42
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian Fikih Munakahat Fikih menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan seorang pembicara dari pembicaraannya. 9 Fikih, secara terminologis, adalah hukum-hukum syarak yang bersifat praktis (samaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci. Dalam istilah lain dikatakan: Fikih menurut istilah adalah mengetahui hukum-hukum syarak mengenai perbuatan yang diambil melalui dalil-dalilnya yang terperinci.” 10 Kalau fikih dihubungkan dengan perkataan ilmu, akan menjadi ilmu fikih. Ilmu fikih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang direkam di dalam kitab-kitab Hadis. 11 Sedangkan yang dimaksud dengan Fikih Munakahat adalah ilmu yang membahas tentang hukum atau Perundang-undangan Islam yang khusus membahas pernikahan (perkawinan), dan yang berhubungan dengannya, seperti cara meminang, walimatul arusy, 9 Ahmad Hanafi, Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), Cet. Ke-7, Hlm. 10. 10 Ibid. 11 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Hlm. 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan

2.1.1. Pengertian Fikih Munakahat

Fikih menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan

seorang pembicara dari pembicaraannya.9

Fikih, secara terminologis, adalah hukum-hukum syarak

yang bersifat praktis (samaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil

yang terperinci. Dalam istilah lain dikatakan: “Fikih menurut istilah

adalah mengetahui hukum-hukum syarak mengenai perbuatan yang

diambil melalui dalil-dalilnya yang terperinci.”10

Kalau fikih dihubungkan dengan perkataan ilmu, akan

menjadi ilmu fikih. Ilmu fikih adalah ilmu yang bertugas

menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi

Muhammad SAW yang direkam di dalam kitab-kitab Hadis.11

Sedangkan yang dimaksud dengan Fikih Munakahat adalah

ilmu yang membahas tentang hukum atau Perundang-undangan

Islam yang khusus membahas pernikahan (perkawinan), dan yang

berhubungan dengannya, seperti cara meminang, walimatul arusy,

9Ahmad Hanafi, Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),

Cet. Ke-7, Hlm. 10. 10

Ibid. 11

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Hlm. 5.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

20

thalaq, rujuk, tanggung jawab suami istri dan lain-lain yang

berdasarkan al-Quran, Hadis, Ijma‟ dan Qiyas.12

2.1.2. Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan

berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan,

maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh

Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang

biak, dan melestarikan hidupnya13

.

Nikah, menurut bahasa: al-jam‟u dan al-dhamu yang

artinya kumpul.14

Makna nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu

al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan (wath‟u al-

zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang hampir sama

dengan di atas juga dikemukakan oleh Rahmad Hakim, bahwa kata

nikah berasal dari bahasa Arab „nikahun” yang merupakan masdar

atau asal kata dari kata kerja (fi‟il madhi) “nakaha”, sinonimnya

“tazawwaja” kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

sebagai perkawinan. Kata nikah sering juga dipergunakan sebab

telah masuk dalam bahasa Indonesia.15

12H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap

(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Hlm. 6.

13

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I (Bandung: Pustaka Setia, 1999),

Hlm. 9; Supiana dan M. Karman, Materi pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

Cet ke-3, Hlm. 125.

14

Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair,

Wasiat, Kata Mutiara, Alih Bahasa, Kuais Mandiri Cipta Persada, (Jakarta: Qisthi Press, 2003),

Hlm. 5.

15

Rahmad Hakim, Hukum Perkawinan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2000) Hlm. 11.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

21

Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan

dengan kata perkawinan. Dalam bahasa Indonesia, “perkawinan”

berasal dari bahasa “kawin”, yang menurut bahasa, artinya

membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan

kelamin atau bersetubuh.16

Istilah “kawin” digunakan secara umum

untuk tumbuhan, hewan dan manusia dan menunjukan proses

generatif secara alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan

pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum

nasional, adat istiadat dan terutama menurut agama. Makna nikah

adalah akad atau ikatan, karena dalam suatu proses pernikahan

terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan

kabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki). Selain itu, nikah

bisa juga diartikan sebagai bersetubuh.17

Adapun menurut syarak: nikah adalah akad serah terima

antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling

memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah

bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang

sejahtera. Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad

yang secara keseluruhan di dalamnya mengandung kata; inkah atau

tazwij. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang ditulis oleh Zakiyah

Darajat dan kawan-kawan yang memberikan definisi perkawinan

16Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, Departemen Pendidikan

Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), Hlm. 456.

17

Abd. Rachman Assegaf, Studi Islam Kontekstual Elaborasi Paradigma Baru Muslim

Kaffah (Yogyakarta: Gama Media, 2005), Hlm. 131.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

22

sebagai berikut: “Akad yang mengandung ketentuan hukum

kebolehan hubungan kelamin dengan lafaz nikah atau tazwij atau

yang semakna keduanya.”18

Di bawah adalah pengertian pernikahan ditinjau dari

berbagai sudut pandang, diataranya menurut Empat Imam

Madzhab, pendapat para sarjana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 dan Kompilasi Hukum Islam, berikut adalah penjelasannya:

2.1.2.1. Pengertian Pernikahan Menurut Empat Imam

Madzhab

2.1.2.1.1. Madzhab Hanafi

Nikah itu adalah akad yang memfaidahkan

memiliki, bersenang-senang dengan sengaja.

2.1.2.1.2. Madzhab Syafi’i

Nikah adalah akad yang mengandung

ketentuan hukum kebolehan watha‟ dengan lafadz

nikah atau tazwij atau yang satu makna dengan

keduanya.

2.1.2.1.3. Madzhab Maliki

Nikah adalah akad yang mengandung

ketentuan hukum semata-mata untuk

memperbolehkan watha‟, bersenang-senang dan

18Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), Jilid II, Hlm.

48.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

23

menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita

yang dinikahinya.

2.1.2.1.4. Madzhab Hanbali

Nikah adalah akad dengan mempergunakan

lafadz nikah atau tazwij guna memperbolehkan

manfaat, bersenang-senang dengan wanita.19

2.1.2.2. Pengertian Pernikahan Menurut Para Sarjana

2.1.2.2.1. Prof. R.Subekti, SH.

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk

waktu yang lama.20

2.1.2.2.2. Prof. Ali Afandi, SH.

Perkawinan adalah suatu persetujuan

kekeluargaan.21

2.1.2.2.3. Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, SH.

Perkawinan yaitu suatu hidup bersama dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam

peraturan hukum perkawinan.22

19Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), Hal. 7.

20

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Hal. 23.

21

Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1997), Hal. 94.

22

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung,

1984), Hal. 7.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

24

2.1.2.2.4. Prof. Soedirman Kartohadiprodjo, SH.

Perkawinan adalah suatu hubungan antara

seorang wanita dan seorang pria yang bersifat

abadi.23

2.1.2.3. Pengertian Pernikahan Menurut Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.24

2.1.2.4. Pengertian Pernikahan Menurut Kompilasi Hukum

Islam Pasal 2

Perkawinan adalah pernikahan atau akad yang

sangat kuat atau mitsaqan galidzan untuk menaati perintah

Allah dan melakukannya adalah merupakan ibadah.25

2.1.3. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

2.1.3.1. Tujuan Pernikahan

Perkawinan adalah merupakan tujuan syariat yang

dibawa Rasulullah SAW, yaitu penataan hal ihwal

manusia dalam kehidupan dunia dan ukhrowi. Berikut

adalah tujuan-tujuan pernikahan menurut batang tubuh

23Soedirman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia

Indonesia,1984), Hal. 7.

24

Amir Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2004), Hal. 43.

25

Ibid

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

25

ajaran fikih, Zakiyah Darajat dkk dan Sulaiman Al-

Mufarraj, yakni:

2.1.3.1.1. Rub‟al-ibadat, yang menata hubungan

manusia selaku makhluk dengan khaliknya.

2.1.3.1.2. Rub‟al-muamalat, yang manata hubungan

manusia dalam lalu lintas pergaulannya

dengan sesamanya untuk memenuhi hajat

hidupnya sehari-hari.

2.1.3.1.3. Rub‟al-munakahat, yaitu yang menata

hubungan manusia dalam lingkungan

keluarga.

2.1.3.1.4. Rub‟al-jinayat, yang menata

pengamanannya dalam suatu tertib

pergaulan yang menjamin

ketenteramannya.26

2.1.3.1.5. Mendapatkan dan melangsungkan

keturunan;

2.1.3.1.6. Memenuhi hajat manusia menyalurkan

syahwatnya dan menumpahkan kasih

sayangnya;

2.1.3.1.7. Memenuhi panggilan agama, memelihara

diri dari kejahatan dan kerusakan;

26Ali Yafie, Pandangan Islam Terhadap Kependudukan Dan Keluarga Berencana,

(Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama dan BKKBN, 1982), Hlm. 1.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

26

2.1.3.1.8. Menumbuhkan kesungguhan untuk

bertanggung jawab menerima hak serta

kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk

memperoleh harta kekayaan yang halal;

2.1.3.1.9. Membangun rumah tangga untuk

membentuk masyarakat yang tenteram atas

dasar cinta dan kasih sayang.27

2.1.3.1.10. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada

Allah SWT. Nikah juga dalam rangka taat

kepada Allah SWT dan Rasul-Nya;

2.1.3.1.11. Untuk „iffah (menjauhkan diri dari hal-hal

yang dilarang); ihsan (membentengi diri)

dan mubadho‟ah (bisa melakukan

hubungan intim);

2.1.3.1.12. Memperbanyak umat Muhammad SAW;

2.1.3.1.13. Menyempurnakan agama;

2.1.3.1.14. Menikah termasuk sunnahnya para utusan

Allah;

2.1.3.1.15. Melahirkan anak yang dapat memintakan

pertolongan Allah untuk ayah dan ibu

mereka saat masuk surga;

27

Zakiyah Darajat Dkk, Ilmu fikih (Jakarta: Depag RI, 1985) Jilid 3, Hlm. 64

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

27

2.1.3.1.16. Menjaga masyarakat dari keburukan,

runtuhnya moral, perzinaan dan lain

sebagainya;

2.1.3.1.17. Legalitas untuk melalukan hubungan intim,

menciptakan tanggunga jawab bagi suami

dalam memimpin rumah tangga, memberikan

nafkah dan membantu istri di rumah;

2.1.3.1.18. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda

sehingga memperkokoh lingkaran keluarga;

2.1.3.1.19. Saling mengenal dan menyayangi;

2.1.3.1.20. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam

jiwa suami dan istri;

2.1.3.1.21. Sebagai pilar untuk membangun rumah

tangga Islam yang sesuai dengan ajaran-Nya

terkadang bagi orang yang tidak

menghiraukan kalimat Allah SWT maka

tujuan nikahnya akan menyimpang;

2.1.3.1.22. Suatu tanda kebesaran Allah SWT kita

melihat orang yang sudah menikah, awalnya

mereka tidak saling mengenal satu sama

lainnya, tetapi, dengan melangsungkan tali

pernikahan hubungan keduanya bisa saling

mengenal dan sekaligus mengasihi;

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

28

2.1.3.1.23. Memperbanyak keturunan umat Islam dan

menyemarakkan bumi melalui proses

pernikahan;

2.1.3.1.24. Untuk mengikuti panggilan iffah dan

menjaga pandangan kepada hal-hal yag

diharapkan.28

2.1.3.2. Hikmah Pernikahan

Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena

akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat

dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah pernikahan

adalah:

2.1.3.2.1. Nikah adalah jalan alami yang paling baik

dan sesuai untuk menyalurkan dan

memuaskan naluri seks, dengan kawin badan

jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara

dari melihat yang haram dan perasaan tenang

menikmati barang yang berharga;

2.1.3.2.2. Nikah, jalan terbaik untuk membuat anak-

anak menjadi mulia, memperbanyak

keturunan, melestarikan hidup manusia, serta

memelihara nasib yang oleh Islam sangat

diperhatikan sekali;

28Sulaiman Al-Mufarraj, Op.cit., Hlm. 51.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

29

2.1.3.2.3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh

saling melengkapi dalam suasana hidup

dengan anak-anak dan akan tumbuh pula

perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang

yang merupakan sifat-sifat baik yang

menyempurnakan kemanusiaan seseorang;

2.1.3.2.4. Menyadari tanggung jawab beristri dan

menanggung anak-anak menimbulkan sikap

rajin dan sungguh-sungguh dalam

memperkuat bakat dan pembawaan

seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena

dorongan tanggung jawab dan memikul

kewajibannya sehingga ia akan banyak

bekerja dan mencari penghasilan yang dapat

memperbesar jumlah kekayaan dan

memperbanyak produksi. Juga dapat

mendorong usaha mengeksploitasi kekayaan

alam yang dikaruniakan Allah bagi

kepentingan hidup masnusia;

2.1.3.2.5. Pembagian tugas, dimana yang satu

mengurusi rumah tangga, sedangkan yang

lain bekerja di luar, sesuai dengan batas-batas

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

30

tanggung jawab antara suami-istri dalam

menangani tugas-tuganya;

2.1.3.2.6. Pernikahan dapat membuahkan, di antaranya:

tali kekeluargaan, memperteguh

kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan

memperkuat hubungan masyarakat, yang

memang oleh Islam direstui, ditopang dan

ditunjang. Karena masyarakat yang saling

menunjang lagi saling menyayangi

merupakan masyarakat yang kuat lagi

bahagia.29

2.1.3.3. Tujuan Pernikahan Menurut Kompilasi Hukum Islam

Pasal 3

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan

rahmah.30

2.1.3.4. Tujuan Pernikahan Menurut Hukum Adat

Adalah untuk kehidupan manusia itu sendiri, baik

dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa

dan negara serta agama.31

29Ibid, Hlm. 21.

30

Ibid

31

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995),

Hlm. 70.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

31

2.1.4. Landasan Hukum Pernikahan

Hukum pernikahan, yaitu hukum yang mengatur hubungan

antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran

kebutuhan biologis antar jenis dan hak serta kewajiban yang

berhubungan dengam akibat perkawinan tersebut.

Pernikahan/perkawinan adalah sunatullah, hukum alam di

dunia. Perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan oleh

tumbuh-tumbuhan, karenanya menurut para Sarjana Ilmu Alam

mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua

pasangan. Misalnya, air yang kita minum (terdiri dari Oksigen dan

Hidrogen), listrik ada positif dan negatifnya dan sebagainya.32

2.1.4.1. Dalam Al-Quran

Surat An-Nuur ayat 32

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara

kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari

hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba

sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah

32H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah, terjemah Agus Salim (Jakarta: Pustaka Amani,

2008), Edisi Ke-2, Hlm. 1.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

32

akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah

Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.”33

Surat Ar-Rad ayat 38

“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul

sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka

isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi

seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat)

melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa adab

kitab (yang tertentu).”34

Surat Az-Zariyat ayat 49

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”35

33

QS. An-Nuur (24):32, Quran In Word 1.3 34

QS. Ar-Rad (13):38, Quran In Word 1.3 35

QS. Az-Zariyat (51):38, Quran In Word 1.3

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

33

Surat Yasiin ayat 36

“Maha suci Allah yang telah menciptakan pasangan-

pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan

oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang

tidak mereka ketahui.”36

2.1.4.2. Dalam Fikih Munakahat

2.1.4.2.1. Wajib

Bagi orang yang telah memiliki kemauan

dan kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan

akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya

tidak menikah maka hukumnya wajib. Bagi orang

yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan

tergoda pada kejahatan (zina).

2.1.4.2.2. Sunah

Bagi orang yang telah mempunyaikemauan

dan kemampuan untuk menikah dan tetapi kalau

tidak menikah tidak dikhawatirkan akan berbuat

zina maka hukumnya sunah. Bagi orang yang

berkehendak serta mampu memberi nafkah.

36

QS. Yasin (36):36, Quran In Word 1.3

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

34

2.1.4.2.3. Haram

Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan

dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung

jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban

dalam rumah tangga sehingga jika menikah akan

terlantarlah dirinya dan istrinya maka hukumnya

haram. Bagi orang yang berniat akan menyakiti

perempuan yang dinikahinya.

2.1.4.2.4. Makruh

Bagi orang yang mempunyai kemampuan

untuk melakukan pernikahan juga cukup

kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak

memungkinkan dirinya tergelincir pada perbuatan

zina sekiranya tidak menikah. Hanya saja orang ini

tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat

memenuhi kewajiban suami istri dengan baik. Bagi

orang yang tidak mampu memberi nafkah.

2.1.4.2.5. Mubah

Bagi orang yang mempunyai kemampuan

untuk melakukan pernikahan tetapi apabila tidak

melakukannya tidak khawatir berbuat zina dan

apabila melakukannya juga tidak akan

menelantarkan istri. Hanya untuk memenuhi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

35

kesenangan bukan dengan tujuan menjaga

kehormatan agama dan membina keluarga

sejahtera.37

2.1.4.3. Dalam Undang-Undang Pernikahan Tahun 1974

Pasal 2

Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu. Tiap-

tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundan-

undangan yang berlaku.38

2.1.4.4. Dalam KHI Pasal 4

Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.39

2.1.5. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan Dalam Fikih Munakahat

Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah

atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk

dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk

wudu dan takbiratul ihram untuk shalat.40

Atau adanya calon

pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan.

37

Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), Hlm. 18. 38

Ibid 39

Disalin dari “Kompilasi Hukum Islam Indonesia”, Direktorat Pembinaan Peradilan

Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001. 40

Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), Cet. Ke I, Juz

I, Hlm. 9; Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Hlm. 45-46.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

36

Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menetukan sah

dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak

termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat

untuk shalat atau menurut Islam calon pengantin laki-

laki/perempuan itu harus beragama Islam.

Sah, yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun

dan syarat.41

Pernikahan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-

akad lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak

yang mengadakan akad. Adapun rukun nikah adalah:

1) Mempelai laki-laki;

2) Mempelai perempuan;

3) Wali nikah;

4) Dua orang saksi;

5) Shigat ijab kabul.42

Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah

Ijab Kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat pernikahan ialah syarat

yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat-syarat

bagi calon mempelai, wali, saksi dan ijab kabul. Berikut adalah

penjelasan syarat-syarat pernikahan:

41

Ibid 42

Slamet Abidin dan H. Amiuddin, Fiqh Munakahat (Bandung: Pustaka Setia, 1999),

Hlm. 68.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

37

2.1.5.1.1. Syarat-syarat Suami

1) Bukan mahram dari calon istri;

2) Tidak terpaksa atas kemauan sendiri;

3) Orangnya tertentu, jelas orangnya;

4) Tidak sedang ihram.

2.1.5.1.2. Syarat-syarat Istri

1) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak

bersuami, bukan mahram, tidak sedang

dalam iddah;

2) Merdeka, atas kemauan sendiri;

3) Jelas orangnya;

4) Tidak sedang berihram.

2.1.5.1.3. Syarat-syarat Wali

1) Laki-laki;

2) Baligh;

3) Sehat akalnya;

4) Tidak dipaksa;

5) Adil;

6) Tidak sedang ihram.

2.1.5.1.4. Syarat-syarat Saksi

1) Laki-laki;

2) Baligh;

3) Sehat akalnya;

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

38

4) Adil;

5) Dapat mendengar dan melihat;

6) Bebas, tidak dipaksa;

7) Tidak sedang mengerjakan ihram;

8) Memahami bahasa yang dipergunakan

untuk ijab qabul.

2.1.5.1.5. Syarat-syarat Shigat

Shigat (bentuk akad) hendaknya

dilakukan dengan bahasa yang dapat

dimengerti oleh orang yang melakukan akad,

penerima akad dan saksi, shigat hendaknya

mempergunakan ucapan yang menunjukkan

waktu lampau, atau salah seorang

mempergunakan kalimat yang menunjukkan

waktu yang akan datang.43

Mempelai laki-laki dapat meminta kepada wali pengantin

perempuan: “Kawinkanlah saya dengan anak perempuan Bapak.”

Kemudian dijawab: “Saya kawinkan dia (anak perempuannya)

denganmu.” Permintaan dan jawaban itu sudah berarti perkawinan.

Shigat itu hendaknya terikat dengan batasan tertentu supaya

akad itu dapat berlaku. Misalnya, dengan ucapan: “Saya nikahkan

engkau dengan anak perempuan saya.” Akad ini sah dan berlaku.

43

Ibid, Hlm. 35-35

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

39

Akad yang bergantung kepada syarat atau waktu tertentu, tidak

sah.44

Dari uraian di atas menjelaskan bahwa akad nikah atau

perkawinan yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya

menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum, begitu

juga sebaliknya.

2.1.6. Larangan Pernikahan Dalam Fikih Munakahat

Pengertian larangan dalam pernikahan pada pembahasan ini

adalah larangan untuk menikah antara seorang pria dan seorang

wanita menurut ketentuan syarak. Diantaranya adalah:

2.1.6.1. Larangan Pernikahan Karena Pertalian Nasab

Dalam kaitan dengan larangan menikah, tersebut

didasarkan pada firman Allah SWT.:

...

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-

anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang

perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;

saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-

44

Ibid.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

40

anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

perempuan...”45

Berdasarkan ayat di atas, wanita-wanita yang haram

dinikahi untuk selamanya (halangan abadi) karena

pertalian nasab adalah:

1) Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis

keturunan ke atas, yaitu ibu, nenek (baik dari pihak

ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas).

2) Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan

darah dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak

perempuan, cucu perempuan, baik dari anak laki-laki

maupun anak perempuan dan seterusnya ke bawah.

3) Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja

atau seibu saja.

4) Bibi: saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara

sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

5) Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak

perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan

dan seterusnya ke bawah.46

2.1.6.2. Larangan Nikah Karena Hubungan Sesusuan

Hubungan sepersusuan yang dilarang untuk menikah

adalah:

45

QS. An-Nisa(4):23, Quran In Word 1.3 46

Zakiyah Darajat dkk, Op.Cit., Hlm. 85.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

41

1) Ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui, maksudnya

seorang wanita yang pernah menyusui seorang anak,

dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu

sehingga haram melakukan perkawinan.

2) Nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui

atau ibu dari suami yang menyusui itu, suami dari ibu

yang menyusui itu dipandang seperti ayah bagi anak

susuan sehingga haram melakukan pernikahan.

3) Bibi susuan, yakni saudara perempuan ibu susuan atau

saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya

ke atas.

4) Kemenakan susuan perempuan, yakni anak

perempuan dari saudara ibu susuan.

5) Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah

kandung maupun seibu saja.47

2.1.6.3. Wanita Yang Haram Dinikahi Karena Hubungan

Mushaharah (Pertalian Kerabat Semenda)

Pertalian kerabat semenda perinciannya adalah

sebagai berikut:

1) Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan

seterusnya ke atas, baik garis ibu atau ayah.

47

Zakiyah Darajat dkk, Op.Cit., Hlm. 86-87.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

42

2) Anak tiri, dengan syarat kalau telah terjadi hubungan

persetubuhan antara suami dengan ibu anak tersebut.

3) Menantu, yakni istri anak, istri cucu dan seterusnya ke

bawah.

4) Ibu tiri, yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak

disyaratkan harus adanya hubungan seksual antara ibu

dengan ayah.

2.1.6.4. Wanita Yang Haram Dinikahi Karena Sumpah Li’an

Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina

tanpa mendatangkan empat orang saksi, maka suami

diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali

dilanjtukan dengan menyatakan bersedia menerima laknat

Allah apabila tindakakannya itu dusta. Istri yang mendapat

tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau mau

bersumpah seperti suami di atas empat kali dan yang

kelima kalinya diteruskan bersedia mendapat laknat bila

tuduhan suami itu benar. Sumpah demikian disebut

sumpah li‟an. Apabila terjadi sumpah li‟an antara suami

istri maka putuslah hubungan perkawinan keduanya untuk

selamanya.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

43

2.1.6.5. Wanita Yang Haram Dinikahi Tidak Untuk

Selamanya (Larangan Yang Bersifat Sementara)

Wanita Yang Haram Dinikahi Tidak Untuk

Selamanya (Larangan Yang Bersifat Sementara) adalah

sebagai berikut:

1) Dua perempuan bersaudara haram dinikahi oleh

seorang laki-laki dalam waktu bersamaan; maksudnya

mereka haram dimadu dalam waktu yang bersamaan.

Apabila mengawini mereka berganti-ganti, seperti

seorang laki-laki mengawini seorang wanita,

kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai,

maka laki-laki itu boleh mengawini adik atau kakak

perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia

tersebut.

2) Wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain

haram dinikahi oleh seorang laki-laki.

3) Wanita yang sedang dalam idah cerai maupun idah

ditinggal mati.

4) Wanita yang ditalak tiga haram kawin lagi dengan

bekas suaminya, kecuali kalau sudah kawin lagi

dengan orang lain dan telah berhubungan badan serta

dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa

idahnya.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

44

5) Wanita yang sedang melakukan ihram baik ihram

umrah maupun ihram haji tidak boleh dikawini.

2.2. Tinjauan Tentang Hukum Adat

Hukum adalah suatu kaidah, aturan atau tatanan dalam salah satu aspek

kebudayaan yang tidak berwujud benda. Jika ia berwujud benda, maka wujudnya

berbentuk kitab, sedangkan kitab tidak harus berbentuk suatu Undang-undang tapi

ada juga yang hanya berbentuk tulisan, di daun lontar atau pada bait bertulis. Jika

ia tidak tertulis, maka ia berbentuk dongeng-dongeng suci atau mitos atau

pepatah-pepatah adat.

Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang bersifat ajeg (rutin)

dilakukan terus-menerus dipertahankan oleh para penduduknya. Kebiasaan

merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa. Ia adalah penjelmaan jiwa bangsa,

yang terus-menerus berkembang secara evolusi dari abad ke abad. Namun

perkembangan itu ada yang cepat dan ada pula yang lambat, sesuai perkembangan

masyarakat tertentu.48

2.2.1. Pengertian Hukum Adat Menurut Para Sarjana

2.2.1.1. Menurut Prof. DR. Supomo, SH.

Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis di

dalam peraturan-peraturan legislatif meliputi peraturan-

peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang

berwajib untuk ditaati dan didukung oleh rakyat

48

Dominikus Rato, Pengantar Hukum Adat, (Yogyakarta: Laks Bang pres Sindo, 2009),

Hlm. 107.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

45

berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-

peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

2.2.1.2. Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma

Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam

hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari

keluarga dan mereka telah mengatur dirinya dan

anggotanya menurut kebiasaan dan kebiasaan itu akan

dibawa dalam bermasyarakat dan bernegara.

2.2.1.3. Menurut Prof. MR. C. Van Vollenhaven

Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber

kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah

Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya

yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh

kekuasaan Belanda dahulu.

2.2.1.4. Menurut DR. Sukanto

Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang

kebanyakan tidak dikitabkan, tidak kodifikasi dan bersifat

paksaan mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat

hukum.

2.2.1.5. Menurut MR. J.H.P. Bellefroid

Hukum adat adalah peraturan hidup yang meskipun

tidak diundangkan oleh penguasa untuk dihormati dan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

46

ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-

peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.

2.2.1.6. Menurut MR. B. Terhaar

Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang

menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris

hukum (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa serta

pengaruh dan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta-

merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.

2.2.1.7. Menurut Suroyo Wignjodipuro

Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma

yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu

berkembang serta meliputi peraturan tingkah laku manusia

dalam kehidupan sehari-hari.49

2.2.2. Sejarah Hukum Adat Indonesia

Peratuan adat istiadat kita ini, pada hakikatnya sudah

terdapat pada zaman kuno, zaman pra-Hindu. Adat istiada yang

hidup dalam masyarakat pra-Hindu tersebut menurut ahli-ahli

hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia.

Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam dan kultur

Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli tersebut

dan sejak lama menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia

sebagai suatu hukum adat. Sehingga hukum adat yang kini hidup

49

Abdulrahman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia,

(Cendana Press, 2008), Hlm. 18.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

47

pada rakyat itu adalah hasil akulturasi antara peraturan-peraturan

adat istiadat zaman pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup

yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen.

2.2.2.1. Pada Zaman Melayu Polinesia (Pra Hindu)

Menurut para ahli sejarah nenek moyang bangsa

Indonesia meninggalkan daratan Asia dan memasuki

kepulauan Indonesia berlaku sejak sekitar tahun 1500 SM –

300 SM. Kedatangan mereka di Indonesia terjadi dalam dua

gelombang, yaitu Proto Malaio (Melayu Tua) dan Deutoro

Malaio (Melayu Muda). Besar kemungkinan di antara

kelompok Melayu Muda itu sudah dipengaruhi ajaran

Filsafat Kong Hu Chu (551 SM – 479 SM) yang

membedakan antara “Li” (adat sopan santun) dan “Yen”

(Cinta kasih sesama manusia). Sedangkan pada kelompok

masyarakat Melayu Tua, perilaku budayanya masih

dipengaruhi zat kesaktian yaitu paduan kesaktian (di sekitar

manusia itu ada yang ghaib yang mengawai kehidupannya),

sari kesaktian (dalam diri manusia itu ada jiwa semangat),

Sang Hyang Kesaktian (ada Tuhan Yang Kuasa),

pengantara kesaktian (ada manusia yang dapat

berhubungan dengan yang ghaib).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

48

2.2.2.2. Pada Zaman Hindu (Kultur Hindu)

Bukti-bukti bahwa dulu sebelum bangsa asing

masuk ke Indonesia sudah ada hukum adat, adalah sebagai

berikut:

a) Tahun 1000, pada zaman Hindu, raja Dharmawangsa

dari Jawa Timur dengan kitabnya disebut Civacasana.

b) Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit,

membuat kitab yang disebut Kitab Gajah Mada.

c) Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat

kitab Adigama.

d) Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum

Kutaramanawa.

2.2.2.3. Pada Zaman Islam (Kultur Islam)

a) Zaman Demak

Pada mulanya Kkerajaan Islam Demak hanya

memusatkan perhatian kepada dakwah Islam, yang

dipusatkan di masjid Demak, sehingga walaupun

urusan pemerintahan dan hukum Islam namun dalam

pelaksanaan peradilan agaknya masih dipengaruhi oleh

sistem yang berlaku di zaman Majapahit, yaitu

dibedakannya peradilan perdata yang merupakan

urusan raja dan peradilan padu yang berlaku dan

diselesaikan sendiri oleh masyarakat dengan damai.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

49

b) Zaman Mataram II

Di masa kekuasaan Sultan Muhammad Maulana

Matarami, diubahnya tahun saka menjadi Tarikh Islam

Jawa yang sesuai dengan Tarikh Islam. Begitu pula

dengan sistem peradilan Sitinggil menjadi peradilan

Surambi. Jadi, persidangan pemeriksaan perkara

tertuduh tidak lagi berlaku di masa pesakitan diikat

kaki serta tangannya dan harus tengkurap 50 meter

jaraknya dari raja yang duduk di singgasana, melainkan

diperiksa dan diadili dalam suatu majelis peradilan di

serambi Masjid Agung. Peradilan ini dilaksanakan atas

dasar musyawarah dan mufakat.

c) Zaman Cirebon dan Banten

Hukum yang berlaku masih sangat dipengaruhi oleh

hukum dan peradilan menurut sistem dari masa

pengaruh kekuasaan Sultan Agung Mataram, sistem

peradilan yang berlaku adalah Peradilan Agama

(memeriksa dan mengadili perkara yang dapat dijatuhi

hukuman badan atau hukuman mati, karena sifat

kejahatannya membahayakan negara), Pengadilan

Dirigama (memeriksa dan mengadili perkara-perkara

pelanggaran adat yang diadili berdasarkan hukum adat

Jawa Kuno dengan memperhatikan hukum adat yang

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

50

berlaku setempat, Peradilan Cilaga (memeriksa dan

mengadili perkara-perkara yang menyangkut

perselisihan perekonomian/perdagangan).

2.2.2.4. Pada Zaman Hindia Belanda (Kultur Kristen)

Sebelum datang VOC belum ada penelitian tentang

hukum adat dan semasa VOC karena ada kepentingan atas

negara jajahannya (menggunakan politik opportunity),

maka Heren 17 (pejabat di negeri Belanda yang mengurus

negara-negara jajahan (Indonesia) tepatnya yaitu pada

tanggal 1 Maret 1621 yang baru dilaksanakan pada tahun

1625 yaitu pada pemerintahan De Carventer yang

sebelumnya mengadakan penelitian dulu dan akhirnya

sampaipada suatu kesimpulan bahwa di Indonesia masih

ada hukum ada yang hidup.

2.2.2.5. Pada Zaman Setelah Kemerdekaan

a) Zaman Jepang

Pendudukan Jepang mengandung arti yang penting

bagi perubahan masyarakat yang menyebabkan

terjadinya perubahan-perubahan nilai budaya dan

pergeseran-pergeseran atau perubahan dalam hukum

adat. Kehidupan ekonomi rakyat yang sulit, sifat

perilaku militer Jepang yang kasar, rakyat dikejar-kejar

untuk melakukan kerja paksa membangun lapangan

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

51

udara, lubang-lubang perlindungan, tempat-tempat

pertahanan Jepang, para pemuda dilatih mejadi heiho

(pembantu militer) atau gyun gun (tentara sukarela,

peta).

b) Zaman Perjuangan

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada

tanggal 17 Agustus 1945, adalah berdasarkan hukum

adat, sebagai kelanjutan dari keputusan Kongres

Pemuda Indonesia tahun 1982 dan perjuangan

pergerakan kemerdekaan Indonesia sebelumnya.

Dikatakan berdasarkan hukum adat oleh karena

kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa (hukum

rakyat) dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan

karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri

keadilan. Demikian dinyatakan pada alinea pertama

Piagam Jakarta yang ditandatangani Soekarno Hatta

dan tujuh pemimpin lainnya. Isi piagam tersebut

kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945.

c) Sejak UUDS 1950

Di dalam UUDS 1950 hal-hal yang menyangkut

hukum adat antara lain dinyatakan sebagai berikut:

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

52

1) Pasal 25 (2) UUDS, “Perbedaan dalam kebutuhan

masyarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat

akan diperhatikan”.

2) Pasal 102, “Kodifikasidi dalam kitab-kitab hukum

dan membolehkan adanya peraturan tentang

beberapa hal di dalam Undang-Undang tersendiri”.

3) Pasal 104, dimana istilah hukum adat digunakan

dengan jelas untuk dapat dipergunakan sebagai

dasar menjatuhkan hukuman oleh pengadilan di

dalam keputusan-keputusannya.

Apabila dalam praktik peradilan di masa berlakunya

UUDS 1950 telah menunjukkan adanya pengertian

hukum adat yang berkembang, diantaranya masih

digunakan hukum adat lokal dan sudah diarahkannya

pula pada hukum adat yang bersifat nasional, maka

begitu pula yang nampak di kalangan para ilmuwan

hukum (adat) terjadinya pergeseran dan

mengembangkannya pengertian hukum adat. Hal mana

dapat dilihat dari beberapa pendapat tentang hukum

adat oleh para sarjana pada waktu itu.

d) Sejak Dekrit 5 Juli 1959

Berdasarkan ketetapan MPRS No. II/1960 maka

hukum adat menjadi landasan tata hukum nasional.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

53

Dengan adanya Tap MPRS tersebut maka sebagaimana

dikatakan Prof. DR. Moh. Koesnoe, SH. Hukum adat

itu berkembang sebagai berikut:

1) Bahwa hukum adat tidak lagi dinyatakan sebagai

hukum golongan yang lambat laun harus hilang

karena perkembangan dan karena tertuang dalam

kodifikasi dan UU hukum adat dengan ketetapan

tersebut merupakan landasan, dasar susunan dan

sumber nasional. Dengan kata lain, hukum adat

bukan hanya sebagai hukum nasional, tetapi

hukum nasional Indonesia.

2) Bahwa pengertian hukum adat tidak akan lagi

dapat mengikuti pengertian-pengertian yang

diterima pada waktu sebelum perang dunia kedua

dengan ciri-cirinya yang diketahui pada waktu itu.

3) Bahwa akibat perubahan kedudukan di atas, yaitu

berubah isi dan juga lingkungan kuasanya atas

orang dan ruang. Hukum adat tidak lagi dapat

dihubungkan dengan kebiasan-kebiasan daerah-

daerah yang dinamakan dengan hukum.

e) Sejak Orde baru

Pada tanggal 9 juni 1966 DPR-GR membuat

memorandum tentang Sumber Tertib hukum (TAP

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

54

MPRS No. XX/MPRS/1966), antara lain dikatakan

bahwa “Sumber dari tertib hukum Republik Indonesia

adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum

serta cita-cita moral yang mengikuti suasana keputusan

serta watak dari bangsa Indonesia, yakni Pancasila,

Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis,

sedang di samping Undang-Undang Dasar ialah hukum

dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang

timbul dan terpelihara dalam praktik pentyelenggaraan

negara, meskipun tidak tertulis,”. Jadi walaupun tidak

dinyatakan dengan tegas istilah hukum adat, karena

“Sumber dari segala sumber hukum adalah Pancasila”,

sedangkan Pancasila adalah pandangan hidup bangsa,

maka berarti juga bersumber pada “Jiwa hukum adat”.

2.2.3. Kedudukan Hukum Adat Dalam Tata Hukum Di Indonesia

Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan

berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun

sebagaian besar hukum adat tidak tertulis, namun ia mempunyai

daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari

masyarakat jika melanggar aturan adat. Hukum adat yang hidup

dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya

aslinya akan sangat terasa.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

55

Penerapan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari juga

sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia

menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menentukannya

dalam hukum tertulis, ia harus dapat menentukan hukumnya dalam

aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga harus

mengerti perihal hukum adat. Hukum adat dapat dikatakan sebagai

hukum perdatanya masyarakat Indonesia.

Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting

untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan tata hukum

Indonesia, yang menuju kepada unifikasi pembuatan peraturan

perundangan dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan

berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam

pembinaan hukum.

Pengambilan bahan-bahan dari hukum adat dalam

penyusunan tata hukum Indonesia pada dasarnya berarti

penggunaan konsepsi-konsepsi dan azas-azas hukum dari hukum

adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang

memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan mendatang dalam

rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar.

Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang

dimodernisir dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman tanpa

menghilangkan ciri dan sifat-sifat kepribadian Indonesianya.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

56

Memasukan konsep-konsep dan azas-azas hukum adat ke dalam

lembaga-lembaga hukum dari hukum asing yang dipergunakan

untuk memperkaya dan memperkembangkan tata hukum di

Indonesia agar tidak bertentangan dengan Pancasia dan Undang-

Undang Dasar 1945. Dengan terbentuknya hukum nasional yang

mengandung unsur-unsur hukum adat, maka kedudukan dan

peranan hukum adat itu telah terserap di dalam tata hukum di

Indonesia.

Kodifikasi dan Unifikasi hukum dengan menggunakan

bahan-bahan dari hukum adat, hendaknya dibatasi pada bidang-

bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan pada tingkat

nasional. Bidang-bidang hukum yang diatur oleh hukum adat atau

hukum kebiasaan lain yang masih bercorak lokal maupun regional,

sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945 serta tidak menghambat pembangunan masih

diakui berlakunya untuk kemudian dibina ke arah unifikasi hukum

demi persatuan bangsa.

Keberadaan hukum adat dalam tata hukum di Indonesia

tetap mendapat perhatian. Dalam hal ini Prof. Soepomo

memberikan pandangannya sebagai berikut, bahwa dalam lapangan

hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai

masyarakat Indonesia, bahwa hukum pidana dari suatu negara

wajib sesuai dengan corak dan sifat-sifat bangsanya atau

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

57

masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana

akan memberi bahan-bahan yang sangat berharga dalam

pembentukan KUHPidana baru untuk negara kita. Bahwa hukum

adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap menjadi

sumber hukum baru dalam hal-hal yang belum/tidak ditetapkan

oleh undang-undang.50

2.3. Wilayah Kebudayaan Lokasi Penelitian Menurut Prof. Ayu Sutarto

Wilayah kebudayaan yang dimaksud dalam penelitian skripsi ini adalah

pembagian wilayah kebudayaan di Jawa Timur yang dikemukakan oleh Prof. Ayu

Sutarto dengan sepuluh wilayah kebuadayaan, yaitu: Jawa Mataraman, Jawa

Panaragan, Jawa Budaya Arek, Samin (Sedulur Sikep), Tengger, Using,

Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean dan Madura Kangean.

Wilayah budaya Mataraman, memiliki budaya yang tidak jauh berbeda

dengan budaya Yogyakarta dan Surakarta. Wilayah yang dimaksudkan meliputi,

Magetan, Madiun, Trenggalek, Kediri, Tulungagung, Blitar dan Nganjuk.

Wilayah budaya Arek, tersebar di surabaya, delta sungai brantas dan

daerah Malang. Mereka terbiasa dengan berbahasa Jawa ngoko, memakai bentuk

sapaan arek-arek. Ciri umum etnik budaya arek ialah karakter heroik, ekspresif

atau blaka suta (bersifat terbuka) dan selalu bersedia menerima/mendengarkan

pendapat orang lain.

50

Soepomo, Op.Cit., Hlm. 25.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

58

Wilayah budaya Samin, tersebar di wilayah Blora (Jawa Tengah) dan

perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur (wilayah Kabupaten Bojonegoro).

Orang Samin atau Sedulur Sikep secara historis adalah kelompok yang menentang

penjajah Belanda dengan cara tidak bersedia membayar pajak. Mereka berbahasa

Jawa ngoko, setia pada tradisi yang dianutnya dan memiliki sifat jujur. Mereka

berpendapat bahwa manusia yang baik adalah manusia yang njaba njero padha

(sikap lahir dan batinnya sama).

Wilayah budaya Tengger, etnik yang bertempat tinggal di daerah gunung

Tengger, Bromo dan kaki gunung Semeru. Oleh karena itu dikenal Wong Tengger

wilayah Kabupaten Pasuruan, Wong Tengger wilayah Kabupaten Probolinggo

dan Wong Tengger Wilayah Kabupaten Malang. Mereka penganut agama Hindu

Jawa dan setia pada tradisi leluhurnya. Hari raya keagamaan yang terkenal adalah

hari raya Kasodo dan Karo.

Wilayah budaya Panaragan, tersebar di wilayah kabupaten Ponorogo.

Mereka berbahasa Jawa dan Jawa dialek Ponorogo. Adat khas yang berpengaruh

luas di seluruh Indonesia adalah adat istiadat reyog dan tokoh yang berperan di

masyarakat adalah warok.

Wilayah budaya Madura, yang terbesar adalah Madura Pulau. Sebaran

orang-orang Madura ke wilayah pulau Bawean dan Madura Kangean. Orang-

orang Madura dikenal sebagai etnik yang memiliki mobilitas yang tinggi. Madura

yang berada di pesisir dikenal sebagai nelayan yang tangguh. Madura yang

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

59

merantau sebagai pedagang dan yang berada di pedalaman sebagai masyarakat

petani. Mereka termasuk penganut agama Islam yang taat (pemeluk teguh).

Wilayah budaya Pandalungan atau dapat disebut Komunitas Pandalungan

yang merupakan integrasi antara budaya Jawa dan Madura. Mereka dikenal

sebagai keturunan campuran antara etnik Jawa dan Madura, mereka bertempat

tinggal di pesisir utara Jawa Timur dan sebagian di pesisir selatan Jawa Timur.

Budaya Pandalungan tersebar di daerah Pasuruan, Probolinggo, Lumajang,

Jember dan Bondowoso. Mereka bermata pecaharian petani yang berada di

wilayah pedalaman, nelayan yang bertempat tinggal di pesisir dan sebagian yang

lain sebagai pedagang. Tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh di lingkungan

mereka adalah tokoh agama yang disebut Kyai.

Wilayah budaya Using atau Komunitas Using yang bertempat tinggal di

wilayah Blambangan atau Kabupaten Banyuwangi. Mereka mengaku memiliki

bahasa sendiri yaitu bahasa Using, sekalipun para linguis menyebut bahasa Jawa

dialek Using. Mereka penganut agama Islam dan sistem kepercayaan yang kuat

terhadap arwah para leluhurnya. Masyarakat Kabupaten Banyuwangi, pada awal

abad ke-21 dikenal sebagai masyarakat yang multikultur. Bagian timur laut

wilayah ini dihuni oleh etnik Madura. Di sepanjang pantai Banyuwangi, menetap

juga etnik lain dari Sulawesi Selatan (Bugis), beberapa orang Melayu dari

Sumatera Selatan, di kota Banyuwangi dan daerah Rogojampi berdiam suku

bangsa Bali (orang-orang buangan menurut adat Bali, serta transmigrasi lokal

akibat letusan gunung Agung). Akhirnya berdatangan pula orang-orang keturunan

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2 ...eprints.umm.ac.id/44481/3/jiptummpp-gdl-nurulkurni-49913-3-babii.pdf · 2.1. Tinjauan Tentang Pernikahan 2.1.1. Pengertian

60

Cina dan Arab sebagai pedagang di kota Banyuwangi dan kota-kota Kecamatan di

wilayah ini.51

Sepuluh wilayah kebudayaan Prof. Ayu Sutarto di atas selanjutnya

digunakan sebagai konsep dalam melihat letak geografis Kabupaten Nganjuk ada

di wilayah kebudayaan yang mana. Dan setelah mengetahui wilayah kebudayaan

Kabupaten Nganjuk tahapan penelitian dilakukan untuk mendapatkan data adat

istiadat di Desa Banjaranyar Kabupaten Nganjuk Jawa Timur yang lengkap.

51

Ayu Sutarto dan Setyo Yuwono (editor), Op.Cit. Hlm. 25