57
38 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah di Indonesia 1. Pengertian Tanah Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, yaitu tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, serta pendukung suatu Negara, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di Negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah yang sebesar-besarnya bertujuan untuk kemakmuran rakyat. 43 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tanah dapat diartikan : 1) Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. 2) Keadaan bumi di suatu tempat. 3) Permukaan bumi yang diberi batas. 4) Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir,batu cadas, dll) Konsepsi tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 4 adalah permukaan bumi yang kewenangan penggunaannya meliputi tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Dalam pengertian ini tanah meliputi tanah yang sudah ada sesuatu hak yang ada diatasnya maupun yang dilekati sesuatu hak menurut peraturan 43 Adrian Sutedi, 2018, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, cet.9 Sinar Grafika, Jakarta, h. 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah di Indonesia

1. Pengertian Tanah

Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, yaitu tanah

sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.

Tanah telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan

bangsa, serta pendukung suatu Negara, lebih-lebih yang corak

agrarisnya berdominasi. Di Negara yang rakyatnya berhasrat

melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah

yang sebesar-besarnya bertujuan untuk kemakmuran rakyat.43

Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia tanah dapat diartikan :

1) Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.

2) Keadaan bumi di suatu tempat.

3) Permukaan bumi yang diberi batas.

4) Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir,batu

cadas, dll)

Konsepsi tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

pasal 4 adalah permukaan bumi yang kewenangan penggunaannya

meliputi tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Dalam

pengertian ini tanah meliputi tanah yang sudah ada sesuatu hak yang ada

diatasnya maupun yang dilekati sesuatu hak menurut peraturan

43

Adrian Sutedi, 2018, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, cet.9 Sinar

Grafika, Jakarta, h. 31

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

39

perundang-undangan yang berlaku. 44

Sedangkan menurut Budi Harsono memberi batasan tentang

pengertian tanah berdasarkan apa yang dimaksud dalam pasal 4 UUPA,

bahwa dalam hukum tanah, kata tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai

suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA

sebagaimana dalam pasal 4 bahwa hak menguasai dari negara ditentukan

adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah.45

Dengan demikian tanah dalam pengertian yuridis dapat diartikan

sebagai permukaan bumi. Menurut pendapat Jhon Salindeho

mengemukakan bahwa tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis

menurut pandangan bangsa Indonesia, ia pula yang sering memberi

getaran di dalam kedamaian dan sering pula menimbulkan guncangan

dalam masyarakat, lalu ia juga yang sering menimbulkan sendatan

dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan pengertian tanah yang

dikemukakan di atas dapat memberi pemahaman bahwa tanah

mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga menjadi

kewajiban setiap orang untuk memelihara dan mempertahankan

eksistensi sebagai benda yang bernilai ekonomis karena tanah selain itu

bermanfaat pula bagi pelaksanaan pembangunan namun tanah juga

sering menimbulkan berbagai macam persoalan bagi manusia sehingga

dalam penggunaannya perlu dikendalikan dengan sebaik-baiknya agar

44

Anonim, 2007, Petunjuk teknis Direktorat Survey dan Potensi Tanah, Deputi Survey,

Pengukuran dan Pemetaan BPN RI, Jakarta, h. 6 45

Boedi, Harsono,1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UU Pokok

Agraria. Djambatan Boedi, Jakarta, h.18

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

40

tidak menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat. 46

2. Hak Atas Tanah menurut UUPA

Tanah menurut UUPA adalah hanya permukaaan bumi saja. Hal ini

ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah sebagai berikut:

“atas dasar hak menguasai Negara, ditentukannya adanya macam-

macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat

diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun

bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum lainnya.”

Dan diperjelas dengan penjelasan umum II ayat (1) UUPA yaitu:

“… ditegaskan bahwa, dikenal hak milik yang dapat dipunyai seseorang,

baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain atas bagiandari

bumi Indonesia. Dalam pada itu hanya permukaan bumi sajalah yang

disebut sebagai tanah, yang dapat dihaki oleh seseorang. Jadi siapa saja

hanya berhak atas permukaan buminya saja, itupun dengan

memperhatikan tata ruang dan kelestarian lingkungan hidup yang

mendasarkan nkepada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan

yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Perundang-undangan

tersendiri.

Jikapun seseorang memiliki hak atas tanah yang merupakan hak

milik, hak atas tanah tersebut merupakan hak yang paling sempurna dan

terpenuh sifat dan kewenangannya di banding dengan hak-hak lain yang

ada dan berlaku sesuai dengan ketentuan Perundangan Agraria di

46

John Salindeho, 1993, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, h.23

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

41

Indonesia, tetap saja apabila ditemukan benda peninggalan bersejarah

ataupun barang-barang tambah, dan benda-benda berharga lainnya

walaupun itu di dalam tubuh bumi berada tepat di bawah hak.

Hak atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau

badan hukum yang meliputi atas permukaan bumi saja. Sedangkan hak

mempergunakannya tanah adalah hak yang diberikan oleh Negara

kepada Badan Hukum Indonesia, dan Eksploitasi serta penelitian, untuk

mengambil manfaat ekonomi dan manfaat-manfaat lainnya dari alam

Indonesia, yang bertujuan untuk kepentingan ekonomi yang pada

akhirnya baik langsung ataupun tidak langsung akan mensejahterakan

rakyat dan demi terwujudnya kemakmuran secara nasional, yang

mewilayahi haknya meliputi tanah, tubuh bumi, dan ruang angkasa.

(Pasal 4 ayat (2) UUPA).47

3. Hak-hak Penguasaan Atas Tanah

Penguasaan secara yuridis dilandasi hak, yang dilindungi hukum

dan pada umumnya memberikan kewenangan bagi pemegang hak untuk

menguasai tanah secara fisik. Tetapi ada juga penguasaan yuridis

walaupun memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk

menguasai secara fisik, tetapi penguasaan tanahnya justru dilakukan

oleh pihak lain. Misalnya pada kasus apabila tanah yang dimiliki oleh

pemegang hak disewakan kepada pihak lain dan secara otomatis yang

menyewa tersebut dapat menguasai secara fisik.

47

Dyara Radhite Oryza Fea, 2018, Panduan Mengurus Tanah dan Perizinannya, Legality

Yogyakarta.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

42

Di dalam hukum tanah yang berlaku di Indonesia, dikenal pula

penguasaan atas tanah secara yuridis yang tidak memberikan

kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik.

Misalnya apabila terjadi kredit di Bank dengan pengikatan tanah sebagai

jaminannya, kreditor pemegang hak jaminan atas tanah tersebut

sebenarnya mempunyai hak penguasaan atas tanah yang dijadikan

agunan tersebut secara yuridis, tetapi penguasaan tanahnya secara fisik

masih ada pada pemilik tanah. 48

Dalam hukum tanah nasional kita diterapkan hierarki penguasaan

atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yaitu:

a. Hak bangsa Indonesia

Menurut Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pokok

Agraria, Hak Bangsa Indonesia adalah hak dari Bangsa Indonesia

atas seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya, yang berada di dalam wilayah

Republik Indonesia.

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Pokok Agraria,

pengertian bumi selain permukaan bumi termasuk pula tubuh bumi

dibawahnya serta yang berada dibawah air. Permukaan bumi

sendiri biasa disebut dengan istilah tanah.

Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Pokok Agraria, hak

48

Ibid, h. 12

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

43

bangsa merupakan hubungan hukum yang bersifat pribadi. Subjek

dari hak Bangsa Indonesia adalah seluruh rakyat Indonesia

sepanjang bersatu sebagai bangsa Indonesia yaitu generasi-generasi

terdahulu, sekarang dan generasi-genarasi yang akan datang. Hal

ini meliputi seluruh tanah yang ada di dalam wilayah Negara

Republik Indonesia.

Hak bangsa mengandung unsur kepunyaan dan unsur

kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan

penggunaan tanah bersama yang dipunyainya. Hak bangsa atas

tanah bersama bukanlah hak kepemilikan dalam arti yuridis, maka

di dalam hak bangsa ada juga hak milik perseorangan atas tanah

dan tugas kewenangan untuk mengatur dilimpahkan kepada

negara.49

b. Hak menguasai Negara

Hak menguasai negara bersumber dari pemberian kuasa dari

Bangsa Indonesia kepada Negara sebagai Organisasi Kekuasaan

Seluruh Rakyat Indonesia (Badan Penguasa) berdasarkan ketentuan

dari pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 dan kemudian

dijabarkan secara lebih lanjut di dalam pasal 2 UUPA.

Berdasarkan pada ketentuan pasal 33 ayat 3 Undang-undang

Dasar 1945, hubungan antara hukum negara dengan bumi, air, dan

ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya,

49

Ibid, h. 15

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

44

dirumuskan dengan istilah “dikuasai”, yang bukan berarti

“dimiliki”, akan tetapi pengertiannya adalah pemberian wewenang

kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia

atau sebagai badan penguasa untuk pada tingkat tertinggi. (Pasal 2

ayat 2 UUPA):

1) Mengatur dan menyelenggarakan: peruntukkan penggunaan

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut.

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa.50

Hak menguasai negara, menurut pasal 2 ayat 3 UUPA

mempunyai tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan

dalam masyarakat dan negara hukum indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur. Subjek dari hak menguasai negara

adalah negara Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh

rakyat Indonesia. Hak ini meliputi semua tanah dalam wilayah

republik Indonesia. Baik tanah yang tidak atau belum maupun yang

50

Ibid, h. 16

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

45

sudah dihaki dengan hak-hak perseorangan.51

c. Hak ulayat masyarakat hukum adat

Hak ulayat diatur di dalam pasal 3 jo pasal 5 UUPA. Hak

ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu

masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang

terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ini meliputi semua

tanah yang ada dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum yang

bersangkutan, baik yang sudah dimiliki seseorang dengan hak

perseorangan maupun yang belum. Pemegang hak ulayat adalah

masyarakat hukum adat, sedangkan yang menjadi objek hak ulayat

adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat

teritorial yang bersangkutan. Hak ulayat mempunyai kekuatan yang

berlaku ke dalam dan keluar. Ke dalam berhubungan dengan para

warganya. Sedangkan kekuatan yang berlaku keluar dalam

hubungannya dengan anggota hukum adatnya, yang disebut “orang

luar” atau “orang asing”.52

d. Hak-hak individual (hak-hak perorangan atas tanah)

Hak-hak individual (hak perorangan atas tanah) terdiri atas:

1) Hak atas tanah

a) Hak atas tanah yang primer yaitu hak atas tanah yang

bersumber secara langsung dari bangsa, yang diperoleh

berdasarkan pemberian hak oleh negara. Terdiri dari hak

51

Ibid, h. 18 52

Ibid, h. 19

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

46

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak

pakai.

b) Hak atas tanah sekunder yaitu hak atas tanah yang

bersumber dari pemberian hak oleh pemilik tanah

berdasarkan perjanjian. Terdiri dari hak guna bangunan,

hak pakai, hak gadai, hak sewa, hak usaha bagi hasil, hak

menumpang dan lain-lain. (Pasal 37, 41 dan 53 Undang-

undang Pokok Agraria).

2) Wakaf (Pasal 49 UUPA)

Tanah wakaf yaitu hak atas tanah yang semula merupakan

hak primer (HM, HGB, HGU, HP atau tanah girik) dan

kemudian diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya

kepada badan keagamaan ataupun badan sosial lainnya untuk

diwakafkan.

3) Hak jaminan atas tanah: hak tanggungan (pasal 23, 33, 39, 51

UUPA dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999).53

4. Macam-macam Hak atas Tanah

a. Hak Atas Tanah Bersifat Tetap

Hak atas tanah menurut UUPA diatur dalam Pasal 16 yaitu :

1) Hak milik (HM)

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh

yang dapat dipunyai orang atau badan hukum atas tanah dengan

53

Ibid, h. 13

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

47

mengingat fungsi sosial. Berdasarkan Pasal 20 UUPA di sebutkan

bahwa sifat-sifat Hak Milik yang membedakan dan hak-hak

lainnya.

Hak Milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh yang

dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti

bahwa hak tersebut merupakan hak mutlak, tidak terbatas dan tidak

dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom seperti yang

dirumuskan dalam Pasal 571 KUHPerdata. Sifat demikian

bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dan tiap-

tiap hak. Kata-kata “terkuat dan terpenuh” mempunyai maksud

untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan,

hak pakai dan lainnya yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara

hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki, hak rniliklah yang terkuat

dan terpenuh.

Dengan demikian maka pengertian terkuat seperti yang

dirumuskan dalam Pasal 571 KUHPerdata berlainan dengan yang

dirumuskan dalam Pasal 20 UUPA. Hak milik berdasarkan Pasal

20 ayat (1) adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh

yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan

Pasal 6. Pasal 6 ayat (2) menyatakan hak milik dapat beralih dan

dialihkan kepada pihak lain. Hal ini sejalan dengan definisi yang

diberikan Boedi Harsono yang mendefinisikan hak milik adalah

hak turun dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

48

segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas

sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.54

Turun-temurun artinya hak itu dapat diwariskan berturut-

turut berdasarkan derajatnya atau hak itu menjadi tiada atau

memohon kembali ketika terjadi perpindahan tangan.55

Sedangkan terkuat artinya: 56

a) Jangka waktu memiliki hak tidak terbatas.

b) Hak yang terdaftar dan adanya tanda bukti hak

Sedangkan terpenuh artinya:

a) Hak Milik memberi wewenang kepada yang mempunyai

paling luas dibandingkan dengan hak yang lain.

b) Hak Milik merupakan induk dari hak-hak lain.

c) Hak Milik tidak berinduk pada hak-hak yang lain.

d) Dilihat dari peruntukkannya Hak Milik tidak terbatas.

Tentang sifat dari hak milik memang dibedakan dengan hak-

hak lain nya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 20 UUPA diatas.

Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak

mutlak tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sifat

demikian sangat bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi

sosial dari setiap hak. Kata-kata terkuat dan terpenuhi hanyalah

54

Boedi Harsono, Op. Cit, h 292 55

AP. Parlindungan, 1986, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni,

Bandung, h. 65 56

Effendy Perangin, 2005, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang

Praktisi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 237

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

49

dimaksudkan untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak

guna bangunan, hak pakai, dan lain-lain, yaitu untuk menunjukkan

bahwa diantar hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, maka

hak milik lah yang paling kuat dan terpenuh.57

Adapun yang dapat mempunyai hak milik menurut Pasal 21

UUPA, yaitu:

a) Warga Negara Indonesia; dalam hal ini tidak dibedakan antara

warga negara yang asli dengan yang keturunan asing.

b) Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah;

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badan-badan Hukum yang

dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah, antara lain:

(1) Bank-bank yang didirikan oleh negara.

(2) Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang

didirikan berdasarkan UndangUndang Nomor 79 Tahun

1963.

(3) Badan-badan Keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama.

(4) Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Sosial.

Hak milik dapat hapus karena beberapa alasan, hal ini

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 UUPA yaitu:

57

G. Kartasapoetra, dkk, 1991, Hukum Tanah, Jaminan bagi Keberhasilan Pendayagunaan

Tanah, PT. Rineka Cipta Jakarta, h. 7

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

50

a) tanahnya jatuh kepada negara

(1) Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18 untuk

kepentingan umum

(2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

(3) Karena diterlantarkan

(4) Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2),

b) Tanahnya musnah.

2) Hak Guna Usaha

a) Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha atau HGU diatur dalam Pasal 28 ayat (1)

UUPA yang berbunyi: Hak Guna Usaha adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,

dalamjangka waktu sebagai mana tersebut dalam pasal 29, guna

perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Berlainan

dengan hak milik, tujuan pengunaan tanah yang dipunyai dengan

hak guna usaha itu terbatas, yaitu pada usaha pertanian,

perikanan, dan peternakan. Hak guna usaha ini hanya dapat

diberikan oleh Negara.58

Berdasarkan Pasal 30 UUPA, hak guna usaha dapat

dipunyai oleh:

(1) Warga Negara Indonesia.

58

Effendy Perangin, op. cit, h. 258

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

51

(2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

Sementara itu dalam Pasal 29 ditentukan bahwa jangka

waktu hak guna usaha adalah selama 25 Tahun atau 35 Tahun

dan atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang paling

lama 25 tahun.

b) Hapusnya Hak Guna Usaha

(1) Jangka waktu berakhir

(2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak terpenuhi Hak Pakai

(3) Dilepaskan oleh pemegang hak nya sebelum jangka

waktunya berakhir

(4) Dicabut untuk Kepentingan Umum

(5) Diterlantarkan

(6) Tanahnya Musnah

(7) Ketentuan Dalam Pasal 30 ayat (2)

3) Hak Guna Bangunan

a) Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan.

Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksud

dengan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan

mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan

miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

52

dan apabila diperlukan dapat diperpanjang lagi selama 20

tahun.

Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang terjadinya hak guna

bangunan, yang disebabkan oleh:

(1) Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara;

yaitu karena penetapan Pemerintah

(2) Mengenai tanah Milik yaitu, karena perjanjian yang

berbentuk otentik antara pemilik tanah yang

bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh.

Berbeda dengan hak guna usaha, dalam hak guna

bangunan penggunaan tanah bukan untuk pertanian, perikanan,

atau peternakan melainkan untuk bangunan, oleh karena itu

baik tanah negara atau tanah milik seseorang atau badan hukum

dapat diberikan dengan hak guna bangunan.59

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mengatur

mengenai kewajiban dari pemegang hak guna bangunan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 30 yang meliputi:

(1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara

pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian

haknya.

59

Ibid, h. 275

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

53

(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan

persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan

perjanjian pemberiannya.

(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada

diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

(4) Meyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak

guna bangunan kepada negara, pemegang hak pengelolaan

/ pemegang hak milik sesudah HBG itu hapus.

(5) Menyerahkan sertifikat hak guna bangunan yang telah

hapus kepada Kepala Kantor.

(6) Pertanahan.

b) Hapusnya Hak Guna Bangunan

(1) Jangka waktu telah berakhir

(2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak terpenuhi

(3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu

berakhir

(4) Dicabut untuk kepentingan umum

(5) Diterlantarkan

(6) Tanahnya Musnah

4) Hak Pakai

Dalam pasal 41 ayat 1 UUPA, hak pakai merupakan hak

untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

54

langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan

pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau

dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian

sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu

asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan

Undang-undang.

Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu

atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu,

dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa

berupa apapun. Sementara itu dalam Pasal 42 UUPA dijelaskan

bahwa hak pakai dapat diberikan kepada warga Negara Indonesia,

orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang

didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia dan badan hukum asing yang memiliki perwakilan di

Indonesia.

5) Hak Sewa

Pengertian hak sewa atas tanah adalah hak yang memberi

wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan

kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu tertentu.

Peraturan dasar Hak sewa diatur dalam pasal 44 dan 45 UUPA No

5 Tahun 1960. Dalam hukum adat hak sewa sering disebut dengan

“jual tahunan”.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

55

Hak sewa atas tanah mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagai

berkut:

a) Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin

pemiliknya.

b) Dapat diperjanjikan, hubungan sewa putus bila penyewa

meninggal dunia.

c) Tidak terputus bila Hak Milik dialihkan.

d) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak

Tanggungan.

e) Dapat dilepaskan.

f) Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang

dituangkan diatas akta otentik atau akta bawah tangan.

Yang berhak mendapat hak sewa atas tanah menurut pasal 45

UUPA Nomer 5 Tahun 1960 adalah:

a) Warga negara Indonesia.

b) Oorang asing yang berkedudukan di Indonesia.

c) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

d) Badan hukum asing yang mempunyai perwalikan di

Indonesia.

Jangka waktu hak sewa atas tanah tergantung perjanjian,

dengan memperhatikan pasal 26 ayat 2 UUPA yaitu: “Setiap jual-

beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

56

perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau

tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing,

kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan

Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu

badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud

dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya

jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak lain

yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran

yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali”.

Terjadinya hak sewa karena perjanjian dan konversi.

Cara pembayaran uang sewa dapat dilakukan:

a) Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu.

b) Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

c) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini

tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-

unsur pemerasan.

Hapusnya Hak sewa atas tanah karena beberapa hal

diantaranya: waktunya berakhir, diberhentikan sebelum waktunya

berakhir, dilepas dan dicabut.

6) Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan

Dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) UUPA menyatakan bahwa:

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

57

a) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat

dipunyai oleh warga Negara Indonesia dan diatur dengan

peraturan pemerintah.

b) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah

tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.60

Lebih lanjut hak membuka tanah dan memungut hasil hutan

di atur dalam Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976,

tanggal 13 Januari 1976 Tentang Pedoman Sinkronisasi

Pelaksanaan Tugas Keagrariaan, Dengan Bidang Tugas Kehutanan,

Pertambangan, Transmigrasi Dan Pekerjaan Umum, mengenai

pelaksanaan pemberian hak pengusahaan hutan dan hak

pemungutan hasil hutan

b. Hak Atas Tanah Bersifat Sementara

Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam pasal 53

UUPA. Hak tersebut dimaksudkan sebagai hak yang bersifat

sementara, karena pada suatu ketika hak tersebut akan dihapus. Hal

tersebut disebabkan karena hak tersebut bertentangan dengan asas

yang terdapat dalam Pasal 10 UUPA yaitu, “seseorang yang

mempunyai suatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan

sendiri secara aktif dengan mencegah cara pemerasan, namun

sampai saat ini hak tersebut masih belum dihapus.”

60

Boedi Harsono, op,cit, h. 19

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

58

Oleh karena itu yang dimaksud hak atas tanah yang bersifat

sementara yaitu:

1) Hak Gadai Tanah / Jual Gadai

Hak gadai adalah menyerahkan tanah dengan pembayaran

sejumlah uang dengan ketentuan bahw orang yang menyerahkan

tanah mempunyai hak untuk meminta kembali tanahnya tersebut

dengan uang yang besarnya sama.

2) Hak Usaha Bagi Hasil

Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum

untuk menggarap diatas tanah pertanian orang lain dengan

perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak

menurut perjanjian yang telah disetujui sebelumnya.

3) Hak Menumpang

Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada

seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah diatas

pekarangan orang lain. Pemegang hak menumpang tidak wajib

membayar sesuatu kepada pemilik tanah, hubungan hukum

dengan tanah tersebut bersifat sangat lemah, artinya sewaktu-

waktu dapat diputuskan oleh yang mempunyai tanah jika yang

bersangkutan memerlukan sendiri tanah tersebut. Hak

menumpang dilakukan jika hanya terdapat tanah pekarangan dan

tidak terhadap tanah pertanian.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

59

4) Hak Sewa Tanah Pertanian

Hak sewa tanah pertanian adalah menyerahkan tanah pertanian

kepada pemilik tanah dengan perjanjian bahwa setelah pihak yang

memberi uang menguasai tanah selama waktuj tertentu, tanahnya

akan dikembalikan kepada pemiliknya.

5. Tata Cara Peralihan Hak Atas Tanah

Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan adalah dengan

penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan

pihak lain selain Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk

pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan

persyaratan khusus. Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun

memperoleh hak milik, yakni

a. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal

ini berarti ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak

lain yang mendapatkan suatu hak milik.

b. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria

Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu:

1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik

tesebut, diawali dengan hak seorang warga untuk membuka hutan

dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat dengan

persetujuan Kepala Desa. Dengan dibukanya tanah tesebut, belum

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

60

berarti orang tersebut langsung memperoleh hak milik. Hak milik

akan dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang

telah dibukanya, menanami dan memelihara tanah tersebut secara

terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari sinilah hak

milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik

menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini

memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan

penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah.

2) Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang

diberikan oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara

dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Peraturan

Pemerintah. Dalam hal ini berarti pemerintah memberikan hak

milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat memberikan

hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada.

Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi Hak

Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai

menjadi Hak Milik.

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk

memindahkan hak atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan

apabila status hukum pihak yang akan menguasai tanah memenuhi

persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan

pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

61

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan,

tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan

hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain

Pemerintah; Penjualan, tukarmenukar, pelepasan hak, penyerahan hak

atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan

pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang

tidak memerlukan persyaratan khusus; Penjualan, tukarmenukar,

pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada Pemerintah guna

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan

persyaratan khusus.

Tata cara memperoleh hak atas tanah menurut Hukum Tanah

Nasional adalah sebagai berikut:

a. Permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika tanah yang

diperlukan berstatus Tanah Negara.

b. Pemindahan Hak, jika:

1) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak.

2) Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang ada.

3) Pemilik bersedia menyerahkan tanah.

c. Pelepasan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan

pemberian hak atas tanah, jika:

1) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak

ulayat suatu masyarakat hukum adat.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

62

2) Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak yang

sudah ada.

3) Pemilik bersedia menyerahkan tanahnya.

d. Pencabutan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan

pemberian hak atas tanah, jika:

1) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak.

2) Pemilik tanah tidak bersedia melepaskan haknya.

3) Tanah tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum.

6. Pendaftaran Tanah

a. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pasal 1 butir (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan

bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan

dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembuktian, dan

penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam

bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan

rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi

bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas

satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.61

61

Irawan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola,

Surabaya, h.104.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

63

b. Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum

dan kepastian hak-hak atas tanah. Dengan diselenggarkannya

pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan

mudah dapat mengetahui status atau kedudukan hukum daripada

tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya,

siapa pemiliknya, dan beban-beban apa yang ada di atasnya.62

Menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa untuk

menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran

tanah di seluruh Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang

diatur dengan PP.

Pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut

ditegaskan dalam ayat (2) yaitu bahwa pendaftaran tanah itu meliputi:

1) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah

2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut

3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat

Pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memperoleh alat

pembuktian yang kuat tentang hak atas tanah. Namun dalam

perbuatan hukum tertentu pendaftaran tanah berfungsi untuk

memenuhi sahnya perbuatan hukum itu. Hal ini tidak terjadi dengan

sah menurut hukum. Pendaftaran jual beli atau hibah atau tukar

62

Effendi Parangin,1991, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut

Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h.95

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

64

menukar, bukan berfungsi untuk sahnya perbuatan itu tetapi sekedar

memperoleh alat bukti mengenai sahnya perbuatan itu.63

Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

menyatakan tujuan pendaftaran, antara lain:

1) Untuk menjamin kepastian hukum serta perlindungan kepada

pemegang hak suatu bidang anah, satuan rumah susun dan hak-

hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan

dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu

kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat

tanda buktinya.

2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan, termasuk pemerintah, agar dengan mudah

memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun

yang sudah terdaftar.

3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik dan merupakan

dasar perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

Untuk tercapainya tertib administrasi tersebut setiap bidang

tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan

dan hapusnya wajib didaftar.

63

Ibid. h. 96.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

65

c. Tata Cara Pendaftaran Tanah

Cara pendaftaran tanah dilakukan dengan dua cara, yaitu:64

1) Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran

tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua

obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah

atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah

secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah

berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan

tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan

oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu

desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran

tanah secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui

pendaftaran tanah secara sporadik.

2) Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran

tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek

pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu

desa/ kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah

secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang

berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek

pendafataran tanah yang bersangkutan dan kuasanya.

Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration).

Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran

64

Yulia Rumanti, loc.cit. h. 58

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

66

tanah yang belum terdaftar berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1960

dan PP Nomor 24 Tahun 1997, yang terdiri atas:

1) Pengumpulan dan pengolahan data fisik

2) Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan

hak-haknya

3) Penerbitan sertifikat

4) Penyajian data fisik dan data yuridis

5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Pendaftaran untuk pertama kali dilaksanakan melalui

pendaftaran secara sistimatik dan pendaftaran secara sporadik.

Pendaftaran sistimatik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi

ditentukan Badan Pertanaha Nasional (pemerintah), waktu

penyelesaian dan pengumuman lebih singkat serta dibentuk panitia.

Pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan

lokasi ditentukan oleh pemilik tanah yang bersangkutan, waktu

penyelesaian dan pengumuman lebih lama serta tidak mempunyai

panitia pendaftaran.

Pada saat pengumpulan dan pengolahan data fisik, maka

dilakukan kegiatan dan pemetaan yang meliputi:

1) Pembuatan peta dasar pendaftaran, yang digunakan untuk

pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran

tanah secara sistimatik, serta digunakan untuk memetakan

bidang-bidang tanah yang sebelumnya sudah didaftar.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

67

Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang

tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat

direkonstruksi di lapangan setiap saat.

2) Penetapan batas bidang-bidang tanah. Untuk memperoleh data

fisik yang diperlukan, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan

diukur setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut

keperluannya ditempatkan tanda-tanda batasnya disetiap sudut

bidang tanah yang bersangkutan. Dalam penetapan batas

tersebut harus melibatkan tetangga yang berbatasan dengan

tanah tersebut (deliminasi kontradiktoir).

3) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan

peta pendaftaran. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan

batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta

dasar pendaftaran. Apabila belum ada kesepakatan mengenai

penetapan batas-batas tersebut, maka dibuatkan berita acara dan

dalam gambar diberi catatan bahwa batas-batas tanahnya masih

merupakan batas sementara.

4) Pembuatan Daftar Tanah. Bidang-bidang yang sudah dipetakan

atau dibukukan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran,

dibukukan dalam daftar tanah yang digunakan sebagai sumber

informasi lengkap mengenai tanah tersebut.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

68

5) Pembuatan Surat Ukur. Untuk keperluan pendaftaran haknya,

bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam

peta pendaftaran dibuatkan surat ukur.

Setelah kegiatan-kegiatan tersebut, tahap berikutnya adalah

dilakukan Pembukuan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 PP

Nomor 24 Tahun 1997 yang selanjutnya penerbitan sertipikat sebagai

Surat Bukti Haknya guna kepentingan pemegang hak yang

bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis. Untuk

penyajian data fisik dan data yuridis bagi pihak-pihak yang

membutuhkan atau berkepentingan, maka diselenggarakan tata usaha

pendaftaran tanah berupa daftar umum, yang terdiri atas peta

pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.

Menurut Pasal 35 PP Nomor 24 Tahun 1997 daftar umum dan

dokumen tersebut selanjutnya disimpan.

R. Hermanses membagi menjadi dua katagori tentang

pendaftaran tanah yaitu untuk pengukuran, perpetaan dan pembukuan

tanah sebagai apa yang disebut kadaster, sedangkan untuk pendaftaran

hak tanah dan pemeiliharaan serta pemberian surat tanda bukti hak

dikatagorikan sebagai pendaftaran hak.65 Hak-hak atas tanah yang

merupakan obyek dari pada pendaftaran tanah yaitu sebagaimana apa

yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 yaitu:

65

Hermanses.R, Op.Cit, h.2

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

69

1) Obyek pendaftaran tanah meliputi :

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak

guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai

b. Tanah hak pengelolaan

c. Tanah wakaf

d. Tanah milik atas satuan rumah sususn

e. Hak tanggungan

f. Tanah negara

2) Dalam hal tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah

dimaksud dalam pasal 1 huruf f, pendaftarannya dilakukan

dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah

negara dalam daftar tanah.

Adapun yang dimaksud dengan tanah negara yaitu tanah yang

dikuasai langsung oleh negara artinya tidak ada pihak lain diatas

tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas.66 Menurut

Undang-Undang Pokok Agraria semua tanah dikawasan Negara

Republik Indonesia dikuasai oleh negara. Jika di atas tanah itu tidak

ada hak pihak tertentu (orang atau badan hukum), maka tanah itu

disebut tanah yang langsung dikuasai negara, kalau diatas tanah itu

ada hak pihak tetentu, maka tanah itu disebut tanah hak, yang

merupakan obyek dari pada pendaftaran tanah. Sedangkan yang

menjadi subyek dari pada pemilikan tanah dan juga subyek

66

Yani Pujiwati dkk, 1999, Pendaftaran Tanah Negara berdasarkon PP24/1997 Tentang

Pendaftaran Tanah, Jurnal Sosiohumaniora, Vol l.No.l.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

70

pendaftaran tanah adalah pemegang hak atas tanah baik perorangan

maupun badan hukum. Selain pengertian tanah untuk memberikan

penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan hak, hak pada

hakekatnya adalah suatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum

kepada seseorang terhadap sesuatu benda maupun orang, sehingga

diantaranya menimbulkan hubungan hukum.67

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan asas pendaftaran tanah

yaitu asas sederhana, aman, terjangkau, mutahir dan terbuka.

1) Asas Sederhana, dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok

maupun prosedurnya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang

berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2) Asas Aman, dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran

tanah perlu dilaksanakan secara teliti dan cermat sehingga

hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai

tujuan pendaftaran tanah.

3) Asas Terjangkau, dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak

yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan

dan kemampuan golongan ekonomi lemah, pelayanan yang

diberikan harus terjangkau oleh pihak yang membutuhkan.

4) Asas Mutahir, yang dimaksudkan dengan asas mutahir adalah

kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan

67

Rusmadi Murad, 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung,

h.28

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

71

keseimbangan dalam pemeliharaan data, sehingga data yang

tersedia harus menunjukkan data yang mutahir, dapat menjangkau

apabila ada perubahan-perubahan dikemudian hari, sehingga perlu

diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan

yang terjadi, asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran

tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga data

yang ada akan selalu sesuai dengan perkembangan dilapangan.

5) Asas Terbuka, yang dimaksudkan bahwa data yang berada pada

Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan kenyataan dan masyarakat

secara terbuka dapat memperoleh keterangan mengenai data yang

benar setiap saat. Disamping itu Pasal 19 Undang-undang Pokok

Agraria beserta penjelasannya mengenai beberapa ciri-ciri khusus

pendaftaran tanah yaitu.

a. Torrens System

b. Asas Negatif

c. Asas Publisitas

d. Asas Spesialitas

e. Rechtcadaster atau Pendaftaran Hak

f. Kepastian Hukum

g. Pemastian Lembaga.68

68

Parlindungan. A.P., Op cit, h.126

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

72

A.P. Perlindungan mengutip pandangan dari Sir Charles

Fortescue Brickdate yang mengatakan ada 6 hal yang harus

diperhatikan dalam pendaftaran tanah yaitu:

1) Security, bertolak dari kemantapan sistem sehingga seseorang

akan merasa aman atas hak tersebut baik karena membeli tanah

tersebut untuk suatu jaminan atas hutang.

2) Simplicy, sederhana sehingga setiap orang dapat mengerti.

3) Accuracy, bahwa terdapat ketelitian dari pada sistem

pendaftaran tersebut secara lebih efektif.

4) Expedition, artinya dapat lancar dan segera sehingga

menghindari tidak jelas yang bisa berakibat berlarut-larut

dalam pendaftaran tersebut.

5) Cheapness, yaitu agar biaya dapat semurah mungkin.

6) Suntability to circumstances, yatu akan tetap berharga baik

sekarang maupun kelak dikemudian hari pendaftaran tanah

tersebut.

7) Completeness of record :

a. Perekaman tersebut harus lengkap lebih-lebih masih ada

tanah yang belum terdaftar.

b. Demikian pula pendaftaran dari setiap tanah tertentu dengan

berdasarkan keadaan pada waktu didaftarkan.69

69

Perlindungan. A.P., Op.Cit. h.127

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

73

7. Pejabat yang Berkaitan dengan Pendaftaran Tanah

Berdasarkan Pasal 9 PP Nomor 24 tahun 1997, maka pendaftaran

hak diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Adapun

tugas-tugas BPN diatur dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 26

tahun 1988, yaitu antara lain mengelola dan mengembangkan

administrasi pertanahan, yaitu meliputi :

1) Pengaturan penggunaan, pengurusan dan pemilikan tanah.

2) Pengurusan hak-hak tanah

3) Pengukuran dan Pendaftaran tanah

4) Lain-lain yang berkaitan dengan pertanahan.

Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan

pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan,

kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh PP ini atau perundang-

undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat yang terkait

dalam pendaftaran tanah. Kegiatan tertentu dalam pelaksanaan pendaftaran

tanah ditugaskan kepada pejabat lain yang pemanfaatannya bersifat

nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya

pengukuran titik dasar teknik dan pemetaan fotogrametri. Pejabat yang

terkait dalam pendaftaran tanah yaitu:

1) PPAT (PPAT/PPAT Sementara)

2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

3) Pejabat Lelang

4) Panitia Adjudikasi

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

74

B. Perspektif Islam tentang Tanah

Tanah adalah anugerah dari Allah SWT, Tuhan pemilik dan pengatur

alam semesta untuk umat manusia. Dengan kata lain, manusia wajib untuk

mensyukuri anugerah Tuhan ini dalam bentuk mengelola guna mewujudkan

kemakmuran di muka bumi. Sehubungan dengan hal ini diperlukan peraturan

perundang-undangan untuk melindungi kepentingan manusia agar tidak saling

berbenturan. Terkait dengan penalaran ini perlu kiranya mencermati,

memperhatikan dan melaksanakan petunjuk Allah dalam firman-Nya di

bawah ini:

Artinya:

Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh

Mahfuzh, Bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaku yang saleh.70

Tanah yang Allah tegaskan diwariskan kepada hamba-Nya yang saleh

dapat dimaknai bahwa tanah harus didayagunakan untuk kemaslahatan umat

manusia. Hal ini hanya mungkin jika tanah dikelola oleh orang-orang yang

saleh sehingga dia tidak rakus hanya mementingkan diri sendiri. Agar tidak

terjadi benturan kepentingan umat manusia terhadap tanah, maka diperlukan

peraturan perundang-undangan yang melindungi hak atas tanah. Sehubungan

dengan hal ini pendaftaran hak atas tanah menjadi suatu keharusan untuk

menjamin kemaslahatan umat manusia. Hal ini sesuai dengan syari‟at Islam

70

Al-Qur‟an Surah Al-Anbiya Ayat 105

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

75

agar manusia dapat mencapai kebaikan di dunia dan juga mencapai kebaikan

di alam akhirat.

Manusia sebagai khalifah bertugas untuk memakmurkan tanah sebagai

bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Artinya:

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai

kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia

telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah

kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi

memperkenankan (doa hamba-Nya)”.71

Berdasarkan ayat diatas manusia yang diamanahi Allah untuk

mengelola tanah adalah hamba Allah yang saleh agar dapat memakmurkan

bumi/tanah. Tugas manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi

adalah bentuk ibadah untuk mencari ridho Allah SWT semata-mata. Sejalan

hal ini, maka manusia tidak boleh membuat kerusakan di bumi, merusak alam,

mencemari udara karena akibat kerusakan di bumi dapat menyengsarakan

kehidupan makhluk di bumi termasuk manusia itu sendiri.

71

Al-Qur‟an Surah Hud Ayat 61

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

76

C. Tinjauan Umum Tentang Hibah

1. Pengertian Hibah

Hibah adalah suatu pemberian yang dilakukan oleh seseorang

kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan

pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.

Biasanya pemberian tersebut tidak akan dicela oleh sanak keluarga yang

tidak menerima pemberian itu. Oleh karena itu, pada dasarnya seseorang

pemilik harta kekayaan berhak dan leluasa untuk memberikan harta

bendanya kepada siapapun.72

Hibah menurut Pasal 1666 KUHPerdata adalah suatu persetujuan

dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan

dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna

kepentingan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Hibah

harus diadakan antara orang yang masih hidup. Dari rumusan pasal

tersebut, terdapat unsur-unsur hibah, yaitu sebagai berikut:

a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-

cuma, artinya tidak ada kontra prestasi dari penerimaan hibah

(Pasal 1666 KUHPerdata).

b. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai

maksud untuk menguntungkan pihak yang diberi hibah.

c. Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala harta benda

milik penghibah, baik benda berwujud maupun tidak berwujud,

72

Maman Suparman, 2017, Hukum Perdata Waris, Sinar Grafika, Jakarta, h.136

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

77

benda tetap maupun benda bergerak, termasuk juga segala piutang

penghibah.

d. Hibah tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1688 KUHPerdata)

e. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup

(Pasal 1682 KUHPerdata).

f. Pelaksanaan penghibahan dapat juga dilakukan setelah penghibah

meninggal dunia.

g. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris. (Pasal 1682

KUHPerdata).

Pada prinsipnya hibah itu tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1666

KUHPerdata). Namun berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh

undang-undang dan mengingat keadaan tertentu, hibah itu dimungkinkan

untuk ditarik kembali oleh si pemberinya.

Penarikan terhadap suatu hibah hanya dimungkinkan berdasarkan

alasan yang tercantum dalam Pasal 16688 KUHPerdata. Alasan itu, yaitu

sebagai berikut:

a. Apabila syarat-syarat tidak dipenuhi, sedangkan penghibahan telah

dilakukan (Pasal 913 KUHPerdata).

b. Apabila si penerima hibah telah dinyatakan bersalah melakukan

kejahatan yang bertujuan untuk mengambil nyawa si penghibah.

c. Apabila si penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah

kepada si penghibah, setelah si penerima hibah ini jatuh dalam

keadaan miskin atau pailit.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

78

Dengan terjadinya penarikan hibah maka segala barang yang telah

dihibahkan harus segera dikembalikan kepada penghibah dalam keadaan

bersih dari beban-beban yang melekat di atas barang tersebut. Misalnya

barang yang dihibahkan sedang dijadikan jaminan hak tanggungan atau

fidusia, maka harus segera dilunasi oleh penerima hibah sebelum barang

tersebut dikembalikan kepada penerima hibah.

Menurut pasal 1689 KUHPerdata bahwa si penghibah dapat

menuntut kembali, bebas dari beban hipotek (hak tanggungan) beserta

hasilnya dan pendapatan yang diperoleh si penerima hibah atas benda

yang dihibahkan.

Adapun menurut pasal 1690 KUHPerdata, pada pokoknya

menyebutkan bahwa benda yang dihibahkan dapat tetap pada si penerima

hibah, apabila sebelumnya benda-benda hibah tersebut telah didaftarkan

lebih dahulu. Apabila penuntutan kembali dilakukan oleh si pemberi

hibah dan dikabulkan maka semua perbuatan I penerima hibah dianggap

batal.

Tuntutan hukum terhadap si penerima hibah gugur dengan

lewatnya waktu satu tahun terhitung mulai hari terjadinya peristiwa yang

menjadi alasan tuntutan itu, dapat diketahuinya hal itu oleh si pemberi

hibah (Pasal 1682 KUHPerdata). Tuntutan hukum tidak dapat dilakukan

oleh ahli waris si penghibah, kecuali apabila oleh si penghibah semua

telah diajukan tuntutan, ataupun orang ini telah meninggal dunia di dalam

satu tahun setelah terjadinya peristiwa yang dituduhkan.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

79

Hibah antara suami isteri selama perkawinan tidak diperbolehkan,

kecuali mengenai benda-benda bergerak yang bertubuh yang harganya

tidak terlampau mahal. Demikian juga hibah tidak boleh dilakukan

kepada anak yang belum lahir, kecuali kepentingan anak tersebut

menghendaki. Orang yang sama sekali dilarang menerima penghibahan

dari penghibah yaitu:

a. Orang yang menjadi wali atau pengampu si penghibah.

b. Dokter yang merawat penghibah ketika sakit.

c. Notaris yang membuat surat-surat milik si penghibah.73

2. Dasar Hukum Hibah

Adapun dalil yang berhubungan tentang masalah hibah tersebut

terdapat dalam Al-Qur'an, sebagaimana Firman Allah:74

Artinya:

“bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu

kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada

Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan

73

Ibid, h. 138

74 Al-Qur‟an Surah Al-Baqarah ayat 177

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

80

memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,

orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-

orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,

mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang

menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam

kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-

orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang

bertakwa”. (Qs.Al-Baqarah Ayat 177).

Hukum asal hibah adalah mubah atau boleh. Akan tetapi

berdasarkan kondisi dan peran si pemberi dan si penerima hibah bisa

menjadi wajib, haram dan mubah. Sebagaimana Rasulullah SAW telah

bersabda yang diriwayatkan oleh Umar:

لذي عن عمررضي ا لله عنو قا ل: حلت على ف رس ف سبيل الله, فأ ضا عو اعو برخص, فسآلت النب صلى كان عنده, فآردت آن آشتيو, فظن نت آنو يبي الله عليهوسلم ف قال: لا تشته ولا ت عد ف صدقتك وآن آعطا كو بدرىم فإ ن

و كا العا ئد ف ق يئو العائد ف ىبت

Artinya :

Dari Umar Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Aku pernah memberikan

seekor kuda untuk digunakan di jalan Allah, namun orang yang kuberi

kuda itu menelantarkannya. Maka aku hendak membelinya dan aku

menduga dia akan menjual kuda itu dengan harga yang murah.” Maka

aku bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka beliau

menjawab,“Janganlah engkau membelinya dan jangan engkau tarik

kembali sedekahmu, meskipun dia menyerahkannya dengan harga satu

dirham, karena orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang

menjilat kembali muntahannya”.75

Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas R.a :

ل للرجل أن ي عطي عطية ث ي رجع عن ابن عمر وا بن عبا س عن النب قال لا ي فيها إلا الولد فيما ي عطي ولده

75

Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, 2002, Syarah Hadis Pilihan Bukhari Muslim,

PT.Darul Falah, Bekasi, h.811

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

81

Artinya :

“Ibnu „Umar dan Ibnu „Abbas r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

Tidak halal bagi seseorang yang telah memberikan sesuatu pemberian

kemudian menariknya kembali, kecuali orang tua yang menarik kembali

hibah yang sudah memberikannya.”

هما : أ ن رسول الله صلى الله عليو وسلم قال : عن ابن عبا س رضي الله عن العا ئد ف ىبتو كا لعائدف ق يئو

Artinya :

“Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Rasulullah SAW.

bersabda, „Orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang

menjilat kembali muntahannya.”76

رضي الله عنها قالت : كن رسول الله صلى الله عليو وسلم ي قبل وعن عائشة ها. رواه البخاري الدية ويثب علي

Artinya :

“Dan diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Rasulullah SAW selalu

menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Al-Bukhari)77

Hibah juga diatur dalam pasal 1666 KUH Perdata, yakni hibah

adalah suat perjanjian dengan mana si Penghibah di waktu hidupnya

dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan

sesuatu benda guna keperluan si Penerima hibah yang menerima

penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain

hibah-hibah diantara orang-orang yang masih hidup.

76

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-„Asqalani, 2009, Terjemah Bulughul Maram, At-Tibyan, Solo,

h.430

77 Enizar, 2013, Hadis Ekonomi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.56

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

82

Sebelum lahirnya PP No. 24 Tahun 1997, bagi mereka yang tunduk

kepada KUH Perdata surat hibah wasiat harus dibuat dalam bentuk

tertulis dari Notaris.78

Surat hibah wasiat yang tidak dibuat oleh Notaris

tidak memiliki kekuatan hukum. Mereka yang tunduk pada hukum adat

dapat dilakukan di bawah tangan, tetapi proses di Kantor Pertanahan

harus dibuat dengan akta PPAT.79

Setelah lahirnya PP No. 24 Tahun

1997, setiap pemberian hibah tanah harus dilakukan dengan akta PPAT.80

Perolehan tanah secara hibah dan hibah wasiat seyogyanya di daftarkan

peralihan haknya itu di Kantor Pertanahan setempat, sebagai bentuk

pengamanan hibah tanah.

Penghibahan dalam sistem KUH Perdata adalah seperti halnya jual

beli atau tukar menukar bersifat obligatoir saja, dalam arti belum

memindahkan hak milik, karena hak milik ini baru berpindah dengan

dilakukannya levering atau penyerahan secara yuridis, yang cara-caranya

seperti dalam melakukan jual beli. Dikatakan bahwa penghibahan,

disamping jual beli dan tukar menukar merupakan suatu title bagi

pemindahan hak milik. Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang-

barang yang sudah ada. Jika ia meliputi barang-barang yang baru akan

ada dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal.

Berdasarkan ketentuan ini maka jika dihibahkan suatu barang yang sudah

ada, bersama-sama dengan suatu barang lain yang baru akan ada

78

Pasal 1005 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

79 Effendi Perangin, 1990, Mencegah Sengketa Tanah, cetakan ke-2, Rajawali, Jakarta, h.46

80 Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

83

dikemudian hari, penghibahan yang mengenai barang yang pertama

adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.

Sedangkan pengertian peralihan menurut Hukum Perdata Islam adalah

pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk

kepentingan seseorang atau untuk kepentingan sesuatu badan sosial,

keagamaan, ilmiah, juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli

warisnya. Intinya adalah pemberian suatu benda semasa hidup seseorang

tanpa mengharapkan imbalan, dasa hukumnya terdapat dalam Al-Quran

Surah Al-Baqarah (2) ayat 177, Surah Ali Imran ayat 38, Pasal 210

sampai 214 Kompilasi Hukum Islam.

Peralihan dalam pengertian Hukum Perdata Islam diatas, merupakan

pemberian biasa dan tidak dapat dikategorikan sebagai harta warisan.

Kategori itu tampak bahwa peralihan adalah jenis pemberian yang

dilakukan oleh seseorang ketika ia masih hidup, sedangkan warisan baru

dapat dilaksanakan bila calon pewaris meninggal dunia.

3. Syarat-syarat Hibah dan Akibat yang ditimbulkan

Pada dasarnya setiap orang dan/atau badan hukum diperbolehkan

diberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh

undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu (yang cakap melakukan

perbuatan hukum). Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang

dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam

keadaan sehat jasmani dan rohaninya.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

84

Adapun syarat-syarat syahnya pemberian hibah adalah sebagai

berikut :

1) Syarat-Syarat Pemberi Hibah

Pada dasarnya setiap orang berhak untuk melakukan

penghibahan kecuali orang-orang yang dinyatakan tidak cakap

untuk itu, KUHPerdata memberikan syarat-syarat kepada pemberi

hibah sebagai berikut:81

a. Pemberi hibah diisyaratkan sudah dewasa yaitu mereka yang

telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah

pernah menikah (Pasa 330 KUHPerdata).

b. Hibah itu diberikan saat pemberi hibah masih hidup.

c. Tidak mempunyai hubungan perkawinan sebagai suami istri

dengan penerima hibah, dengan kata lain hibah antara suami

istri selama perkawinan tidak diperbolehkan. Berdasarkan

pasa 1678 ayat (1) KUHPerdata, tetapi KUHPerdata masih

memperbolehkan hibah yang dilakukan antara suami istri

terhadap benda-benda yang harganya tidak terlalu tinggi

sesuai dengan kemampuan ada penjabaran lebih lanjut

tentang batasan nilai atau harga benda-benda yang

dihibahkan itu. Jadi ukuran harga yang tidak terlalu tinggi itu

sangat tergantung kondisi ekonomi serta kedudukan sosial

mereka dalam masyarakat.

81

Sayyid Sabiq, sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifiddin, 1985,Pelaksanaan

HukumWaris dalam Lingkungan Minangkabau, Jakarta, Gunung Agung. h. 159

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

85

2) Syarat-syarat Penerimaan Hibah

Seperti halnya dengan pemberian hibah, pada dasarnya

semua orang dapat menerima sesuatu yang dibenarkan kepadanya

sebagai hibah, bahkan anak kecil sekalipun dapat menerima sesuatu

yang diberikan kepadanya sebagai hibah, tetapi harus diwakili.

Namun dari ketentuan tentang hibah yang ada dalam

KUHPerdataa. Syarat-syarat penerima hibah yaitu:

a. Penerima hibah sudah ada pada saat terjadinya penghibahan

atau bila ternyata kepentingan si anak yang ada dalam

kandungan menghendakinya, maka undang-undang dapat

menganggap anak yang ada di dalam kandungan itu sebagai

telah dilahirkan (Pasa 2 KUHPerdata).

b. Lembaga-lembaga umum atau lembaga keagamaan juga

dapat menerima hibah, asaikan presiden atau penguasa yang

ditunjuk olehnya yaitu Menteri Kehakiman, memberikan

kekuasaan kepada pengurus, lembaga-lembaga tersebut untuk

menerima pemberian itu (Pasa 1680 KUHPerdata).

c. Pemberian hibah bukan bekas wali dari pemberi hibah, tetapi

apabila si wati telah mengadakan perhitungan pertanggung

jawaban atas perwaliannya, maka bekas wali itu dapat

menerima hibah (Pasa 904 KUHPerdata).

d. Penerima hibah bukanlah notaris yang dimana dengan

perantaranya dibuat akta umum dari suatu wasiat yang

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

86

dilakukan oleh pemberi hibah dan juga bukan saksi yang

menyelesaikan pembuatan akta itu (Pasa 907 KUHPerdata).

Walaupun hibah itu digolongkan pada perjanjian sepihak,

namun KUHPerdata memberikan ketentuan hukum sehingga

penerima hibah juga dapat dikenakan kewajiban-kewajiban dalam

hibah yang diberikan kepadanya.

3) Hak yang timbul dari peristiwa hibah

Hak yang timbul dari peristiwa hibah, yaitu:82

a. Pemberi hibah berhak untuk memakai sejumlah uang dari

harta atau benda yang dihibahkannya, asalkan hak ini

diperjanjikan dalam penghibahan (Pasa 1671 KUHPerdata).

b. Pemberi hibah berhak untuk mengambil benda yang telah

diberikannya jika si penerima hibah dan keturunan-

keturunannya meninggal teriebih dahulu dari si penghibah,

dengan catatan sudah diperjanjikan terlebih dahulu (Pasal

1672 KUHPerdata).

c. Pemberi hibah dapat menarik kembali pemberiannya, jika

penerima hibah tidak mematuhi kewajiban yang ditentukan

dalam akta hibah atau hal-hat fain yang dinyatakan dalam

KUHPerdata. Apabila penghibahan telah dilakukan dan

penerima hibah atau orang lain dengan suatu akta PPAT,

diberikan kuasa olehnya untuk menerima hibah, setelah

82

Ibid

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

87

menerima pernyataan (levering) benda yang dihibahkan itu,

maka secara yuridis si penerima hibah telah berhak

menggunakan benda yang dihibahkan kepadanya sesuai

dengan keperluannya. Oleh karena hak milik dari benda-

benda yang dihibahkan itu telah beralih dari si pemberi hibah

kepada penerima hibah.

4) Kewajiban yang Timbul dari Peristiwa Hibah

Kewajiban yang timbul dari peristiwa hibah, yaitu:

a. Kewajiban pemberi hibah Setelah pemberi hibah

menyerahkan harta atau benda yang dihibahkannya kepada

penerima hibah atau orang lain yang diberikan kuasa untuk

itu, maka sejak itu tidak ada lagi kewajiban-kewajiban

apapun yang mengikat pemberi hibah.

b. Kewajiban penerima hibah. Berdasarkan pasal 1666

KUHPerdata penghibahan adalah suatu pemberian cuma-

cuma (om nief), namun KUHPerdata memberikan

kemungkinan bagi penerima hibah untuk melakukan suatu

kewajiban kepada penerima hibah sebagai berikut:83

(5) Penerima hibah berkewajiban untuk melunasi hutang-

hutang penghibah atau benda-benda lain, dengan catatan

hutang-hutang atau beban-beban yang harus dibayar itu

disebutkan dengan tegas di dalam akta hibah. Hutang-

83

Ibid, h.166

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

88

hutang atau beban itu harus dijelaskan, hutang atau beban

itu harus dijelaskan, hutang atau beban yang mana

(kepada siapa harus dilunasi dan berapa jumlahnya).

(6) Penerima hibah diwajibkan untuk memberikan tunjangan

nafkah kepada pemberi hibah jika pemberi hibah jatuh

dalam kemiskinan.

(7) Penerima hibah diwajibkan untuk mengembalikan benda-

benda yang telah dihibahkan, kepada pemberi dan

pendapatan-pendapatannya terhitung mulai dirnajukannya

gugatan untuk menarik kembali hibah berdasarkan

alasan-alasan yang diatur oleh KUHPerdata. Apabila

benda yang dihibahkan itu telah dijual, maka ia

berkewajiban untuk mengembalikan pada waktu

dimasukkannya gugatan dengan disertai hasil-hasil dan

pendapatan-pendapatan sejak saat itu (KUHPerdata).

(8) Pemberi hibah berkewajiban untuk memberi ganti rugi

kepada pemberi hibah, untuk hipotik-hipotik dan benda-

benda lainnya yang dilekatkan olehnya atas benda tidak

bergerak.

D. Tinjauan Umum tentang Anak

1. Pengertian Anak

Anak merupakan pribadi (persoon) yang memiliki dimensi khusus

dalam kehidupannya, di mana selain tumbuh kembangnya memerlukan

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

89

bantuan orang tua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat

penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong

fase kedewasaannya kelak.

Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum

positif di Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa

(minderjaring atau person under age), orang yang dibawah umur atau

keadaan dibawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap

juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarige

onvervoodij).84

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberi batasan mengenai

pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang

belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun, seperti yang dinyatakan dalam

Pasal 330 yang berbunyi belum dewasa adalah mereka yang belum

mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu

kawin.85

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa anak

adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun

dan belum pernah kawin.86

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak, anak adalah

setiapmanusia yang berusia dibawah delapan belas tahun kecuali

84

Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo

Pustaka Mandiri, Jakarta, h. 5 85

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 86

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

90

berdasarkan undang-undang lain yang berlaku bagi anak-anak ditentukan

bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.87

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan anak adalah orang

yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun

tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

kawin.88

Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak adalah setiap

manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum

menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal

tersebut adalah demi kepentingannya. Sementara Pasal 1 Angka 1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam

kandungan.89

Dengan demikian maka pengertian anak (juvenile) pada umumnya

adalah seorang yang masih di bawah umur tertentu, yang belum dewasa

dan belum pernah kawin. Pada beberapa peratuaran perundang–undangan

di Indonesia mengenai batasan umur berbeda-beda. Perbedaan tersebut

87

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi

Konvensi Hak Anak 88

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 89

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

91

bergantung dari sudut manakah pengertian anak dilihat dan ditafsirkan.

Halini tentu ada pertimbangan aspek psikis yang menyangkut kematangan

jiwa seseorang.90

Di sisi lain, beberapa pengertian dan batasan umur anak

sebagaimana tersebut di atas, dirasa menjadi perlu untuk menentukan dan

menyepakati batasan umur anak secara jelas dan lugas agar nantinya tidak

terjadi permasalahan. Dalam batasan ini, batasan umur anak lebih

condong mengikuti Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.

2. Syarat Kecakapan Bertindak

Menurut hukum, semua orang dalam keadaan cakap (bewenang)

bertindak,sehingga mereka dapat melakukan perbuatan hukum, termasuk

membuat atau menandatangani suatu perjanjian, kecuali mereka yang

diatur dalam undang-undang. Mereka yang dikecualikan ini disebut orang

yang tidak cakap (tidak berwenang) melakukan suatu tindakan hukum,

yaitu pihak-pihak sebagai berikut:

a. Anak yang belum dewasa

b. Orang yang berada di bawah pengampuan

c. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan

undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh

undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

Namun berdasarkan SEMA nomor 3/1963 juncto Pasal 31 Undang-

90

Abintoro Prakoso, 2016, Hukum Perlindungan Anak, LaksBang PRESSindo,

Yogyakarta, h.42

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

92

undang nomor 1 tahun 1974, perempuan yang masih terikat dalam

perkawinan sudah cakap melakukan perbuatan hukum sendiri

d. Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan

perbuatan tertentu.

Jika salah satu atau kedua belah pihak dalam perjanjian ternyata

tidak cakap berbuat, maka konsekuensi yuridisnya adalah sebagai berikut:

a. Jika perjanjian tersebut dibuat oleh anak di bawah umur (belum

dewasa), maka perjanjian tersebut akan batal atas permintaan dari

pihak anak yang belum dewasa tersebut, semata-mata karena alasan

kebelum-dewasaannya tersebut. Lihat Pasal 1446 ayat (1) KUH

Perdata juncto Pasal 1331 ayat (1) KUH Perdata.

b. Jika perjanjian dibuat oleh orang yang berada di bawah pengampuan,

maka perjanjian tersebut batal atas permintaan dari orang yang

berada di bawah pengampuan tersebut, dengan alasan semata-mata

karena keberadaannya di bawah pengampuan tersebut.

c. Jika perjanjian tersebut dibuat oleh perempuan yang bersuami, maka

perjanjian tersebut akan batal sekedar perjanjian tersebut dibuat

dengan melampaui kekuasaannya.

Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang undang-

undang untuk melakukan perbuatan tertentu, maka mereka dapat

menuntut pembatalan perjanjian tersebut, kecuali jika ditentukan lain oleh

undang-undang.

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

93

Perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap bertindak

tersebut, yang kemudian dinyatakan batal, maka para pihak dalam

perjanjian tersebut harus menempatkan perjanjian tersebut pada keadaan

sebelum perjanjian dibuat, jadi perjanjian tersebut dianggap seolah-olah

tidak ada. 91

Jadi, salah satu syarat agar suatu perjanjian sah, perjanjian tersebut

haruslah dibuat oleh orang yang cakap berbuat berdasarkan Pasal 1330

KUH Perdata, antara lain dibuat oleh orang yang sudah dewasa.

Berdasarkan Pasal 330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa menurut

hukum adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan

tidak kawin sebelumnya. Oleh karena itu, apabila ditafsirkan secara

terbalik, maka orang yang dianggap dewasa dan cakap berbuat menurut

hukum adalah:

a. Sudah genap berumur 21 tahun

b. Sudah kawin, meskipun belum genap 21 tahun

c. Tidak berada di bawah pengampuan

Akan tetapi, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

menentukan bahwa umur dewasa seseorang adalah 18 tahun (vide Pasal

47 juncto Pasal 50 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan), dan tentunya undangundang ini berlaku untuk seluruh

bangsa Indonesia, tanpa melihat gender, suku, rasa, agama, dan

sebagainya. Dengan demikian secara yuridis, sekarang ini umur dewasa

91

Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta. h. 196

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak …

94

seseorang adalah 18 tahun. Umur dewasa 18 tahun ini telah diperkuat pula

oleh putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 477 K/Sip/1976

tanggal 13 Oktober 1978. Namun demikian, dalam praktik sehari-hari,

misalnya untuk membuat perjanjian yang penting, untuk umur dewasa,

masih banyak yang memberlakukan 21 tahun sebagaimana yang

disebutkan dalam KUH Perdata.