23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofrenia 1. Pengertian Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi, terpecah dan phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah. (Rudyanto, 2007). Skizofrenia berasal dari kata mula-mula digunakan oleh Eugene Bleuler, seorang psikiater berkebangsaaan Swiss. Bleuler mengemukakan manifestasi primer skizofrenia ialah gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu. Ia menganggap bahwa gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala utama daripada skizofrenia dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan gejala sekunder atau tambahan terhadap ini (Lumbantobing, 2007). Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (Kaplan and Sadock, 2010). 2. Etiologi Skizofrenia dapat dianggap sebagai gangguan yang penyebabnya multipel yang saling berinteraksi. Diantara faktor multipel itu dapat disebut : a. Keturunan Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak kembar satu telur angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9%-1,8%, bagi saudara kandung 7- 15%, anak dengan salah satu menderita skizofrenia 7-16%. Apabila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-60% kembar dua telur 2-15%. Kembar satu telur 61- 68%. Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui genetik yang resesif (Lumbantobing, 2007). b. Gangguan anatomik Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak berperan yaitu : Lobus temporal, sistem limbik dan reticular activating system. Ventrikel penderita skf lebih besar daripada kontrol. Pemeriksaan MRI menunjukan hilangnya atau 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

  • Upload
    dangnhu

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia

1. Pengertian

Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi,

terpecah dan phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah.

(Rudyanto, 2007).

Skizofrenia berasal dari kata mula-mula digunakan oleh Eugene Bleuler,

seorang psikiater berkebangsaaan Swiss. Bleuler mengemukakan manifestasi primer

skizofrenia ialah gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu. Ia menganggap

bahwa gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala utama daripada

skizofrenia dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan gejala sekunder

atau tambahan terhadap ini (Lumbantobing, 2007).

Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi

penyebab (banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat

kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik,

dan sosial budaya (Kaplan and Sadock, 2010).

2. Etiologi

Skizofrenia dapat dianggap sebagai gangguan yang penyebabnya multipel yang saling

berinteraksi. Diantara faktor multipel itu dapat disebut :

a. Keturunan

Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak kembar satu

telur angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9%-1,8%, bagi saudara kandung 7- 15%,

anak dengan salah satu menderita skizofrenia 7-16%. Apabila kedua orang tua

menderita skizofrenia 40-60% kembar dua telur 2-15%. Kembar satu telur 61-

68%. Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui genetik yang resesif

(Lumbantobing, 2007).

b. Gangguan anatomik

Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak berperan yaitu : Lobus

temporal, sistem limbik dan reticular activating system. Ventrikel penderita skf

lebih besar daripada kontrol. Pemeriksaan MRI menunjukan hilangnya atau

9

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

berkurangnya neuron dilobus temporal. Didapatkan menurunnya aliran darah dan

metabolisme glukosa di lobus frontal. Pada pemeriksaan post mortem didapatkan

banyak reseptor D2 diganglia basal dan sistem limbik, yang dapat mengakibatkan

meningkatnya aktivitas DA sentral (Lumbantobing, 2007).

c. Biokimiawi

Saat ini didapat hipotese yang mengemukan adanya peranan dopamine,

kateklolamin, norepinefrin dan GABA pada skf (Lumbantobing, 2007).

3. Gejala

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok gejala positif dan gejala

negatif.

a. Gejala Negatif

Pada gejala negatif terjadi penurunan, pengurangan proses mental atau proses

perilaku (Behavior ).Hal ini dapat menganggu bagi pasien dan orang disekitarnya.

1) Gangguan afek dan emosi

Gangguan dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek

dan emosi (emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh

terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga

dan masa depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya kemampuan

untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport), terpecah

belahnya kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat

bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama

atau menangis, dan tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi)

(Lumbantobing, 2007).

2) Alogia

Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan

pembicaraan. Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula pasien

yang mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti bicara, dan

baru bicara lagi setelah tertunda beberapa waku (Lumbantobing, 2007).

3) Avolisi

Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya

miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut

beraktivitas jasmani (Lumbantobing, 2007).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

4) Anhedonia

Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan

dengan orang lain (Asociality) pasien tidak mempunyai perhatian, minat pada

rekreasi. Pasien yang sosial tidak mempunyai teman sama sekali, namun ia

tidak memperdulikannya (Lumbantobing, 2007).

5) Gejala Psikomotor

Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering

mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka

dapat dilihat adanya gerakan yang kurang luwes atau agak kaku, stupor

dimana pasien tidak menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat

berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun lamanya

pada pasien yang sudah menahun; hiperkinese dimana pasien terus bergerak

saja dan sangat gelisah (Kaplan and Sadock, 2010).

b. Gejala Positif

Gejala positif dialami sensasi oleh pasien, padahal tidak ada yang merangsang

atau mengkreasi sensasi tersebut. Dapat timbul pikiran yang tidak dapat dikontrol

pasien.

1) Delusi(Waham )

Merupakan gejala skizofrenia dimana adanya suatu keyakinan yang

salah pada pasien. Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali

tetapi pasien tidak menginsyafi hal ini dan dianggap merupakan fakta yang

tidak dapat dirubah oleh siapapun.Waham yang sering muncul pada pasien

skizofrenia adalah waham kebesaran,waham kejaran,waham sindiran, waham

dosa dan sebagainya (Kaplan and Sadock, 2010).

2) Halusinasi

Memdengar suara, percakapan, bunyi asing dan aneh atau malah

mendengar musik, merupakan gejala positif yang paling sering dialami

penderita skizofrenia (Lumbantobing, 2007).

B. Halusinasi

1. Pengertian

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak desertai dengan stimuli

eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interprestasi waham

tentang pengalaman halusinasi (Kaplan and Sadock, 2010)

Menurut Stuart dan Sundeen (1998, p. 328) klien dengan halusinasi mengalami

kecemasan dari kecemasan sedang sampai panik tergantung dari tahap halusinasi

yang dialaminya (Januarti, 2008).

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada respon munculnya

neurobiology seperti halusinasi (Stuart, 2007).

1) Biologis

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih

luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal

berhubungan dengan perilaku psikotik (Stuart, 2007).

b) Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebih

dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan

terjadinya skizofrenia (Stuart, 2007).

c) Pembesaraan ventikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadi

atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan

skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks

bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi

otak tersebut didukung oleh otopsi (Post-Mortem) (Stuart, 2007).

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan

kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang hidup klien misalnya anak diperlakukan oleh ibu

yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,

sementara yang mengambil jarak dengannya

3) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stress sehingga tidak menutup

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

kemungkinan budaya ataupun adat yang dianggap terlalu berat bagi

seseorang dapat menyebabkan seseorang menjadi gangguan jiwa.

b. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya

hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan, tidak berguna, putus asa

dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat

mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut (Stuart,

2007), faktor prespitasi terjadi gangguan halusinasi adalah:

1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara menanggapi stimulasi yang

diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2) Stres Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku dan umumnya

lingkungan yang dapat mendukung bertambahnya gangguan jiwa adalah

lingkungan perkotaan yang dimana tingkat individualismenya sangat tinggi.

3) Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor

berlebihnya informasi pada syaraf yang menerima dan memperoses inflamasi

dithalamus frontal otak

3. Jenis Halusinasi

Ada 7 jenis halusinasi yaitu :

a. Pendengaran

Adalah mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara

berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas tentang

pasien, bahkan sampai percakapan lengkap antar dua orang atau lebih tentang

orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana pasien

mendengar perkataan bahwa pasien disuruh sesuatu kadang-kadang

membahayakan.

b. Penglihatan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,

bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau

menakutkan seperti monster.

c. Penghidu

Membahui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau feses umumnya bau-

bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat strok,

tumor, kejang dan dimensia.

d. Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

e. Perabaan

Mengalami rasa nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa

tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.

f. Canesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernakan

makanan, atau pembentukan urin.

g. Kinestetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa gerak.

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Berbicara sendiri.

b. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.

c. Tertawa sendiri tanpa sebab.

d. Ketakutan.

e. Ekspresi wajah tegang.

f. Tidak mau mengurus diri

g. Sikap curiga dan bermusuhan

h. Menarik diri dan menghindari orang lain

5. Fase-Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh pasien berbeda intensitas dan keparahannya.

Halusinasi terbagi dalam 4 fase yang berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan

kemampuan pasien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, pasien

semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase

halusinasi sebagai berikut fase-fase halusinasi (Stuart and Larai,2005) :

a. Fase I Comforting Ansietas.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Karakteristik klien mengalami perasaan mendalam sperti ansietas,

kesepian, rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran

menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-

pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas

dapat ditangani (NON PSIKOTIK).

Perilaku klien Perilaku Pasien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai

mengerakkan bibir tanpa suara pergerakan mata yang cepat respon verbal yang

lambat jika sedang asyik. Diam dan asyik sendiri.

b. Fase II Condemning ansietas

Karakteristik pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Pasien

mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya

dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan

oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.

Perilaku klien: meningkatnya tanda – tanda system saraf otonom akibat

ansietas, seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.

Rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan

kehilangan kemampuan membedakan halisinasi dan realita.

c. Fase III Controling Ansietas

Karakteristik klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi

dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien

mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.

Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti

kesukaran berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa

detik atau menit. Adanya tanda – tanda fisik ansietas berat, berkeringat, tremor,

tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase IV Conquering Panik.

Karakteristik pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti

perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak

ada intervensi terapeutik

Perilaku akibat panic. Potensi suicide atau homicide. Aktifitas fisik

merefleksi isi halusinasi seperti: perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek. Tidak

mampu berespon lebih dari satu orang.

6. Penatalaksanaan

a. Medik

1) Terapi Somatik (Medikamentosa)

----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut

antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan

perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat

mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau

kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.

Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi

obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia. Terdapat 3

kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik

konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)

(Baihaqi, 2007).

a) Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik

konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering

menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik

konvensional antara lain (Baihaqi, 2007) :

(1) Haldol (haloperidol)

(2) Mellaril (thioridazine)

(3) Navane (thiothixene)

(4) Stelazine ( trifluoperazine)

(5) Thorazine ( chlorpromazine)

(6) Trilafon (perphenazine)

-Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik

konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer

atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok

konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan

(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa

efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk

meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien

mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval

2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot

formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu

dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak

dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic (Baihaqi, 2007).

b) Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip

kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila

dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer

atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

(1) Risperdal (risperidone)

(2) Seroquel (quetiapine)

(3) Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani

pasien-pasien dengan skizofrenia. (Baihaqi, 2007).

c) Clozaril

Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik

atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang

tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat

disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat

serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat

menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan

infeksi. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling

sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil (Andri,

2009). Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran :

(1) Klorpromazin. Sedian tablet 25 dan 100 mg, injeksi 25 mg/ml. Dosis

150 - 600 mg/hari

(2) Haloperidol. Sedian tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mg Injeksi 5 mg/ml.

Dosis 5 - 15 mg/hari

(3) Perfenazin. Sedian tablet 2, 4, 8 mg. Dosis 12 - 24 mg/hari

(4) Flufenazin. Sedian tablet 2,5 mg, 5 mg. Dosis 10 - 15 mg/hari

(5) Flufenazin dekanoat. Sedian Inj 25 mg/ml. Dosis 25 mg/2-4 minggu.

(6) Levomeprazin. Sedian tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml. Dosis 25 - 50

mg/hari

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

(7) Trifluperazin. Sedian tablet 1 mg dan 5 mg . Dosis 10 - 15 mg/hari.

(8) Tioridazin. Sedian tablet 50 dan 100 mg. Dosis 150 - 600 mg/hari.

(9) Sulpirid. Sedian tablet 200 mg 300 ,Injeksi 50 mg/ml. Dosis

600mg/hari 1 - 4 mg/hari

(10) Pimozid. Sedian tablet 1 dan 4 mg. Dosis 1 - 4 mg/hari.

(11) Risperidon. Sedian tablet 1, 2, 3 mg Dosis 2 - 6 mg/hari

2) Cara penggunaan

a) Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek

klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek

samping sekunder.

b) Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis

yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan

dengan dosis ekivalen.

c) Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam

dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat

diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak

sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu

sama.

d) Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis

obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan

baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang

e) Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

(1) Onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 minggu

(2) Onset efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 jam

(3) Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

(4) Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek

samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak

begitu mengganggu kualitas hidup pasien

f) Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai

mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi

setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan

sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis

dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2

hari/mingu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

g) Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi

pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.

h) Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari

setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.

i) Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama

3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.

Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah

hilangnya gejala dalam waktu 2 minggu - 2bulan.

j) Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat

walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi

ketergantungan obat kecil sekali.

k) Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic

rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar

dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic

agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2

mg/hari)

l) Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien

yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif

terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu

pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.

Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan

pemeliharaan terhadap kasus skizpfrenia.

m) Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada

waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan

mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)

n) -Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya

dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari

(Kaplan and Sadock, 2010).

3) Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

-Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita

Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal

dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah (Andri, 2009).

Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk

mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat

selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril) (Andri, 2009).

4) Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)

Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat

penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.

Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang

ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat

menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti

dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat

mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2-

4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam

penerapannya.Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah

mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk

menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya

a) antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal

antipsycotic atau newer atipycal

b) antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat

menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan

diatas gagal (Kaplan and Sadock, 2010).

5) Pengobatan Selama fase Penyembuhan

-Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun

setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti

minum obat setelah episode petama skizofrenia dapat kambuh. Para ahli

merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat

obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.

Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh

total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu

diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering

kekambuhan dan makin beratnya penyakit (Kaplan and Sadock, 2010).

b. Keperawatan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

1) Terapi Psikososial

Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi

dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu

mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi

keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial

ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana

juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan

untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan,

banyak bergaul (Kaplan and Sadock, 2010).

a) Terapi Perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan

keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, latihan

praktis dan komunikasi interpersonal. Jenis-jenis psikoterapi perilaku

adalah latihan ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video

orang lain dan pasien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi

dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang dilakukan (Kaplan and

Sadock, 2010).

b) Terapi berorintasi-keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali

dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien

skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi

keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode

pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga

adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.

Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak

saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur

terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari

ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang

keparahan penyakitnya (Kaplan and Sadock, 2010).

c) Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,

masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin

terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau

tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes

realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan

cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling

membantu bagi pasien skizofrenia (Kaplan and Sadock, 2010).

d) Psikoterapi individual

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang

ditemukan di dalam pengobpasien non-psikotik. Menegakkan

hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali

kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan

kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika

seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,

perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap

kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur

dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan

atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan

kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau

eksploitasi (Kaplan and Sadock, 2010).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya halusinasi.

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon

neurobilogi seperti pada halusinasi antara lain: (Stuart, 2007).

1) Faktor Genetis

Telah diketahui bahwa secara genetik skizofrenia diturunkan melalui

kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yng keberapa

yang menjadi faktor penentu yang gangguan yang sekarang ini masih dalam

tahap penelitian.

2) Faktor Neurobiologi

Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan kortek limbic pada klien

skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada pasien

skizofrenia terjadi penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal.

Neurotransmiter yang tidak normal, khususnya dopamine, serotonin, dan

glutamate.

3) Studi Neurotransmiter

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan

neurotransmiter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar

serotonin.

4) Teori Virus

Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor

predisposisi skizofrenia.

5) Psikologis

Beberapa kondisi psikologis yang menjadi factor predisposisi skizofrenia

antara lain: anak yang diperlakukan oleh Ibu yang pencemas, terlalu

melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara anak yang mengambil

jarak dengan anaknya.

b. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor pencetus respon neurobiologist meliputi:

1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan

memproses informasi ditalamus dan frontal otak.

2) Mekanisme penghantaran listrik disaraf terganggu.

3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan

perilaku.

c. Mekanisme Koping

Menisme koping yang sering digunakan pasien dengan halusinasi meliputi

1) Regresi, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2) Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan

tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.

3) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus interna.

4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh pasien.

d. Perilaku

Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh pasien yang mengalaminya,

seperti mimpi saat tidur. Pasien mungkin tidak punya cara untuk menentukan

persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti orang yang mendengarkan siaran

ramalan cuaca dan tidak meragukan lagi orang yang berbicara tentang cuaca

tersebut.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Pasien yang mengalami halusinasi sering merasa kecewa karena

mendapatkan respon yang negatif ketika mereka menceritakan kepada orang lain.

Karena akhirnya banyak pasien yang enggan untuk menceritakan kepada orang

lain tentang halusinasi yang dialaminya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah

untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan bercakap-cakap tentang

halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan

menvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan

dan perhatian penuh untuk dapat menfasilitasi percakapan halusinasi. Perilaku

pasien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.

Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku

halusinasi maka pengakajian selanjutnya harus dilakukan tidak sekedar

mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang

diperlukan meliputi:

1) Isi halusinasi yang dialami oleh pasien. Ini dapat dikaji dengan menanyakan

suara siapa yang didengar, berkata apa bila halusinasi yang dialami

halusianasi dengar. Ataupun apa bentuk bayangan yang dilihat pasien, bila

jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium bila

halusinasinya penghidu, rasa apa yang dikecap bila halusinasinya

pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi

perabaan.

2) Waktu dan frekuensi halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menyakan kepada

pasien kapan pengalaman halusiansi muncul. Bila mungkin pasien diminta

menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini

penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan

bilamana pasien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.

3) Situasi pencetus halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang

dialami oleh pasien sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat di kaji dengan

menanyakan kepada pasien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum

halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi apa yang

dialami pasien menjelang halusinasi untuk menvalidasi pernyataan pasien

4) Respon pasien. Untuk menentuka sejauh mana halusinasi mempengaruhi

pasien dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan pasien saat mengalami

halusinasi. Apakah pasien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau

sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

C. Family Gathering

1. Pengertian Family Gathering

Family Gathering adalah rangkaian upaya membantu keluarga, agar sebagai

sistem meningkatkan pengetahuan dan lebih mampu melakukan penyesuaian diri.

Dimana dengan kegiatan tersebut keluarga pasien mendapatkan informasi-informasi

dan pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk membantu proses kesembuhan

pasien yang merupakan keluarga mereka (Imah, 2006).

Kegiatan family gathering berupa permainan (games) yang melatih

mengenai sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki oleh keluarga pasien

mengenai perawatan kesehatan jiwa. Bentuk komunikasi dari kegiatan ini adalah

bersifat diskusi, yang di dalamnya juga terdapat proses sharing, tanya jawab, dan lain

sebagainya (Imah, 2006).

Sebelum melaksanakan kegiatan family gathering, beranjak dari teori

psikologi, teori psikiatri, dan teori keperawatan jiwa. Dimana di dalam teori yang

dikemukakan oleh Erikson (1968) disebutkan bahwa dalam proses kesembuhan

pasien gangguan jiwa, peranan keluarga adalah yang sangat penting dan utama selain

perawatan dan pengobatan medis (Keliat, 2008).

2. Tujuan Family Gathering

Family Gathering bertujuan sarana untuk bersilaturahmi antara para keluarga

pasien, para keluarga dengan pihak rumah sakit, dan juga sebagai ajang untuk

berbagi pengalaman dan cerita satu sama lain (Imah, 2006).

3. Waktu Kegiatan Family Gathering

Kegiatan family gathering biasanya diadakan pada setiap awal bulan, dengan

kuantitas diadakan sekali dalam sebulan (Imah, 2006).

4. Bentuk Pesan yang disampaikan Family Gathering

Bentuk pesan yang disampaikan adalah berbentuk komunikatif, informative, edukatif,

dan persuasive. Pesan yang bersifat komunikatif maksudnya adalah menyampaikan

melalui pemberian materi kepada para keluarga peserta family gathering mengenai

hal-hal yang perlu untuk mereka ketahui, sehubungan dengan membantu proses

kesembuhan keluarga mereka yang terkena gangguan jiwa. Kemudian komunikasi

yang bersifat informative adalah memberitahukan atau menginformasikan secara

lebih mendetail hal-hal atau materi-materi yang dapat menunjang peran keluarga

dalam membantu proses kesembuhan pasien gangguan jiwa. Sebagai contoh,

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

komunikasi bersifat informative adalah ketika pemateri (dokter atau perawat atau

psikolog) menyampaikan cara menanggulangi pasien ngamuk. Menjadi bersifat

informative karena pemateri menyampaikannya secara jelas dan mendetail sehingga

peserta menjadi paham dan mengerti betul bagaimana cara menanggulangi apabila

keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa tersebut tiba-tiba bertindak agresif

atau kasar. Sedangkan komunikasi yang bersifat edukatif adalah materi yang

disampaikan kepada peserta family gathering merupakan materi yang dapat memberi

manfaat kepada mereka dan keluarga mereka yang menderita gangguan jiwa.

Biasanya berisikan informasi-informasi dan pengetahuan yang belum pernah mereka

ketahui sebelumnya, sehingga menjadi bermanfaat. Sebagai contoh, pengetahuan

yang sebelumnya tidak mereka ketahui bahwa keluarga memegang peranan yang

sangat penting untuk membantu mempercepat proses kesembuhan pasien gangguan

jiwa (Keliat, 2008).

5. Jenis komunikasi Family Gathering

Komunikasi dua arah yang dijelaskan oleh Enok Komariah dalam hal ini apabila

dikaitkan dengan keilmuan Ilmu Komunikasi, disebut sebagai komunikasi simetris

dua arah (two way symmetrical communication), adalah suatu bentuk komunikasi dua

arah yang memiliki porsi sama besar antara komunikator dan komunikan (Cutlip &

Center, 1990). Komunikasi dua arah ini adalah antara para pembicara atau pemberi

materi dengan para keluarga pasien. Pembicara menyampaikan materi atau

bahasannya (misalnya mengenai bagaimana cara mencegah kekambuhan pada

pasien), kemudian peserta diberi kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi. Dalam

kegiatan family gathering, keluarga juga dapat saling bercerita, berbagi pengalaman,

bahkan tidak sedikit yang berkeluh kesah mengeluarkan isi hatinya menghadapi

anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa (Keliat, 2008).

Komunikasi satu arah (one way communication) mereka (peserta family

gathering) tidak hanya datang untuk hadir, kemudian duduk sepanjang hari untuk

mendengarkan penjelasan dari para pembicara. Namun dengan komunikasi dua arah

tersebut, mereka dapat bertanya dan mendapatkan penjelasan yang lebih dalam

mengenai kondisi anggota keluarga mereka yang sedang menderita gangguan jiwa.

Mereka bukan hanya menjadi mengetahui suatu informasi, tapi juga memahami dan

mengerti lebih dalam mengenai perawatan gangguan jiwa, mengenai bagaimana

harus bersikap dan menghadapi anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

bagaimana mengatasi kekambuhan pada pasien yang bersikap agresif, dan lain

sebagainya (Keliat, 2008).

6. Materi pada program Family Gathering yang disampaikan tentang dukungan

keluarga dalam mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan

skizofrenia di rumah antara lain (Setyowati, 2008) :

a. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi penderita.

b. Mencintai dan menghargai penderita.

c. Memberikan pujian kepada penderita untuk segera perbuatannya yang baik dari

pada menghukumnya pada waktu berbuat kesalahan.

d. Menunjukan empati serta memberikan bantuan kepada penderita.

e. Menghargai dan mempercayai pada penderita.

f. Mau mengajak berekreasi bersama penderita dengan anggota keluarga lainnya.

g. Kegiatan Mengikuti penderita untuk kegiatan kebersamaan dengan sesama

anggota keluarga.

7. Upaya perawatan pasien gangguan jiwa yang dilakukan selama dirumah.

Berikut ini adalah masalah keperawatan yang dihadapi oleh penderita yang

mengalami gangguan jiwa dan bagaimana upaya perawatan kelurga selama dirumah :

a. Penderita dengan masalah perawatan perilaku Kekerasan

Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada penderita dengan Perilaku

Kekerasaan adalah sebagai berikut (Videbeck, 2008):

1) Anjurkan penderita untuk mengungkapkan perasaan marah atau jengkelnya.

2) Bantu klien mengidentifikasi penyebab marah.

3) Bantu klien untuk memilih cara yang tepat dan bantu klien mengidentifikasi

manfaat cara yang dipilih.

4) Anjurkan klien untuk tarik nafas dalam jika sedang marah.

5) Bantu penderita untuk minum obat sesuai dengan yang diprogramkan dokter

b. Penderita dengan masalah perawatan Halusinasi

Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada penderita dengan Halusinasi

adalah sebagai berikut (Baihaqi, 2007) :

1) Jangan biarkan penderita sendiri

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

2) Anjurkan untuk terlibat dalam kegiatan dirumah (buat jadwal kegiatan

penderita).

3) Bantu klien untuk berlatih cara menghentikan halusinasi.

4) Jika penderita terlihat bicara sendiri atau tertawa sendiri segera sapa dan

diajak bicara.

5) Beri pujian yang positif pada penderita jika mampu melakukan apa yang

dianjurkan.

c. Penderita dengan masalah perawatan Harga Diri Rendah

Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada penderita dengan Harga Diri

Rendah adalah sebagai berikut (Azizah, 2011) :

1) Meningkatkan Harga diri penderita

a) Menjalin hubungan saling percaya

b) Memberi kegiatan sesuai kemampuan penderita

2) Menggali kekuatan penderita

a) Dorong penderita mengungkapkan perasaannya.

b) Bantu melihat kemampuan penderita

c) Bantu mengenal harapan.

3) Mengevaluasi diri.

4) Mengambil keputusan

d. Penderita dengan masalah perawatan Menarik Diri

Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada penderita dengan menarik

diri adalah sebagai berikut (Azizah, 2011) :

1) Memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2) Melibatkan dalam kegiatan di keluarga dan masyarakat

3) Membantu komunikasi teratur.

e. Penderita dengan masalah perawatan Defisit Perawatan Diri

Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada penderita dengan Defisit

Perawatan Diri adalah sebagai berikut (Videbeck, 2008) :

1) Meningkatkan kesadaran dan percaya diri penderita.

2) Membimbing dan mendorong penderita merawat diri.

8. Evaluasi atau Qutput setelah dilakukan Family Gathering

Setelah dilakukan kegiatan family gathering keluarga penderita mampu:

a. Tahu (Know)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

yang dimaksud tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang terendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :

menyebutkan, menguraikan. Misalnya dapat menyebutkan cara untuk

mengontrol halusinasi.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara luas.setelah diberikan penjelasaan tentang halusinasi penderita mampu

mengenal gejala halusinasi.

c. Aplikasi (aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada sistuasi atau kondisi nyata. Penderita mampu mengotrol halusinasi denga

cara menghardik

d. Analisis (analysis)

Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam suatu

komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Penderita mampu membuat jadwal kegiatan

untuk mengurangin timbulnya halusinasi.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

D. Kerangka Teori

Skema 2.1: Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Teori Blum dan Grenn, (Kaplan and Sadock, 2010), (Imah, 2006),

(Stuart, 2007), (Januarti, 2008).

E. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Skema 2.2 Kerangka Konsep

Family Gathering Pengetahuan keluarga

tentang cara merawat

halusinasi dengan klien

skizofrenia

Faktor

Presdisposisi

(Stuart, 2007)

Faktor

Presipitasi

(Stuart, 2007)

Mekanisme

koping

(Stuart, 2007)

Perilaku

(Stuart, 2007)

Terapi Somatik

(Medikamentosa)

a) Antipsikotik

Konvensional

b) Newer Atypcal

Antipsycotic

c) Clozaril

(Andri, 2009)

Family Gathering

(Imah,2006)

Halusinasi

(Kaplan and

Sadock, 2010)

Terapi Psikososial

a) Terapi Perilaku

b) Terapi berorintasi-

keluarga

c) Terapi kelompok

d) Psikoterapi individual

(Kaplan and Sadock, 2010).

Sembuh

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofreniadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-purilukita... · Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan ... Terapi

Area yang Family Gathering sebagai variabel bebas dan pengetahuan keluarga tentang

cara merawat halusinasi dengan klien skizofrenia sebagai variabel terikat.

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas : Family Gathering

2. Variabel Terikat : Pengetahuan keluarga tentang cara merawat halusinasi

dengan klien skizofrenia dengan halusinasi

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaaan pengetahuan keluarga

sebelum dan sesudah dilakukan Family Gathering di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino

Gondohutamo Semarang”.