam natural dengan pH
8.1, terjadi kombinasi kerja yaitu netralisasi dan
pengenceran gas buang. Sistem ini awalnya banyak
digunakan sebagai sistem untuk desulphurisasi dalam
industri, namun saat ini banyak digunakan untuk aplikasi
penurunan SOx di kapal. Dalam suatu kasus, emisi SOx
menurun dari 497 ppm menjadi 48 ppm dengan pH water
scrubber menurun dari 8.01 menjadi 2.95, dari sifat basa
menjadi sifat asam.
S. Aplikasi Standar Emisi Eropa Di Beberapa Negara
Secara garis besar pengontrolan emisi kendaraan di seluruh dunia
mengacu pada standar global yang sama yaitu regulasi teknik dan
arahan dari ECE/EC. Saat ini langkah strategis yang perlu dilakukan
adalah mempercepat pengetatan aturan berdasarkan road map yang
sudah disebarluaskan sejak beberapa tahun lalu. Pada dasarnya setiap
negara mempunyai road map yang berbeda-beda dalam hal pembatasan
emisi kendaraan. Tetapi semakin tahun perbedaan level emisi yang
dijinkan oleh tiap negara menjadi semakin kecil, sehingga regulasi yang
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-44
diterapkan mendekati kesamaan dan oleh karena itu dapat menjadi
standar yang bias diterapkan di tiap negara.
Pengontrolan emisi sendiri dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh
melalui tes yang lebih banyak (8 macam tes), dimana bahan-bahan
polutan dan siklus tes kompleks diuji di berbagai kategori kendaraan
dan bahan bakar. Teknologi pengujian emisi harus mempunyai
ketepatan yang tinggi dan merupakan sebuah hal yang modern sehingga
mampu mengukur polutan-polutan yang ukurannya kecil.
Perkembangan teknologi dalam produksi kendaraan dan pengurangan
bahan bakar telah berkembang sangat cepat dengan tujuan utama untuk
mendapatkan standar emisi yang ketat dalam upaya untuk mengurangi
pencemaran udara.
T. Contoh Penerapan Standar Emisi Eropa di Beberapa Negara Asia
Penerapan standar emisi Eropa (Euro II dan Euro IV) secara ketat akan
memberikan nilai penurunan kadar-kadar emisi berbahaya secara
signifikan, seperti diperlihatkan dalam Gambar 2. 23 sampai dengan
Gambar 2. 26. Grafik-grafik tersebut merupakan contoh analisis yang
dilakukan berkaitan dengan efektivitas biaya di Negara Vietnam
berdasarkan 3 skenario penerapan standar emisi eropa, yaitu :
1) Base one : Tanpa kontrol emisi;
2) E2 one : Menerapkan EURO II standard pada 2007;
3) E2E4one : Menerapkan EURO II standard pada 2007 dan
kemudian menerapkan EURO IV standard
pada 2012.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-45
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 23. Grafik Kadar emisi THC (delta 9 –
tetrahidokabinol) sebelum dan setelah penerapan standar Euro II
dan Euro IV
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 24. Grafik Kadar emisi CO (carbon monoksida) sebelum
dan setelah penerapan standar Euro II dan Euro IV
THC Emissions Trends
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
2005 2010 2015 2020
BASE
E2
E2 E4
CO Emissions Trends
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2005 2010 2015 2020
BASE
E2
E2 E4
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-46
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 25. Grafik Kadar emisi NOx (nitrogen monoksida)
sebelum dan setelah penerapan standar Euro II dan Euro IV
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 26. Grafik Kadar emisi PM (Particular Matter) sebelum
dan setelah penerapan standar Euro II dan Euro IV
NOx Emissions Trends
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
2005 2010 2015 2020
BASE
E2
E2 E4
PM Emissions Trends
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
2005 2010 2015 2020
BASE
E2
E2 E4
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-47
Dari grafik-grafik di atas terlihat bahwa untuk kondisi eksisting (base)
nilai zat-zat kimia berbahaya dalam emisi kendaraan jumlahnya akan
selalu naik secara signifikan apabila tidak dilakukan tindakan
pencegahan yang berarti. Sementara itu apabila diterapkan standar Euro
II (E2) kecenderungan nilai kadarnya menjadi lebih kecil dibandingkan
kondisi base dan kenaikan jumlahnya dapat dihambat. Langkah
penanganan yang paling baik adalah dengan menerapkan standar E2 E4
yang menghasilkan nilai kadar emisi paling kecil dan paling dapat
menghambat kenaikan jumlah emisi di masa-masa mendatang.
Untuk negara-negara lain di Asia sendiri penerapan Euro Emission
Standards sudah banyak dilakukan, seperti dapat dilihat pada
Tabel 2. 9.
Tabel 2. 9. Aplikasi Standar Emisi Eropa di Beberapa Negara Asia
Jenis Kendaraan Negara Standar
Sepeda Motor China EURO II
Thailand EURO II
Malaysia EURO I
Indonesia EURO II
Light Duty Vechicles China EURO II (2004), EURO III (2008)
Thailand EURO III, EURO IV (2009)
Malaysia EURO II
Singapore EURO II
Indonesia EURO II
Heavy Duty Vechicles China EURO II
Thailand EURO II
Indonesia EURO II
Sumber: BSTP-c (2010)
Indonesia telah menetapkan standar emisi gas buang Euro II pada tahun
2003 dan resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2005. Penetapan
standar emisi gas buang Euro II ketika itu adalah untuk mengejar
ketertinggalan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya yang saat itu,
yang sudah menerapkan Euro II (Thailand, Malaysia, dan Singapura).
Penerapan Euro III akan memberikan keuntungan bagi semua pihak,
baik industri maupun masyarakat konsumen. Bagi industri otomotif
penetapan standar ini akan meningkatkan daya saing dengan industri di
kawasan ASEAN. Sedangkan bagi konsumen, penerapan Euro III itu
akan menghemat penggunaan bahan bakar.
Berdasarkan standar Euro III, emisi kendaraan tipe baru untuk karbon
monoksida antara lain ditetapkan 4,5 gram, yang diukur saat kendaraan
tidak berjalan. Standar ini berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-48
Lingkungan Hidup No 35 Tahun 1992. Sedangkan pada Euro II,
standar yang dikeluarkan Eropa tahun 1996 itu emisi CO dari
kendaraan selama beroperasi di jalan maksimum 2,2 gram per
kilometer. Standar emisi ini lebih rendah dibandingkan dengan Euro I
yang 2,72 g per km.
Pada tahun 2007 di Eropa, regulasi Euro III menggantikan Euro II.
Dengan regulasi baru ini, standar kebersihan emisi kendaraan lebih
diperketat lagi. Sebuah kendaraan hanya boleh menghasilkan 0.3gr/km
hidrokarbon (HC), 0,15 gr/km nitrooksida (NOx), dan hanya 2gr/km
untuk karbonmonoksida (CO). Angka-angka itu jauh lebih ketat dari
Euro II sebelumnya. Bahkan pemerintah Thailand akan memberlakukan
standar emisi Euro IV mulai 2012 mendatang sedangkan Eropa akan
menerapkan Euro VI pada tahun 2012.Perbandingan tingkat kadar gas
buang kendaraan bermotor berdasarkan tiap standar emisi yang
diijinkan dapat dilihat pada Gambar 2. 27.
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 27. Batasan Emisi Untuk Mobil Penumpang Bermesin
Diesel (Tes Tipe 1) dari EURO I sampai EURO IV
Sangat jelas terlihat bahwa kadar CO, HC+NOx, NOx, dan PM di udara
semakin menurun seiring diperketatnya standar yang digunakan (Euro I
– Euro IV) dan akan bertambah ketat lagi pada tahun-tahun mendatang
karena kebutuhan akan transportasi yang ramah lingkungan di dunia
sudah merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar
lagi.Kadar polutan pada gas buang kendaraan bermotor saat ini sendiri
seperti terlihat pada Tabel 2. 10.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
CO HC+NOx NOx PM
EURO 1 EURO 2 EURO 3 EURO 4
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-49
Tabel 2. 10. Kandungan Beberapa Polutan Berdasarkan Jenis
Kendaraan
Sumber: BSTP-c (2010)
U. Penerapan Standar EURO
Penerapan Standar EURO di beberapa negara di Asia berbeda-beda
waktunya. Ada beberapa negara yang sudah menerapkan sama seperti
penerapan di negara-negara di Eropa, seperti Singapura, Thailand dan
Hongkong. Ada pula negara-negara seperti Indonesia dan Bangladesh
yang belum menerapkan secara tegas standar ini.
Penerapan standar ini juga sangat disesuaikan dengan penggunaan jenis
bahan bakar kendaraan, penentuan teknologi kendaraan dan
pengembangan penelitian. Brasil telah menentukan jenis teknologi
kendaraan yang perlu disediakan oleh produsen kendaraan. Ini
disebabkan Brasil mempunyai bahan bakar kendaraan yang berbeda
sehingga produsen harus menyesuaikannya.
Penerapan standar ini sangat berhubungan dengan teknologi. Beberapa
atau hampir semua teknologi ini berasal dari luar negeri. Tetapi ada
beberapa teknologi yang dapat dilaksanakan di suatu negara dan tidak
dimiliki negara lain. Tekanan terhadap penggunaan teknologi tertentu
dapat terjadi. Oleh karena itu arahan suatu negara harus tegas dalam
menentukan arah pengembangan teknologi kendaraannya dan
kemandirian energinya.
Gasoline
Vehicle
Diesel
VehicleMotorcycles
4.5 - 4.5
4 Strokes 1200 - 1200
2 Strokes 7800 - 7800
special 3300 - -
- 72 -
Pollutants
CO (%)
HC (ppm)
Smoke (HSU)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-50
Tabel 2. 11. Penerapan Standar EURO pada Negara-negara di Asia
Sumber: BSTP-c (2010)
V. Operasional Sistem
1. Integrasi Antar Moda Transportasi Massal
Integrasi umumnya meliputi 2 aspek, yaitu integrasi secara fisik
dan kelembagaan. Integrasi secara fisik mungkin secara teori
dapat dilaksanakan tetapi apabila secara kenyataan tidak terjadi
ini diakibatkan oleh belum terjadinya integrasi kelembagaan.
Gambar 2. 28.menunjukkan prinsip dari integrasi antar moda
angkutan umum.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-51
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 28. Konsep Integrasi Moda
Model integrasi moda secara fisik dimana simpul-simpul stasiun
berfungsi selain sebagai naik turun penumpang juga berfungsi
sebagai titik transfer dimana moda angkutan umum yang satu
beralih menggunakan moda angkutan umum yang lain.
Paratransit berfungsi sebagai pengumpan yang berhubungan
dengan sistem utama (Trunk) baik itu KA maupun
Busway/BusLane. Pada Gambar 2. 30ditunjukan konsep
integrasi secara sistem dengan menggunakan teknologi
informasi. Sistem informasi ini merupakan sistem yang
digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
dari sistem ini. Selain itu sistem informasi juga digunakan untuk
mempermudah sistem integrasi antar moda angkutan umum.
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 29. Integrasi Antar Moda Angkutan Umum Secara
Fisik
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-52
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 30. Integrasi Moda Angkutan Umum Menggunakan
Sistem Informasi
W. Kebijakan Pendukung
Dalam kaitannya untuk memenuhi konsep angkutan massal berbasis
jalan ramah lingkungan dan hemat yang lebih maksimal, maka perlu
didukung dengan kebijakan lainnya. Kebijakan ini adalah kebijakan
yang membuat pengguna angkutan umum nyaman dan efisien dalam
bergerak dari wilayah permukiman ke halte, dari halte ke wilayah CBD,
ruang tunggu yang nyaman serta integrasi antar moda yang baik.
Dalam pelayanannya angkutan umum mempunyai kelemahan
dibandingkan angkutan pribadi yaitu pelayanannya tidak door to door.
Terdapat pergerakkan pra dan pasca moda pada implementasi angkutan
umum. Dalam penerapan angkutan umum pergerakan pra dan pasca
moda ini sangat efisien dilakukan dengan berjalan kaki dan sepeda.
Keberpihakan terhadap angkutan umum ini tentunya juga harus
dilanjutkan terhadap keberpihakan terhadap pejalan kaki dan pengguna
sepeda. Penyiapan jaringan angkutan umum juga harus disertai
penyiapan jalur pejalan kaki/pedestrian dengan jalur jalan kaki dan jalur
sepeda yang menghubungkan simpul-simpul angkutan umum terhadap
wilayah perkantoran, perbelanjaan dan permukiman. Selain itu juga
pengembangan ulang kawasan perkotaan terutama sepanjang koridor
angkutan massal seperti penerapan Konsep TOD merupakan untuk
mengintegrasikan pengembangan wilayah dengan sistem angkutan
umum atau transit system. Dilain pihak upaya pengaturan permintaan
dan lalu lintas pada sistem moda lainnya akan memberikan kontribusi
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-53
yang signifikan terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan
penggunaan energi.
X. Pengaturan ulang Struktur Tata Ruang dan Penerapan TOD
Dalam skala penataan ruang, revitalisasi dan re-development wilayah
kota sangat diperlukan untuk membantu pengembangan wilayah.
Kawasan CBD itu merupakan kawasan yang bernilai tinggi sehingga
tidak ekonomis apabila diperuntukan sebagai permukiman. Untuk
mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, fungsi guna lahan di
kawasan CBD harus ditambah menjadi permukiman padat secara
vertikal. Kondisi ini merupakan suatu kompromi antara tingginya harga
lahan di kawasan CBD dengan kebutuhan permukiman untuk
mengurangi pergerakan dan kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk memenuhi strategi A.S.I adalah dengan
menerapkan konsep TOD (Transit Oriented Development) dimana
kawasan,terutama disekitar halte/setasiun angkutan massal yang asalnya
memiliki satu jenis aktivitas lahan dirubah menjadi mixused untuk
mengurangi pergerakan dan kendaraan bermotor. TOD dapat diartikan
sebagai kawasan dengan peruntukan campuran yang dapat diakses oleh
pejalan kaki dalam radius ±600 meter dari titik transit (halte/setasiun)
angkutan massal dan pusat kegiatan komersial. Jenis fungsi campuran
dalam konsep TOD adalah retail, perkantoran, ruang terbuka dan
fasilitas publik yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi
penghuni dan pekerja dalam mengakses dengan menggunakan moda
transit, sepeda, mobil, maupun berjalan kaki.
Kawasan TOD dapat dibedakan atas dua bagian utama, yaitu TOD
kawasan perkotaan (Urban TOD) dan TOD lingkungan (Neighborhood
TOD) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Urban TOD
(a) Merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada
jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus (BRT) dan stasiun
kereta api baik LRT maupun MRT. Urban TOD harus
dikembangkan bersama fungsi komersial yang memiliki
intensitas tinggi, blok perkantoran, dan hunian dengan
kepadatan menengah-tinggi.
(b) Setiap Urban TOD memiliki karakter tersendiri sesuai dengan
karakter lingkungannya. Pola pengembangan urban TOD ini
cocok untuk kawasan perkantoran, hunian, komersial yang
memiliki kepadatan tinggi karena memungkinkan akses
langsung ke titik transit tanpa harus melakukan pergantian
moda lain.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-54
2) Neigborhood TOD
Merupakan TOD dengan skala pelayanan lingkungan yang berada
pada jalur bus pengumpan dengan jarak ± 10 menit berjalan dari
titiktransit. Neighborhood TOD harus berada pada lingkungan
hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, servis, retail,
dan rekreasi. Pada neighborhood TOD, hunian dan pertokoan lokal
harus disesuaikan dengan konteks lingkungan dan tingkat layanan
angkutan umum. Konsep ini juga dapat membantu pengembangan
hunian bagi masyarakat menengah kebawah, karena dimungkinkan
adanya percampuran variasi hunian. Neighborhood TOD dirancang
dengan fasilitas publik dan ruang terbuka hijau serta memberi
kemudahan akses bagi pengguna dalam memilih moda pergerakan.
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 31. Prinsip Urban TOD
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 32. Prinsip Neighborhood TOD
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-55
Sumber: BSTP-c (2010)
Gambar 2. 33. Penerapan TOD
Kedua jenis TOD diatas dapat berada pada satu jalur pelayanan
angkutan massal yang sama. Di wilayah pinggiran kota dapat
dikembangkan Neigborhood TODsedangkan di kawasan CBD
dapat dikembangkan Urban TOD. Dari beberapa literatur
disebutkan bahwa cakupan wilayah Neighborhood TOD agak
lebih pendek dibandingkan dengan Urban TOD. Ini disebabkan
intensitas wilayah di Neighborhood TOD tidak memungkinkan
dibangun cukup tinggi. Jarak antara wilayah permukiman
dengan Neighborhood TOD juga hanya sekitar 10-15 menit.
Oleh karena itu perlu adanya pengembangan beberapa simpul
TOD di wilayah pinggiran kota yang mengarah ke kawasan
CBD. Satu simpul melayani pergerakan utama atau primer
(Trunk line) dan simpul yang lain melayani pergerakan
sekunder. Pada dasarnya seluruh wilayah pinggiran kota harus
mempunyai akses ke layanan angkutan massal. Sedangkan
simpul-simpulnya dapat dikembangkan menjadi kawasan TOD
dimana terdapat beberapa fungsi mulai dari sekedar naik turun
penumpang sampai menjadi wilayah komersial baik itu
perkantoran maupun perdagangan.
Selain itu simpul TOD di wilayah pinggiran kota harus dilayani
oleh jaringan angkutan pengumpan. Jaringan ini harus dapat
mencapai permukiman-permukiman penduduk.
Pada halte-halte angkutan massal, ruang tunggu dan tempat
duduk yang nyaman perlu disediakan. Selain itu TOD juga perlu
dibuat senyaman dan seinformatif mungkin sehingga dapat
diakses melalui internet dari asal pergerakan menggunakan
fasilitas internet atau teknologi informasi.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-56
Y. Manajemen Lalu lintas
1) Biaya Kemacetan (Congestion Charge)
Congestion Charge idealnya diterapkan bersamaan dengan
penerapan sistem angkutan massal. Inti dari penerapan kebijakan ini
adalah untuk memaksa penggunaan angkutan massal melalui
pendekatan disinsentif dan insentif. Untuk keperluan tertentu atau
mendesak, penggunaan kendaraan pribadi diperbolehkan tetapi
dengan “charge” atau beban tambahan. Untuk keperluan “business
as usual” seperti keperluan bekerja, “commuting”, sekolah dan
sebagainya, dipaksakan untuk menggunakan angkutan umum atau
NMT.
Pelaksanaan sistem ini pertama kali dilakukan di singapura pada
tahun 1975. sistem ini di singapura dinamakan Area Licensing
Scheme (ALS). sistem ini merupakan model congestion charge
yang pertama. Kendaraan harus mempunyai “second license”
untuk masuk ke kawasan CBD. apabila kendaraan tersebut tidak
mempunyai lisensi maka akan mendapat denda. sistem ini tidak
memerlukan teknologi yang tinggi tetapi efektif diterapkan di
singapura dengan penegakan hukum yang ketat. Pada tahun 1998
singapura meningkatkan sistem tersebut ke arah Electronic Road
Pricing (ERP). Pada kendaraan yang terdaftar dipasang suatu alat
untuk transaksi pembayaran ketika memasuki masuk ke kawasan
CBD dengan ERP. Sebelum penerapan ALS, komposisi pengguna
angkutan massal hanyalah 33%. Setelah penerapannya penggunaan
angkutan massal meningkat menjadi 46%. Setelah pengoperasian
MRT di tahun 1988, pengguna angkutan massal meningkat menjadi
60-65% hingga saat ini.
Beberapa kota di Norwegia juga menerapkan hal yang sama dengan
sistem yang agak berbeda. Wilayah CBD diterapkan suatu
mekanisme tol. Gerbang tol ini menambah waktu tundaan
(kemacetan) dengan kendaraan pribadi sehingga mengakibatkan
pengguna moda tersebut berpindah ke angkutan umum sebesar 6-
9%. Sistem ini juga berhasil menurunkan jumlah pergerakan
kendaraan pribadi sebesar 3-5%.
London juga menerapkan hal yang sama pada tahun 2006. Kamera-
kamera lalu lintas yang berada di persimpangan atau lampu lalu
lintas digunakan untuk merekam kendaraan pribadi yang melintas
“cordon toll” yang disiapkan di sekitar CBD. Kamera-kamera
tersebut akan dihubungkan ke sistem pembayaran dan yang akan
dikirimkan ke seluruh pemilik kendaraan yang melintasi CBD.
Apabila setelah malam hari biaya tersebut belum dibayarkan maka
akan dikenakan denda 10 kali lipat. Penerapan sistem ini
menurunkan penggunaan kendaraan pribadi sebesar 30%,
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-57
penambahan penggunaan taksi sebesar 20%, pergerakan sepeda
meningkat 2 kali lipat dan pengguna bus meningkat 15%.
Kebijakan ini berperan dalam mengurangi emisis CO2 tetapi tidak
mengurangi emisi PM10. Bus dan taksi berkontribusi dalam emisi
PM10 karena menggunakan mesin diesel. Kecepatan bus juga
meningkat sebesar 20% setelah penerapan sistem ini.
2) Kebijakan Parkir
Penerapan kebijakan parkir untuk mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi meskipun minor juga perlu dipertimbangkan.
Kemudahan dalam berparkir akan menambah pergerakan kendaraan
pribadi sehingga akan menambah pergerakan serta gas buangan
CO2. Di Amerika Serikat kebijakan off street parking sangat
dibatasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan dan pengurangan
emisi CO2. Untuk mengurangi penggunaan kendaraan selain
penyediaan prasarana/pelayanan angkutan massal juga perlu
dibatasinya parkir offstreet. Parkir ini mempunyai kapasitas yang
besar sehingga memanjakan pengguna untuk menggunakan
kendaraan pribadi. Eropa telah mempunyai kebijakan parkir
maksimum untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
3) Manajemen Lalu lintas lainnya
Bentuk manajemen lalu lintas lainnya dapat menjadi pilihan
tambahan dalam mengurangi pergerakan. Beberapa kota di dunia
seperti di Mexico City, Bogota dan Sao Paolo, Shenzen, Beijing
dan beberapa kota lainnya di China menerapkan kebijakan plat
nomor kendaraan berdasarkan angka terakhir. Plat nomor dengan
digit angka terakhir tertentu di hari tertentu tidak dapat masuk ke
kawasan CBD.
Di Amerika Serikat mekanisme pembatasan lalu lintas terutama di
sistem jalan bebas hambatannya dilakukan dengan konsep kendaraan
berpenumpang banyak (seperti konsep 3 in 1 di Jakarta) yaitu jalur
High Occupancy Vehicle (HOV) atau High Occupancy Toll (HOT).
Untuk konsep HOT kendaraan berokupansi tinggi tidak dikenai tarif
sedangkan kendaraan berokupansi rendah dikenai tarif bila
menggunakan lajur jalan HOV/HOT. Untuk kasus Amerika, konsep ini
cukup berhasil dan bahkan pada beberapa koridor tertentu ditingkatkan
menjadi koridor BRT.
Z. Fasilitas Park and Ride
Tujuan dari Park and Ride adalah untuk meningkatkan keterjangkauan
angkutan umum dari wilayah-wilayah yang tidak memiliki pelayanan
angkutan umum yang cukup atau tidak memiliki demand yang tinggi
untuk mendukung pelayanan angkutan umum. Menyediakan fasilitas
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-58
Park and Ride diharapkan dapat mengurangi penggunaan kendaraan
bermotor di wilayah kota dari daerah-daerah yang sulit angkutan umum
dengan memarkirkan mobil dan sepeda motornya untuk kemudian
menggunakan angkutan umum untuk melakukan perjalanan terutama
komuter.
Untuk meningkatkan efektivitas fungsinya, park and rideharus
memberikan kenyamanan dan sebagai bagian terpadu dari sistem
transportasi. Fasilitas Park and Ride membutuhkan rancangan dan
kelengkapan fitur-fitur sebagai berikut:
1) Fasilitas keamanan yang membuat pengguna kendaraan bermotor
dapat meninggalkan kendaraanya dengan tenang di kawasan
tersebut;
2) Aksesibilitas yang baik dan aman ke terminal dan stasiun;
3) Pencahayaan yang cukup untuk menciptakan lingkungan yang
aman pada penggunaan malam hari dan mengurangi potensi
kejahatan ;
4) Variabel sarana informasi yang dapat menunjukkan jadwal
kedatangan kereta/bus berikutnya;
5) Nomor kontak darurat untuk masalah keselamatan atau hal-hal yang
memerlukan penanganan mekanik (seperti ban kempes);
6) Fasilitas toilet yang bersih;
7) Branding informasi pada
penumpang yang menjelaskan
keterhubungan fasilitas parkir
dengan sistem transportasi ;
8) Tarif parkir (jika diterapkan)
terintegrasi dengan harga tiket
angkutan angkutan umum dan
lebih murah bagi pengguna
angkutan umum;
9) Pada kawasan sibuk, papan informasi yang menunjukkan
ketersediaan ruang parkir (lahan kosong) untuk mengurangi waktu
yang terbuang karena mencari lahan parkir.
Fasilitas park and ride dapat bervariasi tergantung pada lokasi aktual
dan karakteristik pengguna kendaraan pribadi.
Ukuran lahan parkir harus mengacu pada kebutuhan dan keterbatasan
pada lahan. Gambar 2. 35 adalah contoh fasilitas park and ride di
Fairfax county (kawasan suburb Washington D.C., USA).
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-59
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 34. Desain Konseptual untuk Fasilitas Park & Ride
Sumber: JICA (2012)
Gambar 2. 35.Contoh Fasilitas Park & Ride di Washington
Metropolitan Area, USA
Park and ridetidak dapat berdiri sendiri, namun harus merupakan
bagian dari strategi TDM (Transport Demand Management), yang
merupakan tambahan upaya koordinasi mengatasi masalah lalu lintas,
kebijakan parkir di kawasan CBD, dan ketersediaan angkutan umum
berikut kualitasnya. Tingkat demand untuk park and ride akan
tergantung pada karakteristik wilayahnya, sehingga proporsi lahan
untuk mobil dan sepeda motor harus seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan pada kawasan tertentu sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-60
AA. Inventarisasi Peraturan TerkaitAngkutan Umum Jalan
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam
memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan
kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya
kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari
satu titik ke titik yang lainnya.
Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan
harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional dan regional secara
terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang
serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang
tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar, dan dengan
biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam satu
kesatuan sistem, perlu dilakukan dengan mengintegrasikan dan
mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi
jalan, kendaraan beserta pengemudinya, peraturan perundang-undangan,
prosedur dan metoda sedemikian rupa, sehingga terwujud suatu totalitas
yang utuh, berdayaguna dan berhasilguna.
Mengingat penting dan strategisnya peranan lalulintas dan angkutan
jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan
angkutan jalan dikuasai oleh Negara yang pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah.
Beberapa regulasi yang berkaitan dengan Angkutan Umum Jalan di
Indonesia ditunjukan dalam Tabel 2. 12.
Tabel 2. 12. Inventarisai perturan terkait Mengenai Angkutan
Umum Jalan
NO. REGULASI PERIHAL KETERANGAN
1 UU No. 26 tahun 2007 Penataan Ruang Revisi UU No 24
Tahun 1992
2 PP No. 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
Pengganti PP No 47
tahun 1997
3 UU No. 17 Tahun 2003 Keuangan Negara
4 UU RI No. 25 th 1999
Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
5 UU RI No. 8 th 1999 Perlindungan Konsumen
6 UU No. 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara
7 UU RI No. 32 th 2004 Pemerintah Daerah Pengganti UU RI No.
22 th 1999
8 PP No. 25 tahun 2000
Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom
9 Perpres 54 Tahun 2008 Penataan Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-61
NO. REGULASI PERIHAL KETERANGAN
10 UU No 22 Th 2009 Lalulintas dan Angkutan
Jalan
Revisi UU No. 14 Th
1992
11 UU No 38 Tahun 2004 Jalan
12 PP 15 thn 2005 Jalan Toll
13 PP 26 Th 1985 Jalan
14 PP 41 thn 1993 Angkutan Jalan
15 PP 43 thn 1993 Prasarana Lalulintas Jalan
16 PP 44 thn 1993 Kendaraan & Pengemudi
17 PP No 66 th 2001 Retribusi daerah
18 Perpres 61 Tahun 2011
Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca
19 PP 32 thn 2011
Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, Serta
Manajemen Kebutuhan
Lalu Lintas
20 PP 55 thn 2012 Kendaraan
1. Landasan Hukum Pengembangan Angkutan Umum Jalan
Gambar 2. 36. Peraturan Pengaturan Angkutan Umum
Payung hukum yang akan memberikan warna secara dominan
dalam konteks substansi pokok dari pekerjaan Studi
Pengembangan Angkutan Massal Hemat Energi dan Ramah
Lingkungan ini adalah UU No. 22 Tahun 2009 (tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan) dan aturan terkait serta turunannya
baik yang lama maupun yang baru. Namun, karena konteks
rencana jaringan (trayek) angkutan umum jalan akan
menggunakan spasial tertentu dan moda yang beragam, maka
beberapa peraturan perundangan lainnya seperti yang tercantum
dalam Tabel 2. 12 merupakan pertimbangan utama sebagai dasar
hukumnya. Dalam konteks sistem angkutan umum baik untuk
aspek teknis prasarana dan sarana maupun aspek
operasionalnya, maka beberapa peraturan perundangan yang
Potensi Pengaturan Angkutan Umum
Pengaturan Angkutan Umum dapat ditelaah melalui peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai bidang:
1. Lalu lintas dan angkutan jalan (UU 22 Tahun 2009, PP 43 Tahun 1993);
2. Penataan Ruang (UU 26 Tahun 2007, PP 26 Tahun 2008);
3. Jalan (UU 38 Tahun 2004, PP 15 Tahun 2005);
4. Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia, bidang pajak dan retribisi daerah (UU
29 Tahun 2007, PP 6 Tahun 2001);
5. Badan layanan umum (UU 1 Tahun 2004, UU 15 Tahun 2004 dan PP 23
Tahun 2005).
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-62
terkait dengan kewenangan penyelenggaraan, penggunaan
keuangan merupakan basis hukum yang harus diikuti.
Sebagaimana tersurat dalam UU yang baru ini, peraturan
pelaksananya (sebagai landasan operasional) masih tetap
menggunakan Peraturan Pemerintah terkait yang ada sampai
dengan adanya peraturan pemerintah pengganti.
Dalam kegiatan penyusunan Studi Pengembangan Angkutan
Massal Hemat Energi dan Ramah Lingkungan ada beberapa
komponen dasar yang terkait langsung dengan aturan yang ada
dalam UU No Tahun 22 Tahun 2009 ini yaitu mengenai;
jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terminal, jaringan trayek,
manajemen lalu lintas dan pengusahaan/pengelolaan angkutan
umum penumpang. Dengan diundangkannya UU No 22 Tahun
2009 maka pengaturan mengenai Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan masih mengacu ke PP No 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan sebagai pelaksanaan dari UU
No. 14 Tahun 1992. Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Pada
tanggal 14 Juli 1993 dengan pertimbangan lalu lintas dan
angkutan jalan memiliki peranan strategis, sehingga
penyelenggaraannya dikuasai oleh Negara, dan pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan
lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,
tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan
transportasi lainnya, untuk menunjang pemarataan
pembangunan nasional dan daerah dengan biaya yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat.
2. Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan
Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009Pasal 14 ayat 1 dan 2,
untuk mewujudkan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di
daratan. Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan yang mengacu kepada
Rencana Induk Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
3. Terminal
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 34, terminal
penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe
A, tipe B, dan tipe C dan setiap tipe dibagi dalam beberapa
kelas berdasarkan intensitas Kendaraan yang dilayani.
Pada UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 36 dijelaskan bahwa Setiap
Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-63
Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam
izin trayek.
Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan
rencana kebutuhan Terminal yang merupakan bagian dari
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sedangkan penetapan lokasi Terminal seperti dijelaskan dalam
UU No. 22 Tahun 2009Pasal 37 dilakukan dengan
memperhatikan:
a) tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;
b) kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
c) kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja
jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;
d) kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat
kegiatan;
e) keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
f) permintaan angkutan;
g) kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
h) Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan; dan/atau
i) kelestarian lingkungan hidup.
4. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Berkaitan dengan konteks penyusunan Studi Pengembangan
Angkutan Massal Hemat Energi dan Ramah Lingkungandimana
terdapat komponen manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagai
salah satu bagian dari solusi (jangka pendek) masalah
transportasi perkotaan termasuk didalamnya berupa upaya
pemberian prioritas bagi pergerakkan pengguna angkutan
umum, maka sesuai dengan UU No 22 Tahun 2009Pasal 93 ayat
1 disebutkan:
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk
mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan
Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Beberapa langkah penerapan MRLL sebagaimana termaktub
dalam UU No 22 Tahun 2009Pasal 93 ayat 2 dilakukan dengan:
a) penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan
lajur atau jalur atau jalan khusus;
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-64
b) pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan
Kaki;
c) pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d) pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas
berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e) pemaduan berbagai moda angkutan;
f) pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
g) pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau
h) perlindungan terhadap lingkungan.
5. Manajemen Permintaan
Karena permasalahan transportasi di kawasan perkotaan bisa
menjadi sangat kompleks, maka penyelesaian melalui
pengaturan aspek permintaan/kebutuhan perjalanan menjadi
pertimbangan penting khususnya bagi kota-kota yang masuk
kategori kota Raya. Sesuai amanah dalam UU No 22 Tahun
2009 Pasal 133 ayat 1 maka untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan
pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan
Lalu Lintas berdasarkan kriteria:
a) Perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor
dengan kapasitas Jalan;
b) Ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan
c) Kualitas lingkungan.
Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada
koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan
tertentu;
b) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor
atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
c) Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada koridor atau
kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
d) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Umum sesuai
dengan klasifikasi fungsi Jalan;
e) Pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu dengan
batasan ruang Parkir maksimal; dan/atau
f) Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum
pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan
tertentu.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-65
6. Jaringan Angkutan Umum Penumpang
Tema utama dalam kegiatan ini adalah konsep pedoman
Pengembangan Angkutan Massal Hemat Energi dan Ramah
Lingkungan sehingga maka dalam penyusunannya harus
mengacu kepada UU No 22 Tahun 2009Pasal 144 dimana
jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
disusun berdasarkan:
a) Tata ruang wilayah;
b) Tingkat permintaan jasa angkutan;
c) Kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d) Ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e) Kesesuaian dengan kelas jalan;
f) Keterpaduan intramoda angkutan; dan
g) Keterpaduan antarmoda angkutan.
Sedangkan dalam amanah UU No 22 Tahun 2009Pasal 145
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
sebagaimana dimaksud dalam UU No 22 Tahun 2009 Pasal 144
disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.
Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan
instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas:
a) Jaringan trayek lintas batas negara;
b) Jaringan trayek antarkota antarprovinsi;
c) Jaringan trayek antarkota dalam provinsi;
d) Jaringan trayek perkotaan; dan
e) Jaringan trayek perdesaan.
Pada UU No 22 Tahun 2009Pasal 146 Jaringan trayek perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam UU No 22 Tahun 2009 Pasal 145
ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.
Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana
dimaksud ditetapkan oleh:
a) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan
perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;
b) Gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas
wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau
c) Bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada
dalam wilayah kabupaten/kota.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-66
7. Angkutan Massal
Sebagai salah satu pembentuk jaringan angkutan umum (trayek)
di wilayah Jabodetabek adalah angkutan massal berbasiskan
jalan maka acuan penyediaan sistem ini seperti diatur dalam
Pasal 158 Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal
berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang
dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan yang
didukung dengan:
a) Mobil bus yang berkapasitas angkut massal;
b) Lajur khusus;
c) Trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan
trayek angkutan massal; dan
d) Angkutan pengumpan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sesuai amanah
Pasal 159 diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
8. Pengelolaan Angkutan Umum Penumpang
Agar sistem angkutan umum dapat berjalan dengan baik, aspek
pengelolaan perlu direncanakan dengan seksama dan baik. Maka
dari itu acuan untuk pengelolaan angkutan umum penumpang
sesuai amanah Pasal 173 ayat 1 Perusahaan Angkutan Umum
yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib
memiliki:
a) Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
b) Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek;
dan/atau
c) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat
berat.
Aspek pemberian izin penyelenggaraan angkutan juga
dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 174 yaitu:
a) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1)
berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang
terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu
pengawasan.
b) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
c) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin
pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu
kawasan.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-67
Dalam pengoperasian angkutan umum maka izin
penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu
tertentu dan perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau
pelelangan sesusai amanah Pasal 175 UU No. 22 Tahun 2009.
Selain itu dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 176 mengeni izin
penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) diberikan oleh:
a) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:
(1) Trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian
antarnegara;
(2) Trayek antarkabupaten/kota yang melampaui wilayah 1
(satu) provinsi;
(3) Trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1
(satu) provinsi; dan
(4) Trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu)
provinsi.
b) Gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang
melayani:
(1) Trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu)
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
(2) Trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1
(satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
(3) Trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1 (satu)
kabupaten dalam satu provinsi.
c) Bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang yang
melayani:
(1) Trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah
kabupaten; dan
(2) Trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah
kabupaten.
Walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani
trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota.
Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek
sesuai amanah Pasal 177 wajib:
a) Melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang
diberikan; dan
b) Mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai
dengan standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 141 ayat (1).
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-68
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan angkutan
orang dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sesuai amanah Pasal 178.
9. Peraturan yang mengatur tentang Jalan
Undang-Undang Jalan No. 38 Tahun 2004 dibuat dengan
justifikasi bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi
merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara serta dalam memajukan kesejahteraan
umum. UU jalan No. 38 Tahun 2004 terdiri dari 10 bab dengan
68 pasal yang memuat dan menjelaskan tentang terminologi,
definisi dan pengaturan tentang jalan. Secara umum Undang-
Undang ini mencakup 6 (enam) pokok pembahasan utama yaitu:
a) Terminologi (sistem jaringan dan klasifikasi jalan)
peran, pengelompokan, dan bagian-bagian jalan;
b) Jalan umum (penguasaan pengaturan wewenang
pembinaan pembangunan pengawasan);
c) Jalan Tol (syarat wewenang pengaturan pembinaan
pengusahaan pengawasan),
d) Pengadaan Tanah (untuk jalan dan jalan tol);
e) Peran Masyarakat; dan
f) Ketentuan pidana dan pengalihan.
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai
peranan penting terutama dalam mendukung ekonomi, sosial
budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan keamanan.
Pembangunan jalan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman,
nyaman, dan berdaya guna benar-benar akan dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.
Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk
satuan wilayah pengembangan. Pusat pengembangan dimaksud
dihubungkan dalam satu hubungan hierarkis dalam bentuk
jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu. Dengan
struktur tersebut, bagian jaringan jalan akan memegang peranan
masing-masing sesuai dengan hierarkinya. Kedudukan jaringan
jalan sebagai bagian sistem transportasi menghubungkan dan
mengikat semua pusat kegiatan, sehingga pengembangan
jaringan jalan tidak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan
berbagai moda transportasi secara terpadu.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara
mempunyai kewenangan menyelenggarakan jalan.
Penyelenggara Jalan, sebagai salah satu bagian penyelenggaraan
prasarana transportasi, melibatkan unsur masyarakat dan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-69
pemerintah. Agar diperoleh suatu hasil penanganan jalan yang
memberikan pelayanan yang optimal, diperlukan
penyelenggaraan jalan secara terpadu dan bersinergi antarsektor,
antardaerah dan juga antarpemerintah serta masyarakat termasuk
dunia usaha.
Dari ketentuan mengenai jalan sebagaimana diuraikan di atas,
jelas mengamanatkan bahwa penggunaan jalan harus efektif,
efisien, dan tepat guna bagi kelancaran roda ekonomi
masyarakat dan memfasilitasi interaksi sosial. Dengan demikian,
jika penerapan prioritas angkutan umum (bus priority)
dimaksudkan agar jalan itu lebih dapat meningkatkan nilai dan
rasionalitas kemanfaatannya, maka ini merupakan upaya
pemenuhan perintah dari Undang-Undang yang mengatur
mengenai jalan.
10. Peraturan yang mengatur tentang Jalan Tol
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol yang
diundangkan pada tanggal 21 Maret 2005 merupakan
penjelasan lebih lanjut dari Undang-Undang Jalan No. 38 Tahun
2004 dengan penjelasan yang mencakup 7(tujuh) pokok bahasan
utama sebagai berikut;
a) Penyelenggaraan Jalan Tol, yang meliputi maksud, tujuan,
lingkup, wewenang, persyaratan, dan standar pelayanan
minimum dari penyelenggaraan jalan tol.
b) Pengaturan Jalan Tol, yang membahas tentang perumusan
kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan
pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait.
c) Pembinaan Jalan Tol, yang mengatur tentang pedoman,
standar teknis, pelayanan, pemberdayaan dari jalan tol, serta
penelitian dan pengembangannya.
d) Pengusahaan Jalan Tol, meliputi peraturan tentang bentuk
pengusahaan dari jalan tol yang didalamnya tercakup aturan
pengusahaan pendanaan, persiapan pengusahaan,
perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan
konstruksi, pengoperasian, pengguna jalan tol, pengumpulan
retribusi jalan tol, penggunaan jalan tol, penutupan sementara
serta pengambilalihan dan pengoperasian setelah konsesi,
usaha-usaha lain pada jalan tol, pemeliharaan, pelelangan
pengusahaan jalan tol, perjanjian-perjanjian, serta tarif jalan
tol dan penyesuaiannya.
e) Pengawasan Jalan Tol, meliputi pengawasan jalan tol, umum,
dan pengusahaan.
f) Badan Pengatur Jalan Tol, merupakan bagian khusus yang
menjelaskan keseluruhan BPJT yaitu status dan kedudukan;
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-70
fungsi, tugas, dan wewenang; serta peraturan penyusunan
organisasi dari BPJT.
g) Hak dan Kewajiban Pengguna dan Badan Usaha Jalan Tol ,
yang memuat peraturan tentang hak dan kewajiban dari
pengguna dan pengelola.
11. Peraturan yang mengatur tentang Kendaraan dan
Pengemudi
Terdapat dua peraturan pemerintah yang menjelaskan mengenai
Kendaraan dan Pengemudi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, serta
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012. Adapun beberapa
poin penting yang ada didalam peraturan tersebut tentang
kendaraan adalah sebagai berikut:
(a) Persyaratan teknis dan laik jalan kendaran bermotor, kereta
gandengan dan kereta tempelan, yang memuat hal-hal yaitu
mengenai jenis dan konstruksi kendaraan bermotor, rangka
landasan, motor penggerak, sistem pembuangan, penerus
daya, sistem roda, sistem suspensi, alat penemudi, sistem
rem, lampu dan alat-alat pemantul cahaya, komponen
pendukung;
(b) Badan kendaraan bermotor yaitu semua bagian yang ada
pada kendaraan bermotor seperti tempat duduk pengemudi
dan penumpang, kaca kendaraan. Selain itu juga dijelaskan
beberapa hal mengenai peralatan dan perlengkapan
kendaraan, persyaratan tambahan khusus untuk mobil bus,
persyaratan khusus untuk mobil bus sekolah, persyaratan
tambahan khusus mobil barang, persyaratan tambahan
khusus untuk rangkaian kendaraan, kereta gandengan dan
kereta tempelan, ukuran muatan dan kendaraan bermotor,
rancang bangun dan rekayasa;
(c) Persyaratan laik jalan kendaraan bermotor yaitu menjelaskan
mengenai ambang batas laik jalan, pengesahan dan sertifikat
tipe;
(d) Pengujian kendaraan bermotor menjelaskan mengenai jenis
pengujian, persyaratan umum pengujian, uji tipe, uji berkala;
(e) Pendaftaran kendaraan bermotor;
(f) Bengkel umum kendaraan bermotor;
(g) Persyaratan kendaraan tidak bermotor.
Sedangkan hal-hal penting menyangkut pengemudi adalah
sebagai berikut:
(a) Surat Izin Mengemudi yaitu menjelaskan mengenai
penggolongan surat izin mengemudi, persyaratan dan tata
cara memperoleh Surat Izin Mengemudi, ujian bagi
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-71
pemohon Surat Izin Mengemudi, perpankjangan,
penggantian dan mutasi Surat Izin Mengemudi, Penolakan
dan Pencabutan Surat Izin Mengemudi, Surat Izin
Mengemudi Internasional, pendidikan dan pelatihan
mengemudi, sistem informasi Surat izin Mengemudi;
(b) Waktu kerja dan istirahat serta penggantian pengemudi;
(c) Ketentuan lain-lain.
12. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bali Action
Planpada The Conferences of Parties (COP) ke-13 United
NationsFrameworks Convention on Climate Change (UNFCCC)
dan hasilCOP-15 di Copenhagen dan COP-16 di Cancun serta
memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-
20 di Pittsburguntuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar
26% denganusaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat
bantuaninternasional pada tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya
rencanaaksi (bussines as usual/BAU), maka disusun langkah-
langkahuntuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca.
Peraturan yang mengatur mengenai Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011. Adapun
beberapa poin penting mengenai Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang tertuang dalam bidang
transportasi diantaranya adalah sebagai berikut:
(a) Monitoring pasokan gas bumi untukkonsumen hulu, dan
penyiapanrekomendasi alokasi gas bumi
(b) Pemantauan implementasi kebijakan pengurangan volume
pembakaran gas flare
(c) Penyediaan dan pengelolaan energybaru terbarukan dan
konservasienergi
(d) Penyediaan regulasi panas bumi danair tanah
(e) Penyusunan klasifikasi data potensidan cadangan panas
bumi untukketenagalistrikan dan pemanfaatanlangsung
energi panas bumi
(f) Penggunaan Bahan Bakar Nabati(BBN) dalam pemakaian
bahan bakartotal
(g) Pengujian seluruh kendaraanbermotor termasuk kendaraan
pribadidan sepeda motor
(h) Penerapan standar emisi CO2 untukmobil penumpang
(i) Pengembangan sistem logistik modern untuk mengurangi
angka km perjalanan
(j) Penerapan Car Labeling (Terlaksananya pemberian label
kepada semuakendaraan baru menurut konsumsi bahan
bakar(per 100km) dan emisi CO2 (dalam g/km)
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-72
(k) Pembatasan kecepatan pada jalan tol (Terlaksananya
pembatasan kecepatan pada seluruhjalan tol untuk
menurunkan emisi sebesar 0,07 JutaTon CO2e).
Pada Tabel berikut dibawah ini adalah merupakan lampiran mengenai
kegiatan inti rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca di
bidang transportasi.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-73
Tabel 2. 13. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Bidang Transportasi
BIDANG TRANSPORTASI
Target Penurunan Emisi (26%) : 0,038 (Giga Ton) CO2e
Target Penurunan Emisi (41%) : 0,056 (Giga Ton) CO2e
Kebijakan yang dilaksanakan untuk menunjang RAN-GRK :
1. Peningkatan penghematan energi
2. Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching).
3. Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT).
4. Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik, dan sarana transportasi.
5. 5. Pengembangan transportasi massal nasional yang rendah emisi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
Strategi :
1. Menghemat penggunaan energi final baik melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien maupun pengurangan konsumsi energi tak
terbarukan (fosil).
2. Mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan skala kecil dan menengah.
3. (Avoid) - mengurangi kebutuhan akan perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penata-gunaan lahan mengurangi
perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu.
4. (Shift) - menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi (sarana transportasi dengan konsumsi energi yang tinggi) ke pola transportasi rendah
karbon seperti sarana transportasi tidak bermotor, transportasi publik, transportasi air.
5. (Improve) - meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan pengeluaran karbon pada kendaraan bermotor pada sarana transportasi.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-74
Tabel 2. 14. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Bidang Transportasi (Lanjutan….)
NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI
PENURUNAN EMISI
GRK (Juta Ton CO2e)
PENANGGUNG
JAWAB
1 Pembangunan ITS
(Inteligent
Transport System)
Pembangunan ITS sebanyak 13 paket
untuk:
Mengurangi tingkat kemacetan
lalulintas dengan koordinasi simpang
Meningkatkan koordinasi antar
simpang
Memberikan sistem prioritas bus
dipersimpangan
Moda shift dari kendaraan pribadi
ketransportasi missal
2010-2020 Jabodetabek: Jakarta, Bogor,Depok,
Tangerang, Bekasi
12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
1,77 terdiri atas:
Jabodetabek: 0,71
1,06 terdiri atas:
- Kota Metropolitan
(KM): 0,79
- Kota Besar (KB):
0,27
Kementerian
Perhubungan
2 Penerapan
Pengendalian
Dampak Lalu-Lintas
(Traffic
Impact Control/TIC)
Penerapan Pengendalian Dampak Lalu-
Lintas
sebanyak 12 paket
2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung,
Semarang,Yogyakarta,
Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
0,24 Kementerian
Perhubungan
3 Penerapan
manajemen parkir
Penerapan manajemen parkir di 12 kota
untuk:
Mengurangi moda share di pusat
kota
Mengurangi penggunaan
kendaraanpribadi
2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung,
Semarang,Yogyakarta,
Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
1,07 Kementerian
Perhubungan
4 Penerapan
Congestion
Charging dan Road
Pricing
(dikombinasikan
dengan
angkutan umum
massal
Penerapan Congestion Charging dan
Road
Pricing di 2 kota untuk:
Mengurangi moda share mobil di
pusatkota
Mengurangi kemacetan di
areapembatasan lalu lintas
2010-2020 2 kota: Jakarta dan Surabaya 0,41 Kementerian
Perhubungan
Kementerian
Keuangan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-75
NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI
PENURUNAN EMISI
GRK (Juta Ton CO2e)
PENANGGUNG
JAWAB
cepat)
5 Reformasi Sistem
transit -
Bus Rapid Transit
(BRT)/ semiBRT
Terlaksananya pengadaan dan distribusi
BRT
sebanyak 43 bus/tahun di 12 kota
2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung,
Semarang,Yogyakarta,
Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
0,69 terdiri atas:
KM = 0,51
KB = 0,18
Kementerian
Perhubungan
6 Peremajaan armada
angkutan
umum
Terlaksananya peremajaan armada
angkutanumum sesuai desain standar
yang rendah
emisi sebanyak 6.000 unit
2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung,
Semarang,Yogyakarta,
Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
0,36 Kementerian
Perhubungan
7 Pemasangan
Converter Kit
(gasifikasi angkutan
umum)
Terpasangnya converter kit pada taksi
danangkutan kota yang menggunakan
bensinuntuk menurunkan emisi CO2
hingga 25%sebanyak 1.000 unit per
tahun
2010-2020 9 kota: Medan,
Palembang,Jabodetabek, Cilegon,
Cirebon,Surabaya, Denpasar,
Balikpapan, dan Sengkang
0,04 Kementerian
Perhubungan
8 Pelatihan dan
sosialisasi
smartdriving (eco-
driving)
Terlaksananya pelatihan dan sosialisasi
smart
driving untuk 50.000 orang/tahun
2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
0,002 Kementerian
Perhubungan
9 Membangun Non
Motorized
Transport (Pedestrian
dan
jalur sepeda)
Terbangunnya Non Motorized
Transport di12 kota
2010-2020 12 kota : Medan, Padang,Pekanbaru,
Palembang,Bandung,
Semarang,Yogyakarta,
Surabaya,Denpasar,
Makassar,Balikpapan, dan
Banjarmasin
0,21 Kementerian
Perhubungan
10 Pengembangan KA
perkotaan
Bandung
Mengembangkan KA Perkotaan
Bandungsepanjang 42 km (jalur ganda
danelektrifikasi)
2010-2020 Provinsi Jawa Barat:
Padalarang– Bandung – Cicalengka
4,56 Kementerian
Perhubungan
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-76
NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI
PENURUNAN EMISI
GRK (Juta Ton CO2e)
PENANGGUNG
JAWAB
11 Pembangunan
double-double
track (termasuk
elektrifikasi)
Membangun double-double track
sepanjang35 km
2010-2014 Provinsi DKI Jakarta:
Manggarai – Cikarang
21,21 Kementerian
Perhubungan
12 Pengadaan Kereta
Rel Listrik
(KRL) baru
Pengadaan KRL baru sejumlah:
1.024 unit untuk melayani
Jabodetabeksepanjang 890 km;
640 unit untuk melayani Jawa
Timursepanjang 410 km; dan
256 unit untuk melayani Jawa
Baratsepanjang 150 km
2010-2030 3 provinsi: DKI Jakarta, JawaBarat,
dan Jawa Timur
Penurunan emisi
sebesar:
Jabodetabek
=0,002/tahun
Jawa Timur
=0,001/tahun
Jawa Barat
=0,0005/tahun
Kementerian
Perhubungan
Kementerian
BUMN
13 Modifikasi Kereta
Rel Diesel
(KRD) menjadi
Kereta Rel
Diesel Elektrik
(KRDE)
Terlaksananya modifikasi 25 unit
KRDmenjadi KRDE dengan prediksi
pengurangankonsumsi BBM sebesar
198 liter per km
2010-2011 Provinsi DKI Jakarta 0,00005 Kementerian
Perhubungan
14 Pembangunan Mass
RapidTransitsport (
MRT) JakartaNorth-
South Tahap I
danTahap II
Terbangunnya MRT Tahap I sepanjang
15,1km dan Tahap II sepanjang 8,2 km
2010-2020 Provinsi DKI Jakarta:
Lebak Bulus-Bundaran HI(tahap I)
Bundaran HI-KampungBandan
(tahap II)
2,77/tahun Kementerian
Perhubungan
Pemprov DKI
Jakarta
15 Pembangunan jalur
Kereta
Api (KA) Bandara
Soekarno
Hatta
Terbangunnya jalur KA Bandara
SoekarnoHatta sepanjang 33 km
2010-2020 2 provinsi: DKI Jakarta danBanten,
terdiri atas:
Express line: Manggarai,Bandara
Soekarno Hatta viaPluit
Commuter line: viaTangerang line
dari StasiunTanah Tinggi
0,19/tahun Kementerian
Perhubungan
16 Pembangunan
monorailJakarta
Terlaksananya pembangunan
monorailJakarta sepanjang 12,2 km
untuk Blue Linedan 14,8 km untuk
2010-2020 Provinsi DKI Jakarta 0,52/tahun Kementerian
Perhubungan
Pemprov DKI
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-77
NO RENCANA AKSI KEGIATAN/SASARAN PERIODE LOKASI INDIKASI
PENURUNAN EMISI
GRK (Juta Ton CO2e)
PENANGGUNG
JAWAB
Green Line Jakarta
17 Pembangunan/pening
katan
dan preservasi jalan
Peningkatan kapasitas jalan
nasionalsepanjang 19.370 km dan
penerapanperservasi jalan nasional
sepanjang 168.999km
2010-2014 Seluruh provinsi 1,10 Kementerian
Pekerjaan
Umum
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB II – Tinjauan Pustaka II-78