Upload
others
View
41
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL LAMONGAN TINJAUAN HUKUM ISLAM
(Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun oleh:
Nur Rahmat Farhan Jamil
NIM.1113044000007
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULAH
J A K A R T A
2019 M/1440 H
iii
ABSTRAK
Nur Rahmat Farhan Jamil. 1113044000007: ADAT JATINGARANG
DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL LAMONGAN TINJAUAN
HUKUM ISLAM (Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan) , Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah Dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 1440 H/2019 M.
Pernikahan Suku Jawa seringkali memasukkan unsur adat atau tradisi dalam
prakteknya, salah satunya adalah Adat Jatingarang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pandangan masyarakat terhadap adat Jatingarang dan faktor ditinggalkannya
adat Jatingarang, sekaligus tinjauan hukum Islam terhadap adat Jatingarang pernikahan
Suku Jawa yang terjadi dalam masyarakat. peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Sedangkan sumber data yang peneliti gunakan yakni Sumber data primer, yaitu
berupa hasil observasi, wawancara, Dan sumber data sekunder, yaitu data yang
didapatkan dari selain data primer, baik data yang dikumpulkan dari studi pustaka
berupa kitab-kitab fikih, maupun buku yang terkait dengan penelitian ini.
Berdasarkan data yang peneliti temukan di lapangan bahwa pandangan
masyarakat terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di Desa Tunggul ini ada tiga:, 1)
golongan yang masih meyakini sepenuhnya, 2)golongan yang mengartikan agama itu
lebih tinggi dari adat, 3) golongan masyarakat yang hanya mengikuti adat Jatingarang
tanpa mengetahui tujuannya. Kemudian Faktor-faktor yang mendorong ditinggalkannya
Adat Jatingarang pernikahan ada lima faktor yakni: 1)Pengaruh budaya luar, 2)Agama,
3)Ekonomi keluarga, 4)Pendidikan, dan 5)kurangnya pewarisan dari generasi
sebelumnya. Sedangkan tinjauan hukum islam terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di
desa Tunggul maka dapat dilihat dalam dua klasifikasi, pertama dari segi bentuknya
termasuk Urf Ammali yakni Urf atau kebiasaan yang berbentuk perilaku atau pekerjaan.
Kedua dari segi Syara’ yaitu merupakan urf fasid. Karena tidak ada dalil yang
membenarkan, dikhawatirkan akan terjadi kemusyrikan dan memberatkan kepada
pelakunya.
Kata kunci: Adat, Jatingarang, Pernikahan
iv
KATA PENGANTAR
�سم ا� الر�ن الرحيم
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik segala ilmu
pengeetahuan dan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
sehingga penulis senantiasa diberikan petunjuk dan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan skripsi ini banyak kekurangan mengingat terbatasnya kemampuan penulis.
Proses penulisan skripsi ini terhitung cukup lama terhitung kurang lebih satu tahun sejak
proposal penelitian ini diajukan. tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan ridha-Nya, kesungguhan, serta
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala
kesulitan dapat diatasi sehingga pada akhir skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena
itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum
Keluarga dan juga Bapak Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. selaku Sekretaris
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag,. sebagai pembimbing skripsi
yang telah meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan saran, serta
motivasi kepada penulis selama proses penulisan skrisi ini.
4. Penguji Sidang Munaqosah, Penguji I Dr. H. A. Juaini Syukri, L.c., M.A. dan
Penguji II Dr. Hj. Azizah, M.A. yang telah menguji serta menyempurnakan
v
penelitian untuk lebih baik dan layak menjadi bahan referensi penelitian yang
lain.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program
Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.
6. Segenap Perangkat Desa Tunggul, Khususnya Bapak Moh. Yasin selaku
Kepala Desa yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melaksanakan wawancara dan mendapatkan data penelitian.
7. Teristimewa ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua
orang tua penulis yaitu Ayahanda Almarhum Sunaryo dan Ibunda Asrifah
yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya, serta tak putus-putus
memberikan dukungan, motivasi, semangat serta do’a kepada penulis dalam
menempuh pendidikan. Terkhusus Ayahanda Semoga dilapangkan kuburnya
dan diampuni segala dosa-dosanya. mendapatkan nikmat kubur dan
digolongkan sebagai
Ahlul Jannah.
8. Segenap keluarga besar Wadah Silaturrahim Alumni Tarbiyatut Tholabah di
Jakarta (WASIAT JAKARTA), yang telah memberikan sumbangsih dalam
hal pemikiran serta motivasi untuk menyelesaikan studi.
9. Kawan-kawan FORMASAS 13 (Forum Mahasiswa Ahwal Syahsiyah tahun
2013), FORMABI 13 (Forum Mahasiswa Bidikmisi 2013), FORMALA
(Forum Mahasiswa Lamongan). EL-KAMASY (Lembaga Kajian Ahwal
Syahsiyah), terimakasih atas masukan, motivasi serta arahannya dalam
proses penulisan dan pengambilan data untuk bahan penulisan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis yaitu Luqman Hakim Al-Hadi.SH.,
Ahmad Hamdani, S.Pd., Ms. Bawel Eli Murtiana, S.Sos., Riski Amalia
S.Pd.serta Enung Khoeriyah, S.Sos. dan seluruh sahabat yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
vi
Demikianlah penulis haturkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, karena berkat
do’a dan motivasi serta arahan dan bimbingan dari pihak terkait penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta : 25 Mei 2019 M 20 Ramadhan 1440 H
Nur Rahmat Farhan Jamil
PERGESERAN NILAI ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN SUKU JAWA DI DESA TUNGGUL LAMONGAN
(Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu yarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Nur Rahmat Farhan Jamil
NIM.1113044000007
Pembimbing
Dr. H. Moh. Ali Wafa, SH., S.Ag.,M.Ag.
NIP 197304242002121007
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULAH
J A K A R T A
2019 M/1440 H
i
ABSTRAK
Nur Rahmat Farhan Jamil. 1113044000007: ADAT JATINGARANG
DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL LAMONGAN TINJAUAN
HUKUM ISLAM (Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan), Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah Dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 1440 H/2019 M.
Pernikahan Suku Jawa seringkali memasukkan unsure adat atau tradisi
dalam prakteknya, salah satunya adalah Adat Jatingarang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap adat Jatingarang dan faktor
ditinggalkannya adat Jatingarang, sekaligus tinjauan hukum Islam terhadap adat
Jatingarang pernikahan Suku Jawa yang terjadi dalam masyarakat. peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif.
Sedangkan sumber data yang peneliti gunakan yakni Sumber data primer,
yaitu berupa hasil observasi, wawancara, Dan sumber data sekunder, yaitu data
yang didapatkan dari selain data primer, baik data yang dikumpulkan dari studi
pustaka berupa kitab-kitab fikih, maupun buku yang terkait dengan penelitian ini.
Berdasarkan data yang peneliti temukan di lapangan bahwa pandangan
masyarakat terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di Desa Tunggul ini ada tiga:,
1) golongan yang masih meyakini sepenuhnya, 2)golongan yang mengartikan
agama itu lebih tinggi dari adat, 3)golongan masyarakat yang hanya mengikuti
adat Jatingarang tanpa mengetahui tujuannya. Kemudian Faktor-faktor yang
mendorong ditinggalkannya Adat Jatingarang pernikahan ada lima faktor yakni:
1)Pengaruh budaya luar, 2)Agama, 3)Ekonomi keluarga, 4)Pendidikan, dan
5)kurangnya pewarisan dari generasi sebelumnya. Sedangkan tinjauan hukum
islam terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di desa Tunggul maka dapat dilihat
dalam dua klasifikasi, pertama dari segi bentuknya termasuk Urf Ammali yakni
Urf atau kebiasaan yang berbentuk perilaku atau pekerjaan. Kedua dari segi
Syara’ yaitu bisa masuk kedalam Urf yang Fasid dan bisa masuk ke dalam Urf
Sohih.
Kata kunci: Adat, Jatingarang, Pernikahan
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 4
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penulisam .............................................. 5
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ..................................... 6
F. Kerangka Teori ...................................................................... 8
G. Metode Penelitian ................................................................... 10
H. Sistematika Penulisan ............................................................. 12
BAB II PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN
HUKUMPOSITIF
A. Pengertian Pernikahan dalamHukum Islam .......................... 14
B. Pengertian Pernikahan dalamHukumPositif .......................... 16
C. Syarat dan Rukun Pernikahan ................................................ 18
1. SyaratdanRukunPernikahanMenurutHukum Islam
2. SyaratdanRukunPernikahanMenurutHukumPositif
D. Hukum Pernikahan Dalam Islam ........................................... 22
E. LandasanHukumMenurutUndang-Undang ............................ 24
F. Kafaah dalam Pernikahan ...................................................... 25
G. Perkawinan yang Dilarang ..................................................... 28
H. TujuandanHikmah Pernikahan ............................................... 30
1. TujuanPernikahan
2. HikmahPernikahan
I. Konsep Budaya/ Adat Dalam Islam ......................................32
BAB III POTRET MASYARAKAT DESA TUNGGUL
KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
A. Letak dan Kondisi Geografis .................................................. 40
B. Demografis Masyarakat ......................................................... 41
1. Penduduk ........................................................................... 41
2. Pendidikan ......................................................................... 41
3. Sosial Ekonomi .................................................................. 42
4. Keagamaan ........................................................................ 43
BAB IV HUKUM ISLAM DAN ADAT JATINGARANG
PERNIKAHAN SUKU JAWA
A. Pandangan Masyarakat Terhadap Adat Jatingarang
dalam Pernikahan ………………………………………. 44
B. Faktor Pergeseran Nilai Adat Jatingarang dalam
Pernikahan ………… ............................................................. 54
C. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik Adat
Jatingarang dalam pernikahan masyarakat Desa
Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan………………………… 59
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................ 65
B. Saran ....................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah tangga atau keluarga sakinah dapat di artikan sebagai satu sistem
keluarga yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Hidup
bersama dalam satu rumah, berdampingan dan saling kasih sayang kepada
anggota keluarga. Dalam perjalanan sebuah keluarga, tidak jarang menemui
godaan, gangguan, bahkan mungkin juga bencana, Hal ini membuat rumah
tangga merasa sedih, susah, bahkan berantakan. Tujuan utama dari
terbentuknya keluarga adalah tercapainya ketenangan rohani dan jasmani
anggota didalamnya, ketenangan ini dapat tercapai apabila keluarga merasa
sejahtera dan kebutuhan jasmani rohani terpenuhi, sehingga hal-hal yang buruk
dalam kehidupan berkeluarga dapat terhindarkan.
Indonesia merupakan daerah multikultural, yang memiliki bentangan
wilayah sangat luas. Sehingga memiliki banyak sekali suku- suku bangsa yang
mempunyai ciri khas masing-masing dan juga memunculkan kebudayaan-
kebudayaan yuang menjadikan ikon suku-suku tersebut. Didalam keberagaman
suku-suku bangsa yang ada di Indonesia suku Jawa merupakan suku terbesar
dan juga sebagai suku yang mendominasi di lingkup pendidikan, politik,
maupun perekonomian. Sentra dari pemerintahan juga berada di pulau Jawa.
Daratan pulau-pulau Indonesia khususnya pulau Jawa di lewati
rangkaian pegunungan non berapi dan juga pegunungan berapi. Hal ini
menyebabkan adanya perbedaan kandungan mineral dalam perut buminya.
Letak geografis dan kontur masing-masing daerah berbeda-beda sehingga
menimbulkan pribadi masyarakat yang berbeda-beda dalam masyarakat Jawa.1
Kebudayaan jawa yang terkenal banyak dan beraneka ragam ini, seperti
kesenian-kesenian rakyat, tradisi-tradisi yang dianut masyarakat Jawa yang
sangat tradisional patut untuk di kaji dan ditelusuri lebih mendalam kandungan
1Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta :Pustaka Jaya, 1985, h.3.
2
nilai-nilai etis yang terkandung dalamnya, salah satunya yang bisa di kaji ialah
pernikahan adat, khususnya Upacara Pernikahan Adat Jawa .2
Kehidupan keluarga tidak terlepas dari sistem nilai yang ada dalam
masyarakat yaitu agama, adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai
kesakralan keluarga. Pemahaman masyarakat tertentu terhadap nilai-nilai yang
menjadi pedoman dalam kehidupan berkeluarga menjadikan suatu ritual
dianggap penting untuk dilaksanakan, mengingat demi keutuhan dan
kelanggengan sebuah bangunan rumah tangga.
Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dan masyarakatnya yang
selalu berproses. Hal ini terjadi karena suatu kebudayaan merupakan integrasi,
maka yang dimaksud adalah bahwa unsur-unsur atau sifat-sifat yang terpadu
menjadi suatu kebudayaan bukanlah sekumpulan kebiasaan-kebiasaan yang
terkumpul secara berantakan saja.3 Suku Jawa sebagai salah satu dari sekian
banyak suku di Indonesia memiliki kekayaan dan keragaman tradisi, adat dan
budayanya, mulai dari bahasa hingga keagamaannya.
Mengenai adat, Islam sudah mengaturnya karena setiap gerak berawal
dari agama dan berujung kepada kebudayaan. Adat sudah diatur oleh agama
dalam kaidah fikihiyah yang menjelaskan bahwa adat kebiasaan dapat
dijadikan pertimbangan hukum. Dalam kaidah Islam hanya memberikan
patokan dasar yang umum dan masih global. Perinciannya dapat disesuaikan
dengan kebutuhan manusia.4
Salah satu adat yang ada di Suku Jawa adalah adat penggunaan Kitab
Primbon yang dijadikan pedoman hidup. Dalam masyarakat Jawa, Primbon
diyakini sebagai kitab yang memuat berbagai ilmu pengetahuan warisan
leluhur yang “adi luhung” di dalamnya memuat berbagai macam perhitungan
dengan penanggalan (hari dan pasaran) untuk mencari hari baik untuk suatu
keperluan seperti acara perjodohan dan perkawinan, jalan mencari rejeki,
2Sumarsono. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita. 2007, h.5. 3Eben Ezer, Resistensi Terhadap Pelaksanaan Adat Istiadat Oleh Masyarakat Batak
Pada Komunitas Pentakosta Di Kelurahan Jagabaya Bandar Lampung, Jurnal Mahasiswa 2016, h. 1.
4 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2012) cet. II, h. 15.
3
bercocok tanam, dagang, bahkan terkait dengan berbagai ramalan atau tanda-
tanda suatu kejadian.5
Selain berupa kitab, adat lain di Suku Jawa juga ada yang berupa tuturan
hari dan arah baik tidaknya melakukan sesuatu (Jatingarang). Jatingarang
adalah tuturan yang berupa anjuran serta larangan melakukan sesuatu
perjalanan, upacara atau lain sebagainya pada hari dan arah tertentu. Dalam
masyarakat Jawa Jatingarang ini memiliki fungsi sebagai saran, salah satunya
dalam arah pernikahan kerap kali dipergunakan.
Kepercayaan yang mendalam terhadap pepali/jatingarang pernikahan
membuat masyarakat Jawa berhati-hati dalam mencari jodoh dan menentukan
hari yang tepat untuk pernikahan. Meskipun bersifat saran, akibat yang
ditimbulkan bila tetap melakukan larangan-larangan tersebut cukup beragam
dari yang bersifat kenormaan sampai h.yang tidak masuk akal menurut orang
awam seperti hilangnya nyawa pelanggar.6
Dewasa ini masyarakat mengalami arus globalisasi yang mana jarak tidak
menjadi alasan atas ketersediaan info, dan ini akan membawa perubahan pada
pola kehidupan, adat istiadat dan kebudayaan pada waktu tertentu di suatu
tempat. Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam
kurun waktu, yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen
dari pola budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang
dan menghasilkan pola kultural lain.
Desa tunggul kecamatan Paciran kabupaten Lamongan adalah salah satu
desa yang terletak dipesisir utara pulau jawa, tepatnya di provisi jawa timur,
tentunya masyarakat disana pun mengikuti adat istiadat jawa. Daerah lamongan
utara berkembang pesat dengan adanya banyak perusahaan, pabrik dan
pelabuhan internasional.Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menetapkan
wilayah utara Kabupaten Lamongan khususnya kecamatan Brondong dan
Paciran sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) sektor industri maritim yang
5 Mohamad Abid Iqsan, Primbon Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam, skripsi
2015, (http://repositori/iain-tulungagung.ac.id/ diakses pada 6 Oktober 2017), h. 1. 6 Hengki Irawan dan Mujiman dkk, “Pepali” dalam Adat Pernikahan Masyarakat Jawa
di Desa Paleran Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember, h. 3.
4
akan segera dikembangkan dengan tahap awal disediakan areal lahan sekitar
200 hektare. 7
Dengan berkembangnya zaman adat jatingarang mulai sedikit bergeser
dan di tinggalkan oleh masyarakat desa Tunggul. Desa Tunggul dulunya
dikenal dengan desa Abangan, yakni daerah yang diketahui sangat kental unsur
magis dan mitos, banyak dukun baik dukun putih maupun dukun hitam yang
mendiami desa tunggul. Menurut hipotesa atas penelitian awal penulis,
Masyarakat desa Tunggul mulai meninggalkan kepercayaan atas petuah nenek
moyangnya. Membaurnya masyarakat lokal dengan pendatang menjadikan
kaburnya nilai-nilai norma adat istiadat sehingga membuat masyarakat mulai
tidak percaya dengan hal-h.yang berhubungan dengan mitos dan tahayul.
Dari pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti kasus
ditersebut. Apa penyebab tradisi yang sudah mendarah daging dan dipercayai
oleh masyarakat desa tunggul mulai luntur. Apakah adat jatingarang pada
pernikahan masih dipergunakan oleh masyarakat desa tunggul. Selain itu juga
penulis merasa perlu untuk meneliti bagaimana pandangan masyarakat desa
Tunggul tentang adat jatingarang dalam pernikahan. Sehingga dengan latar
belakang diatas, penulis ingin melakukan penelitian terkait “ADAT
JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL
LAMONGAN TINJAUAN HUKUM ISLAM”.
B. IdentifikasiMasalah
Identifikasi masalah adalah beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan tema yang dibahas. Adapun identifikasi masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Bentuk adat Jatingarang pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
2. Pandangan masyarakat Desa Tunggul terhadap adat Jatingarang
pernikahan Suku Jawa.
7Kemenperin. Lamongan-Jadi-Sentra-Industri-Maritim (Kemenperin.go.id/artikel/758/
Di akses pada 2 N0vember 2017), h. 1.
5
3. Praktik Jatingarang pernikahan Suku Jawa dalam pernikahan di Desa
Tunggul.
4. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik Jatingarang pernikahan oleh
masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Pantangan atau larangan Jatingarang di Suku Jawa sangat beraneka
ragam. Hampir setiap fase penting dalam hidup, ada aturan masing-masing,
seperti saat mencari rizki, pernikahan dan pindahan rumah, dll. Maka dalam
penelitian ini penulis membatasi pada masalah jatingarang adat pernikahan
Suku Jawa saja, dan bertempat di Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan.
Selanjutnya, untuk mempermudah pembahasan, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan Terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku
Jawa ?
2. Apa Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pergeseran adat
Jatingarang pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan?
3. Bagaimana korelasi hukum Islam terhadap Adat Jatingarang
pernikahan Suku Jawa oleh masyarakat Desa Tunggul Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penulisan ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian dan sejarah Jatingarang Pernikahan Suku
Jawa.
6
b. Untuk mengetahui alasan dan faktor mulai ditinggalkannya Jatingarang
pernikahan Suku Jawa.
c. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik masyarakat
Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan tentang adat
Jatingarang pernikahan Suku Jawa.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis:
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang
pemikiran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun
sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas dan
berhubungan dengan Jatingarang adat pernikahan Suku Jawa.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khazanah
pengetahuan dibidang hukum terkait persoalan Jatingarang adat pernikahan
Suku Jawa.
E. Kajian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian terdahulu
sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan. Adapun kajian terdahulu yang
menjadi acuan antara lain :
1. “Pepali” dalam Adat Pernikahan Masyarakat Jawadi Desa Paleran
Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Hengki Irawan, Mujiman Rus
Andianto, Furoidatul Husniah, Jurnal Mahasiswa Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Jember, 2015. Dalam jurnal mahasiswa
tersebut, penulis fokus pada pembahasan tentang cara mewariskan budaya
pepali adat pernikahan masyarakat jawa dan penggunaan pepali sebagai
bahan pengembangan pembelajaran dalam materi bahasa dan sastra
Indonesia siswa SMA. Sedangkan dalam karya ini, penulis akan membahas
Jatingarang pernikahan Suku Jawa masyarakat desa Tunggul, faktor mulai
di tinggalkannya Jatingarang pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul.
7
2. Upacara Adat Perkawinan Priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur
Kabupaten Pasuruan. Linda Puji Astuti. Skipsi 2010. Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Penulis
dalam karya ilmiyah ini fokus pada pembahasan sistem perkawinan priyayi
di desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. Sedangkan karya
ini, selain pandangan masyarakat, penulis akan membahas praktik
Jatingarang pernikahan Suku Jawa masyarakat desa Tunggul.
3. Mitos Pernikahan Ngalor-Ngulon di Desa Tugurejo Kecamatan Wates
Kabupaten Blitar. Alif Candra Kurniawan. Skripsi 2012. Jurusan akhwal
syahsiyah Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Malang. Pada karya
ini penulis mengemukakan pandangan masyarakat Desa Tugurejo
Kecamatan Wates Kabupaten Blitar terhadap kepercayaan mitos pernikahan
ngalor ngulon, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan
masyarakat Desa Tugurejo Kecamatan Wates Kabupaten Blitar terhadap
kepercayaan mitos pernikahan ngalor ngulon. Perbedaan dengan karya yang
diteliti penulis ini adalah Objek penelitian yakni adat Jatingarang, serta
bahwa masyarakat desa Tunggul mulai meninggalkan dan tidak
mempercayai Jatingarang pernikahan Suku Jawa.
4. Arif Hidayatullah. Mitos perceraian Gunung Pegat Dalam Tradisi
Keberagaman Masyarakat Islam Jawa: Kasus Desa Karang Kembang
Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Skripsi ini membahas
permasalahan tentang perceraian yang disebabkan karena pengaruh mitos
Gunung Pegat di Desa Karang Kembang Kecamatan Babat Kabupaten
Lamongan. Hal ini dilatarbelakangi kepercayaan masyarakat setempat
tentang motos akan terjadinya masalah dalam keluarga apabila pengantin
melewati gunung pegat, untuk memahami nilai yang melandasi keyakinan
masyarakat tentang motos gunung pegat.
Berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu tersebut diatas, belum ada
yang memfokuskan pada tema yang akan diteliti oleh penulis. Dan untuk
penelitian yang dilakukan oleh penulis, memfokuskan pada penelitian
“Transformasi Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa”.
8
F. KerangkaTeori
Nikah (kawin) menurut arti istilah ialah hubungan seksual tetapi menurut
arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dan
seorang wanita (Madzhab Hanafi).8 Menurut Sajuti Thalib perkawianan ialah
suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah
antara laki-laki dan perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun
menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia. Pernikahan merupakan
kebutuhan fitrah manusia, secara alami seseorang tertarik kepada lawan
jenisnya, mula-mula melalui pertimbangan jasmani atau segi lahiriyahnya,
dilanjutkan ketertarikan kepada segi kepribadiannya atau nilai-nilai
bathiniyahnya yang lainnya.9
Lain pada itu, ada hal yang perlu diperhatikan adalah tidak semua
pernikahan diperbolehkan. Baik dilarang karena jenis pernikahan itu maupun
karena sebab. Adapun larangan-larangan dalam pernikahan Islam dilihat dari
jenis pernikahannya. Diantaranya adalah pernikahan mut’ah (nikah kontrak),
nikah muhalil, nikah syighar, nikah sesama jenis dan nikah beda agama.dalam
Islam ditetapkan bahwa lelaki tidak bebas memilih perempuan untuk dijadikan
istri. Ada ketentuan yang baku tentang perempuan yang boleh dinikahi dan
yang tidak. Perempuan yang boleh dinikahi adalah perempuan yang bukan
muhrom dari laki-laki yang bersangkutan.10
Dalam kehidupan bersama, ada norma yang harus dipatuhi, norma-
norma melekat kuat sebagai fakta di dalam realitas.11 Norma-norma tersebut
dibuat menjadi hukum di dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat,
hukum adat yang merupakan kongkritisasi daripada kesadaran hukum.12 Salah
satunya adalah hukum adat Jatingarang pernikahan di Suku Jawa.
8 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind-Hill-Co: 1990), cet. II h.1. 9 Abd.Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) h.275. 10 Mohamad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), h. 118. 11 Hans Kelsen, Dasar-dasar Hukum Normatif, Penerjemah: Nurulita Yusron,
(Bandung: Nusa media, 20019) Cet. II, h. 214. 12 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indoensia, (Jakarta: PT Raja Grafindo 2013), h. 338.
9
Mengenai adat, Islam telah mengaturnya dalam bentuk hukum al-adat
atau urf. Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal manusia dan telah menjadi
tradisinya baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau meninggalkan
sesuatu juga disebut adat.13Urf ada dua macam, yaitu urf shohih dan urf fasid.
Urf sohih ialah sesuatu yang dikenal manusia dan tidak bertentangan dengan
dalil syara’. Sedangkan urf fasid ialah sesuatu yang dikenal manusia yang
bertentangan dengan syara’.14
Tentang kehujjahan urf terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama
fiqih. Menurut golongan Hanafiyah dan golongan Malikiyah urf adalah hujjah
untuk menetapkan hukum. Sedangkan golongan Syafiiyah dan Hanbaliyah
tidak menganggap urf itu sebagai hujjah atau dalil syar’i.15
Selain pertimbangan urf, kasus adat juga dapat dikaitkan dengan
pertimbangan maslahah mursalah. Maslahah Mursalah (kesejahteraan social)
yakniyang, dimutlakkan, (maslahah bersifat umum). Menurut istilah ulama
ushul fikih yaitu, maslahat dimana syar’i tidak mensyariatkan hukum untuk
mewujudkan maslahah itu, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas
pengakuannya atau pembatalannya.16
Jumhur ulama berpendapat bahwa maslahah mursalah itu adalah hujjah
syariat yang dijadikan dasar pembentukan hukum, dan bahwasannya kejadian
yang tidak ada hukumnya dalam nash, ijma’, qiyas atau ihtisan itu disyariatkan
kepadanya hukum yang dihendaki oleh masyarakat umum, dan tidaklah
berhenti pembentukan hukum atas maslahah ini karena adanya sanksi syar’i
yang mengakuinya.17
Transformasi secara bahasa adalah perubahan.18 Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia transformasi secara bahasa adalah perubahan rupa (bentuk,
sifat, fungsi dsb).19 Sedangkan “nilai” merupakan sesuatu yang berharga dan
berguna bagi kehidupan manusia. Kehidupan dan peradaban manusia selalu
berubah, dan satu sama lain saling mempengaruhi. Bangsa yang memiliki
13 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. VIII, h. 130.
14 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), h. 131. 15 Chaerul Uman, Ushul Fikih 1, (Bandung: PT Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-II, h. 159. 16Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, h.123. 17 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), h.125. 18 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
2001), h. 764 19 Transformasi(http://kbbi.web.id/Di Akses pada 3 November 2017)
10
peradaban yang tinggi adalah bangsa yang menguasai teknologi dan ekspansi
penguasaan nilai-nilai tertentu (ekspansi ideologis, ekonomi, budaya) terhadap
bangsa lain. Tranformasi nilai-nilai merupakan keniscayaan yang terus
berlangsung disadari atau tidak disadari akibat dari perkembangan
industrialisasi.20
Transformasi nilai-nilai kehidupan manusia tidak direkayasa atau
dipaksakan melainkan mengalir alamiah, sepertihalnya perubahan masyarakat
agraris ke masyarakat industri. Transformasi nilai-nilai kehidupan manusia
bergerak secara evolutif yang secara pasti dapat merubah pola fikir dan sikap
dari suatu bangsa. Masyarakat agraris memiliki hubungan yang kuat antara
nilai-nilai tradisi dengan nilai-nilai spiritual yang bermuara pada
memartabatkan alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha kuasa.21
G. Metode Penelitian
Metode penelitian berarti cara yang dipakai untuk mencari, mencatat,
menemukan dan menganalisis sampai menyusun laporan guna mencapai
tujuan.22 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam melakukan
peneletian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah:
a. Penelitian lapangan (Field research), karena dilakukan diluar perpustakaan
atau laboratorium.23Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data
lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap praktik Jatingarang adat
pernikahan suku Jawa di Desa Tunggul Kecamatan Paciran
KabupatenLamongan.
b. Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji,
menganalisa daril iteratur yang ada yang memiliki relevansi terhadap
penulisan skripsi ini.
20Wawan “Renggo” Herawan. Artikel. Disampaikan dalam kegiatan Festival Kesenian
Tradisional yang diselenggarakan BPNB Bandung pada tanggal 28 – 29 April 2014 bertempat di Wisma Karya Jl. Ade Irma Suryani Nasution No. 2. Subang.
21Wawan “Renggo” Herawan, . 22Cholid Nur Boko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara
Pustaka, 2012) h.1. 23 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 9.
11
2. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penggunaan
pendekatan kualitif merupakan salah satu cara dalam penelitian yang bertujuan
untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan
mengumpulkan sebanyak mungkin fakta secara mendalam, dan data disajikan
dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.24
Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan etnografi, yaitu
dengan melukiskan atau menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau
bangsa, dalam hal ini adalah masyarakat Desa Tunggul.
Terdapat dua jenis penelitian etnografi, yaitu traditional ethnography
dan problem-Oriented ethnography. Traditional etnography mencoba
memberi gambaran lengkap dari seluruh budaya berdasar pengalaman dari para
etnograper yang hidup ditengah-tengah masyarakat paling tidak selama satu
tahun. Di masa lampau inilah tujuan utama etnografi, pada masa ini banyak
ethnografer menggunakan pendekatan melalui masalah-masalah yang
berorientasi (issue-oriented approach).25 Adapun penelitian ini termasuk dalam
penelitian etnografi issue-oriented approach.
3. Sumber Data
a. Sumber data primer, yaitu berupa hasil observasi, wawancara, baik
dengan tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat serta keberadaan
penulis sebagai masyarakat Jawa yang tinggal di Desa Tunggul..
b. Sumber data sekunder, yaitu data yang didapatkan dari selain data
primer, yaitu data yang dikumpulkan dari studi pustaka berupa kitab-
kitab fikih, buku sejarah dan pustaka lain yang terkait dengan penelitian
ini.
4. Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu dengan metode:
(1) Observasi; (2) Wawancara dengan tetua desa, ulama atau kyai desa dan
beberapa masyarakat yang pernah melaksanakan pepali adat pernikahan Jawa;
(3) Penelitian perpustakaan.
24 Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi ketiga, (Yogyakarta: Pilar Media, 1996), h. 20.
25 Roberts Edwards Lenkeit, Introducing Cultural Anthropology (Newyork; The McGraw-Hill, Campanies 2004), Lampiran A, h. 2.
12
5. Pengelolahan Data
Dalam mengelola data yang penulis dapatkan baik data dari wawancara
maupun data tertulis dari berbagai studi perpustakaan penulis melakukan
analisis terhadap data tersebut dengan analisis secara deskriptif maupun
analisis komparatif.
6. Analisa Data
Analisis data merupakan h.yang sangat penting dalam suatu peneletian
untuk memberi jawaban terhadap masalah yang diteliti. Analisis data dapat
diartikan sebagai proses menganalisa, memanfaatkan data yang terkumpul
untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses
pengelolahan, analisis dan pemanfaatan data di penelitian ini menggunakan
metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat
diobservasi dari manusia.
H. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah penulis menjadikan
sistematika penulisan dalam lima bab, yang mana dalam kelima bab tersebut
terdiri dari sub-sub bab yang terkait. Sistematika penulisan sebagai beriku:
Bagian pertama adalah Pendahuluan, dalam bab ini akan memuat
tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, metode
analisis dan sistematika penulisan.
Selanjutnya bagian kedua akan membahas pernikahan dalam
pandangan hukum adat, hukum islam dan hukum positif. Mulai dari tentang
pengertian pernikahan, syarat dan rukun, dasar pernikahan dalam Islam,
larangan pernikahan hingga hikmah disyariatkannya pernikahan.
Adapun bagian ketiga, penulis akan membahas Jatingarang pernikahan
Suku Jawa masyarakat Desa Tunggul yang meliputi pernikahan adat suku jawa
pengertian Jatingarang, sejarah dan bentuk adat Jatingarang pernikahan serta
analisisnya.
Selanjutnya adalah keempat, yaitu membahas tentang praktik
Jatingarang pernikahan Suku Jawa, yang terdiri dari pembahasan tentang
13
masyarakat Desa Tunggul, dan kepercayaan masyarakat terhadap adat tersebut
dan analisisnya.
Bagian terakhir adalah Penutup. Penulis akan menyimpulkan berkaitan
dengan pembahasan yang penulis lakukan sekaligus menjawab rumusan
masalah yang penulis gunakan dalam bab pendahuluan. Uraian terakhir adalah
saran yang dapat dilakukan untuk kegiatan lebih lanjut berkaitan dengan apa
yang telah penulis kaji.
14
BAB II
PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Pernikahan dalam Hukum Islam
Nikah secara bahasa berasal dari kata al-dhommu,al-wath’u yang
artinya hubungan badan. Secara terminologis, perkawinan (nikah) yaitu akad
yang membolehkan terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita,
selama seorang wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan baik dengan
sebab keturunan atau seperti sebab susuan.1 Dalam masalah perkawinan, para
ahli fikih memiliki definisi masing-masing, meskipun definisi-definisi tersebut
memiliki maksud yang sama.
Selain istilah pernikahan, hubungan percampuran dua keluarga kita
juga mengenal istilah perkawinan. Perkawinan dalam Literatur fiqh disebut
dengan dua kata, yaitu nikah ) نكح( dan zawaj (زوج ) Kedua kata ini yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam
al-Qur’an dan Hadits Nabi. P1F
2
Menurut sebagian ulama Hanafiah, nikah adalah akad yang
memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang
secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dan wanita, terutama guna
mendapatkan kenikmatan biologis. Sedangkan menurut sebagian ulama
madzhab Maliki, nikah adalah sebuah ungkapan bagi suatu akad yang
dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-
mata. Oleh ulama madzhab Syafi’i, nikah dirumuskan dengan akad yang
menjamin kepemilikan untuk bersetubuh dengan menggunakan redaksi atau
lafal “inkah atau tazwij” atau turunan dari keduanya”. Sedangkan ulama
Hanabilah mendefinisikan nikah dengan akad (yang dilakukan dengan
1 Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih al Islami Waadillatuhu jus IV, (Damsyiq: Dar-Al fikr,
1989), h. 6513. Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam
Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 29.
15
menggunakan) kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan
(bersenang).3 Seperti dalam surat al-Rum ayat 21:
ودة جا لتسكنوا إليها وجعل بينكم م ن أنفسكم أزو تهۦ أن خلق لكم م ومن ءاي
ت لقوم لك ألي )21:(الرومفكرون يت ورحمة إن في ذ
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda-Nya bahwa Dia menciptakan jodoh untukmu dari dirimu (bangsamu), supaya kamu bersenang-senang kepadanya dan Dia mengadakan sesame kamu kasih sayang dan rahmat, sesungguhnya demikian itu menjadi ayat (tanda) bagi kaum yang memikirkan”. (ar-Rum/30: 21)
Perkawinan menurut islam adalah suatu perjanjian (akad) untuk hidup
bersama antara pria dan wanita sebgai suami istri agar mendapatkan
ketentraman hidup dan kasih saying.P3F
4
Ulama muta’akhirin mendefinisikan nikah sebagai nikah adalah akad
yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga
(suami-isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong serta
memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-
masing.P4F
5
Ulama kontemporer memperluas jangkauan definisi yang disebutkan
ulama terdahulu. Diantaranya seperti disebutkan Dr. Ahmad Gandur dalam
bukunya Ahwal Syakhsiyyah fi al-Tasyri’al-Islamy yang dikutip oleh Prof. Dr.
Amir Syarifudin, “Akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki
dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan
menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-
kewajiban”. P5 F
6
3 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 4. 4Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Permadani 2004), h. 76. 5 Djamaan Nur, Fikih Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993), cet. Ke-I, h. 3-4. 6 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: Kencana, 2006),h. 11.
16
Dari definisi di atas ada yang menarik untuk dicermati. Dalam kitab-
kitab fikih seperti yang telah diuraikan tadi, tampaknya para ulama
mendefinisikan perkawinan semata-mata dalam konteks hubungan biologis
saja. Hal ini wajar, karena makna dari nikah itu sendiri sudah berkonotasi
dengan hubungan seksual. Biasanya para ulama dalam merumuskan definisi
tidak akan menyimpang apalagi berbeda dengan makna aslinya. Disamping itu
harus jujur diakui yang menyebabkan laki-laki dan perempuan tertarik untuk
menjalin hubungan adalah (salah satunya) dorongan-dorongan yang bersifat
biologis baik disebabkan karena ingin mendapatkan keturunan maupun karena
memenuhi kebutuhan seksualnya.7
Adapun fikih Indonesia memasukkan kata mitssaqan ghalidzan dan
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, dengan
demikian, meminjam argumentasi Alaudin Koto yang menyatakan bahwasanya
fikih Indonesia dalam konteks perkembangan setidaknya memiliki watak
dalam menentukan hukum islam yakni takamul (lengkap) wasathiyyah
(pertengahan) dan harakah (dinamis).8
B. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Positif
Pernikahan dalam undang-undang disebut dengan perkawinan,
perkawinan ini diatur dalam Undang-Undang Positif di Indonesia. Undang-
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 merumuskan definisi perkawinan
dengan, “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.9
7 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 4. 8Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam
Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 32. 9 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 (pasal 1).
17
Ada beberapa hal dari rumusan tersebut di atas yang perlu
diperhatikan:10
Pertama, digunakannya kata: “Seorang pria dengan seorang wanita”
mengandung arti bahwa perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang
berbeda. Hal ini menolak perkawinan sesama jenis yang waktu ini telah
dilegalkan oleh beberapa negara barat.
Kedua, digunakannya ungkapan “sebagai suami isteri”mengandung arti
perkawinan itu adalah bertemunya jenis kelamin yang berbeda dalam suatu
rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama”
Ketiga, dalam definisi tersebut disebutkan pula tujuan perkawinan,
yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, yang menafikan
sekaligus perkawinan temporal sebagaimana yang berlaku dalam perkawinan
mut’ah dan perkawinan tahlil.
Keempat, disebutkannya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
menunjukkan bahwa perkawinan itu bagi Islam adalah peristiwa agama dan
dilakukan untuk memenuhi perintah agama.
Disamping definisi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tersebut di atas, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia
memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU tersebut,
namun bersifat menambah penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut,
“Perkawinan ialah ialah akad yang sangat kuat atau miitsaaqon ghaliidzhon
untuk menaati perintah Allah dan melaksanankannya merupakan ibadah”.11
Perkawinan menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yaitu akad yang sangat
kuat (miitsaaqon ghaliidzhon) untuk mentaati perintah Allah, dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Oleh karenanya perkawinan bukan
sekedar hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama
berdasarkan kebutuhan biologis.12
10 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011), h. 5. 11KHI buku 1 tentang perkawinan, Pasal 2. 12Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum
Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 36.
18
Perkawinan merupakan hal yang fitrah bagi manusia yang sudah
tertanam dan terpatri dalam hati dan perasaan manusia laki-laki dan wanita.
Keduanya saling membutuhkan guna saling mengisi dan membagi perasaan
suka maupun duka. Hidup ini terasa kurang sempurna tanpa kehadiran orang
lain di sisinya, menjalin kasih sayang bersamanya, membangun mahligai
rumah tangga yang bahagia dan lestari.13 Menurut penulis pernikahan atau
perkawinan adalah akad antara seorang pria dan wanita secara lahir dan batin
yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban masing-masing bagi keduanya.
Adanya perkawinan merupakan suatu sarana bagi umat manusia dalam
mengembangkan keturunan sehingga menjadi pembeda antara manusia dan
mahluk Tuhan yang lain.
C. Syarat dan Rukun Pernikahan
Rukun dan syarat menetukan suatu hukum terutama yang menyangkut
dengan sah atau tidaknya. Yang dimaksud dengan perkawinan disini adalah
keseluruhan yang secara langsung berkaitan dengan perkawinan dengan segala
unsurnya, bukan hanya akad nikah itu sendiri. Dengan begitu rukun dan syarat
perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu perkawinan,
baik yang menyangkut unsur dalam maupun unsur luarnya.14
Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja.
Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun nikah terdiri dari shigot (ijab qabul),
adanya calon istri, adanya calon suami, adanya wali. Adapun mahar dan saksi
merupakan syarat pernikahan akan tetapi sebagian ulama fikih menggolongkan
mahar dan saksi sebagai rukun pernikahan.15 Sayyid Sabiq juga menyimpulkan
13 Syeikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al Musnad dan Khalid bin Ali al-Anbari,
Perkawinan dan Masalahnya, Terj: Al Ziwaaj wa Al-Mubuur, Najhul Shalih, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993) Cet. II, h. 18.
14Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kenca Prenadamedia Grup, 2003) h. 87.
15Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz IV,h. 6521.
19
rukun nikah juga terdiri dari ijab dan qabul, sedangkan yang lain termasuk
dalam syarat.16
1. Syarat dan Rukun Pernikahan Menurut Hukum Islam
Syarat sahnya pernikahan merupakan ketentuan yang harus dipenuhi
agar pernikahan yang dilaksanakan dinyatakan sah dan diakui secara hukum
sehingga hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pernikahan dapat berlaku.
Menurut Imam Malik rukun nikah ada 5 (lima) yaitu: (1) Wali dari mempelai
perempuan; (2) Mas Kawin; (3) Mempelai pria; (4) Mempelai perempuan; (5)
Sighat yakni ungkapan kata yang menyatakan maksud akad.17 Adapun menurut
Imam Syafi’e rukun akan nikah terdiri dari: (1) Calon Mempelai laki-laki; (2)
Calon mempelai Perempuan; (3) Wali; (4)Dua orang saksi; (5) Sighat atau Ijab
Qobul.18
Adapun syarat-syarat sah pernikahan berdasarkan masing-masing rukun
nikah adalah sebagai berikut:
1. Calon suami syaratnya adalah; a. Beragama Islam, b. Laki-laki, c.
Jelas orangnya, d. Dapat memberikan persetujuan e. Tidak terdapat
halangan perkawinan
2. Calon isteri, syaratanya adalah; a. Beragama Isalam, b. Perempuan,
c. Jelas orangnya, d. Dapat dimintai persetujuannya e. Tidak terdapat
halangan perkawinan
3. Saksi nikah; a. Minimal dua orang laki-laki, b. Hadir dalam ijab
qabul, c. Dapat mengerti maksud akad, d. Islam, e. Dewasa
4. Ijab Qabul
Syarat paling penting dalam sebuah pernikahan adalah adanya mahar.
Mahar yang telah menjadi bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa arab al-
16Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Dar Fath lil i’lami al Araby, Jilid 3, Cetakan 21410
H. /1990 M) h. 213 17Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam
Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 47. 18Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam
Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 48.
20
mahr, jamaknya al-muhur atau al-muhurah. Kata yang semakna dengan mahar
adalah al-shadaq, nihlah, faridhah, ajr, hibai, uqr, ‘alaiq, thaul dan nikah.19
Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang
akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad
dengan suami, dua orang saksi yang menyaksikan telah berlangsungnya akad
perkawinan itu dan mahar. Para ulama jumhur menetapkan akad, kedua
mempelai, wali si perempuan dan saksi sebagai rukun dari perkawinan, yang
bila tidak ada salah satu di antaranya perkawinan itu tidak sah. Sedangkan
mahar ditempatkan sebagai syarat dalam arti tidak menentukan kelangsungan
akad nikah, namun harus dilaksanakan dalam masa perkawinan.20
2. Syarat dan Rukun Pernikahan Menurut Hukum Positif
Syarat perkawinan ialah segala hal mengenai perkawinan yang harus
dipenuhi berdasarkan peraturan perundang-undang sebelum pernikahan
dilangsungkan. Syarat sahnya perkawinan menurut BW ada dua, yaitu: syarat
intern dan syarat ekstern.21 Sedangkan Secara umum dalam peraturan
perundang-undangan tidak disebutkan dengan jelas mengenai rukun
pernikahan ataupun perkawinan.
Syarat intern merupakan syarat terhadap para pihak terutama mengenai
kehendak, wewenang dan persetujuan orang lain yang diperlukan para pihak
untuk mengadakan perkawinan.
Syarat intern ini dapat dibedakan menjadi syarat intern mutlak dan
syarat intern relattif:22
Syarat intern mutlak berisikan syarat-syarat yang harus dipenuhi para
pihak untuk dapat melangsungkan perkawinan. Bila syarat-syarat ini tidak
dipenuhi maka perkawinan tidak dapat dilakukan. Syarat intern mutlak terdiri
dari:23 (a) Asas monogami mutlak (Pasal 27 BW); (b) Persetujuan kedua belah
19 Nurjannah, Mahar Pernikahan, ( Yogyakarta:Prima Shopi, 2003), h. 23. 20 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fikih, h. 87. 21 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Press, 2007) h. 7. 22 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 7. 23 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 7.
21
pihak (Pasal 28 BW); (c) Mencapai batas umur tertentu (pasal 29 BW); (d)
Lewat masa tunggu bagi wanita yang ingin menikah lagi, yatitu 300 hari (pasal
34 BW); (e) Memperoleh izin kawin (pasal 35 BW).
Syarat intern relatif bahwa dalam suatu keadaan tertentu mereka dapat
melangsungkan perkawinan. Syarat intern relatif ini berisikan larangan-
larangan perkawinan, yaitu:24
a. Larangan perkawinan karena adanya hubungan kekeluargaan, karena
hubungan darah dan hubungan perkawinan ( pasal 30 BW)
b. Larangan perkawinan karena salah satu pihak dijatuhi hukuman oleh
hakim karenta terbukti melakukan zina (pasal 32 BW)
c. Larangan perkawinan karena adanya perkawinan terdahulu (pasal 33
BW)
Syarat ekstern adalah syarat-syarat dan formalitas yang harus dipenuhi
oleh para pihak baik sebelum maupun pada waktu mereka melangsungkan
perkawinan, misalnya pendaftaran ke Kantor Catatan Sipil (KCS).
Undang-undang perkawinan juga menentukan persyaratan perkawinan
yang dibagi menjadi dua:25
a) Syarat Materil
a. Asas monogami relatif (Pasal 3 ayat 1 UUP)
b. Persetujuan bebas kedua belah pihak (pasal 6 UUP)
c. Mencapai batas umur (pasal 7 UUP)
d. Lewat masa iddah (pasal 11 ayat 1 UUP)
e. Tidak terhalang oleh larangan perkawinan
b) Syarat formil
Syarat formil sama halnya dengan syarat ekstern perkawinan menurut
BW, yaitu syarat-syarat dan formalitas yang harus dipenuhi oleh para pihak
baik sebelum maupun pada waktu mereka melangsungkan perkawinan.26
24 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 8. 25 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata:Comparative
Civil Law, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014) h. 147. 26Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz VII, h 6516.
22
D. Hukum Pernikahan Dalam Islam
Pernikahan atau perkawinan itu adalah sunatullah artinya perintah Allah
dan Rasul-Nya, tidak semata-mata keinginan manusia atau hawa nafsunya saja
karenanya seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah mengerjakan
sebagian dari syariat (aturan) agama Islam.27 Sebagaimana firman Allah SWT
surat An Nisa ayat 3:
وإن خفتم أال تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثالث
لك أال تعولو أدنى ورباع فإن خفتم أال تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذ
)3(النساء: … Artinya: Maka nikahilah (kawinilah) olehmu dari perempuan-perempuan itu dua orang, tiga orang dan empat,maka jika kamu khawatir (takut) tidak akan berlaku adil, cukuplah satu orang (saja). (QS an Nisa: 3)
Juga dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: P27F
28
ص النكاح من سنتي، فمن لم يعمل بسنتي لى هللا عليه وسلم:قال رسول �
فليس منيArtinya: Nikah itu adalah sunnahku. Barang siapa yang berkehendak kepada sunnahku, sesungguhnya ia berkehendak (ingin) kepadaku. (HR Ibnu Majjah).
Orang yang diwajibkan kawin, ialah orang yang sanggup untuk kawin.
Sedangkan ia khawatir terhadap dirinya akan melakukan perbuatan yang
dilarang Allah melakukannya. Ia mampu memberikan nafkah dan mahar,
memenuhi hak-hak pasangan.P28F
29PMelaksanakan perkawinan merupakan satu-
27 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1993), cet ke-I, h. 3. 28Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al QuzwainiSunan
Ibn Majjah,Jilid 2. bab keutamaan menikah juz I, (Kairo: Daar al-ikhyaal-kutub al arabiyah, 1996) h. 592.
29Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz VII, h. 6516.
23
satunya jalan baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang
Allah SWT.30
Sunnah hukumnya menurut jumhur ulama kecuali Imam Syafii, bagi
orang yang tidak khawatir berbuat zina jika tidak menikah, dan tidak khawatir
mendholimi istrinya jika menikah. Orang-orang yang makruh hukumnya kawin
ialah orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada hakekatnya
orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan
melakukan perkawinan, tetapi dikahawatirkan tidak dapat mencapai tujuan
perkawinan, karena itu dianjurkan sebaiknya ia tidak melakukan perkawinan.31
Wajib, bagi orang yang telah mampu kawin (baik dari segi fisik, mental
maupun biaya), sementara dirinya dikhawatirkan akan berbuat zina jika tidak
kawin. 32
Makruh, bagi orang yang tidak mampu melakukan kewajiban-
kewajiban sebagai suami, tetapi hal ini tidak akan membuat istri yang
dikawininya menderita, misalnya, wanita tersebut kaya dan gairah seksualnya
tidak begitu kuat.33
Haram bagi orang-oang yang tidak yakin, jika dia menikah dia tidak
akan mendzolimi dan mendatangkan bahaya bagi perempuan yang dinikahinya,
tidak mampu menanggung beban berkeluarga, atau tidak mampu adil jika
menikah dengan wanita lain (poligami).34
Mubah, bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan
untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudaratan apa-
apa bagi siapapun.35 Ulama penganut madzhab Syafi’I berpendapat, hukum
pernikahan adalah mubah. Dasar hukum yang mereka gunakan adalah
30 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974),cet. Ke-I , h. 23. 31 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h.24. 32Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Prespektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai, Ruju’.
Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011. h. 10. 33Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Prespektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai,
Ruju’.h. 10 34Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz IV, h. 6516. 35 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fikih, h. 80.
24
perkawinn itu sama halnya dengan makan dan minum, yaitu dalam rangka
memperoleh kenikmatan dan kelezatan yang hukumnya mubah.36
Moh. Ali Wafa berpendapat bahwa di Indonesia meskipun mayoritas
masyarakatnya bermadzhab Syafi’i, Namun ketika menghukumi nikah nereka
lebih condong kepada pendapat Jumhur Ulama’selain itu hukum sunnah
sebagaimana yang dikatakan oleh Jumhur Ulama’ tersebut termasuk Sunnah
Muakkad yaitu sunnah yang snagat dianjurkan, hal ini dapat dilihat dan
dipahami dari beberapa hadist Nabi tentang anjuran menikah. 37
E. Landasan Hukum Perkawinan Menurut Undang-undang
Dalam ilmu hukum dikenal 2 (dua) jenis hukium yaitu ius constitutum
dan ius constituendum. Kedua jenis hukum tersebut mempunyai arti yang
berbeda. Perbedaan kedua jenis hukum tersebut terletak pada factor waktu.
Sebagaimana yang ditulis oleh Maman Rahman Hakim yang dikutip oleh Moh.
Ali Wafa dalam bukunya “Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam
Hukum Islam Dan Hukum Materil”.Ius constitutum yaitu hukum positif atau
hukum yang telah ditetapkan dan berlaku saat ini. Sedangkan ius
constituendum adalah hukum yang dicita-citakan (masa mendatang).38
Negara seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-Undang
Perkawinan nasioalyang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan
memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan
dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat.39
Presiden RI telah mengesahkan suatu Undang-Undang Nasional yaitu
Undnag-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan peraturan
36Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum
Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 41. 37Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum
Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 42. 38Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum
Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 43. 39 Sudarsono, Hukum Kekekluargaan Nasional(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), h. 162.
25
pelaksanaannya PP Nomor 9 Tahun 1975. Maka segenap warga Indonesia yang
ingin melangsungkan perkawinan berlakulah Undang-Undang tersebut.40
Undang-undang perkawinan adalah lex spesialis dari lex generalis
aturan perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Sebelum diundangkannya UUP tersebut, aturan perkawinan di
Indonesia diatur oleh KUHPer sebagai hukum produk colonial Belanda.
Namun berdasarkan lex spesialis derogate lex generalis, maka UUP
menghapus aturan perkawinan yang diatur oleh KUHPer.41
Kompilasi Hukum Islam yang disahkan dengan Intruksi Presiden
Nomor 1 tahun 1991 merupakan pedoman bagi hakim-hakim yang berada
dilingkup Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang
ditanganinya. Maka keliru ketika menyatakan bahwa UUP merupakan aturan
untuk orang Islam saja, atau UUP aturan bagi Non Muslim dan Kompilasi
Hukum Islam sebagai aturan perkawinan untuk Muslim. Karena pada dasarnya
undang-undang satu dengan yang lain saling berkesinambungan.
F. Kafaah dalam Pernikahan
Pemilihan jodoh atau usaha mencari pasangan hidup sebagai suami
isteri tidaklah mudah (tidak gampang), terutama karena cukup banyak masalah-
masalah atau seluk beluknya yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan
oleh masing-masing pihak. Sehubungan dengan itu pula maka agama Islam
tidak menutup pintu untuk melakukan usaha-usaha pemantapan, dengan kata
lain; Islam memberikan peluang atau kesempatan pada masing-masing calon
suami istri untuk dapat mencari atau mempelajari sifat-sifat atau tingkah laku
serta memperhatikan watak kepribadian dari calon-calon tersebut.42
40 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di
Indonesia,Jakarta:Bina Aksara, 1987. h. 51. 41Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum
Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 44 . 42 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga yang Sakinah ), h. 6.
26
Secara bahasakafaah mengandung arti kesamaan dan keserupaan.
Sedangkan kafaah adalah orang yang serupa dan sepadan. Maksud kafaah
dalam pernikahan adalah bahwa suami hendaknya sekufu dengan istrinya.43
Menurut mazhab Maliki, selain agama, juga bebas dari cacat. Jika
ditemukan cacat, salah satu pihak boleh memilih untuk tidak melanjutkan
perjodohan. Sedangkan mayoritas ulama melihat dari segi agama, keturunan,
bebas bertindak dan profesi. Mazhab Hanafi dan Hambali menambah dengan
harta atau kekayaan. Dari beberapa kriteria di atas tidak ditemukannya unsur
setara dari sudut golongan atau kelompok.44 Mengenai ukuran kafaah nabi
Muhammad SAW telah menjelaskan dalam haditsnya yang berbunyi sebagai
berikut:45
ي صلى هللا عليه وسلم قال: " تنكح المرأةألربع: لمالها ولحسبها عن النب
ين، تربت يداك وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الد
Artinya: Nikahilah perempuan karena empat hal, karena hartanya,
nasabnya, kecantikannya dan agamanya, niscaya kamu akan beruntung.
(HR. Bukhari)
Dalam hadits tersebut digambarkan secara umum bahwa harta atau
kekayaan, keindahan dan kecantikan tubuh, masalah keturunan dan agama
adalah merupakan serangkaian pandangan dalam usaha pemilihan jodoh atau
teman hidup, namun akhirnya, masalah agama jelas memegang peranan
terpenting untuk mewujudkkan keimanan dan kebahagiaan dalam rumah
43 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 69. 44 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) Cet. Ke-II, h. 200.
45Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al-Bukhari. Al Jaami’u al musnad al shohih, bab al-ikhfaau fi al-din Juz VII,(Kairo: Dārul Manār 1347H/1928M). h. 7.
27
tangga seseorang.46 Kesetaraaan agama yang dimaksud adalah kesetaraan
dalam pemahaman seseorang terhadap agama Islam.
Mazhab Hanafi, sebagaimana juga Hasan al-Basri, al-Sauri dan al-
Karkhi berpendapat bahwa kesetaraan bukan syarat utama perkawinan dan
tidak pula menjadi syarat sah perkawinan, bahkan bukan menjadi syarat
lazim.47
Oleh karena itu, se-kufu dalam segala hal bukan keharusan. Kecuali
merupakan adat istiadat suatu daerah yang dipraktikan secara turun temurun.
Jika dipraktikkan secara ketat se-kufu dalam segala hal, maka hubungan dan
pembauran antarsuku bangsa yang seagama sulit diwujudkan, yang menonjol
adalah rasa kesukuan. Sebaliknya dengan memperketat kesetaraan dari sisi
agama akan berdampak positif bagi perkembangan agama itu sendiri.48
Kelaziman kesetaraan selain agama adalah sekedar untuk menjaga
keserasian hidup secara lahiriyah antara suami isteri dan kedua belah pihak
keluarga. Itupun hanya sebagai bahan pertimbangan. Dalam Kompilasi Hukum
Islam juga telahditetapkan bahwa tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan
pencegahan perkawinan, kecuali kalau berbeda agama. 49Pada asasnya tidak
ada perbedaan di antara manusia. Semua manusia adalah sama; sama-sama
diciptakan Allah sebagai makhluk-Nya yang mempunyai bentuk paling baik,
berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:
(التين : 4) ن فى أحسن تقويم نس لقد خلقنا ٱإلbahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
46Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga yang Sakinah ), h. 9. 47Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h.200. 48 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h. 201. 49 Selengkapnya lihat Kompilasi Hukum Islam, Pasal 60-69. Dalam Undang-Undang No
1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga dicantumkan ketentuan tentang se-kufu.
28
G. Perkawinan yang Dilarang
Melaksanakan perkawinan dengan tidak ada maksud untuk mencapai
tujuan perkawinan adalah perkawinan yang menyimpang dari yang telah
disunnahkan Rasulullah SAW. Karena itu, perkawinan tersebut termasuk
perkawinan yang dibenci oleh Rasulllah SAW dan tidak sesuai dengan yang
disyariatkan oleh agama Islam.50
Diantara tanda-tanda perkawinan yang telah menyimpang dari tujuan
ialah perkawinan yang semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu belaka,
bukan untuk melanjutkan keturunan, bukan untuk membentuk keluarga muslim
yang bahagia dan diridloi Allah SWT, perkawinan yang untuk waktu-waktu
tertentu saja dan sebagainya.51
Secara garis besar larangan kawin antara seorang laki-laki dan seorang
wanita menurut syara’ dibagi dua, yaitu halangan abadi dan halangan
sementara. Halangan abadi (mahrom muabbad) yang telah disepakati yaitu:52
(1) Nasab (keturunan); (2) Pembesanan (pertalian kerabat semenda); (3)
Sesusuan
Halangan pernikahan karena nasab ada tujuh macam, yakni: ibu
(termasuk nenek menurut garis ke atas); anak perempuan (termasuk cucu
menurut garis ke bawah); saudara perempuan sekandung, sebapak dan seibu;
saudara perempuan bapak (bibi) baik kandung, sebapak, atau seibu; saudara
perempuan ibu (bibi) baik sekandung, sebapak, atau seibu; anak perempuan
dari saudara laki-laki seterusnya kebawah, baik kandung sebapak atau seibu
dan seterusnya ke bawah.53 Sesuai dengan surat an-Nisa ayat:23
هاتكم مت عليكم أم اتكم وخاالتكم وبنات األخ وبنات حر وبناتكم وأخواتكم وعم
هات نسائكم ور ضاعة وأم تي أرضعنكم وأخواتكم من الر هاتكم الال األخت وأم
تي دخلتم بهن فإن لم تكونوا دخلتم تي في حجوركم من نسائكم الال بائبكم الال
50 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 105. 51 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 106. 52 Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, h. 103. 53 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h.205.
29
بهن فال جناح عليكم وحالئل أبنائكم الذين من أصالبكم وأن تجمعوا بين
كان غفورا رحيما (النساألختين إال ما ق )23ء: اد سلف إن � Artinya: Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan ,anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan. (QS. An-Nisa: 23)
Halangan pernikahan karena semenda mencakup empat bagian, yakhi:
istri ayah atau istri kakek dan seterusnya secara garis lurus ke atas, baik kakek
dari jalur ayah atau jalur ibu, baik sebelum atau sesudah digauli, istri anak dan
istri cucu, baik dari jalur anak laki-laki maupun anak perempuan, baik sebelum
atau sesudah digauli; mertua, baik mertua kandung atau ibu sesusuan, baik
anaknya yang dikawini itu belum atau sudah digauli; anak tiri perempuan jika
ibunya (sebagai istri) telah digauli dari perkawinan yang sah atau fasid. Jika
belum digauli boleh kawin dengannya. P53F
54
Halangan pernikahan karena sesusuan. Baik ibu susuan, atau saudara-
saudara susuan. Rasulullah SAW bersabda:
عليه وسلم صلى � م الوالدةقال رسول � م ما تحر ضاعة تحر P54Fنعم إن الر
55 Artinya: Keharaman karena susuan sama dengan keharaman karena
hubungan nasab.
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu zina dan li’an P55F
56P.
Halangan-halangan sementara (mahrom ghoirumuabbad) ada delapan yaitu: P56F
57
1. Mengumpulkan dua orang bersaudara atau semahram;
2. Istri yang ditalak tiga;
54 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau,h. 205. 55HR. Muslim, dalam bab keharaman karena susuan dan kelahiran, juz II, (Bairut: Daar
al-ikhya) h. 1068. 56Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, h. 103 57 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h.208.
30
3. Kawin dengan budak;
4. Poligami lebih dari empat istri;
5. Kawin dengan istri orang lain;
6. Dengan perempuan yang dalam masa iddah;
7. Dengan perempuan non Muslim;
8. Dan dalam masa ihram.
Dalam hukum positif juga memiliki aturan tentang perkawinan-
perkawinan yang dilarang. Dalam KHI, larangan kawin seperti yang telah
diuraikan di atas, dijelaskan pula secara rinci dalam bab IV pasal 39 sampai
44.58 Dalam Undang-undang Perkawinan menentukan beberapa larangan untuk
melangsungkan perkawinan yang dimuat dalam pasal 8,9 dan 10.59 Adapun
perkawinan yang dilarang adalah perkawinan yang masih berhubungan
sedarah, perkawinan yang masih berhubungan semenda, perkawinan yang
berhubungan darah karena sesusuan, saudara dan bibi dari istri, poligami tanpa
memenuhi syarat serta pernikahan muhalil.
Larangan nikah selain orang yang akan menikah sebagai objek
larangan nikah, Islam juga mencantumkan beberapa jenis pernikahan sebagai
objek pelarangan untuk menikah diantaranya yaitu: nikah mutah (kawin
kontrak), nikah syighor (nikah yang dilaksanakan berdasarkan janji atau
kesepakatan), nikah muhallil (nikah yang dilakukan dengan tujuan
menghalalkan pernikahan perempuan yang dinikahinya agar dinikahi mantan
suaminya yang telah mentalak tiga), dan pernikahan silang (nikah beda
agama).60
H. Tujuan dan Hikmah Pernikahan
1. Tujuan Pernikahan
Sebagaimana dengan hukum-hukum yang lain yang ditetapkan dengan
tujuan tertentu sesuai dengan tujuan pembentukannya, demikian pula halnya
58 Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat,h. 114. 59 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h. 27. 60 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta:
Elsas, 2008) h. 34-37.
31
dengan syariat Islam, mensyariatkan perkawinan dengan tujuan dan hikmah
tertentu pula.61
Adapun tujuan pernikahan atau perkawinan adalah:
1. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan
penyambung cita-cita, membentuk keluarga, dan dari keluarga-keluarga
dibentuk umat,
2. Untuk menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah mengerjakannya.
3. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan
kasih sayang.
4. Untuk menghormati sunnah Rasulullah SAW. Beliau mencela orang-orang
yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun dan beribadat tiap
malam dan tidak akan kawin.
Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan sudah
tercantum dengan jelas di dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawina , tujuan
perkawinan adalah: membentuk keluarga/rumah tangga yang kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.62
2. Hikmah Pernikahan
Pernikahan yang sah dan di ridhoi Allah tentunya membawa hikmah
tersendiri. Berikut ini adalah hikmah Perkawinan bagi yang melakukan
perkawinan yang sah, yakni:63
a. Menghindari terjadiya perzinaan;
b. Dapat merendahkan pandangan mata dari melihat perempuan yang
diharamkan;
c. Menghindari terjadinya penyakit kelamin yang diakibatkan oleh
perzinaan seperti AIDS;
61 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 20. 62K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h. 14. 63Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam
Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 52 .
32
d. Lebih menumbuh kembangkan kemantapan jiwa dan kedewasaan serta
tanggungjawab kepada keluarga;
e. Nikah merupakan setengah dari agama;
f. Menikah dapat menumbuhkan kesungguhan, keberanian, dan rasa
tanggungjawab kepada keluarga, masyarakat dan Negara;
g. Dapat memperhubungkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan
dalam menghadapi perjuangan hidup, dalam kehidupan masyarakat
dan social.
Perkawinan merupakan cara Allah untuk memfasilitasi manusia agar
menikmati surge dunia dan melaksanakannya merupakan suatu ibadah.
Perkawinan merupakan tiang sebuah keluarga. Dengan adanya pernikahan, hak
dan kewajiban akan ditunaikan dengan semangat keagamaan, sehingga
kehormatan antara pria dan wanita akan terjaga.
I. Konsep Budaya/Adat Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Konsep Budaya/Adat Hukum Positif
Nusantara adalah sebuah Negeri dengan penduduk Islam terbesar. Pada
masa kolonial Belanda dan Jepang, hukum Islam di Nusantara ini diselimuti
keterbelakangan dalam berpikir, hanya terfokus pada aspek ibadah, bercorak
satu madzhab, memperkeras taklid, larangan talfik dan larangan membuka
pintu ijtihad. Kenyataan ini masih dipersuram dengan miskinnya kajian
metodologis. Pemikiran hukum Islam lebih mementingkan hasil dari pada
proses penyimpulan hukum, mengabaikan maslahat sebagai salah satu tujuan
hukum Islam, karena pendapat ulama seringkali di impor begitu saja sebagai
sebuah kebenaran tanpa dikaji ulang.64
Islam yang masuk di Indonesia pada waktu itu lebih dipahami sebagai
proses Arabisasi atau lebih berkiblat kepada Arab dengan menafikan nilai-nilai
lokalitas. Lebih parah lagi kondisi ini diperkeruh dengan lahirnya kebijakan
pemerintah kolonial dengan teori resepsinya, yaitu yang menjadi patokan
dalam penyelenggaraan hukum di Indonesia adalah hukum adat, sedangkan
64Ramulyo, Moh. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.h. 12.
33
hukum Islam baru bisa dijadikan sebagai rujukan setelah terlebih dahulu
diresepsi oleh hukum adat. Kondisi inilah kiranya yang menggugah kesadaran
para intelektual muslim untuk melakukan perubahan, agar muslim Indonesia
tidak terjebak pada perdebatan-perdebatan yang tidak menyentuh permasalahan
substantif. Hazairin dan Yudian merupakan sebagian tokoh yang ikut
menyumbangkan pikirannya berkaitan dengan teori resepsi.65
Sebelum Nusantara menggapai kemerdekaan, hukum Islam mengalami
perlakuan marginalisasi oleh pemerintah kolonial. Hukum Islam telah
dirugikan oleh teori receptive yang disponsori oleh Cornelis van Vollenhoven
dan kemudian diteruskan Cristian Snouck Hurgronje. Melalui teori ini, seolah-
olah hukum Islam terletak inferior di bawah hukum adat. Penulis
Barat/Belanda menggambarkan hukum Islam dan adat sebagai dua unsur yang
bertentangan. Teori konflik yang mereka pergunakan untuk mendekati masalah
hubungan kedua sistem hukum itu dengan sadar bertujuan untuk memecah
belah dan mengadu-domba rakyat Indonesia. Selanjutnya, rencana ini
mempunyai target untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di tanah air ini.66
Adanya teorinya Snouck, Hazairin merasa bahwa teori ini hanyalah
mainan Belanda untuk menjaga kekuasaannya aman di Indonesia. Teori
Hazairin adalah teori receptie exit. Teori ini merupakan instrument untuk
mengembalikan kedudukan hukum Islam sebagai mitra hukum adat.
Sebelumnya, menurut teori receptie, hukum Islam berada di bawah hukum
adat. Di bawah teori receptie ini, hukum Islam mendapat segudang stigma
negatif termasuk penyudutan kedudukan Islam sebagai pemecah belah
keutuhan nasional. Dengan teori receptie exit ini, paling tidak, hukum Islam
adalah mitra hukum adat untuk bersama-sama membangun hukum nasional
dalam wajah pluralitasnya. Spirit Hazairin ini sebenarnya seirama dengan
Yudian yang berhasil menggagas konstitusi yang menghargai keberagaman.67
65 Assiddiqie, Jimly, Hukum Islam di Indonesia: Dilema Legislasi Hukum Agama di
Negara Pancasila, dalam Majalah Pesantren No. 2/Vol. VII/1990, 1990. 66 Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1993. h. 13 67 Thalib, Sayuti, Receptio A Contrario, Jakarta: Bina Aksara, 1985. h, 34
34
Teori Receptie merupakan kebalikan dari teori receptio in complexu.
Hal ini bermula dari penentangan C. Snouck Hurgronje terhadap teori receptio
in complexu yang dikembangkan oleh Van Den Berg, yang kemudian teori ini
dikenal dengan istilah teori receptie. Penganut teori ini mengemukakan bahwa
sebenarnya yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat asli, dan ke dalam
hukum adat ini memang telah masuk pengaruh hukum Islam, kekuatan hukum
Islam ini baru bisa dianggap dan diakui kalau sudah diterima oleh hukum adat.
Maka lahirlah dari sini hukum adat bukan hukum Islam.68
Teori receptio a contrario dikembangkan oleh Hazairin, Teori ini
dimajukan karena kemerdekaan Indonesia telah berhasil diproklamirkan yang
tentunya berkonsekuensi adanya perubahan undang-undang dari peninggalan
Belanda. Disamping itu karena adanya alasan eksistensi hukum Islam di
Indonesia ini dalam fakta sejarah sebagaimana diulas di atas, dan anggapan
tidak benar kalau hukum Islam itu harus direcipeer lebih dahulu oleh hukum
adat. 69
Dalam teori ini dikembangkan pemikiran, bahwa setelah Indonesia
merdeka maka secara otomatis teori receptie yang dikembangkan oleh politik
penjajah Belanda itu dianggap telah mati dan menemui ajalnya. Dengan
demikian undang-undang tentangnya yaitu pasal 134 ayat (2) Indische
Staatsregeling, yang berlaku sejak 1929 pun dianggap tidak berlaku lagi karena
sudah terhapus oleh hukum yang berkembang dalam jiwa masyarakat yang
tertuang dalam jiwa pembukaan UUD 1945, pasal 29 UUD tersebut.70
2. Konsep Budaya/Adat Dalam Hukum Islam
Adat atau budaya dalam islam bisa disebut juga Urf. Urf menurut
bahasa adalah adat, kebiasaan, suatu kebiasaan yang terus menerus. Urf yang
dimaksud didalam ilmu ushul fiqih adalah sesuatu yang telah terbiasa
68 Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Cet.
I; Jakarta: Tintamas, 1975. h. 21 69 Ramulyo, Moh. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.h. 18 70 Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1993. h. 29
35
dikalangan manusia atau pada sebagian mereka dalam hal muamalat dan telah
melihat atau tetap dalam diri diri mereka dalam beberapa hal secara terus
menerus yang diterima oleh akal yang sehat.71 Adat dengan persyaratan-persyaratan tertentu dapat dijadikan
sandaran untuk menetapkan sesuatu hukum, bahkan didalam sistem hukum
Islam kita kenal qa’idah kulliyah fiqhiyyah yang berbunyi:72
حكمةمكمة , العادة حعادة شريعة مال
Maksudnya, adat dapat dijadikan untuk mendapatkan suatu hukum.
Menurut Abdul Wahab Al-Khalaf, ‘Urf adalah apa yang dienal oleh manusia
dan menjadi tradisi, baik ucapan, perbuatan, atau pantangan-pantangan, dan
disebut juga adat.
Menurut istilah ahli syara’, tidak ada perbedaan antara ‘urf dan adat.
Adat disini bermacam-macam, adat perbuatan, seperti kebiasaan manusia
dalam jual beli dengan tukar menukar secara langsung tanpa bentuk ucapan
akad. Adat ucapan, seperti kebiasaan umat manusia menyebut al-walad secara
mutlak berarti anak laki-laki, bukan anak perempuan, dan kebiasaan mereka
untuk mengucapkan kata daging sebagai ikan. Adat terbentuk dari kebiasaan
manusia menurut derajat mereka, secara umum maupun tertentu. Berbeda
dengan ijma’yang terbentuk dari kesepakatan para Mujtahid saja, tidak
termasuk manusia secara umum.P72F
73
Alasan Urf dapat dijadikan menjadi sebauh dalil hukum adalah Hadits
Nabi yang berbunyi:
فهو عند ما رآه المسلمون حسنا؛ فهو عند هللا حسن، وما رآه المسلمون سيئا؛
هللا سيئ
Artinya: “Sesuatu yang di nilai baik oleh kaum muslumin adalah baik di sisi Allah, dan sesuatu yang mereka nilai buruk maka ia buruk di sisi Allah”. (HR Ahmad)
71A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010.), h.162 72Muhyidin Mas Rida, Al Wajiz 100 Kaidah Fiqih Dalam Kehidupan Sehari Hari,
Jakarta: Al kautsar, 2008. h.164 73 Abdul Wahab Khallaf, ilmu ushul fiqih (Bandung : Pustaka Setia, 2007, h. 128)
36
Hal ini menunjukkan bahwa segala adat kebiasaan yang diangap baik
oleh umat Islam adalah baik menurut Allah karena apabila tidak
melaksanakankebiasaan tadi, maka akan menimbulkan kesulitan.74 Dalam
kaitan ini, Allah berfirman:75
وما جعل عليكم فى ٱلدين من حرجArtinya : “Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan” (al-Hajj: 78). Adapun alasan para ulama yang memakai urf dalam menetapkan
hukum antara lain: P75F
76
1. Banyak hukum Islam yang ternyata sebelumnya merupakan kebiasaan
orang Arab yang maslahat seperti perwalian nikah oleh laki-laki,
menghormati tamu, susunan keluarga dalam pembagian waris, dan
sebagainya.
2. Adat kebiasaan manusia baik berupa perbuatan maupun perkataan
berjalan sesuai dengan aturan hidup manusia dan keperluannya,
apabila dia berkata ataupun berbuat sesuai dengan pengertian dan apa
yang biasa berlaku pada Masyarakat.
Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa suatu ‘urf, baru dapat di
jadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’ apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. ‘Urf itu ( baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat
perbuatan dan ucapan ), berlaku secara umum. Artinya, ‘urf itu berlaku
dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan
keberlakuannya di anut oleh mayoritas masyarakat bernilai maslahat dan
dapat diterima oleh akal sehat.
2. ‘Urf itu telah ada ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu
muncul. Artinya, ‘urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih
74A. Djazuli, I. Nurol Aen. Ushul Fiqih ,Metodologi hukum Islam, Cet. I; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2000, h. 186-187. 75Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya …, h. 341. 76A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010,) h.162.
37
dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. Contoh:
seseorang menikah dan mahar yang berlaku sejak zaman dahulu adalah
menggunakan emas, sedangkan dikemudian hari adat tersebut mengalami
perubahan dengan uang dan orang-orang mulai terbiasa menggunakan
uang. Ketika terjadi suatu sengketa yaitu si istri meminta mahar emas
(sesuai adat lama) sedangkan suami memberikan mahar uang (sesuai adat
baru). Maka berdasarkan pada syarat dan kaidah diatas si suami harus
memberikan emas sesuai dengan adat yang berlaku waktu akad
berlangsung dan bukan sesuai dengan adat yang muncul kemudian.
3. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan yang di ungkapkan secara jelas dalam
suatu transaksi. Artinya, dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak
telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan, seperti
dalam membeli es, di sepakati oleh pembeli dan penjual, secara jelas,
bahwa lemari es itu dibawa sendiri oleh pembeli ke rumahnya. Sekalipun
‘urf menentukan bahwa lemari es yang dibeli akan diantarkan pedagang
kerumah pembeli, tetapi karena dalam akad secara jelas mereka telah
sepakat bahwa pembeli akan membawa barang tersebut sendiri ke
rumahnya, maka ‘urf itu tidak berlaku lagi.77
4. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum
yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. ‘Urf seperti ini tidak dapat
dijadikan dalil syara’, karena kehujjahan ‘urf bisa diterima apabila tidak
ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi.78
Dari bebrapa persyaratan tersebut diatas kita bisa membagi ‘adat
kebiasaan tiga bagian:
1. Dilihat dari bentuknya urf dibagi menjadi dua yaitu:
a) Urf Amali yaitu setiap tindakan yang biasa dilakukan oleh sekumpulan
manusia dan telah lazim dikenal oleh mereka dalam melakukan aktivitas
77Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2(Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001), h.401 78A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010,) h .143
38
keseharian. Seperti kebiasaan seseorang ketika melakukan jual beli atau
kontrak kerja.
b) Urf Qouli adalah suatu ungkapan yang digunakan oleh sebauh komunitas
untuk mengu ngkapkan makna tertentu, sehingga tatkala ungkapan
tersebut terlontar maka seseorang tersebut akan memahaminya. Seperti
halnya orang Arab yang mengatkan lafadz ad dabah pada hewan yang
berkaki empat sedangkan makna sesungguhnya adalah sesuatu yang
merangkak.
2. Dari segi bentuknya urf dibedakan menjadi:
a) Urf Amm yaitu tradisi yang telah dikenal umum oleh seluruh
kalangan.
b) Urf Khash yaitu tradisi yang tidak dikenal oleh seluruh kalangan
melainkan hanya sekelompok tertentu. Seperti istilah rafa oleh ahli
Nahwu.
3. Dari segi legalitas syara di bagi menjadi:
a) Al- ‘Adat Al-Shahihah (adat kebiasaan yang benar), yaitu adat
yang telah lazim dikenal dan tidak bertentangan dengan nash
syariat, tidak mengandung pengabaian terhadap kemaslahatan, serta
tidak berimplikasi pada mafsadah.
b) Al- ‘Adat Al-Bathilah, yaitu ‘adat kebiasaan yang tidak memenuhi
salah satu syarat atau keseluruhan syarat atau adat yang
bertentangan dengan ketentuan atau kaidah syara. Seperti halnya
transaksi yang bermuatan unsur riba.79
Kalau kita lihat masalah ‘adat ini dengan syarat-syarat, maka
penggunaan adat ini mirip dengan penggunaan Maslahah Mursalah, hanya
maslahah mursalah bisa juga digunakan dalam hal-hal yang belum bisa
dilakukan oleh umumnya manusia, sedangkan ‘adat persyaratan telah biasa
dilakukan oleh Manusia pada umumnya, dalam arti melegalisir hal-hal yang
79Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, (Kediri: Purna Siwa, 2004,)
h.217-218.
39
telah bisa dilakukan oleh Manusia, asal terpenuhi syarat-syarat legalisasi yaitu
syarat-syarat ‘adat kebiasaan yang sahih.80
Sumber hukum Islam terbagi menjadi dua, manshush (berdasarkan
nash) dan ghairu manshush (tidak berdasarkan nash). Manshush terbagi
menjadi dua yaitu al-qur’an dan al- hadits, ghairu manshush terbagi menjadi
dua yakni muttafaq ‘alaih (ijma’ dan qiyas) dan mukhtalaf fih (istihsan, ‘urf,
istishab, sad ad-dzara’i, masalhah mursalah, qaul shohabi).
Pada umumnya ‘urf ditujukan untuk memelihara kemaslahatan umat
serta menunjang pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan
‘urf dikhususkan lafal yang ‘amm (umum) dan dibatasi yang muthlak. Karena
‘urf pula terkadang qiyas ditinggalkan. Para Ulama banyak yang sepakat dan
menerima ‘urf sebagai dalil dan mengistinbathkan hukum, selama ia
merupakan al-‘urf al-shahih dan tidak bertentangan dengan hukum Islam, baik
berkaitan dengan al-ma’ruf al-‘amm atau al-‘urf al-khas.
Seluruh Ulama’ Madzab, menurut Imam Syatibi dan Ibnu Qayim Al-
Jauziah, menerima dan menjadikan ‘urf sebagai sebagai dalil syara’dalam
menetapkan hukum, apabila tidak ada nash yang menjelaskan hukum suatu
masalah yang di hadapi. Jadi urf itu berlaku dan diterima oleh orang banyak
karena mengandung kemaslahatan. Tidak mengunakan urf berarti menolak
maslahat, sedangkan semua pihak telah sepakat untuk mengambil sesuatu yang
bernilai maslahat, meskipun tidak ada nash yang secara langsung
mendukung.81
80A. Djazuli, dan I. Nurol Aen. Ushul Fiqih (Metodologi Hukum Islam), ( Cet. I;
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000), h. 185-189. 81Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001), h.402.
40
BAB III
POTRET MASYARAKAT DESA TUNGGUL KECAMATAN PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN
A. Letak dan Kondisi Geografis
Desa Tunggul adalah merupakan salah satu dari 17 desa di Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Desa ini terletak tepat di pesisir
laut yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan nelayan. Harta
kekayaan masyarakat desa ini kebanyakan berupa tanah dan binatang ternak.
Namun, seiring perkembangan zaman, masyarakat desa ini juga banyak yang
gemar manabung di Bank.
Pada zaman Wali Songo, daerah ini dikenal dengan daerah basis
penyebaran agama Islam. Hal itu bisa dilihat dari adanya makam Sunan Drajat
di Desa Drajat atau hanya 3 kilo meter dari Desa Tunggul. Selain itu, tidak jauh
dari Desa Tunggul ini, tepatnya di Desa Kranji, terdapat pondok pesantren
Tarbiyatut Tholabah yang merupakan pesantren terbesar dan tertua di
Kabupaten Lamongan. Pesantren berdiri pada tahun 1898.
Di Kecamatan Paciran ini juga terdapat pondok pesantren Sunan Drajat
yang juga merupakan pesantren besar. Santri dua pesantren tersebut tidak
hanya berasal dari daerah Lamongan saja, tapi juga berasal dari Jateng dan
Jawa Barat, serta wilayah Indonesia lainnya.
Dengan demikian, penduduk Desa Tunggul sebenarnya adalah
masyarakat santri. Sebagian besar penduduknya pernah mengenyam
pendidikan pesantren. Bahkan, di desa ini banyak ulama dan tokoh agama
yang lahir dari pesantren.
Desa Tunggul inilah tempat penelitian penulis. Desa ini mempunyai luas
325 Ha, termasuk di dalamnya wilayah yang digunakan untuk Pemukiman
penduduk seluas 37,28 Ha, Perkantoran seluas 0,50 Ha, Sekolah/Madrasah
seluas 2,80 Ha, Pelabuhan seluas 4,50 Ha, Tanah kas desa seluas 4,53 Ha,
41
Tanah makam seluas 1,82 Ha, Tanah GG seluas 4,00 Ha, Masjid dan Mushalah
seluas 1,20 Ha, serta Sawah/tegalans eluas 268,89 Ha.1
Batas Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan
berbatasan disebelah utara Laut Jawa, sebelah selatan Desa SendangAgung,
sebelah barat Desa Paciran, sebelah timur Desa Kranji. Desa ini terdiri atas
tiga dusun yaitu: Dusun Sekrikil, Dusun Genting, Dusun Ngebrak. Desa
tunggul terbagi wilayah menjadi beberapa RT dan RW dengan jumlah
penduduk 4505 jiwa.
B. DemografiMasyarakat
Dalam sub bab ini, penulis akan menguraikan tentang demografi
masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan yang
terdiri dari penduduk, pendidikan, sosial ekonomi, dan keagamaan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada berikut:
1. Penduduk
Penduduk yang mendiami Desa Tunggul adalah 4505 jiwa. Yang terdiri
atas laki-laki 2235 jiwa, sedangkan perempuan 2270 jiwa.2 Bisa dikatakan
jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan didesa Tunggul ini berimbang,
artinya antara laki-laki dan perempuan jumlahnya sama, tidak beda jauh.
2. Pendidikan
Masyarakat Desa Tunggul bisa dikatakan cukup memperhatikan
pendidikan, hal ini dibuktikan dengan data yang diperoleh dari kantor desa
Tunggul. Dari data tersebut diketahui bahwa warga desa tunggul yang Tidak
tamat SD sebanyak 171 orang, Tamat SD dan SMP sebanyak 760 orang, Tamat
SLTA sebanyak 209 orang, Tamat Perguruan Tinggi S-1 sebanyak 143 orang,
Tamat Perguruan Tinggi S-2 sebanyak 6 orang, dan Tamat Perguruan Tinggi
S-3 sebanyak 2 orang.3
1Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran
2017. 2Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran
2017. 3Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran
2017.
42
Dari data di atas, dapat diketahui pendidikan yang ada di Desa Tunggul
adalah cukup baik, dan kemudian hal ini terbukti dengan adanya beberapa
sarana pendidikan formal yaitu berdirinya beberapa lembaga pendidikan: TK
sebanyak 3 tempat, SDN sebanyak 1 tempat, MI sebanyak 2 tempat, SMP
sebanyak 2 tempat, dan SMA sebanyak 2 tempat.Adapun lembaga pendidikan
non formal yang berdiri di deta Tunggul adalah pondok pesantren ada 2
tempat, madrasah diniyah ada 2 tempat, dan TPQ ada 5 tempat4. Lembaga
pendidikan tersebut yang didirikan atas motifasi dan kesadaran tentang ilmu
yang diberikan oleh para tokoh masyarakat Desa Tunggul.
Dengan dibuktikan data di atas, bahwa dari 19 lembaga pendidikan
diantaranya ada pendidikan keagamaan yang mana sangat penting dan besar
kepedulian masyarakat setempat terhadap pendidikan keagamaan dan semua
lembaga tersebut dikelola oleh pihak swasta (warga setempat) dan pemuka
agama. Sedangkan untuk perguruan tinggi kebanyakan masyarakat desa
mencari kedaerah lain, hal ini terbukti dengan adanya lulusan sarjana dari
berbagai universitas baik dalam negeri maupun luar negeri.
3. Sosial Ekonomi
Kondisi perekonomian penduduk Desa Tunggul bisa dikatakan cukup
baik, walaupun dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak sama sebagian
besarnya. Masyarakat Desa Tunggul mayoritas bekerja sebagai petani dan
buruh tani yakni sebanyak 881 Orang, dan selainya ada yang bekerja menjadi
PNS sebanyak 48 Orang, karena desa Tunggul merupakan daerah pesisir pantai
maka cukup banyak juga yang menjadi Nelayan sebanyak 254 Orang, di
bidang Pertukangan ada 41 Orang, dalam bidang indusrti ada 6 orang, dan
dibidang jasa ada 48 orang5. Oleh karena itu, masyarakat Desa Tunggul dapat
digolongkan pada tingkat menengah keatas.
4Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran
2017. 5Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran
2017.
43
4. Keagamaan
Umumnya sebagaimana sosial kemasyarakatan, tidak terlepas dari faktor
Keagamaan. Desa Tunggul mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama
Islam. Bahkan bisa dikatakan seluruh penduduk desa Tunggul beragama Islam.
Dari total penduduk 4505 jiwa, keseluruhan adalah Pemeluk Agama Islam6.
Rutinitas keagamaan yang ada di Desa Tunggul sangat baik, hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya beberapa sarana tempat ibadah, lembaga-lembaga
keagamaan, organisasi-organisasi dan kajian Islam masyarakat yang hidup
ditengah masyarakat yang bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan
ajaran-ajaran dan tradisi Islam.
Adapun organisasi maupun kajian Islam yang hidup ditengah masyarakat
itu adalah jama’ah tahlilan oleh ibu-ibu Fatayat NU, Muslimat NU. Jama’ah
Istighasah oleh bapak-bapak. Jama’ah Diba’iyah oleh IPNU, IPPNU, Fatayat,
Muslimat, Ansor.
Kajian tersebut didukung dengan adanya beberapa sarana ibadah dan
tokoh-tokoh masyarakat Desa Tunggul yang menpunyai peranan yang sangat
penting dalam membentuk manusia muslim yang benar-benar berkualitas
agamanya, untuk mengetahui lebih jelas, dapat dibuktikan dalamtabel berikut.
Tabel VI
Jumlah Sarana Tempat Ibadah DesaTunggul7
No Jenis Sarana Ibadah Jumlah Tempat
1 Masjid 2 . 1 di Desa Tunggul
. 1 di Desa Sekrikil
2 Musholah 11 7 di Desa Tunggul
2 di Desa Genting
2 di Desa Ngebrak
3 Ponpes 2 Desa Tunggul
Jumlah 15 15
6Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran 2017.
7Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran 2017.
44
BAB IV
HUKUM ISLAM DAN ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN SUKU JAWA
A. Pandangan Masyarakat terhadap Adat Jatingarang Dalam Pernikahan Suku
Jawa Perspektif Hukum Islam
Penduduk Indonesia mempunyai beragam budaya atau tradisi yang
berkembang dikalangan masyarakat yang dihubungkan dengan momen-momen
tertentu yang salah satunya adalah pernikahan. Kebudayaan jawa yang terkenal
banyak dan beraneka ragam ini, seperti kesenian-kesenian rakyat, tradisi-tradisi
yang dianut masyarakat Jawa yang sangat tradisional patut untuk di kaji dan
ditelusuri lebih mendalam kandungan nilai-nilai etis yang terkandung dalamnya,
salah satunya yang bisa di kaji ialah pernikahan adat, khususnya Upacara
Pernikahan Adat Jawa .1
Terkait dengan tradisi pernikahan terdapat hal yang menarik yakni di
salah satu desa di Kabupaten Lamongan. Tepatnya di Desa Tunggul, Kecamatan
Paciran, Kabupaten Lamongan. Dimana di desa tersebut ada sebuah Adat yang
berkembang dikalangan masyarakat yang disebut dengan Adat Jatingarang. Hal
itu didasarkan kepada kepercayaan masyarakat akan tradisi nenek moyang yang
telah berjalan selama bertahun-tahun dan tetap dilakukan dan dilestarikan dalam
segala bentuk momentum yang dianggap penting. Salah satunya ketika prosesi
pernikahan.
Adat Jatingarang itu sendiri mempunyai beberapa pemahaman seperti
penjelasan yang didapatkan peneliti dari wawancara kepada beberapa narasumber
sebagai berikut: Bapak Mustakim yaitu seorang tokoh sesepuh di Desa Tunggul
dimana ketika ada seseorang yang ingin melangsungkan upacara pernikahan maka
Bapak Mustakim yang akan diminta untuk mencari haribaik untuk
melangsungkan pernikahan. Beliau adalah seorang yang dipandang berkompeten
terkait masalah perhitungan Jawa. Ia menerangkan bahwa Jatingarang merupakan
sebuah tradisi Jawa dalam mencari arah untuk melakukan segala sesuatu yang
1Sumarsono.Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita. 2007, h. 5.
45
dianggap baik, termasuk diantaranya dalam persoalan pernikahan. Dalam tradisi
ini dipercaya terdapat empat penjuru arah seperti utara, barat, selatan dan timur.
Arah-arah tersebut diharapkan harus menghindari ‘naga’ dalam rangkaian proses
pernikahan yang dilakukan seperti arah atau waktu yang tepat ketika melakukan
temu manten danmendirikan tenda pernikahan. Hal ini dimaksudkan agar
menjauhi kesialan serta bencana yang dikhawatirkan terjadi apabila salah satu dari
empat penjuru arah tadi bertemu dengan ‘naga’.2
Tradisi Jatingarang dipercaya warga setempat merupakan bentuk
peramalan untuk mengetahui tempat dimana naga berada yang bertujuan
mendapatkan arah yang baik dalam rangkaian proses pernikahan. Diharapkan
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika peristiwa yang sakral akan
dilaksanakan.
Begitupun dengan masyarakat Desa Tunggul yang mengakui dan yakin
akan Tradisi Jatingarang, salah satunya Bapak Kasjono, warga Desa Tunggul
yang dikenal begitu kental atau berpegang teguh terhadap hal-hal yang berbau
‘kejawen’.
Menurut bapak Kasjono Tradisi Jatingarang adalah sebuah adat yang
telah turun temurun dilakukan bagi orang-orang yang mempunyai hajatan untuk
menghindari kejelekan dari arah yang dipandang buruk ketika melangsungkan
hajatan tersebut. Ia memaparkan contoh ketika arah yang dianggap tidak baik itu
menghadap ke barat maka seseorang yang mempunyai hajatan itu tidak boleh
mendirikan tenda atau ‘Terop’ ke arah barat tersebut, ia harus menghadapkan
tenda atau Terop nya ke arah selain barat tersebut. Hal ini juga berlaku bagi orang
yang akan melakukan temu mantu, bepergian dan lain-lain.3
Sama halnya dengan pernyataan tersebut, menurut Bapak Moh. Yasin
Adat Jatingarang merupakan adat peninggalan sejak zaman Hindu Budha yang
masih dianut oleh Masyarakat Jawa dahulu sebelum akhirnya memeluk Agama
Islam.Praktis adat tersebut terus berlaku dan dianut oleh Rakyat Jawa secara
2 Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul
RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 3 Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul RT
005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB.
46
turun-temurun.4 Hal tersebut juga diamini oleh Ibu Arlika, seorang Ibu Rumah
Tangga, warga Desa Tunggul yang juga mempraktikkan adat tradisi ini ketika
memiliki hajat atau acara tertentu yang kiranya merupakan acara penting.5
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat dipahami bahwa Tradisi
Jatingarang adalah sebuah ritual atau adat Jawa yang terus ada sejak zaman
dahulu serta dipercaya dan dilakukan hingga saat ini. Dimana Tradisi Jatingarang
bertujuan untuk mengetahui arah yang baik ketika melakukan hal-hal besar seperti
bepergian, ataupun hajatan pernikahan seperti pasang terop dan temu manten,
agar terhindar dari terjadinya petaka atau suatu hal buruk yang tidak di inginkan.
Anggapan-anggapan tersebut bukan tanpa alasan, nenek moyang zaman
dahulu telah banyak mengalami pengalaman kehidupan dan mereka juga
mempelajari ilmu yang didapat dari pengalaman-pengalaman mereka, untuk
kemudian dihubungkan dengan sesuatu yang berada diluar nalar pemikiran
mereka atau hal-hal gaib. Yang hasilnya mereka himpun dalam sebuah buku yang
dikenal dengan Kitab Primbon.Dalam masyarakat Jawa, Primbon diyakini sebagai
kitab yang memuat berbagai ilmu pengetahuan warisan leluhur yang “adi luhung”
di dalamnya memuat berbagai macam perhitungan dengan penanggalan (hari dan
pasaran).6
Selanjutnya peneliti kembali menanyakan kepada tokoh masyarakat yang
mengetahui prosesi atau tata carapelaksanaan Adat Jatingarang, yakni Pak
Mustakim. Beliau menerangkan prosesi Adat Jatingarang terbagi menjadi tiga;
Pertama, dimulai dari menghitung ‘neptu’ masing-masing pasangan calon
pengantin untuk mencari kecocokan di antara keduanya. Kedua, dilanjutkan
dengan mencari ‘hari sangar’, mempunyai arti yakni hari dimana seseorang tidak
boleh melangsungkan suatu tahapan terakhir yaitu prosesi Adat Jatingarang.
Prosesi yang dimulai dengan menandai bulan untuk dilangsungkan pernikahan,
kemudian dikaitkan dengan patokan bulan dalam Tradisi Jatingarang yang
4 Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,
Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 5 Wawancara Ibu Arlika, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul RT
005 RW 003, Hari Sabtu 20 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 6Mohamad Abid Iqsan, Primbon Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam, skripsi
2015, (http://repositori/iain-tulungagung.ac.id/ diakses pada 6 Oktober 2017), h. 1.
47
nantinya akan diketahui salah satu arah yang tidak boleh dituju dari empat penjuru
mata angin tersebut. Hal itu juga berlaku ketika calon suami akan melangsungkan
temu mantu, namun jika bulan tersebut telah lewat dari patokan Jatingarang maka
kemungkinan merupakan arah yang dilarang.7
Peneliti menermukan fakta di lapangan dari Tradisi Jatingarang bahwa
dalam penerapannya ketika akan melangsungkan pernikahan yaitu antara
perhitungan neptu sangaran hari dan Jatingarang itu terpisah. Hal itu di karenakan
perhitungan neptu ditujukan untuk mencari kesatuan dan kecocokan dari
pasangan calon pengantin, kemudian sangaran hari itu untuk mencari hari baik
untuk pernikahan, sedangkan tradisi Jatingarang bertujuan untuk mencari arah
yang baik atau sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan seseorang. Sehingga
peneliti mengambil kesimpulan bahwa perhitungan neptu dan sangaran hari
merupakan pembahasan tersendiri atau terpisah dan tidak mempunyai keterkaitan
dengan Tradisi Jatingarang.
Tetapi perhitungan neptu ini tetap harus ada di dalam pernikahan adat
Jawa, karena tanpa adanya perhitungan neptu maka tradisi Jatingarang dalam
pernikahan tidak akan berjalan sehingga peneliti memasukkan perhitungan neptu
kedalam prosesi sebelum masuk ke dalam Tradisi Jatingarang.
Penulis kemudian menanyakan kembali mengenai makna yang
terkandung dalam Adat Jatingarang itu sendiri, yang pertama dari bapak
Mustakim mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah menjaga keutuhan
keluarga, bahwa adanya adat ini untuk menghindari kesialan. Artinya siapa saja
yang mengikuti arah mata angin yang baik, menghindari arah yang ditempati
‘naga’ Jatingarang maka akan selamat sehingga tujuan utamanya untuk mencari
keselamatan demi kerukunan hubungan rumah tangga.8
Sedangkan menurut Bapak Kasjono makna utama yang terkandung dalam
Adat Jatingarang itu adalah menghindari kesialan dan malapetaka, bahwa orang
yang melakukan Adat Jatingarang ini akan ‘bejo’ (untung), karena dengan
7Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul
RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 8Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul
RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.
48
mengikuti patokan-patokan arah itu maka dipercaya akan selamat, selamat rumah
tangga dan hartanya, menurut istilah orang jawa Selamet dunyo lan sandang
pangane, (selamat harta sandang pangannya).9
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa makna yang terkandung
dalam Adat Jatingarang adalah menjaga keutuhan keluarga dan menghindari
malapetaka.Sudah semestinya keutuhan keluarga akan menjadi penentu
kebahagiaan dalam suatu pernikahan, bahkan dalam agamapun diharuskan untuk
menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga. Hal ini selaras dengan tujuan
dilakukannya pernikahan yaitu Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh
ketenangan hidup dan kasih sayang.10
Selanjutnya penulis juga berkepentingan untuk menanyakan kepada
narasumber, apakah ada hukuman atau semacam sanksi sosial bagi masyarakat
yang apabila tidak melakukan Adat Jatingarang. Menurut Bapak Moh.Yasin
selaku Kepala Desa Tunggul mengungkapkan bahwa secara umum tidak ada
hukuman bagi yang tidak melakukan adat ini, semua dikembalikan kepada yang
melakukan dan kepercayaan masing-masing. Karena ditekankan kembali bahwa
orang jawa dipercaya memiliki ilmu yang disebut Ilmu Titen, contohnya setelah
satu atau dua tahun melangsungkan pernikahan tetapi pernikahan menjadi tidak
harmonis atau terkesan berantakan. Maka dapat dilihat kembali bagaimana
prosespernikahanyang dulu, apakah sudah pas atau terdapat kesalahan, baik dari
hitungan weton dari suami atau istri. Jadi bagi mereka yang percaya, nanti
keluarga itu tidak akan bahagia. Bahkan memungkinkan salah satu suami istri bisa
menemui kematian atau bisa juga anak-anaknya kelak sering mengalami sakit.11
Berbeda halnya dengan sanksi sosial yang dimungkinkan dapat terjadi
atau diberikan oleh masyarakat baik secara langsung atau tidak langsung.
Sebagaimana contoh yakni mereka yang tidak mengikuti adat maka akan menjadi
bahan pembicaraan orang lain, bisa jadi yang dibicarakan akan merasa tidak
9Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul RT
005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB. 10Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal. 20. 11 Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,
Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB.
49
nyaman dan terkucilkan. Meskipun masyarakat Desa Tunggul sudah mulai
tercerahkan dan tidak percaya dengan takhayul.12
Narasumber selanjutnya, Bapak Abdul Mun’im selaku Tokoh Agama
Desa Tunggul, mengenai hukuman atau sanksi sosial bagi yang tidak melakukan
Adat Jatingarang mengatakan ada perbedaan pandangan orang tua dahulu dengan
sekarang.Orangtua dahulu percaya apabila adat sudah dilanggar pasti akan terjadi
malapetaka. Baik itu terjadi pada pelaku atau keluarganya, bisa suami istri itu atau
anak turunannya. Bisa juga hidupnya susah, rejekinya sedikit. Tapi harus lebih
didahulukan dengan ajaran Islam bahwa hidup mati jodoh rejeki, semuanya sudah
ditentukan oleh Allah SWT. Tetapi memunculkan kekhawatiran tersendiri apabila
mereka benar-benar percaya dengan adat yang semacam itu dan takut dengan
kesialan yang datang karena melanggar adat itu sudah musyrik.13
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan secara umum hukuman atau
sanksi sosial bagi mereka yang tidak melakukan Adat Jatingarang tersebut tidak
ada.Akan tetapi sanksi atau hukuman itu dikembalikan kepada pelakunya
sendiri.Hal tersebut berkenaan dengan nasib mereka sendiri. Masyarakat Desa
Tunggul sendiri sudah mulai banyak yang tercerahkan dan tidak percaya dengan
takhayul semacam itu. Karena pada dasarnya pernikahan antara kedua mempelai
dianggap sah kalau sudah memenuhi Syarat dan rukun pernikahan sebagai mana
di sebutkan dalam bab teori.14
Adapun mengenai Adat Jatingarang dalam pernikahan di Desa Tunggul
peneliti mengambil satu kasus pernikahan yang terjadi di desa tersebut, yaitu
pernikahan yang dilakukan oleh Ibu Anita Ningsih dan Muhammad Anifur
Robin.Dimana didalam pernikahannya juga tertadapat tardisi Jatingarang. Beliau
melangsungkan pernikahan pada Senin, 14 april 2014. Pernikahannya dulu
dilakukan di rumah ayahnya. Namun sekarang ia sudah membuat rumah sendiri
bersama suaminya. Ibu Anita Ningsih lahir pada 20 Juli 1988, yang hari
12Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,
Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 13 Wawancara Bapak Abdul Mun’im Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Abdul
Mun’im, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Sabtu 13 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 14Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam
Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), hal. 47.
50
pasarannya yaitu Rebo Wage.Ia berumur 30 tahun, latar belakang pendidikannya
yaitu lulusan SD. Ia bekerja sebagai penjual gorengan dan es di depan rumahnya.
Sedangkan Suaminya Muhammad Anifur Robin, lahir pada 2 Februari 1985 yang
hari pasarannya yaitu Sabtu Kliwon. Ia bekerja sebagai karyawan di WBL
(Wisata Bahari Lamongan) dan berusia 33 tahun.15
Pada 17 Oktober 2018 bertepatan hari Rabu, peneliti berkunjung
kerumah Ibu Anita Ningsih. Setelah melakukan pembicaraan sebentar maka
peneliti langsung bertanya terkait Tradisi Jatingarang yang ada di dalam
pernikahannya ketika menikahIa dulu sama seperti umumnya kebanyakan orang
di desa ini, melihat cocoknya dengan suami ke pak Mustakim. Kemudian Ia
bersama Ayahnyaditanya tanggal lahir dan calon suami, selanjutnya dihitungkan
oleh Pak Mustakim, hasilnya kalau Ia jadi menikah dengan calon suami akan
gampang rezekinya. Mendengar hasil tersebut Ia mengaku senang lalu ayahnya
langsung menanyakan kapan hari baik untuk melangsungkan pernikahan, Bapak
Mustakim pun mengatakan menikah dapat dilakukian pada hari apa saja dibulan
tersebut asalkan tidak di Hari Jumat. Kemudian ayahnya dengan calon suami
bermusyawarah kapan waktu terbaik untuk menikah. Muncul nomor cantik yakni
tanggal empat belas bulan 4 tahun dua ribu empat belas. Ketika hari H
pernikahan, dan ketika orang-orang mendirikan terop untuk pernikahan
mendapatkan pesan dari Pak Mustakim untuk mendirikannya tidak boleh
menghadap Selatan soalnya Jatingarang ketika bulan tersebutberada di Selatan
sehingga sudah di arahkan ke Arah Barat meskipun harus membongkar pagar
rumah sedikit untuk jalan masuk ke tenda pernikahan. Larangan menghadap ke
arah Jatingarang, menurut Pak Mustakim, Jatingarangnya ada di Selatan, oleh
karena itu tidak mengapa untuk membongkar pagar sedikit yang penting selamat.
Sedikit menemui kesulitan ketika Ia bertemu atau undang mantu pasalnya calon
suaminya ketika temu ke rumahnya, ayahnya tidak boleh melewati Selatan,
padahal jalan kerumahnya ayah itu harus melewati Selatan sudah tidak ada jalan
lain lagi. Akhirnya harus bermusyawarah lagi kepada Pak Mustakim, hingga
15 Wawancara Ibu Anita Ningsih, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul RT 005 RW 003, Hari Rabu 17 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB.
51
sampai akhirnya pada kesepakatan untuk mencari bagusnya itu temu mantunya
ditunda bulan depan saja. Jadi temu mantu kurang lebih waktunya satu bulan
setelah pernikahan.16
Dari wawancara diatas menjelaskan bahwa di dalam pernikahan ibu
Anita Ningsih dengan Muhammad Anifur Robin terdapat tradisi Jatingarang
seperti halnya pernikahan-pernikahan yang terjadi pada masyarakat umum desa
tersebut. Yang dalam penerapannya Ia sampai-sampai harus membongkar sedikit
pagarnya untuk digunakan sebagai jalan karena terop yang didirikan tidak boleh
menghadap selatan. Ia juga harus menunda prosesi temu mantu sebulan setelah
pernikahannya dikarenakan tradisi Jatingarang tersebut. Hal itu terjadi karena
jalan yang menuju kerumah ayah dari ibu Anita hanya satu arah saja yaitu arah
selatan.
Terkait dengan tradisi Jatingarang di Desa Tunggul, terdapat banyak
sekali pandangan mengenai tradisi Jatingarang tersebut. Berikut adalah
merupakan hasil dari wawancara oleh peneliti kepada tokoh masyarakat, pelaku
dan juga masyarakat umum: Ibu Arlika..Latar belakang pendidikannya adalah
lulusan MA.Ia merupakan bibi dari pelaku tradisi pernikahan Jatingarang beliau
berpendapat tradisi jatingarang tidak terlalu mempercayai hal-hal seperti itu. Di
alam ini ada mahluk yang tidak terlihat mata, tapi ponakannya dulu menikahnya
menggunakan tradisi jatingarang, tapi anaknya menikahnya tidak memakai hal
seperti itu juga tidak apa-apa. Semua itu sudah ada yang mengatur rezeki, jodoh,
mati, itu sudah ada jalannya masing-masing.17
Pandangan selanjutnya yaitu dari Bapak Moh.Yasin. Beliau adalah Kepala
Desa Tunggul, beliau dikenal warga sebagai tokoh masyakarakat yang paham
agama dan sering mengisi pengajian didesa. Beliau berpendapat bahwa
berlakunya tradisi jatingarang itu sedikit kurang sreg, soalnya menurut agama
ketika sudah memenuhi syarat rukunnya pernikahan dan calon pengantinnya
sama-sama senang dan tidak ada halangan pernikahan itu sudah cukup, tidak
16 Wawancara Ibu Anita Ningsih, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa
Tunggul RT 005 RW 003, Hari Rabu 17 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 17Wawancara Ibu Arlika, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul
RT 005 RW 003, Hari Sabtu 20 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.
52
perlu susah-susah dengan ritual-ritual yang sedikit repot seperti itu.Sering
menemui dan mengerti praktik-praktik didalam pernikahan yang menyimpang
dari Ajaran Islam. Kadang Ia hanya bisa mengingatkan kepada orang-orang
yang mempunyai hajat supaya tidak keluar dari Syariat Islam. Dansebagai orang
yang paham seharusnya memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan
cara yang santun, tidak bisa dakwah ke masyarakat dengan nada marah atau
dengan kasar. Masyarakat akan meninggalkan jika seperti itu.18
Sedangkan bapak Kasjono memberikan penjelasan yang berbeda dengan
pendapat Bapak Moh.Yasin. Ia berusia 54 tahun. Latar belakang pendidikannya
adalah SD. Ia bekerja sebagai Petani. Ia berpendapat bahwa Adat yang dulu Ia
lakukan di dalam pernikahan anaknya itu sudah dikonsultasikan sama Pak Mus,
orang kampung sini, dahulu menikah pasti menggunakan tradisi jatingarang ini
agar selamat. Kalau Ia mengaku percaya dengan hal tersebut karena Iameyakini
hidup di dunia ini tidak cuma manusia saja ada mahluk halus yang harus
dihormati. Daripada nanti terjadi sesuatu ketika pernikahan anaknya lebih
baikmengikuti pada orang-orang yang mengerti hal-hal seperti itu. Pada
kenyataannya, acaranya lancar dan tidak terjadi apa-apa hal-hal yang tidak
diinginkan bahkan sampai sekarang.19
Anita Ningsih, salah satu pelaku tradisi Jatingarang. Ia berusia 30 tahun,
latar belakang pendidikannya yaitu lulusan SD. Beliau adalah seorang ibu
rumah, mengaku tidak mengerti masalah-masalah seperti adat tersebut, dulu
bapak dan ibunya mengikutiperkataan bapak mertua. Mengiyakan bagaimana
baiknya saja. yang penting semua selamat. Karena mempercayai duniaini ada
yang menggerakkan, diluar dari kuasa manusia.
Dilanjutkan dengan pendapat Ustadz Abdul Mun’im merupakan salah satu
tokoh agama di Desa Tunggul, beliau merupakan Rois Syuriyah, seorang
Nahdhotul Ulama Ranting Tunggul, beliau juga merupakan salah satu imam di
Masjid Tunggul. Beliau menuturkan bahwa tidak sependapat dengan ritual-ritual
18Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,
Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 19Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul
RT 005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB.
53
yang berlakudi dalam pernikahan seperti tradisi jatingarang. Ia mengakui bukan
orang yang anti perkara adat-adat, setuju kalau adat itu tidak melanggar syariat,
tapi kalau adat itu tidak sejalan dengan syariat terlebih tidak ada dasarnya,
sebaiknya tidak bisa dilakukan. Tugasnya hanya mengingatkan kepada saudara-
saudara sekalian jika mengetahui salahnya, itupun kalau orangnya menerima,
kalau tidak ya lana a’maluna wa lakum a’malukum.20
Pandangan yang terakhir yaitu dari Bapak Mustakim selaku tokoh adat
Desa Tunggul.Beliau mengatakan bagi orang Jawa asli bahwa semua perbuatan
manusia pasti ada aturan dan tata caranya masing-masing seperti menanam,
membangun rumah, menikahkan apalagi, itu semua sudah ada di Kitab
Primbon.Ia mengaku setuju pada berlakunya adat tradisi jatingarang. Tradisi ini
merupakan usaha manusia untuk mencari selamat. Termasuk usaha orang yang
punya hajat agar tidak ada kejadian apa-apa. Warga di sini, ketika tidak
melakukan adat tersebut pasti akan diomongkan orang, kalau tidak seperti itu
akan diingat-ingat, ketika esok akan terjadi suatu kejadian buruk. Jadi tradisi ini
harusnya dihormati dan sebagai jalan manusia untuk mencari keselamatan.21
Pandangan-pandangan mengenai Tradisi Jatingarang dalam pernikahan
adat Jawa di Desa Tunggul sangat beragam. Terkait dengan pernyataan diatas
peneliti mencoba untuk mengklasifikasikan tentang persepsi masyarakat
terhadap Tradisi Jatingarang dalam pernikahan adat Jawa di Desa Tunggul,
Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Pandangan terkait
Tradisi Jatingarang ini bisa di kelompokkan kepada tiga golongan.
Golongan pertama yaitu masyarakat yang memang masih sangat fanatik
dengan tradisi jatingarang yang merupakan peninggalan nenek moyang yang
sudah turun temurun dilakukan dan dipercayai sebagai ritual untuk mencari
keselamatan. Golongan kedua yaitu masyarakat yang mengatakan kurang setuju
dengan adanya tradisi tersebut.Hal itu didasari karena pelaksanaan tradisi
tersebut tidak ada di dalam syariat Islam serta pemberlakuan tradisi tersebut
20 Wawancara Bapak Abdul Mun’im Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Abdul Mun’im, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Sabtu 13 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.
21Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.
54
yang terbilang sedikit merepotkan. Golongan yang terakhir adalah golongan
masyarakat yang hanya mengikuti saja tradisi tersebut tanpa mengetahui maksud
atau tujuan yang terkandung di dalamnya.
B. Faktor Pergeseran Nilai Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
Pergeseran nilai-nilai adat budaya dalam masyarakat terjadi seiring
perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Faktor-faktor penyebab terjadinya
pergeseran adat jatingarang perkawinan suku jawa dikarenakan beberapa faktor.
Saat sekarang ini pelaksanaan upacara pernikahan yang memakai adat Jatingarang
sudah mulai memudar. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain yaitu:
1. Faktor Pengaruh Budaya Luar
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan
perubahan yang sangat cepat yang terjadi dimana-mana tidak terkecuali pada
kehidupan masyarakat dan kehidupan sehari-hari. Seiring perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak tersendiri pada adat dan
budaya yang ada pada suatu masyarakat. Perkembangan ini berdampak pada
memudarnya budaya atau adat yang ada pada suatu masyarakat seperti pada adat
perkawinan khususnya pada masyarakat Jawa.
Menurut Astrid Susanto, Integrasi social dan konflik adalah gejala social
yang saling bekaitan karena proses integrasi adalah sekaligus proses
disorganisasi dan disintegrasi, disorganisasi merupakan proses memuarnya nilai-
nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan disintegrasi adalah
memudarnya kesatuan dalam organisasi dan solidaritas kolektif, golongan/
kelompok dalam masyarakat.22
Seperti halnya dalam Adat Jatingarang perkawinan yang dilaksanakan di
Desa Tunggul telah banyak mengalami pergeseran dalam tatacara
pelaksanaannya, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh budaya luar yang
merupakan dampak dari masuknya informasi baru yang diterima masyarakat
melalui media-media penyedia informasi. Semua ini diakibatkan oleh
22 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta, 1997.
hal 122.
55
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat.
Sebagaimana penjelasan dari ibu Anita yang menjelaskan salah satu faktor
penyebab mulai ditinggalkannya adat setempat, karena perkembangan teknologi.
Jadi banyak anak muda sekarang yang ingin model pernikahannya meniru
budaya luar.23
Budaya luar bisa juga berasal dari pihak yang terlibat dalam perkawinan
tersebut. Contohnya salah satu pihak dari mempelai bukan berasal dari
masyarakat jawa itu sendiri. Secara otomatis akan mempengaruhi tata cara
pelaksanaan upacara adat perkawinan. Karena dalam hal ini terjadi integrasi
antara dua adat atau budaya yang berbeda.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan
lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain.
Proses integrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara yaitu asimilasi dan
akulturasi. Asimilasi yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan
hilangnya ciri khas kebudayaan asli. Sedangkan akulturasi yaitu penerimaan
sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Melihat penjelasan diatas bisa dikatakan bahwa dengan masuknya budaya
luar secara nyata akan membawa perubahan atau pergeseran pada semua struktur
dalam kehidupan masyarakat, termasuk juga pada pola-pola perilaku yang
sekarang telah mengalami pergeseran bentuk disana-sini. Pengaruh dari budaya
luar ini juga merupakan dampak secara tidak langsung dari adanya
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini juga yang
menyebabkan pergeseran adat Jatingarang perkawinan suku jawa.
2. Faktor Agama
Agama sangat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat, tidak terlepas
keterkaitan adat dan agama sangat berhubungan. Budaya dan Agama, keduanya
merupakan satu proses yang berjalan seturut perjalanan waktu yang ada. Budaya
lahir dari perjalanan panjang umat manusia di dunia ini, membentuk suatu
system budaya dan menghasilkan karya yang bersifat kebendaan atau dalam
23Wawancara Ibu Anita Ningsih, v Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul RT 005 RW 003, Hari Rabu 17 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB.
56
bentuk ajaran hidup dan sudah dijalankan oleh generasi muda dalam suatu
budaya dan dimasukkan dalam bentuk kearfian lokal suatu masyarakat.
Salah satu factor yang mendorong mulai ditinggalkannya Adat Jatingarang
adalah factor agama, seperti kutipan wawancara dengan bapak Abdul Mun’im
mengatakan Alhamdulillah kesadaran warga masyarakat desa Tunggul sekarang
ini bisa dikatakan lebih baik dan semakin religius. banyak juga yang mesantren.
Baik dipesantren dalam kampung sendiri atau diluar kampung. sepulang dari
pesantren pastinya mereka punya pandangan tersendiri mengenai adat yang ada
dimasyarakat.24Hal ini menunjukkan agama sangat mempengaruhi praktik adat
dimasyarakat tersebut. 3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Karena untuk melakukan suatu
kegiatan diperlukan dana yang cukup supaya kegiatan itu dapat terlaksana
dengan sempurna.25Begitu juga dalam hal perkawinan juga memerlukan biaya
yang cukup besar. Oleh karena itu, pelaksanaan upacara adat perkawinan secara
lengkap hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki dana yang cukup.
Namun secara garis besar kebanyakan penduduk di Desa Tunggul merupakan
penduduk dengan pendapatan sedang. Tapi ada juga yang perekonomiannya
rendah. Seperti yang disampaikan Ibu Arlika dalam wawancaranya, Ia
mengungkapkan bahwa Masyarakat Desa Tunggul kebanyakan berpengasilan
menengah, meski ada beberapa orang yang berpenghasilan tinggi akan tetapi
tidak sedikit yang menengah kebawah. Bagi masyarakat menengah kebawah,
prosesi pernikahan dilaksanakan dengan sederhana, bisa dikatakan adat
Jatingarang ini sedikit repot, jadi bagi mereka yang tidak mau repot lebih
memilih tidak menggunakan adat jatingarang. Sehingga salah satu faktor yang
berpengaruh salah saunya ekonomi.26
24 Wawancara Bapak Abdul Mun’im Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Abdul
Mun’im, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Sabtu 13 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 25Mulyanto Sumardi, Sumber Pendapatan kebutuhan pokok dan perilaku menyimpang.
Jakarta: Rajawali, 1982. h, 24. 26Wawancara Ibu Arlika, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul
RT 005 RW 003, Hari Sabtu 20 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.
57
Jadi apabila suatu keluarga ingin melaksanakan adat Jatingarang
perkawinan maka mereka terlebih dahulu harus benar-benar siap baik materi
maupun non materi. Karena akan mempengaruhi keberhasilan upacara adat
perkawinan tersebut. Dengan dana yang cukup maka adat Jatingarang,
pernikahan dapat dilaksanakan dengan sempurna.
4. Faktor Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.27
Pendidikan merupakan usaha yang dialkukan secara sadar demi pembinaan
kepribadian dan pengembangan kemampuan manusia baik jasmani maupun
rohani di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.28 Pendidikan juga sangat
berpengaruh perubahan tingkah laku manusia karena di dalam pembentukan
pribadi seseorang salah satu faktor yang menentukan adalah pendidikan, dengan
pendidikan diharapkan akan menciptakan manusia yang berpengetahuan luas.
Dengan semakin berkembangnya pendidikan akan sangat mempengaruhi
keadaan suatu masyarakat.
Menurut Bapak Kepala desa Moh. Yasin bahwa peran dari ulama’ dan
kiyai yang memberikan pembelajaran dan pencerahan kepada masyarakat.
Sehingga masyarakat yang tadinya saklek memakai pakem adat itu, lama
kelamaan mulai meninggalkan adat yang sekiranya bertolak belakang dengan
Ajaran Islam. Para ulama dan kiyai dalam mengajarkan masyarakat tidak hanya
lewat tutur kata tetapi juga lewat tindakan sehingga lama-kelamaan masyarakat
yang mengikuti para pemuka agama ini dengan sendirinya akan memahami
27Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.Pasal 1 ayat 3. 28 Fuad Ihsan, Dasar-dasar kependidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2008. hal 63.
58
bahwa para kiyai tidak melakukan adat-adat yang dipandang terlalu jauh dengan
Islam.29
Pendidikan merupakan suatu faktor yang mampu menjadikan semua aspek
kehidupan ikut mengalami perubahan. Tidak terkecuali kebudayaan seperti yang
terjadi pada pelaksanaan Adat Jatingarang, yang semakin memudar dan
cenderung kurang dipertahankan oleh masyarakat itu sendiri.
5. Kurangnya Pewarisan dari Generasi Sebelumnya
Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah
pemahaman tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi antara generasi
terdahulu dan generasi muda mengenai budaya sering menimbulkan ketidak
pahaman generasi muda terhadap budaya asli daerahnya yang akan berdampak
menurunnya ketahanan kebudayaan daerah bahkan kebudayaan bangsa.
Di sisi lain kurangnya pembelajaran mengenai budaya juga menjadi faktor
lain yang mempengaruhi kelestarian kebudayaan dalam hal ini adat perkawinan
Jawa. Seperti yang disampaikan Bapak Kasjono bahwa salah satu penyebab
mulai ditinggalkannya Adat Jatingarang yaitu ketidaktahuan generasi muda.
Kurang adanya komunikasi dan pembelajaran dari hitungan Jawa kepada kaum
muda. Kaum tua agaknya tidak memberikan pengetahuan tersebut, sedangkan
kaum muda kurang meminati pengetahuan tentang hitungan Jawa dan lain
sebagainya.30
Hal serupa dituturkan oleh Bapak Mustakim, sebagaimana yang
disampaikan dalam wawancara bahwa ada perbedaan antara dahulu dengan
sekarang, ketika dahulu kaum muda banyak berguru kesana-kemari, sedangkan
sekarang kaum mudasudah disibukkan dengan kecanggihan teknologi seprti
handphone. Kemudian kaum muda saat ini terbilang takut semisal orang yang
disukainya ternyata hitungannya tidak menemui kecocokan, sehingga menurut
mereka lebih baik tidak mengetahui daripada takut bukan jodohnya.31
29Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,
Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 30Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul
RT 005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB. 31Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul
RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.
59
Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini.Namun, saat ini
banyak yang sudah tidak menganggap penting dalam hal mempelajari
kebudayaan.Hal seperti inilah yang terjadi pada generasi muda Jawa yang mulai
bersikap acuh terhadap kelangsungan kebudayaan Jawa. Padahal melalui
pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya kebudayaan daerah
dalam membangun kebudayaan bangsa serta bagaimana cara mengadaptasi
kebudayaan daerah di tengah perkembangan zaman.
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik JatingarangPernikahan oleh
Masyarakat Desa Tunggul, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan,
Jawa Timur
Dalam Hukum Islam kita mengenal metode penggalian hukum yaitu Ushul
Fiqih.Di dalam Ushul Fiqih telah dijelaskan bahwa salah satu sumber Hukum
Islam adalah Urf.Urf secara bahasa mempunyai arti adat, yang dari segi
legalitasnya dibagi menjadi dua yaitu urf sohih dan urf fasid.32Jumhur ulama telah
sepakat bahwa urf tersebut dapat dijadikan sebagai sumber hukum (hujjah).
Dengan catatan bahwa urftersebut merupakan urf yang sahih bukan urf yang
fasid.Urf sohih dapat dijadikan sumber hukum karena segala sesuatu yang
diketahui dan telah menjadi seuatu kebiasaan sehari hari, serta merupakan sebuah
kesepakatan yang mempunyai unsur kemaslahatan umat dan yang terpenting tidak
bertentangan dengan Syariat Islam.33Jika urf yang berlaku di dalam masyarakat
merupakan urf yang fasid maka adat tersebut tidak boleh dijalankan. Karena
menjalankan adat yang fasid itu merupakan sebuah bentuk penentangan terhadap
syariat yang telah di tetapkan oleh Allah SWT.
Masyarakat Desa Tunggul merupakan masyarakat yang masih mempercayai
dan menjalankan sebuah tradisi yang telah berkembang didesa tersebut selama
berpuluh-puluh tahun lalu yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Salah
satunya yaitu Adat Jatingarang dalam pernikahan, diketahui tradisi tersebut
32A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010.), hal.163 33A. Djazuli, I. Nurol Aen. Ushul Fiqih ,Metodologi hukum Islam, Cet. I; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2000, h. 186-187
60
dipercayai sebagai sebuah tradisi yang sakral dan dapat mendatangkan
keselamatan bagi pelakunya serta terhindar dari marabahaya.
Sebagian besar penduduk Desa Tunggul ketika akan melangsungkan prosesi
pernikahan akan melakukan konsultasi kepada tokoh adat yang kompeten
mengenai Adat Jatingarang tersebut. Dimana nantinya akan dilakukan prosesi
perhitungan kecocokan pasangan, pemilihan hari dan menentukan arah berdirinya
tenda, serta arah ketika melangsungkan prosesi temu manten.
Mereka mempunyai anggapan atau sebuah kepercayaan ketika seseorang
yang melangsungkan pernikahan tersebut tidak menggunakan prosesi Adat
Jatingarang maka didalam proses pernikahan atau setelah melakukan
pernikahannya akan mendapatkan bencana, bisa berupa perceraian, kecelakaan,
kematian dan lain-lain. Pandangan masyarakat yang dikemukakan kepada peneliti
ketika melakukan Adat Jatingarang hampir sama yaitu mempunyai tujuan untuk
mencari keselamatan dan menghindari bencana dari kejelekan hari dan salah satu
penjuru mata angin dalam suatu bulan.
Ketika Adat Jatingarang ini dikaitkan dengan urf maka peneliti
mengklasifikasinya yang pertama dilihat dari Bentuk urf, Adat Jatingarang ini
termasuk Urf Amali yang mana bentuknya berupa perbuatan.34dari segi legalitas
syara, Adat Jatingarang ini dapat dikategorikan menjadi dua kategori yaitu bisa
menjadi Urf Sohih (Al- ‘Adat Al-Shahihah) dan bisa menjadi Urf Fasid (Al-
‘Adat Al-Bathilah).35 Tergantung bagaimana pandangan seseorang terkait dengan
tradisi tersebut, apakah mengimani dengan mengesampingkan norma agama
ataukah dengan menjalankan tradisi tersebut sebagai sebuah bentuk ikhtiar untuk
mencari keselamatan dan tetap meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di muka
bumi ini telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Adapun persayaratan urf sohih menurut Amir Syarifudun yaitu:36
1. Urf itu berlaku umum, yang mempunyai arti bahwa adat tersebut telah
berlaku di lingkungan sebagian besar orang-orang tersebut. Yang
34A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010,) hal .143 35Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, (Kediri: Purna Siwa, 2004,)
h.217-218.
36Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2(Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001), hal.401
61
diaplikasikan dalam keseharian kehidupan mereka. Jika urf itu hanya
berlaku di sebagian kecil lingkungan tersebut maka urf itu tidak dapat
dijadikan hujjah hukum. Pada keberlakuan tradisi jatingarang pada
penduduk Desa Tunggul ini berlaku secara umum, artinya setiap warga
desa Tunggul bisa melakukan tradisi tersebut tanpa memandang kaya atau
miskin, laki-laki atau perempuan, dan lain-lain. Serta banyak dari
warganya yang masih melakukan tradisi jatingarang itu.
2. Urf itu mempunyai nilai maslahat dan dapat diterima akal sehat. Syarat
yang kedua ini termasuk salah satu syarat yang penting dalam menentukan
apakah urf tersebut sahih atau fasid. Pada Tradisi Jatingarang ini akan
menjadi urf fasid jika terdapat beberapa persepsi yang tidak dapat diterima
oleh akal. Seperti halnya meyakini jika melakukakan pernikahan
menghadap ke salah satu arah tertentu dibulan tertentu atau ketika
melakukan pernikahan pada hari tertentu di bulan tertentu akan
mendapatkan bencana.
Anggapan-anggapan tersebut tidak bisa dijelaskan secara
ilmiah.Kalaupun ada kejadian atau suatu bencana ketika tidak melakukan
tradisi tersebut itu hanyalah merupakan suatu kebetulan yang dikait-
kaitkan dengan tradisi jatingarang tersebut.Atau hanya sekedar cerita-
cerita dari nenek moyang terdahulu.Terlebih dalam pemberlakuan tradisi
Jatingarang itu terdapat unsur yang merepotkan seperti halnya contoh
kasus pernikahan Ibu Anita Ningsih yang harus membongkar sebagian
pagar untuk mendirikan tarop yang saat itu tidak boleh menghadap arah
tertentu dan menunda prosesi temu mantunya satu bulan
kemudian.Sedangkan pemberlakuan urf yang sahih harus berlandaskan
maslahat, bukan malah memberatkan.
Adat Jatingarang dapat menjadi Urf Fasid yang menghilangkan
kemaslahatan dan membawa mudhorot. Hal itu karena Adat Jatingarang
yang terjadi saat ini adalah sebuah kebiasaan yang telah berlaku di dalam
masyarakat Desa Tunggul dan kebiasaan tersebut bertentangan atau tidak
sejalan dengan norma-norma yang terdapat di dalam Ajaran Islam.
62
Terlebih dalam pemberlakuannya tidak ada kemaslahatan, melainkan
terdapat beban atau memberatkan bagi orang yang melakukan pernikahan
dengan tradisi tersebut. Kemaslahatan disini mempunyai arti menolak
kemudhorotan, yaitu dengan menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta. Sedangkan dalam pelaksanaan Adat Jatingarang terdapat
kemudhorotan dimana bagi seseorang yang sangat percaya dengan tradisi
ini akan merusak ketauhidan seseorang dan bisa berakibat kepada
kesyirikan. Dan hal tersebut bertentangan dengan unsur kemaslahatan
yang ada dalam Urf yang Sohih.
Sedangkan Adat Jatingarang ini dapat menjadi urf sohih jika
masyarakat yang melakukan tradisi tersebut tidak memiliki keyakinan
seperti keterangan diatas, melainkan masyarakat yang melakukan tradisi
tersebut hanya merupakan pelestarian dari budaya yang berkembang di
Desa Tunggul.Adat Jatingarang juga memiliki tujuan untuk berikhtiar
mencari arah yang baik ketika melangsungkan pernikahan dan temu
mantu.Di dalam Islam berikhtiar atau berusaha mencari sesuatu yang
terbaik juga merupakan kewajiban bagi seorang Muslim.
3. Urf itu telah ada ketika peroalan yang akan ditetapkan hukumnya itu
muncul. Yang dimaksud disini adalah urf itu telah ada sebelum penetapan
hukum, artinya tradisi tersebut telah menjadi kebiasaan dalam kurun
waktu yang lama bukan yang muncul dikemudian hari. Contoh: seseorang
menikah dan mahar yang berlaku sejak zaman dahulu adalah
menggunakan emas, sedangkan dikemudian hari adat tersebut mengalami
perubahan dengan uang dan orang-orang mulai terbiasa menggunakan
uang. Ketika terjadi suatu sengketa yaitu si istri meminta mahar emas
(sesuai adat lama) sedangkan suami memberikan mahar uang (sesuai adat
baru). Maka berdasarkan pada syarat dan kaidah diatas si suami harus
memberikan emas sesuai dengan adat yang berlaku waktu akad
berlangsung dan bukan sesuai dengan adat yang muncul kemudian.
Adat Jatingarang ini telah ada sebelum penetapan hukum, artinya
Adat Jatingarang yang terjadi pada saat itu sudah dilakukan oleh
63
masyarakat desa jatingarang yang kemudian datang ketetapan hukumnya
untuk dijadikan sandaran.
4. Urf tidak bertentangan dengan nash yang ada atau tidak bertentangan
dengan prinsip kaidah hukum Islam.
Syarat yang terakhir ini adalah merupakan syarat yang terkuat
untuk menentukan apakah urf tersebut sohih atau fasid. Sebuah tradisi
yang ada dikalangan masyarakat akan dikatakan sohih ketika tidak
bertentangan dengan nash dan hukum Islam, begitu pula sebaliknya.
Contoh yaitu tradisi pada zaman Jahiliyah yang pada saat itu seorang laki-
laki diperbolehkan untuk menikahi perempuan tanpa ada batasan. Urf
seperti ini tidak berlaku dan tidak bisa diterima, karena bertentangan
dengan nash dan hukum Islam.
Di dalam Adat Jatingarang sendiri akan menjadi fasid di
karenakan terdapat beberapa ritual atau prosesi-prosesi yang di yakini oleh
pelaku tradisi jatingarang yang mengandung unsur syirik dan tidak ada di
dalam syariat Islam seperti ketika di dalam perhitungan neptu jika hasil
dari perhitungan tertentu menghasilkan beberapa angka yang jika bertemu
angka lain maka pernikahannya akan cepat cerai, mati, rezekinya sulit
maka harus dihindari, atau meyakini dari kejeleken hari dan salah satu dari
penjuru mata angin dalam satu bulan. ketika hal-hal tersebut dilanggar
akan mendatangkan bencana. Keyakinan-keyakinan semacam itu telah
bertentangan dengan norma-norma agama Islam. Sedangkan segala
sesuatu yang ada di dunia ini telah di takdirkan oleh Allah.
Tetapi jika pelaku dari Adat Jatingarang itu tidak meyakini ritual-
ritual tersebut adalah merupakan sesuatu yang menyebabkan bencana dan
tetap berpegang teguh kepada norma agama serta tetap meyakini bahwa
segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini merupakan kekausaan Allah
dan meyakini bahwa Adat Jatingarang merupakan bentuk ikhtiyar
manusia untuk mencari sesuatu yang terbaik maka tradisi tersebut bisa
masuk ke dalam kategori Urf Sohih.
64
Jadi jika Adat Jatingarang di Desa Tunggul ditinjau dengan perspektif urf,
maka peneliti mengelompokkan tradisi tersebut menjadi dua yaitu bisa masuk
kedalam Urf yang Fasid dan bisa masuk ke dalam Urf Sohih. Hal itu didasari
karena Adat Jatingarangdapat atau tidak untuk memenuhi syarat-syarat sebagai
Urf Sohih tergantung dari pandangan dan keyakinan masyarakat terhadap Adat
Jatingarang tersebut.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam
penelitian ini dapat ditarik adanya tiga kesimpulan yang menjawab rumusan
masalah di atas, yakni mengenai Bagaimana pandangan masyarakat Desa Tunggul
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Terhadap Adat Jatingarang Pernikahan
Suku Jawa, Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pergeseran adat Jatingarang
pernikahan Suku Jawa dan Korelasi hukum Islam terhadap Adat Jatingarang
pernikahan Suku Jawa.
Pandangan masyarakat tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di
desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan ini bermacam-macam,
yang pada akhirnya peneliti membaginya kedalam tiga golongan, yang pertama
yaitu golongan yang masih meyakini bahwa adat merupakan sesuatu yang begitu
sakral dengan tidak melihat dari sisi keagamaannya. Golongan yang kedua adalah
golongan yang mengartikan agama itu lebih tinggi dari pada adat istiadat.
Sedangkan golongan yang terakhir yaitu golongan masyarakat yang hanya
mengikuti tradisi nogo taon yang ada sebagai syarat di dalam pernikahan yang
mereka lakukan tanpa mengetahui tujuan dari adanya tardisi tersebut.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pergeseran adat Jatingarang
pernikahan Suku Jawa setidaknya ada empat faktor yakni : Faktor pengaruh budaya
66
luar, Faktor Agama, Faktor ekonomi keluarga, Faktor pendidikan dan Kurangnya
pewarisan dari generasi sebelumnya.
Di lihat dari sudut pandang Urf maka Adat Jatingarang Pernikahan Suku
Jawa di desa Tunggul maka peneliti mengkelompokkan Adat tersebut kedalam dua
Klasifikasi, pertama dari segi bentuknya Adat Jatingarang ini termasuk Urf Ammali
yakni Urf atau kebiasaan yang berbentuk perilaku atau pekerjaan. Kedua dari segi
Syara’ yaitu bisa masuk kedalam Urf yang Fasid dan bisa masuk ke dalam Urf
Sohih, cukup berkhtiyar untuk mencari keselamatan dan tetap meyakini bahwa
segala sesuatu yang ada di muka bumi ini telah di tetapkan oleh Allah subhanahu
wata ala.
B. Saran-saran
Setelah melakukan penelitian terkait dengan Adat Jatingarang Pernikahan Suku
Jawa di desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, ada beberpa saran
yang ingin disampaikan peneliti, diantaranya :
1. Hendaknya keberadaan tokoh masyarakat atau tokoh agama diharapkan bisa
membangun suatu pemahaman yang sesuai antara adat istiadat dengan
norma-norma agama Islam, Sehingga diharapkan mampu menumbuhkan
pemahaman yang semestinya sesuai dengan hukum atau kaidah yang ada di
dalam agama Islam.
2. Perlunya di adakan penelitian yang lebih lanjut dan mendalam terkait
dengan filosofi Adat Jatingarang karena dalam penelitian ini masih terdapat
67
kekurangan mengenai makna dari filosofi Adat Jatingarang di karenakan
keterbatasan informan dari wawancara yang dilakukan peneliti.
3. Untuk para pemuda Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan harus lebih memperdalam ilmu agama serta mengetahui tradisi
yang berlaku di dalam masyarakat. Yang nantinya ketika muncul persoalan
yang berhubungan dengan adat mampu teratasi tanpa meninggalkan hukum
atau aturan-aturan yang lain.
87
DAFTAR PUSTAKA
A. KITAB SUCI Al-Qur’an dan Terjemahan Kementerian Agama.
B. BUKU
Abd.Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010).
Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. VIII.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka cipta. 2007.
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008)
Assiddiqie, Jimly, Hukum Islam di Indonesia: Dilema Legislasi Hukum Agama di Negara Pancasila, dalam Majalah Pesantren No. 2/Vol. VII/1990, 1990.
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta, 1997
At-Tihami, Muhammad. Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam. Surabaya: Ampel Mulia. 2004.
Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta :Pustaka Jaya, 1985.
Azwar, Saefudin. Metodologi Penelitian., Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998.
Bisri, Mustofa. Fikih Keseharian Gus Mus. Surabaya: Khalista. 2005.
Bratawidjaja, Thomas Wijaya. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa. Jakarta: Pusataka Sinar Harapan. 1988.
Chaerul Uman, Dkk, Ushul Fikih 1, (Bandung: PT Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-II.
Cholid Nur Boko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara Pustaka, 2012).
Darmoko. Budaya Jawa Dalam Lintas Sejarah. Jurnal Wacana. Fakultas ilmu penegtahuan budaya. Universitas Indonesia. 12 Agustus 2010.
88
Djamaan Nur, Fikih Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993),
Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta :Bina Aksara, 1987
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Indonesia: Cahaya Qur’an. 2011.
Djalil, A. Basiq. Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua. Jakarta: Kencana. 2010.
Djazuli, A dan I Nurol Aen. Ushul Fiqih (Metodologi hukum Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.
Doyodipuro, Hudoyo. HOROSKOP JAWA Misteri Pranata Mangsa. Yogyakarta: Dahara Prize. 2002.
Eben Ezer, Resistensi Terhadap Pelaksanaan Adat Istiadat Oleh Masyarakat Batak Pada Komunitas Pentakosta Di Kelurahan Jagabaya Bandar Lampung, Jurnal Mahasiswa 2016,
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010),
Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, Kediri: Purna Siwa. 2004.
Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut:Perundangan Hukum Adat Hukum Agama. Bandung; Mandar Maju. 2003.
Hans Kelsen, Dasar-dasar Hukum Normatif, Penerjemah: Nurulita Yusron, (Bandung: Nusa media, 20019) Cet. II,
Hartono. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2000.
Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Permadani 2004)
Hasan, M. Iqbal. Pokok Pokok Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.
Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Prespektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai, Ruju’. Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011.
Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Cet. I; Jakarta: Tintamas, 1975.
89
Hengki Irawan dan Mujiman dkk, “Pepali” dalam Adat Pernikahan Masyarakat Jawa di Desa Paleran Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember,
Heni. Daftar isian data profil desa Karang Anyar. Karang Anyar: Kantor Balai Desa Karang Anyar. 2015.
Jonker, Jan Bartjan J.W. Pennink, dan Sari wahyuni. Metodologi Penelitian: Panduan Untuk Master Dan Ph.D. DI BIDANG Menejemen. Jakarta: Jagakarsa. 2011.
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Press, 2007)
Kamus Besar Bahasa Indonesia: Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa. Jakarta :Balai Pustaka. 2001.
Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju. 1990.
Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kuantitatif –Kualitatif Malang: UIN press.2010.
Kemenperin.Lamongan-Jadi-Sentra-Industri-Maritim(Kemenperin.go.id/artikel/ 758 /Di akses pada 2 N0vember 2017),
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : Pustaka Setia. 2007.
Kitab Sunan Ibn Majjah, bab keutamaan menikah juz I, (Kairo: Daar al-ikhya al-kutub al arabiyah, 1996).
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran 2017.
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011).
Mulyanto Sumardi, Sumber Pendapatan kebutuhan pokok dan perilaku menyimpang. Jakarta: Rajawali, 1982.
Muhyidin Mas Rida, Al Wajiz 100 Kaidah Fiqih Dalam Kehidupan Sehari Hari, Jakarta: Al kautsar, 2008.
Mohamad Abid Iqsan, Primbon Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam, skripsi 2015, (http://repositori/iain-tulungagung.ac.id/ diakses pada 6 Oktober 2017),
90
Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018).
Mohamad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hal. 118.
Moeleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005.
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind-Hill-Co: 1990),
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University press. 1996.
Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi ketiga, (Yogyakarta: Pilar Media, 1996).
Nurjannah, Mahar Pernikahan, ( Yogyakarta:Prima Shopi, 2003),
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001Sumarsono. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita. 2007.
Ramulyo, Moh. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010.
Rida, Muhyiddin Mas. AL WAJIZ 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupan Sehari Hari. Jakarta: Al kausar. 2008.
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata:Comparative Civil Law, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Dar Fath lil i’lami al Araby, )
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993),
Soekanto, Soerjono. Intisari Hukum Keluarga. Bandung : Sitra Aditya Bakti. 1992.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indoensia, (Jakarta: PT Raja Grafindo 2013).
Sudarsono, Hukum Kekekluargaan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),
91
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqih, jilid 2. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 2001.
------..----- . Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana. 2007.
------..----- . Garis-Garis Besar Fikqih, (Jakarta: Kenca Prenadamedia Grup, 2003)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al Musnad dan Khalid bin Ali al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya, Terj: Al Ziwaaj wa Al-Mubuur, Najhul Shalih, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993) Cet. II,
Transformasi (http://kbbi.web.id/Di Akses pada 3 November 2017).
Thalib, Sayuti, Receptio A Contrario, Jakarta: Bina Aksara, 1985
Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi, Al Ilal, ( t.t.: Dar al Kutub, t.th.)
Tjakraningrat, Harya. Kitab Primbon Bantal jemur Adammakna. Yogyakarta : CV. Buana Raya. 2001.
Tjakraningrat, Harya. Kitab Primbon Bantal jemur Adammakna. Yogyakarta : CV. Buana Raya. 2001.
Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih al Islami Waadillatuhu jus IV, (Damsyiq: Dar-Al fikr, 1989)
Wawan “Renggo” Herawan. Artikel. Disampaikan dalam kegiatan Festival Kesenian Tradisional yang diselenggarakan BPNB Bandung pada tanggal 28 – 29 April 2014 bertempat di Wisma Karya Jl. Ade Irma Suryani Nasution No. 2. Subang.
Yaswirman. Hukum Keluarga Dan Adat Islam. Padang: Andalas University Press. 2006.
Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2012)
C. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Kompilasi hukum Islam. Jakarta: Grahamdia Press. 2014.
Hasil Wawancara warga
Informan : Mustakim Pukul : 20;00 WIB
Tempat : Rumah Bapak Mustakim Hari/Tgl : Jumat 05 Oktober 2018
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?
Jatingarang itu ya tradisi Jawa untuk mencari arah yang baik dalam melakukan
apasaja. Salah satu nya yaitu didalam pernikahan, untuk mengurutkan arah yang
ditempati Naga yang mempunyai tujuan untuk mengetahui arah yang baik ketika
melangsungkan temu manten serta untuk menunjukkan berdirinya tenda yang dipakai di
pernikahan tadi. Bagi kepercayaan orang sini itu semua dilakukan untuk menjauhi
kesialan serta bencana yang dikaitkan dengan salah satu dari empat penjuru arah (utara,
barat, selatan timur) tadi.
2. Apa makna sebenarnya/makna yang terkandung dalam Adat Jatingarang Pernikahan
Suku Jawa dan pa tujuannya ?
Saya rasa makna yang dimaksud dari Adat Jatingarang ini adalah menjaga
keutuhan keluarga. Seperti yang sudah jawab diawal tadi, bahwa adanya adat ini untuk
menghindari kesialan. Artinya siapa saja yang mengikuti arah mata angin yang baik,
menghindari arah yang ditempati naga Jatingarang maka akan selamat jadi tujuannya
saya kira ya mencari keselamatan untuk kerukunan hubungan rumah tangga.
3. Bagaimana Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa di Desa Tunggul ?
Awal dari tardisi Jatingarang ini dimulai dari menghitung Neptu, antara
Neptunya calon penganti laki-laki dengan pengantin perempuan itu cocok atau tidak. Nah
ketika sudah dihitung dan sudah diketahui kecocokan dari Neptunya kedua pengantin
tersebut, terus dilanjutkan dengan mencari hari sangar didalam bulan yang akan dibuat
melangsungkan mantenan tadi. Setelah sudah tau hari sangar yang ada di bulan ketika
digunakan untuk melangsungkan pernikahan tadi. Baru masuk ke tardisi Jatingarang, jadi
dengan menandai bulan yang digunakan untuk melangsungkan pernikahan tadi bulan apa,
kemudian dikaitkan dengan patokan bulan Jatingarang . ketika sudah mengerti dari salah
satu arah yang tidak boleh di tuju ketika melangsungkan pernikahan baru mendirikan
terop. Nah ketika sudah mendirikan terop maka itu mulai mengadakan pernikahan, ketika
sudah selesai ijab qobul kan pasti ada prosesi temu manten ketika itu ya harus tidak boleh
menghadap dari salah satu arah yang tidak boleh dituju di patokan tradisi Jatingarang
tadi, biasanya arahnya sama seperti arah yang tidak boleh dituju ketika memasang terop,
kecuali ketika temu mantu itu sudah terlewatkan dari bulan yang dianut patokan nogo
taon tersebut.”
4. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di
Desa Tunggul?
“Untuk orang Jawa asli itu semua perbuatan manusia itu pasti ada aturan dan
tata caranya masing-masing seperti menanam, membangun rumah, menikahkan apalagi,
itu semua sudah ada di Primbon. saya sih setuju saja mas berlakunya adat tradisi
jatingarang ini. Tardisi ini kan ya usaha manusia untuk mencari selamat. Itu termasuk
usaha orang yang punya hajat agar tidak ada kejadian apa-apa. Orang sini ketika tidak
melakukan adat tersebut pasti akan diomongkan orang, kalau tidak seperti itu ya akan di
ingat-ingat lihat saja besok akan terjadi kejadian apa-apa. Jadi tradisi ini harusnya
dihormati dan sebagai jalan manusia untuk mencari keselamatan.”
5. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini masih berjalan dan
apa faktor yang mempengaruhinya?
Secara umum jika dikatakan sudah tidak berjalan ya tidak tepat juga mas, karena
nyatanya masih ada satu dua orang yang masih memegang kokoh adat Jatingarang ini,
tapi lagi-lagi hanya sedikit artinya lebih banyak masyarakat yang dalam hajatan atau
duwe gawe tidak menggunakan adat Jatingarang ini. Sebenarnya banyak factor yang
membuat masyarakat baik melakukan atau meninggalkan tradisi Jati ngarang mas dan
bukan cuma dalam masalah pernikahan, ya banyak lah pokoknya. Bagi mereka yang
melakukannya masih memegang kokoh keyakinan dan petuah nenek moyang mereka
mungkin karena takut kualat dan mencari keselamatan, bagi mereka yang tidak
melakukan ya mungkin tidak mau repot dengan itungan ini itu dan cari mudahnya saja,
jangankan jatingarang mas, hitungan weton dalam mencari jodoh saja mereka sudah tidak
terlalu percaya primbon jawa, ya itu terserah masing-masing orangnya saja.
6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
sekarang ini ?
"Beda mas dulu dengan sekarang, kalau dulu kami masih muda banyak berguru
kesana kemari, kalau sekarang anak mudanya sudah sibuk pegang hp. Dan lagi anak muda
sekarng malah takut kalau semisal orang yang ditaksirnya ternyata hitungannya tidak
cocok, jadi kata mereka yasudah mending gak tau dari pada takut gak jodoh. Pokoknya
asal suka sama suka ya dijalani saja.”
Mengetahui Informan
Mustakim
Hasil Wawancara warga
Informan : Kasjono Pukul : 19;30 WIB
Tempat : Rumah Bapak Kasjono Hari/Tgl : Minggu 07 Oktober 2018
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?
Tradisi Jatingarang itu adat yang sudah berjalan di desa ini, ketika ada seseorang
yang akan mempunyai hajatan seperti pernikahan,atau slametan, atau lain lainnya, itu
harus mengetahui arah yang bagus supaya tidak ada bala dari tidak baiknya arah yang
dituju itu. Contohnya seperti saat ini arah yang tidak baik itu menghadap barat maka
wajib bagi seseorang yang mempunyai hajatan itu untuk mendirikan terop selain arah
barat tersebut dek. Sama halnya bagi orang orang yang ingin melangsungkan temu
manten, atau bagi orang yang ingin bepergian dan lain lain.
2. Apa makna sebenarnya/makna yang terkandung dalam Adat Jatingarang Pernikahan
Suku Jawa ?
Makna dari adat jatingarang itu ya menghindari kesialan dan malapetaka, intinya
orang yang melakukan adat jatingarang ini akan bejo (untung). Tujuannya dengan
mengikuti patokan-patokan arah itu maka akan selamat, selamat rumah tangganya,
selamat hartanya, kata istilah orang jawa “Selamet dunyo lan sandangan pangane”
,(selamat harta sandang pangannya ).
3. Bagaimana Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa di Desa Tunggul ?
Kalau saya pribadi kurang faham detail mas praktik adat jatingarang itu,
makannya kalau perlu apa-apa saya tanyakan kepada pak mustakim. Pokoknya setelah
berpedoman dengan arah naga yang menempati arah mata angin itu kita disuruh
menghindar dan mencari arah lain gitu mas.
4. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di
Desa Tunggul?
Adat yang dulu saya lakukan di dalam pernikahan anak saya itu sudah di
konsultasikan sama pak Mus, orang kampung sini dulu menikahnya ya pasti
menggunakan tradisi jatingarang ini mas biar selamat. Kalau saya ya percaya mas dengan
hal seperti itu soalnya kita hidup di dunia ini kan tidak Cuma manusia saja ada mahluk
halus yang harus di hormati. Dari pada nanti ada apa-apa mas ketika pernikahan anak
saya dulu ya mending ikut saja kepada orang-orang yang mengerti hal-hal seperti itu. La
kenyataanya Alhamdulillah ya acaranya lancar dan tidak ada apa-apa kan mas sampai
sekarang.”
5. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini masih berjalan
dan apa factor yang mempengaruhinya?
“sekarang kayaknya sudah jarang mas masyarakat yang memakai adat
jatingarang, Salah satu yang menjadikan mulai ditinggalkannya adat jatingarang yaitu
ketidak tahuan generasi muda. Kurang adanya komunikasi dan pembelajaran hitungan
jawa kepada kaum muda. Yang tua gak mau ngasih tau, yang muda gak mau cari tau.
Gimana nanti 10 tahun 20 tahun yang akan datang.”
6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
sekarang ini ?
“sejatinya Adat khususnya adat jawa adalah kekayaan kebudayaan yang kita miliki dan
tentunya perlu untukuk kita lestarikan, orang sekarang maunya hanya hidup enak tanpa
mau bersusah payah untuk mendapatkannya, adat jawa dan primbon secara umunya
sekarang hanya dipercaya sebagai klenik dan tahayul tanpa mau mengkajinya. Ilmunya
orang dulu itukan ilmu titen ilmu awas lan mawas jadi gak sembrono untuk
mengajarkannya kepada anak cucunya.”
Mengetahui Informan
Kasjono
Hasil Wawancara warga
Informan : Moh. Yasin Pukul : 08;00 WIB
Tempat : Rumah Bapak Moh. Yasin Hari/Tgl : Rabo 10 Oktober 2018
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?
“Adat Jatingarang itu adalah adat budaya tinggalan Hindu Budha yang lebih dulu
dianut masyarakat jawa dahulu sebelum masuknya agama islam, diceritakan bahwa
adaseekor naga yang mendiami arah mata angina, dan naga tersebut dipercaya membawa
waba dan malapetaka, makannya orang dulu ketika punya gawe atau hajat mengusahakan
untuk menhindari arah tersebut. Setiap bulan tertentu naga itu berpindah tempat. “
2. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di
Desa Tunggul?
“Kalau saya berlakunya tradisi jatingarang itu kok sedikit kurang srek ya, soalnya
kenapa kalau di agama pokoknya sudah memenuhi syarat rukunnya pernikahan dan
calon pengantinnya sama sama senang dan tidak ada halangan pernikahan itu kan sudah
cukup, tidak usah susah susah dengan ritual-ritual yang sedikit repot seperti itu. Saya
juga sering menemui dan mengerti praktek-praktek didalam pernikahan yang
menyimpang dari ajaran Islam. Kadang saya ya Cuma bisa mengingatkan kepada orang
orang yang mempunyai hajat supaya tidak keluar dari syariat Islam. Dan Dan ingat
sebagai orang yang ngerti kita harus memberikan pemahaman kepada masyarakat
dengan cara yang santun, tidak bias dakwah ke masyarakat dengan nada marah atau
dengan kasar. Masyarakat akan meninggalkan kita kalau seperti itu.”
3. Apakah ada hukuman atau semacam sanksi social bagi mereka yang tidak melakukan
adat Jatingarang Pernikahan ini ?
Secara umum hukuman bagi yang tidak melakukan adat ini memang tidak ada,
itu semua dikembalikan kepada yang melakukan. Mau percaya atau tidak. Karena lagi-
lagi orang jawa itu ilmunya ilmu titen. Jadi ada itu mas, contohnya setelah setahun dua
tahun menikah kok keluarga itu tidak harmonis, keluarganya berantakan. Maka akan
dilihat kembali ketika nikah dulu apakah sudah pas sudah betul, baik dari hitungan weton
suami istri dan adat jatingarang atau adat-adat yang lain. Jadi bagi mereka yang percaya
ya nanti keluarga itu tidak akan bahagia. Bisa salah satu suami istri itu mati. atau bisa
juga anaknya sakit-sakitan. Tapi dalam masyarakat pasti ada sanksi social baik secara
langsung atau tidak langsung. Contoh mudahnya saja. Mereka yang tidak sesuai dengan
adat maka akan menjadi bahan pembicaraan orang lain, bisa jadi yang dibicarakan akan
merasa tidak nyaman dan terkucilkan. Alhamdulillah masyarakat desa tunggul sudah
mulai tercerahkan dan tidak percaya dengan tahayul semacam itu.
4. Apakah bapak/ibu sering menemui adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku
jawa di Desa Tunggul dan bagaimana bapak/ibu mensikapinya ?
“Beberapakali saya menemukan praktek adat jatingarang ini mas. Pernah suatu
kali saya menemukan praktek adat jatingarang tersebut, karena kebetulan pintu depan
mempelai perempuan itu pas arah yang didiami naga Jatingarang jadi pengantin laki-
lakinya lewat pintu dapur. Bagi orang yang sudah faham adat jawa mungkin memaklumi
tapi bagi masyarakat yang tidak tahu kan sepertinya kurang pantas mas, masak pengantin
yang seharusnya dihormati malah lewat pintu dapur. Kebetulan waktu itu saya yang
memberikan mauidhoh. Kemudian pas saya dipersilahkan bicara maka saya lurusan
bahwa boleh saja mengikuti adat istiadat yang berlaku tapi jangan sampai itu mencederai
kepercayaan kita kepada Allah SWT, bahwa kita semua ini sudah sudah digariskan sesuai
qodho’ dan qodar yang maha kuasa. “
5. Factor Apa saja yang membuat Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul
ini dilakukan atau mulai ditinggalkan, apa sebabnya ?
“Tentunya ini adalah peran dari ulama’ dan kiyai yang memberikan pembelajaran
dan pencerahan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat yang tadinya kekeh memakai
pakem adat itu lama kelamaan mulai meninggalkan adat yang sekiranya bertolak
belakang dengan ajaran islam. Para ulama dan kiyai dalam mengajarkan masyarakat tidak
hanya lewat kata kata mas tapi juga lewat tindakan sehingga lama kelamaan masyarakat
yang mengikuti beliau-beliau itu dengan sendirinya kan faham bahwa para kiyai tidak
melakukan adat-adat yang sekiranya terlalu jauh dengan islam .”
6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
menurut Hukum Islam ?
Jadi begini mas, adat jatingarang ini kan budaya Hindu Budha jadi tidak ada dalam ajaran
islam. Kita semua termasuk mas Jamil juga sebagai akademisi mempunyai garapan besar
untuk memberikan dakwah dan pencerahan kepada masyarakat. Untuk membedakan
mana ajaran islam dan mana adat kebudayaan. Tapi perlu digaris bawahi mas kita tidak
boleh serampangan dalam berdakwah, jangan semua yang baru ini di anggap bidah, kullu
bid’atin dholalatin. Loh kalau gitu pakaian kita ini juga bidah dholalah dong. Kita harus
bisa dahwa secara kultural karena kita ini hodup dalam masyarakat yag majemuk. Harus
bisa mengklasifikasikan mana adat yang bisa di tolelir agama dan mana adat yang
bersimpangan dengan syar’i.
Mengetahui Informan
Moh. Yasin
Hasil Wawancara warga
Informan : Abdul Mun’im Pukul : 20;00 WIB
Tempat : Rumah Bapak Abdul Mun’im Hari/Tgl : Sabtu Oktober 2018
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?
Saya Pribadi kurang faham betul dek dengan adat Jatingarang itu. Ya kata orang-orang
dulu bilangnya nogo jatingarang gitu. Ada di arah arah tertentu. Dan menurut orang dulu
arah itu tidak boleh di lewati.
2. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di
Desa Tunggul?
“Kalau menurut saya sendiri dek, dengan ritual-ritual yang berlakunya di dalam
pernikahan seperti tradisi jatingarang itu tidak sependapat dek, saya itu bukan orang yang
anti perkara adat-adat seperti itu, bukan. Saya setuju kalau adat itu tidak melanggar
syariat, tapi kalau adat itu tidak sejalan dengan syariat terlebih tidak ada dasarnya, ya
tidak bisa dilakukan. Tugas kita hanya mengingatkan kepada sodara-sodara kita kalau
kita mengetahui salahnya, itupun kalau orangnya menerima, kalau tidak ya lana a’maluna
wa lakum a’malukum.”
3. Apakah ada hukuman atau semacam sanksi social bagi mereka yang tidak melakukan
adat Jatingarang Pernikahan ini ?
Kalau menurut orang tua dulu ya ada mas. Tapi menurut saya ya tidak ada. Orang
tua dulu bilang kalau adat sudah dilanggar pasti aka n ada malapetaka. Entah itu
pelakunya atau keluarganya, bisa suami istri itu atau anak turunnya. Atau hidupnya
susah, rejekinya repot. Tapi menurut saya ya tidak ada mas. Hidup mati jodoh rejeki itu
semuanya sudah ditentukan Allah SWT. Khawatirnya mereka yang benar-benar percaya
dengan adat yang semacam itu dan takut dengan kesialan yang datang karena melanggar
adat itu sudah Musyrik. Na’udzubillah mindzalik.
4. Apakah bapak/ibu sering menemui adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku
jawa di Desa Tunggul dan bagaimana bapak/ibu mensikapinya ?
Sudah jarang dek. Mungkin kalau dulu masih banyak masyarakat yang kental
dengan adat jawanya. Tapi sekarang ini masyarakat mulai faham dengan ajaran islam.
Banyak dilaksanakan pengajian agama di musholah-musholah ini menandakan bahwa
masyarakat sudah akrab dengan agama islam itu sendiri. Menurut saya selama adat itu
tidak melanggar ajaran agama ya tidak apa-apa dilaksakan, kita Cuma perlu memberikan
nasihat dan arahan kepada masyarakat yang belum begitu faham dengan agama Islam.
5. Factor Apa saja yang membuat Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul
ini dilakukan atau mulai ditinggalkan, apa sebabnya ?
Faktor pendidikan dek. warga masyarakat desa Tunggul sekarang ini bisa dikatakan
banyak juga yang mesantren. Baik dipesantren dalam kampung sendiri atau diluar
kampung. Nah sepulang dari pesantren kan pastinya mereka punya pandangan tersendiri
mengenai adat yang ada di masyarakat.
6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
menurut Hukum Islam ?
Firman Allah, Udkhulu Fissilmi Kaffah, Masuklah kalian dalam islam
sepenuhnya/dengan sempurna. Dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk memeluk
islam secara sempurna dalam artian tidak setengah setengah. Dalam ajaran islam tidak
mengenal adat Jatingarang atau semacamnya yang mengisyaratkan untuk mengambil
arah tertentu ketika memiliki hajat. Jadi sekali lagi bisa dikatakan adat jatingarang ini
tidak ada dalam ajaran islam. Akan tetapi kita tidak boleh anti dengan adat. Selama adat
itu tidak melanggar agama, ya monggo saja kalau mau melakukan.
Mengetahui Informan
Abdul Mun’im
Hasil Wawancara warga
Informan : Arlika Pukul : 20;00 WIB
Tempat : Rumah Ibu Arlika Hari/Tgl : Sabtu 20 Oktober 2018
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?
Jatingarang itu mas, sepengetahuan saya apa ya, pokoknya prosesinya orang Jawa untuk
menentukan arah ketika akan punya hajat atau punya acara tertentu yang sekiranya itu
penting.
2. Apakah bapak/ibu pernah melakukan praktik adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa dan
apa alasannya?
Saya tidak pernah melakukan adat jatingarang mas. Tapi mungkin orang tua kita mbah-
mbah kita dulu melakukannya. Alas annya pertama karena saya tidak tahu hitungan adat
tersebut. Yang kedua saya percaya semua kehidupan ini sudah ada yang mengatur. Sudah
itu saja mas gampang.
3. Apakah bapak/ibu sepakat dengan adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa
di Desa Tunggul, apa sebabnya ?
“Kalau menurut saya mas, tradisi jatingarang menurut saya sendiri, saya itu tidak terlalu
percaya hal-hal seperti itu. Iya sih di alam ini ada mahluk yang tidak terlihat mata, tapi
ponakan saya dulu menikahnya ya menggunakan tradisi jatingarang, tapi anak saya
menikahnya tidak memakai hal seperti itu juga tidak apa-apa kok. Semua itu sudah ada
yang mengatur mas rezeki, jodoh, mati, itu sudah ada jalannya masing-masing.”
4. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini dilakukan atas
kesadaran pribadi atau atas paksaan orang lain untuk melaksanakan atau
meninggalkannya ?
Saya tidak ada yang memaksaatau melarang mas. Karena saya dan suami Alhamdulillah
sudah hidup mandiri, tidak satu rumah lagi dengan bapak ibu. Sehingga apapun yang
kami lalukan pastinya sudah kami pertimbangkan mas.
5. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
sekarang ini ?
Sepertinya sudah jarang yang melakukan adat jatingarang ini mas. Ya mungkin masih
ada beberapa yang melakukannya. Kemarin saya dengar ada tetangga sini yang
melakukan jatingarang ini mas tapi bukan di pernikahan. Adat itu digunakan untuk
pindah kandang kambing. Sampek sampek yang ngangkat kandang itu kerepotan mas
karena harus mutar arah yang lebih jauh. Kan malah merepotkan toh mas. Kebetulan
ponakan saya kemarin bantu jadi dia yang cerita kesaya.
Mengetahui Informan
Arlika
Hasil Wawancara warga
Informan : Anita Ningsih Pukul : 08;00 WIB
Tempat : Rumah Ibu Anita Hari/Tgl : Rabu 17 Oktober 2018
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?
Saya kurang tahu yang begitu begitu mas. Biasanya kalau ada apa-apa ya Tanya pak
mustakim atau mbah Askuri. Yang saya tahu dari bapak saya jatingarang itu ya hitungan
untuk cari arah yang baik kalau mau punya gawe mas.
2. Apakah bapak/ibu pernah melakukan praktik adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa dan
apa alasannya?
“Saya menikah masih baru-baru ini mas, kira-kira ya dapat empat tahun
berjalan ini, kalau ketika menikahnya saya dulu ya sama seperti umumnya kebanyakan
orang di desa ini mas, ya melihat cocoknya saya dengan suami saya ke pak Mustakim.
Kamu pasti sudah tahu orangnya. Ketika itu saya kesana bersama ayah saya. Lalu saya
ditanya tanggal lahir saya dengan suami saya, selanjutnya dihitungkan pak Mustakim
katanya hasilnya itu kalau saya jadi menikah dengan suami saya itu akan gampang
rezekinya. Saya senang mas ketika itu, lalu ayah saya langsung menanyakan kapan hari
baiknya untuk melakukan pernikahan, pak Mustakim mengatakan menikahlah hari apa
saja dibulan ini asalkan jangan hari jumat saja. Kemudian ayah, saya, dengan suami saya
musyawarah kapan enaknya menikahnya, nah ketika itu kan ada nomor cantik mas ya
tanggal empat belas bulan empat dua ribu empat belas, suami saya saya tanyai iya saja
katanya biar sama seperti artis-artis menikhnya, jadi menikahnya ya tanggal itu. Ketika
hari H pernikahan saya ya ketika orang-orang mendirikan terop untuk pernikahan itulo
mas ayah dipesani pak Mustakim untuk mendirikannya tidak boleh menghadap selatan
soalnya Jatingarang ketika bulan itu ada di selatan mas jadi ya sudah di arahkan ke barat
saja mas ya membongkar pagar sedikit untuk jalan masuk mas. Soalnya kenapa kok tidak
boleh menghadap kesitu, katanya pak Mustakim Jatingarangnya ada di selatan, kalau
menghadap kesitu itu sama saja dengan mencari bahaya. Saya ya takut lah mas dari pada
nanti ada bahaya yang tidak tidak oleh karena itu tidak apa-apa membongkar pagar
sedikit yang penting selamat. Nah yang sedikit sulit itu ketika saya temu atau undang
mantu itu mas soalnya suami saya ketika temu kerumahnya ayah itu tidak boleh melewati
selatan, padahal jalan kerumahnya ayah itu harus melewati selatan sudah tidak ada jalan
lain lagi itu. Akhirnya ya musyawarah lagi ke pak Mustakim, jadinya sampai pada
kesepakatan untuk mencari bagusnya itu temu mantunya ditunda bulan depan saja,
daripada nanti kalau dipaksakan akan ada kejadian bagaimana-bagaimana yang tidak
enak ke suami saya mas akhirnya ya sudah tidak apa-apa. Jadi temu mantu saya dengan
mas Robin ya satu bulan setelah pernikahan begitu ceritannya.”
3. Apakah bapak/ibu sepakat dengan adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa
di Desa Tunggul, apa sebabnya ?
“Aku tidak mengerti masalah-masalah seperti itu, dulu itu bapak dan ibu saya ikut apa
kata bapak mertua. Kalau saya itu mas ikut bagaimana baiknya saja. yang penting
selamat semua. Karena saya percaya dunia ini ada yang menggerakkan, diluar dari kuasa
manusia.”
4. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini dilakukan atas
kesadaran pribadi atau atas paksaan orang lain untuk melaksanakan atau
meninggalkannya ?
Lah wong saya ngikut aja apa kata bapak ibu dan bapak mertua saya mas. Ya percaya aja
gak mungkin kan orang tua akan menyesatkan anaknya. Pastinya orang tua kita punya
perhitungan tersendiri untuk kebaikan anak cucunya. Khawatirnya kalau membantah
malah dikatakan berani sama orang tua, gak nurut bisa kuwalat.
5. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa
sekarang ini ?
Gimana ya mas. Ya begitulah pokoknya, yang mau melakukan ya silahkan saja pastinya
mereka punya keyakinan tersendiri. Kalau tidak mau melakukan ya monggo saja itu hak
mereka tanpa menyalahkan mereka yang melakukannya. Sekarang itu semua urusan
dikembalikan kepada yang menjalani mas. Selama itu tidak melanggar aturan yang ada
dimasyarakat dan masih dalam kesopanan ya tidak masalah mas.
Mengetahui Informan
Anita Ningsih
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1:
a. Wawancara Kepala Desa dan Tokoh Agama Desa Tunggul
Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Foto peneliti saat wawancaa dengan Bapak Drs. Moh. Yasin Kepala Desa Tunggul Abdul Mun’im, Tokoh Agama Desa Dirumah Bapak Drs. Moh. Yasin. Tunggul. Dirumah Bapak Abdul Mun’im b. Wawancara Tokoh Adat
Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Foto peneliti saat wawancaa dengan Bapak Mustakim, Tokoh Adat Desa Tunggul Kasjono, Tokoh Adat Desa Tunggul, Dirumah Bapak Mustakim Dirumah Bapak Kasjono.
c. Wawancara Warga Masyarakat
Foto peneliti saat wawancara dengan Ibu Foto peneliti saat wawancaa dengan Ibu Arlika, Masyarakat Desa Tunggul Anita Ningsih, Masyarakat Desa Tunggul, Dirumah Ibu Arlika. Dirumah Ibu Anita.
LAMPIRAN 2
SALAH SATU BUKU PRIMBON
SABDA PANDITA