Upload
lamnhu
View
238
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Mutakhir
Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan
penelitian yang telah ada sebelumnya, dimana masing-masing penulis
menggunakan metode penelitian yang berbeda tergantung atas permasalahan yang
akan dikaji. Penggunaan beberapa referensi ini akan digunakan untuk
membedakan pembahasan yang dibahas penulis dengan penelitian-penelitian yang
telah ada sebelumnya. Berikut referensi dari penelitian yang telah ada .
1. Referensi yang pertama merupakan sebuah penelitian yang berjudul “
Optimasi Pelayanan Jaringan Berdasarkan Drive Test ” oleh Febrian Al-
Kautsar P, 2009.
Pada penelitian ini mengoptimasi coverage dan kualitas layanan GSM
salah satu operator di Indonesia yaitu PT Natrindo Telepon Seluler (Axis)
Bandung, dengan membandingkan hasil drive test secara SSV dengan KPI
perusahaan untuk layanan voice ( Call ). Pemilihan wilayah yang
dilakukan proses optimasi pada penelitian ini mengacu pada hasil drive
test untuk data cell dengan rasio drop call terburuk dengan melbatkan
beberapa parameter yaitu BCCH, ARFCN, CGI, LAC, MCC, MNC, CI,
BSIC, Rx-Level, Rx-Qual, SQI, dan TA. Metode optimalisasi yang
dilakukan pada penelitian ini adalah mengubah tilt antena sektoral,
mengubah margin handover dengan membuat server dominan untuk area
yang bersangkutan, dan memasang repeater. Hasil dari penelitian tersebut
adalah meningkatnya kualitas jaringan GSM ditandai dengan menurunya
rasio drop call pada beberapa cell yang diteliti.
2. Referensi yang kedua merupakan sebuah penelitian yang berjudul “Analisa
Performansi Jaringan 3G. Studi Kasus : Indosat Bandung “ oleh Tidy
Kuncoro, 2013.
Pada penelitian ini menganalisis performansi WCDMA salah satu operator
di Indonesia yaitu Indosat didaerah Bandung dan melakukan optimasi
6
7
coverage pada daerah-daerah dengan kualitas jaringan WCDMA yang
dapat dikatakan jelek. Data didapat dari pengukuran hasil drive test
dilapangan seperti RSCP, EC/IO, call setup, drop call, dan network tuning
dibandingan dengan nilai KPI Indosat. Metode optimalisasi yang
dilakukan adalah tilt antenna dan penambahan new site. Hasil setelah
optimasi adalah peningkatan kualitas RSCP dari 28,29% menjadi 97,88%.
3. Referensi yang ketiga merupakan sebuah penelitian yang berjudul “
Perencanaan Coverage pada Sistem Long Term Evolution 700 MHz di
Kota Denpasar ” oleh Linda Krisna Dewi, 2014. Pada penelitian ini
membahas perencanaan jaringan LTE pada frekuensi 700 MHz dengan
lebar bandwidth yang digunakan adalah 10 MHz dan memanfaatkan
menara rooftop. Spesifikasi eNodeB yang digunakan adalah berasal dari
salah satu operator di Indonesia yaitu PT. XL Axiata. Untuk menghitung
luas jari-jari coverage area LTE digunakan model propagasi Modiefied
Hata Propagation Model European Radiocommunications Committee
Report 68 yang dipilih berdasarkan pertimbangan range frekuensi 150 –
1500 MHz dan tinggi menara yang akan diukur pada objek penelitian yaitu
pada ketinggian 13 meter, 18 meter, dan 22 meter, dengan tinggi base
station pada model propagasi 1 - 200 meter. Software yang digunakan
pada penelitian ini adalah google earth. Hasil dari penelitian ini adalah
luas coverage untuk ketinggian 13 meter, 18 meter dan 22 meter untuk
daerah urban adalah 2,6398 km2, 3,8191 km
2 dan 4,7970 km
2. Untuk sub
urban dengan luas coverage, yakni 8,9131 km2, 12,8970 km
2 dan 16,1980
km2. Dan jumlah site yang diperlukan untuk memberikan coverage hampir
menyeluruh pada kawasan Denpasar adalah 70 site pada ketinggian 13
meter, 57 site pada ketinggian 18 meter dan 51 site pada ketinggian 22
meter untuk pengkategorian urban. Sementara untuk pengkategorian sub
urban didapatkan jumlah untuk ketinggian 13 meter adalah 31 site, untuk
ketinggian 18 meter adalah 20 site dan untuk ketinggian 22 meter adalah
18 site. Yang pemetaannya dapat diaplikasikan menggunakan Google
Earth sehingga diperlihatkan coverage yang dihasilkan walaupun tidak
8
dapat dilingkupi secara menyeluruh karena terdapat beberapa daerah blank
spot pada rawa-rawa, tetapi pembangunan site pada balai banjar
memberikan kontribusi sebesar 80% dan 20% pada pembangunan site
diluar balai banjar. Dari 3 contoh state of the art diatas dapat diringkas
dalam Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Tinjauan Mutakhir (State Of The Art)
No. Nama Penulis Judul Metode Hasil
1 Febrian Al-Kutsar P Optimasi
Pelayanan
Jaringan
Berdasarkan
Drive Test
Metode
Pengukuran
drivetest
Peningkatan
kualitas
jaringan GSM
ditandai
dengan
menurunya
rasio drop call
pada beberapa
cell yang
diteliti
2 Tidy Kuncoro Analisa
Performansi
Jaringan 3G.
Studi Kasus :
Indosat
Bandung
Metode
Pengukuran
drivetest
Peningkatan
kualitas RSCP
dari 28,29%
menjadi
97,88%.
3 Linda Krisna Dewi Perencanaan
Coverage pada
Sistem Long
Term
Evolution 700
MHz di Kota
Denpasar
Model
propagasi
Modiefied
Hata
Propagation
Model
European
Radiocommu
nications
Committee
Report 68
Hasil
perencanaan
site sistem
(HSDPA/HSU
PA) pada
Jakarta Pusat
untuk 4 tahun
kedepan
berjumlah 11
site dengan
radius sel
1,499 km
Pengembangan arah penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini
adalah dengan melakukan analisis terhadap performansi jaringan LTE 900 MHz
pada wilayah Denpasar Barat dengan metode drive test pada cluster diwilayah
9
Denpasar Barat dan melakukan proses optimalisasi coverage pada daerah yang
memiliki kualitas RSRP, SINR, dan PDCP Throughput dibawah KPI Telkomsel.
Metode optimalisasi yang digunakan sesuai dengan teori yaitu mengubah basic
parameter yaitu mengubah cross feeder, melakukan tilt antena, dan penambahan
new site. Spesifikasi parameter eNodeB pada penelitian ini berasal dari PT.
Telkomsel Tbk, dengan rata-rata ketinggian eNodeB diatas 30 meter. Perubahan
cross feeder pada RF Module yang dilakukan pada penelitian ini sesuai
standarisasi vendor. Perhitungn tilt antena sektoral dilakukan secara teori dan
akan dibandingkan dengan software Kathrein. Perhitungn jari-jari cell eNodeB
pada new site menggunakan model propagasi Okumura Hatta. Perbandingan
Tugas Akhir dengan State Of The Art seperti diatas dapat diringkas dalam Tabel
2.2 sebagai berikut.
Tabel 2.2 Perbandingan Usulan Tugas Akhir dengan Tinjauan Mutakhir (State Of The Art)
Usulan Tugas Akhir State Of The Art
Metode : Analisis performansi
dilakukan dengan membandingkan
data hasil drive test dibandingkan
dengan KPI untuk layanan paket
data seperti RSRP, SINR, dan PDCP
Throughput. Perhitungan teori tilting
antena akan dibandingkan dengan
software Kathrein. Perhitungan jari-
jari new site eNodeB menggunakan
model propagasi Okumura Hatta.
Hasil : Meningkatnya kualitas paket
data pada jaringan LTE dibuktikan
dengan meningkatnya kualitas
throughput baik upload maupun
download
Metode : Analisis performansi dilakukan
dengan membandingkan data hasil drive
test dibandingkan dengan KPI untuk
layanan voice seperti seperti call setup
dan drop call. Perhitungan tilting antena
hanya secara teori. Perhitungan jari-jari
new site eNodeB menggunakan model
propagasi Modiefied Hata Propagation
Model European Radiocommunications
Committee Report 68.
Hasil : Meningkatnya kualitas layanan
voice pada jaringan baik GSM maupun
WCDMA dibuktikan dengan menurunya
terjadinya drop call.
10
2.2 Pengenalan LTE
Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan kepada
suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk
mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile
Telecommunication System (UMTS) dalam mengatasi kebutuhan mendatang.
Menurut standar, LTE memberikan kecepatan downlink
hingga 100 Mbps. Tidak diragukan, LTE akan membawa banyak manfaat pada
perkembangann jaringan selular. Perkembangan telekomunikasi menurut standar
3GPP terlihat pada Gambar 2.1. ( Usman, 2011)
Gambar 2.1 Evolusi 3GPP
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa 3GPP Release 99/4 atau
yang biasa disebut dengan WCDMA merupakan awal dari adanya LTE.
Kecepatan downlink vhanya 384 kbps dan kecepatan uplinknya 128 kbps.
Teknologi ini menggunakan CDMA (+ Diversity). Kemudian berkembang
menjadi 3GPP Release 5/6 yang biasa disebut HSDPA/HSUPA. Perkembangan
terus terjadi hingga 3GPP Release 8 atau LTE. Untuk data kecepatan downlink,
kecepatan uplink dan teknologi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.1
11
2.2.1. Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA)
Teknologi LTE Menggunakan OFDM-based pada suatu air interface yang
sepenuhnya baru, dan merupakan suatu langkah yang radikal dari 3GPP. ( Usman,
2011) Merupakan pendekatan evolusiner berdasar pada peningkatan advance dari
WCDMA. Teknologi OFDM-based dapat mencapai data rates yang tinggi dengan
implementasi yang lebih sederhana menyertakan biaya relatif lebih rendah dan
efisiensi konsumsi energi pada perangkat kerasnya. Data rates jaringan WCDMA
dibatasi pada lebar saluran 5 MHz. LTE menerobos batasan lebar saluran dengan
mengembangkan bandwidth yang mencapai 20 MHz. Sedangkan nilai capaian
antena pada bandwidth di bawah 10 MHz, HSPA+ dan LTE memiliki performa
yang sama. LTE menghilangkan keterbatasan WCDMA dengan mengembangkan
teknologi OFDM yang memisah kanal 20 MHz ke dalam beberapa narrow sub
kanal. Masing-Masing narrow sub kanal dapat mencapai kemampuan
maksimumnya dan sesudah itu sub kanal mengkombinasikan untuk menghasilkan
total data keluarannya.
Gambar 2.2 merupakan modulasi OFDMA yang menghindari
permasalahan yang disebabkan oleh pemantulan multipath dengan mengirimkan
pesan per bits secara perlahan. Beribu-ribu subkanal narrow menyebar untuk
mengirimkan banyak pesan dengan kecepatan yang rendah secara serempak
Gambar 2.2 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (Deris Riyansyah, 2010)
12
kemudian mengkombinasikan pada penerima kemudian tersusun menjadi satu
pesan yang dikirim dengan kecepatan tinggi. Metode ini menghindari distorsi
yang disebabkan oleh multipath. Subkanal narrow pada OFDMA dialokasikan
pada basis burst by burst menggunakan suatu algoritma yang memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi RF (Radio Frequency) seperti kualitas saluran,
loading dan interferensi. LTE menggunakan OFDMA pada downlink dan single
carrier – Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) pada uplink nya.
2.2.2. Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA)
Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA)
merupakan modifikasi dari OFDMA yang digunakan pada teknologi LTE pada
sisi uplink. ( Usman, 2011) Pada sisi transmitter data yang berupa simbol dibuat dari
domain waktu ke domain frekuensi menggunanakan Discrete Fourier Transform
(DFT). Setelah dilakukan pemetaaan dari resources didalam frekuensi domain
data diubah kembali kedalam domain waktu dengan menggunakan IFFT.
Kemudian data ditransmisikan dengan ortoghonal subcarrier seperti pada
OFDMA hanya saja yang membedakan disini adalah SCFDMA subcarrier
ditransmisikan secara berurutan (sequential) tidak paralel seperti pada OFDMA.
Alasan subcarrier ditransmisikan secara berurutan adalah untuk
mengurangi fluktuasi envelope pada bentuk gelombang yang ditransmisikan
Gambar 2.3 Transmitter dan Receiver SCFDMA (Ardyan, 2010)
13
sehingga memiliki peak-to-average power ratio yang lebih rendah jika
dibandingkan OFDMA.
2.2.3. Multiple Input Multiple Output (MIMO)
LTE mendukung teknik MIMO untuk mengirimkan data pada sinyal path
secara terpisah yang menduduki bandwidth RF yang sama pada waktu yang
bersamaan, sehingga dapat mendorong pada peningkatan data rates dan
throughput. ( Usman, 2011) Sistem antena MIMO merupakan metode pada suatu
layanan broadband sistem wireless memiliki kapasitas lebih tinggi serta memiliki
performa dan keandalan yang lebih baik. MIMO adalah salah satu contoh
teknologi dengan kualitas yang baik dari LTE pada kecenderungan teknologi yang
berkembang saat ini. Saat ini fokus adalah untuk menciptakan frekuensi yang
dapat lebih efisien. Teknologi seperti MIMO dapat menghasilkan frekuensi yang
efisien yaitu dengan mengirimkan informasi yang sama dari dua atau lebih
pemancar terpisah kepada sejumlah penerima, sehingga mengurangi informasi
yang hilang dibanding bila menggunakan sistem transmisi tunggal. Pendekatan
lain yang akan dicapai pada sistem MIMO adalah teknologi beam forming yaitu
mengurangi gangguan interferensi dengan cara mengarahkan radio links pada
penggunaan secara spesifik. Fleksibilitas di dalam penggunaan spektrum adalah
suatu corak utama pada teknologi LTE, tidak hanya bersifat tahan terhadap
interferensi antar sel tetapi juga penyebaran transmisi yang efisien pada spektrum
yang tersedia. Hasilnya adalah peningkatan jumlah pengguna per sel bila
dibandingkan dengan WCDMA. LTE dirancang untuk mampu ditempatkan di
berbagai band frekuensi dengan sedikit perubahan antarmuka radio. Juga dapat
digunakan di bandwidth 1.4, 1.6, 3, 3.2, 5, 10, 15 dan 20 MHz.
2.3. Arsitektur Jaringan LTE
Arsitektur jaringan LTE jika kita perhatikan sebenarnya lebih sederhana
teknologi jaringan yang telah ada sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan gambar 2
.4, keseluruhan arsitektur LTE terdiri dari beberapa eNodeB yang menyediakan
akses dari UE ke E-Utran.
14
Sesama eNode-B saling berhubungan satu sama lain melalui interface
yang disebut X2. MME/SAE gateway menyediakan koneksi antara eNode-B
dengan EPC( Evolved Packet Core) dengan interface yang disebut S1. X2 dan
S1,keduanya mendukung UE dan SAE Gateway. Keduanya juga menyediakan
dynamic schedulling dari UE. Layanan penting lainnya dari eNB adalah header
compression dan enkripsi dari aliran data pengguna. (Nasution, 2012)
Gambar 2.4 Arsitektur LTE ( Nasution, 2012)
2.3.1. E-UTRAN
Jaringan Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN)
melakukan pemrosesan paket IP dikelola pada core EPC, memungkinkan waktu
respons yang lebih cepat untuk penjadwalan dan transmisi ulang dan juga
meningkatkan latency. (Nasution, 2012) Selain itu, throughput, RNC (Radio
Network Controller), dan sebagian besar dari fungsionalitas RNC pindah ke
eNodeB yang terhubung langsung ke evolved packet core . E-UTRAN memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Inter-cell Radio Resource Management (RRM)
2. Resource Block Control
3. Connection Mobility Control
4. Radio Admission Control
5. eNB Measurement Configuration and Provisioning
6. Dynamic resource allocation (schedulling)
15
2.3.2. eNode-B
Sebuah eNode-B adalah bagian radio akses dari LTE. SetiapeNode-B
setidaknya terdapat sebuah radio pemancar, penerima, bagiankontrol, dan power
supply. Di samping radio pemancar, dan penerima, eNode-B juga mempunyai
resource management dan fungsi pengontrolan yang pada mulanya terdapat pada
Base Station Controller (BSC) atau Radio Network Controller (RNC). (Nasution,
2012) Hal ini menyebabkan eNode-B mempunyai kapabilitas untuk dapat
berkomunikasi satu sama lain, yang pada akhirnya dapat mengeliminasi adanya
Mobile Switching Center (MSC) , BSC/RNC. e-Node B adalah untuk
Radio Resorce Management, yaitu :
1. Radio Bearer Control: mengontrol dan mengawasi pengiriman pesan yang
dibawa oleh sinyal radio.
2. Radio Admission Control: berperan dalam autentikasi atau mengontrol
kelayakan pesan atau data yang akan melewati eNodeB.
3. Connection Mobility Control: mengontrol atau mengatur pengkoneksian
sesuai keinginan User Equipment (UE).
2.3.3. EPC
Untuk arsitektur jaringan LTE terdapat core network yang diusulkan
3GPP rel.8 dan disebut sebagai Evolved Packet Core (EPC). ( Nasution, 2012)
EPC didesain untuk beberapa hal, yaitu :
1. Kapasitas tinggi
2. All IPc
3. Mengurangi latencyd
4. Menurunkan biaya
5. Men-support aplikasi media dan real time
Arsitektur Evolved Packet Core (EPC) terdiri dari beberapa bagian, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.
16
Gambar 2.5 Arsitektur Evolved Packet Core ( Nasution, 2012 )
Evolved Packet Core pada LTE adalah arsitektur jaringan yang telah
disederhanakan, dirancang untuk seamless integrasi dengan komunikasi berbasis
jaringan IP. ( Nasution, 2012)
Tujuan utamanya adalah untuk menangani rangkaian dan panggilan
multimedia melalui konvergensi pada inti IMS. EPC memberikan sebuah jaringan
all-IP yang memungkinkan untuk konektivitas dan peralihan ke lain akses
teknologi, termasuk semua teknologi 3GPP dan 3GPP2 serta WiFi dan fixed line
broadband seperti DSL dan GPON.
2.3.3.1. Serving Gateway (SGW)
Serving Gateway (SGW) terdiri dari 2 bagian, yaitu :
S-GW
S-GW digunakan untuk menghubungkan LTE dengan jaringan LTE.
Untuk setiap UE yang terhubung dengan EPC akan terdapat S-GW khusus yang
menangani beberapa fungsi seperti mobility anchor point untuk handover,
charging, forwarding, packet routing, dan lain-lain
PDN-GW
PDN-GW (Packet Data Network Gateway) digunakan untuk
menghubungkan LTE dengan jaringan non 3GPP. Merupakan bagian yang
menyediakan akses dari UE ke Packet Data Network (PDN) dengan menetapkan
alamat I dari PDN kepada UE disertai fungsi-fungsi lain.
17
2.3.3.2. Mobility Management Entity (MME)
Mobility Management Entity (MME) terdapat interface yang
menghubungkan EPC dengan eNB adalah S1-MME interface. MME memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
Autentikasi pengguna (dengan bantuan HSS)
Mengontrol fungsi signaling
Mengatur mobilitas control plane antara LTE dengan 2G dan 3G access
network
Memperbarui temporary IP (location update)
Memilih MME untuk handover dengan MME lain
Memilih SGSN untuk handover dengan jaringan akses 2G atau 3G
2.3.3.3. Policy and Charging Rules Function (PCRF)
Kemajuan yang ada pada realease 7 dari 3GPP dalam hal policy dan
charging melahirkan definisi baru untuk sebuah aturan dalam konvergensi antar
arsitektur jaringan untuk memungkinkan optimalisasi interaksi antara kebijakan
(policy) dan aturan (rules). Pada R7 evolusi ini melibatkan node jaringan baru ,
yang dinamakan dengan PCRF (Policy and Charging Rules Function), yang
merupakan gabungan dari Policy Decision Function (PDF) dan Charging Rules
Function (CR). (Alfin , 2014)
Sedangkan pada release 8 lebih meningkatkan fungsi PCRF dengan
memperluas ruang lingkup Policy dan Charging Control (PCC) yaitu sebuah
kerangka kerja yang digunakan untuk memfasilitasi akses non-3GPP ke dalam
network (Wifi atau IP fix broadband). Dalam proses Control Policy dan Charging
Enforcement Function (PCEF) yang berperan dalam mendukung pendeteksian
aliran layanan data, policy enforcement dan aliran (flow) berbasis charging. Ada
juga bagian yang dikenal dengan Application Function (AF) yang berfungsi untuk
mengontrol beberapa fungsi – fungsi policy dan charging dari jaringan luar yang
akan masuk ke EPC. Seperti contoh pada IMS, AF dilaksanakan oleh Proxy Call
Session Control Function (P-CSCF). PCRF merupakan bagian dari arsitektur
18
jaringan yang mengumpulkan informasi dari dan ke jaringan , sistem pendukung
operasional , dan sumber lainnya (seperti portal) secara real time, yang
mendukung pembentukan aturan dan kemudian secara otomatis membuat
keputusan kebijakan untuk setiap pelanggan aktif di jaringan.
2.3.3.4. Home Subcription Service (HSS)
Home Subcription Service (HSS) merupakan tempat penyimpanan data
pelanggan untuk semua data permanen user. HSS juga menyimpan lokasi user
pada level yang dikunjungi node pengontrol jaringan, seperti MME. HSS adalah
server database yang diperlihara secara terpusat pada premises home operator.
(Alfin , 2014)
HSS menyimpan copy master profil pelanggan , yang berkisaran
informasi pelanggan tentang layanan yang layak untuk user tersebut, termasuk
informasi tentang diijinkannya koneksi PDN, dan apakah roaming ke jaringan
tertentu diijinkan atau tidak. Untuk mendukung antara mobility non 3GPP, HSS
juga menyimpan identitas yang digunakan P-GW. Kunci permanen yang
digunakan untuk menghitung pada arah Authentication yang dikirim ke jaringan
yang dituju untuk authentication user dan memperoleh serangkaian kunci untuk
enkripsi dan perlindungan secara integritas, disimpan pada Authentication Center
(AuC), yang mana secara khusus bagian dari HSS. HSS melakukan koneksi
dengan setiap MME pada semua jaringan, dimana UE diijinkan untuk berpindah.
Pada tiap UE, HSS merekam pada MME suatu waktu, dan segera melaporkan
MME baru yang melayani UE tersebut, HSS akan membatalkan lokasi dari MME
sebelumnya.
2.4. Optimasi Jaringan
Optimasi jaringan dilakukan untuk menghasilkan kualitas jaringan yang
terbaik dengan menggunakan data yang tersedia seefisien mungkin. (Kautsar,
2009) Cakupan optimasi jaringan adalah sebagai berikut :
a. Menemukan data dan memperbaiki masalah yang ada setelah
impelementasi dan integrasi site yang bersangkutan.
19
b. Dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kualitas jaringan
menyeluruh.
c. Optimasi jaringan yang telah dilakukan tidak boleh menurunkan kinerja
jaringan yang lain.
d. Dilakukan pada cakupan daerah yang lebih kecil yang disebut dengan
cluster agar optimasi jaringan dan tindakan follow up menjadi lebih mudah
ditangani.
2.5. Proses Optimasi Jaringan
Proses optimasi jaringan secara umum terbagi menjadi beberapa tahap
yaitu analisa permasalahan awal, persiapan, pengumpulan data, analisa terhadap
data yang didapat dan pembuatan laporan. (Kautsar, 2009) Secara garis besar,
tahapan optimalisasi jaringan antara lain :
a. Menentukan tujuan dan alasan pengukuran
b. Persiapan
Pengecekan peralatan drive test
Mendapatkan file input
Mneyiapkan rute drive test
c. Pengumpulan Data
Menyimpan logfile
Membuat catatan
d. Analisa
Menentukan area yang bermasalah
Mencari solusi
e. Laporan
Menyelesaikan tujuan awal
Proses optimasi dengan metode drive test dapat dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Analisa Permasalahan
Menganalisa laporan kinerja dan statistik untuk Base Station
Controller (BSC) dan/atau site yang memiliki kinerja terburuk.
20
Menganalisa data drive test sebelumnya
Merumuskan permasalahan
Melakukan pengecekan terhadap keluhan pelanggan
b. Persiapan sebelum melakukan optimasi
Menentukan cluster dengan cara mencari tahu mengenai batas-
batas BSC daerah pemukian utama, jalan tol, dan jalan utama.
Menyelidiki distribusi pelanggan dan kebiasaan pelanggan
(voice/data usage).
Melakukan pengkajian pada jaringan untuk mengkategorikan
setiap permasalahan.
Melakukan pengecekan terhadap fault report untuk memperkecil
kemungkinan terjadi kesalahan pada hardware sebelum melakukan
test.
c. Drive testing
Menyiapkan rencana tindakan yang akan dilakukan.
Menentukan rute drive test
Mengumpulkan log file Received Signal Strenght Indication
(RSSI)
Re-driving data yang meragukan
d. Subjek yang perlu diteliti
Site, sector, atau transmitter (TRX) yang tidak bekerja
Fitur jaringan yang tidak aktif seperti frekuensi hopping
Site yang overshoot sehingga menyebabkan area cakupan yang
berlebih
Celah yang tidak tercakup
Analisa C/I atau C/A
e. Setelah melakukan test
Pemrosesan data
Mengolah informasi RSRP, SNR, dan throughput pada area drive
test
21
Melaporkan permasalahan yang mendesak agar segera ditindak
lanjuti
Menganalisa performansi fitur jaringan setelah implementasi yang
baru
f. Rekomendasi
Menentukan relasi missing neighbor
Mengajukan perubahan azimuth antenna
Mengajukan perubahan tilt antena
Mengatur margin handover (power budget, level, quality)
Mengubah parameter power
Mengajukan penambahan site atau sector
g. Tracking
Melakukan kegiatan drive test ulang (re-driving) pada area optimasi
setelah mengimplementasikan rekomendasi untuk optimasi jaringan.
2.6 Performance Jaringan Berdasarkan Logfiles Mapinfo
Perangkat lunak MapInfo menyediakan fasilitas penyimpanan data hasil
drive test yang disebut logfiles. Logfles ini merupakan hasil data pada saat drive
test.
Adanya fasilitas logfiles ini memungkinkan pengguna untuk menganalisa
permasalahan yang terjadi sesaat setelah melakukan drive test.
2.6.1 Permasalahan Pada Area Cakupan
Daya sinyal yang rendah merupakan salah satu permasalahan yang
terbesar pada jaringan telekomunikasi nirkabel. Cakupan yang bisa ditawarkan
oleh operator jaringan seluler kepada pelanggan sangat bergantung pada efisiensi
perancangan jaringan. Permasalahan ini biasanya terjadi saat membangun jaringan
baru atau saat jumlah pelanggan meningkat siring berjalan waktu sehingga
menyebabkan kebutuhan area cakupan yang baru.
Daya sinyal yang rendah dapat menyebabkan kondisi yang secara
langsung dapat menurunkan kualitas jaringan. Area cakupan yang buruk
merupakan permasalahan yang sulit untuk diatasi karena tidak mungkin
22
meningkatkan area cakupan dengan mengoptimasi parameter jaringan. Perubahan
pada konfigurasi perangkat keras hanya dapat sedikit meningkatkan luas cakupan.
Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan area cakupan adalah sebagai
berikut :
2.6.1.1 Daya Sinyal yang Rendah ( Weak Coverage )
Pada Daerah yang memiliki jumlah situs yang sedikit tetapi memiliki
struktur daerah yang bermacam-macam seperti perbukitan atau halangan lainnya
yang dapat menghentikan line of sight sinyal yang dipancarkan, makan akan
terjadi lubang pada area cakupan atau daerah-daerah dengan kekuatan sinyal yang
tidak mencukupi.
Penyebab terjadinya permasalahan ini diantaranya adalah :
1. Shadowed antenna
2. Arah antenna
3. Tinggi antenna/ down tilt
4. Daya pemancar
5. Missing neighbor
6. Lokasi site
7. Kesalahan perangkat keras
8. Cell tidak berfungsi
2.6.1.2 Tidak Adanya Server yang Dominan ( Lack Of Dominant Cell )
Pada suatu titik di daerah cakupan jaringan terdapat beberapa sinyal yang
melayani. Apabila pada titik tersebut sinyal yang melayani semuanya memiliki
daya yang rendah, maka dapat menyebabkan ping pong handover.
Permasalahan ini bisa terjadi karena MS berada pada daerah perbatasan
antar cell dimana tidak ada server yang dominan yang dapat mempertahankan
paket data.
2.6.1.3 Overshoot
Overshoot adalah kondisi dimana antenna eNodeB mengarah terlalu tinggi
sehingga coverage eNodeB tersebut melebar, hal ini perlu diperhatikan karena
akan sangat mengganggu user pada daerah eNodeB lain. Jika kita menemukan
23
kondisi seperti pada ilustrasi diatas, maka kita harus segera mensetting “tilt”
antena eNodeB atau mengurangi powernya.
2.6.1.4 Pilot Pollution
Pilot pollution merupakan kondisi dimana adanya 3 atau lebih sinyal
dengan daya yang hampir sama pada suatu area, yang mana interferensi akan
meningkat ketika mobile station menangkap sinyalsinyal pilot tersebut dalam
waktu yang bersamaan sehingga menyebabkan level Ec/No yang terukur oleh
pengguna dari base station menjadi menurun. Atau dengan kata lain pilot
pollution merupakan kondisi ketika terlalu banyak base station dipancarkan ke
area tertentu
2.6.1.5 Cross Coverage
Cross Coverage berarti bahwa ruang lingkup cakupan dari eNodeB
melebihi yang direncanakan dan menghasilkan daerah dominan yang terputus
dalam lingkup cakupan eNodeB lainnya. Sebagai contoh, jika ketinggian site jauh
lebih tinggi dari rata-rata tinggi bangunan sekitarnya, sinyal transmisi yang
merambat jauh sepanjang bukit atau jalan dan membentuk cakupan dominan
dalam lingkup cakupan eNodeB lainnya. Oleh karena itu, eNodeB pada dua sisi
coverage harus dirancang secara khusus.
2.6.1.6 Cross Feeders
Ada kasus ketika ada ketidakcocokan antara arah cakupan cell dan arah
antena sektoral cell. Masalah ini terjadi karena koneksi feeder tidak sesuai dengan
sel atau sektor yang seharusnya ditugaskan. Cross feeders sering terjadi di
jaringan 2G dan 3G dan kesalahan manusia juga terjadi di LTE. ID fisik-lapisan
sel (PCI) dapat digunakan dalam LTE dengan cara yang mirip dengan scramble
code di WCDMA. Semua scanner melaporkan PCI sel dan mengukur dengan cara
analog sebagaimana hal itu dilakukan di WCDMA agar mudah untuk
mengidentifikasi cross feeders di LTE:
2.6.1.7 Perbedaan Upload dan Download Throughput
Ketika daya pancar UE kurang dari daya pancar eNodeB, UE dalam
modus siaga dapat menerima sinyal eNodeB dan berhasil mendaftar di sel.
Namun, eNodeB tidak dapat menerima sinyal uplink karena kekuatan terbatas
24
ketika UE melakukan akses random atau meng-upload data. Dalam situasi ini,
jarak cakupan uplink kurang dari jarak cakupan downlink.
2.6.1.8 Solusi Permasalahan Pada Area Cakupan
Secara umum permaslahan pada area cakupan dapat diatasi dengan dua
cara yaitu dengan merubah parameter jaringan dan melakukan perubahan fisik.
Perubahan parameter yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan
level daya sinyal rendah adalah sebagai berikut :
a. Mengubah parameter level daya Base Station
b. Menambah neighbor relation
Perubahan secara fisik yang perlu dilakukan untuk mengatasi
permasalahan level daya sinyal rendah adalah sebagai berikut :
a. Mengubah arah antenna
b. Mengubah tinggi antena, tilt dan posisi
c. Membuat site baru sebagai pilihan terakhir
2.7 4G LTE Drive Test
2.7.1. Pengertian Drive Test
Drive test merupakan salah satu bagian pekerjaan dalam optimasi
jaringan radio. Drive test bertujuan untuk mengumpulkan informasi jaringan
secara real dilapangan. Informasi yang dikumpulkan merupakan kondisi Actual
Radio Frekuensi (RF) di suatu eNodeB. (Alfin , 2014)
2.7.2. Tujuan Drive test
Secara umum tujuan drive test adalah untuk mengumpulkan informasi
jaringan radio frekuensi secara real dilapangan. (Alfin , 2014) Dimana informasi
yang diperoleh dapat digunakan untuk mencapai tujuan – tujuan berikut ini :
1. Mengetahui coverage sebenarnya dilapangan apakah sudah sesuai dengan
coverage prediksi pada saat perencanaan
2. Mengetahui parameter jaringan dilapangan apakah sudah sesuai dengan
parameter perencanaan
3. Mengetahui adanya interferensi dari eNodeB tetangga
25
4. Mengetahui adanya RF issue, sebagai contoh berkaitan dengan adanya
drop call atau blocked call
5. Mengetahui adanya poor coverage
6. Mengetahui perfomansi jaringan competitor (benchmarking).
2.7.3. Perangkat Drive test
Perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan drive test diantaranya :
1. Laptop
2. Software yang terinstal software drive test (Nemo Outdoor)
3. LTE Datacard
4. GPS dan Battereis
5. DC Power Supply (untuk laptop)
6. Peta MapInfo
7. Data engineering parameter atau cellfile yang terupdate , data
engineering berisi nama site, Longitude dan Latitude, PCI, eNodeB ID,
Sektor ID, Local ID, Cell ID, azimuth dan EARFCN.
2.7.4. Major Parameter pada Drive test 4G LTE
Berikut dibawah ini merupakan mayoritas parameter yang digunakan
dalam drive test pada teknologi LTE. (Alfin , 2014)
a. RSRP (Reference Signal Received Power)
Power dari sinyal reference , parameter ini adalah parameter spesifik
pada drive test 4G LTE dan digunakan oleh perangkat untuk menentukan titip
handover. Pada teknologi 2G parameter ini bisa dianalogikan seperti RxLevel
sedangkan pada 3G dianalogikan sebagai RSCP.
Tabel 2.3. Perbandingan RxLevel, RSCP, dan RSRP (Sumber : Alfin , 2014)
Parameter GSM UMTS LTE
Daya (e)NodeB per Tx (dBm) 43 43 43
Bandwidth (Hz) 0.2 5 20
Jumlah Resource Block (RB) N/A N/A 100
Daya BCCH/ Daya CPICH/ Daya RS per RE
(dBm)
43 33 15.2*
RxLevel/RSCP/RSRP (dBm) -77 -87 -104.8
26
Kuat sinyal RS signal yang diterima dari
keseluruhan bandwidth (dBm)
-81.8
RSRP adalah kuat sinyal yang diterima dengan bandiwidth subcarrier 15
KHz , sedangkan RSCP (UMTS) menggunakan bandwidth 5 MHz.. Tabel
dibawah ini menunjukkan contoh range RSRP yang digunakan pada suatu
operator.
Tabel 2.4. Nilai RSRP dan kategorinya. untuk parameter analisis drive test (Sumber : Alfin , 2014)
Nilai Keterangan
-70 dBm to – 90 dBm Good
-91 dBm to – 110 dBm Normal
-110 dBm to – 130 dBm Bad
b. SINR (S/(I+N) (Signal to Noise Ratio))
SINR adalah perbandingan kuat sinyal dibandingkan noise background.
S = Mengindikasikan daya dari sinyal yang diinginkan.
I = Mengindikasikan daya dari sinyal yang diukur atau sinyal interferensi
dari cell – cell yang lain dan dari cell inter-RAT.
N = Mengindikasikan noise background , yang bekaitan dengan perhitungan
bandwidth dan koefesien noise yang diterima.
Pada teknologi 2G parameter ini bisa dianalaogikan seperti RxQual, sedangkan
pada 3G dianalogikan sebagai EcNo.
Tabel dibawah ini menunjukkan contoh range SINR yang digunakan pada suatu
operator.
Tabel 2.5. SINR dan nilainya untuk parameter analisis drive test (Sumber : Alfin , 2014)
Nominal Keterangan
16 dB s/d 30 dB Good
1 dB s/d 15 dB Normal
-10 dB s/d 0 dB Bad
27
c. Throughput
Throughput adalah laju data aktual dari suatu informasi yang ditransfer,
Selain itu, throughput juga dapat diartikan dengan jumlah infromasi yang berhasil
dikirim per satuan waktu. Terdapat dua tipe throughput yaitu download dan
upload.
2.8 Aplikasi Penunjang
2.8.1 Nemo Outdoor
Nemo Outdoor adalah alat drive test berbasis laptop untuk pengujian
jaringan nirkabel yang mendukung lebih dari 300 terminal dan penerima
pemindaian dari berbagai vendor dan semua teknologi jaringan utama, termasuk
teknologi terbaru seperti VoLTE, Video lebih LTE (IR.94), SMS lebih LTE
(IR.92), dan Pengangkut Agregasi.
Nemo outdoor menghasilkan file pengukuran dari drive test jaringan
nirkabel yang dapat dilihat di ASCII Nemo File Format, yang memungkinkan
pemecahan masalah yang cepat dan mudah dan analisis, dengan menggunakan
alat ANITE atau pihak ketiga post-processing. Produk ini juga mendukung
pengujian jaringan mobile generasi berikutnya suara dan teknologi kualitas video
POLQA dan PEVQ-S. (Anonim, 2014)
2.8.1.1 Dedicated mode
Dedicated mode adalah mode dimana jaringan 4G mobile dialokasikan
pada sebuah channel fisik.
2.8.1.2 Idle mode
Mobile station yang dinyalakan tetapi tidak memiliki alokasi dedicated
channel disebut dengan idle mode. Idle mode ini bergantung pada parameter yang
diterima oleh MS dari Base Station atau pemancar control channel.
2.8.2. MapInfo
MapInfo merupakan produk dari perusahaan software MapInfo
Corporation. MapInfo adalah software pengolah data spasial yang banyak
digunakan dalam analisis Sistem Informasi Geografis. Software ini memiliki
kemampuan seperti software-software pengolah spasial lainnya seperti Arc Info
28
atau Arc View. Map Info merupakan software pengolah data spasial yang terpadu
dengan data tabel. Melalui software MapInfo operator dapat membuat,
menampilkan, serta mengadakan perubahan terhadap data spasial atau peta.
(Anonim, 2012)
MapInfo memiliki kemampuan yang fleksibel dalam penampilan dan
perubahan data. Kemampuan tersebut mencakup:
a. Pembukaan banyak tabel dalam waktu yang bersamaan
b. Pengendali properti layer secara individual
c. Mampu membuat dan memodifikasi peta-peta tematik yang ada
d. Pencarian informasi terkait dengan data spasial
e. Sistem kendali proyeksi peta dan lain-lain.
2.8.3. Google Earth
Google Earth merupakan sebuah program globe virtual yang sebenarnya
disebut Earth Viewer dan dibuat oleh Keyhole, Inc.. (Anonim, 2014) Program ini
memetakan bumi dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan
satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D. Tersedia dalam tiga lisensi berbeda:
Google Earth, sebuah versi gratis dengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus
($20), yang memiliki fitur tambahan; dan Google Earth Pro ($400 per tahun),
yang digunakan untuk penggunaan komersial.
2.8.4 Kathrein Scala Division
Kathrein Scala Division adalah software yang diciptakan oleh Kathrein
Inc, Divisi Scala, yaitu sebuah perusahaan (ISO 9001 dan 14001) atau produsen
terkemuka yang menangani perencanaan penempatan posisi antena secara
profesional dan filter sistem untuk komunikasi dan penyiaran, melayani pasar
komersial dan pemerintah di seluruh dunia. (Anonim, 2000)
Produk lainya dari perusahaan ini meliputi antena profesional, filter RF,
dan aksesoris untuk berbagai aplikasi, termasuk:
Komunikasi mobile nirkabel
TV dan FM Broadcasting
Local loop Wireless dan Internet
29
2.9 Metode Optimasi
Metode optimasi yang biasa digunakan yaitu metode optimasi elektrikal
tilt (nilai tilt diatur secara elektronik) dan metode optimasi mekanikal tilt (nilai tilt
diatur secara manual dengan menggeser antenna sesuai dengan tilt yg diinginkan).
(Kuncoro Tidy, 2013)
2.9.1 Metode Elektrikal Tilt
Metode elektrikal tilt diperkenalkan pada sistem telekomunikasi generasi
kedua (GSM) dimana antena dimiringkan dengan mengubah sinyal pertahapan.
Solusi ini menawarkan sebuah data yang tidak terdistorsi, ditambah azimuth
berbeda dalam pengembangan antena selular generasi ketiga, yang memiliki
"electrical tilt adjustable" yang memungkinkan operator seluler untuk terus
mengatur kemiringan antenna untuk memungkinkan optimasi cakupan.
2.9.2 Metode Mekanikal Tilt
Merupakan generasi pertama dalam teknik mengatur kemiringan antena.
Mekanisme antenna dimiringkan secara kasar beberapa derajat ke arah vertikal
dalam memodifikasi satu layanan area. Namun teknik secara tradisional ini
membawa sejumlah masalah, efektifnya hanya dalam mengarahkan ke depan, tapi
dapat merusak azimuth.
Pengukuran mekanikal tilt dapat mengacu pada gambar dan rumus berikut :
Gambar 2.6 Pengukuran Mekanikal Tilt (Kautsar, 2009)
Jarak = …………………................................................................. (2.1)
Tilt = Tan-1
……………....................................................... (2.2)
30
Dimana :
Hb : Tinggi Antena dari permukaan laut (m)
Hr : Tinggi Lokasi yang dituju dari permukaan laut (m).
A : Sudut Tilt Antena
Sinyal dari antenna memiliki batas dalam dan batas luar dimana antenna
tersebut dapat bekerja secara optimal. (Kuncoro Tidy, 2013) Pengukuran batas
dalam dan batas luar anten sinyal dari antena dapat mengacu pada gambar berikut
:
Gambar 2.7 Batas Inner dan Outer Cell Radius (Kautsar, 2009)
Inner radius distance = .......................................................... (2.3)
Outer radius distance = ....................................................... (2.4)
Dimana :
H : Tinggi Antena dari permukaan laut (m)
A : Sudut Tilt Antena
BW : Beamwidth antena
2.9.4 Penambahan New Site
Penambahan New Site dilakukan untuk menambah cakupan coverage pada
suatu jaringan operator selular dan juga untuk mengurangi adanya blankspot yang
mempengaruhi kulitas sinyal di suatu jaringan. Untuk daerah-daerah padat (urban
area), operator-operator harus menambahkan site supaya mendapatkan kualitas
31
sinyal dan level sinyal yang baik. Hal ini disebabkan karena area optimasi adalah
urban area yang memiliki kerapatan bangunan /ketinggian bangunan yang tinggi
sehingga adanya obstacle sangat mempengaruhi kualitas RSRP. Maka solusi pada
problem ini adalah dengan membuat site baru (new site).
2.10 Perhitungan Link Budget dan Model Propagasi
2.10.1 Perhitungan MAPL (Maximum Allowable Path Loss)
Maximum Allowable Path Loss merupakan nilai maksimum dari nilai
propagasi antara perhitungan nilai dari perangkat eNodeB dan mobile station,
yang mana nilai perhitungan MAPL ini dibagi menjadi dua untuk arah MAPL
uplink dan downlink. Yang mana nilai uplink digunakan untuk menentukan nilai
maksimum redaman propagasi dari mobile station ke eNodeB, dan nilai downlink
merupakan nilai maksimum redaman propagasi dari eNodeB ke mobile station
agar tetap dapat melayani keperluan dari komunikasi untuk seluruh user dalam
suatu cakupan daerah. Untuk perhitungan product pathloss dan MAPL dapat
dilihat pada tabel 2.10 dan tabel 2.11 dibawah ini.
Tabel 2.6 Perhitungan Product Pathloss (3GPP, t.t)
Parameter Symbol nit Uplink
Downlink
Frekuensi F Hz 900 900
MS TX Power Pm dBm
MS RX Sensitivity Sm dBm
MS Antenna Gain Gm dBi
MS Feeder Loss Lm dB
BS TX Power Pb dBm
BS RX Sensitivity Sb dBm -
BS Antenna Gain Gb dBi
BS Diversity Gain Gd dB
BS Duplexer Loss Ld dB
BS Jumper/Connector Loss Lj dB
32
BS TX Filter Loss Ltf dB
Product Path Loss Lp dB
Tabel 2.7 Perhitungan Total Pathloss (3GPP, t.t)
Klasifikasi Area
Urban
Symbol Nit UL DL
Product Path Loss
Lp dB
BS Antenna Height
Hb M
Feeder Loss
per m
Lf/f dB /m
Total Feeder Loss
Lf/f dB
Fade margin
[Mf] dB
Body attenuation
Ab dB
Vehide attenuation
Av dB
Building
attenuation
Abd dB
Total Path
Loss
Lpt dB
Tabel 2.8 Deskripsi Parameter spesifikasi perangkat Base Station dan Mobile station (Satwika
,2012)
Parameter Deskripsi
a. Tx Power daya pancar maximum yang ditransmisikan oleh
base station atau mobile station
b. Tx Antenna Gain nilai penguat yang dimiliki oleh masing-masing
antena, dimana nilai tersebut tergantung pada tipe
perangkat dan frekuensinya
c. Transmit Array Gain Penguatan karena penggunaan multiple-antena
(array) di pemancar
d. Data Channel Power Loss Due to
Pilot
Loss daya karena adanya sinyal pilot
e. Cable Loss redaman yang terjadi antara base station dan
antena konektor, yang mana nilai redaman akan
tergantung terhadap spesifikasi perangkat (jenis
kabel)
f. EIRP (Effective Isotropic Radiated nilai daya pancar dari antena
33
Power)
g. Receiver Antenna Gain
besar penguat antena yang diterima
h. Body Loss
rugi-rugi yang disebabkan karena interaksi dengan
user
i. Receiver Noise Figure
nilai gangguan, dimana nilai tersebut akan
tergantung terhadap implementasi desain
(rangkaian elektronik pada receiver base station)
j. Thermal Noise Density
besar noise alami, yang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus : N = 10 log kTB
k. Receiver Interference Density for
Data Channel
Densitas interferensi penerima untuk kanal data
l. Total Noise Plus Interference Density
for Data Channel
Total densitas noise ditambah interferensi untuk
kanal data
m. Occupied Channel Bandwidth for
Data Channel
Bandwidth kanal yang digunakan untuk data
n. Effective Noise Power for Data
Channel
Daya noise efektif untuk kanal data
o. Required SNR for the Data Channel Signal Noise Ratio, yang nilai tersebut akan
bergantung terhadap modulasi dan data rate yang
digunakan.
p. Receiver Implementation Margin margin yang sampai pada penerima pada saat
implementasi
q. H-ARQ Gain for the Data Channel Hybrid Automatic Request merupakan gabungan
dari Automatic Requst (AR) dengan Error
Corection (EC) yang berfungsi untuk melakukan
pengiriman kembali pada saat ada kerusakan paket
saat pengiriman
r. Receiver Sensitivity for Data Channel nilai sensitivitas minimum yang dapat diterima
s. Hardware Link Budget for Data
channel
perangkat yang digunakan dalam perhitungan link
budget
t. Log Normal Shadow Fading
Deviation
nilai standar deviasi untuk log normal shadow
margin
u. Shadow Fading Margin for Data
channel
rugi-rugi yang diakibatkan dari fading
34
do d
hm
dm
ho
dm
hb
dm
v. Diversity Gain
gain yang dapat dihasilkan karena menggunakan
sistem antena space diversity
w. Penetration Margin rugi-rugi dari margin
x. Other Gain
nilai penguat yang diakibatkan dari perangkat lain
2.10.2 Model Propagasi
Pemilihan model propagasi didasarkan pada tipe daerah, ketinggian
antena, frekuensi yang digunakan dan beberapa parameter lainnya. (Satwika
,2012) Beberapa model yang sering digunakan untuk memprediksi propagasi
gelombang radio beserta karakteristiknya adalah seperti dibawah ini :
1. Model Okumura, cocok untuk daerah urban dan sub-urban.
2. Model Hatta cocok untuk daerah urban, sub-urban dan rural, frekuensi
pembawa antara 150-1500 MHz.
3. Model Okumura-Hatta adalah pengembangan dari model Hatta dan
Okumura, cocok dengan frekuensi pembawa antara 150-1500 MHz, tinggi
antena 30-200 meter, tinggi mobile station 1-20 m dan jarak antara antena
dan mobile station 1-20 km.
4. Model Cost 231-Hatta adalah pengembangan dari Okumura-Hatta model
yang cocok untuk frekuensi carrier 1500-2000 MHz, tinggi 30-300 m.
Dengan model propagasi ini, akan didapatkan rugi-rugi lintasan antara
pengirim dan penerima. Parameter yang digunakan pada pengukuran model
propagasi seperti pada gambar 2.9.
Gambar 2.8 Parameter Model Propagasi (Satwika ,2012)
Parameter yang digunakan :
hm : tinggi antena mobile station, diukur dari permukaan tanah (m).
hb ho
hm do
d
35
do : jarak mobile station dengan obstacle (m).
ho : tinggi obstacle, diukur dari permukaan tanah (m).
hb : tinggi antena base station, diukur dari permukaan tanah(m)
d : jarak mobile station ke base station (m)
2.10.2.1. Model Propagasi Okumura-Hatta
Model propagasi ini merupakan pemodelan untuk luar ruangan
(outdoor), dan digunakan pada frekuensi 150 MHz sampai 1500 MHz. (Alfin ,
2014) Model propagasi Okumura – Hatta ini lebih tepat diaplikasikan untuk
perencanaan jaringan LTE dan persamaan nya sebagai berikut :
Lp = 69,55 + 26,16 log f – 13,82 log hB – a(hre) + [44,9 – 6,55 log hB] log d.(2.7)
Faktor koreksi untuk daerah perkotaan dengan luas daerah kecil dan menengah
menggunakan persamaan berikut :
a (hre) = 0,8 + (1,1 log f – 0,7) hre – 1,56 log f ……………………………….(2.8)
Sedangkan untuk daerah perkotaan yang memiliki luas daerah yang luas ,
menggunakan persamaan berikut :
a (hre) = 8,29 (log (1,54 hM))2 – 1,1 untuk f ≤ 300 MHz ……………………(2.9)
a (hre) = 3,2 (log (11,75 hM))2 – 4,97 untuk f ≥ 300 MHz ………………....(2.10)
keterangan :
LP = Path Loss (dB)
f = frekuensi dari 150 MHz – 1500 MHz
hB = tinggi efektif dari eNodeB dengan kisaran 30 meter sampai 200 meter
hre = tinggi efektif antena UE dari 1 meter sampai 10 meter
d = jarak antara eNodeB dengan UE (km)
a (hre) = merupakan faktor koreksi untuk tinggi efektif antena UE.
36
43