34
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1. Pengertian Pajak Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala kebutuhan Negara. Pengeluaran utama Negara untuk pengeluaran rutin seperti memberikan gaji pegawai Pemerintahan serta untuk berbagai macam subsidi diantaranya disektor pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan keamanan, perumahan rakyat, ketenaga kerjaan, agama, lingkungan hidup dan pengeluaran pembangunan lainnya. Karena untuk membiayai kepentingan umum tersebut, yang dibutuhkan salah satunya adalah suatu peran aktif dari warganya untuk berpartisipasi memberikan iuran kepada Negara dalam bentuk pajak sehingga segala keperluan umum dapat dibiayai. Pajak semula merupakan pemberian berupa pungutan, hal ini dikarenakan kebutuhan Negara sangatlah besar dalam rangka untuk memelihara kepentingan Negara. Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2009 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebuah konstribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh setiap orang ataupun badan yang memiliki sifat memaksa, tetapi tetap berdasarkan dengan Undang-Undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan guna kebutuhan Negara dan kemakmuran rakyat. pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 1 Menurut Adriani beliau memberikan definisi pajak : bahwa pajak adalah iuran pada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang 1 Mardiasmo, Perpajakan¸ ANDI, Yogyakarta, 2003, hlm. 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pajak

1. Pengertian Pajak

Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk

membiayai segala kebutuhan Negara. Pengeluaran utama Negara untuk

pengeluaran rutin seperti memberikan gaji pegawai Pemerintahan serta

untuk berbagai macam subsidi diantaranya disektor pendidikan, kesehatan,

pertahanan, dan keamanan, perumahan rakyat, ketenaga kerjaan, agama,

lingkungan hidup dan pengeluaran pembangunan lainnya. Karena untuk

membiayai kepentingan umum tersebut, yang dibutuhkan salah satunya

adalah suatu peran aktif dari warganya untuk berpartisipasi memberikan

iuran kepada Negara dalam bentuk pajak sehingga segala keperluan umum

dapat dibiayai. Pajak semula merupakan pemberian berupa pungutan, hal ini

dikarenakan kebutuhan Negara sangatlah besar dalam rangka untuk

memelihara kepentingan Negara.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2009 Pasal 1 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebuah konstribusi

wajib kepada Negara yang terhutang oleh setiap orang ataupun badan yang

memiliki sifat memaksa, tetapi tetap berdasarkan dengan Undang-Undang

dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan guna kebutuhan

Negara dan kemakmuran rakyat.

pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.1 Menurut Adriani beliau memberikan definisi pajak : bahwa pajak

adalah iuran pada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

1 Mardiasmo, Perpajakan¸ ANDI, Yogyakarta, 2003, hlm. 1.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

15

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.2

Dengan demikian dari pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang dan

menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak adalah iuran

rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat

dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal balik ( kontraprestasi ) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-

unsur3

1. Iuran dari rakyat kepada Negara yang berhak memungut pajak

hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang ).

2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan

kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung

dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

2. Jenis-jenis Pajak

Berbagai jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,

yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga

pemungutannya.

a. Menurut Golongan

Pajak dikelompokkan menjadi dua :

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung dan dipikul

sendiri oleh wajib pajak tersebut dan tidak dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada wajib pajak lain atau pihak lain. Pajak tersebut

2 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 23. 3 Mardiasmo, Op. Cit., hlm. 1

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

16

berdasarkan pajak langsung harus menjadi beban wajib pajak yang

bersangkutan.

Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ), PPH dibayar atau ditanggung oleh

pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

2. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau kepada pihak

ketiga.pajak ini terjadi apabila terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau

perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi

penyerahan barang atau jasa.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) . Pajak ini terjadi apabila

terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini

dibayarkan oleh produsen langsung atau pihak yang menjual barang

tersebut, dan pajak ini dapat dibebankan kepada konsumen baik secara

eksplisit dan implisit ( dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa ).

b. Menurut Sifat

Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan

keadaan pribadi Wajib Pajak atau memperhatikan keadaan subjeknya.

Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ) . dalam PPH ini terdapat Subjek

Pajak ( Wajib Pajak ) orang pribadi. Pengenaan PPH ini

memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak ( status perkawinan ,

banyaknya anak , dan tanggungan lainnya ). Dan keadaan Wajib Pajak

tersebut digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena

pajak.

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan

objeknya, baik objek tersebut berupa benda, keadaan, perbuatan, dan

peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak,

tanpa memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak dan tempat tinggal

Wajib Pajak.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

17

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), Pajak Penjualan atas Barang

Mewah ( PPnBM ), serta Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ).

c. Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pajak Negara ( Pajak Pusat ), yaitu pajak yang dipungut oleh

Pemerintah Pusat dan Pajak tersebut digunaan untuk membiayai rumah

tangga Negara pada umumnya.

Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ),

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM )

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah,

baik daerah tingkat I ( Pajak Provinsi ) dan daerah tingkat II ( Pajak

Kabupaten / Kota ), dan pajak ini digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah masing-masing, Pajak Daerah sendiri diatur di dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Contoh : Pajak Kendaraan

Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air

Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan

Pedesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.4

3. Fungsi Pajak

Menurut Resmi ( 2011:3 ) Pajak memiliki 2 fungsi yaitu budgetair ( Sumber

Keuangan Negara ) dan Fungsi regularend ( pengatur )

1) Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara )

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya

tersebut dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak

4 Siti Resmi,Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 10 Buku 1, Jakarta 2017 Hlm.7-8

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

18

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak Contoh dari

fungsi ini Pajak Penghasilan ( PPH ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN )

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM ), Pajak Bumi dan

Bangunan ( PBB ).

2) Fungsi Regularend ( Pengatur )

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melakukan kebijakan

di bidang sosial dan ekonomi. Contoh dari fungsi ini dikenakannya pajak

yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras

dapat ditekan.5

4. Manfaat Pajak

Manfaat Pajak penting diketahui oleh masyarakat luas agar terjadi

peningkatan kepatuhan pajak. Masih banyak orang yang belum mengetahui

mengenai manfaat pajak itu sendiri. Pada dasarnya , tingkat kepatuhan pajak

harus terus membaik dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari semakin

banyaknya Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (

SPT ). Banyaknya masyarakat yang belum taat tentang umtuk membayar

pajak disebabkan minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat pajak.

Pajak sangat bermanfaat bagi Negara. Pajak banyak digunakan untuk

:Membiayai pengeluatan Negara seperti : pengeluaran yang bersifat self

liquiditing, seperti : pengeluaran untuk proyek yang produktif barang ekspor.

1) Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti : pengeluaran yang

memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya :

pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.

2) Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiding dan tidak

reproduktif, contohnya : pengeluaran untuk pendirian monument dan

objek rekreasi.

3) Membiayai pengeluaran yang tidak produktif, seperti : pengeluaran

untuk membiayai pertahanan Negara atau perang dan pengeluaran

5 Ibid Hal.3

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

19

untuk penghematan di masa yang akan datang, yaitu pengeluaran

untuk anak yatim piatu.

Jadi dengan kita taat membayar pajak masyarakat akan mendapatkan

manfaat :

a) Fasilitas umum dan infrastruktur, contohnya : jalan, jembatan,

sekolah, rumah sakit.

b) Pertahanan dan keamanan, contohnya : bangunan, senjata,

perumahan hingga gaji-gajinya.

c) Subsidi pangan dan bahan bakar minyak

d) Kelestarian lingkungan hidup dan budaya.

e) Dana pemilu.\

f) Pengembangan alat transportasi massa, dan lain-lainya

Pajak yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan Negara

untuk kesejahteraan masyarakar, seperti memberi subsidi barang-barang

yang dibutuhkan masyarakat dan membayar utang-utang Negara. 6

5. Tata cara pemungutan pajak

Di dalam pemungutan pajak dapat dilakukan dengan 3 stelsel :

a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pemungutan dengan menggunakan Stelsel nyata didasarkan pada objek

(penghasilan yang nyata) sehingga pemungutan pada stelsel ini dapat

dilakukan pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan sesungguhnya

diketahui. Kelebihan pada stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih

realistis, sedangkan kelemahan pada stelsel ini yaitu pajak baru dapat

dikenakan pada akhir periode (setelah diketahuiinya penghasilan rill)

b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)

6 Manfaat pajak bagi masyarakat dan Negara

https://www.academia.edu/Manfaat_Pajak_bagi_Masyarakat_dan_Negara, diakses

pada tanggal 27 November 2019 Pukul 17:56

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

20

Pemungutan dengan menggunakan stelsel ini di dasarkan pada suatu

anggapan yang diatur oleh Undang-Undang, seperti penghasilan satu

tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pemungutan

stelsel ini sejak awal tahun pajak sudah dapat diketahui besarnya pajak

yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan pada stelsel ini

yaitu pajak yang dibarkan selama satu tahun berjalan, tanpa harus

menunggu pada akhir tahun . sedangkan kelemahan pada stelsel ini

yaitu pajak yang telah dibayarkan tidak berdasarkan pada keadaan yang

sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Pemungutan pada stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata

dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung

berdarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak

disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak

kenyataannya lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka

Wajib Pajak harus menambah sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya

dapat diminta kembali .

Di dalam tata cara pemungutan pajak terdapat asas pemungutan pajak , yaitu :

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Yang dimana Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh

penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya , seperti

penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas domisili

ini berlaku bagi Wajib Pajak dalam Negeri.

b. Asas Sumber

Yang dimana Negara berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan

dan bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal

Wajib Pajak.

c. Asas Kebangsaan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

21

Yang di mana asas ini dikenakan pajak yang dihubungkan langsung

dengan kebangsaan suatu Negara.7

6. Sistem Pemungutan pajak

Dalam sistem pemungutan pajak ada beberapa sistem dalam pemungutan

pajak , yaitu :

a. Official Assesment System

Dalam sistem ini aparatur perpajakan yang memberi kewenangan dalam

menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang berhak atas

menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para

aparatur perpajakan . dengan demikian, berhasil atau tidaknya suatu

pelaksanaan pemungutan pajak tergantung aparatur perpajakan tersebut.

b. Self Assessment System

Dalam sistem ini Wajib Pajak mempunyai wewenang untuk menentukan

sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan

peraturan perpajakan yang berlaku . sistem ini memberikan semua

wewenang kepada Wajib Pajak . Wajib Pajak dianggap sudah mengetahui

tentang menghitung pajak , memahami Undang-undang terkait perpajakan,

kejujuran Wajib Pajak yang tinggi, dan Wajib Pajak mampu menyadari

akan pentingnya membayar pajak . maka dari itu sistem ini memberikan

kepercayaan yang sangat besar kepada Wajib Pajak untuk :

1) Wajib Pajak menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang

2) Wajib Pajak mampu memperhitungkan sendiri pajak yang terutang

3) Wajib Pajak membayar sendiri jumlah pajak yang terutang

4) Wajib Pajak mampu melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang

5) Wajib Pajak mampu mempertanggungjawabkan pajak yang terutang

Berhasil atau tidaknya pemungutan pajak menggunakan sistem ini

tergantung kepadaWajibPajak itu sendiri ( peranan Wajib Pajak sangat

dominan )

7 Ibid,hal 6-7

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

22

c. With Holding System

Dalam sistem ini yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang

ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak

harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berluka .

penunjukan ini harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan

perpajakan, keputusan presiden , dan peraturan lainnya memotong dan

memungut pajak, menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana

perpajakan . berhasil atau tidaknya pelaksanaan sistem ini tergantung

kepada pihak ketiga yang ditunjuk sesuai Undang-Undang perpajakan

yang berlaku. ( peranan pada sistem ini yang lebih dominan adalah pihak

ketiga )8

7. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Peubahan

Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam pasal ( 1) ayat ( 6 ) pengertian

Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada

Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan

sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan

hak dan kewajiban perpajakannya.

Pengertian NPWP menurut Widyaningsih, Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana

dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri

dan identitas perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau

identitas wajib pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya9.

Berdasarkan sistem self assessment yang dimuat dalam Undang-

Undang perpajakan, maka semua orang yang memperoleh atau menerima

penghasilan baik dari usaha maupun pekerjaa bebas yang jumlahnya setahun

8 Siti Resmi, Op.Cit.,hlm 10-11 9 Shofuro Zahrotul Jannah., Pengaruh Pengrtahuan,Penghasilan,Manfaat atas NPWP, Sanksi, Dan

sosialisasi terhadap kepatuhan pemilik UMKM dalam memiliki NPWP, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Hlm.25

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

23

di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diwajibkan untuk

mendaftarkan diri di kantor pelayanan pajak yang dimana ia bertempat tinggal

atau berdomisili untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus diberikan NPWP

atau dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui website sistem e-

registration kantor pajak. Dan setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP

dan tidak boleh disalahgunakan, jika hal itu terjadi maka akan di jatuhkan

sanksi pidana bagi yang melanggar.

a. Fungsi NPWP Menurut Widyaningsih, terdapat 4 fungsi dari NPWP,

yaitu :

1. Sebagai sarana administrasi perpajakan

2. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dlaam

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan

4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan

administrasi perpajakan oleh fiskus terhadap wajib pajak.

Berdasarkan self assessment bahwa untuk memberikan

identitas berupa NPWP wajib pajak harus mendaftarkan diri ke

Direktorat Jenderal Pajak. Ada beberapa bentuk wajib pajak yang

harus mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP dapat dibedakan

sebagai berikut :

1. wajib pajak orang pribadi, yang terdiri dari wajib pajak orang

pribasi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib

pajak orang pribadi karyawan, wajib pajak orang pribadi

pengusaha tertentu, wajib pajak wanita kawin, wajib pajak

orang pribadi luar negeri, wajib pajak orang pribadi yang

memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar pabean.

2. wajib pajak badan, adalah sekumpulan orang adan atau modal

yang merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

24

komanditer, BUMN, BUMD dalam bentun apapun, firma,

yayasan dan semacamnya.

3. wajib pajak badan usaha tetap, adalah betuk usaha yang

digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di

Indonesia, atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183

hari dalam jangka waktu 1 Tahun/badan yang didirakan tidak

bertempat tinggal di Indonesia.

4. wajib pajak cabang, kartu NPWP cabang diterbitkan atas

setiap gerai tanpa memperhatikan jumlah gerai dan NPWP

domisilinya diterbitkan sesuai dengan alamat tinggal pelaku

usaha.

5. wajib pajak pemotong pajak, wajib pajak sebagai pemotong

pajak dapat berbentuk bendaharawan pemerintah, perusahaan,

yayasan, penyelenggara kegiatan, pemberi kerja orang pribadi

atau badan.

6. wajib pajak pemungut pajak, diantaranya adalah partai politik,

bendaharawan sekolah swasta.

b. Pencantuman NPWP

Di dalam pembuatan NPWP pencantuman NPWP digunakan

dalam.hal yng berhubngan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak

tersebut diwajibkan untuk mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) yang dimilikinya.

c. Pendaftaran NPWP

Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Kelima atas

Undang-Undamg Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan berbunyi “ Bahwa setiap Wajib Pajak yang telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan

perundang undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor

Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

20/PMK.03/2008 tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

25

kegiatasn usaha menyebutkan bahwa, wajib pajak yang memenuhi

persyaratan subjektif dan objektif.

Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan

objektif yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan berdasarkan pada sistem self assessment, Wajib

Pajak harus mendaftarkan pada Kantor Direktorat Jenderal pajak untuk

dicatat sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Persyaratan Subjektif dalam pendaftaran NPWP yaitu persyaratan yang

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan

perubahannya sedangkan Persyaratan Objektif yaitu persyaratan bagi

subjek pajak yang memperoleh penghasilan dan diwajibkan untuk

memotong penghasilan sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan dan

perubahannya.NPWP sendiri didaftarkan melalui kantor Direktorat

Jenderal Pajak wilayah kerjanya yang meliputi tempat tinggal dan kantor

Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan

usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu.

Wanita kawin yang hidup terpisah dikenakan pajak secara terpisah yang

sesuai dengan keputusan hukum dan dikehendaki secara tertulis

berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Jangka waktu pendaftaran NPWP menturut Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang jangka waktu pendaftaran

dan pelaporan kegiatan usaha mengatur jangka waktu pendaftaran

NPWP adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai usaha atau pekerjaan

bebas, dan Wajib Pajak Badan

a) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, mendafarkan diri paling

lambat 1 (satu) bulan setelah di buatnya usaha mulai dijalankan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

26

b) Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat

usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak

melakukan pekerjaan bebas, wajib pajak mendaftarkan diri untuk

memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah

bulan yang disetahunkan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan NPWP

secara Jabatan, apabila wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan

dan telah dihimbau untuk mendaftarkan diri dan tidak menanggapi

maka setelah dilakukan pemeriksaa dapat memberikan NPWP secara

jabatan. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa kewajiban

perpajakan bagi wajib pajak yang telah diterbitkan NPWP dan/atau

yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan

dimulai sejak saat wajib pajak memenuhi persyaratan subjektif dan

objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP

dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

d. Syarat –syarat Untuk Mendapatkan NPWP bagi wajib pajak yang

mengisi formulir pendafataran dan menyampaikan langsung atau

melalui pos ke kantor Pelayanan Pajak setempat dengan persyaratan

berdasarkan kelompok sebagai berikut :

1. Orang pribadi mempunyai atau tidak mempunyai usaha/pekerjaan

bebas

a) Mengisi formulir pendaftaran NPWP yang disediakan

oleh Kantor Pelayanan Pajak.

b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor bagi orang asing.

2. Badan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

27

a) Mengisi formulir pendaftaran NPWP yang disediakan

oleh Kantor Pelayanan Pajak.

b) Akta pendirian dan perubahan atau surat keterangan

penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap.

c) Kartu Tanda Penduduk atau paspor

pemimpin/penanggung jawaban.

3. Bendahara sebagai wajib pajak Pemungut/Pemotong

a) Mengisi formulir pendafatran NPWP yang disediakan

oleh kantor pelayanan pajak.

b) Surat penunjukan sebagai bendahara

c) Kartu tanda penduduk bendahara

4. Joint Operation sebagai wajib pajak pemungut/pemotong

a) Mengisi kartu pendaftaran NPWP

b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor

pimpinan/penanggung jawab.

c) NPWP pimpinan/penanggung jawab Joint Operation.

e. Manfaat NPWP

1. Memudahkan persyaratan administrasi

Memiliki NPWP menjadi salah satu syarat dalam berbagai

proses administrasi.

2. Mengajukan pinjaman hingga kartu kredit

Jika ingin mengajukan pinjaman seperti kredit tanpa agunan,

kredit multiguna, KPR/KPA, kredit mobil hingga kartu kredit,

maka anda harus memiliki NPWP agar aplikasi anda disetujui.

3. Rekening Koran

Jika ingin membuat sebuah rekening Koran, maka NPWP

menjadi syarat penting agar pihak bank dapat memprosesnya.

Sehingga rekening korang yang diajukan dapat dibuat.

4. Pembuatan SIUP

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

28

Jika ingin membat atau mengajukan permohonan Surat Ijin

Usaha Perdagangan atau SIUP, maka anda harus membawa

NPWP sebagai salah satu syaratnya.

5. Administrasi Pajak Final

Jika hendak membayar pajak final, anda membutuhkan nomor

NPWP, jadi harus menyertakan NPWP

6. Paspor

Jika ingin membuat paspor, NPWP berguna untuk memenuhi

persyaratan pembuatannya.10

f. Sanksi

Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan dan

menggunakan tanpa hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada

pendapatan Negara dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6

(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2

(dua) kali jumlah pajak terutang dan paling banyak denda 4 (empat) kali

jumlah pajak terutang

g. Penghapusan NPWP

Penghapusan NPWP dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak

apabila Wajib Pajak melakukan :

a) Permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak / ahli

warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan

objektif dan subjektif yang sesuai dengan Peraturan Perundang-

Undangan Perpajakan;

b) Wajib Pajak badan dapat dilikuidasi karena penghentian atau

penggabungan usaha;

c) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan telah

menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan

penghasilan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar

sebagai wajib pajak;

10 https://kreditgogo.com/artikel/Pajak diakses pada pukul 16:33 tanggal 16 Januari 2020

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

29

d) Wajib Pajak yang bentuk usahanya tetap telah menghentikan

kegiatan usahanya di Indonesia;

e) Dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk

menghapuskan npwp dari Wajib Pajak yang sudah tidak

memenuhi persyaratan objektif dan subjektif yang sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.

h. Format NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (Sembilan) digit pertama merupakan

kode wajib pajak ada 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode

administrasi perpajakan.

Formatnya adalah sebagai berikut : XX. XXX. XXX. X – XXX. XXX

Catatan :

a) Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila

memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan

diberikan NPWP.

b) Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua

jenis pajak

c) Untuk perusahaan perorangan , NPWP atas nama pemiliknya

d) Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap

mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan

tahun berikutnya.

e) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek

pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak

Orang Pribadi yang meninggalkan warisan tersbut.11

B. Tinjauan Umum Tentang Wajib Pajak

1. Pengertian Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut UU No 16 Tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berbunyi: “Wajib Pajak adalah

orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan

11 Prof.Dr.Mardiasmo, MBA.,AK, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta: Andi,2013) hlm.25-28

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

30

pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Orang

pribadi merupakan Subyek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di

Indonesia maupun di luar Indonesia.

Menurut Abdul Rahman Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan

yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan yaitu memungut

atau memotong pajak tertentu yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan, sedangkan menurut Fidel Wajib Pajak

merupakan subjek pajak yang memenuhi syarat-syarat objektif yaitu

masyarakat yang menerima atau memperoleh Penghasilan Kena Pajak

(PKP), yaitu penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) bagi wajib pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan.

Dari definisi diatas dapat terlihat bahwa WP terdiri dari 3 jenis yaitu

WP Orang pribadi, WP Badan , dan Bendahara sebagai pemotong

/pemungut pajak. Meraka yang termasuk di dalam golongan WP Orang

Pribadi adalah semua orang yang telah memperoleh penghasilan, yaitu

penghasilan yang merupakan objek pajak dan dikenakan tariff umum yang

jumlahnya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghasilan

tersebut dapat bersumber dari hasil bekerja sebagai (pegawai atau

karyawan), profesi, atau pun melakukan kegiatan usaha.

Untuk badan, sesuai dalam Undang-Undang KUP bahwa badan

adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik

yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, seperti

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha

milik Negara atau badan usaha milik daerah, firma, kongsi, koperasi, dana

pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi

sosial politik, lembaga, dan bentuk badan lainnya yang termasuk di dalam

kontrak investasi kolektif serta bentuk usaha tetap.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

31

Sedangkan Bendahara sebagai pemotong/pemungut pajak adalah

pejabat yang ada di dalam satuan kerja di instasni pemerintah atau lembaga

Negara yang ditunjuk langsung dari pimpinannya dengan melalui Surat

Keputusan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan. Tugas dari bendahara

ini sendiri antara lain menghitung pajak, ,memotong atau memungut pajak,

serta menyetorkan ke kas Negara atau sebagaian melalui Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN) bagi instansi pemerintah pusat atau

lembaga Negara kemudian bendahara melaporkan pajak tersebut. 12

2. Kewajiban Wajib Pajak

Dalam hubungan perpajakan masyarakat adalah Subjek Pajak yang

akan dilekatkan dengan kewajiban untuk melaksanakan perpajakan jika

telah memenuhi persyaratan.Wajib Pajak tentu memiliki beberapa

kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan Perundang-

Undangan Perpajakan . di antaranya kewajiban Pajak tersebut yang bersifat

umum yaitu :

a. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Semua Wajib Pajak berdasarkan Self Assessment System wajib

mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak/Kantor Pelayanan

Pajak setempat untuk ditulis sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk

mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) . Ketentuan ini

diatur di dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1

yang berbunyi : “ Setiap Wajib Pajak mendaftarkan diri pada Kantor

Direktorat Jenderal Pajak dan yang wilayah kerjanya meliputi tempat

tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan Kepadanya diberikan

Nomor Pokok Wajib Pajak “ Ayat 2 berbunyi “ Setiap Wajib Pajak

sebagai pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang

Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Perubahannya , Wajib melaporkan

usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya

12 Libert Pandiangan, Administrasi Perpajakan (Jakarta, 2014) hlm.21

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

32

meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat

kegiatan usaha dilakukan menjadi Pengusaha Kena Pajak “

b. Kewajiban Melaporkan Pajak

Di dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 3 Menyatakan “

Setiap Wajib Pajak Wajib mengisi surat pemberitahuan ,

menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal

Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau di kukuhkan atau tempat lain

yang dibutuhkan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak “ dengan adanya Undang-Undang tersebut , kewajiban

Wajib Pajak untuk melaporkan diwujudkan dalam kewajiban mengisi

surat pemberitahuan (SPT) baik SPT masa maupun SPT tahunan ,

kemudian Wajib Pajak menandatangani dan melengkapi dengan

lampiran yang ditentukan , dan juga menyampaikannya ke Direktorat

Jenderal Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan

c. Kewajiban Membayar Pajak

Setiap utang membawa Kewajiban bagi yang berutang untuk membayar

/ melunasi . sama halnya dengan utang Wajib Pajak , Wajib Pajak harus

membayar utang pajak bila sudah jatuh tempo tiba .

d. Kewajiban Pembukaan / Pencatatan

Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerja bebas

di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

tercantum pada Pasal 28 Undang – Undang No.16 Tahun 2000 .

pembukuan yang dimaksud merupakan proses pencatatan secara teratur

untuk mengumpulkan data dan informasi . pembukuan itu sekurang –

kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta , kewajiban atau utang ,

modal , penghasilan dan biaya m serta penjualan dan pembelian ,

sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang . setiap akhir

tahun pajak , Wajib Pajak harus menutup pembukuan dengan membuat

neraca dan perhitungan rugi – laba dengan berdasarkan prinsip

pembukuaan yang taat asas ( konsisten ) dengan tahun sebelumnya .

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

33

e. Kewajiban Memberikan Keterangan

Dalam rangka untuk penetapan besarnya jumlah pajak dan untuk tujuan

lain dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang – Undangan

Perpajakan , Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan

pemeriksaan terhadap Wajib Pajak . Wajib Pajak diperiksa oleh aparat

maka Wajib Pajak harus :

1) Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan

dokumen yang menjadi dasar , dokumen lain yang berhubungan

dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak .

2) Memberi kesempatan kepada aparat pajak untuk memasuki

tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan

guna kelancaran pemeriksaan .

3) Memeberi keterangan yang di perlukan . 13

3. Hak – Hak Wajib Pajak

Wajib Pajak tidak hanya mempunyai kewajiban saja tetapi Wajib Pajak

mempunyai hak – hak Wajib Pajak diantaranya yaitu :

a. Hak Menunda Penyampaian SPT

Surat Pemberitahun ( SPT ) Tahunan harus disampaikan pada tanggal 3

bukan setelah akhir tahun pajak ( 31 Maret tahun berikutnya ) . apabila

telah melwati batas waktu yang telah diberikan dapat dikenakan sanksi

berupa denda administrasi atau sanksi pidana menurut Pasal 38 dan /

atau Pasal 39 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 . Menurut

Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan apabila dalam waktu

tertentu , Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan / menyampaiakn SPT

sesuai dengan waktunya maka Wajib Pajak diberikan hak untuk

mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampain SPT

tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak .

b. Hak Membetulkan SPT

13 Drs.Hadi Irmawan, M.M. dan Drs.Aminul Amin, M.M , Pengantar Perpajakan ( Bayumedia

Publishing , 2003 ) hlm. 51-61

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

34

Wajib Pajak yang mengisi surat pemberitahuan mungkin bisa saja

terjadi kesalahan baik itu secara sengaaj maupun tidak sengaja , masih

diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan secara sendiri

dalam jangka waktu yang telah di tentukan yaitu 2 tahun sesudah saat

terutangnya pajak atau berakhir masa pajak .

c. Hak Menunda Pembayaran

Wajib Pajak dalam keadaan kesulitan likuiditas atau mengalami

keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi

kewajiban untuk membayar Pajak pada waktu yang telah ditentukan ,

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk

menunda atau mengangsurkan pembayaran pajak tersebut . Penundaan

atau angsuran dilakukan terhadap pajak yang terutang menurut Surat

Tagihan Pajak , Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar , atau Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar tambahan

d. Hak Kompensasi / Restitusi

Wajib Pajak selama tahun pajak telah melakukan setoran masa atau

dipotong / dipungut pihak lain melebihi pajak sebenarnya terutang ,

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kelebihan Pembayaran .

kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena perhitungan pajak

sendiri atau karena adanya pemeriksaan oleh aparatur pajak .

e. Hak Dihapuskan Sanksi Administrasi

Di dalam perpajakan Sanksi Administrasi dapat di hapuskan berupa

bunga, denda, dan kenaikan. Apabila sanksi administrasi dikenakan

karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak

sendiri dapat diajukan permohonan oleh Wajib Pajak untuk dikurangi

atau di hapuskan sanksi administrasi tersebut .

f. Hak Mengajukan Keberatan dan Banding

Penentuan besar pajak yang terutang baik itu selama tahun pajak

berjalan maupun setelah akhir tahun pajak . Menurut Self Assessment

System Wajib Pajak seharusnya melakukan sendiri namun dalam

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

35

keadaan tertentu , penentuannya dilakukan oleh aparat pajak melalui

surat ketetapan . besarnya jumlah pajak yang terutang menurut surat

ketetapan kemungkinan tidak sesuai dengan perhitungan yang

dilakukan oleh Wajib Pajak . 14

C. Tinjauan Umum Tentang Sistem E-Registration

1. Pengertian Sistem E-Registration

Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan

program perubahan (changae program) atau reformasi administrasi

perpajakan yang secara umum oleh kalangan Direktorat Jenderal Pajak

disebut Modernisasi Sistem Perpajakan Indonesia. Adapun jiwa dari

program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu

penggunaan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel,

dan juga dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan

terkini . maka dari itu Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan sistem E-

Registration ini.

Menurut PER DIRJEN PAJAK NOMOR PER-02/PJ/2018 Pasal 1

ayat 15 E-Registration adalah sarana pendaftaran calon Wajib Pajak untuk

dikukuhkan sebagai Wajib Pajak, melakukan perubahan data, Penghapusan

Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena

pajak melalui internet yang terhubung langsung secara online dengan

Direktorak Jendral Pajak. Singkatnya Sistem Pendaftaran Wajib Pajak

secara Online (e-Registration) adalah system pendaftaran, perubahan data

Wajib Pajak dan atau Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha

Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan

Direktorat Jenderal Pajak. Sistem E-Registration merupakan salah satu

produk layanan di Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk

melakukan pendaftaran Wajib Pajak baru yang ingin memperoleh Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sistem e-Registration mulai efektif digunakan

sejak tahun 2005, yaitu sejak di terbitkannya Keputusan Direktur Jenderal

14 Ibid., hlm 62-67

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

36

Pajak Nomor: KEP-173/PJ/2004 tanggal 7 Desember 2004 tentang Tata

Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta

Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena dengan Sistem e-Registration

yang telah diperbaharui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:

PER24/PJ/2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Tata Cara Pendaftaran

Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan

Sistem e-Registration. Perubahan peraturan dari KEP-173/PJ/2004 menjadi

PER-24/PJ/2009 membawa perubahan yang cukup signifikan mengenai tata

cara pendaftaran dengan Sistem e-Registration.

E-Registration atau sistem online ini merupakan bagian dari suatu

sistem informasi perpajakan yang di buat oleh Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) sebagai sistem berbasis aplikasi dengan menggunakan perangkat

keras maupun perangkat lunak yang langsung dihubungkan oleh perangkat

komunikasi data . sistem E-Registration ini terdiri dari dua bagian yang

pertama adalah sebagi sistem online yang berfungsi untuk media

pendaftaran Wajib Pajak yang digunakan oleh Wajib Pajak, dan yang

kedua sistem online yang berguna untuk media memproses pendaftaran

Wajib Pajak yang digunakan oleh petugas pajak.

Sistem E-Registration yang diterapkan oleh pihak otoritas perpajakan

di Indonesia dalam hal ini DJP seiring dengan perkembangan kemajuan

teknologi dan hambatan yang membuat Wajib Pajak Orang Pribadi dalam

melakukam pendaftaran Wajib Pajak, maka Direktorak Jenderal Pajak

mempermudah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan mengeluarkan sistem E-

Registration ini.15

2. Tata cara Sistem E-Registration

Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor

PJ.091/KUP/L/010/2013-00, alur proses E-Registration adalah:

15 Yohanes Mardinata Rusli, 2019 “ Pengaruh Efektivitas Penerapan E-Filing dan Modernisasi Sistem

Perpajakan Indonesia Terhadap Efektivitas Pemrosesan Data Perpajakan”. Vol.2 No.1,hlm.2

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

37

a) Kunjungi situs DJP dengan alamat http:/www.pajak.go.id

b) Pilh menu sistem E-Registration

c) Buat akun baru

d) Buat username dan password dan kemudian login

e) Pilih jenis Wajib Pajak yang akan didaftarkan

f) Isi format permohonan dengan benar dan dilengkapi kemudian di

kilkTombol “daftar”

g) Cetak formulir permohonan yang sudah diisi

h) Cetak SKTS atau Surat Keterangan Terdaftar Sementar

i) Kirim dokumen yang ada dalam persyaratan ke KPP domisili calon

Wajib Pajak baru tinggal dan bekerja melalui aplikasi atau melalui jasa

Pengiriman/Pos

j) Menerima NPWP, SPPKP, SKT dan surat – surat lain dari KPP dimana

Wajib Pajak telah terdaftar setelah dilakukan proses verifikasi dan

validasi. 16

3. Undang –Undang Terkait E-Registration

Dasar Hukum

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER 41/PJ/2009 Jo

PER44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib

Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data

dan Pemindahan Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha Kena Pajak.

3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2009 Tentang

Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak

dan/ atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration.

16

Julycia Verent Manderos, 2018 Ipteks Faktor-Faktor Penghambat proses E-Registration kantor

pelayanan pajak pratama manado, Vol.02, No.02, hal 2-4

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

38

4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-65/PJ/2008 Tanggal:

18 November 2008 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor

Pokok Wajib Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,

Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha

Kena Pajak.

5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-33/PJ/2008 Tanggal

27 Juni 2008 Tentang Tata Cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan

Pengolahan 12 SPT Tahunan PPh, Penghapusan Sanksi Administrasi,

Penghentian Pemeriksaan, dan Pengadministrasian Laporan Terkait

Dengan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan.

6) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-161/PJ./2001

Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor : PER160/PJ/2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan

Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan

Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

7) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-59/PJ/2007 Tentang

Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-

160/PJ/2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan

Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor

Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan

Pengusaha Kena Pajak.17

8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013

sebagaimana telah diubah terakhir PER-38/PJ/2013 Tentang Tata Cara

Pendafataran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan

Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor

17 http://digilib.unila.ac.id/4966/11/.pdf diakses pada 19 juni 2019 WIB

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

39

Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena

Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak

D. Tinjaun Umum Tentang Efektivitas Hukum

1. Pengertian Efektivitas Hukum

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah

populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna

atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif

adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak

dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan18

Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia

diperankan untuk memantau.19

ika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud

dengan “dia” disini adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata

efektifitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau

akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang

efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak

dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.

Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa yang diatur dalam

hukum pelaksanaanya. Bisa juga karena kepatuhan masyarakat kepada

hukum karena adanya unsur memaksa dari hukum. Hukum dibuat oleh

otoritas berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai dalam masyarakat. Jika

demikian, maka terjadilah hukum tidak efektif, tidak bisa dijalankan, atau

bahkan atas hal tertentu terbit pembangkangan sipil. Dalam realita

kehidupan masyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif, sehingga

wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam prespektif

efektivitas hukum.20

18 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284. 19 ibid 20 Septi Wahyu Sandiyoga, 2015, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2011

tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”, Skripsi Universitas

Hasanuddin Makassar, hlm. 11 9 Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

40

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam

pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya

sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi

hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya

untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan

terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di

dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai

a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana

pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah

pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam

pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan

proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum,

maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu

ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita

akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.

Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi

kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya

karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada

kepentingannya.21

Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa

kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat

compliance, identification, internalization. Dalam bukunya Achmad Ali

yang dikutip oleh Marcus Priyo Guntarto yang mengemukakan, faktor-

faktor dalam mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum yaitu :22

21 Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)

Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hal. 375 22 Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasai dan Penalisasi dalam Rangka Fungsionalisasi Perda dan

Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm 71, dikutip Salim H.S

dan Erlies Septiana Nurbaini, Op. Cit., hal 308

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

41

a. Relevensi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum

dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum

itu.

b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.

d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka

seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat

mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur)

lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat

mengharuskan (mandatur).

e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan

dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.

f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus

proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi

pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang

memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan

sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh

karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan

(penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan,

relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang

bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang

yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.

i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum,

juga tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak

hukum untuk menegakkan aturan hukum tersebut.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

42

j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga

mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal

di dalam masyarakat.

Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnresyang

berpendapat bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap

hukum pada umumnya, melainkan kataatan terhadap aturan hukum

tertentu saja. Achmad Ali sendiri berpendapat bahwa kajian tetap

dapat dilakukan terhadap keduanya :23

a. Bagaimaan ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-

faktor apa yang mempengaruhinya

b. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan

faktor-faltor apa yang memperngaruhinya.

Persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan sangat erat

dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum

dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum

benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Soerjono

Soekanto mengemukakan bahwa efektivitas hukum berkaitan erat

dengan faktor-faktor sebagai berikut :24

a. Usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu

penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, mengakui, dan

menaati hukum.

b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang

berlaku. Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang

hukum karena takut pada petugas atau polisi, menaati suatu

hukum hanya karena takut terhadap sesama teman, menaati

hukum karena cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya.

23 Ibid. Hal. 376. 24 Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat, Bandung, Alumni, hlm. 45

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

43

c. Jangka waktu penanaman hukum yaitu panjang atau pendek

jangka waktu dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan

dan diharapkan memberikan hasil.

Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan,

maka dapat dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-

undangan, banyak tergantung pada beberapa faktor, antara lain25

a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.

b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan

didalam masyarakatnya.

d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang

tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan

instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai

sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas

buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor

yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan

adalah profesional dan optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan

fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang

dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam penegakan

perundang-undangan tersebut.26

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur

efektivitas dalam penegakan hukum pada lima hal yakni :27

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan.

Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya

25 Op.cit. Hal. 378. 26 Ibid. Hal. 379. 27 Soerjono Soekanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. Penerbit

PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 5.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

44

terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan

keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim

memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja

maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika

melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan

menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata

dilihat dari sudut hukum tertulis saja.28

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas

penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan

sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah.

Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat

untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum,

artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas

atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan

wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau

perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan

lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak

hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat

penegak hukum tersebut29

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak

dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para

penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak

dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang

proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai

peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa

28 Ibid. Hal. 8 29 Ibid. Hal. 21

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

45

adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak

hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan

yang aktual30

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga

masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai

kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan

hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.

Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang

bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari

hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan

konsepsikonsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik

(sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga

dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau

mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula

hukum tertulis (perundangundangan), yang dibentuk oleh

golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan

dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut

harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari

hukum adat, agar hukum perundangundangan tersebut dapat

berlaku secara aktif31

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena

menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur

dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum

30 Ibid. Hal. 37 31 Iffa Rohmah. 2016. Penegakkan Hukum. http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses : Pukul 17.20

WIB, Tanggal 16 Januari 2020

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

46

tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik

sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun

oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak

hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan

oleh masyarakat luas.32

Faktor kepentingan yang menyebabkan seseorang menaati atau

tidak menaati hukum. Dengan kata lain, pola-pola prilaku warga

masyarakat yang banyak mempengaruhi efektivitas perundang-

undangan.

Apabila membicarakan masalah efektif atau berfungsi tdaknya

suatu hukum dalam arti undang-undang atau produk hukum lainnya,

maka pada umumnya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum

tersebut benarbenar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-

teori hukum biasanya dapat dibedakan antara 3 macam hal berlakunya

hukum sebagai kaidah mengenai pemberlakuan kaidah hukum

menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, bahwa: 33

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya

didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau bila

berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan atau apabila

menunjukan hubungan keharusan antara kondisi dan akibatnya.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut

efektif artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh

penguasa walaupun tidak terima oleh warga masyarakat atau

kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat.

c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai

dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

32 ibid. Hal. 53 33 Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta, Remadja Karya, hlm. 23

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1

47

Persoalan penyesuaian hukum pada perubahan yang terjadi di

dalam masyarakat merupakan bagaimana hukum tertulis dalam arti

peraturan perundang-undangan karena harus diingat bahwa kelemahan

dalam peraturan perundang-undangan itu susah termasuk didalamnya

peraturan daerah yaitu sifatnya statis dan kaku. Dalam keadaan yang

mendesak, peraturan perundang-undangan itu harus disesuaikan

dengan perubahan masyarakat, akan tetapi tidak mesti seperti itu

karena sebenarnya hukum tertulis atau perundang-undangan telah

mempunyai senjata ampuh dalam kesenjangan tersebut, yang

dimaksud dalam kesenjangan yaitu dalam suatu peraturan perundang-

undangan termasuk peraturan daerah ditetapkan adanya sanksi untuk

mereka yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan daerah

tersebut.