30
PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN PAJAK MAKALAH Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perpajakan Oleh Fransiska Marselina Dwi S. Himatul Mubaiyah Nadian Kusuma Dewi

Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

manajemen perpajakan

Citation preview

Page 1: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN PAJAK

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Manajemen Perpajakan

Oleh

Fransiska Marselina Dwi S.

Himatul Mubaiyah

Nadian Kusuma Dewi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016

Page 2: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN PAJAK

1. Pengertian Manajemen Pajak dan Perencanaan Pajak

Perpajakan sama hal nya dengan ilmu pengetahuan yang lain memiliki

perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut nantinya akan

memunculkan beberapa spesialisasi. Pada bagian ini akan dibahas mengenai Tax

Planning dan Tax Management.

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa tax planning akan membawa

lebih banyak keuntungan daripada memfokuskan diri pada spesialisasi pajak yang

lain seperti tax management. Dengan tax planning yang unggul perusahaan akan

mendapatkan tax savings jutaan rupiah, keuntungan akan jutaan rupiah ini dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam expenditure yang lain yang akan

meningkatkan produktivitas perusahaan.

Pendapat lain menyatakan bahwa Tax Management lebih penting karena

dengan melakukan suatu management yang terkontrol atas tata laksana kewajiban

perpajakan maka akan menghindarkan risiko ketidakpatuhan perpajakan dan

dengan demikian akan meminimalisasi risiko hutang pajak yang tidak terduga.

Dalam setiap ilmu, semua spesialisasi adalah penting, dan masing-masing

mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Untuk lebih jelasnya berikut perbedaan

masing-masing.

1.1 Manajemen Pajak (Tax Management)

1.1.1 Pengertian Manajemen Pajak

Secara umum manajemen pajak didefinisikan sebagai suatu usaha

menyeluruh yang dilakukan menerus oleh wajib pajak agar semua hal yang

berkaitan dengan urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif

dan efisien, sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum bagi kelangsungan

usaha wajib pajak tanpa mengorbankan kepentingan penerimaan Negara.

Adapun tujuan akhir yang ingin dicapai dari manajemen pajak adalah

optimalisasi dan/atau meminimalkan beban pajak yang dapat dicapai tidak hanya

dengan melakukan suatu perencanaan yang matang, melainkan juga harus

Page 3: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

melewati tahap pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan

pengawasan (controlling) yang baik dan terkendali.

Jadi pada dasarnya Manajemen Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Fungsi Perencanaan pajak (Fungsi Planning)

2. Fungsi Pengorganisasian pajak (Fungsi Organizing)

3. Fungsi Pelaksanaan pajak (Fungsi Actuating)

4. Fungsi Pengawasan pajak (Fungsi Controlling)

1.1.2 Motivasi Manajemen Pajak

Tujuan utama dari dilakukannya manajemen pajak adalah untuk

melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan meminimalisasi beban

pajak untuk maksimalisasi Net Profit After Tax. Manajemen pajak tidak

dimaksudkan untuk mengelak dari kewajiban perpajakan melalui cara-cara yang

melanggar aturan perpajakan, salah satunya karena banyak ketentuan perpajakan

yang multitafsir.

Gunadi, mengutip Simon James dan Christoper Nobes menyebutkan

bahwa motivasi dilakukannya tax management, diantaranya adalah: (i) tingginya

tariff pajak; (ii) kekuranggamblangan ketentuan, baik rumusan eksplisit ketentuan

maupun semangat, maksud dan tujuan implisitnya; (iii) terlalu kecilnya sanksi;

(iv) kekurangwajaran atau kekurangmerataan; dan (v) distorsi dalam system

perpajakan.

Motivasi lain dilakukannya manajemen pajak, menurut Simon James dan

Christoper Nobes, adalah kekurangwajaran dan ketidakmerataan. Faktor ini

biasanya dikaitkan dengan prinsip manfaat/benefit dari pembayaran pajak dalam

kaitannya dengan azas keadilan dan kemerataan. Konsepsi dari prinsip

manfaat/benefit yang diterima dati pelayanan public oleh pemerintah. Sehingga

mereka yang mendapatkan manfaat/benefit lebih besar seharusnya membayar

pajak lebih besar. Konsekuensinya, apabila mereka merasa bahwa kualitas

pelayanan dan public goods yang disediakan pemerintah kurang memadai atau

tidak setimpal dengan pajak yang mereka bayarkan, wajib pajak kemudian

cenderung untuk melakukan tindak manajemen pajak.

Page 4: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

1.1.3 Syarat Manajemen Pajak yang Baik

Tax Management yang baik harus memenuhi 3 persyaratan utama yaitu: (i)

tidak melanggar/bertentangan dengan ketentuan/peraturan yang berlaku; (ii)

secara bisnis masuk akal (reasonable), karena tax management merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari corporate global strategy; dan (iii) didukung oleh

bukti-bukti yang memadai, baik segi pencatatan akuntansi-keuangannya, maupun

segi hokum perjanjian/perikatannya.

1.1.4 Contoh Manajemen Pajak

Suatu perusahaan melakukan penjualan dengan orientasi ekspor.

Sedangkan bahan baku banyak dibeli di dalam negeri. Dengan demikian maka

PPN masukan yang diperoleh lebih besar daripada PPN keluaran, akibatnya harus

dilakukan restitusi, mungkin tiap tahun atau tiap bulan harus dilakukan proses

tersebut. Divisi perpajakan harus melakukan suatu proses tax management berupa

memanage restitusi pajak yang berjalan. Misalnya: memantain suatu rekonsiliasi

pajak antara Penjualan menurut PPh badan dan menurut SPM PPN, merapikan

faktur pajak masukan, serta bank account ataupun voucher pembayaran yang

diperlukan. Kita bisa bayangkan jika hal ini tidak termanage dengan baik, restitusi

akan membawa denda dan hutang pajak yang materiil tentunya.

1.2 Perencanaan Pajak (Tax Planning)

1.2.1 Pengertian Perencanaan Pajak

Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan langkah awal yang menjadi

bagian kritikal dari keseluruhan manajemen pajak yang lebih besar. Perencanna

yang baik juga mensyaratkan adanya pengendalian terhadap pemenuhan semua

kewajiban perpajakan (tax compliance/tax administration) agar risiko perpajakan

karena adanya kesalahan pengurusan (mis-organzing) dapat dihindari, sehingga

penghematan pajak (tax saving) dapat tercapai.

Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan tahap awal untuk

melakukan analisis secara sistematis berbagai alternative perlakuan perpajakan

dengan tujuan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang optimum.

Page 5: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Setelah Tax Planning dilakukan, maka tahapan berikutnya adalah melaksanakan

fungsi pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian perpajakan.

Secara konseptual perencanaan pajak meliputi baik pengurangan pajak

secara permanen maupun kemungkinan penangguhannya. Penghematan pajak

dapat diperoleh dari perencanaan pajak dengan melibatkan beberapa konsep

seperti pemanfaatan pengecualian pajak, pengurangan tariff pajak menyeluruh,

maksimalisasi pengurangan penghasilan, percepatan pengeluaran, penundaan

objek pajak, strukturisasi transaksi kena pajak menjadi tidak kena pajak, dan

sebagainya.

1.2.2 Tahapan Perencanaan Pajak

Tahapan-tahapan yang harus dilaksanakana dalam Perencanaan Pajak (Tax

Planning) antara lain adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis informasi yang ada

b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak

c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak

d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak

e. Menutakhirkan rencana pajak.

2. Pengertian Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)

Pada umumnya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai

tujuan yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan

pajak dalam mengurangi beban pajaknya termasuk perbuatan ilegal atau perbuatan

melanggar hukum. Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak

menurut Harry Graham Balter yang dikutip dalam Zain (2005) adalah

“Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib

pajak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang tidak

berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sedangkan

penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan”

Menurut Ernest R. Mortenson dalam Zain (2005), penyelundupan pajak

adalah usaha yang tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak

Page 6: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan pajak, sedangkan penghindaran

pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa untuk

meminimalkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau

tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, penghindaran

pajak tidak merupakan pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan atau

secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk

mengurangi, menghindari, meminimalkan, atau meringankan beban pajak dengan

cara-cara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak.

Pendapat lain menyangkut penghindaran pajak juga disampaikan oleh Drs.

Chairil Anwar Pohan, Msi, M. B. A dalam Ayuningtyas (2013) adalah sebagai

berikut:

“adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak tanpa bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dimana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat di dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang”

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyelundupan pajak adalah

upaya wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak terutang yang dilakukan

dengan cara melanggar undang-undang perpajakan, terutama terjadi dengan

penghilangan atau kurang melaporkan objek pajak yang didukung dengan

rekayasa legal, akuntansi dan administratif lainnya. Sedangkan penghindaran

pajak adalah upaya yang dilakukan untuk meminimumkan beban pajaknya dengan

cara memanfaatkan celah-celah (loops) pada peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku sehingga dapat dikatakan penghindaran pajak tidak

melanggar konteks hukum perpajakan yang berlaku.

Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai

pajak

b. Pindah lokasi, adalah memindahan lokasi usaha atau domisili yang tarif

pajaknya tinggi ke lokasi yang tariff pajaknya rendah

c. Penghindaran pajak secara yuridis, yaitu melakukan perbuatan sedemikian

rupa sehingga perbuatan-perbatan yang dilakukan tersebut tidak terkena

pajak. Biasanya perbuatan tersebut memanfaatkan kekosongan atau

ketidakjelasan dari undang-undang yang dimaksud.

Page 7: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Penyelundupan pajak merupakan suatu tindakan untuk meminimalkan

beban pajak dengan cara melawan ketentuan pajak (ilegal) yang dapat dihukum

dengan sanksi pidana. Merupakan usaha aktif wajib pajak dalam hal mengurangi,

menghapus, manipulasi illegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk

tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan

perundang-undangan.

Contoh penyelundupan pajak adalah memperkecil laporan jumlah (under

declare revenue) atau bahkan melaporkan kerugian (manipulate the losses)

sehingga penghasilan kena pajak berkurang dan otomatis jumlah pajak terutang

lebih kecil atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Sedangkan pada

kenyataannya jumlah pendapatan yang diterima lebih besar dan tidak mengalami

kerugian

Terkait dengan aspek legalitas tax management untuk kasus Indonesia,

rambu-rambu yang dapat digunakan untuk menentukan apakah tax management

itu legal (tax avoidance) atau tidak (tax evasion) adalah ketentuan pidana pasal 38,

39, 41, 41A, 41B, dan 43 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana

diubah terakhir oleh Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pasal 38

Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak

lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut

merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang

tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang

yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga)

bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 39

(1) Setiap orang yang dengan sengaja:

Page 8: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak

atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak

benar atau tidak lengkap;

e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;

f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang

sebenarnya;

g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak

memperlihatkan atau

tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;

h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan

atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari

pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program

aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau

i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling

sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan

paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang

dibayar.

(2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi

2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di

bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya

menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

(3) Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak

Page 9: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam

rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau

pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan

dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah

restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan

dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau

kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Pasal 41

(1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling

lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima

juta rupiah).

(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang

yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan

denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

Pasal 41A

Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi

keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling

banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 41B

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan

tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta

rupiah).

Pasal 43

Page 10: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga

bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh

melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu

melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku

juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu

melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

Penghindaran Pajak yang Diperbolehkan dan Penghindaran Pajak yang

Tidak Diperbolehkan

Rohtagi menyebutkan bahwa di banyak Negara, penghindaran pajak

dibedakan menjadi dua yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable

tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan penghindaran pajak yang tidak

diperbolehkan (unacceptable tax avoidance). Artinya penghindaran pajak dapat

dianggap illegal apabila transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan

penghindaran pajak atau tidak mempunyai tujuan bisnis yang baik (bonafide

business purpose).

Antara satu Negara dengan Negara lainnya dapat saja mempunyai

pandangan yang berbeda tentang skema apa saja yang dapat dikategorikan sebagai

penghindaran pajak yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Suatu transaksi

akan disebut sebagai penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan apabila

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak memiliki tujuan usaha yang baik

b. Semata-mata untuk menghindari pajak

c. Tidak sesuai dengan spirit intension of parliament

d. Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau

kerugian.

Suatu transaksi akan disebut sebagai penghindaran pajak yang

diperbolehkan apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki tujuan usaha yang baik

b. Bukan semata-mata untuk menghindari pajak

c. Sesuai dengan spirit intension of parliament

Page 11: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

d. Tidak melakukan transaksi yang direkayasa.

3. Kebijakan Anti Tax Avoidance

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun

perusahaan(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak.

Karena pajak adalah iuran yang sifatnya memaksa, maka negara juga tidak

membutuhkan “kerelaan wajib pajak.” Yang dibutuhkan negara adalah ketaatan

wajib pajak. Suka maupun tidak suka, rela maupun tidak rela, yang penting bagi

negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan

kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini.

Penghindaran pajak merupakan suatu praktik yang secara umum

disepakati sebagai suatu tindakan yang tidak dapat diterima dan harus dicegah

serta dilawan. Akan tetapi, kenyataan bahwa penghindaran pajak dilakukan

dengan memanfaatkan celah dalam peraturan perpajakan sehingga secara literal

tidak melanggar hukum yang membuat isu tersebut menjadi isu diskusi yang tak

kunjung usai.

Dalam upaya menghadapi praktik-praktik penghindaran pajak khususnya

yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, pada umumnya suatu negara

menerbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat khusus

(Specific Anti Avoidance Rule/SAAR) yang diatur dalam undang-undang

domestiknya, seperti: controlled foreign company, arm’s length rule, advance

pricing agreement, dan debt to equity ratio.

Secara umum dikenal dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk

memerangi praktik penghindaran pajak menurut Arnold (2008). Yang pertama

adalah pendekatan tanpa menggunakan ketentuan khusus dalam peraturan melalui

judicial general anti avoidance doctrine yang dikembangkan terutama oleh

putusan pengadilan. Yang kedua melalui statutory general anti avoidance rule

yang dicantumkan dalam peraturan perpajakan.

Dalam menafsirkan peraturan terutama sehubungan dengan penghindaran

pajak, dikenal dua pendekatan yang berlawanan. Pertama adalah pendekatan

literal, yang peraturan ditafsirkan berdasarkan apa yang secara eksplisit tercantum

dalam naskah peraturan. Kedua adalah pendekatan purposive, yang dalam

Page 12: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

menafsirkan peraturan juga mempertimbangkan latar belakang dari dibuatnya

peraturan tersebut. Di Indonesia, pendekatan pertama sulit diterapkan karena

penafsiran perundangan di Indonesia masing cenderung secara literal, sehingga

untuk melawan terjadinya penghindaran pajak diperlukan sebuah dasar hukum

yang secara eksplisit tertulis dalam Undang-Undang Perpajakan.

Dalam praktik di beberapa negara, SAAR efektif dalam upaya menangkal

praktik-praktik penghindaran pajak dan memberikan kepastian hukum bagi wajib

pajak. Selain ketentuan yang bersifat khusus tersebut, di banyak negara juga

diterbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat umum

(General Anti Avoidance Rule/GAAR). Tujuan dibuatnya ketentuan pencegahan

penghindaran pajak yang bersifat umum ini adalah untuk mengantisipasi praktik

penghindaran pajak yang belum diatur dalam ketentuan yang bersifat khusus atau

untuk melawan tindakan tax avoidance yang pada saat dibuatnya peraturan belum

dikenal. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa terdapat kecenderungan

praktik penghindaran pajak dari tahun ke tahun semakin canggih dan sulit untuk

dideteksi serta ditangkal hanya dengan mengandalkan SAAR. Dalam hal ini tax

planning yang dilakukan oleh wajib pajak tidak lagi bersifat defensive tax

planning, melainkan sudah semakin offensive yang sering dikenal dengan istilah

aggresive tax planning. Lebih jauh Cooper mengatakan bahwa GAAR harus

memuat pembedaan antara transaksi yang tergolong acceptable tax avoidance dan

yang tergolong unacceptable tax avoidance karena tidak semua penghindaran

pajak bersifat offensive.

Saat ini, untuk meminimalisir praktik penghindaran pajak dalam Undang-

Undang perpajakan sudah dikenal peraturan SAAR dalam Pasal 18 Undang-

Undang Pajak Penghasilan, akan tetapi sering semakin kompleksnya skema-

skema penghindaran pajak yang digunakan, ketentuan dalam Pasal 18 tersebut

tentu tidak mungkin dapat mencakup seluruh jenis transaksi penghindaran pajak.

Oleh karena itu, mencegah dan melawan praktik penghindaran pajak, pembuat

kebijakan perlu mempertimbangkan untuk menyusun dan memperkenalkan suatu

Statutory General Anti Avoidance Rule di Undang-Undang perpajakan di

Indonesia, dengan mengambil pelajaran dari negara lain yang telah menerapkan

ketentuan tersebut dalam peraturan mereka.

Page 13: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Dalam pasal 18 ayat Undang-Undang Pajak Penghasilan yang isinya:

(1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya

perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan

penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh

Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar

negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling

rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau

b. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki

penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah

saham yang disetor.

(3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya

penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang

mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan

kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan

istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak

yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau

metode lainnya.

(3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib

Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk

menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu

periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan

renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.

(3b) Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan

melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian

(special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya

melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan

Page 14: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan

terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

(3c) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau

special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di

negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang

mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia

dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang

didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di

Indonesia.

(3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam

negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan

perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan

seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri

tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan

kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia tersebut.

(3e) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), ayat (3c), dan

ayat (3d) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

(4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan

ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada

apabila:

a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung

paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;

hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua

puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di

antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib

Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun

tidak langsung; atau

Page 15: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Penjelasan Pasal 18

Ayat (1)

Undang-Undang ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk

memberi keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal

perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam

dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya

perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Apabila perbandingan

antara utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, pada

umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian,

untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, Undang-Undang ini menentukan

adanya modal terselubung. Istilah modal di sini menunjuk kepada istilah atau

pengertian ekuitas menurut standar akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan

“kewajaran atau kelaziman usaha” adalah adat kebiasaan atau praktik

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.

Ayat (2)

Dengan makin berkembangnya ekonomi dan perdagangan internasional sejalan

dengan era globalisasi dapat terjadi bahwa Wajib Pajak dalam negeri

menanamkan modalnya di luar negeri. Untuk mengurangi kemungkinan

penghindaran pajak, terhadap penanaman modal di luar negeri selain pada badan

usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, Menteri Keuangan berwenang untuk

menentukan saat diperolehnya dividen. Contoh: PT A dan PT B masing-masing

memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd. yang bertempat kedudukan di

negara Q. Saham X Ltd. tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dalam

tahun 2009 X Ltd. memperoleh laba setelah Pajak sejumlah Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah). Dalam hal demikian, Menteri Keuangan berwenang

menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya.

Ayat (3)

Page 16: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya

penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila

terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan

kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang

seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk

menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan

seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.

Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut

digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable

uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price

method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti

metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional

(transactional net margin method). Demikian pula kemungkinan terdapat

penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal

tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk

menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat

dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan

utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh

hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya. Dengan demikian,

bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai

penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi

pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap

sebagai dividen yang dikenai pajak.

Ayat (3a)

Kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah

kesepakatan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual

wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa (related parties) dengannya. Tujuan diadakannya APA adalah untuk

mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan

multi nasional. Persetujuan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak

tersebut dapat mencakup beberapa hal, antara lain harga jual produk yang

dihasilkan, dan jumlah royalti dan lain-lain, tergantung pada kesepakatan.

Page 17: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Keuntungan dari APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan

penghitungan pajak, Fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan

keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam grup yang

sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur

Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan Direktur

Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib

Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya.

Ayat (3b)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghindaran pajak oleh Wajib Pajak

yang melakukan pembelian saham/penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak

dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan

tersebut (special purpose company).

Ayat (3c)

Contoh: X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A, sebuah negara yang

memberikan perlindungan pajak (tax haven country), memiliki 95% (sembilan

puluh lima persen) saham PT X yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia. X Ltd. ini adalah suatu perusahaan antara (conduit company) yang

didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh Y Co., sebuah perusahaan di negara B,

dengan tujuan sebagai perusahaan antara dalam kepemilikannya atas mayoritas

saham PT X. Apabila Y Co. menjual seluruh kepemilikannya atas saham X Ltd.

kepada PT Z yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri, secara legal formal

transaksi di atas merupakan pengalihan saham perusahaan luar negeri oleh Wajib

Pajak luar negeri. Namun, pada hakikatnya transaksi ini merupakan pengalihan

kepemilikan (saham) perseroan Wajib Pajak dalam negeri oleh Wajib Pajak luar

negeri sehingga atas penghasilan dari pengalihan ini terutang Pajak Penghasilan.

Ayat (3d)

Cukup jelas.

Ayat (3e)

Cukup jelas.

Page 18: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

Ayat (4)

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan

atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:

a. kepemilikan atau penyertaan modal; atau

b. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang

pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.

Huruf a

Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang

berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara

langsung ataupun tidak langsung. Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh

persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan

langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham

PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai

penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian,

antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT

A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C,

dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti

di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan.

Huruf b

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan

melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan

kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan

berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara

beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat” adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan “hubungan keluarga sedarah

Page 19: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

dalam garis keturunan ke samping satu derajat” adalah saudara. Yang dimaksud

dengan “keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah

mertua dan anak tiri, sedangkan “hubungan keluarga semenda dalam garis

keturunan ke samping satu derajat” adalah ipar.

Perlu diingat bahwa dalam menyusun sebuah Statutory General Anti

Avoidance Rule perlu dipertimbangkan keseimbangan antara penegakan hukum

dengan kepastian hukum bagi Wajib pajak. Ketentuan Statutory General Anti

Avoidance Rule memberikan diskresi yang sangat luas bagi otoritas perpajakan

untuk melakukan penelitian yang mendalam atas sebuah skema transaksi dan

melakukan koreksi apabila skema tersebut disimpulkan sebagai sebuah transaksi

penghindaran pajak.

Page 20: Pengertian Dasar Manajemen Pajak

DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas, Noorina. 2013. Pengaruh Faktor Pendidikan, Faktor Pengalaman Kerja dan Pelatihan Terhadap Pengetahuan Aparatur Pajak Tentang Tax Avoidance (Studi Kasus atas Aparatur Pajak pada KPP Pratama Batu), Online, http://digilibfeb.ub.ac.id/mlg_serial/e-jurnal/0910233104_pass.pdf), diakses pada 12 Maret 2016.

Zain, Mohammad. 2005. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan. 2015.

www.ortax.org