35
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajak Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada negara di mana perusahaan itu menjalankan kegiatan usaha. Di Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan perpajakan. Sistem self assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Pajak memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membangun semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya, bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

  • Upload
    trananh

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Pajak

2.1.1.Pengertian Pajak

Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban

perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

pada negara di mana perusahaan itu menjalankan kegiatan usaha.

Di Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan perpajakan.

Sistem self assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

dibayar.

Pajak memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membangun semua pengeluaran, termasuk pengeluaran

pembangunan.

Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan

digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

pengeluaran pembangunan. Sebaliknya, bagi perusahaan, pajak merupakan beban

yang akan mengurangi laba bersih.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

9

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah beberapa kali

diubah terakhir disebut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2007 selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan UU KUP yaitu sebagai berikut:

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.2.Fungsi Pajak

Adapun fungsi pajak menurut Thomas Sumarsam (2013) yaitu:

a. Pajak sebagai sumber dana atau penerima (budgetair), yaitu pajak sebagai

penghimpun dana dari masyarakat ke dalam kas negara yang diperuntukkan

bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah.

b. Pajak sebagai pengatur (regulerend), yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk

mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan

antara pelaku ekonomi.

2.1.3.Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi:

a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

10

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang, kepercayaan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya

pajak yang harus dibayar.

c. Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.

2.1.4.Asas Pengenaan Pajak

Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk

mengenakan pajak adalah:

a. Asas domisili atau asas kependudukan, berdasarkan asas ini negara akan

mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang

pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi

tersebut merupakan penduduk atau berdomisili di negara atau apabila badan

yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.

b. Asas sumber, berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya

apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh

orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber sumber yang berada di

negara ini.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

11

c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas (asas kewarganegaraan), landasan

dalam pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan

yang memperoleh penghasilan.

Pembagian pajak menurut golongan adalah sebagai berikut:

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan

kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang

bersangkutan, contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke

pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai.

Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan

pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip:

a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pajak subjeknya

yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan

dari wajib pajak, contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya

tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM.

Pembagian pajak menurut pemungutan:

a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, PPN dan

PPNBM, PBB, dan Bea Materai.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

12

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: pajak reklame,

pajak hiburan, dan lain-lain.

2.2.Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. Beban pajak tangguhan

dikelompokkan berdasarkan perbedaan temporer dan perbedaan permanen. pajak

secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh

dikurangkan).

Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi akibat perbedaan waktu

pengakuan biaya atau pendapatan dalam laba akutansi dan dalam laba fiskal.

Perbedaan inilah yang akan menimbulkan biaya dan pendapatan pajak tangguhan

dalam laporan keuangan perusahaan. Perbedaan temporer dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu Perbedaan Temporer Kena Pajak (Taxable Temporary Differences)

dan Perbedaan Temporer Yang Boleh Dikurangkan (Deductible Temporary

Differences). Jadi akibat perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dalam laporan

keuangan masa kini adalah munculnya aktiva pajak tangguhan (Deffered Tax Asset).

Dengan demikian penurunan aktiva pajak tangguhan menunjukkan adanya beban

pajak tangguhan pada laporan laporan keuangan tahun berjalan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

13

Perbedaan Permanen adalah perbedaan yang sifatnya tetap, yang tidak akan

hilang sejalan dengan waktu. Maka perbedaan permanen ini tidak akan menimbulkan

biaya atau pendapatan pajak tangguhan. Perbedaan permanen timbul karena terdapat

penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak atau penghasilan yang dikenakan

pajak secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh

dikurangkan.

2.3.Aset Pajak Tangguhan

PSAK yang khusus mengatur tentang akuntansi pajak tangguhan adalah PSAK

No. 46 yang menjelaskan bahwa:

Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan

(recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer

(temporary differences) yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian

(berasal dari koreksi positif)”.

“Aset pajak tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu

menyebabkan koreksi positif yang berakhibat beban pajak menurut akuntansi

komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang Pajak” dalam

Waluyo (2012 : 273).

Aset pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada

periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

14

sisa kompensasi kerugian. Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila

dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang.

2.4.Laba

Laba (keuntungan) merupakan salah satu tujuan utama perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya. Laba yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk

berbagai kepentingan, laba akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

perusahaan tersebut atas jasa yang diperolehnya. Adapun pengertian laba menurut

para ahli yaitu yang pertama, menurut M. Nafarin (2007: 788) dalam Herdawati

(2015) “Laba (income) adalah perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan

biaya-biaya dan pengeluaran untuk periode tertentu”. Sedangkan, menurut Kuswadi

(2005:135) dalam Herdawati (2015), menyatakan bahwa “perhitungan laba diperoleh

dari pendapatan dikurangi semua biaya”. Berdasarkan uraian diatas tentang

pengertian laba, maka dapat disimpulkan bahwa laba adalah keseluruh total

pendapatan yang dikurangi dengan total biaya-biaya. Analisis laba merupakan salah

satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan untuk

masa sekarang dan masa yang akan datang. Artinya analisis laba akan memberi

manfaat dan akan banyak membantu manajemen dalam melakukan tindakan apa yang

akan diambil ke depan dengan kondisi yang terjadi sekarang atau untuk mengevaluasi

apa penyebab turun atau naiknya laba tersebut sehingga target tidak tercapai. Dengan

demikian, analisis laba memberikan manfaat yang cukup banyak bagi pihak

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

15

manajemen. Adapun menurut Kasmir (2011:303) dalam Herdawati (2015)

menyatakan bahwa ada dua jenis laba yakni:

a. Laba Kotor (Gross Profit) artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-

biaya yang menjadi beban perusahaan. Artinya laba keseluruhan yang pertama

sekali perusahaan peroleh.

b. Laba bersih (Net Profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang

merupakan beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk pajak.

2.5.Manajemen Laba

2.5.1. Pengertian Manajemen Laba

Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer

perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi dalam laporan

keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui

kinerja dan kondisi perusahaan.

Istilah intervensi dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai

manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap

aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi

itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih

menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara

umum.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

16

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu

dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan

keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja

ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang

menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.

Menurut Sulistyanto (2014), beberapa definisi-definisi manajemen laba yang

menggunakan terminologi berbeda namun secara garis besar definisi-definisi

mempunyai pengertian serupa adalah sebagai berikut:

a. Davidson, Stickney, dan Weil (1987)

Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang

disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk

menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.

b. Schipper (1989).

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan

keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi

(pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah upaya untuk

memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses).

c. National Association of Certified Fraud Examiners (1993)

Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam

membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga

menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

17

yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti

atau mengubah pendapat atau keputusannya.

d. Fisher dan Rosenzweig (1995)

Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan

(menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya

tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan

jangka panjang.

e. Lewitt (1998)

Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan

inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika public memanfaatkan hasilnya.

Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk

menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.

f. Healy dan Wahlen (1999)

Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu

dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan

keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja

ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak

yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

18

2.5.2.Faktor Munculnya Manajemen Laba

Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen

laba yaitu:

a. Manajemen Akrual (Accruals Management)

Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat memengaruhi

aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari

para manajer (managers discretion).

b. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib

Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu

kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara

menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya

sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.

c. Perubahan Aktiva Secara Sukarela

Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau

mengubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode

yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada

Generally Accepted Accounting Principles (GAPP).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

19

2.5.3.Teori Manajemen Laba

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Konsep manajemen laba dapat dimulai dari pendekatan teori agensi (agency

theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Herdawati (2015) menyatakan bahwa

hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara manajemen (agent) dengan

investor (principal). Pandangan agency theory yakni adanya pemisahan antara

pihak principal dan agent yang menyebabkan munculnya potensi konflik yang

dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Maksud dengan principal

dalam teori keagenan ini, yakni pemegang saham atau pemilik yang menyediakan

fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan sedangkan agent adalah

manajemen yang memiliki kewajiban mengelola perusahaan sebagaimana yang

telah diamanahkan principal kepadanya.

Teori keagenan memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata

termotivasi oleh kesejahteraan dan kepentingan dirinya sendiri. Pihak principal

termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya melalui

pembagian dividen atau kenaikan harga saham perusahaan. Sedangkan pihak agent

termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui peningkatan

kompensasi. Konsep manajemen laba dapat dimulai dari pendekatan teori agensi

(agency theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Herdawati (2015) menyatakan

bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara manajemen (agent)

dengan investor (principal). Pandangan agency theory yakni adanya pemisahan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

20

antara pihak principal dan agent yang menyebabkan munculnya potensi konflik

yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Maksud dengan

principal dalam teori keagenan ini, yakni pemegang saham atau pemilik yang

menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan sedangkan

agent adalah manajemen yang memiliki kewajiban mengelola perusahaan

sebagaimana yang telah diamanahkan principal kepadanya.

Teori keagenan memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata

termotivasi oleh kesejahteraan dan kepentingan dirinya sendiri. Pihak principal

termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya melalui

pembagian dividen atau kenaikan harga saham perusahaan. Sedangkan pihak agent

termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui peningkatan

kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat ketika principal tidak

memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent karena ketidakmampuan

principal memonitor aktivitas agent dalam perusahaan. Ditambah lagi agent

mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan

perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya

ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent dan dikenal

dengan istilah asimetri informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan

yang terjadi antara principal dan agent mendorong pihak agent untuk

menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui oleh principal dan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

21

menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama informasi

tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent.

Konflik kepentingan yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham

akan mengakibatkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan dapat

diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan

kepentingan yang terkait tersebut. Pemegang saham akan berusaha menjaga agar

pihak manajemen tidak terlalu banyak memegang kas karena kas yang banyak

akan merangsang pihak manajemen untuk menikmati kas tersebut bagi

kepentingan dirinya sendiri.

a. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

Teori akuntansi positif merupakan teori yang mencoba untuk membuat

prediksi yang bagus dari kejadian dunia nyata. Teori akuntansi positif berkaitan

dengan memprediksi tindakan seperti pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer

perusahaan dan bagaimana respon manajer tersebut terhadap standar akuntansi

baru yang diusulkan (Scott, 2003) dalam Herdawati (2015). Menurut Watts dan

Zimmerman (1990) dalam Herdawati (2015), Teori akuntansi positif yaitu

berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati berdasarkan

pada alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Maksudnya,

teori akuntansi positif dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi

konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan

dan prediksi dalam teori akuntansi positif didasarkan pada proses kontrak atau

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

22

hubungan keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti investor,

kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi pemerintah. Selain

itu, Watt dan Zimmerman (1986) dalam Herdawati (2015) juga mengaitkan

positive accounting theory dengan fenomena perilaku oportunistik manajer

dengan membentuk tiga hipotesis yang melatarbelakangi perilaku oportunistik

manajer tersebut, yaitu:

1. Bonus Plan Hypothesis, menyatakan bahwa rencana bonus atau kempensasi

manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode

akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi.

2. Debt (Equity) Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai

rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan

menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih

tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan

keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.

3. Political Cost Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan cenderung

memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat

memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini

membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi

pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan

keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya, manajer akan mempermainkan

laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba

sesuai dengan kemauan perusahaan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

23

2.5.4.Motivasi Manajemen Laba

Terdapat beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan

manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2000) dalam Herdawati (2015),

yaitu:

a. Bonus purposes, yakni manajer yang memiliki informasi atas laba bersih

perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen

laba dengan memaksimalkan laba saat ini.

b. Kontrak utang jangka panjang, yakni semakin dekat perusahaan dengan

perjanjian kredit, maka manajer akan cenderung memilih prosedur yang dapat

memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kegagalan dalam

pelunasan hutang.

c. Political motivations, yakni manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba

yang dilaporkan pada perusahaan publik. Jadi perusahaan cenderung

mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang

mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

d. Taxation motivations, yakni saat ini motivasi penghematan pajak menjadi

motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi

digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

e. Pergantian CEO, yakni CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung

menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Apabila kinerja

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

24

perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak

diberhentikan.

f. Initital Public Offering (IPO), yakni perusahaan yang akan go public belum

memiliki nilai pasar, sehingga mendorong manajer perusahaan yang akan go

public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan

dapat menaikkan harga saham perusahaan.

g. Pentingnya memberi informasi kepada investor, yakni informasi mengenai

kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba

perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam

kinerja yang baik.

2.5.5.Bentuk-bentuk Manajemen Laba

Bentuk-bentuk manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2003) dalam

Herdawati (2015), yaitu:

a. Taking a bath, yakni dilakukan manajer dengan cara menggeser biaya akrual

discretionary periode mendatang ke periode kini atau menggeser pendapatan

akrual discretionary periode kini ke periode mendatang. Hal ini dilakukan

manajer untuk memaksimumkan kompensasi atau bonus yang akan diterimanya

pada tahun berikutnya karena menghadapi kenyataan bahwa bonus tahun ini

tidak dapat diterima.

b. Income minimization (minimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk keperluan

pertimbangan pajak dengan meminimumkan kewajiban pajak perusahaan.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

25

c. Income maximization (maksimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk

memaksimumkan bonus manajer, menciptakan kinerja perusahaan yang baik

sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (pertimbangan pasar modal),

menunda pelanggaran perjanjian utang, dan manajer dapat memperoleh kendali

atas perusahaan.

d. Income smoothing (perataan laba), yakni tindakan dimana manajemen

memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan

laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba

rendah.

2.5.6.Peluang Manajemen Laba

Dalam proses pelaporan yang dilakukan oleh manajemen, terdapat berbagai

motivasi yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba dan terdapat

peluang dari kondisi dan keadaan yang timbul saat manajemen melakukan

penyusunan laporan. Peluang dari kondisi dan keadaan yang timbul, yaitu

(Setiowati, 2007) dalam (Ferry, 2013):

a. Kelemahan yang inheren dalam akuntansi itu sendiri. Fleksibilitas dalam

menghitung angka laba disebabkan oleh:

1. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat

suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda.

2. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan

subyektivitas dalam menyusun estimasi.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

26

b. Informasi asimetri antara manajer dengan pihak luar manajemen relatif lebih

tinggi. Mustahil bagi pihak luar (termasuk investor) untuk dapat mengawasi

semua perilaku dan semua keputusan manajer secara detail.

2.5.7.Faktor-faktor Manajemen Laba

1. Ukuran Perusahaan

Brigham dan Houston (2006:117) dalam Siti (2016) menyatakan bahwa

ukuran perusahaan adalah perusahaan dengan rata-rata total penjualan bersih

untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Perusahaan yang berada

pada pertumbuhan penjualan yang tinggi membutuhkan dukungan sumber daya

perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualan rendah kebutuhan terhadap

sumber daya perusahaan juga. Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan

dana yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penjualan, dan sumber

intern sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan

untuk menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan. Hal ini akan

berpengaruh terhadap manajemen laba. Pihak manajer akan cenderung

melakukan manajemen laba dengan pola peningkatan laba (income increasing)

agar mendapat sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dengan

tujuan untuk memperoleh pinjaman atau menarik investor baru.

2. Kepemilikan Manajerial

Shleifer dan Vishny (1997) dalam Dewa dan Made (2016), menyatakan

bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

27

insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen

rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik

manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan

dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara

pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976) dalam

Dewa dan Made (2016). Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan

hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.

3. Perencanaan Pajak

Pada teori akuntansi positif dalam hipotesis ketiga yaitu The Political Cost

Hypothesis (Scott, 2003) dalam Ratna dan Titik (2016), menjelaskan bahwa

perusahaan yang berhadapan dengan biaya politik, cenderung melakukan

rekayasa penurunan laba dengan tujuan meminimalkan biaya politik yang harus

mereka tanggung, misal: melakukan pergeseran pajak, dengan mentransfer

beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau

badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya, melakukan

kapitalisasi, dengan melakukan pengurangan harga objek pajak sama dengan

jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli. Merekayasa usaha

dan transaksi wajib pajak supaya kewajiban perpajakan berada dalam jumlah

yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Hal tersebut

merupakan tindakan manajemen dalam meminimalisasi laba.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

28

4. Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba

akuntansi (laba dalam laporan keuangan menurut SAK untuk kepentingan pihak

eksternal) dengan laba fiskal (laba menurut aturan perpajakan Indonesia yang

digunakan sebagai dasar penghitungan pajak). Hal tersebut merupakan tindakan

manajemen dalam melakukan motivasi penghematan pajak.

5. Aset Pajak Tangguhan

Menurut Waluyo (2014) dalam Inasa (2015) menyatakan bahwa aset pajak

tangguhan (deferred tax asset) adalah jumlah pajak penghasilan yang

terpulihkan (recovered) pada periode mendatang sebagai akibat adanya

perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kerugian yang dapat

dikompensasi. Hal tersebut merupakan tindakan manajemen dalam melakukan

motivasi penghematan pajak.

2.5.8.Pengukuran Manajemen Laba

Dalam pengukuran manajemen laba secara umum ada tiga pendekatan antara lain:

a. Model berbasis aggregate accrual merupakan model yang menggunakan

discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Model ini

dikembangkan oleh Healy (1985), DeAngelo (1986), Jones (1991), serta

Dechow, Sloan dan Sweeney (1995).

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

29

b. Model berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung akrual

sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan

tertentu dari industri tertentu pula. Model ini dikembangkan oleh McNichols

dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beneish, serta Beaver dan McNichols.

c. Model berbasis distribution of earnings, yaitu pendekatan dengan melakukan

pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi

faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini dikembangkan

oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel, dan Zeckhauser, serta Myers dan

Skinner. Pendekatan distribusi laba mengidentifikasikan batas pelaporan laba

(earnings thresholds) dan menemukan bahwa perusahaan yang berada di bawah

earnings thresholds akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan

melakukan manajemen laba. Philips et al. ( 2003) dalam Ferry Aditama (2013)

menyatakan bahwa para manajer melakukan manajemen laba dengan

pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak eksternal,

khususnya para investor, bank, dan supplier menggunakan batas pelaporan laba

dalam menilai kinerja manajer. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama

(2013) menyatakan bahwa terdapat dua macam earnings thresholds, yaitu:

1. Titik pelaporan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

menghindari pelaporan kerugian. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama

(2013) menggunakan pendekatan ini dengan membandingkan antara tahun

perusahaan yang memiliki tingkat laba berskala nol atau positif dengan

sampel tahun perusahaan yang memiliki laba negatif. Hasil penelitian Philips

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

30

et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa peningkatan

dalam beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang

pengelolaan laba untuk menghindari pelaporan kerugian.

2. Titik perubahan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

menghindari penurunan laba. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama

(2013) menggunakan titik perubahan nol untuk mengetahui indikasi praktik

manajemen laba. Adanya upaya praktik manajemen laba dilakukan dengan

membandingkan perusahaan yang perubahan labanya negatif. Philips et al.

(2003) dalam Ferry Aditama (2013) menunjukkan bahwa peningkatan beban

pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang pengelolaan

laba untuk menghindari penurunan laba, yang mendukung bahwa beban

pajak tangguhan berguna dalam memprediksi manajemen laba.

Akan tetapi dari ketiga model diatas hanya model berbasis aggregate accrual

yang dinilai sebagai model yang memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi

manajemen laba. Alasannya karena model empiris ini sejalan dengan akuntansi

berbasis akrual yang digunakan oleh dunia usaha dan model empiris ini

menggunakan semua komponen laporan keuangan dalam mendeteksi rekayasa

keuangan. Adapun beberapa model empiris berbasis aggregate accrual untuk

mendeteksi manajemen laba yakni :

a. Model Healy (1985), yaitu mendeteksi manajemen laba dengan menghitung

nilai total akrual dengan cara mengurangi laba akuntansi yang diperoleh selama

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

31

satu periode tertentu dengan arus kas operasi periode yang bersangkutan.

Perhitungan nondiscretionary accruals model Healy dengan membagi rata-rata

total akrual dengan total aktiva periode sebelumnya. Ada kelemahan mendasar

dalam model Healy yang diindikasikan oleh Dechow et al. (1995) yaitu bahwa

total akrual yang digunakan sebagai proksi manajemen laba mengandung

nondiscretionary accruals. Padahal nondiscretionary accruals merupakan

komponen total akrual yang tidak bisa dikelola atau diatur oleh manajer seperti

halnya komponen discretionary accruals.

b. Model DeAngelo (1986), yaitu mengukur manajemen laba dengan

nondiscretionary accrual dengan cara menghitung total akrual sebagai selisih

antara laba akuntansi yang diperoleh suatu perusahaan selama satu periode

dengan arus kas atau dihitung dengan menggunakan total akrual akhir periode

yang diskala dengan total aktiva periode sebelumnya. Seandainya

nondisdretionary accrual selalu konstan setiap saat dan discretionary accruals

mempunyai rata-rata sama dengan nol selama periode estimasi, maka kedua

model ini akan mengukur discretionary accrual tanpa kesalahan. Akan tetapi,

apabila nondiscretionary accrual berubah dari periode ke periode, maka kedua

model ini akan mengukur discretionary accrual dengan kesalahan.

c. Model Jones (1991), yaitu dalam model ini tidak lagi menggunakan asumsi

bahwa nondiscretionary accrual adalah konstan. Namun, model ini

menggunakan dua asumsi sebagai dasar pengembangan yaitu akrual periode

berjalan (current accruals) dan gross property, plant, and equipment. Secara

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

32

implisit model Jones mengasumsikan bahwa pendapatan merupakan

nondiscretionary. Apabila laba dikelola dengan menggunakan pendapatan

discretionary accrual, maka model ini akan menghapus bagian laba yang

dikelola untuk proksi discretionary accrual.

d. Model Jones Dimodifikasi (Dechow, Sloan dan Sweeney,1995), yaitu

modifikasi dari model Jones yang didesain untuk mengeliminasi kecenderungan

untuk menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones untuk

menentukan discretionary accruals ketika discretion melebihi pendapatan.

Sama halnya dengan model manajemen laba berbasis aggregate accrual yang

lain, model ini menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen

laba. Kelebihannya, model ini memecah total akrual menjadi empat komponen

utama akrual, yaitu discretionary current accrual, discretionary long term

accrual, dan nondiscretionary long term accruals. Discretionary current

accrual dan nondiscretionary current accrual merupakan akrual yang berasal

dari aktiva lancar. Sedangkan discretionary long term accrual dan

nondiscretionary long term accruals merupakan akrual dari aktiva tidak lancar.

2.6.Tinjauan Pustaka

Sebelumnya sudah banyak penelitian yang dilakukan dengan topik yang sama,

antara lain:

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

33

No. Peneliti

Variabel

Penelitian

Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

1 Anjar

Wahyuningtyas

(2017)

Perencanaan

pajak, beban

pajak

tangguhan

Menguji pengaruh

perencanaan pajak

dan beban

tangguhan

berpengaruh

terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

dan beban pajak

tangguhan

berpengaruh terhadap

manajemen laba

2 Esti Mustika

Sari (2016)

Aset pajak

tangguhan,

beban pajak

tangguhan,

perencanaan

pajak,

asimetri

informasi,

dan leverage

terhadap

earnings

management

Menguji pengaruh

aset pajak

tangguhan, beban

pajak tangguhan,

perencanaan

pajak, asimetri

informasi, dan

leverage

berpengaruh

terhadap earnings

management

Aset pajak tangguhan

tidak berpengaruh

signifikan terhadap

earnings

management, beban

pajak tangguhan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

earnings

management,

perencanaan pajak

tidak berpengaruh

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

34

signifikan terhadap

earnings

management, asimetri

informasi tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

earnings

management, dan

leverage berpengaruh

signifikan terhadap

earning management.

3 Margaretha

Angela Purba

(2016)

Aset pajak

tangguhan

dan beban

pajak

tangguhan

Menguji aset pajak

tangguhan dan

beban pajak

tangguhan

berpengaruh

terhadap

manajemen pajak.

Aset pajak tangguhan

berpengaruh negative

dan tidak signifikan

terhadap manajemen

laba, sedangkan

beban pajak

tangguhan

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap manajemen

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

35

laba.

4 Inasa

Singkianti

(2015)

Aset pajak

tangguahn,

beban pajak

tangguhan,

dan

perencanaan

pajak

Menguji pengaruh

aset pajak

tangguhan, beban

pajak tangguhan,

dan perencanaan

pajak tangguhan

terhadap

manajemen laba.

Aset pajak tangguhan

tidak berpengaruh

terhadap manajemen

laba untuk

menghindari laporan

rugi pada perusahaan

dengan nilai

signifikansi sebesar

0,490 > 0,05, (2)

Beban pajak

tangguhan tidak

berpengaruh terhadap

manajemen laba

untuk menghindari

laporan kerugian

pada perusahaan

dengan nilai

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

36

signifikansi sebesar

0,538 > 0,05, (3)

Perencanaan pajak

tidak berpengaruh

terhadap manajemen

laba dengan nilai

signifikansi sebesar

0,677 > 0,05.

5 Widyasenja

dkk (2015)

Tax Planning

dan beban

pajak

tangguhan

Menguji pengaruh

tax planning dan

beban pajak

tangguhan

terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

yang diproksikan

dengan tingkat retensi

pajak berpengaruh

terhadap manajemen

laba, tetapi beban

pajak tangguhan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

37

6 Herdawati

(2015)

Perencanaan

pajak dan

beban pajak

tangguhan.

Menguji pengaruh

perencanaan pajak

dan beban pajak

tangguhan

terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

memiliki pengaruh

positif dan tidak

signifikan terhadap

manajemen laba, hal

tersebut juga sama

dengan beban pajak

tangguhan

berpengaruh positif

dan tidak signifikan

terhadap manajemen

laba.

7. Dewi

Pindiharti

(2011)

Aktiva pajak

tangguhan,

beban pajak

tangguhan,

dan akrual.

Menguji pengaruh

aktiva pajak

tangguhan, beban

pajak tangguhan,

dan akrual

terhadap earning

management.

Beban pajak

tangguhan dan akrual

memiliki pengaruh

positif dan signifikan

terhadap earning

management,

sedangkan aktiva

pajak tangguhan tidak

memiliki pengaruh

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

38

signifikan.

2.7.Kerangka Pemikiran

Laporan keuangan menyajikan semua informasi mengenai perusahaan salah

satunya yaitu laba perusahaan. Hal ini peran manajemen sangat berpengaruh dalam

menentukan laba. Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan merupakan

bagian yang menetukan laba. Yuliani (2018) mengatakan semakin besar persentase

beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standar

akuntansi yang semakin liberal. Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba

yang diperoleh suatu perusahaan, dan sebaliknya beban yang sedikit akan menaikkan

tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Beban pajak tangguhan mengakibatkan

tingkat laba yang diperoleh menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih

besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan

mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan.

Aset pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen dimotivasi

adanya pemberian bonus, beban politis atas besarnya perusahaan dan minimalisasi

pembayaran pajak agar tidak merugikan perusahaan. Mengacu pada pernyataan

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

39

tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara aktiva pajak tangguhan yang

dapat dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika

jumlah aset pajak tangguhan semakin besar maka semakin tinggi kesempatan

manajemen melakukan manajemen laba (earnings management).

2.8.Hipotesis

2.8.1.Pengaruh Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak

perusahaan menunjukkan standard akuntansi yang semakin liberal (Yulianti

;2005:118). Selain itu, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki

hubungan positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan

pemberian bonus dengan adanya hal tersebut. Dan dapat dimungkinkan manajer dapat

melakukan rekayasa laba atau manajemen laba dengan memperbesar atau

Beban Pajak Tangguhan

(X1)

Aset Pajak Tangguhan

(X2)

Manajemen

Laba

(Y)

Gambar 2. 1. Kerangka Pikir

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

40

memperkecil jumlah beban pajak tangguhan yang diakui dalam laporan laba/rugi.

Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal mengakibatkan terjadinya beban

pajak tangguhan (Djamalludin ,2008 : 58 ).

Berdasarkan penelitian Philips et al. ( 2003) dalam Ferry Aditama (2013)

membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan beban pajak

tangguhan. Penelitian yang dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris

bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan

probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari

kerugian perusahaan. Manajemen laba merupakan peluang bagi manajemen untuk

merekayasa besarnya beban pajak tangguhan guna menaikan dan menurunkan tingkat

labanya. Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun

dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang

lebih besar di masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak yang

dibayarkan. Berdasarkan penelitian di atas, penulis menghipotesiskan:

H1 : Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.8.2.Pengaruh Aset Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

Menurut Kiswara dalam Suranggane (2007) besaran aset pajak tangguhan yang

terdapat di neraca dicatat apabila ada kemungkinan terealisasi di masa yang akan

datang. Banyak peneliti dan para profesi akuntan berpendapat bahwa aset pajak

tangguhan dapat terealisasikan di periode yang akan datang apabila probabilitas

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

41

realisasi lebih dari 50% dan jika kurang dari 50% maka harus dilakukan penilaian

kembali untuk mengurangi atau menurunkan saldo akun tersebut.

Burgstahler, et al. (2002) dalam Yulianti (2005) menguji pengaruh asset pajak

tangguhan terhadap manajemen laba selama tahun 1993-1998 terhadap 482

perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asset pajak tangguhan mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian lain oleh Suranggane

(2007) mengatakan bahwa aset pajak tangguhan dijadikan proksi sebagai indikator

dari praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara

aset pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator

adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin besar maka

semakin tinggi manajemen melakukan manajemen laba (earning management), untuk

itu dibuat hipotesis sebagai berikut:

H2 : Aset pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.8.3.Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Aset Pajak Tangguhan secara

bersama-sama terhadap Manajemen Laba

Pengaruh beban pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan terhadap manajemen

laba dijelaskan dengan teori pendekatan distribusi laba. Pendekatan destribusi laba

mengidentifikasikan batas pelaporan laba (earnigs thresholds) dan menemukan

bahwa perusahaan yang berada di bawah earnigs thresholds akan berusaha untuk

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2434/8/BAB II.pdf2.1.1.Pengertian Pajak ... (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

42

melewati batas tersebut dengan melakukan manajemen laba. Philips et al. (2003)

dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa para manajer melakukan manajemen

laba dengan pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak

eksternal, khususnya para investor, bank, dan supplier menggunakan batas pelaporan

laba dalam menilai kinerja manajer. Pendekatan ini dapat diukur dengan dua cara,

yaitu: titik pelaporan laba nol (usaha manajemen laba untuk menghindari pelaporan

kerugian) dan titik perubahan laba nol (usaha manajemen laba untuk menghindari

penurunan laba). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H3: Beban pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan secara bersama-sama

berpengaruh terhadap manajemen laba.