18
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Kelapa Sawit Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang telah mengalami suatu proses produksi sebagai hasil dari aktivitas manusia, maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi. Aktivitas pengolahan pada pabrik mnyak kelapa sawit menghasilkan dua jenis limbah, antara lain limbah padat dan limbah cair. Menurut Naibaho (1998), limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah POME didapatkan dari tiga sumber yaitu air kondensat dari proses sterilisasi, sludge dan kotoran, serta air cucian hidrosiklon. Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi. Air buangan dari separator yang terdiri atas sludge dan kotoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press. b) Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan air limbah yang kecil. c) Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang rendah akan dapat mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Hasanah, 2011). 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Limbah Pada proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit, pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) menghasilkan biomassa produk samping dalam jumlah yang besar. PMKS hanya menghasilkan 25-30% produk utama berupa 20-23% crude palm oil (CPO) dan 5-7% inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Kelapa Sawit

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Kelapa Sawit

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang telah

mengalami suatu proses produksi sebagai hasil dari aktivitas manusia, maupun

proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi. Aktivitas

pengolahan pada pabrik mnyak kelapa sawit menghasilkan dua jenis limbah,

antara lain limbah padat dan limbah cair.

Menurut Naibaho (1998), limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah

kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah POME

didapatkan dari tiga sumber yaitu air kondensat dari proses sterilisasi, sludge dan

kotoran, serta air cucian hidrosiklon. Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari

limbah padat, cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa

sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath.

Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan

keadaan peralatan klarifikasi. Air buangan dari separator yang terdiri atas sludge

dan kotoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw

press.

b) Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi

yang menggunakan decanter menghasilkan air limbah yang kecil.

c) Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang rendah akan dapat

mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Hasanah, 2011).

2.2 Sifat Fisik dan Kimia Limbah

Pada proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit, pabrik minyak kelapa

sawit (PMKS) menghasilkan biomassa produk samping dalam jumlah yang

besar. PMKS hanya menghasilkan 25-30% produk utama berupa 20-23% crude

palm oil (CPO) dan 5-7% inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-

7

75% adalah residu hasil pengolahan berupa limbah (William, 2011). Dimana

limbah tersebut terdiri tiga jenis limbah, yaitu sebagai berikut:

1. Limbah Padat

Limbah padat industri minyak kelapa sawit diperoleh dari proses perontokan

buah, pengepresan pada saat pengolahan minyak dari daging buah, dan

pemurnian minyak. Sehingga dihasilkan produk samping berupa: tandan

kosong, cangkang kelapa sawit , serabut, dan wet decanter solid (Kurniati,

2008). Namun, limbah-limbah tersebut masih dapat dimanfaatkan (tabel 2.1)

sebagai biomassa seperti: pupuk kompos, pakan ternak, papan partikel, energi,

karbon aktif, dll.

2. Limbah Cair

Limbah cair pada proses produksi minyak kelapa sawit dimulai dari proses

perebusan, pemisahan minyak dari biji, dan pemurnian yang dalam bentuk

kondensat dan lumpur. Lumpur yang berasal dari proses klarifikasi disebut

lumpur primer, sementara lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi

disebut lumpur sekunder (Kurniati, 2008). Seperti halnya limbah padat,

limbah cair juga dapat dimanfaat sebagai biomassa, seperti pupuk dan biogas.

Limbah cair pabrik kelapa sawit berwarna kecoklatan, terdiri dari padatan

terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan

COD dan BOD tinggi 68.000ppm dan 27.000ppm, bersifat asam (pH nya 3,5 -

4), terdiri dari 95% air, 4-5% bahanbahan terlarut dan tersuspensi

(selulosa,protein,lemak) dan 0,5-1% residu minyak yang sebagian besar

berupa emulsi. Kandungan TSS LCPKS tinggi sekitar 1.330 – 50.700 mg/L ,

tembaga (Cu) 0,89 ppm , besi (Fe) 46,5 ppm dan seng (Zn) 2,3 ppm serta

amoniak 35 ppm (Ma, 2000).

3. Limabah Gas

Limbah gas juga dihasilkan dari industri minyak kelapa sawit, yaitu gas

cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses

pembakaran, perebusan, pemurnian, dan pengeringan (Kurniati, 2008).

8

Tabel 2.1. Jenis, Potensi, dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Jenis Potensi per ton

TBS (%)

Manfaat

Tandan Kosong

23,0 Pupuk kompos,

pulp kertas,

papan

Wet Decanter 4,0 Solid pupuk,

kompos, makanan

ternak

Cangkang 6,5 Arang, karbon

aktif, papan

partikel

Serabut

(fiber)

13,0 Energi, pulp

kertas, papan

partikel

Air Limbah 50,0 Pupuk, air irigasi

Air kondensat Air umpan boiler

Sumber : Tim PT. SP (2000)

2.3 Limbah Cair Kelapa Sawit (LCPKS)

Limbah cair pabrik kelapa sawit yang juga dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent

(POME) merupakan hasil samping dari pengolahan tandan buah segar kelapa

sawit menjadi minyak sawit kasar. POME adalah air limbah industri minyak

kelapa sawit yang merupakan salah satu limbah agroindustri yang menyebabkan

polusi terbesar. Menurut Zahara (2014), dalam industri minyak kelapa sawit,

cairan keluaran umumnya dihasilkan dari proses sterilisasi dan 7 klarifikasi yang

dalam jumlah besar berasal dari steam dan air panas yang digunakan. Produksi

minyak kelapa sawit membutuhkan air dalam jumlah besar. Satu ton minyak

kelapa sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair, yaitu berupa limbah organik

berasal dari input air pada proses separasi, klarifikasi dan sterilisasi. Limbah cair

dari industri minyak kelapa sawit umumnya memiliki suhu yang tinggi kisaran

70-80˚C, berwarna coklat pekat, mengandung padatan terlarut yang tersuspensi

9

berupa koloid dan residu minyak, sehingga memiliki nilai Biological Oxygen

Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) yang cenderung tinggi.

Jika limbah tersebut dibuang langsung ke perairan, maka dapat mencemari

lingkungan karena dapat menimbulkan kekeruhan dan akan menghasilkan bau

yang tajam yang dapat merusak ekosistem perairan dikarenakan proses

penguraiannya yang lama dan cenderung akan mengkonsumsi oksigen terlarut

dalam jumlah yang banyak. Sebelum limbah cair ini dibuang ke lingkungan

terlebih dahulu diberi perlakuan khusus tentang penanganan limbah sehingga

dapat diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan oleh

badan lingkungan hidup. Karakteristik POME dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik POME Tanpa Perlakuan

Parameter Satuan Konsentrasi

pH

Temperatur

BOD 3 hari, 30˚C

COD

Total Solid

Suspended Solids

Total Volatile Solids

Amonical-Nitrogen

Total Nitrogen

Phosporus

Potassium

Magnesium

Kalsium

Boron

Iron

Manganese

Zinc

-

˚C

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

4,7

80-90

25.000

50.000

40.500

18.000

34.000

35

750

18

2.270

615

439

7,6

46,6

2,0

2,3

Sumber: Lang, 2007

Tabel 2.2 merupakan tabel karakteristik air limbah cair kelapa sawit yang belum

diolah (tanpa perlakuan). Tabel 2.2 digunakan untuk melihat karakteristik dari

POME sebelum mengalami perlakuan. Jika air limbah industri minyak kelapa

sawit ini dibuang secara langsung ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran

10

lingkungan karena nilai COD yang terkandung dalam limbah POME melebihi

standar yang diizinkan oleh pemerintah yaitu maksimal 500 mg/liter untuk COD

dan maksimal 250 mg/liter untu BOD berdasarkan atasan Keputusan Menteri LH

No. Kep.51/MENLH/10/1995. Pengolahan tandan buah segar menghasilkan dua

bentuk limbah cair, yaitu air kondensat dan effluent. Air kondensat biasa

digunakan sebagai umpan boiler untuk mengoperasikan mesin pengolahan kelapa

sawit. Effluent yang banyak mengandung unsur hara dimanfaatkan sebagai bahan

pengganti pupuk anorganik. Limbah cair pabrik kelapa sawit dihasilkan dari tiga

tahapan proses, yaitu :

1. Proses sterilisasi (pengukusan), untuk mempermudah perontokan buah dari

tandannya, mengurangi kadar air dan untuk menginaktivasi enzim lipase dan

oksidase.

2. Proses ekstraksi minyak untuk memisahkan minyak daging buah dari bagian

lainnya.

3. Proses pemurnian (klarifikasi) untuk membersihkan minyak dari kotoran lain.

2.4 Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik

Industri kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Hal ini dilihat dari Harga minyak sawit di pasaran

internasional juga cenderung membaik. Hal ini menyebabkan industri minyak

sawit dapat menjadi andalan devisa di masa mendatang. Dengan adanya

peningkatan pada industri kelapa sawit maka terjadi pula pada peningkatan

produksi kelapa sawit itu sendiri. Dapat diketahui bahwa semakin tinggi

produksi kelapa sawit maka semakin banyak limbah kelapa sawit yang

dihasilkan, karena itu diperlukan suatu teknologi tepat guna yang dapat mengolah

limbah kelapa sawit ini menjadi sesuatu yang berguna atau bermanfaat dan

memiliki nilai komersil.

Pengelolaan limbah industri kelapa sawit sebaiknya menggunakan konsep zero

emissions. Konsep zero emissions adalah konsep yang menerapkan sistem bahwa

proses industri seharusnya tidak menghasilkan limbah dalam bentuk apapun

11

karena limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri lain.

Melalui proses penerapan konsep ini maka proses-proses industri akan

menghemat sumber daya alam, memperbanyak jenis produk, menciptakan

lapangan kerja lebih banyak serta mencegah pencemaran dan kerusakan

lingkungan. Konsep zero emissions merupakan konsep yang harus

mengeliminasi limbah agar industri menjadi zero waste. Hal ini merupakan

perubahan revolusioner konsep industri yang dapat menjaga ekosistem. Dari

sudut lingkungan, konsep zero emissions merupakan solusi akhir dari

permasalahan pencemaran yang mengancam ekosistem baik skala kecil maupun

skala besar. Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang dipakai dan

sumber-sumber yang terperbaharui (renewable) menghasilkan keberlanjutan

(sustainable) penggunaan sumber daya alam dan penghematan (efisiensi)

terutama bagi limbah yang mempunyai nilai ekonomi. Dengan menggunakan

konsep zero emissions pada industri kelapa sawit maka dapat meningkatkan daya

saing dan efisiensi kelapa sawit itu sendiri karena sumber daya digunakan secara

maksimal yaitu memproduksi lebih banyak dengan bahan baku yang lebih

sedikit. Salah satu pemanfaatan limbah pada industri kelapa sawit adalah

pemanfaatan limbah sebagai land application. Land application atau aplikasi

lahan adalah pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk atau bahan penyubur tanah

bagi tanaman kelapa sawit itu sendiri. Hal ini dikarenakan limbah cair tersebut

mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah seperti nitrogen,

phosphor, dan kalium. Jumlah kalium dan nitrogen dalam limbah tersebut sangat

besar sehingga dapat digunakan sebagai nutrisi bagi tanaman kelapa sawit.

Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi),

proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair dapat digunakan

dalam land application. Limbah cair yang digunakan sebagai land application

adalah limbah cair yang telah diproses sedemikian rupa sehingga kadar BODnya

berkisar antara 3500 mg/l hingga 5000 mg/l. Limbah cair yang kaya akan unsur

12

N, P dan K tersebut akan dapat menggantikan peran pupuk anorganik yang

selama ini digunakan. Maka, secara tidak langsung akan menghemat pengeluaran

perusahaan dalam proses pemupukan tanaman sekaligusberfungsi sebagai

sumber hara bagi tanaman kelapa sawit. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan pengolahan limbah cair akan menurun sekitar 50-60%.

Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu

dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya

ke parit primer dan sekunder (flatbed). Sistem ini digunakan di lahan berombak-

bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang

dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke

bawah dengan kemiringan tertentu. Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan

tanah. Teknik aplikasi limbah adalah dengan mengalirkan limbah (kadar BOD

3.500-5.000 mg/l), dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi,

berukuran 4m x 4m x 1m, ke parit sekunder (flatbed) berukuran 2,5m x 1,5m x

0,25m, yang dibuat setiap 2 baris tanaman. Flatbed dibangun dengan kedalaman

yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasi dipompakan melalui pipa

ke atas atau ke dalam bak distribusi. Setelah penuh, lalu dibiarkan mengalir ke

bawah dan masing-masing teras atau flatbed diisi sampai ke tempat yang paling

rendah. Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6 mm ekuivalen curah hujan

(ECH)/Ha/bulan atau 126 m3/Ha/bulan. Kandungan hara pada I m3 limbah

cairsetara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg MOP, dan 1,2 kg kieserit.

Pabrik kelapa sawitdengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan sekitar 480

m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi dengan limbah cair

ini sekitar 100-120 Ha.

Ditjen PPHP, Dit. Pengolahan hasil Pertanian subdit Pengelolaan lingkungan

menganjurkan teknik aplikasi limbah cair dapat berupa Teknik penyemprotan/

sprinkler, dimana limbah cair yang sudah diolah dengan PBAn dengan WPH

selama 75-80 hari diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit dengan

13

penyemprotan/sprinkler berputar atau dengan arah penyemprotan yang tetap.

Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit bergelombang, untuk

mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Setelah

penyaringan limbah kemudian dialirkan ke dalam bak air yang dilengkapi dengan

pompa setrifugal yang dapat memompakan lumpur dan mengalirkannya ke areal

melalui pipa PVC diameter 3”. Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya

nozzle sprinkler oleh lumpur yang dikandung limbah cair tersebut.

Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif

mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan

penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Menurut

Hidayanto (2003) Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/Ha/bulan dapat

menghemat biaya pemupukan hingga 46%/Ha. Di samping itu, aplikasi limbah

cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah cair pabrik kelapa

sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan

negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu

meningkatkan produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh

yang buruk terhadap kapasitas air tanah di sekitar areal aplikasinya.

2.5 Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik baik

tumbuhan kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang diurai

(dirombak) oleh mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan

tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat

penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga

dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan (Supartha, 2012).

Pupuk organik dapat meningkatkan anion-anion utama untuk pertumbuhan

tanaman seperti nitrat, fosfat, sulfat, borat, dan klorida serta meningkatkan

ketersediaan hara makro untuk kebutuhan tanaman dan memperbaiki sifat fisika,

kimia dan biologi tanah (Lestari, 2015).

14

Menurut Hadisuswito dan Sukamto dalam Oktavia (2015) pupuk organik

berdasarkan bentuk dan strukturnya dibagi menjadi dua golongan yaitu pupuk

organik padat dan pupuk organik cair. 10 Sumber: SNI-2030-2004 dalam

Wellang (2015). Pupuk organik mengandung asam humat dan asam folat serta

zat pengatur tumbuh yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman (Supartha,

2012).

2.5.1 Manfaat Pupuk Organik

Menurut Musnamar (2003) dan Suriawiria (2002) pupuk organik

mempunyai berbagai manfaat, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kesuburan tanah Pupuk organik mengandung unsur hara

makro (N, P, K) dan mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn dan Co) yang

dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah. Pemakaian pupuk

organik pada tanah liat akan mengurangi kelengketan sehingga mudah

diolah, sedang pada tanah berpasir dapat meningkatkan daya ikat tanah

terhadap air dan udara. Bahan organik dapat bereaksi dengan ion

logam membentuk senyawa kompleks sehingga ion-ion logam yamg

bersifat racun terhadap tanaman atau menghambat penyediaan unsur

hara misalnya Al, Fe dan Mn dapat berkurang (Setyorini, 2005).

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 –

4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber

Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 D05 - 1 Pupuk

Organik, Peluang dan Kendalanya

2. Memperbaiki kondisi kimia, fisika dan biologi tanah Kehadiran pupuk

organik akan menyebabkan terjadinya sistem pengikatan dan

pelepasan ion dalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan

tanaman. Kemampuan pupuk organik untuk mengikat air dapat

meningkatkan porositas tanah sehingga memperbaiki respirasi dan

pertumbuhan akar tanaman. Pupuk organik merangsang

15

mikroorganisme tanah yang menguntungkan, misal rhizobium,

mikoriza dan bakteri.

3. Aman bagi manusia dan lingkungan Pemakaian pupuk organik tidak

menimbulkan residu pada hasil panen sehingga tidak membahayakan

manusia dan lingkungan

4. Meningkatkan produksi pertanian Berbagai penelitian menunjukkan

pengaruh positif kompos terhadap pertumbuhan dan produksi

pertanian. Kompos dapat meningkatkan produksi jagung, mentimun,

kobis, wortel, cabe dan semangka (Roe, 1998). Kompos tandan kosong

kelapa sawit meningkatkan produksi jeruk dan tomat (Anonim, 2003).

Basri (2008) melaporkan bahwa pupuk organik solid meningkatkan

produksi padi dari 3-3,6 ton GKG/ha menjadi 9,6 ton GKG/ha.

Pemberian sludge cair limbah biogas dari kotoran sapi juga dapat

meningkatkan berat kering jagung pipilan lebih dari 50% dibandingkan

pemakaian pupuk kimia (Febrisiantosa dkk., 2009). Pupuk organik

juga meningkatkan produksi kacang tanah dan sawi masing-masing 25

dan 21% (Nurhikmat dkk., 2009).

Mengendalikan penyakit-penyakit tertentu Penyakit busuk akar pada

tanaman bunga yang disebabkan oleh Phytophthora sp dapat diberantas

dengan kompos yang mempunyai C/N rasio tinggi seefektif dengan

penggunaan fungisida (Hoitink dkk., 1991). Kompos juga menghambat

penyakit Fusarium sp. (Hoitink dkk., 1997). Ekstrak kompos pada

konsentrasi 5- 15% dapat menghambat pertumbuhan jamur patogenik (R.

lignosus, S. rolfsii, C. gloeosporioides dan F. oxysporum). Bakteri B.

subtilis yang ditambahkan pada proses pengomposan juga dapat

mengendalikan penyakit akar gada pada kubis (Tombe, 2003).

2.5.2 Standar Baku Mutu Pupuk Organik

16

Berdasarkan Standarasasi Nasional Indonesia SNI-7763-2018 mengenai

mengenai standar kualitas pupuk organic padat adalah sebagai berikut:

Table 2.3 Syarat mutu pupuk organik padat

No Parameter Satuan Persyaratan

1 C-organik % Min 15

2 C/N % Maks 25 3 Bahan Ikutan (pecahan kaca, plastic,

kerikil, dan logam)

% Maks 2

4 Kadar air % 8-25 5 pH % 4-9

6 Hara makro (N+P₂O₃+K₂O) % Min 2

Sumber: Badan Standart Nasional 2018

2.5.3 Bahan Pupuk Organik

Menurut peraturan perundang-undangan Pupuk organik merupakan

pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian

hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses

rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan

mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan

kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik,

kimia dan biologi tanah, untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan,

keanekaragaman hayati, konsumen/pengguna, dan memberikan kepastian

usaha bagi produsen/pelaku usaha pupuk organik, pupuk hayati dan

pembenah tanah yang diedarkan di wilayah negara Republik Indonesia

harus memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya; bahwa

sehubungan dengan adanya perubahan organisasi di lingkungan

Kementerian Pertanian, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta untuk meningkatkan pelayanan dan kepastian dalam pemberian

nomor pendaftaran pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah;

bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, perlu meninjau kembali

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/SR.130/5/2009.

17

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman

dalam jumlah yang lebih besar (0,5 – 3% berat tubuh tanaman). Unsur

hara makro sendiri dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu unsur hara

makro primer dan unsur hara makro sekunder. Berikut ini tabel

pengelompokan unsur hara makro, nama unsur, simbol, beserta fungsi

dari masing-masing unsur hara. Tabel 2.4 Pengelompokan Unsur Hara

Makro beserta Fungsinya.

Tabel 2.4 Pengelompokan Unsur Hara Makro beserta Fungsinya.

Sumber: Nutrisi K.A Wijaya 2012

2.6 Dekomposisi Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami

daripada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik

mengandung hara makro N.P.K yang cukup untuk pertumbuhan tanaman serta

mengandung hara mikro sesuai dengan kebutuhan tanaman. Disamping itu pupuk

organik juga mencegah terjadinya erosi (Rachman Sutanto, 2002).

Unsur

Hara Simbol Fungsi

Berasal dari tanah dan udara

Karbon C komponen utama senyawa organik

Hidrogen H komponen utama senyawa organik

Oksigen O komponen utama senyawa organik

Primer

Nitrogen N komponen asam nukleat, protein, hormon

dan berperan sebagai koenzim.

Phosfor P komponen asam nukleat, fospolipid,

ATP, dan beberapa koenzim.

Kalium K

faktor dalam sintesis protein, mengatur

keseimbangan

air, dan membuka menutupnya stomata.

18

Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk menggemburkan

lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik,

mempertinggi daya serap dan daya dimpan air serta dapat meningkatkan

kesuburan tanah.

(Mul Mulyani Sutedjo, 1995) Tekonologi EM (Mikroorganisme Efektif)

merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat

(bakteri fotosintetik, bakteri, asam laktat, ragi actinomisetes,

dan jamur) yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mikroorganisme selam

a proses dekomposisi bahan organik yang dapat berlangsung secara aerob dan

anaerob. Karakteristik bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi

dengan penambahan EM (Mikroorganisme Efektif) adalah sebagai berikut:

Mempunyai nisbah C/N berkisar antara 10 – 20, sehingga unsur hara yang

terkandung di dalam bahan organik tersebut dapat langsung digunakan oleh

tanaman. Mempunyai nisbah C/N berkisar antara 10 – 20, sehingga unsur hara

yang terkandung di dalam bahan organik tersebut dapat langsung digunakan oleh

tanaman. Unsur hara yang terdapat dalam bahan organik dimanfaatkan oleh

mikroorganisme sebagai sumber energi untuk mengubah senyawa anorganik

menjadi senyawa organik yang dapat digunakanoleh tanaman sebagai sumber

unsur hara untuk pertumbuhannya. Pengaruh pupuk organik yang diolah dari

limbah organik dengan bantuan teknologi EM (Mikroorganisme efektif terhadap

ketersediaan unsur hara dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman adalah :

1. Penambahan pupuk organik kedalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan

unsur hara makro seperti N, P dan K serta unsur hara mikro seperti Ca dan

Mg yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.

2. Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah

lebih baik karena tidak mengalami pemadatan, serta tanah yang kaya bahan

organik berwarna kelam kandungan unsur hara, oksigen dan air lebih banyak

yang dapat diserap oleh akar tanaman.

19

3. Kandungan bahan organik dalam tanah sangat mempengaruhi jumlah

Mikroorganisme yang berperanpenting dalam proses dekomposis bahan

organik yang dapat menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.

2.7 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Senyawa N, P dan K di dalam LCPKS terdapat dalam bentuk terlarut tersuspensi

atau berada di dalam sel organisme di dalam limbah, proporsinya tergantung

degradasi bahan organik (Singh, 2010).

Hasil penelitian I memperlihatkan bahwa kandungan N total, P total, dan K

LCPKS dari KP ke KA mengalami penurunan masing-masing 74,07%, 84,92%

dan 75,04% yang diikuti penurununan kadar BOD sebesar 98,01%. Hasil

penelitian Simanjuntak (2009) diperoleh bahwa penurunan BOD setelah

dilakukan pengolahan akan diikuti dengan penurunan kandungan unsur hara N, P

dan K dari limbah cair pabrik kelapa sawit, dijelaskan pula bahwa kadar N pada

kolam anaerob primer II sebesar 1,034 g/l dan kadar P 0,361 g/l mengalami

penurunan N sebesar 56,12% dan P 43,27% pada kolam anaerob sekunder II.

Menurut Budianta (2005) BOD akan menurun sebesar 90,74% diikuti dengan

penurunan kandungan unsur hara N P dan K pada LCPKS sampai 40% setelah

dilakukan pengolahan standar pabrik pada kolam anaerob sekunder jika

dibandingkan dengan sebelum dilakukan pengolahan (Simanjuntak 2009).

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat dibuat

kesimpulan bahwa kadar unsur hara N, P, K, COD, BOD, TSS dan C-organik

LCPKS kolam pengasaman lebih tinggi dari pada kolam anaerob sekunder I dan

kolam aerob, sedangkan kadar Al dan Fe bervariasi . Kadar Ca dan Mg lebih

tinggi terdapat pada kolam aerob. LCPKS kolam pengasaman memiliki pH

masam, kolam anaerob sekunder I agak masam dan kolam aerob agak alkalis.

Total fungi tertinggi pada kolam aerob dan total bakteri tertinggi pada kolam

anaerob sekunder I (Nursanti 2013).

20

2.8 Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Abu boiler adalah limbah hasil pembakaran cangkang dan serat sawit. Cangkang

dan Serat ini diperoleh dari hasil pengolahan buah sawit, yaitu pada saat

penekanan untuk memperoleh minyak sawit. Cangkang dan serat kemudian

dipisahkan. Kemudian cangkang dikeringkan lalu dipecahkan untuk

mendapatkan inti sawit. Serat dan hasil pecahan cangkang inilah yang kemudian

dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pemanas mesin boiler. Serat dan

cangkang memiliki kalori yang cukup untuk menghasilkan panas, sehingga

digunakan sebagai bahan bakar. Banyaknya serat dan cangkang juga

mempengaruhi proses pembakaran, sehingga di buatlah perbandingan cangkang

dan serat 1:3 (Fricke, 2009).

Abu boiler memiliki kandungan hara yang tinggi seperti kalium (K), sehingga

dapat digunakan sebagai penambah unsur hara dalam tanah. Kandungan hara

Kalium (K) serat dan cangkang adalah 0,470% dan 0,090%, sedangkan

kandungan hara K abu hasil pembakaran serat dan cangkang adalah 16,6-24,9%

(Ditjen PPHP, 2006). Kemampuan abu boiler sebagai amelioran dipercaya

karena keunggulan sifat kimiawinya yang memiliki unsur hara lengkap terutama

unsur K selain itu abu boiler juga mempunyai pH yang tinggi (10-12) sehingga

mampu meningkatkan pH pada tanah masam dan tidak mengandung bahan

berbahaya bagi tanah dan tanaman, selain itu juga mengandung banyak basa-basa

(Nambiar dan Brown, 1997 dalam Rini 2007).

Aronson dan Ekelund (2004) mengatakan peningkatan nilai pH terjadi karena

jumlah H+ yang terlarut di netralisir oleh ion OH- yang berasal dari hidrolisis

kation-kation basa pada fly ash (abu boiler), terutama kalsium dan sebagian H+

yang dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan yang seimbang

dan jumlah H+ yang dipertukarkan akan berkurang dengan perlahan. Penelitian

abu boiler telah dilakukan oleh Rini pada tahun 2007 dengan pemberian fly ash

(abu boiler) terhadap ketersediaan kalium pada tanah gambut dan di dapat bahwa

21

pemberian abu boiler dapat meningkatkan ketersediaan K dari nilai 29,23 ppm

menjadi 98,23 ppm. Abu boiler juga dapat meningkatkan pH pada tanah gambut

sehingga reaksi tanah menuju kearah netral dan mengakibatkan menurunnya

proses leaching kation-kation basa, efek ini akan menyebabkan unsur Kalium

meningkat dan menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Follett, et.all (1981)

mengatakan kalium yang ditemukan dalam tanah berdasarkan ketersediaannya

ditetapkan sebagai: relatif tidak tersedia, lambat tersedia dan segera tersedia.

Bentuk tidak tersedia adalah kalium yang berasal dari tanah mineral primer.

Bentuk lambat tersedia adalah hasil dari ion kalium berinteraksi dengan mineral

liat tertentu dan menjadi terperangkap atau tetap. Bentuk segera tersedia terdiri

dari kalium tukar dan kalium larutan tanah. Walaupun sebagian besar dari K

tersedia ini berupa K dapat tukar, tetapi K dalam larutan tanah lebih mudah

diserap akar tanaman dan lebih mudah hilang terhadap pencucian (Sutedjo,

1994). Ion K+ di dalam tanah akan mengalami proses-proses seperti berikut: Ion

K akan ditarik oleh permukaan liat tanah dan bahan organik (KTK) dalam bentuk

dapat ditukar hingga diambil oleh akar, beberapa bagian akan ada dalam larutan

tanah, beberapa bagian akan dengan cepat diambil oleh tanaman selama

pertumbuhannya, beberapa bagian akan tercuci, khususnya pada tanah pasir atau

tanah organik, hal ini disebabkan karena K diikat oleh bahan organik sangat

lemah dan beberapa bagian difiksasi (diubah menjadi bentuk tidak tersedia atau

lambat tersedia) untuk pada tanah-tanah tertentu (Winarso, 2005). K diserap

tanaman dalam bentuk K+ . K tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik

dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Beberapa

fungsi K dalam tubuh tanaman antara lain: sebagai pengaktif beberapa enzim,

berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam sintesa protein

dan pati serta berperana dlam proses fotosintesis dan pemindahan fotosintat

(Poerwowidodo, 2002).

22

Pupuk KCl berbentuk kristal, berwarna merah dan ada pula yang berwarna putih

kotor. Pupuk ini larut dalam air, bila dimasukkan kedalam tanah pupuk ini akan

terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Bila pupuk KCl diberikan kedalam tanah,

maka pupuk ini akan mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air dengan

reaksi KCl K+ + Cl- . Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan meningkatnya

konsentrasi kalium di dalam larutan tanah dan bersama-sama dengan ion K yang

dijerap, merupakan kalium yang mudah diserap tanaman. Ion K dari pupuk KCl

setelah melarut di dalam air tanah akan dapat menggantikan kedudukan ion H+

di permukaan pertukaran koloid tanah. Peningkatan konsentrasi ion H ini akan

menyebabkan turunnya pH tanah (Damanik, dkk, 2011).

2.8.1 Komposisi Kimia Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit (%)

Komposisi:

Chemical analysis

Persentase

%

SiO2 58,02

AI2O3 8,70

Fe2O3 2,60

CaO 12,65

MgO 4,23

NaiO 0,41

K2O 0,72

H2O 1,97

Sumber: Yoescha, 2007

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2.5 abu boiler PKS

mengandung 3 komponen utama Si0 2 sebanyak 58,02 %, CaO sebanyak

12,65 % dan AI2O3 sebanyak 8,70 %. Abu boiler PKS merupakan bahan

material yang bersifat pozzolan,karena abu boiler PKS yang dihasilkan

disisa pembakaran ini mempunyai kandungan silika yang cukup tinggi.

Proses pembakaran serat cangkang menjadi abu juga membantu

menghilangkan kandungan kimia organik. Perlakuan panas terhadap silika

dalam serat cangkang berakibat pada perubahan struktur yang berpengaruh

terhadap aktivitas pozzolan abu dan kehalusan butiran Abu boiler PKS

23

mempunyai berat jenis 2,270 (Edison, 2003). Berdasarkan pengamatan

secara visual, abu boiler PKS memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Bentuk partikel abu boiler PKS tidak beraturan, ada yang memiliki

bentuk butiran bulat panjang, bulat dan persegi.

2. Kehalusan Ukuran butiran abu boiler PKS berkisar antara 0-0,23 mm.

3. Warna Abu boiler PKS memiliki wama abu-abu kehitaman.

Dalam aplikasinya abu boiler PKS dimanfaatkan dalam berbagai bidang

antara lain (Pratomo, 2001):

1. Sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam desain beton mutu

tinggi.

2. Sebagai bahan pengisi/filler dalam lapisan perkerasan jalan raya.

3. Sebagai bahan stabilisator pada campuran tanah lempung dan tanah

dasar pada lapisan jalan raya.

4. Sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam campuran mortar.

5. Meningkatkan pH tanah.