18
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Kurniati (2012) menganalisis variabel lahan, benih, tenaga kerja, urea, tsp, dan herbisida dengan metode analisis koefisien variasi dan regresi model multiplicative heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 Ha lebih tinggi dibandingkan luas lahan 1 Ha. Variabel bebas tenaga kerja berpengaruh nyata menurunkan produksi jagung dan berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi. Penelitian ini berbeda dalam hal komoditas, sedikit perbedaan variabel dependen (tsp dan herbisida) dan ada penambahan analisis koefisien variasi. Darwanto et al (2011) menganalisis variabel benih, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk KCL, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, jarak dari sawah, jarak dari sarana produksi, dummy musim tanam, dummy varietas kedelai, dummy jarak tanam, dummy tipe lahan, dan dummy status lahan dengan metode analisis koefisien variasi dan regresi model multiplicative heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada lahan produktivitas tinggi (1,5 ton/ha) variabel pupuk KCL dan penerapan jarak tanam (40 x 10 cm) pada sawah irigasi, variabel benih kedelai pada sawah tadah hujan, dan variabel pupuk urea pada tegalan, secara nyata berpengaruh pada peningkatan produksi dan menurunkan risiko produksi kedelai. Lahan produktivitas sedang (1,00 1,49 ton/ha) variabel bebas yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan produksi dan menurunkan risiko adalah pupuk urea dan jarak tanam (40 x 15 cm) pada sawah irigasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

  • Upload
    dotu

  • View
    234

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Kurniati (2012) menganalisis variabel lahan, benih, tenaga kerja, urea, tsp, dan

herbisida dengan metode analisis koefisien variasi dan regresi model multiplicative

heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1

Ha lebih tinggi dibandingkan luas lahan 1 Ha. Variabel bebas tenaga kerja berpengaruh

nyata menurunkan produksi jagung dan berpengaruh nyata menurunkan risiko

produksi. Penelitian ini berbeda dalam hal komoditas, sedikit perbedaan variabel

dependen (tsp dan herbisida) dan ada penambahan analisis koefisien variasi.

Darwanto et al (2011) menganalisis variabel benih, pupuk urea, pupuk SP36,

pupuk KCL, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, jarak dari sawah, jarak dari sarana

produksi, dummy musim tanam, dummy varietas kedelai, dummy jarak tanam, dummy

tipe lahan, dan dummy status lahan dengan metode analisis koefisien variasi dan regresi

model multiplicative heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada lahan

produktivitas tinggi (≥ 1,5 ton/ha) variabel pupuk KCL dan penerapan jarak tanam

(40 x 10 cm) pada sawah irigasi, variabel benih kedelai pada sawah tadah hujan, dan

variabel pupuk urea pada tegalan, secara nyata berpengaruh pada peningkatan produksi

dan menurunkan risiko produksi kedelai. Lahan produktivitas sedang (1,00 – 1,49

ton/ha) variabel bebas yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan produksi dan

menurunkan risiko adalah pupuk urea dan jarak tanam (40 x 15 cm) pada sawah irigasi,

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

10

penggunaan varietas unggul pada sawah tadah hujan, dan jarak tanam (40 x 10 cm)

pada tegalan. Lahan produktivitas rendah (≤1.0 tan/ha) variabel bebas yang

berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi dan penurunan risiko produksi

adalah benih kedelai, varietas unggul, dan status lahan bagi hasil pada sawah tadah

hujan dan pupuk KCL, tenaga kerja, dan status lahan bagi hasil pada tegalan sedangkan

untuk sawah irigasi variabel bebas tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan

produksi namun secara nyata menurunkan risiko produksi adalah benih kedelai,

varietas unggul, jarak tanam (40 x 10 cm), dan status lahan bagi hasil. Perbedaan

penelitian ini adalah komoditas yang diteliti, beberapa perbedaan variabel bebas yang

diuji dan penambahan analisis koefisien variasi.

Rinaldy et al (2015) menganalisis variabel luas lahan, benih, pupuk NPK, pupuk

organik, pestisida, dan tenaga kerja dengan metode koefisien variasi dan regresi model

multiplicative heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi

padi pada saat musim hujan lebih tinggi dari pada musim kemarau, dan risiko produksi

sawah lebih tinggi pada lahan milik sendiri dibandingkan lahan sewa. Faktor yang

secara nyata meningkatkan produksi padi dan menurunkan risiko produksi adalah

variabel lahan dan pupuk organik. Perbedaan penelitian ini adalah komoditas yang

digunakan padi dan penambahan analisa koefisien variasi.

Zakirin et al (2013) menganalisis variabel lahan, benih, urea, SP36, KCL,

herbisida, umur petani, dan pendidikan dengan metode regresi linier berganda model

fungsi produksi Cobb-Douglass dan fungsi produksi Just and Pope dan analisis one

way anova. Hasil analisa menunjukkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

11

produksi padi secara nyata adalah lahan, benih, urea, herbisida, tenaga kerja, umur

petani, dan dummy tipe luapan B sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi

penurunan risiko secara nyata adalah lahan dan benih. Berdasarkan uji LSD dan

standar deviasi risiko produksi luapan tipe B lebih rendah dibandingkan tipe A maupun

C. Perbedaan penelitian ini adalah beberapa variabel bebas yang digunakan adalah

urea, SP36, KCL, herbisida, umur petani, dan pendidikan, penambahan analisa one way

anova, serta komoditas yang diteliti padi

Astaningrum et al (2015) menganalisis variabel sumber risiko pada pembibitan,

persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan, dan pasca panen dengan metode FMEA

(Failure Mode and Effect Analysis). Hasil menunjukkan bahwa sumber risiko

dikarenakan perubahan cuaca dan iklim, fluktuasi permintaan pasar lokal, kerusakan

greenhouse, produk yang mudah rusak, tingkat kesuburan lahan, dan keterbatasan

SDM oleh karena itu seharusnya ada pengolahan risiko seperti mengembangkan

kemampuan SDM, membuat perencanaan produksi agar sesuai dengan permintaan, dan

penyemprotan pestisida lebih awal, ada beberapa strategi yang didapat yaitu

memperbaiki greenhouse yang rusak, penyitaan asset, dan melakukan pembayaran di

awal. Perbedaan penelitian ini adalah variabel yang diteliti sangatlah berbeda dan alat

analisa yang digunakan juga sangat berbeda yaitu FMEA

Fanani et al (2015) menganalisis variabel bibit, luas lahan, pupuk NPK, pupuk

urea, pupuk tsp, pestisida, tenaga kerja, dummy (kemitraan dan non kemitraan) dengan

metode fungsi produksi Just and Pope dan koefisien variasi. Hasil menunjukkan bahwa

petani yang bermitra memiliki risiko harga lebih rendah dari petani non mitra serta

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

12

risiko produksi yang dialami petani bermitra lebih rendah dibandingkan dengan petani

non mitra, dan kemitraan mempunyai pengaruh yang nyata dalam mengurangi risiko

produksi tembakau. Perbedaan penelitian ini adalah variabel bebas yang diteliti

sebagian berbeda yaitu pupuk urea, pupuk tsp, dan dummy, ada penambahan analisis

koefisien variasi serta komoditas yang diteliti adalah tembakau

Rama et al (2016) menganalisis variabel lahan, benih, urea, NPK, herbisida,

tenaga kerja, umur, dan pendidikan dengan metode fungsi produksi Just and Pope dan

koefisien variasi. Hasil menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan basah lebih

besar jika dibandingkan dengan risiko produksi lahan kering. Variabel luas lahan pada

lahan basah secara nyata dapat meningkatkan produksi padi dan menurunkan risiko

produksi padi, serta pada lahan kering luas lahan, herbisisda, dan tenaga kerja keluarga

secara nyata dapat meningkatkan produksi padi. Perbedaan penelitian ini adalah

variabel bebas yang diteliti beberapa ada yang berbeda yaitu urea, herbisida, umur, dan

pendididkan, lalu penambahan analisis koefisien variasi ,serta komoditas yang diteliti

padi.

Darmansyah et al (2017) menganalisis variabel luas lahan, jumlah tanaman,

tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK, dan pestisida dengan metode fungsi produksi

Just and Pope. Hasil menunjukkan bahwa variabel yang secara nyata meningkatkan

produksi jeruk siam adalah jumlah tanaman dan pupuk urea sedangkan variabel luas

lahan, tenaga kerja, pupuk urea merupakan faktor-faktor menurunkan risiko produksi

jeruk siam namun tidak berpengaruh nyata. Perbedaan penelitian ini adalah variabel

bebas yang diteliti dan komoditas yang diteliti jurnal ini adalah jeruk siam Pontianak.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

13

Hidayati et al (2015) menganalisis variabel luas lahan, benih, pupuk kandang,

pupuk kompos, pupuk nabati, pestisida organik, tenaga kerja dengan metode analisa

preferensi risiko petani. Hasil menunjukkan bahwa variabel lahan, benih, pupuk

kandang, pupuk kompos, dan bubur cikam adalah risk averse (petani cenderung

menahan penggunaan input tersebut) sedangkan variabel pestisida organik dan tenaga

kerja adalah risk taker (petani berani mengalokasikan input kedalam jumlah yang besar

untuk meningkatkan produksi). Perbedaan penelitian pada ini adalah komoditas yang

diteliti adalah kubis, dan sedikit variabel bebas yang berbeda (pupuk kompos dan

pupuk nabati) dan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

preferensi risiko petani, kumbhakar 2002.

Lawalata et al (2017) menganalisis variabel luas lahan, umur petani, pendidikan

petani, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usahatani

bawang merah, dan pendapatan luar usahatani bawang merah dengan metode koefisien

variasi dan metode Moscardi dan de Janvry menggunakan analisis regresi OLS. Hasil

menunjukkan bahwa risiko produksi sebesar 85,18% dan risiko pendapatan sebesar

124,16%. Sebanyak 73,33% atau 44 petani yang memiliki perilaku menolak risiko

walaupun usahatani bawang merah berisiko. Variabel umur petani, pendidikan,

pendapatan usahatani bawang merah dan pendapatan luar usahatani bawang merah,

berpengaruh nyata mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko. Perbedaan penelitian

ini adalah variabel bebas yang diteliti sangat berbeda, alat analisa yang digunakan juga

sangat berbeda, dan komoditi yang diteliti berbeda yaitu bawang merah

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

14

2.2 Budidaya Krisan Potong

Krisan bukanlah tanaman bunga asli Indonesia menurut penelusuran para ahli

botani, krisan berasal dari dataran cina karena mereka menemukan sumber genetik

tanaman krisan yaitu jenis chrysanthemum Indicum (berbunga kuning), C. morifolium

(ungu dan pink),dan C.daisy (bulat, pompon) aneka jenis krisan yang pertama kali

ditemukan ini dinamakan “krisan kuno”. Cina merintis budidaya bunga krisan sebagai

tanaman hias sekitas 500 tahun sebelum masehi, namun jenis atau varietas krisan yang

dikembangkan di Cina ternyata berasal dari Jepang. Negara Jepang sangat berjasa

dalam memperkenalkan dan mengembangkan bunga krisan, sehingga pada tahun 797

bunga krisan dijadikan symbol atau lambang kekaisaran jepang dengan sebutan Queen

of The East (Sang Ratu dari Negeri Timur).

Perkembangan selanjutnya tanaman krisan yang berasal di Cina dan Jepang

menyebar luas ke kawasan Eropa. Pada tahun 1789 Kapten Blancard dari Marseilles

Prancis mempopulerkan krisan dari Cina untuk di kembangkan di negara – negara

Eropa lainnya, sehingga pada tahun 1795 bunga krisan sudah mulai intensif di

budidayakan disana. Abad ke-17 para ahli tanaman melakukan sebuah seleksi dan

hibridasi untuk menghasilkan jenis atau varietas krisan baru yang lebih modern,

kemudian hasilnya disebarluaskan ke Amerika, Eropa, dan Asia. Belum ditemukan

informasi secara pasti kapan krisan masuk di Indonesia namun pada tahun 1800 bunga

krisan sudah mulai dikoleksi dan pada tahun 1940 krisan dikembangkan sebagai

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

15

tanaman hias potensial di Indonesia. Varietas krisan yang dikembangkan di Indonesia

umumnya merupakan krisan hibrida asal negeri Belanda, Amerika Serikat, dan jepang.

Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembungaan bunga

krisan diantaranya adalah:

1. Cahaya

Indonesia terletak di daerah katulistiwa sehingga mempunyai hari panjang sekitar

12 jam. Kondisi ini sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman krisan, namun kurang

produktif bagi pembungaan bunga krisan. Untuk mendapatkan hasil bunga yang

berkualitas baik, tanaman krisan membutuhkan cahaya yang lebih lama dari hari

panjang normal, sehingga membutuhkan bantuan cahaya seperti lampu pijar untuk

digunakan setelah matahari terbenam atau selama periode gelap. Penambahan cahaya

dapat berfungsi sebagai manipulasi fotoperiode dan meningkatkan laju fotosintesis.

Peningkatan hasil fotosintesis dapat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan generatif,

yaitu pembentukan promordia atau pembungaan. Sumber cahaya buatan yang umum

digunakan adalah lampu pijar dan TL. Hasil penelitian membuktikan lampu TL dapat

mempercepat pertumbuhan tanaman krisan daripada lampu pijar. Penambahan

penyinaran terbaik yaitu Tengah malam antara pukul 22.30–01.00 dengan lampu 150

watt untuk luas area 9 𝑚2dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah.

Periode pemasangan lampu yaitu sampai fase vegetatif (2–8 minggu) untuk mendorong

pembungaan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

16

2. Suhu Udara (Temperatur)

Daerah tropis seperti Indonesia ini membutuhkan suhu udara terbaik untuk

pertumbuhan krisan yaitu antara 20–26 derajat celcius (siang hari). Toleransi untuk

tetap tumbuh baik adalah antara 17–30 derajat celcius. Suhu udara ideal untuk

pembungaan adalah antara 16–18 derajat celcius. Bunga krisan akan cenderung

berwarna kusam apabila suhu udara lebih dari 18 derajat celcius, sedangkan untuk suhu

rendah kurang dari 16 derajat celcius dapat berpengaruh baik terhadap warna bunga

dan cenderung berwarna cerah.

3. Kelembapan Udara

Tanaman bunga krisan membutuhkan kelembapan udara tinggi. Pada fase

pertumbuhan awal seperti perkecambahan benih atau pembentukan akar bibit stek

diperlukan kelembapan udara antara 90%-95%. Kelembaban udara yang dibutuhkan

untuk tanaman krisan muda sampai dewasa agar tumbuh dengan baik, maka

dibutuhkan kelembapan antara 70%-80%. Kelembapan udara yang tinggi harus

diimbangi dengan sirkulasi udara yang lancar, karena jika kelembapan tinggi dan

sirkulasi udara jelek dapat menyebabkan berkembangnya organisme penyakit seperti

cendawan (jamur).

4. Curah Hujan

Air hujan merupakan salah satu sumber air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

krisan agar tumbuh dengan bagus, namun untuk curah hujan yang deras dan langsung

menerpa krisan dapat mengakibatkan tanaman roboh dan rusak, serta kualitas bunga

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

17

nya rendah. Oleh karena itu pembudidayaan krisan pada daerah curah hujan tinggi

dapat melakukan penanaman didalam bangunan rumah plastic maupun greenhouse.

5. Karbondioksida

Karbondioksida berperan penting dalam proses fotosintesis. Kadar

karbondioksida yang ideal dan dianjurkan untuk fotosintesis bunga krisan yaitu antara

600 ppm–900 ppm. Oleh karena itu pembudidayaan krisan dilakukan di bangunan

tertutup seperti rumah plastik dan greenhouse karena agar dapat ditambahkan

karbondioksida sesuai kadar yang dianjurkan.

6. Ketinggian Tempat

Keadaan suhu di Indonesia ditentukan oleh ketinggian tempat dari atas

permukaan laut. Daerah berketinggian 1.230 m–3000 m dpl mempunyai suhu antara

10–18 derajat celcius, sedangkan untuk ketinggian 700 m–1.500 m dpl suhu udaranya

antara 18–22 derajat celcius. Tanaman krisan membutuhkan suhu udara untuk

pertumbuhan antara 20–26 derajat celcius dan pembungaan pada suhu antara 16–18

derajat celcius. Maka lokasi yang cocok untuk budidaya tanaman krisan ini adalah di

daerah dengan ketinggian 700m–1.200m dpl.

2.3 Agribisnis Krisan

Tanaman hias merupakan tanaman yang memiliki nilai keindahan dan daya tarik

tertentu. Tanaman hias juga mempunyai nilai ekonomis untuk hiasan diluar maupun

didalam ruangan, sehingga tanaman ini dapat diusahakan menjadi bisnis yang

menjanjikan dengan keuntungan yang besar. Sebagai negara ber iklim tropis Indonesia

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

18

merupakan negara yang memberi kemudahan bagi pengusaha tanaman hias, selain itu

ragam tanamannya sangat banyak dan jika di padukan dengan teknologi yang tepat

tidak menutup kemungkinan bisnis tanaman hias dapat menyamai bisnis sayuran

maupun buah – buahan yang sampai saat ini berada di peringkat atas.

Krisan merupakan bunga popular di Indonesia karena bunga ini memiliki warna

bunga yang beragam seperti hijau, kuning, putih, merah tua, ungu, pink, dan masih

banyak lagi warna lainnya.

Berdasarkan data produksi krisan yang diterbitkan oleh BPS tahun 2016 terdapat

3 provinsi sentra produksi dengan kontribusi kumulatif hingga mencapai 94.71% yaitu

Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat memberikan kotribusi terbesar

terhadap total produksi krisan Indonesia yaitu 32,87% atau setara dengan 142.377.413

tangkai bunga krisan. Jawa Tengah memberikan kontribusi terbesar ke dua terhadap

total produksi krisan Indonesia yaitu sebesar 31,86% (137.970.928 tangkai), dan Jawa

Timur sebesar 29,98% (129.829.313 tangkai). Sisa nya diproduksi oleh provinsi

lainnya dan hanya memberi kontribusi sebesar 5,29% atau setara dengan 22.910.998

tangkai krisan.

Ekspor dan impor krisan Indonesia adalah dalam bentuk bunga segar dan satuan

kilogram. Pada tahun 2015 ekspor bunga krisan Indonesia sebesar 59.625kg dan pada

tahun 2016 ekspor bunga krisan segar mengalami peningkatan yaitu sebesar 60.648kg

(BPS). Peningkatan ini mengindikasikan bahwa krisan Indonesia banyak di minati oleh

warga luar negeri. Negara tujuan ekspor krisan Indonesia adalah Jepang, Singapura,

dan Australia. Pada tahun 2015 Impor bunga krisan sebesar 5.250kg, sedangkan pada

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

19

tahun 2016 impor bunga krisan mengalami peningkatan yaitu sebesar 6.975kg (BPS).

Negara tempat pengimporan bunga Krisan adalah Cina dan Singapura. Berdasarkan

data diatas dapat disimpulkan bahwa krisan untuk di ekspor lebih besar dari Pada

Krisan yang impor, hal ini mengindikasikan bahwa berbisnis krisan di Indonesia

sangatlah menguntungkan jika dilihat dari kebutuhan ekspor maupun kebutuhan

masyarakat Indonesia sendiri.

Agribisnis krisan di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten semarang yang

merupakan pusat produksi krisan di Jawa Tengah selama 10 tahun ini mengalami

perkembangan yang pesat karna dukungan sarana dan pasar yang memadai serta petani

yang sudah terbiasa menanam tanaman hias. Desa Jetis merupakan salah satu sentra

prosuksi bunga potong di Ambarawa. Krisan baru dikembangkan didesa ini pada tahun

1995. Jenis krisan yang ditanam sangat beragam sekitar 20 varietas salah satunya

adalah town talk, cat eye dan Fiji dengan harga bibitnya sekita Rp 180-Rp200 per setek.

Desa Sumowono dulu nya merupakan sentra sayuran, namun pada tahun 2001 krisan

mulai dikembangkan di wilayah ini. Para petani wilayah ini beranggapan bahwa krisan

mempunyai prospek yang lebih baik dan memberikan penghasilan yang lebih

menjanjikan dibandingkan usahatani sayuran.

2.4 Teori Risiko Usahatani

Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam ekonomi Indonesia

diantaranya yaitu sebagai penyumbang nilai produk domestik bruto (PDB), penyedia

lapangan pekerjaan, serta merupakan sektor penyedia bahan pangan. Sektor pertanian

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

20

atau agribisnis selalu dihadapkan pada suatu ketidakpastian dan risiko dalam

pengembangannya. Ketidakpastian merupakan faktor eksternal yang sulit dikendalikan

oleh produsen dikarenakan nilai peluang terjadinya risiko tidak diketahui sehingga

produsen bertindak gambling pada saat penanaman. Risiko merupakan faktor internal

yang besar kecil peluang risikonya dapat dihitung atau diketahui, sehingga produsen

dapat mengetahui seberapa besar hasil atau output yang akan berkurang

Menurut (Harwood et al, 1999) beberapa risiko yang unik didalam pertanian

diantaranya adalah risiko cuaca yang signifikan dapat mengurangi hasil pertanian, lalu

risiko lainnya seperti risiko harga, risiko produksi, risiko kelembagaan, risiko SDM,

dan risiko keuangan yang akan dibahas dibawah ini. beberapa sumber risiko yang

sering dihadapi oleh petani diantaranya :

1. Risiko Produksi

Risiko produksi dapat menurunkan hasil pertanian yang akan didapat oleh

petani. Risiko ini dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan

seperti cuaca, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, suhu ekstrim, hama

serangga dan penyakit.

2. Risiko Harga

Risiko yang berhubungan dengan perubahan harga input dan output saat

melakukan produksi.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

21

3. Risiko Kelembagaan

Risiko ini disebabkan adanya perubahan kebijakan dan regulasi yang

mempengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input dan output, kebijakan

penggunaan lahan, pajak, dan kredit.

4. Risiko Sumber Daya Manusia

Kejadian yang merugikan seperti kecelakaan, perceraian, meninggal, dan

kondisi kesehatan tubuh yang menurun dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan

usaha, selain itu adanya pencurian, kebakaran, karena kelalaian pekerja dapat juga

mempengaruhi hasil perusahaan.

5. Risiko finansial

Petani menghadapi persoalan peminjaman seperti besarnya suku bunga

pinjaman atau menghadapi kesulitan dalam membayar pinjaman.

Adapun beberapa metodelogi untuk menganalisis risiko produksi, salah satunya

adalah model risiko produksi Just and Pope. Model ini dapat menjadikan fungsi

produksi dan fungsi risiko dalam satu persamaan matematis. Beberapa penelitian yang

menggunakan model Just and Pope diantaranya dilakukan oleh Dewi (2012), Abd.

Gaffar (2011), dan Erik (2017). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mereka

bahwa peningkatan penggunaan input tenaga kerja dapat mengurangi risiko produksi

yang dapat dilihat dari penurunan variance produksi apabila jumlah input ditingkatkan.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahamd Fanani (2015) bahwa

peningkatan penggunaan input tenaga kerja dapat meningkatkan risiko produksi yang

ditunjukkan oleh peningkatan nilai variance produksi ketika jumlah input ditingkatkan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

22

Pengujian hipotesis mengenai risiko produksi menggunakan model yang

dikembangkan oleh Just and Pope pada tahun 1979. Model ini sudah dapat

mengakomodasi adanya risiko dalam persamaan produksi yaitu dengan memasukkan

varians dari persamaan produksi. Tveterås, (1999) menjelaskan bahwa fungsi produksi

dalam model Just and Pope (1979) yang menggunakan prosedur dua langkah adalah

fungsi produksi Cobb- Douglas dalam bentuk logaritma natural. Model fungsi produksi

Just and Pope (1979) yang memasukkan unsur risiko didalamnya adalah sebagai

berikut:

Y = f( 𝑋, 𝛽) + h(𝑋, 𝜃) 𝜀

Keterangan:

Y = Produktivitas krisan potong

F = Fungsi produksi rata – rata

H = Fungsi produksi variance

X = Faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input)

𝛽, 𝜃 = Besaran yang akan diduga

𝜀 = Error

2.5 Teori Pendapatan

Stuktur penerimaan usahatani

Penerimaan terbagi menjadi dua aspek yaitu penerimaan tunai dan penerimaan

tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai merupakan uang yang diterima oleh

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

23

penjual dari hasil penjualan produk usahataninya, sedangkan penerimaan tidak tunai

merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang.

Total penerimaan merupakan nilai produk total yang diterima oleh petani atau

pengusaha yang hasilnya diperoleh dari penjumlahan total produk yang dikalikan

dengan harga jual atau harga pasar produk, secara matematis, total penerimaan (total

revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986):

TR= y x p

Keterangan:

TR = Total Penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (satuan)

p = Harga pasar (Rp)

Struktur Biaya Usahatani

Biaya Total (total cost) adalah biaya untuk menghasilkan tingkat output tertentu,

biaya total terdiri dari biaya tetap total (total fixed cost) dan biaya variabel total (total

variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah meskipun output

bertambah maupun berkurang, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang

berkaitan langsung dengan banyaknya output yang akan dihasilkan, jika output yang

digunakan bertambah maka hasil produksi bertambah dan jika output yang digunakan

berkurang, maka produksi yang dihasilkan berkurang. Secara matematis biaya total

(TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (lipsey et, al, 1994)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

24

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC = Total Biaya

TFC = Total Biaya tetap

TVC = Total Biaya variable

Struktur Pendapatan Usahatani

Pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang akan diterima petani dapat

diketahui dari pehitungan total penerimaan yang dikurangi dengan total biaya yang

dikeluarkan oleh petani selama proses produksi berlangsung. Pendapatan bersih atau

keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) :

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶

Keterangan:

𝜋 = Pendapatan bersih / Keuntungan (Rp)

TR = Total Penerimaan (Rp)

TC = Total Biaya (Rp)

Untuk memperjelas persoalan pendapatan, berikut merupakan grafik yang

menggambarkan total biaya (TC) dan total penerimaan (TR). Jika kurva TR berada

diatas kurva TC maka usaha tersebut akan mengalami keuntungan, jika kurva TR

berada dibawah kurva TC maka usaha tersebut mengalami kerugian.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

25

2.6 Kerangka Pemikiran

Input – input yang diidentifikasi dapat mempengaruhi hasil produktivitas dapat

diidentifikasi dengan model Just and Pope karena model ini dapan menjelaskan secara

rinci input apasaja yang mempengaruhi budidaya bunga krisan potong. Berikut adalah

kerangka pemikiran operasional bunga krisan potong Desa Sidomulyo:

Gambar 2.1 Langkah–Langkah Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi

Bunga Krisan Potong di Desa Sidomulyo Kota Batu.

Kegiatan Produksi Bunga Krisan Potong di Desa Sidomulyo Kec. Batu Kota Batu

Risiko produksi

Sumber risiko internal

penggunaan input produksi:

1. Bibit

2. Pupuk kandang

3. Pupuk Kimia

4. Pestisida

5. Tenaga kerja

Analisis fungsi produksi

Just and Pope

Risiko produksi bunga

krisan potong

Sumber risiko

eksternal penggunaan

input produksi:

1. Hama dan

penyakit

2. Cuaca dan iklim

3. Human error

Harga Output

Harga Input

Pendapatan petani bunga krisan potong di Desa Sidomulyo Kota Batu

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1 ... sawah lebih tinggi pada lahan

26

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan identifikasi masalah, maka hipotesis yang

dapat di di ajukan untuk tujuan dari masalah 1 dan 2 adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis untuk fungsi produktivitas

Di duga faktor – faktor bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, dan

tenaga kerja, berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas bunga krisan

potong

2. Hipotesis untuk fungsi risiko produksi

Di duga faktor – faktor bibit, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, dan

tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap risiko produksi bunga

krisan potong