23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang digunakan oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan sehubungan dengan kegiatan pembangunan di Indonesia adalah melalui sektor pajak. Pemasukan dari sector ini cukup besar, sehingga sebaiknya pemerintah memberikan perhatian khusus dan pengelolaan yang lebih terarah pada sektor pajak agar pembangunan dapat berjalan dengan lancer. 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak- banyaknya untuk kas Negara. Saat ini pemerintah sedang mensosialisasikan kepada masyarakat untuk bisa ikut berpartisipasi untuk taat dalam membayar pajak. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyempurnakan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan pengenaaan sanksi yang memberatkan jika wajib pajak tidak bisa membayar pajak terutangnya kepada kas Negara secara tepat waktu. Banyak definisi dari para ahli mengenai pengertian pajak. Namun demikian definisi tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama. Untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu : 1. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2007,11) menyatakan bahwa: “iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak

Salah satu sumber yang digunakan oleh pemerintah dalam memenuhi

kebutuhan pembiayaan sehubungan dengan kegiatan pembangunan di

Indonesia adalah melalui sektor pajak. Pemasukan dari sector ini cukup

besar, sehingga sebaiknya pemerintah memberikan perhatian khusus dan

pengelolaan yang lebih terarah pada sektor pajak agar pembangunan dapat

berjalan dengan lancer.

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk

membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber

keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-

banyaknya untuk kas Negara. Saat ini pemerintah sedang mensosialisasikan

kepada masyarakat untuk bisa ikut berpartisipasi untuk taat dalam membayar

pajak. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyempurnakan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan pengenaaan sanksi yang

memberatkan jika wajib pajak tidak bisa membayar pajak terutangnya

kepada kas Negara secara tepat waktu.

Banyak definisi dari para ahli mengenai pengertian pajak. Namun

demikian definisi tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama. Untuk

lebih jelasnya penulis mengemukakan pengertian pajak yang dikemukakan

oleh beberapa ahli, yaitu :

1. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2007,11) menyatakan bahwa:

“iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut :

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment” .

2. Definisi pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja (2005,10) menyatakan

bahwa :

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

3. Definisi pajak menurut N. J. Feldmann (2005,9) menyatakan bahwa :

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua hal yang

penting terdapat pada pengertian pajak,yaitu:

a. Iuran yang dapat dipaksakan, artinya iuran yang mau tidak mau harus

dibayar oleh rakyat yang dikenakan kewajiban membayar iuran tersebut.

Kalau rakyat atau badan hokum oleh pemeintah dikenakan kewajiban

membayar iuran tersebut (lazim disebut wajib pajak) tidak melaksanakan

pembayaran tersebut, maka wajib bayar yang bersangkutan dapat

dikenakan tindakan hokum oleh pemerintah berdasarkan undang-undang

atau dengan perkataan lain wajib pajak tersebut dapat dipaksa oleh

pemerintah untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan

menggunakan surat paksa atau sita.

b. Tanpa jasa timbale/kontrak prestasi/imbalan langsung, yang dapat

ditujukan mengandung arti bahwa wajib pajak yang membayar iuran

kepada Negara tidak ditunjukan secara langsung imbalan apa yang

diperolehnya dari pemerintah atas pembayaran iuran tersebut. Berbeda

dengan pembayaran iuran kebersihan, kita akan langsung ditunjukan atau

diberikan imbalan berupa diangkutnya pada waktu-waktu tertentu sampah

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

yang kita tempatkan pada tempat sampah umum pada suatu komplek

perumahan.

Dari berbagai definisi tersebut diatas, baik pengertian secara

ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sector swasta ke sector

pemerintah) atau pengertian yuridis (pajak ialah iuran yang dapat

dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang cirri-ciri yang terdapat pada

pengertian pajak antara lain sebagai berikut:

1. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih guna (sumber daya) dari

sector swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sector Negara (pemungutan

pajak/administrator pajak).

3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin

maupun tidak rutin.

4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh

pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas Negara/anggaran

Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan

pemerintah, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengetur atau

melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan social (fungsi

mengatur/regulative).

2.1.2 Dasar Pemungutan Pajak

Menurut Erly Suandy (2005;28),ada 5 macam teori pajak yang digunakan

sebagai dasar pengenaan pajak,yaitu:

“ 1. Teori Asuransi 2.Teori Kepentingan 3. Teori Daya Pikul 4. Teiri Daya Beli 5. Teori Bhakti”.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Dari kutipan dasar pemungutan pajak tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Teori Asuransi

Teori ini mengatakan bahwa pajak itu diibaratkan sebagai suatu premi

asuransi yangharus dibayar setiap orang (warga negara), karena warga Negara

tersebut telah mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah

yaitu keselamatan jiwa dan bendanya. Dengan perkataan lain karena negara

melindungi rakyat, maka rakyat harus membayar premi kepada negara dalam

bentuk pajak (hampir sama dengan premi asuransi). Sekarang teori ini sudah

tidak dipakai lagi karena tidak tepat lagi dan bertentangan dengan sifat pajak

yang diartikan bahwa untuk pembayaran pajak tersebut rakyat tidak meminta

imbalannya secara langsung bagaimana layaknya yang dilakukan oleh

perusahaan asuransi.

2. Teori Kepentingan

Menurut teori ini, yang harus membayar pajak adalah orang yang

berkepentingan wajib pajak yang dilindungi. Teori ini tidak sesuai lagi dan

ditinggalkan orang, karena tidak sesuai dengan sifat pajak, dimana kadang-

kadang yang berkepentingan adalah orang yang tidak mampu yang justru

perlu dilindungi oleh negara, misalnya rakyat miskin yang memerlukan

kepentingan. Dimana satu pihak, negara mempunyai kepentingan untuk

menghimpun dana dari pajak, tetapi dilain pihak orang yang mempunyai

kepentingan ini tidak mampu membayarnya. Sedangkan menurut teori

seharusnya merekalah yang lebih banyak membayar pajak, oleh karena itu

tidak sesuai dengan kenyataannya.

3. Teori Gaya Pikul

Menurut teori gaya pikul semua warga Negara harus membayar pajak,

dimana besar kecilnya pajak tersebut harus sesuai dengan gaya (daya) pikul

seseorang. Gaya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk mencapai

pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang

mutlak yang untuk kebutuhan yang primer. Yang termasuk dalam gaya pikul

ini adalah segala macam beban pengeluaran dan tanggungan keluarganya, dan

ini baru dapat dipikul bila seseorang mempunyai penghasilan. Gaya pikul

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

seseorang tergantung dari pendapatan yang diperolehnya, susunan keluarga

dan dari jumlah kekayaan yang dimilikinya. Teori ini disebut juga teori

modern pemungutan pajak dan hampir dipakai semua Negara.

4. Teori Daya Beli

Teori ini mengatakan bahwa setiap warga Negara harus membayar

berdasarkan kemampuan membelinya, apabila daya belinya besar berarti

pendapatan cukup besar pula, kemudian dari daya beli tersebut oleh Negara

dalam bentuk pajak, kemudian yang disalurkan kembali kepada masyarakat.

Jadi pihak ini berasal dari rakyat sesuai dengan kemampuannya yang

kemudian kembali kepada rakyat yang disalurkan Negara melalui

pembangunan dan sebagainnya.

5. Teori Bhakti

Teori ini mengutamakan kepentingan negara yang merupakan satu

kesatuan dari individu dimana setiap warga negara terikat kepada

pemerintahannya, sehingga negara mempunyai hak atas warganya dan

memungkinkan secara mutlak untuk memungut pajak dari rakyatnya.

Sebaliknya rakyat secara sadar membayar pajak karena menginsafinya

sebagai kewajiban asli untuk membuktikantanda buktinya kepada negara.

2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang digunakan menurut Mardiasmo (2006;6),

yaitu:

“ a. Self Assessment System

b.Official Assessment System

c. With Holding System”.

Dari kutipan system pemungutan pajak tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Self Assessment System

Sistem ini memberikan wewenang, kepercayaan, tanggungjawab kepada

wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar,

danmelaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

b. Official Assessment System

Sistem ini member kewenangan pemerintah untuk menentukan besarnya

pajak terutang. Ciri-ciri Official Assessment adalah:

1. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang bereda pada

fiskus.

2. Wajib pajak bersifat pasif.

3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak

oleh fiskus.

c. With Holding System

Arti kata With Holding adalah pemotongan pajak dengan bantuan pihak

ketiga untuk menghitung dan menetapkan pajak yang terutang dan

membantu pemerinyahan memungut pajak dari wajib pajak.

Yang dimaksud dengan pihak ketiga ini adalah orang atau badan yang

bukan merupakan badan public sebenarnya tidak mempunyai wewenang

memungut pajak, tetapi melalui undang-undang diberi tugas serta

wewenang untuk memungut pajak atas jumlah uang yang dibayarkan

kepada karyawan, pemegang saham dan sebagainnya. Hasil jangka waktu

tertentu dan dijelaskan dalam undang-undang yang disertai dengan

sanksi-sanksi tertentu apabila ia lalai dalam kewajiban tersebut.

2.1.4 Fungsi Pajak

Menurut Erly Suandy (2005 : 14) terdapat 2 (dua) fungsi pajak,

yaitu :

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

2. Fungsi Regulerend (mengatur)

Dari dua kutipan fungsi pajak tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin

maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah

berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara.

Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi

pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak

seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas

Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain.

2. Fungsi Regulerend (mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan di luar bidang keuangan.

Contoh fungsi regulerend seperti pemberian tarif yang rendah atau

pembebasan kepada Badan-badan Koperasi yang berkedudukan di Indonesia,

pemberian tarif yang tinggi atas hasil produksi barang-barang mewah, dimana

selain dikenakan PPN, juga dikenakan pajak penjualan sebagai suatu upaya

nyata untuk menegakkan keadilan dalam pembebanan pajak yang sekaligus

upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif.

2.1.5 Asas Pemungutan Pajak

Menurut Rimsky K. Judisseno (2004 : 16) bahwa dalam

pemungutan pajak agar diupayakan adanya keadilan objektif. Artinya, asas

pemungutan yang mendasarinya bersifat umum dan merata. Asas

pemungutan pajak ini dikenal dengan The Four Maxims atau Smith’s

Cannon, yaitu :

1. Keadilan (Equality) 2. Kepastian (Certainty) 3. Kelayakan (Convenience) 4. Efisien (Efficiency/economy)

Dari empat kutipan asas pemungutan pajak tersebut dapat di uraikan

sebagai berikut :

1. Keadilan (Equality)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Dalam asas ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan

kemampuan masing-masing subjek pajak. Yang dimaksud keseimbangan atas

kemampuan subjek pajak adalah hendaknya dalam pemungutan pajak tidak

ada diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Pemungutan pajak yang

dilakukan terhadap semua subjek pajak harus sesuai dengan batas

kemampuan masing-masing, sehingga dalam asas equality ini untuk setiap

orang yang mempunyai kondisi yang sama harus dikenakan pajak yang sama

pula.

2. Kepastian (Certainty)

Dalam asas ini ditekankan pentingnya kepastian mengenai pemungutan

pajak yaitu : kepastian hukum yang mengaturnya, kepastian mengenai subjek

pajak, kapasitas mengenai objek pajak, dan kapasitas mengenai tata cara

pemungutannya. Kepastian ini menjamin setiap orang untuk tidak ragu-ragu

dalam menjalankan kewajiban membayar pajak, karena segala sesuatunya

sudah jelas.

3. Kelayakan (Convenience)

Dalam asas ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat dalam

memenuhi kewajiban perpajakan. Sangat bijaksana jika pemotongan pajak

dilakukan pada saat wajib pajak menerima penghasilan dan yang sudah

memenuhi syarat objektifnya (yaitu suatu syarat di mana wajib pajak

mempunyai penghasilan di atas penghasilan minimumnya).

4. Efisiensi (Efficiency/economy)

Dalam asas ini ditekankan pentingnya efisiensi pemungutan pajak, artinya

biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh

lebih besar daripada jumlah pajak yang dipungut. Dalam asas ini diberi

pengertian bahwa pemungutan pajak sebaiknya memperhatikan kondisi

subjek dan objek pajaknya.

2.1.6 Jenis Pajak

Pembagian pajak menurut Erly Suandy (2005:38) dapat dilakukan

berdasarkan golongan, wewenang pemungut maupun sifatnya.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

1. Berdasarkan Golongan

a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh

wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain

serta dipungut secara berkala.

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada

pihak lain serta pajak ini tidak mempergunakan surat ketetapan pajak.

2. Berdasarkan Wewenang Pemungut

a. Pajak Pusat/Negara

Pajak Pusat/Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya atau

dikelola oleh Pemerintah pusat atau Departemen Keuangan melalui

Direktorat Jendral Pajak dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran rutin Negara dan pembangunan (APBN).

b. Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola

oleh Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota) atau Dinas Pendapatan Daerah dan hasilnya dipergunakan

untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD).

3. Berdasarkan Sifat

a. Pajak Subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan wajib

pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang

berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu gaya pikul.

b. Pajak Objektif

Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang

menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari

subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi dengan kata lain pajak

objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi

objeknya saja.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

2.2 Pajak Daerah

Setelah sumber pendapatan daerah dapat dikenai pajak, maka perlu

juga dipertimbangkan apakah suatu pajak yang telah dapat secara efektif

digali, dikenakan, dinilai atau dipungut tersebut mampu diadministrasikan

oleh Pemerintah Daerah. Kesit Bambang Prakosa (2003 : 23) berpendapat

bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada Pemerintah

Daerah daripada Pemerintah Pusat karena mereka dapat secara mudah

melihat manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka.

Semakin rendah tingkat pemerintahan maka semakin dekat hubungan

antara rakyat dengan pemerintahnya, sehingga mereka mengenakan pajak

dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekatan inilah,

dasar pengenaan pajak dan tarif pajak menjadi rendah tingkat keadilannya.

2.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-undang

Nomor 34 Tahun 2000 mendefinisikan pajak daerah sebagai berikut :

“Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah”.

Pengertian Pajak Daerah menurut Erly Suandy (2005:38) sebagai

berikut :

“Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota) atau Dinas Pendapatan Daerah dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD)”.

Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak pusat,

yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak pusat yang

memungut adalah Pemerintah Pusat, sedangkan pajak daerah yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

memungut adalah Pemerintah Daerah. Kriteria pajak daerah menurut Kesit

Bambang Prakosa (2003:2) terdiri dari 4 hal, yaitu :

1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari daerah sendiri,

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah,

3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah, dan 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi

hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak daerah merupakan

pajak yang ditetapkan dan atau dipungut di wilayah daerah dan dapat

dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang hasilnya digunakan

untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

2.2.2 Jenis Pajak Daerah

Dalam literatur pajak, pajak dapat diklasifikasikan berdasarkan

golongan, wewenang pemungut dan sifatnya. Pajak daerah termasuk

klasifikasi pajak menurut wewenang pemungutnya. Artinya, pihak yang

berwenang dan berhak memungut pajak daerah adalah pemerintah daerah.

Selanjutnya, pajak daerah ini dapat diklasifikasikan kembali menurut

wilayah kekuasaan pihak pemungutnya. Menurut Undang-undang nomor

34 Tahun 2000 pajak daerah dibagi menjadi :

1. Pajak Propinsi Pajak propinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah

tingkat propinsi. Pajak propinsi yang berlaku di Indonesia terdiri dari : 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan. Dari empat kutipan jenis pajak propinsi tersebut dapat di uraikan sebagai

berikut :

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah pajak atas

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.

Kendaraan di atas air merupakan semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air.

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. Bea balik nama kendaraan di atas air merupakan pajak yang

dikenakan terhadap penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor merupakan pajak atas bahan

bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air adalah bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air.

4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi maupun badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.

2. Pajak Kabupaten/Kota

Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh

pemerintah daerah tingkat Kabupaten/Kota. Pajak Kabupaten/Kota yang

berlaku di Indonesia sampai saat ini, terdiri dari :

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Parkir 6. Pajak Penerangan Jalan 7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Dari tujuh kutipan jenis pajak Kabupaten/Kota tersebut dapat di uraikan

sebagai berikut :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

1. Pajak Hotel Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan

yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

2. Pajak Restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah

tempat menyantap makanan dan/atau minuman, yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering.

3. Pajak Hiburan Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan

adalah semua jenis pertunjukan, permainan, ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga.

4. Pajak Reklame Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame

adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan. untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca atau didengar dan suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

5. Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang

disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

6. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik

dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas

kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C terdiri dari asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomite, feldspar garam batu, grafi, granit, marmer, gips, tanah liat, tawas, basal, dan trakit.

2.3 Pengertian Kontribusi dan Pajak Restoran

2.3.1 Pengertian Kontribusi

Kata Kontribusi menurut kamus Bahasa Indonesia (2000 : 592) berarti :

Iuran atau sumbangan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Sedangkan menurut Graham Mott (1996 : 126) , Kontribusi

mempunyai arti khusus dalam akuntansi dan dapat didefinisikan sebagai

selisih antara nilai penjualan dengan biaya variabel.

Definisi ini dapat diterapkan, baik untuk satu unit produksi atau lini

produk dan jasa. Kontribusi adalah laba sebelum semua biaya tetap

diperhitungkan, dan mungkin ada diantara laba kotor dan laba bersih pada

kebanyakan perusahaan.

2.3.2 Pajak Restoran

2.3.3 Pengertian Pajak Restoran

Pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan tang disediakan

restoran dengan pembayaran oleh orang pribadi atau badan. Pengenaan pajak

restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di

Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang berkaitan dengan kewenangan

yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak

mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut

pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu

menerbitkan peraturan daerah tentang pajak restoran. Peraturan ini akan menjadi

landasan hokum tradisional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan

pajak restoran di daerah atau kabupaten atau kota yang bersangkutan.

2.3.4 Objek Pajak Restoran

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2003 ayat (1) pasal (2)

mengenai Objek Pajak Restoran, adalah semua pembayaran atas pelayanan yang

disediakan oleh restoran dengan pembayaran.

Objek Pajak Restoran meliputi:

1. Restoran 2. Rumah makan 3. Bar 4. Café 5. Bakery 6. Pujasera,dan 7. Sejenisnya

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Objek Pajak Restoran yang dikecualikan sebagaimana dimaksudkan

pada ayat (10) dan (2) pasal 2 ini adalah pelayanan jasa Boga/catering.

Pelayanan di restoran meliputi penjualan makanan dan/atau minuman

yang diantar/dibawa pulang.

2.3.5 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran

Pada pajak restoran, menurut Peraturan Daerah No.26 tahun 2003 yang

menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan tang melakukan pembayaran

atas pelayanan restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah

konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan pengusaha

restoran. Sementara itu yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran, yaitu

orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran yang menurut peraturan

perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pemungutan

atau pemotongan pajak terhadap subjek pajak. Dengan demikian, subjek pajak dan

wajib pajak pada pajak restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan

restoran merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan

pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk

memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban pajak

lainnya.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak

tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak

hotel. Wakil pajak bertanggungjawab secara pribadi dan atau secara langsung

rentang atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunduk

seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi

kewajiban perpajakannya.

2.3.6 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran

Dasar pengenaan pajak restoran menurut Peraturan Daerah No.26 tahun 2003

tentang pajak restoran adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar

kepada restoran. Jika pembayaran dipengaruhi istimewa, harga jual atau penggantian

dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa restoran. Contoh

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

hubungan istimewa adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa restoran

dengan pengusaha restoran, baik langsung atau tidak langsung berada dibawah

pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada

wajib pajak untuk harga jumlah baik jumlah uang yang dibayarkan maupun jumlah

penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atau pemakaian

jasa makanan dan minuman dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan

dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha restoran.

Tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota

untuk menetapkan tariff yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing

daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota yang

diberikan kewenangan untuk menetapkan tariff pajak yang mungkin berbeda dengan

kabupaten/kota lainnya,asalkan tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).

Besarnya pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff

pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Secara umum perhitungan pajak restoran

adalah sesuai dengan rumus berikut:

Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Omzet

2.3.7 Penetapan Pajak Restoran

Menurut Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2003 setiap pengusaha restoran

(yang menjadi wajib pajak) wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dam

melaporkan sendiri pajak restoran yang terutang dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Ketentuan ini menunjukan system

pemungutan pajak restoran pada dasarnya merupakan system self assessment, yaitu

wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan,

membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

Pada beberapa daerah, penetapan pajak tidak diserahkan sepenuhnya kepada

wajib pajak, tetapi ditetapkan oleh kepala daerah. Terhadap wajib pajak yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

pajaknya ditetapkan oleh bupati/walikota, jumlah pajak yang terutang ditetapkan

dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Wajib pajak tetap

memasukan SPTPD, tetapi tanpa perhitungan pajak. SKPD harus dilunasi oeh wajib

pajak paling lama 30 hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak paling lama 30

hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak atau jangka waktu lain yang

ditetapkan oleh bupati/walikota. Apabila setelah lewat waktu yang ditentukan wajib

pajak tidak atau kurang membayar pajak terutang dalam SKPD, wajib pajak

dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah

kekurangan pajak tersebut.

2.3.8 Sanksi Pajak Restoran

Restoran harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku, apabila

melakukan peelanggaran dikenekan sanksi menurunan Waluyu (2005;28) dan

menurut Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2003, sanksi yang dapat dikenakan

yaitu:

1. Sanksi Administrasi Sanksi administrasi dapat berupa bunga maupun kenaikan yang dikenakan

terhadap wajib pajak dalam hal: a. Setiap wajib pajak yang tidak mau kurang membayar pajak restoran yang

terutang setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya SKPD akan dikenakan sanksi administrasi berupa sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. Denda berupa bunga ini ditagih dengn menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).

b. Setiap wajib pajak dikenakan sanksi adminitrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pajak yang tidak, kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu selama–lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutang pajak apabila melakukan pelanggaran: 1. Tidak atau kurang bayar pajak setelah dilakukan pemeriksaan atau

adanya keterangan lain. 2. Tidak menyampaikan SPTPD dalam jangka waktu yang ditentukan

dan telah ditegur secara tertulis. Denda beruapa bunga ini ditagih dengan menerbitkan SKPDKB.

c. Setiap wajib pajak yang tidak melakukan pengisian SPTPD, pajak terutangnya dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 23% (dua puluh tiga persen) dari pokok pajak, dan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)setiap bulan dari pajak.

d. Yang tidak, kurang atau terlambat byar atau jangka waktu selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat trerhutangnya pajak.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Denda berupa kenaikan dan bunga ini gitagih dengan menerbitkan SKPDKB.

e. Setiap wajib pajak yang karena ditemukannya data baru atau data yang semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Kenaikan ini tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

f. Setiap wajib pajak karena tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT serta tidak atau tidak sepenuhnya membayar dalam jangka waktu yang ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanki administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. Denda bunga ini tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri adanya kekurangan pajak terutang sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

2. Sanksi Pidana

Sanksi pidana berupa kurungan penjara dan/atau denda dapat dikenakan kepada Wajib Pajak dalam hal:

a. Wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.

b. Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.

2.4 Struktur APBD

Tujuan pembentukan otonomi daerah antara lain adalah untuk lebih

mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan memudahkan

masyarakat untuk menata dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber

dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu untuk

menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya

inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut Pemerintah Daerah diharapkan

lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk

memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di

daerahnya melalui pendapatan daerah.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Berdasarkan Kepmendagri nomor 29 Tahun 2002, dijelaskan bahwa

struktur APBD terdiri dari :

1. Pendapatan Daerah

2. Belanja Daerah

3. Pembiayaan Daerah

Dari tiga kutipan struktur APBD tersebut dapat di uraikan sebagai

berikut :

1. Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai

penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui

rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang

merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh daerah. APBD mengelompokkan pendapatan daerah menjadi 3

kelompok, yaitu sebagai berikut :

a. Pendapatan Asli Daerah

b. Dana Perimbangan

c. Lain-lain PAD yang sah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah, pengelompokkan pendapatan daerah tersebut

dapat di uraikan sebagai berikut :

a. Pendapatan Asli Daerah

Dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah, agar tidak

menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat.

Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur

administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, meningkatkan

pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah yang

diikuti dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan

pelayanan. Kelompok pendapatan asli daerah dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

1. Hasil pajak daerah;

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

2. Hasil retribusi daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4. Lain-lain PAD yang sah

8. Dana Perimbangan

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi penyelenggaraan

pemerintahan daerah, kepada daerah diberikan dana perimbangan memalui

APBN yang bersifat transfer dengan prinsip money follows fungtion. Salah

satu tujuan pemberian dana perimbangan tersebut adalah untuk mengurangi

kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta

meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah.

Dana perimbangan terdiri dari :

1. Dana bagi hasil;

2. Dana alokasi umum;

3. Dana alokasi khusus

9. Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain PAD yang sah adalah pendapatan lain-lain yang di hasilkan

dari bantuan dan dana penyeimbang dari pemerintah pusat. Lain-lain PAD

yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana

perimbangan yang meliputi hibah, dana darurat dan lain-lain pendapatan

yang ditetapkan pemerintah. Lain-lain PAD yang sah mencakup :

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

2. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan;

3. Jasa giro;

4. Pendaptan bunga;

5. Tuntutan ganti rugi;

6. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

7. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau oleh daerah.

2. Belanja Daerah

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Belanja daerah disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang

berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan, oleh karena

itu dalam penyusunan APBD mengutamakan pada pencapaian hasil melalui

program dan kegiatan (belanja langsung) dari pada belanja tidak langsung.

Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan. Saat ini belanja tidak lagi dikategorikan menjadi belanja rutin

dan pembangunan, tetapi telah berubah menjadi belanja aparatur dan belanja

publik.

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum

daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar yang merupakan kewajiban

daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya

kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka

pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau

kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang

ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a. Belanja daerah menurut organisasi

Klasifikasi belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan

susunan organisasi pemerintah daerah.

b. Belanja daerah menurut fungsi

Klasifikasi belanja daerah menurut fungsi terdiri dari :

1. Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintah, yaitu menurut

kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

2. Klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan Negara, yaitu yang

digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan

keuangan Negara seperti : pelayanan umum, ketertiban dan

keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

umum, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan dan

perlindungan sosial.

c. Belanja daerah menurut program dan kegiatan

Klasifikasi belanja daerah menurut program dan kegiatan disesuaikan

dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

d. Belanja daerah menurut jenis belanja

Klasifikasi belanja daerah menurut jenis belanja terdiri dari :

1. Belanja pegawai;

2. Belanja barang dan jasa;

3. Belanja modal;

4. Bunga;

5. Subsidi;

6. Hibah;

7. Bantuan sosial;

8. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan

9. Belanja tidak terduga.

3. Pembiayaan Daerah

Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, menyatakan

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan

daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.

Dalam rangka menutup defisit anggaran, pemerintah daerah dapat

melakukan pinjaman daerah, yang bersumber dari pemerintah, pemerintah

daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan

masyarakat (obligasi daerah). Pencantuman jumlah pinjaman dalam APBD

harus didasarkan pada keputusan kepala daerah atas persetujuan DPRD yang

telah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan berdasarkan

pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Salah satu sumber yang

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar

kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun

anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan

pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup :

a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;

b. Pencairan dana cadangan;

c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d. Penerimaan pinjaman;

e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan yang dimaksud mencakup :

a. Pembentukan dana cadangan;

b. Penyertaan modal pemerintah daerah;

c. Pembayaran pokok utang; dan

d. Pemberian pinjaman.