Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pajak
1. Pengertian Pajak
Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk
membiayai segala kebutuhan Negara. Pengeluaran utama Negara untuk
pengeluaran rutin seperti memberikan gaji pegawai Pemerintahan serta
untuk berbagai macam subsidi diantaranya disektor pendidikan, kesehatan,
pertahanan, dan keamanan, perumahan rakyat, ketenaga kerjaan, agama,
lingkungan hidup dan pengeluaran pembangunan lainnya. Karena untuk
membiayai kepentingan umum tersebut, yang dibutuhkan salah satunya
adalah suatu peran aktif dari warganya untuk berpartisipasi memberikan
iuran kepada Negara dalam bentuk pajak sehingga segala keperluan umum
dapat dibiayai. Pajak semula merupakan pemberian berupa pungutan, hal ini
dikarenakan kebutuhan Negara sangatlah besar dalam rangka untuk
memelihara kepentingan Negara.
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2009 Pasal 1 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebuah konstribusi
wajib kepada Negara yang terhutang oleh setiap orang ataupun badan yang
memiliki sifat memaksa, tetapi tetap berdasarkan dengan Undang-Undang
dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan guna kebutuhan
Negara dan kemakmuran rakyat.
pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.1 Menurut Adriani beliau memberikan definisi pajak : bahwa pajak
adalah iuran pada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
1 Mardiasmo, Perpajakan¸ ANDI, Yogyakarta, 2003, hlm. 1.
15
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.2
Dengan demikian dari pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang dan
menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak adalah iuran
rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat
dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal balik ( kontraprestasi ) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-
unsur3
1. Iuran dari rakyat kepada Negara yang berhak memungut pajak
hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang ).
2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
2. Jenis-jenis Pajak
Berbagai jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga
pemungutannya.
a. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua :
1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung dan dipikul
sendiri oleh wajib pajak tersebut dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada wajib pajak lain atau pihak lain. Pajak tersebut
2 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 23. 3 Mardiasmo, Op. Cit., hlm. 1
16
berdasarkan pajak langsung harus menjadi beban wajib pajak yang
bersangkutan.
Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ), PPH dibayar atau ditanggung oleh
pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
2. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau kepada pihak
ketiga.pajak ini terjadi apabila terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau
perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi
penyerahan barang atau jasa.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) . Pajak ini terjadi apabila
terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini
dibayarkan oleh produsen langsung atau pihak yang menjual barang
tersebut, dan pajak ini dapat dibebankan kepada konsumen baik secara
eksplisit dan implisit ( dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa ).
b. Menurut Sifat
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak atau memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ) . dalam PPH ini terdapat Subjek
Pajak ( Wajib Pajak ) orang pribadi. Pengenaan PPH ini
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak ( status perkawinan ,
banyaknya anak , dan tanggungan lainnya ). Dan keadaan Wajib Pajak
tersebut digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena
pajak.
2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan
objeknya, baik objek tersebut berupa benda, keadaan, perbuatan, dan
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak,
tanpa memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak dan tempat tinggal
Wajib Pajak.
17
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah ( PPnBM ), serta Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ).
c. Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pajak Negara ( Pajak Pusat ), yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat dan Pajak tersebut digunaan untuk membiayai rumah
tangga Negara pada umumnya.
Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ),
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM )
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah,
baik daerah tingkat I ( Pajak Provinsi ) dan daerah tingkat II ( Pajak
Kabupaten / Kota ), dan pajak ini digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah masing-masing, Pajak Daerah sendiri diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Contoh : Pajak Kendaraan
Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air
Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.4
3. Fungsi Pajak
Menurut Resmi ( 2011:3 ) Pajak memiliki 2 fungsi yaitu budgetair ( Sumber
Keuangan Negara ) dan Fungsi regularend ( pengatur )
1) Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara )
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya
tersebut dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak
4 Siti Resmi,Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 10 Buku 1, Jakarta 2017 Hlm.7-8
18
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak Contoh dari
fungsi ini Pajak Penghasilan ( PPH ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN )
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM ), Pajak Bumi dan
Bangunan ( PBB ).
2) Fungsi Regularend ( Pengatur )
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melakukan kebijakan
di bidang sosial dan ekonomi. Contoh dari fungsi ini dikenakannya pajak
yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras
dapat ditekan.5
4. Manfaat Pajak
Manfaat Pajak penting diketahui oleh masyarakat luas agar terjadi
peningkatan kepatuhan pajak. Masih banyak orang yang belum mengetahui
mengenai manfaat pajak itu sendiri. Pada dasarnya , tingkat kepatuhan pajak
harus terus membaik dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (
SPT ). Banyaknya masyarakat yang belum taat tentang umtuk membayar
pajak disebabkan minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat pajak.
Pajak sangat bermanfaat bagi Negara. Pajak banyak digunakan untuk
:Membiayai pengeluatan Negara seperti : pengeluaran yang bersifat self
liquiditing, seperti : pengeluaran untuk proyek yang produktif barang ekspor.
1) Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti : pengeluaran yang
memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya :
pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.
2) Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiding dan tidak
reproduktif, contohnya : pengeluaran untuk pendirian monument dan
objek rekreasi.
3) Membiayai pengeluaran yang tidak produktif, seperti : pengeluaran
untuk membiayai pertahanan Negara atau perang dan pengeluaran
5 Ibid Hal.3
19
untuk penghematan di masa yang akan datang, yaitu pengeluaran
untuk anak yatim piatu.
Jadi dengan kita taat membayar pajak masyarakat akan mendapatkan
manfaat :
a) Fasilitas umum dan infrastruktur, contohnya : jalan, jembatan,
sekolah, rumah sakit.
b) Pertahanan dan keamanan, contohnya : bangunan, senjata,
perumahan hingga gaji-gajinya.
c) Subsidi pangan dan bahan bakar minyak
d) Kelestarian lingkungan hidup dan budaya.
e) Dana pemilu.\
f) Pengembangan alat transportasi massa, dan lain-lainya
Pajak yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan Negara
untuk kesejahteraan masyarakar, seperti memberi subsidi barang-barang
yang dibutuhkan masyarakat dan membayar utang-utang Negara. 6
5. Tata cara pemungutan pajak
Di dalam pemungutan pajak dapat dilakukan dengan 3 stelsel :
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pemungutan dengan menggunakan Stelsel nyata didasarkan pada objek
(penghasilan yang nyata) sehingga pemungutan pada stelsel ini dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan sesungguhnya
diketahui. Kelebihan pada stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis, sedangkan kelemahan pada stelsel ini yaitu pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah diketahuiinya penghasilan rill)
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
6 Manfaat pajak bagi masyarakat dan Negara
https://www.academia.edu/Manfaat_Pajak_bagi_Masyarakat_dan_Negara, diakses
pada tanggal 27 November 2019 Pukul 17:56
20
Pemungutan dengan menggunakan stelsel ini di dasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh Undang-Undang, seperti penghasilan satu
tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pemungutan
stelsel ini sejak awal tahun pajak sudah dapat diketahui besarnya pajak
yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan pada stelsel ini
yaitu pajak yang dibarkan selama satu tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun . sedangkan kelemahan pada stelsel ini
yaitu pajak yang telah dibayarkan tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Pemungutan pada stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata
dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung
berdarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak
kenyataannya lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka
Wajib Pajak harus menambah sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali .
Di dalam tata cara pemungutan pajak terdapat asas pemungutan pajak , yaitu :
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Yang dimana Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya , seperti
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas domisili
ini berlaku bagi Wajib Pajak dalam Negeri.
b. Asas Sumber
Yang dimana Negara berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan
dan bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan
21
Yang di mana asas ini dikenakan pajak yang dihubungkan langsung
dengan kebangsaan suatu Negara.7
6. Sistem Pemungutan pajak
Dalam sistem pemungutan pajak ada beberapa sistem dalam pemungutan
pajak , yaitu :
a. Official Assesment System
Dalam sistem ini aparatur perpajakan yang memberi kewenangan dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang berhak atas
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para
aparatur perpajakan . dengan demikian, berhasil atau tidaknya suatu
pelaksanaan pemungutan pajak tergantung aparatur perpajakan tersebut.
b. Self Assessment System
Dalam sistem ini Wajib Pajak mempunyai wewenang untuk menentukan
sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku . sistem ini memberikan semua
wewenang kepada Wajib Pajak . Wajib Pajak dianggap sudah mengetahui
tentang menghitung pajak , memahami Undang-undang terkait perpajakan,
kejujuran Wajib Pajak yang tinggi, dan Wajib Pajak mampu menyadari
akan pentingnya membayar pajak . maka dari itu sistem ini memberikan
kepercayaan yang sangat besar kepada Wajib Pajak untuk :
1) Wajib Pajak menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang
2) Wajib Pajak mampu memperhitungkan sendiri pajak yang terutang
3) Wajib Pajak membayar sendiri jumlah pajak yang terutang
4) Wajib Pajak mampu melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang
5) Wajib Pajak mampu mempertanggungjawabkan pajak yang terutang
Berhasil atau tidaknya pemungutan pajak menggunakan sistem ini
tergantung kepadaWajibPajak itu sendiri ( peranan Wajib Pajak sangat
dominan )
7 Ibid,hal 6-7
22
c. With Holding System
Dalam sistem ini yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak
harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berluka .
penunjukan ini harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan, keputusan presiden , dan peraturan lainnya memotong dan
memungut pajak, menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana
perpajakan . berhasil atau tidaknya pelaksanaan sistem ini tergantung
kepada pihak ketiga yang ditunjuk sesuai Undang-Undang perpajakan
yang berlaku. ( peranan pada sistem ini yang lebih dominan adalah pihak
ketiga )8
7. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Peubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam pasal ( 1) ayat ( 6 ) pengertian
Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya.
Pengertian NPWP menurut Widyaningsih, Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
dan identitas perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas wajib pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya9.
Berdasarkan sistem self assessment yang dimuat dalam Undang-
Undang perpajakan, maka semua orang yang memperoleh atau menerima
penghasilan baik dari usaha maupun pekerjaa bebas yang jumlahnya setahun
8 Siti Resmi, Op.Cit.,hlm 10-11 9 Shofuro Zahrotul Jannah., Pengaruh Pengrtahuan,Penghasilan,Manfaat atas NPWP, Sanksi, Dan
sosialisasi terhadap kepatuhan pemilik UMKM dalam memiliki NPWP, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Hlm.25
23
di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diwajibkan untuk
mendaftarkan diri di kantor pelayanan pajak yang dimana ia bertempat tinggal
atau berdomisili untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus diberikan NPWP
atau dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui website sistem e-
registration kantor pajak. Dan setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP
dan tidak boleh disalahgunakan, jika hal itu terjadi maka akan di jatuhkan
sanksi pidana bagi yang melanggar.
a. Fungsi NPWP Menurut Widyaningsih, terdapat 4 fungsi dari NPWP,
yaitu :
1. Sebagai sarana administrasi perpajakan
2. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dlaam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan
4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan oleh fiskus terhadap wajib pajak.
Berdasarkan self assessment bahwa untuk memberikan
identitas berupa NPWP wajib pajak harus mendaftarkan diri ke
Direktorat Jenderal Pajak. Ada beberapa bentuk wajib pajak yang
harus mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP dapat dibedakan
sebagai berikut :
1. wajib pajak orang pribadi, yang terdiri dari wajib pajak orang
pribasi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib
pajak orang pribadi karyawan, wajib pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, wajib pajak wanita kawin, wajib pajak
orang pribadi luar negeri, wajib pajak orang pribadi yang
memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar pabean.
2. wajib pajak badan, adalah sekumpulan orang adan atau modal
yang merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
24
komanditer, BUMN, BUMD dalam bentun apapun, firma,
yayasan dan semacamnya.
3. wajib pajak badan usaha tetap, adalah betuk usaha yang
digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 1 Tahun/badan yang didirakan tidak
bertempat tinggal di Indonesia.
4. wajib pajak cabang, kartu NPWP cabang diterbitkan atas
setiap gerai tanpa memperhatikan jumlah gerai dan NPWP
domisilinya diterbitkan sesuai dengan alamat tinggal pelaku
usaha.
5. wajib pajak pemotong pajak, wajib pajak sebagai pemotong
pajak dapat berbentuk bendaharawan pemerintah, perusahaan,
yayasan, penyelenggara kegiatan, pemberi kerja orang pribadi
atau badan.
6. wajib pajak pemungut pajak, diantaranya adalah partai politik,
bendaharawan sekolah swasta.
b. Pencantuman NPWP
Di dalam pembuatan NPWP pencantuman NPWP digunakan
dalam.hal yng berhubngan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak
tersebut diwajibkan untuk mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) yang dimilikinya.
c. Pendaftaran NPWP
Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Kelima atas
Undang-Undamg Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan berbunyi “ Bahwa setiap Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
perundang undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
20/PMK.03/2008 tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan
25
kegiatasn usaha menyebutkan bahwa, wajib pajak yang memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif.
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan berdasarkan pada sistem self assessment, Wajib
Pajak harus mendaftarkan pada Kantor Direktorat Jenderal pajak untuk
dicatat sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Persyaratan Subjektif dalam pendaftaran NPWP yaitu persyaratan yang
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan
perubahannya sedangkan Persyaratan Objektif yaitu persyaratan bagi
subjek pajak yang memperoleh penghasilan dan diwajibkan untuk
memotong penghasilan sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan dan
perubahannya.NPWP sendiri didaftarkan melalui kantor Direktorat
Jenderal Pajak wilayah kerjanya yang meliputi tempat tinggal dan kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu.
Wanita kawin yang hidup terpisah dikenakan pajak secara terpisah yang
sesuai dengan keputusan hukum dan dikehendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Jangka waktu pendaftaran NPWP menturut Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang jangka waktu pendaftaran
dan pelaporan kegiatan usaha mengatur jangka waktu pendaftaran
NPWP adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai usaha atau pekerjaan
bebas, dan Wajib Pajak Badan
a) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, mendafarkan diri paling
lambat 1 (satu) bulan setelah di buatnya usaha mulai dijalankan
26
b) Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat
usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas, wajib pajak mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah
bulan yang disetahunkan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan NPWP
secara Jabatan, apabila wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan
dan telah dihimbau untuk mendaftarkan diri dan tidak menanggapi
maka setelah dilakukan pemeriksaa dapat memberikan NPWP secara
jabatan. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa kewajiban
perpajakan bagi wajib pajak yang telah diterbitkan NPWP dan/atau
yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan
dimulai sejak saat wajib pajak memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP
dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
d. Syarat –syarat Untuk Mendapatkan NPWP bagi wajib pajak yang
mengisi formulir pendafataran dan menyampaikan langsung atau
melalui pos ke kantor Pelayanan Pajak setempat dengan persyaratan
berdasarkan kelompok sebagai berikut :
1. Orang pribadi mempunyai atau tidak mempunyai usaha/pekerjaan
bebas
a) Mengisi formulir pendaftaran NPWP yang disediakan
oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor bagi orang asing.
2. Badan
27
a) Mengisi formulir pendaftaran NPWP yang disediakan
oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b) Akta pendirian dan perubahan atau surat keterangan
penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap.
c) Kartu Tanda Penduduk atau paspor
pemimpin/penanggung jawaban.
3. Bendahara sebagai wajib pajak Pemungut/Pemotong
a) Mengisi formulir pendafatran NPWP yang disediakan
oleh kantor pelayanan pajak.
b) Surat penunjukan sebagai bendahara
c) Kartu tanda penduduk bendahara
4. Joint Operation sebagai wajib pajak pemungut/pemotong
a) Mengisi kartu pendaftaran NPWP
b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor
pimpinan/penanggung jawab.
c) NPWP pimpinan/penanggung jawab Joint Operation.
e. Manfaat NPWP
1. Memudahkan persyaratan administrasi
Memiliki NPWP menjadi salah satu syarat dalam berbagai
proses administrasi.
2. Mengajukan pinjaman hingga kartu kredit
Jika ingin mengajukan pinjaman seperti kredit tanpa agunan,
kredit multiguna, KPR/KPA, kredit mobil hingga kartu kredit,
maka anda harus memiliki NPWP agar aplikasi anda disetujui.
3. Rekening Koran
Jika ingin membuat sebuah rekening Koran, maka NPWP
menjadi syarat penting agar pihak bank dapat memprosesnya.
Sehingga rekening korang yang diajukan dapat dibuat.
4. Pembuatan SIUP
28
Jika ingin membat atau mengajukan permohonan Surat Ijin
Usaha Perdagangan atau SIUP, maka anda harus membawa
NPWP sebagai salah satu syaratnya.
5. Administrasi Pajak Final
Jika hendak membayar pajak final, anda membutuhkan nomor
NPWP, jadi harus menyertakan NPWP
6. Paspor
Jika ingin membuat paspor, NPWP berguna untuk memenuhi
persyaratan pembuatannya.10
f. Sanksi
Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan dan
menggunakan tanpa hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah pajak terutang dan paling banyak denda 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang
g. Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
apabila Wajib Pajak melakukan :
a) Permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak / ahli
warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan
objektif dan subjektif yang sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan Perpajakan;
b) Wajib Pajak badan dapat dilikuidasi karena penghentian atau
penggabungan usaha;
c) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan telah
menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar
sebagai wajib pajak;
10 https://kreditgogo.com/artikel/Pajak diakses pada pukul 16:33 tanggal 16 Januari 2020
29
d) Wajib Pajak yang bentuk usahanya tetap telah menghentikan
kegiatan usahanya di Indonesia;
e) Dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
menghapuskan npwp dari Wajib Pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan objektif dan subjektif yang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
h. Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (Sembilan) digit pertama merupakan
kode wajib pajak ada 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode
administrasi perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut : XX. XXX. XXX. X – XXX. XXX
Catatan :
a) Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila
memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan
diberikan NPWP.
b) Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua
jenis pajak
c) Untuk perusahaan perorangan , NPWP atas nama pemiliknya
d) Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap
mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan
tahun berikutnya.
e) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek
pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak
Orang Pribadi yang meninggalkan warisan tersbut.11
B. Tinjauan Umum Tentang Wajib Pajak
1. Pengertian Wajib Pajak
Pengertian Wajib Pajak menurut UU No 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berbunyi: “Wajib Pajak adalah
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
11 Prof.Dr.Mardiasmo, MBA.,AK, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta: Andi,2013) hlm.25-28
30
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Orang
pribadi merupakan Subyek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia maupun di luar Indonesia.
Menurut Abdul Rahman Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan yaitu memungut
atau memotong pajak tertentu yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sedangkan menurut Fidel Wajib Pajak
merupakan subjek pajak yang memenuhi syarat-syarat objektif yaitu
masyarakat yang menerima atau memperoleh Penghasilan Kena Pajak
(PKP), yaitu penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) bagi wajib pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Dari definisi diatas dapat terlihat bahwa WP terdiri dari 3 jenis yaitu
WP Orang pribadi, WP Badan , dan Bendahara sebagai pemotong
/pemungut pajak. Meraka yang termasuk di dalam golongan WP Orang
Pribadi adalah semua orang yang telah memperoleh penghasilan, yaitu
penghasilan yang merupakan objek pajak dan dikenakan tariff umum yang
jumlahnya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghasilan
tersebut dapat bersumber dari hasil bekerja sebagai (pegawai atau
karyawan), profesi, atau pun melakukan kegiatan usaha.
Untuk badan, sesuai dalam Undang-Undang KUP bahwa badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, seperti
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik Negara atau badan usaha milik daerah, firma, kongsi, koperasi, dana
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, lembaga, dan bentuk badan lainnya yang termasuk di dalam
kontrak investasi kolektif serta bentuk usaha tetap.
31
Sedangkan Bendahara sebagai pemotong/pemungut pajak adalah
pejabat yang ada di dalam satuan kerja di instasni pemerintah atau lembaga
Negara yang ditunjuk langsung dari pimpinannya dengan melalui Surat
Keputusan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan. Tugas dari bendahara
ini sendiri antara lain menghitung pajak, ,memotong atau memungut pajak,
serta menyetorkan ke kas Negara atau sebagaian melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) bagi instansi pemerintah pusat atau
lembaga Negara kemudian bendahara melaporkan pajak tersebut. 12
2. Kewajiban Wajib Pajak
Dalam hubungan perpajakan masyarakat adalah Subjek Pajak yang
akan dilekatkan dengan kewajiban untuk melaksanakan perpajakan jika
telah memenuhi persyaratan.Wajib Pajak tentu memiliki beberapa
kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan Perundang-
Undangan Perpajakan . di antaranya kewajiban Pajak tersebut yang bersifat
umum yaitu :
a. Kewajiban Mendaftarkan Diri
Semua Wajib Pajak berdasarkan Self Assessment System wajib
mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak setempat untuk ditulis sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) . Ketentuan ini
diatur di dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1
yang berbunyi : “ Setiap Wajib Pajak mendaftarkan diri pada Kantor
Direktorat Jenderal Pajak dan yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan Kepadanya diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak “ Ayat 2 berbunyi “ Setiap Wajib Pajak
sebagai pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Perubahannya , Wajib melaporkan
usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
12 Libert Pandiangan, Administrasi Perpajakan (Jakarta, 2014) hlm.21
32
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan menjadi Pengusaha Kena Pajak “
b. Kewajiban Melaporkan Pajak
Di dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 3 Menyatakan “
Setiap Wajib Pajak Wajib mengisi surat pemberitahuan ,
menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau di kukuhkan atau tempat lain
yang dibutuhkan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak “ dengan adanya Undang-Undang tersebut , kewajiban
Wajib Pajak untuk melaporkan diwujudkan dalam kewajiban mengisi
surat pemberitahuan (SPT) baik SPT masa maupun SPT tahunan ,
kemudian Wajib Pajak menandatangani dan melengkapi dengan
lampiran yang ditentukan , dan juga menyampaikannya ke Direktorat
Jenderal Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan
c. Kewajiban Membayar Pajak
Setiap utang membawa Kewajiban bagi yang berutang untuk membayar
/ melunasi . sama halnya dengan utang Wajib Pajak , Wajib Pajak harus
membayar utang pajak bila sudah jatuh tempo tiba .
d. Kewajiban Pembukaan / Pencatatan
Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerja bebas
di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
tercantum pada Pasal 28 Undang – Undang No.16 Tahun 2000 .
pembukuan yang dimaksud merupakan proses pencatatan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi . pembukuan itu sekurang –
kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta , kewajiban atau utang ,
modal , penghasilan dan biaya m serta penjualan dan pembelian ,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang . setiap akhir
tahun pajak , Wajib Pajak harus menutup pembukuan dengan membuat
neraca dan perhitungan rugi – laba dengan berdasarkan prinsip
pembukuaan yang taat asas ( konsisten ) dengan tahun sebelumnya .
33
e. Kewajiban Memberikan Keterangan
Dalam rangka untuk penetapan besarnya jumlah pajak dan untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang – Undangan
Perpajakan , Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak . Wajib Pajak diperiksa oleh aparat
maka Wajib Pajak harus :
1) Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan
dokumen yang menjadi dasar , dokumen lain yang berhubungan
dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak .
2) Memberi kesempatan kepada aparat pajak untuk memasuki
tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan
guna kelancaran pemeriksaan .
3) Memeberi keterangan yang di perlukan . 13
3. Hak – Hak Wajib Pajak
Wajib Pajak tidak hanya mempunyai kewajiban saja tetapi Wajib Pajak
mempunyai hak – hak Wajib Pajak diantaranya yaitu :
a. Hak Menunda Penyampaian SPT
Surat Pemberitahun ( SPT ) Tahunan harus disampaikan pada tanggal 3
bukan setelah akhir tahun pajak ( 31 Maret tahun berikutnya ) . apabila
telah melwati batas waktu yang telah diberikan dapat dikenakan sanksi
berupa denda administrasi atau sanksi pidana menurut Pasal 38 dan /
atau Pasal 39 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 . Menurut
Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan apabila dalam waktu
tertentu , Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan / menyampaiakn SPT
sesuai dengan waktunya maka Wajib Pajak diberikan hak untuk
mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampain SPT
tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak .
b. Hak Membetulkan SPT
13 Drs.Hadi Irmawan, M.M. dan Drs.Aminul Amin, M.M , Pengantar Perpajakan ( Bayumedia
Publishing , 2003 ) hlm. 51-61
34
Wajib Pajak yang mengisi surat pemberitahuan mungkin bisa saja
terjadi kesalahan baik itu secara sengaaj maupun tidak sengaja , masih
diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan secara sendiri
dalam jangka waktu yang telah di tentukan yaitu 2 tahun sesudah saat
terutangnya pajak atau berakhir masa pajak .
c. Hak Menunda Pembayaran
Wajib Pajak dalam keadaan kesulitan likuiditas atau mengalami
keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi
kewajiban untuk membayar Pajak pada waktu yang telah ditentukan ,
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk
menunda atau mengangsurkan pembayaran pajak tersebut . Penundaan
atau angsuran dilakukan terhadap pajak yang terutang menurut Surat
Tagihan Pajak , Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar , atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar tambahan
d. Hak Kompensasi / Restitusi
Wajib Pajak selama tahun pajak telah melakukan setoran masa atau
dipotong / dipungut pihak lain melebihi pajak sebenarnya terutang ,
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kelebihan Pembayaran .
kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena perhitungan pajak
sendiri atau karena adanya pemeriksaan oleh aparatur pajak .
e. Hak Dihapuskan Sanksi Administrasi
Di dalam perpajakan Sanksi Administrasi dapat di hapuskan berupa
bunga, denda, dan kenaikan. Apabila sanksi administrasi dikenakan
karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak
sendiri dapat diajukan permohonan oleh Wajib Pajak untuk dikurangi
atau di hapuskan sanksi administrasi tersebut .
f. Hak Mengajukan Keberatan dan Banding
Penentuan besar pajak yang terutang baik itu selama tahun pajak
berjalan maupun setelah akhir tahun pajak . Menurut Self Assessment
System Wajib Pajak seharusnya melakukan sendiri namun dalam
35
keadaan tertentu , penentuannya dilakukan oleh aparat pajak melalui
surat ketetapan . besarnya jumlah pajak yang terutang menurut surat
ketetapan kemungkinan tidak sesuai dengan perhitungan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak . 14
C. Tinjauan Umum Tentang Sistem E-Registration
1. Pengertian Sistem E-Registration
Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan
program perubahan (changae program) atau reformasi administrasi
perpajakan yang secara umum oleh kalangan Direktorat Jenderal Pajak
disebut Modernisasi Sistem Perpajakan Indonesia. Adapun jiwa dari
program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu
penggunaan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel,
dan juga dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan
terkini . maka dari itu Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan sistem E-
Registration ini.
Menurut PER DIRJEN PAJAK NOMOR PER-02/PJ/2018 Pasal 1
ayat 15 E-Registration adalah sarana pendaftaran calon Wajib Pajak untuk
dikukuhkan sebagai Wajib Pajak, melakukan perubahan data, Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena
pajak melalui internet yang terhubung langsung secara online dengan
Direktorak Jendral Pajak. Singkatnya Sistem Pendaftaran Wajib Pajak
secara Online (e-Registration) adalah system pendaftaran, perubahan data
Wajib Pajak dan atau Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan
Direktorat Jenderal Pajak. Sistem E-Registration merupakan salah satu
produk layanan di Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk
melakukan pendaftaran Wajib Pajak baru yang ingin memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sistem e-Registration mulai efektif digunakan
sejak tahun 2005, yaitu sejak di terbitkannya Keputusan Direktur Jenderal
14 Ibid., hlm 62-67
36
Pajak Nomor: KEP-173/PJ/2004 tanggal 7 Desember 2004 tentang Tata
Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena dengan Sistem e-Registration
yang telah diperbaharui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
PER24/PJ/2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Tata Cara Pendaftaran
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan
Sistem e-Registration. Perubahan peraturan dari KEP-173/PJ/2004 menjadi
PER-24/PJ/2009 membawa perubahan yang cukup signifikan mengenai tata
cara pendaftaran dengan Sistem e-Registration.
E-Registration atau sistem online ini merupakan bagian dari suatu
sistem informasi perpajakan yang di buat oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) sebagai sistem berbasis aplikasi dengan menggunakan perangkat
keras maupun perangkat lunak yang langsung dihubungkan oleh perangkat
komunikasi data . sistem E-Registration ini terdiri dari dua bagian yang
pertama adalah sebagi sistem online yang berfungsi untuk media
pendaftaran Wajib Pajak yang digunakan oleh Wajib Pajak, dan yang
kedua sistem online yang berguna untuk media memproses pendaftaran
Wajib Pajak yang digunakan oleh petugas pajak.
Sistem E-Registration yang diterapkan oleh pihak otoritas perpajakan
di Indonesia dalam hal ini DJP seiring dengan perkembangan kemajuan
teknologi dan hambatan yang membuat Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
melakukam pendaftaran Wajib Pajak, maka Direktorak Jenderal Pajak
mempermudah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan mengeluarkan sistem E-
Registration ini.15
2. Tata cara Sistem E-Registration
Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor
PJ.091/KUP/L/010/2013-00, alur proses E-Registration adalah:
15 Yohanes Mardinata Rusli, 2019 “ Pengaruh Efektivitas Penerapan E-Filing dan Modernisasi Sistem
Perpajakan Indonesia Terhadap Efektivitas Pemrosesan Data Perpajakan”. Vol.2 No.1,hlm.2
37
a) Kunjungi situs DJP dengan alamat http:/www.pajak.go.id
b) Pilh menu sistem E-Registration
c) Buat akun baru
d) Buat username dan password dan kemudian login
e) Pilih jenis Wajib Pajak yang akan didaftarkan
f) Isi format permohonan dengan benar dan dilengkapi kemudian di
kilkTombol “daftar”
g) Cetak formulir permohonan yang sudah diisi
h) Cetak SKTS atau Surat Keterangan Terdaftar Sementar
i) Kirim dokumen yang ada dalam persyaratan ke KPP domisili calon
Wajib Pajak baru tinggal dan bekerja melalui aplikasi atau melalui jasa
Pengiriman/Pos
j) Menerima NPWP, SPPKP, SKT dan surat – surat lain dari KPP dimana
Wajib Pajak telah terdaftar setelah dilakukan proses verifikasi dan
validasi. 16
3. Undang –Undang Terkait E-Registration
Dasar Hukum
1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER 41/PJ/2009 Jo
PER44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data
dan Pemindahan Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha Kena Pajak.
3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2009 Tentang
Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak
dan/ atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration.
16
Julycia Verent Manderos, 2018 Ipteks Faktor-Faktor Penghambat proses E-Registration kantor
pelayanan pajak pratama manado, Vol.02, No.02, hal 2-4
38
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-65/PJ/2008 Tanggal:
18 November 2008 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor
Pokok Wajib Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha
Kena Pajak.
5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-33/PJ/2008 Tanggal
27 Juni 2008 Tentang Tata Cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan
Pengolahan 12 SPT Tahunan PPh, Penghapusan Sanksi Administrasi,
Penghentian Pemeriksaan, dan Pengadministrasian Laporan Terkait
Dengan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
6) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-161/PJ./2001
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER160/PJ/2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan
Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
7) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-59/PJ/2007 Tentang
Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-
160/PJ/2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor
Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.17
8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013
sebagaimana telah diubah terakhir PER-38/PJ/2013 Tentang Tata Cara
Pendafataran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan
Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor
17 http://digilib.unila.ac.id/4966/11/.pdf diakses pada 19 juni 2019 WIB
39
Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak
D. Tinjaun Umum Tentang Efektivitas Hukum
1. Pengertian Efektivitas Hukum
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti
berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna
atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif
adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak
dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan18
Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia
diperankan untuk memantau.19
ika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud
dengan “dia” disini adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata
efektifitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau
akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang
efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak
dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.
Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa yang diatur dalam
hukum pelaksanaanya. Bisa juga karena kepatuhan masyarakat kepada
hukum karena adanya unsur memaksa dari hukum. Hukum dibuat oleh
otoritas berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai dalam masyarakat. Jika
demikian, maka terjadilah hukum tidak efektif, tidak bisa dijalankan, atau
bahkan atas hal tertentu terbit pembangkangan sipil. Dalam realita
kehidupan masyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif, sehingga
wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam prespektif
efektivitas hukum.20
18 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284. 19 ibid 20 Septi Wahyu Sandiyoga, 2015, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2011
tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”, Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar, hlm. 11 9 Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek
40
Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam
pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi
hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya
untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan
terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di
dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai
a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana
pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah
pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam
pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan
proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.
Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum,
maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu
ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita
akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.
Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi
kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya
karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada
kepentingannya.21
Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa
kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat
compliance, identification, internalization. Dalam bukunya Achmad Ali
yang dikutip oleh Marcus Priyo Guntarto yang mengemukakan, faktor-
faktor dalam mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum yaitu :22
21 Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hal. 375 22 Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasai dan Penalisasi dalam Rangka Fungsionalisasi Perda dan
Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm 71, dikutip Salim H.S
dan Erlies Septiana Nurbaini, Op. Cit., hal 308
41
a. Relevensi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum
dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum
itu.
b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah
dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.
c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka
seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat
mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur)
lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat
mengharuskan (mandatur).
e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan
dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.
f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus
proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan
sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh
karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan
(penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan,
relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang
bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang
yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.
i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum,
juga tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak
hukum untuk menegakkan aturan hukum tersebut.
42
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga
mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal
di dalam masyarakat.
Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnresyang
berpendapat bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap
hukum pada umumnya, melainkan kataatan terhadap aturan hukum
tertentu saja. Achmad Ali sendiri berpendapat bahwa kajian tetap
dapat dilakukan terhadap keduanya :23
a. Bagaimaan ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-
faktor apa yang mempengaruhinya
b. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan
faktor-faltor apa yang memperngaruhinya.
Persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan sangat erat
dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum
dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum
benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Soerjono
Soekanto mengemukakan bahwa efektivitas hukum berkaitan erat
dengan faktor-faktor sebagai berikut :24
a. Usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu
penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, mengakui, dan
menaati hukum.
b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang
berlaku. Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang
hukum karena takut pada petugas atau polisi, menaati suatu
hukum hanya karena takut terhadap sesama teman, menaati
hukum karena cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya.
23 Ibid. Hal. 376. 24 Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat, Bandung, Alumni, hlm. 45
43
c. Jangka waktu penanaman hukum yaitu panjang atau pendek
jangka waktu dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan
dan diharapkan memberikan hasil.
Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan,
maka dapat dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-
undangan, banyak tergantung pada beberapa faktor, antara lain25
a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.
b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan
didalam masyarakatnya.
d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang
tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan
instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai
sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas
buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor
yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan
adalah profesional dan optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan
fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang
dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam penegakan
perundang-undangan tersebut.26
Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur
efektivitas dalam penegakan hukum pada lima hal yakni :27
1. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya
25 Op.cit. Hal. 378. 26 Ibid. Hal. 379. 27 Soerjono Soekanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. Penerbit
PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 5.
44
terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.
Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan
keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim
memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja
maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika
melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan
menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata
dilihat dari sudut hukum tertulis saja.28
2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan
sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah.
Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat
untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum,
artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas
atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan
wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau
perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan
lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak
hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat
penegak hukum tersebut29
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak
dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para
penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak
dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang
proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai
peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa
28 Ibid. Hal. 8 29 Ibid. Hal. 21
45
adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak
hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan
yang aktual30
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga
masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai
kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan
hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.
Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang
bersangkutan.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan
konsepsikonsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik
(sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga
dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau
mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula
hukum tertulis (perundangundangan), yang dibentuk oleh
golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan
dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut
harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari
hukum adat, agar hukum perundangundangan tersebut dapat
berlaku secara aktif31
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena
menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur
dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum
30 Ibid. Hal. 37 31 Iffa Rohmah. 2016. Penegakkan Hukum. http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses : Pukul 17.20
WIB, Tanggal 16 Januari 2020
46
tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik
sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun
oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak
hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan
oleh masyarakat luas.32
Faktor kepentingan yang menyebabkan seseorang menaati atau
tidak menaati hukum. Dengan kata lain, pola-pola prilaku warga
masyarakat yang banyak mempengaruhi efektivitas perundang-
undangan.
Apabila membicarakan masalah efektif atau berfungsi tdaknya
suatu hukum dalam arti undang-undang atau produk hukum lainnya,
maka pada umumnya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum
tersebut benarbenar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-
teori hukum biasanya dapat dibedakan antara 3 macam hal berlakunya
hukum sebagai kaidah mengenai pemberlakuan kaidah hukum
menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, bahwa: 33
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau bila
berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan atau apabila
menunjukan hubungan keharusan antara kondisi dan akibatnya.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut
efektif artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh
penguasa walaupun tidak terima oleh warga masyarakat atau
kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat.
c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai
dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
32 ibid. Hal. 53 33 Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta, Remadja Karya, hlm. 23
47
Persoalan penyesuaian hukum pada perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat merupakan bagaimana hukum tertulis dalam arti
peraturan perundang-undangan karena harus diingat bahwa kelemahan
dalam peraturan perundang-undangan itu susah termasuk didalamnya
peraturan daerah yaitu sifatnya statis dan kaku. Dalam keadaan yang
mendesak, peraturan perundang-undangan itu harus disesuaikan
dengan perubahan masyarakat, akan tetapi tidak mesti seperti itu
karena sebenarnya hukum tertulis atau perundang-undangan telah
mempunyai senjata ampuh dalam kesenjangan tersebut, yang
dimaksud dalam kesenjangan yaitu dalam suatu peraturan perundang-
undangan termasuk peraturan daerah ditetapkan adanya sanksi untuk
mereka yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan daerah
tersebut.