32
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebutuhan Dasar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson meliputi 14 komponen, yaitu: a. Bernafas secara normal b. Makan dan minum dengan cukup c. Bergerak dan mempertahankan posisi yang diinginkan d. Bisa tidur dan istirahat. e. Eliminasi (buang air besar dan buang air kecil). f. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan. g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan. h. Memilih pakaian yang tepat dan nyaman dipakai. i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain. j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan,kekhawatiran, dan opini. k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan. l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup. m. Berekreasi dan bersantai. n. Menemukan atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia. (Saputra, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/178/5/BAB II.pdfKemampuan beraktivitas secara umum berhubungan dengan sistem muskuloskeletal dan sistem

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebutuhan Dasar

1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi

untuk meningkatkan derajat kesehatan. Setiap manusia memiliki kebutuhan

dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki

kebutuhan yang berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia

menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Kebutuhan dasar manusia

menurut Virginia Handerson meliputi 14 komponen, yaitu:

a. Bernafas secara normal

b. Makan dan minum dengan cukup

c. Bergerak dan mempertahankan posisi yang diinginkan

d. Bisa tidur dan istirahat.

e. Eliminasi (buang air besar dan buang air kecil).

f. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan

menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan.

g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

h. Memilih pakaian yang tepat dan nyaman dipakai.

i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan

orang lain.

j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,

kebutuhan,kekhawatiran, dan opini.

k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.

l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan

hidup.

m. Berekreasi dan bersantai.

n. Menemukan atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada

perkembangan yang normal, kesehatan dan penggunaan fasilitas

kesehatan yang tersedia. (Saputra, 2013)

7

Pada dasarnya keperawatan menurut Handerson adalah membantu

individu yang sakit dan yang sehat, dalam melaksanakan aktivitas yang

memiliki kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya. Individu

akan mampu mengerjakan tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan,

kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan.

2. Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas

Aktivitas adalah kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah,

berirama, dan terarah dari lingkungan merupakan bagian yang sangat

penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri

dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Aktivitas sangat

penting bagi kemandirian. (Kozier, 2010).

Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu memulainya

dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri melalui

sebuah proses. Proses tersebut dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan

sekitar, dan status kesehatan individu. Kebanyakan orang menilai tingkat

kesehatan seseorang berdasarkan kemampuannya untuk melakukan

aktivitas sehari-hari. Menurut Virginia Handerson, dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, individu dikelompokkan menjad 3 kategori yaitu:

a) Terhambat dalam melakukan aktivitas.

b) Belum mampu melakukan aktivitas.

c) Tidak dapat melakukan aktivitas. (Hidayat, 2009).

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan

aktivitas sehari-hari (PPNI, 2017).

3. Penyebab Intoleransi Aktivitas

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) penyebab dari

intoleransi aktivitas yaitu :

1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2) Tirah baring

3) Kelemahan

8

4) Imobilitas

5) Gaya hidup monoton

Gaya hidup monoton meliputi gejala mayor dan gejala minor, yaitu :

a. Gejala mayor

Subjektif : Mengeluh lelah

Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat.

b. Gejala minor

Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman

setelah beraktivitas, merasa lemah.

Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,

gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah beraktivitas,

gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas

Menurut Dr. Lyndon Saputra (2013), Faktor-faktor yang mempengaruhi

aktivitas adalah sebagai berikut:

1) Gaya hidup dan kebiasaan.

Orang yang terbiasa berolahraga memiliki mobilitas yang lebih

lentur dan yang lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa

berolahraga.

2) Keadaan sakit atau cidera.

Keadaan sakit atau cidera dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh

sehingga mempengaruhi pula aktivitas seseorang. Contohnya orang

yang keseleo akan lebih sulit melakukan aktiitas daripada orang yang

sehat.

3) Tingkat energi.

Energi merupakan sumber utama untuk melakukan aktivitas. Untuk

melakukan aktivitas dibuthkan jumlah energi yang adekuat.

9

4) Usia dan status perkembangan.

Aktivitas setiap tingkatan usia dan perkembangan berbeda-beda. Hal

ini berhubungan dengan kematangan dan penurunan fungsi alat gerak

yang sejalan dengan perkembangan usia.

5. Kondisi Klinis Terkait Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas

1) Anemia

2) Gagal jantung kongestif

3) Penyakit jantung koroner

4) Penyakit katup jantung

5) Aritmia

6) Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

7) Gangguan metabolik

8) Gangguan muskuloskeletal

6. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Aktivitas

Kemampuan beraktivitas secara umum berhubungan dengan sistem

muskuloskeletal dan sistem saraf didalam tubuh.

1) Sistem muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang, otot dan sendi. Kerjasama

ketiganya menyebabkan tubuh dapat bergerak.

2) Tulang

Fungsi tulang dan dan rangka bagi tubuh antara lain :

a. Menyokong atau mendukung jaringan tubuh.

b. Memberi bentuk tubuh.

c. Melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak, misalnya paru-paru dan

hati.

d. Sebagai tempat melekat otot dan tendon termasuk juga ligamen.

e. Sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor.

f. Berperan dalam proses produksi sel merah.

10

3) Otot

Otot merupakan bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif.

Otot dapat berkontaksi dan relaksasi sehingga memungkinkan tubuh

bergerak sesuai keinginan. Selain berperan dalam proses pergerakan, otot

juga berperan membentuk postur tubuh dan menghasilkan panas melalu

kontraksi otot.

4) Ligamen

Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.

Contoh ligamen adalah ligamen yang terdapat pada lutut. Ligamen ini

berfungsi sebagai struktur yang menjaga kestabilan.

5) Sendi

Sendi merupakan tempat pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang

dalam kerangka. Berdasarkan sifat geraknya, sendi dapat dibedakan menjasi

sendi mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Pada sendi mati tidak dapat celah

sehinggan tidak dapat digerakkan. Contohnya sendi-sendi yang

menghubungkan tulang-tulang tengkorak. Pada sendi kaku gerakan yang

dihasilkan sangat terbatas. Contohnya adalah sendi antara betis dan tulang

kering. Pada sendi gerak dapat terjadi gerakan bebas.

Berdasarkan bentuk dan arahnya gerakannya, sendi gerak dibedakan

menjadi sendi pelana (persendian pada ibu jari), sendi peluru (persendian

antara pangkal paha dan panggul), sendi engsel (persendian pada siku dan

lutut), sendi putar (persendian antara tulang tengkorak dan tulang atlas),

sendi geser (persendian antar tulang penyusun telapak tangan), serta sendi

ovoid (misalnya sendi antara radius dan ulna).

6) Sistem saraf

Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat tubuh,

salah satunya adalah alat-alat tubuh yang terdapat pada sistem

muskuloskeletal yang berperan dalm kebutuhan aktivitas.

Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf. Sel saraf merupakan sel yang peka

terhadap rangsang dan mampu menghantarkan rangsang dari bagian tubuh

11

yang satu ke bagian tubuh yang lain. Secara umum sel saraf dapat dibagi

menjadi tiga jenis, yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf

konektor. Sel saraf sensorik berfungsi menghantarkan impuls saraf dari

indra ke otak atau medula spinalis. Sel saraf motorik berfungsi

menyampaikan impuls dari otak atau medulla spinalis ke efektor, yaitu otot

kelenjar tubuh. Sel saraf konektor berfungsi meneruskan rangsang dari sel

saraf sensorik ke sel saraf motorik.

Secara umum, impuls yang diterima oleh sel saraf akan diproses oleh

sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat ini terdiri atas otak dan medulla

spinalis.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian

merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan

sesuai dengan kenyataan sangat penting sebagai data untuk merumuskan

diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan respon individu yang sesuai dengan standar praktik yang telah

ditentukan.

Terdapat dua tipe data pada pengkajian keperawatan yaiu data subjektif dan

data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu

pendapat terhadap situasi dan kejadian. Data tersebut didapat melalui suatu

interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan

termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Data

yang diperoleh sumber lainnya, seperti keluarga, konsultan dan profesi

kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan data subjektif jika didasarkan pada

pendapat klien. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan

diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (sense) selama

melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell), dan HT (Hearing,

12

Touching). Selain itu yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernafasan,

tekanan darah, adanya edema, dan berat badan. (Nursalam, 2008)

Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek

penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan

tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar mengnai informasi

status terkini klien tentang pengkajian sisten kardiovaskuler sebagai prioritas

pengkajian. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang cermat,

khususnya yang berhubungan dengan tanda dan gejala. Terjadi kelemahan fisik

secara umum, seperti nyeri dada, dispnea, diaphoresis (Muttaqin, 2009)

Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas seperti

pada intoleransi aktivitas meliputi:

1. Identitas Klien

Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,

agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.RM (Rekam Medis), dan

diagnosa medis.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah alasan klien mencari pertolongan. Keluhan utama

yang biasa dikeluhkan dan khas pada pasien gagal jantung kongestif adalah

dispnea (sesak napas) pada saat/setelah beraktivitas, kelelahan dan

kelemahan fisik.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama

dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan

utama. Pengkajian yang didapat pada klien dengan congestive heart failure

adalah dispnea, ortopnea, batuk, edema pulmonal akut,nyeri, kelemahan

otot, kelelahan dan apakah menganggu aktivitas lainnya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji

apakah pernah menderita gangguan kebutuhan aktivitas khususnya

intoleransi aktivitas sebelumnya. Jika pernah, disebabkan oleh penyakit apa

13

misalnya seperti gangguan kardiovaskuler (gagal jantung, infark miokard),

gangguan pernapasan (asma, PPOK).

5. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas dan istirahat

Pada pemeriksaan fisik aktivitas dan istirahat memiiki gejala sebagai

berikut :

a. Cepat lelah, kelelahan sepanjang hari.

b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari misalnya

membersihkan tempat tidur dan menaiki tangga.

c. Dispnea saat istirahat atau sedang beraktivitas.

d. Insomnia, tidak mampu tidur terlentang.

Pada pemeriksaan fisik aktivitas dan istirahat memiiki tanda sebagai

berikut :

a. Toleransi aktivitas terbatas.

b. Kelelahan.

c. Gelisah, perubahan status mental, misalnya ansietas dan letargi.

2) Sirkulasi

Pada pemeriksaan fisik sirkulasi memiliki gejala sebagai berikut :

a. Riwayat hipertensi, infark miokard baru atau akut, episode gagal

jantung sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, anemia,

syok sepsis.

b. Pembengkakan pada tungkai dan distensi abdomen.

Pada pemeriksaan fisik sirkulasi memiliki tanda sebagai berikut :

a. Tekanan darah (TD) mungkin rendah akibat kegagalan pompa

jantung, kelebihan cairan/peningkatan resistensi vaskular sistemik.

b. Denyut nadi teraba lemah mengindikasikan penurunan volume

sekuncup ventrikel.

c. Denyut dan irama jantung seperti takikardia, disritmia, misalnya

fibrilasi atrium, blok jantung.

d. Nadi apikal menyebar dan bergeser kearah kiri.

14

e. Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar lemah, S3 gallop terdiagnosis

GJK (Gagal Jantung Kronis), S4 dengan hipertensi, murmur sistolik,

dan diastolik dapat menandakan adanya insifiensi katup.

f. Denyut : nadi perifer berkurang, nadi sentral teraba kuat, misalnya

pada vena jugularis nadi karotis, dan nadi abdominal.

g. Kulit pucat, sianosis, kuku pucat, pengisian kapiler lambat, edema

khususnya ekstremitas, terdapat distensi vena jugularis.

3) Integritas ego

Pada pemeriksaan fisik integritas ego memiliki gejala sebagai berikut

yaitu :

a. Ansietas, kekhawatiran, ketakutan.

b. Stres yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi finansial.

Pada pemeriksaan fisik integritas ego memiliki tanda sseperti ansietas,

marah, takut, dan mudah tersnggng.

4) Eliminasi

Pada pemeriksaan fisik eliminasi memiliki gejala seperti penurunan

frekuensi berkemih, urin berwarna gelap, berkemih dimalam hari.

Sedangkan pemeriksaan fisik eliminasi memilki tanda seperti

penurunan frekuensi berkemih disiang hari dan peningkatan frekuensi

berkemih pada malam hari.

5) Makanan/cairan

Pada pemeriksaan fisik makanan dan cairan memiliki gejala sebagai

berikut :

a. Riwayat diet tinggi garam dan makanan olahan, lemak, gula, serta

kafein.

b. Penurunan nafsu makan, anoreksia.

c. Mual muntah.

d. Peningkatan berat badan.

e. Penggunanaan obat diuretik.

15

Pada pemeriksaan fisik makanan dan cairan memiliki tanda sebagai

berikut :

a. Peningkatan berat badan yang cepat atau terus-menerus.

b. Edema umum, termasuk pembengkakan pada seluruh badan atau

ekstremitas bagaian bawah dan piting edema.

6) Hygiene

Pada pemeriksaan fisik hygiene memiliki gejala seperti kelelahan,

kelemahan, selama melakukan aktivitas.

Sedangkan pemeriksaan fisik hygiene memiliki tanda seperti

penampilan mengindikasi adanya kelalaian dalam perawatan diri.

7) Neuronsensori

Pada pemeriksaan fisik neuronsensori memiliki gejala seperti kelelahan

dan pusing.

Pada pemeriksaan fisik neuronsensori memiliki tanda seperti letargi,

kebingungan, disorientasi dan mudah tersinggung.

8) Nyeri/ketidaknyamanan

Pada pemeriksaan fisik nyeri/ketidaknyamanan memiiki gejala seperti

nyeri dada, angina akut atau angina kronis, dan nyeri otot.

Pada pemeriksaan fisik nyeri/ketidaknyamanan memiiki tanda seperti

gelisah, menarik diri dan fokus berkurang.

9) Pernapasan

Pada pemeriksaan fisik pernapasan memiliki gejala seperti :

a. Dispnea saat beraktivitas atau istirahat.

b. Dispnea pada malam hari sehingga mengganggu tidur.

c. Tidur dengan posisi duduk atau dengan sejumlah bantal.

d. Penggunaan alat bantu napas, misalnya oksigen atau obat-obatan.

Pada pemeriksaan fisik pernapasan memiiki tanda seperti :

a. Takipnea

b. Napas dangkal.

c. Penggunaan otot bantu napas, pernafasan cuping hidung.

16

d. Bunyi napas mungkin terdengar lemah, dengan adanya krakels dan

mengi.

e. Penurunan proses berpikir, letagi, kegelisahan.

f. Pucat atau sianosis.

10) Keamanan`

Pada pemeriksaan fisik keamanan memiiki tanda seperti perubahan

proses berpikir dan kebingungan, penurunan kekuatan dan tonus otot,

dan peningkatan risiko jatuh. (M.Asikin, 2016)

Pada laporan tugas akhir ini, selain pengkajian umum terdapat

pengkajian khusus tentang aktivitas meliputi:

1) Aspek biologis

a. Usia

Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan

ativitas yang terkait dengan kekuatan muskuloskeletal.

b. Riwayat Keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan pasien meliputi riwayat adanya

gangguan sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap

orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahrga

yang sering dilakukan klien, mobilitas (misalnya nyeri,

kelemahan otot, dan kelelahan), tingkat mobilitas, daerah yang

mengalami gangguan moblitas, lama terjadinya gangguan

aktivitas.

c. Aspek psikologis

Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah bagaimana respon

psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang

dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam

menghadapi gangguan aktivitas.

d. Aspek sosiokultural

Pengkajian ini meliputi bagaimana dampak yang terjadi akibat

gangguan aktivitas yang dialami klien.

17

e. Aspek spiritual

Hal yang perlu dikaji pada aspek ini bagaimana keyakinan dan

nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang

dialaminya sekarang. Bagaimana pelaksanan ibadah klien

dengan keterbatasan kemampuan fisiknya. (Asmadi, 2009)

2) Kemampuan mobilitas

Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk

menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun,

dan berpindah tanpa bantuan.

TABEL 2.1 Tingkat Kemampuan Mobilitas (Hidayat, 2009)

Tingkat Aktivitas Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

dan peralatan.

Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

dan peralatan.

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

berpartisipasi dalam perawatan.

3) Kemampuan rentang gerak.

Kemampuan rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan

pada daerah seprti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.

TABEL 2.2 Kemampuan Rentang Gerak (Hidayat, 2009)

Gerak sendi Derajat rentang gerak

Bahu:

Adduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi

samping keatas kepala, telapak tangan

menghadap ke posisi yang paling jauh

180

Siku:

Fleksi : angkat lengan bawah kearah depan dan

kearah atas menuju bahu

150

Pergelangan Tangan:

Fleksi : tekuk jari-jari tangan kea rah bagian

dalam lengan bawah

80-90

Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari

posisi fleksi

80-90

Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan kea rah

belakang sejauh mungkin

70-90

18

Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu

jari ketika telapak tangan menghadap ke atas

0-20

Adduksi : tekuk pergelangan tangan kea rah

kelingking. Telapak tangan menghadap ke atas

30-50

Tangan dan Jari:

Fleksi : buat kepalan tangan

90

Ekstensi : luruskan jari 90

Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan kebelakang

sejauh mungkin

30

Abduksi : kembangakan jari tangan

Adduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi

Abduksi

20

20

4) Kekuatan Otot dan dan Gangguan Koordinasi

TABEL 2.3 Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi (Hidayat, 2009)

Skala Presentase Kekuatan

Normal

Karakteristik

0 0 Paralisis sempurna.

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat

dipalpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi

dengan topangan.

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi.

4 75 Gerakan yang normal melawan gravitasi

dan melawan tahanan minimal.

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang

normal melawan gravitasi dan menahan

tahanan penuh.

5) Perubahan Intoleransi Aktivitas

Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan

perubahan sistem pernapasan meliputi suara napas, analisis gas

darah, gerakan dinding toraks, serta tidak adanya mukus, batuk

produktif yang disertai panas, dan nyeri saat bernapas. Pengkajian

intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan sistem

kardiovaskuler meliputi nadi dan tekanan darah, serta ada tidaknya

gangguan sirkulasi perifer, dan perubahan tanda vital seletah

beraktivitas.

19

6) Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari dari Barthel

TABEL 2.4 Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari (Saryono, 2010)

No. Aktivitas Score Elemen Penilaian

1.

Status buang air besar 0

1

2

Inkontinensia

Kadang-kadang(sekali seminggu)

Terkontrol penuh

2.

Status buang air kecil 0

1

2

Tidak bisa mengontrol

Kadang-kadang(sekali/24jam)

Terkontrol penuh

3.

Merawat diri

(mencuci muka,

menyisir, gosok gigi).

0

1

Perlu bantuan

Mandiri

4.

Penggunaan toilet 0

1

2

Tergantung orang lain

Perlu bantuan tetapi dapat melakukan

sesuatu sendiri

Mandiri

5.

Makan 0

1

2

Tidak dapat

Perlu bantuan

Mandiri

6.

Berpindah (tidur-

duduk)

0

1

2

3

Tidak dapat

Banyak dibantu

Dapat duduk dengan sedikit bantuan

Mandiri

7.

Mobilisasi 0

1

2

3

Tidak bergerak/tidak mampu

Mandiri dengan kursi roda

Berjalan dengan bantuan

Mandiri

8.

Berpakaian

0

1

2

Tergantung

Sebagian dibantu/perlu bantuan

Mandiri

9.

Naik turun tangga 0

1

2

Tidak mampu

Perlu bantuan

Mandiri

10

Mandi 0

1

Tergantung orang lain

Mandiri

Barthel Score

20

Keterangan :

Tingkat kemandirian

Skor Kategori

Mandiri

20 1

Ketergantungan ringan

12-19 2

Ketergantugan sedang

9-11 3

Ketergantungan berat

5-8 4

Ketergantungan total

0-4 5

Sumber : (Saryono, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan.(PPNI, 2017)

Menurut M.Asikin (2016), diagnosa keperawatan yang sering muncul

pada klien gagal jantung kongestif adalah:

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas

miokard, perubahan inotropik; perubahan irama, ritme dan

konduksi listrik, perubahan struktural, misalnya kelainan pada

katup dan aneurisma ventrikel.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan, serta imobilitas.

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan laju

filtrasi glomerulus (penurunan curah jantung), peningkatan

produksi Antidieuretik Hormone (ADH), serta retensi air dan

natrium.

Sesuai dengan judul yang penulis ambil, pada laporan tugas akhir ini

diagnosis yang akan di lakukan intervensi tergantung dengan keadaan

21

klien, akan tetapi penulis akan lebih fokus pada diagnosis intoleransi

aktivitas yang bertujuan untuk mengukur tingkat aktivitas klien gagal

jantung kongestif.

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari diagnosis

keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana keperawatan pada

gagal jantung kongestif penulis akan lebih fokus pada rencana untuk

diagnosis intoleransi aktivitas.

22

TABEL 2.5 Rencana Keperawatan

No Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

1. Intoleransi aktivitas

Definisi : Ketidakcukupan energi untu melakukan aktivitas

sehari-hari.

Penyebab :

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

b. Tirah baring.

c. Kelemahan.

d. Imobilitas.

e. Gaya hidup monoton.

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif

a. Mengeluh lelah.

Objektif

a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.

Gejala dan tanda minor :

Subjektif

a. Dispnea saat/setelah beraktivitas.

b. Merasa tidak nyaman saat beraktivitas.

c. Merasa lemah.

Objektif

a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat.

b. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah

beraktivitas.

c. Gambaran EKG menunjukan iskemia.

Observasi

1. Identifikasi tingkat aktivitas

2. Monitor kelelahan fisik dan emosional.

3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas.

4. Monitor tanda-tanda vital.

Terapeutik

5. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah

aktivitas.

6. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien.

7. Libatkan pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri dalam

aktivitas.

Edukasi

8. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.

9. Anjurkan klien untuk istirahat untuk mengurangi kelelahan setelah

beraktivitas.

10. Jelaskan metode pemilihan aktivitas fisik sehari-hari.

23

d. Sianosis.

Kondisi klinis terkait

a. Anemia

b. Gagal jantung kongestif

c. Penyakit jantung koroner

d. Penyakit katup jantung

e. Aritmia

f. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

g. Gangguan metabolik

h. Gangguan musculoskeletal

2. Penurunan curah jantung

Pengertian : Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Penyebab :

a. Perubahan Irama jantung

b. Perubahan frekuensi jantung

c. Perubahan kontraktilitas

d. Perubahan preload

e. Perubahan afterload

Gejala dan tanda mayor

subjektif

a. Perubahan irama jantung seperti palpitasi.

Observasi

1. Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah jantung (meliputi

dispnea, kelelahan, Ortopnea, paroksimal nokturnal dispnea,

peningkatan CVP).

2. Identifikasi tanda gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi

hepatomegali, distensi Vena jugularis, palpitasi ronki basah, oliguria,

batuk, kulit pucat).

3. Monitor tekanan darah.

4. Monitor bunyi jantung.

Terapeutik

5. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau

posisi nyaman

6. Berikan oksigen.

Kolaborasi

24

b. Perubahan preload seperti tanda-tanda Lelah.

c. Perubahan afterload seperti dispnea.

d. Perubahan kontraktilitas Paroksimal Nokturnal dyspnea

(PND), orthopneu dan batuk.

objektif

a. Perubahan irama jantung seperti bradikardia/takikardia,

gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi

b. Perubahan preload seperti edema, distensi vena jugularis,

Central Venous Pressure (CVP) meningkat/menurun,

hepatomegali.

c. perubahan afterload seperti tekanan darah

meningkat/menurun, nadi perifer teraba, capillary refill time

> 3 detik, oliguria, warna kulit pucat dan /atau sianosis

d. Perubahan kontraktilitas seperti terdengar suara jantung S3

dan /atau S4.

7. Kolaborasi pemberian antiaritmia Jika perlu rujuk ke program

rehabilitasi jantung.

3. Hipervolemia

Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskuler interstitial

dan atau intraseluler

Penyebab

a. Gangguan mekanisme regulasi

b. Kelebihan asupan cairan

c. Kelebihan asupan natrium

d. Gangguan aliran balik vena

e. Efek agen farmakologis (misal kortikosteroid,

chlorpropamide tolbutamide, vinscristine)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

a. Ortopnea

b. Dispnea

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia.

2. Monitor intake dan output cairan.

3. Monitor elastisitas dan turgor kulit.

4. Monitor tanda-tanda hipervolemia (mis.dispnea, edema, JVP

meningkat, BB menurun dalam waktu singkat).

Terapeutik

5. Batasi asupan cairan dan garam

6. Ajarkan cara membatasi cairan.

Kolaborasi

7. Kolaborasi pemberian diuretik.

25

c. Paroxysmal Nokturnal Dispnea (PND)

Objektive

a. Edema anasarka dan/atau edema perifer.

b. Berat badan meningkat dalam waktu singkat.

c. Jugular Venous Pressure (JVP) dan /atau Central Venous

Pressure (CVP) meningkat.

d. Refleks hepatojugular positif.

Gejala dan Tanda minor

Subjektif (Tidak tersedia)

Objektif

a. Distensi vena jugularis

b. Terdengar suara nafas tambahan

c. Hepatomegali

d. Kadar haemoglobin (HB) dan hematokrit(HT) turun.

e. Oliguria

f. Intake lebih banyak dari output

g. Kongesti paru

Kondisi klinis terkait

a. Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis sindrom nefrotik.

b. Hipoalbuminemia

c. Gagal jantung kongestif

d. Kelainan hormon

e. Penyakit hati (misal sirosis, asites, kanker hati)

f. Penyakit Vena perifer (misal varises, thrombus vena dan

prebiotik).

g. Imobilitas

26

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana

keperawatan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan.

Oleh karena itu, rencana keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk

memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan lain

dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk

berpartisispasi dalam implementasi keperawatan.

TABEL 2.6 Implementasi Keperawatan

Diagnosa

Keperawatan

Waktu &

Tanggal

Implementasi

Berdasarkan SDKI

2017

Waktu dan

tanggal

sesuai

dengan

saat

melakukan

tindakan.

1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang

mengakibatkan kelelahan

2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional

3. Memonitor pola dan jam tidur

4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

melakukan aktivitas

5. Menyediakan lingkungan yang aman dan rendah

stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan).

6. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.

7. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan

yang dapat dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien. Tujuannya

untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan

umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Langkah-langkah

evaluasi adalah sebagi berikut:

a) Daftar tujuan klien

b) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu

27

c) Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien

d) Diskusikan dengan klien apakah tujuan tercapai atau tidak.

TABEL 2.7 Evaluasi Keprawatan

Diagnosa

Keperawatan

Waktu &

Tanggal

Evaluasi

Berdasarkan

SDKI 2017

Waktu dan

tanggal

sesuai

dengan saat

melakukan

tindakan.

S (Subjective):

Subjective adalah adalah data yang didapatkan dari

klien termasuk keluarga melalui suatu interaksi atau

komunikasi persepsi klien, perasaan, dan ide tentang

status kesehatannya.

O (Objective):

Objective adalah data yang dapat diobservasi dan

diukur oleh perawat.

A (Analysis) :

Analysis adalah data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi

diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya

dilakukan tindakan segera.

P (Planning):

Planning merupakan rencana dari tindakan yang akan

diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi,

diagnosis atau labolatorium, serta konseling untuk

tindak lanjut berikutnya. Pada planning biasanya

terdapat tambahan intervensi yang akan

diimplementasikan dibandingkan sebelumnya. Misal;

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang

mengakibatkan kelelahan

2. Monitor kelelahan fisik dan emosional

3. Monitor pola dan jam tidur

4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

melakukan aktivitas

5. Sediakan lingkungan yang aman dan rendah

stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan).

6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.

7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.

8. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

meningkatkan asupan makanan.

28

C. Konsep Penyakit Congestive Heart Failure (CHF)

1. Pengertian

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa

darah untuk mencukupi metablisme jaingan atau hanya bisa melakukannya dengan

tekanan pengisian yang tinggi secara tidak normal. (Saputra, 2013).

Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah

keseluruh tubuh, sehingga tidak memenuhi metabolism tubuh atau terjadinya deficit

penyaluran oksigen ketubuh. (M.Asikin, 2016).

Gagal jantung kongestif atau Congestif Heart Failure (CHF), juga dikenal

dengan gagal jantung, dekompenasasi jantung, insufidiensi jantung, dan

inkompetensi jantung, berarti bahwa jantung gagal dan tidak dapat melaksanakan

tugasnya atau jantung kehilangan efisiensi pompanya. Hal ini disebut

dekompensasi. Congestif Heart Failure adalah sekelompok gejala yang

mempengaruhi individu dengan cara yang berbeda. Jantung akan tetap mencoba

menyesuaikan dengan tuntutan yang dibebankan padanya, terapi yang diberikan

bertujuan membantu jantung menyesuaikan terhadap tuntutan yang dibebankan

terhadap jantung.. Hal ini disebut kompensasi. (T.Kowalski, 2017).

2. Etiologi

Menurut LeMone (2016) etiologi dari gagal jantung disebabkan oleh

beberapa kondisi tertentu yaiu :

1) Kerusakan fungsi miokardium. Hal ini disebabkan oleh penyakit jantug

coroner, kardiomiopati, demam reumatik, dan endocarditis infektif.

2) Peningkatan beban kerja jantung. Hal ini disebabkan oleh hipertensi,

gangguan katup, anemia, dan kelainan jantung kongenital.

3) Kondisi non-jantung akut. Hal ini disebabkan oleh kelebihan beban volume

jantung, hipertiroidisme, demam, infeksi, dan embolus paru masif.

Menurut M.Asikin (2016) yang dapat menyebakan timbulnya gagal jantung

yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan

kntraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload yaitu regurgitasi

aorta dan cacat septum ventrikel. Kondisi yang meningkatkan afterload yaitu

29

stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Dan yang dapat menurunkan kontaktilitas

miokardium yaitu infark miokard dan kardiomiopati.

Selain itu faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan gagal jantung yaitu

stenosis ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya gangguan

pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan tamponade

jantung).

3. Klasifikasi

Menurut LeMone (2016), gagal jantung umumnya diklasifikasikan dalam

beberapa cara berbeda, bergantung pada patologi dasarnya. Beberapa klasifikasi

mencakup gagl sistolik versus diastolic, gagal sebelah kiri versus kanan, gagal

curah tinggiversus curah rendah, dan gagal akut versus kronik.

1) Gagal sistolik versus Diastolik

Gagal sistolik terjadi bila ventrikel gagal berkontraksi secara adekuat

untuk mengeluarkan volume darah yang cukup kedalam sistem arteri. Fungsi

sistolik dipengaruhi oleh kehilangan sel miokardium akibat iskemia atau

infark, kardiomiopati, atau inflamasi. Manifestasi gagal sistolik adalah

manifestasi penurunan curah jantung: kelemahan, keletihan, dan penurunan

toleransi latihan fisik.

Gagal diastolik terjadi bila jantung tidak dapat rileks secara sempurna

pada diastol, menganggu pengisian normal. Pengisian diastolik pasif

menurun meningkatkan pentingnya kontraksi atrium pada preload. Gangguan

fungsi diastolik disebabkan oleh penurunan ventrikel akibat hipertrofi dan

perubahan sel serta kerusakan relaksasi otot jantung.

2) Gagal sebelah kiri versus sebelah kanan

Gagal jantung sebelah kiri disebakan oleh penyakit jantung koroner dan

hipertensi. Gagal jantung sebelah kiri juga dapat menyebabkan gagal sebelah

kanan saat tekanan dalam sistem vaskuler paru meningkat seiring bendungan

dibelakang ventrikel kiri yang mengalami kegagalan. Manifestasi gagal

jantung sebelah kiri terjadi akibat kongesti paru dan penurunan curah jantung.

Keletihan dan intoleransi aktivitas adalah manifestasi awal biasa terjadi.

30

Pusing dan sinkop juga dapat terjadi akibat penurunan curah jantung.

Kongesti paru menyebabkan dispnea, napas pendek, dan batuk. Pasien dapat

ortopnea (sulit bernafas saat berbaring terlentang), yang membutuhkan

pemakaian dua atau tiga bantal atau sandaran bila sulit tidur. Sianosis akibat

kerusakan pertukaran gas dapat terlihat. Pada auskultasi paru, ronki inspirasi

dan mengi dapat terdengar pada dasar paru. Gallop S3 juga dapat muncul,

mencerminkan upaya jantung untuk mengisi ventrikel yan sdah distensi.

Sementara gagal jantung sebelah kanan sering kali disebabkan oleh

kondisi yang membatasi aliran darah ke paru seperti penyakit paru akut atau

kronik. Pada gagal jantung sebelah kanan, peningkatan tekanan pada vaskular

paru atau kerusakan otot ventrikel kanan merusak kemampuan ventrikel

kanan untuk memompa darah menuju sirkulas pulmonaris. Ventrikel dan

atrium kanan menjadi distensi dan darah terakumulasi dalam sistem vena

sistemik.

3) Gagal curah rendah versus curah tinggi

Gagal curah rendah diakibatkan penyakt jantung koroner, hipertensi,

kardiomiopati, dan gangguan jantung primer lain. Sedangkan gagal curah

tinggi adalah terjadinya peningkatan curah jantung namun tidak dapat namun

jajntung tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen.

4) Gagal akut versus kronik

Gagal akut adalah awitan mendadak cidera mokardium yang disebabkan

oleh penurunan mendadak fungsi jantung dan tanda penurunan curah jantung.

Sedangkan gagal kronik adalah perburukan progresif otot jantung akibat

kardiomiopati dan penyakit jantung bawaan.

TABEL 2.8 klasifikasi gagal jantung Menurut New York Heart Association (NYHA)

KELAS DEFINISI ISTILAH

1. Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa

pembatasan aktivitas fisik.

Disfungsi ventrikel kiri

yang asimtomatik.

2. Klien dengan kelainan jantung yang

menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas

fisik.

Gagal jantung ringan.

31

3. Klien dengan kelainan jantung yang

menyebabkan banyak pembatasan aktivitas

fisik.

Gagal jantung sedang

4. Klien dengan kelainan jantung yang segala

bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan

keluhan.

Gagal jantung berat.

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan

kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari

curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis

akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.

Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncuplah yang harus

menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada

setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : preload (jumlah

darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi

yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang

serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan

ventrikel yang arus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan

tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu

komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena arterosklerosis koroner,

hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

Arterosklerosis koroner menyebabkan disfungsi miorkadium karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis

(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului

terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan

afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi

miokard) dapat diaanggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan

mengakibatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,

32

hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan

akhrinya akan terjadi gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan

gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak jantung,

menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat

mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering

mendahuli gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim

dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron,

makan kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan

perfusi jaringan.

33

Disfungsi

Miokard(AMI)

Miokarditis

Beban tekanan

berlebihan

Beban sistolik

berlebihan

Beban volume

berlebihan

Peningkatan

keb.metabolis

me

Kontraktilitas Beban sistole Preload

Kontraktilitas

Hambatan

pengosongan ventrikel

COP

Beban jantung

CHF

Gagal jantung

kanan

Gagal pompa

ventrikel kiri

Gagal pompa

ventrikel kanan

Tekanan diastole

Bendungan

atrium kanan

Bendungan

vena sistemik

lien hepar

splenomegali hepatomegali

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

Forward failure Backward failure

LVED

Tek.Vena PulmonalisSuplai darah

jar.

Suplai O2

otak

Renal flow

Tek.kapiler paru

Edema

paru

Beban ventrikel

kanan

RAAsinkop Metab.

anaerob

Asidosis

metabolik

Penurunan

perfusi

jaringan

Aldosteron

Penimbunan

as.laktat &

ATP

ADH

Hipertropi

ventrikel

kanan

Ronkhi

basah

Penyempitan

lumen ventrikel

kanan

Retensi Na

+ H2O

Retensi Na

+ H2O

Fatigeu

Intoleransi

aktivitas

Kelebihan

Volume

Cairan

Gangguan

pertukaran

gas

PATHWAY CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

34

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat

latihan fisik yang dapat menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya,

secara khas gejala hanya muncul saat melakukan aktivitas. Namun semakin

berat kondisi gagal jantung, semakin menurun toleransi terhadap latihan,

dan gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Dampak

dari curah jantung dan kongestif yang terjadi antara lain :

Tanda Gejala

Tipikal

- Sesak nafas

- Ortopneu

- Paroxysmal nocturnal dyspnoe

- Toleransi aktifitas yang berkurang

- Cepat lelah

- Bengkak di pergelangan kaki

Kurang tipikal

- Batuk di malam / dini hari

- Mengi

- Berat badan bertambah > 2 kg/minggu

- Berat badan turun (gagal jantung

stadium lanjut)

- Perasaan kembung/ begah

- Nafsu makan menurun

- Perasaan bingung (terutama pasien usia

lanjut)

- Depresi

- Berdebar

- Pingsan

Spesifik

- Peningkatan JVP

- Refluks hepatojugular

- Suara jantung S3 (gallop)

- Apex jantung bergeser ke lateral

- Bising jantung

Kurang tipikal

- Edema perifer

- Krepitasi pulmonal

- Sura pekak di basal paru pada perkusi

- Takikardia

- Nadi ireguler

- Nafas cepat

- Hepatomegali

- Asites

- Kaheksia

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia 2015, 2015)

6. Pemeriksaan Diagnostik

1) Ekokardiografi

Ekokardiografi dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.

Baik ekokardiografi transtoraksik maupun ekokardiografi transesofagus

dapat digunakan.

2) Elektrokardiografi

Elektrokardiografi digunakan untuk mengidentifikasi perubahan

EKG yang terkait dengan pembesaran ventrikel dan mendeteksi

disritmia, iskemia miokardium, atau infark.

35

3) Pemeriksaan fungsi tiroid

Pemeriksaan fungsi tiroid termasuk kadar Throid Stimulating

Hormone (TSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dilakukan karena baik

hipertiroidisme maupun hipotiroidisme dapat menjadi penyebab utama

atau penyerta gagal jantung.

4) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat memperlihatkan hasil uji fungsi

hati yang abnormal dan kenaikan kadar ureum serta kreatinin.

5) Pemeriksaan kadar Brain Natriutic Peptide (BNP)

Suatu tes darah yang memperlihatkan kadar. Bersama dengan gejala

klinis, seperti pergelangan kaki yang edema, kadar BNP sangat kuat

mengindikasi gagal jantung.

6) Foto rontgen toraks

Foto rontgen toraks memperlihatkan coracan pembuluh darah

pulmoner yang meningkat, edema interstial, dan kardiomegali.

7. Komplikasi

Beberapa kemungkinan komplikasi gagal jantung menurut LaMone(2016)

yaitu :

1) Pada pernafasan kemungkinan komplikasi yaitu edema paru,

pneumonia, asma kardiak, efusi pleura, asidosis metabolik.

2) Pada kardiovaskuler kemungkinan komplikasi yaitu angina, disritmia,

kematian jantung mendadak, syok kardiogenik.

3) Pada pencernaan kemungkinan komplikasi yaitu malnutrisi, asites, dan

disfungsi hati.

4) Pada integument kemungkinan komplikasi yaitu peningkatan risiko

kerusakan jaringan.

8. Penatalaksanaan

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan

beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama

36

dari fungsi miokardium yaitu dengan penurunan beban awal dengan cara

pembatasan asupan garam dalam makanan juga menurunkan retensi cairan.

Jika gejala menetap dengan pembatasan garam sedang, maka dipelukan

diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Peningkatan

kontraktilitas dengan obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi

miokardium. Pengurangan beban akhir dengan obat vasodilator untuk

menekan efek negatif dari kerja jantung yang meningkat dan curah jantung

yang menurun. (M.Asikin, 2016)

Selain itu penatalaksaan kerja jantung dapat mencakup :

Penanganan penyebab yang mendasari jika penyebab itu diketahui.

Pemberian inhibitor ACE pada pasien yang menderita disfungsi

ventrikel kiri untuk mengurangi produksi angiotensin II yang

hasilnya berupa penurunan preload dan afterload.

Pemberian digoksin pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh

disfungsi sistolik ventrikel kiri, pemberian digoksin dilakukan untuk

meningkatkan kontraktilitas miokardium, memperbaiki curah

jantung, menguruangi volume ventrikel, dan mnegurangi rengangan

ventrikel.

Pemberian diuretic untuk menurunkan kelebihan muatan volume

cairan dan aliran balik vena.

Pemberian preparat beta bloker pasien gagal jantung kelas II atau III

untuk mencegah remodeling.

Terapi inotropic dengan dobutamin atau milrinone untuk penangan

akut eksaserbasi gagal jantung.

Terapi inotropik kronis atau intermitten kronis untuk menambah

kontraktilitas ventrikel guna menghindari eksaserbasi pada pasien

gagal jantung kelas IV NYHA.

Pemberian nesiritida, yaitu human B-type natriuretic peptide, untuk

meningkatkan diuresis dan mengurangi afterload dalam pelaksanaan

eksaserbasi gagal jantung.

37

Pemberian diuretik, morfin, dan oksigen untuk mengatasi edema

paru.

Modifikasi gaya hidup seperti penurunan berat badan, pembatasan

asupan natrium serta alkohol, pengurangan asupan lemak,

penghentian kebiasaan merokok, pengurangan stress, dan

pengembangan program latihan.

Pembedahan bypass arteri koronaria atau angioplasty untuk gagal

jantung akibat PJK (Penyakit Jantung Koroner). (Kowalak, 2017).