18
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak Kata katarak berasal dari bahasa Latin cataracta, yang berarti air terjun, karena orang menderita katarak mempunyai pengelihatan yang kabur seolah-olah dibatasi oleh air terrjun (Anies, 2006). Jika ini terjadi, jalannya sinar akan berkurang atau terhambat, sehingga lensa tidak apat difokuskan (Ali, 2003). Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi pengelihatan yang jelas (WHO, 2012 ; Anies, 2006). Sebagian kasus katarak berkaitan dengan proses penuaan, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah cedera mata, inflamasi atau penyakit mata lainnya (WHO, 2012). Katarak tidak menimbulkan nyeri atau bengkak, tetapi bisa mengakibatkan kehilangan penglihatan yang progresif atau kebutaan total. Gejala yang umum terjadi adalah semua cahaya yang masuk ke mata memasuki lensa, sehingga bagian lensa yang tersumbat akan mengaburkan cahaya, lalu menyebabkan terganggunya penglihatan yang parahnya ditentukan oleh lokasi dan kematangan katarak (Ali, 2003) Katarak merupakan penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan sinar ultraviolet (Sirlan, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

  • Upload
    haphuc

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katarak

Kata katarak berasal dari bahasa Latin cataracta, yang berarti air terjun, karena

orang menderita katarak mempunyai pengelihatan yang kabur seolah-olah dibatasi oleh

air terrjun (Anies, 2006). Jika ini terjadi, jalannya sinar akan berkurang atau terhambat,

sehingga lensa tidak apat difokuskan (Ali, 2003). Katarak adalah kekeruhan yang terjadi

pada lensa mata, yang menghalangi pengelihatan yang jelas (WHO, 2012 ; Anies, 2006).

Sebagian kasus katarak berkaitan dengan proses penuaan, namun juga dapat terjadi pada

anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah cedera

mata, inflamasi atau penyakit mata lainnya (WHO, 2012).

Katarak tidak menimbulkan nyeri atau bengkak, tetapi bisa mengakibatkan

kehilangan penglihatan yang progresif atau kebutaan total. Gejala yang umum terjadi

adalah semua cahaya yang masuk ke mata memasuki lensa, sehingga bagian lensa yang

tersumbat akan mengaburkan cahaya, lalu menyebabkan terganggunya penglihatan yang

parahnya ditentukan oleh lokasi dan kematangan katarak (Ali, 2003)

Katarak merupakan penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,

baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh antara

lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor ekstrinsik yang

berpengaruh antara lain adalah pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada

status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam

hubungannya dengan paparan sinar ultraviolet (Sirlan, 2006).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

8

Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang

terang, kacamata anti-silau, atau lensa pembesar. Jika tindakan ini tidak membantu,

operasi adalah satu-satunya pengobatan yang efektif (NIH, 2014).

2.2 Operasi Katarak

Katarak dapat disembuhkan melalui operasi katarak yang merupakan prosedur

yang paling umum dilakukan dalam oftalmologi dan didukung dengan sepasang kacamata

(Tabin, dkk, 2008). Hampir penglihatan normal dapat dikembalikan melalui operasi

pengangkatan lensa opacifier, difasilitasi oleh implantasi lensa intraokular (IOL)

(Schwiegerling, 2010). Untuk mengatasi beban kebutaan dari katarak dibutuhkan cakupan

bedah yang cukup dan hasil bedah yang baik, yaitu keselamatan, rehabilitasi visual awal

dan emetropia pasca operasi. Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah

menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah

menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Arif, 2000).

Sebagian besar hasil operasi katarak dilaporkan hanya dalam tajam penglihatan

(RCOphth, 2010). Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6

(20/15 atau 20/20 kaki). Apabila penglihatan kurang maka diukur dengan menentukan

kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi sinar (Ilyas, 2000).

Tabel 2.1 Kriteria Tajam Penglihatan Menurut World Health Organization

Kriteria Tajam Penglihatan

Snellen LogMAR

Baik 6/6 - 6/18 0,00-0,48

Sedang <6/18 – 6/60 >0,48 – 1,00

Buruk <6/60 >1,00

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

9

Bedah katarak sudah berubah dalam 20 tahun terakhir, yang prinsipnya disebabkan

oleh diperkenalkannya mikroskop operasi, instrumentasi yang lebih baik, benang jahit

yang lebih baik, serta lebih baiknya lensa intraokuler (Tabin dkk., 2008). Rumah Sakit

Mata Bali Mandara menggunakan 2 teknik operasi katarak, yaitu Phacoemulsification

(Phaco) dan Small Incision Cataract Surgery (SICS).

Prosedur fakoemulsifikasi pertama kali dilakukan pada mata manusia oleh Charles

Kelman pada tahun 1967. Ini adalah awal dari Phaco untuk mengatasi masalah yang

terkait dengan penyembuhan, peradangan, dan astigmatisme (Jha & Brig, 2006). Phaco

adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan katarak menggunakan mesin dan

mikro-bedah instrument. Teknik Phaco biasanya dilakukan dengan membuat sayatan

skleral sementara (3,0 mm) dan memisahkan kornea yang jelas untuk tindakan

sewaktutnya (Venkatesh, dkk, 2009). Operasi katarak fakoemulsifikasi merupakan teknik

operasi dengan memecah nukleus lensa menjadi fragmen-fragmen kecil dengan

memanfaatkan energi ultrasonik intensitas tinggi, kemudian diikuti dengan aspirasi

fragmen-fragmen lensa (Bellarinatasari, 2011). Setelah membersihkan katarak, kantong

kapsuler diisi dengan hydroxypropy. Prosedur ini diikuti dengan implan lensa ke dalam

kantong kapsuler (Venkatesh, dkk, 2009).

Pada Teknik Small Incision Cataract Surgery (SICS), insisi dilakukan di skleral

sekitar 5.5 mm – 7.0 mm. Ada 2 aspek dari incisi SICS yang harus di pertimbangkan, yang

pertama self sealing nature dari luka dan yang kedua induksi astigmatisma, dimana

astigmatisma harus minimal dan jika memungkinkan meniadakan keberadaan

astigmatisma (Istiantoro S & Johan AH, 2004). Kontruksi luka sclerocorneal pocket

tunnel incision adalah sangat penting pada SICS. Hasil akhir dan mudahnya delivery

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

10

nucleus sangat tergantung pada arsitektur dari luka. Keuntungan konstruksi irisan pada

sklera kedap air sehingga membuat katup dan isi bola mata tidak prolaps keluar. Dan

karena incisi yang dibuat ukurannya lebih kecil dan lebih posterior, kurvatura kornea

hanya sedikit berubah (Venkatesh, dkk, 2010).

Banyak hasil penelitian yang telah membandingkan kedua teknik tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Kwartika (2015) menyatakan bahwa terdapat perbedaan

bermakna pada sensitivitas kornea pasca operasi katarak dengan teknik SICS dan

fakoemulsifikasi sampai hari ke-28 dengan penurunan lebih besar pada teknik SICS

dibandingkan fakoemulsifikasi. Sitompul dkk (2008), juga melaporkan bahwa pada

fakoemulsifikasi terjadi penurunan sensitivitas kornea yang berlangsung lebih lama

dibandingkan dengan SICS.

SICS memiliki waktu operasi yang lebih cepat, lebih murah dan kurang

bergantung pada teknologi dibandingkan dengan Phaco (Venkatesh, 2005).

Dibandingkan dengan Phaco ada risiko antigmatisme yang lebih pada SICS. Pada

hari pertama pasca operasi juga memberikan risiko yang lebih di edema kornea (Tabin,

dkk., 2008). Menurut Ruit, dkk (2007) kekeruhan kapsul posterior lebih sering terjadi pada

kelompok yang menggunakan teknik SICS dibandingkan dengan Phaco. Resiko umum

pada SICS adalah terjadinya luka pada iris mata (Boughton B, 2009). Jika dilihat dari hasil

ketajaman visual, Singh, dkk (2009) mencatat hasil visual yang buruk lebih besar pada

Phaco (6% dari pasien) dibandingkan dengan SICS (1% dari pasien). Ketajaman visual

rata-rata adalah 0,43 ± 0,27 pada kelompok fakoemulsifikasi dan 0,47 ± 0,24 pada

kelompok SICS. Menyimpulkan bahwa SICS lebih baik dalam menghasilkan ketajaman

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

11

visual. Sedangkan Cook dkk (2011) menyatakan tidak ada perbedaan hasil ketajaman

visual pada hari pertama, namun pada minggu ke 8 ada perbedaan ketajaman pengelihatan

yang diukur dengan menggunakan kacamata (p=0,03) dan tanpa menggunakan kacamata

(p=0,02), diamana Phaco lebih baik dari SICS.

2.3 Kesembuhan Katarak

Menurut Perdami Kesembuhan katarak ditandai dengan tajam penglihatan tanpa

koreksi adalah ≥6/18 pada 4 minggu pasca operasi. Kesembuhan katarak dapat juga di

tandai dengan pemberian kacamata pada minggu keempat kunjungan pasca operasi. Pada

kunjungan ketiga refraksi dapat dilakukan. Jika mata sudah tenang dan stabil maka pasien

akan di berikan kacamata (AOA, 2004).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah waktu kesembuhan penyakit. Pada

penelitian sebelumnya, faktor demografi, variable klinis dan teknik operasi diakatakan

dapat mempengaruhi kesembuhan pasien (Fermont, dkk, 2014). Menurut Effendy (1998),

rendahnya angka kesembuhan berkaitan dengan karakteristik penderita diantaranya umur,

jenis kelamin, dan tipe penyakit karena terjadinya perubahan keadaan fisiologis, imunitas,

dan perubahan kebiasaan makanan atau perilaku hidup sehat.

Kesembuhan pasien katarak ditandai dengan tajam pengelihatan yang dihasilkan

pasca operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tajam pengelihatan pasca operasi

katarak adalah riwayat penyakit mata selain katarak seperti glaukoma, miopia tinggi,

degenerasi makula dan ablasio retina serta riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

12

mellitus. Teknik operasi dan komplikasi pasca operasi juga mempengaruhi kesembuhan

pasien (Limburg, dkk, 2005).

Belum ada penelitian mengenai faktor-faktor yang mepengaruhi waktu kesembuhan

pasien katarak pasca operasi katarak, namun ada beberapa penelitian terkait faktor-faktor

yang mempengaruhi waktu kesembuhan penyakit lain, diantaranya :

1. Jenis Operasi

Variasi kesmbuhan katarak dapat dipengaruhi oleh teknik operasi yang dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya didapatkan bahwa waktu sembuh kelompok

Phacoemulsification 8,1 kali lebih cepat di bandingkan dengan kelompok control

(Rotchford, 2007). Gogate dkk (2005) menyimpulkan bahwa fakoemulsifikasi dan SICS

aman dan efektif untuk rehabilitasi visual pasien katarak. Mereka juga menyimpulkan

bahwa fakoemulsifikasi memberikan ketajaman penglihatan yang diukur tanpa

menggunakan kacamata atau lensa kontak lebih baik dalam proporsi yang lebih besar dari

pasien pada 6 minggu.

Berdasarkan hasil penelitian Ruit, dkk (2007), pada enam bulan, pada kelompok

fakoemulsifikasi hasil visual lebih baik, dengan lebih banyak pasien memiliki lebih dari

atau sama dengan 20/30 hasil visual yang baik dengan koreksi (94%) dan tanpa koreksi

(54%). Sedangkan pada kelompok SICS 32% tanpa koreksi dan 89% dari pasien dengan

kacamata melihat lebih baik dari atau sama dengan 20/30. Ada beberapa kemungkinan

alasan untuk hasil visual yang lebih baik pada kelompok fakoemulsifikasi dibandingkan

dengan kelompok SICS. Penjelasan yang paling mungkin karena tingkat kekeruhan kapsul

posterior yang lebih besar terjadi pada kelompok SICS.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

13

2. Umur

Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan

sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan tahun (Chaniago,

2002). Menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut Suryabudhi (2003)

seseorang yang menjalani hidup secara normal dapat diasumsikan bahwa semakin lama

hidup maka pengalaman semakin banyak, pengetahuan semakin luas, keahliannya

semakin mendalam dan kearifannya semakin baik dalam pengambilan keputusan

tindakannya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kesembuhan penyakit

lebih kecil 1,6 kali pada umur muda dibandingkan dengan umur tua (Zubaidah, 2013).

Umur diidentifikasi sebagai faktor yang berhubungan signifikan dengan hasil

visual yang lebih buruk (Norregaard et al., 1998), dengan pasien berusia 90 tahun ke atas

memiliki empat kali risiko hasil visual yang buruk bila dibandingkan dengan mereka yang

berusia 50 sampai 59 tahun (Desai, Minassian & Reidy, 1999).

Khanna, dkk (2012) menyatakan bahwa kelompok umur memilik pengaruh

bermakna terhadap waktu kesembuhan dilihat dari hasil ketajaman visual pasca operasi

(p<0,001). Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa semakin tua umur semakin akan

dikaitkan dengan tingginya prevalensi riwayat penyakit yang diderita, seperti penyakit

penyerta mata miopia, diabetes militus dan hipertensi (Hashemi dkk, 2012).

3. Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan

dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Perempuan cenderung lebih

memperhatikan kesehatannya di bandingkan dengan laki-laki. Namun, hasil dari survei

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

14

Pakistan dan studi dari Rajasthan di India menunjukkan bahwa perempuan memiliki hasil

visual yang lebih buruk dibandingkan dengan laki-laki (Bourne et al., 2007;Murthy et al.,

2001). Ruit, ddk (2007) juga menyatakan bahwa laki-laki memiliki kencenderungan yang

lebih untuk mencapai ketajaman visual terbaik, 6/18 dalam 40 hari dibandingkan

perempuan.

Khanna, dkk (2012) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki kecenderungan

terhadap waktu kesembuhan yang lebih lama jika dilihat dari ketajaman visual pasca

operasi, sehingga jenis kelamin tetap dimasukkan kedalam model. Jika dilihat dari

distribusinya, perempuan cenderung menggunakan jenis operasi SICS, sehingga ada

kemungkinan komplikasi yang lebih banyak terjadi pada perempuan yang membuat

perempuan memiliki waktu kesembuhan lebih lama dibandingkan dengan laki-laki

(Khanna dkk 2012 ; Hashemi dkk, 2012).

4. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit lain yang di derita pasien dapat mempengaruhi waktu

kesembuhan, seperti jika pasien menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM). Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2011), pasien dengan riwayat penyakit

DM 6,264 kali lebih lama penyembuhannya dibandingkan dengan pasien yang tidak

memiliki riwayat DM.

Pemeriksaan mengungkapkan bahwa 127 dari 177 mata (71,7%) setelah 12 sampai

18 bulan dari ekstraksi katarak memiliki hasil visual yang buruk karena gangguan mata

pra operasi. Berbagai kondisi mata pra operasi yang bertanggung jawab untuk pencapaian

visual yang buruk di 127 mata adalah climatic droplet keratopathy (CDK) dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

15

trachomatous corneal scarring, mewakili 40,9% kasus, glaucoma, penyakit makula dan

retina merupakan 25,9% dari kasus (Salem, 1987).

5. Komplikasi

Sebanyak 31 mata (15,8%) setelah 12 sampai 18 bulan dari ekstraksi katarak

memiliki hasil visual yang buruk karena komplikasi bedah. Jenis komplikasi yang dialami

adalah ablasi retina (32,3%), vitreous heamorrhage (25,8%), Cystoid Macular Edema

(CME) dan endophthalmitis masing-masing sebesar 9,7% (Salem, 1987).

Pada dasarnya, Phaco dan SICS menghasilkan komplikasi yang sedikit. Namun,

jika dibandingkan dengan Phaco, ada risiko antigmatisme dan edema kornea yang lebih

pada SICS (Bougton B, 2009). Ruit, dkk (2010) menambahkan bahwa lebih banyak risiko

kekeruhan posterior kapsular pada kelompok SICS dibandingan dengan kelompok Phaco

dan juga sering terjadi luka iris pada teknik SICS. Hal ini disebabkan karena ukuran

sayatan pada teknik SICS lebih besar dibandingkan dengna Phaco yaitu sekitar 6 mm dan

seringkali memerlukan jahitan. Berdasarkan hal tersebut, seringkali terjadinya kesalahan

saat membuat sayatan (Bougton B, 2009).

2.5 Waktu Kesembuhan

Waktu kesembuhan adalah waktu yang diperlukan untu kembali ke keadaan

normal atau mendekati normal setelah mengalami suatu penyakit atau trauma (White,

2007). Kesembuhan dapat di peroleh melalu suatu pengobatan atau tindakan berupa

operasi. Waktu kesembuhan suatu operasi sangat penting untuk diketahui. Dengan

mengetahui waktu kesembuhan dapat melakukan monitoring dan evaluasi keefektivan

dari operasi tersebut serta merupakan komponen penting dari sistem survailans untuk

mendukung pencegahan (Tarawneh, 2011). Waktu kesembuhan dapat menjadi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

16

pertimbangan dalam mengurangi beban pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan

pasca operasi sampai pasien dinyatakan sembuh (Jamison, dkk., 2006).

2.6 Metode Analisis Kesintasan

Analisis kesintasan (survival) adalah suatu metode yang berhubungan dengan

waktu, mulai dari time origin atau start point sampai dengan terjadinya suatu kejadian

khusus atau end point. Data yang diperoleh di bidang kesehatan merupakan pengamatan

terhadap pasien yang diamati dan dicatat waktu terjadinya kegagalan dari setiap individu

(Collet, 1994).

Dalam analisis kesintasan, ada istilah failure, yaitu suatu kejadian dimana

tercatatnya kejadian yang diinginkan. Dalam menentukan waktu kesintasan, ada tiga

faktor yang dibutuhkan yaitu :

1. Waktu awal pencatatan (start point).

Waktu awal pencatatan adalah waktu awal dimana dilakukannya pencatatan untuk

menganalisis suatu kejadian.

2. Waktu akhir pencatatan (end point).

Waktu akhir pencatatan adalah waktu pencatatan berakhir. Waktu ini berguna untuk

mengetahui status tersensor atau tidak tersensor seorang pasien untuk bisa melakukan

analisis.

3. Dan skala pengukuran sebagai batas dari waktu kejadian dari awal sampai akhir

kejadian. Skala diukur dalam hari, minggu, atau tahun.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

17

Menurut (Kleinbaum, 1997) ada beberapa tujuan analisis kesintasan:

1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi kesintasan atau hazard

dari data kesintasan.

2. Membandingkan fungsi kesintasan dan fungsi Hazard pada dua atau lebih kelompok.

3. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory dengan kesintasan waktu ketahanan.

2.6.1 Data Tersensor

Yang membedakan antara analisis kesintasan dengan analisis statistik lainnya

adalah adanya data tersensor. Data tersensor adalah data tercatat saat adanya informasi

tentang waktu kesintasan individual, tetapi tidak tahu persis waktu kesintasan yang

sebenarnya (Kleinbaum & Klein, 2011: 5-6). Menurut Catala dkk., (2011) ada 3 alasan

terjadinya data tersensor :

1. Seseorang tidak mengalami suatu peristiwa dari awal pencatatan sampai akhir

pencatatan.

2. Sesorang hilang tanpa ada alasan ketika pencatatan sampai akhir pencatatan.

3. Seseorang tercatat keluar dari penelitian karena kematian atau beberapa alasan lain

seperti reaksi obat yang merugikan objek.

Sedangkan menurut Pyke &Thompson (1986) data dikatakan tersensor jika

pengamatan waktu kesintasan hanya sebagian, tidak sampai failure event. Penyebab

terjadinya data tersensor antara lain:

1. Loss to follow up, terjadi bila obyek pindah, meninggal atau menolak untuk

berpartisipasi.

2. Drop out, terjadi bila perlakuan dihentikan karena alasan tertentu.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

18

3. Termination, terjadi bila masa penelitian berakhir sementara obyek yang diobservasi

belum mencapai failure event.

Situasi ini diilustrasikan dengan grafik di bawah ini. Grafik menggambarkan

beberapa orang atau objek yang diikuti. 𝑋 menyatakan orang atau objek yang

mendapatkan peristiwa.

Dalam bukunya Crowder dkk (1991) mengatakan bahwa ada 3 jenis penyensoran,

yaitu:

1. Left-censored, observasi dikatakan left-cencored jika objek yang diobservasi

mengalami peristiwa di bawah waktu yang telah ditetapkan atau ketika masa

observasi belum selesai.

2. Right-censored, obsevasi dikatakan right-cencored jika objek masih hidup atau

masih beroperasi ketika masa observasi telah selesai.

X

X

hilang

Penelitian berakhir

dikeluarkan

Penelitian berakhir

2 4 6 8 10 12

A

B

C

D

E

F

Gambar 2.1 Gambaran Data Tersensor

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

19

3. Interval-censored, ketika objek mengalami peristiwa diantara interval waktu

tertentu maka observasi dikatakan interval-censored

Menurut Lee dan Wang (2003) ada 3 tipe penyensoran data, yaitu:

1. Tipe I, jika objek-objek diobservasi selama waktu tertentu, namun ada beberapa

objek yang mengalami peristiwa setelah periode atau masa observasi selesai, dan

sebagian lagi mengalami peristiwa diluar yang ditetapkan.

2. Tipe II, masa observasi selesai setelah sejumlah objek yang diobservasi

diharapkan mengalami peristiwa yang ditetapkan, sedang objek yang tidak

mengalami peristiwa disensor.

3. Tipe III, jika waktu awal dan waktu berhentinya observasi dari objek berbeda-

beda. Sensor tipe III ini sering disebut sebagai random-censored.

2.6.2 Fungsi Kesintasan dan fungsi Hazard

Pada analisis kesintasan ada dua hal yang mendasar yaitu fungsi kesintasan

dan fungsi Hazard. Fungsi kesintasan merupakan dasar dari analisis ini, karena

meliputi probabilitas kesintasan dari waktu yang berbeda-beda yang memberikan

informasi penting tentang data kesintasan.

Secara teori, fungsi kesintasan dapat digambarkan dengan kurva mulus dan

memiliki karakteristik sebagai berikut (Kleinbaum dan Klein, 2005):

1. Tidak meningkat, kurva cenderung menurun ketika 𝑡 meningkat

2. Untuk 𝑡=0,𝑆 𝑡 =𝑆 0 =1 adalah awal dari penelitian, karena tidak ada objek yang

mengalami peristiwa, probabilitas waktu kesintasan 0 adalah 1

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

20

3. Untuk 𝑡=∞,𝑆 𝑡 =𝑆 ∞ =0; secara teori, jika periode penelitian meningkat tanpa

limit maka tidak ada satu pun yang bertahan sehingga kurva kesintasan

mendekati nol

Gambar 2.2 Kurva Fungsi Kesintasan

Berbeda dengan fungsi kesintasan yang fokus pada tidak terjadinya

peristiwa, fungsi Hazard fokus pada terjadinya peristiwa. Oleh karena itu fungsi

Hazard dapat dipandang sebagai pemberi informasi yang berlawan dengan fungsi

kesintasan.

Sama halnya dengan kurva fungsi kesintasan, kurva fungsi Hazard juga

memiliki karakteristik, yaitu (Kleinbaum dan Klein, 2005):

1. Selalu nonnegatif, yaitu sama atau lebih besar dari nol

2. Tidak memiliki batas atas

Selain itu fungsi Hazard juga digunakan untuk alasan:

1. Memberi gambaran tentang keadaan failure rate

2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

21

3. Membuat model matematik untuk analisis kesintasan biasa

Gambar 2.3 Kurva Fungsi Hazard

2.7 Life table

Metode Life Table adalah metode yang umum digunakan dalam analisis

kesintasan. Tabel ini bisa dianggap sebagai tabel frekuensi distribusi, dimana distribusi

dari survival time dibagi menjadi beberapa interval. Pada masing-masing interval tersebut

dihitung jumlah proporsi dari objek yang hidup dari keseluruhan sampel dan proporsi dari

kejadian yang janggal dalam rentang interval tersebut. Adapun komponen life table adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.2 Komponen Life Table

No. Komponen Formula

1. Interval start time (x)

2. Number entering interval (nx) n(x+1) =nx-wx-dx

3. Number withdrawal (wx)

4. Number exposed to risk (n’x) n’x = nx -1/2wx

5. Number terminal events (dx)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

22

6. Proportion terminating (qx) qx=dx/n’x

7. Proportion surviving (px) px=1-qx

8. Cum. proport. surviving (Lx) Lo=px

Lx=L(x-t) x px

9. Probability density =dx/(t x n’x)

10. Hazard Ade = dx/{t x (nx+nx+1)/2}

Akan dapat dilihat bahwa komponen yang berubah pada life table hanya pada

sampel awal, dan jumlah sampel yang mencapai end point dan tersensor pada tiap interval.

Adapun dari komponen tersebut yang dilihat adalah Lx sebagai pembentuk fungsi kurva

kesintasan, density, dan Hazard.

2.8 Kaplan-Meier

Kaplan-Meier merupakan suatu metode untuk membuat tabel dan grafik fungsi

harapan hidup (survival function) atau fungsi kematian kasar (hazard function) untuk lama

waktu terjadinya suatu kondisi yang diteliti dari saat pengamatan dimulai (time to event

data). Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Kaplan dan Meier (1985) untuk

menganalisis harapan hidup untuk periode waktu tertentu dari sebuah penelitian kohort

atau eksperimental (follow-up study).

Analisis Kapaln-Meier digunakan untuk menganalisis perbedaan survival time

dua kelompok atau lebih dengan asumsi variasi survival time hanya ditentukan oleh faktor

waktu dan tidak dipengaruhi oleh variabel perancu atau covariate (Widarsa, 2014).

2.9 Uji Log Rank

Menurut (Peto & Peto) asumsi yang sedikit berbeda dalam jumlah data dari yang

diobservasi dan analisis kesintasan disebut Log Rank. Uji Log Rank digunakan untuk

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

23

melihat kesesuaian atau ketidak sesuaian diantara grup 1 dan grup 2 dalam analisis

kesintasan . Caranya adalah dengan membandingkan estimasi Hazard function dari grup

yang diobservasi dalam waktu tertentu. Uji Log Rank diperluas untuk analisis stratifikasi,

sebagai contoh, pengaruh variabel prognostik yang patut diperhitungkan, dan untuk

membandingkan 3 kelompok atau lebih (Machin dkk, 2006).

2.10 Cox Regression

Model regresi Cox diperkenalkan oleh D.R. Cox (1972) dan pertama kali

diterapkan pada data kesintasan. Pada model tersebut variabel peyerta dimasukkan dalam

model sebagai variabel bebas dan waktu kesintasan sebagai variabel tak bebas. Dengan

menerapkan model regresi Cox, maka akan diketahui bentuk hubungan antar variabel

(Kontz and Johnson, 1982).

Model regresi ini dikenal juga dengan istilah Proportional Hazard Model karena

asumsi proporsional pada fungsi Hazardnya. Secara umum, model regresi Cox

dihadapkan pada situasi dimana kemungkinan kegagalan individu pada suatu waktu yang

dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel penjelas. (Collet, 1994)

Hazard (h) dalam regresi survival adalah risiko terjadinya endpoint (kematian)

pada periode waktu berikutnya berdasarkan baseline pada awal periode tersebut (Widarsa,

2015). Hazard Ratio adalah perbandingan hazard kelompok terpapar dengan kelompok

tidak terpapar. Bila variabel X adalah variabel paparan dengan kategori 1=terpapar dan

0=tidak terpapar, maka penghitungan HR dapat dilakukan dengan cara berikut (Widarsa,

2014).

𝐻𝑅 = ℎ𝑎𝑧𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑘𝑙𝑝 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟

ℎ𝑎𝑧𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑘𝑙𝑝 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟=

ℎ0(𝑡) × 𝑒𝑥𝑝(𝛽)

ℎ0(𝑡) × 𝑒𝑥𝑝(0)= 𝒆𝒙𝒑(𝜷)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak - sinta.unud.ac.id II.pdf · 8 Gejala katarak dini dapat diperbaiki dengan kacamata baru, pencahayaan yang terang, kacamata anti-silau, atau lensa

24

Dari perhitungan tersebut dapat diringkas, bahwa HR dari variabel paparan (X)

adalah sama dengan expotensial koefisien regresi () dari varaiabel paparan (X) tersebut.

Jadi, HR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

𝑯𝑹 = 𝒆𝒙𝒑(𝜷)

Note:

HR > 1, artinya variabel bebas meningkatkan risiko

HR = 1, artinya variabel bebas tidak berpengaruh

HR < 1, artinya variabel bebas menurunkan risiko.