25
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo, 23 menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dijelaskan bahwa “dapat dipaksakan” berarti bahwa utang pajak tidak dibayar maka utang itu tidak dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya jasa timbal balik tertentu seperti halnya di dalam retribusi. Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip Thomas Sumarsan mengatakan “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. 24 Adapun menurut M.H.J. Smeets yang dikutip Santoso Brotodiharjo mengatakan “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang 23 Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2009. Yogyakarta: Andi Offset, hlm.1. 24 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, Vol. 3, (Jakarta: Indeks, 2013), hlm. 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum. Dijelaskan bahwa “dapat dipaksakan” berarti bahwa

utang pajak tidak dibayar maka utang itu tidak dapat ditagih dengan

menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga

penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya

jasa timbal balik tertentu seperti halnya di dalam retribusi.

Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip Thomas Sumarsan mengatakan

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.24

Adapun menurut M.H.J. Smeets yang dikutip Santoso Brotodiharjo

mengatakan “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang

23 Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2009. Yogyakarta: Andi Offset, hlm.1.

24 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, Vol. 3, (Jakarta: Indeks, 2013), hlm. 3.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

21

melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada

kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual;

maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.25

Sementara berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun

2007 Tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Pajak disebutkan

bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”.26

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa pajak adalah iuran wajib rakyat kepada negara (pemerintah) yang

bersifat memaksa berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan (peraturan

perundang-undangan) tanpa adanya kontraprestasi secara langsung yang

dapat dirasakan oleh rakyat dan digunakan untuk menyelenggarakan

kesejahteraan umum.

2. Pengelompokan Pajak

Menurut Etty Muyassaroh,27 ada beberapa jenis kelompok pajak yang

berlaku di Indonesia, antara lain:

25 R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama, 2010),

hlm. 4.

26 Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Tata Cara

Perpajakan Pajak

27 Etty Muyassaroh, Perpajakan: Konsep, Brevet A dan B, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,

2012), hlm. 8.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

22

a. Menurut golongannya:

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib

pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang

lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan

Nilai (PPN).

b. Menurut sifatnya:

1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam

arti memerhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak

Penghasilan (PPh).

2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berdasar pada objeknya, tanpa

memerhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

c. Menurut lembaga pemungutannya:

1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah.

3. Fungsi Pajak

Menurut Thomas Sumarsan,28 pajak mempunyai peranan yang sangat

penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan

28 Thomas Sumarsan, Op.cit, hlm. 5.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

23

pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk

membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas

negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran

pemerintah. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan

melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini

dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan

untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,

pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,

uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam

negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun

ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan

pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan

dari sektor pajak.

b. Fungsi mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di

tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi.

Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak,

paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi

pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan

sosial. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

24

keuangan, terutama banyak ditujukan terhadap sektor swasta.

Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam

negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas

keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,

pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar

negeri.

B. Asas Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan Hukum

1. Asas Kepastian Hukum

Menurut Syafruddin Kalo, “kepastian hukum dapat kita lihat dari dua

sudut, yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena

hukum”.29 Lebih lanjut beliau memaparkan:

Kepastian dalam hukum dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu

harus dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya tidak

mengandung penafsiran yang berbeda-beda. Akibatnya akan

membawa perilaku patuh atau tidak patuh terhadap hukum. Dalam

praktek banyak timbul peristiwaperistiwa hukum, di mana ketika

dihadapkan dengan substansi norma hukum yang mengaturnya,

kadangkala tidak jelas atau kurang sempurna sehingga timbul

penafsiran yang berbedabeda yang akibatnya akan membawa kepada

ketidakpastian hukum. Sedangkan kepastian karena hukum

dimaksudkan, bahwa karena hukum itu sendirilah adanya kepastian,

misalnya hukum menentukan adanya lembaga daluarsa, dengan lewat

waktu seseorang akan mendapatkan hak atau kehilangan hak. Berarti

hukum dapat menjamin adanya kepastian bagi seseorang dengan

lembaga daluarsa akan mendapatkan sesuatu hak tertentu atau akan

kehilangan sesuatu hak tertentu.30

Apabila kepastian hukum diidentikkan dengan perundang-undangan,

maka salah satu akibatnya adalah kalau ada bidang kehidupan yang belum

29 Syafruddin Kalo, Op.cit., hlm. 4.

30 Ibid.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

25

diatur dalam perundang-undangan, maka hukum akan tertinggal oleh

perkembangan masyarakat. Oleh sebab itu dalam proses penegakan hukum

perlu memperhatikan kenyataan hukum yang berlaku.31 Sehingga

kepastian hukum dalam hal ini berguna untuk menciptakan ketertiban

masyarakat. Menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip oleh

Syafruddin Kalo mengatakan:

Salah satu aspek dalam kehidupan hukum adalah kepastian, artinya,

hukum berkehendak untuk menciptakan kepastian dalam hubungan

antar orang dalam masyarakat. Salah satu yang berhubungan erat

dengan masalah kepastian tersebut adalah masalah dari mana hukum

itu berasal. Kepastian mengenai asal atau sumber hukum menjadi

penting sejak hukum menjadi lembaga semakin formal.32

Menurut Sudikno Mertukusumo,33 kepastian hukum merupakan

jaminan bahwa hukum tersebut dapat dijalankan dengan baik. Sudah tentu

kepastian hukum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan hal ini lebih

diutamakan untuk norma hukum tertulis. Karena kepastian sendiri

hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Kepastian hukum ini

menjadi keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian itu sendiri

karena esensi dari keteraturan akan menyebabkan seseorag hidup secara

berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam melakukan

aktivitas kehidupan masyarakat itu sendiri.

Dalam hal kepastian hukum ini menurut Gunter Teubner yang dikutip

Teguh Prasetyo dan A.H. Barkatullah,34 hukum yang dapat memuaskan

31 Ibid.

32 Ibid., hlm. 16.

33 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2009), hlm. 21.

34 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, (Jakarta:

Raja Grafindo, 2012), hlm. 317-318.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

26

semua pihak adalah hukum yang responsif dan hukum yang responsif

hanya lahir dari jika ada demokratisasi legislasi. Tanpa demokrasi

(partisipasi masyarakat) dalam proses legislasi hasilnya tidak akan pernah

melahirkan hukum yang mandiri. Hukum hanya sebagai legitimasi

keinginan pemerintah, dalam kondisi seperti itu ada tindakan pemerintah

dianggap bertentangan dengan hukum. Kepentingan-kepentingan

masyarakat menjadi terabaikan karena hukum bersifat mandiri karena

makna-maknanya mengacu pada dirinya sendiri (keadilan, kepastian,

kemanfaatan).

Kepastian hukum merupakan suatu jaminan bahwa suatu hukum harus

dijalankan dengan cara yang baik atau tepat. Kepastian pada intinya salah

satu tujuan dari hukum. Kepastian hukum kerap sekali mengarah kepada

aliran positivime karena jika hukum tidak memiliki jati diri maka tidak

lagi digunakan sebagai pedoman atau panutan perilaku setiap orang.

Namun hukum sangat erat kaitanya dengan politik kekuasaan berhembus

maka disitulah hukum berlabuh.35

2. Asas Keadilan

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak

dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.36 Hal yang paling

fundamental ketika membicarakan hukum tidak terlepas dengan keadilan

Dewi Keadilan dari Yunani. Dari zaman Yunani hingga zaman modern

para pakar memiliki disparitas konsep keadilan, hal ini disebabkan pada

35 Awaludin Marwan, Teori Hukum Kontemporer: Suatu Pengantar Posmoderenisme Hukum,

(Yogyakarta: Rangkang Education, 2010), hlm. 24

36 Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta, Op.cit., hlm. 155.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

27

kondisi saat itu. Pada konteks ini sebagaimana telah dijelaskan pada

pendahuluan, bahwa tidak secara holistik memberikan definisi keadilan

dari setiap pakar di zamannya akan tetapi akan disampaikan parsial sesuai

penulisan yang dilakukan.

Aristoteles dalam bukunya Nichomacen Ethics, sebagaimana dikutip

oleh Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta telah menulis secara panjang lebar

tentang keadilan. Ia menyatakan, keadilan adalah kebajikan yang berkaitan

dengan hubungan antar manusia. Kata adil mengandung lebih dari satu

arti. Adil dapat berarti menurut hukum, dan apa yang sebanding, yaitu

yang semestinya. Disini ditunjukkan, bahwa seseorang dikatakan berlaku

tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang

semestinya.37

Keadilan menurut Socrates sebagaimana dikutip Ahmad Fadlil

Sumadi mengatakan bahwa, “hakekat hukum dalam memberikan suatu

keputusan yang berkeadilan haruslah: tidak berat sebelah, berpegang pada

fakta yang benar, dan tidak bertindak sewenang-wenang atas

kekuasaannya.38 Adapun menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip

oleh Syafruddin Kalo mengatakan bahwa, “keadilan adalah inti atau

hakikat hukum”.39 Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara

matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian

yang sama dengan orang lain. Karena keadilan sesungguhnya terdapat

37 Ibid., hlm. 156.

38 Ahmad Fadlil Sumadi, “Hukum dan Keadilan Sosial dalam Perspektif Hukum

Ketatanegaraan” Jurnal Konstitusi, Vol. 12, No. 4, Desember 2015, hlm. 5.

39 Syafruddin Kalo, “Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa keadilan

Masyarakat” dikutip dari http://www.academia.edu.com diakses 8 Pebruari 2018, hlm. 5.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

28

dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut (metafisis), terumus

secara filosofis oleh penegak hukum yaitu hakim.40

Menurut L.J Van Apeldoorn mengatakan, ”keadilan tidak boleh

dipandang sama arti dengan persamarataan, keadilan bukan berarti bahwa

tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama”.41 Maksudnya keadilan

menuntut tiap-tiap perkara harus ditimbang tersendiri, artinya adil bagi

seseorang belum tentu adil bagi yang lainnya. Tujuan hukum adalah

mengatur pergaulan hidup secara damai jika ia menuju peraturan yang

adil, artinya peraturan dimana terdapat keseimbangan antara kepentingan-

kepentingan yang dilindungi, dan setiap orang memperoleh sebanyak

mungkin yang menjadi bagiannya.42

Keadilan tidak boleh dipandang sama arti dengan persamarataan.

Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian

yang sama....Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi

semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang

patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan

umum....Tertib hukum yang tak mempunyai peraturan umum, bertulis

atau tidak bertulis adalah tidak mungkin. Tak adanya peraturan umum,

berarti ketidaktentuan yang sungguh-sungguh, mengenai apa yang

disebut adil atau tidak adil. Ketidaktentuan itu akan menyebabkan

perselisihan. Jadi hukum harus menentukan peraturan umum, harus

menyamaratakan. Keadilan melarang menyamaratakan; keadilan

menuntut supaya tiap-tiap perkara harus ditimbang tersendiri....makin

banyak hukum memenuhi syarat, peraturan yang tetap, yang sebanyak

mungkin meniadakan ketidakpastian, jadi makin tepat dan tajam

peraturan hukum itu, makin terdesaklah keadilan. Itulah arti summum

ius, summa iniuria, keadilan yang tertinggi adalah ketidakadilan yang

tertinggi.43

40 Ibid.

41 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, terj. Oetarid Sadino, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1993), hlm. 11.

42 Ibid.

43 Ibid., hlm.11-13.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

29

Dalam pengertian lain, menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana

dikutip oleh Syafruddin Kalo menekankan bahwa, “merumuskan konsep

keadilan bagaimana bisa menciptakan keadilan yang didasarkan pada nilai-

nilai keseimbangan atas persamaan hak dan kewajiban”.44 Sementara

menurut Ahmad Ali MD mengatakan bahwa, “keadilan sebuah putusan

hukum yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pencari keadilan haruslah

diambil berdasatkan kebenaran substantif, memberikan sesuatu kepada

yang berhak menerimanya”.45

Namun harus juga diperhatikan kesesuaian mekanisme yang

digunakan oleh hukum, dengan membuat dan mengeluarkan peraturan

hukum dan kemudian menerapkan sanksi terhadap para anggota

masyarakat berdasarkan peraturan yang telah dibuat itu, perbuatan apa saja

yang boleh dan tidak boleh dilakukan yaitu substantif. Namun juga harus

dikeluarkan peraturan yang mengatur tata cara dan tata tertib untuk

melaksanakan peraturan substantif tersebut yaitu bersifat prosedural,

misalnya hukum perdata (substantif) berpasangan dengan hukum acara

perdata (prosedural).46

Lebih lanjut untuk mengukur sebuah keadilan, menurut Fence M.

Wantu mengatakan, “adil pada hakekatnya menempatkan sesuatu pada

tempatnya dan memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya,

yang didasarkan pada suatu asas bahwa semua orang sama kedudukannya

44 Syafruddin Kalo, Op.cit., hlm. 5.

45 Ahmad Ali MD, “Keadilan Hukum Bagi Orang Miskin,” Jurnal Mimbar Hukum dan

Keadilan, (Yogyakarta) Edisi 1, 2012, hlm. 132.

46 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 77-78.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

30

di muka hukum (equality before the law)”.47 Oleh karena itu penekanan

yang lebih cenderung kepada asas keadilan dapat berarti harus

mempertimbangkan hukum yang hidup di masyarakat, yang terdiri dari

kebiasaan dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Hakim dalam alasan

dan pertimbangan hukumnya harus mampu mengakomodir segala

ketentuan yang hidup dalam masyarakat berupa kebiasaan dan ketentuan

hukum yang tidak tertulis, manakala memilih asas keadilan sebagai dasar

memutus perkara yang dihadapi.48

3. Asas Kemanfaatan

Hukum merupakan urat nadi dalam kehidupan suatu bangsa untuk

mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Bagi Hans Kelsen

sebagaimana dikutip Mohamad Aunurrohim mengatakan bahwa,

“...hukum itu dikonstruksikan sebagai suatu keharusan yang mengatur

tingkah laku manusia sebagai makhluk rasional”.49 Dalam hal ini yang

dipersoalkan oleh hukum bukanlah, bagaimana hukum itu seharusnya,

melainkan apa hukumnya.50

Eksistensi hukum bertujuan untuk memberikan keamanan dan

ketertiban serta menjamin adanya kesejahteraan yang diperoleh

masyarakat dari negara sebagai payung bermasyarakat. Kaidah hukum di

samping kepentingan manusia terhadap bahaya yang mengancamnya, juga

47 Fence M. Wantu, “Mewujukan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan Dalam

Putusan Hakim di Peradilan Perdata,” Jurnal Dinamika Hukum, (Gorontalo) Vol. 12, No. 3,

September 2012.

48 Ibid.

49 Mohamad Aunurrohim, “Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum di Indonesia”

dikutip dari http://www.academia.edu.com diakses 8 Pebruari 2018, hlm. 6 dan 7.

50 Ibid, hlm. 7.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

31

mengatur hubungan di antara manusia.51 Identifikasi setiap permasalahan

merupakan tugas dari hukum untuk memberikan jaminan adanya kepastian

hukum. Masyarakat berkembang secara pesat di dunia komunitasnya atau

dalam bernegara, hal ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga

kebutuhan harus dipenuhi sesuai zamanya. Keberlakuan ini secara

langsung tidak memiliki relevansi dengan kepastian hukum, karenannya

hukum akan bersifat statis tanpa adanya penyesuaian antara hukum dan

perilaku masyarakat kekinian atau terjadi kekacuan hukum.

Untuk itu perlu hukum yang kontekstual, dalam arti dapat

mengakomodir praktik-praktik sosial di masyarakat dengan diatur oleh

norma hukum. Ajaran-ajaran hukum yang dapat diterapkan, menurut

Johnson, agar tercipta korelasi antara hukum dan masyarakatnya, yaitu

hukum sosial yang lebih kuat dan lebih maju daripada ajaran-ajaran yang

diciptakan oleh hukum perseorangan.52 Artikulasi hukum ini akan

menciptakan hukum yang sesuai cita-cita masyarakat.Karenanya muara

hukum tidak hanya keadilan dan kepastian hukum, akan tetapi aspek

kemanfaatan juga harus terpenuhi. Penganut mazhab utilitarianisme

memperkenalkan tujuan hukum yang ketiga, di samping keadilan dan

kepastian hukum. Dilanjutkannya, tujuan hukum itu adalah untuk

kemanfaatan bagi seluruh orang.53

51 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cetakan ke 1(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,

2011) hlm. 16.

52 Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, Cetakan ke 3 (Jakarta: Asdi Mahastya, 2006) hlm. 204.

53 Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana

Filsafat Hukum Indonesia, Cet. VI, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 60.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

32

Kemanfaatan merupakan hal yang paling utama di dalam sebuah

tujuan hukum, mengenai pembahasan tujuan hukum terlebih dahulu

diketahui apakah yang diartikan dengan tujuannya sendiri dan yang

mempunyai tujuan hanyalah manusia akan tetapi hukum bukanlah tujuan

manusia, hukum hanyalah salah satu alat untuk mencapai tujuan dalam

hidup bermasyarakat dan bernegara. Tujuan hukum bisa terlihat dalam

fungsinya sebagai fungsi perlindungan kepentingan manusia, hukum

mempunyai sasaran yang hendak dicapai.54

Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau

penegakan hukum. Hukum itu untuk manusia, maka pelaksanaan hukum

atau penegakkan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi

masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau

ditegakkan malah akan timbul keresahan di dalam masyarakat itu sendiri.55

Menurut Jeremy Bentham sebagaimana dikutip oleh Mohamad

Aunurrohim mengatakan, “hukum barulah dapat diakui sebagai hukum,

jika ia memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya terhadap

sebanyak-banyaknya orang”.56

C. Peraturan Perundang-undangan Tentang Pajak Rumah Kos

Rumah kos atau sering juga disebut dengan kos-kosan merupakan salah

satu kebutuhan bagi para mahasiswa yang sedang menempuh ilmu di daerah

54 Said Sampara dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Total Media, 2011), hlm. 40.

55 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2005),

hlm. 160.

56 Mohamad Aunurrohim, op.cit, hlm. 7.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

33

lain dari luar kampung halaman, dan rumah kos merupakan kebutuhan utama.

Pada umumnya mahasiswa yang memiliki perekonomian tinggi akan tinggal

di sebuah apartemen atau guest house atau hotel, namun bagi mahasiswa yang

memiliki kondisi ekonomi menengah ke bawah, biasanya akan tinggal di

sebuah kamar tinggal yang biasanya disebut dengan rumah kos, atau sering

juga disebut dengan kos-kosan.57

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun

1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara eksplisit belum

menyebutkan rumah kos sebagai bagian dari kategori hotel. Namun seiring

dengan kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah, maka kedua undang-

undang tersebut dianggap perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi

daerah. Oleh karena itu, dikeluarkanlah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyebut tentang pajak

hotel yang mencakup rumah kos.

Rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) merupakan

bagian dari kategori hotel sebagai fasilitas penyedia jasa penginapan atau

peristirahatan dengan dipungut bayaran. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal

1 ayat 21 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah yang berbunyi : Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut

57 Dadi Rosadi dan Febi Oktarista Andriawan, “Aplikasi Sistem Informasi Pencarian Tempat

Kos di Kota Bandung Berbasis Android”, Jurnal Computech & Bisnis, Edisi 10, No. 1, Juni 2016,

hlm. 50.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

34

bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma

pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos

dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).58

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka

dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 Tahun 2001 Tentang Pajak

Daerah. Pasal 38 ayat (1) huruf a PP No. 65 Tahun 2001 Tentang Pajak

Daerah yang berbunyi : Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan

hotel dengan pembayaran, termasuk fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal

jangka pendek;59

Terkait dengan penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek tersebut

dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) huruf a PP No. 65 Tahun 2001

Tentang Pajak Daerah bahwa dalam pengertian rumah penginapan termasuk

rumah kos dengan jumlah kamar 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan

fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal

jangka pendek, antara lain, gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma

pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan.60

Sementara itu, setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 28 Tahun

2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Pemerintah juga

58 Pasal 1 ayat 21 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

59 Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.

60 Penjelasan Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak

Daerah.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

35

mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 91 Tahun 2010 Tentang Jenis

Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau

Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak. Pasal 1 ayat 1 PP No. 91 Tahun 2010

berbunyi : Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi

wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.61

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PP No. 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak

Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar

Sendiri oleh Wajib Pajak bahwa pajak yang dimaksud tersebut terdiri dari dua

jenis, yakni pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.62 Sementara itu, Pasal 2

ayat (3) huruf a Pasal 2 ayat (1) PP No. 91 Tahun 2010 tersebut menyatakan

bahwa jenis pajak kabupaten/kota yang dimaksud salah satunya adalah Pajak

Hotel.63 Kemudian Pasal 4 PP No. 91 Tahun 2010 tersebut menyatakan

bahwa jenis pajak hotel dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.64

Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang disebutkan

di atas, maka Pemerintah Kota Malang mengeluarkan Peraturan Daerah

(Perda) Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Perda Kota

Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Oleh karena hotel yang

61 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah.

62 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak

Daerah.

63 Pasal 2 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah RI Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis

Pajak Daerah.

64 Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

36

ada di Kota Malang dikenakan pajak hotel oleh Pemerintah Kota Malang,

maka demikian pula halnya dengan rumah kos tersebut. Seperti yang termuat

dalam Pasal 1 ayat 9 Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang

Perubahan atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah,

yang berbunyi : Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan

hotel dan pasal 1ayat 10 Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang

Perubahan atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah

yang berbunyi : Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan

termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga

motel, losmen, rumah penginapan dan sejenisnya serta rumah kos dengan

jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).65 `

Hotel merupakan objek yang dikenakan pajak hotel, sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015

Tentang Perubahan atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak

Daerah diatur tentang objek pajak hotel di Kota Malang, yang berbunyi:

Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan

pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang

sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.66

Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015

Tentang Perubahan atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak

Daerah, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pelayanan yang disediakan

65 Pasal 1 ayat 9 dan 10 Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Perda

Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

66 Pasal 4 ayat (1) Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Perda Kota

Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

37

oleh hotel dengan pembayaran yaitu sewa kamar, layanan kamar (room

service), restoran, fasilitas pertemuan (meeting room), fasilitas olahraga,

fasilitas hiburan dan jasa penunjang kelengkapan hotel yang sifatnya

memberikan kemudahan dan kenyamanan. Fasilitas hiburan yang disediakan

hotel dengan mengundang bintang tamu dan/atau dikerjasamakan dengan

pihak ketiga dimana terdapat tiket/charge dan yang sejenis, dipisahkan dari

Pajak Hotel.67

Salah satu objek pajak hotel tersebut adalah rumah kos dengan jumlah

kamar lebih dari sepuluh kamar. Pajak rumah kos tersebut diatur dalam Pasal

4 ayat (3) huruf d Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan

atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, yang

berbunyi: Termasuk dalam objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), adalah:

a. motel;

b. losmen;

c. rumah penginapan;

d. rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh);

e. ruang apartemen yang berubah fungsi sebagai hotel maupun tempat

kost; dan/atau

f. kegiatan usaha lainnya yang sejenis.68

Adapun terkait dengan dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan

pajak hotel tersebut diatur dalam Pasal 6, 7, dan 8 Perda Kota Malang No. 2

Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010

67 Pasal 4 ayat (1) Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Perda Kota

Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

68 Pasal 4 ayat (3) huruf d Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas

Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

38

tentang Pajak Daerah, yang berbunyi : Pasal 6 : Dasar pengenaan Pajak Hotel

adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.

Pasal 7 ayat (1) Tarif Pajak Hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, ditetapkan sebesar 10%

(sepuluh persen). Ayat (2) Tarif Pajak Hotel sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (3) huruf d, ditetapkan sebesar 5% (lima persen),

Pasal 8: Besarnya pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan dasar

pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 7 ayat (2) Perda Kota Malang No. 2 Tahun 2015 Tentang

Perubahan atas Perda Kota Malang No. 16 Tahun 2010 di atas menunjukkan

besarnya tarif pajak hotel untuk kategori rumah kos dengan jumlah kamar

lebih dari 10 (sepuluh) atau pajak rumah kos, yaitu sebesar 5% (lima persen).

Besarnya pokok pajak rumah kos yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak rumah kos sebesar 5% dengan jumlah pembayaran

atau yang seharusnya dibayar oleh para penyewa rumah kos kepada pemilik

rumah kos tersebut.

D. Efektivitas Penegakan Hukum

Kesadaran hukum dan ketaatan hukum merupakan dua hal yang sangat

menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan perundang-undangan atau

aturan hukum dalam masyarakat.69 Efektivitas mengandung arti keefektifan

69 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm.375

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

39

pengaruh efek keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan

keefektifan hukum tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap

karakteristik dua variabel terkait yaitu: karakteristik atau dimensi dari obyek

sasaran yang dipergunakan.70 Ketika berbicara sejauh mana efektivitas hukum

maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu

ditaati atau tidak ditaati.jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar

target yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum

yang bersangkutan adalah efektif.71

Derajat dari efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, ditentukan

oleh taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak

hukumnya, sehingga dikenal asumsi bahwa taraf kepatuhan yang tinggi

adalah indikator suatu berfungsinya suatu sistem hukum. Berfungsinya

hukum merupakan pertanda hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu

berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam

pergaulan hidup.72

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa

efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu:73

1. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri

Dapat dilihat dari adannya peraturan undang-undang, yang dibuat oleh

pemerintah dengan mengharapkan dampak positif yang akan didapatkan

70 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya, Bandung, 2013, hlm. 67.

71 H.S Salim dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Tesis dan Disertasi,

Rajawali Press, Jakarta, 2013, hlm.375

72 Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Remaja Karya, Bandung,

1988, hlm.7

73 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press,

Jakarta, 2010, hlm.35

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

40

dari penegakan hukum. Dijalankan berdasarkan peraturan undang-undang

tersebut, sehingga mencapai tujuan yang efektif. Di dalam undang-undang

itu sendiri masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat

menghambat penegakan hukum, yakni:

a. Tidak diikuti asas-asas berlakunya undang-undang.

b. Belum adanya peraturan-pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang.

c. Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta

penerapannya.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk dan

menerapkan hukum

Istilah penegakan hukum mencakup mereka yang secara langsung

maupun tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum,

seperti: di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan

permasyarakatan. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam

masyarakat, yang sudah seharusnya mempunyai kemampuan-kemampuan

tertentu guna menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka

terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi

suatu kesadaran bahwa persoalan tersebut ada hubungannya dengan

penegakan hukum itu sendiri.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

41

Kepastian penanganan suatu perkara senantiasa tergantung pada

masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Di dalam pencegahan dan

penanganan tindak pidana prostitusi yang terjadi melalui alat komunikasi,

maka diperlukan yang namanya teknologi deteksi kriminalitas guna

memberi kepastian dan kecepatan dalam penanganan pelaku prostitusi.

Tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar tanpa

adanya sarana atau fasilitas tertentu yang ikut mendukung dalam

pelaksanaannya. Maka menurut Purnadi Purbacaraka,74 dan Soerjono

Soekanto,75 sebaiknya untuk melengkapi sarana dan fasilitas dalam

penegakan hukum perlu dianut jalan pikiran sebagai berikut:

a. Yang tidak ada, harus diadakan dengan yang baru

b. Yang rusak atau salah, harus diperbaiki atau dibetulkan.

c. Yang kurang, harus ditambah

d. Yang macet harus dilancarkan

e. Yang mundur atau merosot, harus dimajukan dan ditingkatkan.

4. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku dan diterapkan.

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri. Secara langsung

masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat

dari pendapat masyarakat mengenai hukum. Maka muncul kecendrungan

74 Purnadi Purbacaraka, Penegakan Hukum dan Mensukseskan Pembangunan, Alumni,

Bandung, 1977, hlm. 34.

75 Soerjono Soekanto, Op.cit.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

42

yang besar pada masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas,

dalam hal ini adalah penegak hukumnya sendiri. Ada pula dalam golongan

masyarakat tertentu yang mengartikan hukum sebagai tata hukum atau

hukum positif tertulis. Pada setiap tindak pidana atau usaha dalam rangka

penegakan hukum, tidak semuanya diterima masyarakat sebagai sikap

tindak yang baik, ada kalanya ketaatan terhadap hukum yang dilakukan

dengan hanya mengetengahkan sanksi-sanksi negatif yang berwujud

hukuman atau penjatuhan pidana apabila dilanggar. Hal itu hanya

menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap para penegak hukum semata

atau petugasnya saja.

Faktor-faktor yang memungkinkan mendekatnya penegak hukum pada

pola isolasi adalah:76

a. Pengalaman dari warga masyarakat yang pernah berhubungan dengan

penegak hukum dan merasakan adanya suatu intervensi terhadap

kepentingan-kepentingan pribadinya yang dianggap sebagai gangguan

terhadap ketentraman (pribadi).

b. Peristiwa-peristiwa yang terjadi yang melibatkan penegak hukum dalam

tindakan kekerasan dan paksaan yang menimbulkan rasa takut.

c. Pada masyarakat yang mempunyai taraf stigmatisasi yang relatif tinggi

atau cap yang negatif pada warga masyarakat yang pernah berhubungan

dengan penegak hukum.

76 Ibid, hlm. 70

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

43

d. Adanya haluan tertentu dari atasan penegak hukum agar membatasi

hubungan dengan warga masyarakat, oleh karena ada golongan tertentu

yang diduga akan dapat memberikan pengaruh buruk kepada penegak

hukum.

Misalnya penanggulangan atau pemberantasan tindak pidana prostitusi

melalui alat komunikasi harus ditujukan kepada pelaku pembuat konten

terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar ia bertanggung jawab atas

perbuatannya. Bagi para gadis-gadis yang ikut dijajakan di dalam konten

dapat diberi efek jera meskipun tidak berupa penjatuhan pidana, tetapi

lebih cenderung pada hukuman non pidana.

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kebudayaan atau sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai

yang mendasari hukum yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun

pencari keadilan. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak

mengenai apa yang dianggap baik seharusnya diikuti dan apa yang

dianggap buruk seharusnya dihindari. Mengenai faktor kebudayaan

terdapat pasangan nilai-nilai yang berpengaruh dalam hukum, yakni:

a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman

b. Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah (keakhlakan).

c. Nilai konservatisme dan nilai inovatisme.

Kelima faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap penegakan

hukum, baik pengaruh positif maupun pengaruh yang bersifat negatif. Dalam

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajakeprints.umm.ac.id/38867/3/BAB II.pdfA. Pajak 1. Pengertian Pajak Soemitro yang dikutip Mardiasmo,23 menyatakan bahwa pajak adalah

44

hal ini faktor penegak hukum bersifat sentral. Hal ini disebabkan karena

undang-undang yang disusun oleh penegak hukum, penerapannya

dilaksanakan oleh penegak hukum itu sendiri dan penegak hukum dianggap

sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas.

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan keadilan dan

bermanfaat bagi masyarakat. Penetapan tentang perilaku yang melanggar

hukum senantiasa dilengkapi dengan pembentukan organ-organ

penegakannya. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, di antaranya: 77

a. Harapan masyarakat yakni apakah penegakan tersebut sesuai atau tidak

dengan nilai-nilai masyarakat.

b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya

perbuatan melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut.

c. Kemampuan dan kewibawaan dari pada organisasi penegak hukum.

77 M. Husen Harun, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,

1990, hlm.41