Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Emperik
Penggalian wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya
memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus membedakan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Kajian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah dipublikasikannya pada
beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian terdahulu yang
dipergunakan antara lain:
Kalam Jihad (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh gaya
kepemimpinan kepala ruangan dan disiplin kerja terhadap kinerja staf perawat di
RSUD Buntok Kalimantan Tengah”. Latar belakang penelitian ini menguraikan
tentang pemimpin yang harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa
seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu
membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja
perawat. Tujuan penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu pertama untuk mengetahui gaya
kepemimpinan kepala ruangan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf
RSUD Buntok Kalimantan Tengah. Kedua mengetahui motivasi kerja
berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan
Tengah. Ketiga mengetahui gaya kepemimpinan kepala ruangan dan displin
kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan
Tengah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu menggali data
berdasarkan perhitungan statistik. Setting penelitian dilakukan di RSUD Buntok
Kalimantan Tengah terhadap staf perawat yang bekerja di rumah sakit tersebut.
11
12
Jumlah perawat yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang
dengan teknik pengambilan data sampel menggunakan instrumen kuesioner
yang diberikan kepada perawat yang menjadi responden penelitian.Teknik
analisis data yang digunakan untuk menjawab hasil dari penelitian ini adalah
analisis deskriptif, statistik dan regresi ganda. Hasil penelitian didapatkan ada
pengaruh secara parsial antara gaya kepemimpinan dan disiplin kerja dengan
kinerja staf perawat yang bekerja di RSUD Buntok Kalimantan Tengah.
Fahmi (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis pengaruh
gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai SPBU
Pandanaran Semarang”. Latar belakang menguraikan tentang kurang adanya
peranan kepemimpinan dalam menciptakan komunikasi yang harmonis serta
memberikan pembinaan pegawai, akan menyebabkan tingkat kinerja pegawai
rendah. Demikian halnya dengan kurangnya motivasi pegawai seperti tidak
disiplin masuk kerja, malas-malasan dalam bekerja akan menyebabkan kinerja
pegawai rendah. Hal ini terlihat pada SPBU 44.502.05 atau yang lebih dikenal
dengan nama SPBU Pandanaran yang terletak di kota Semarang bahwa tingkat
kinerja belum optimal dikarenakan dalam praktek dilapangan pihak SPBU kurang
memberikan komunikasi yang harmonis di antara pimpinan dengan bawahan,
serta kurangnya motivasi yang diberikan yang menyebabkan semangat pegawai
rendah dan berakibat menurunkan kinerja pegawai. Tujuan penelitian ada 3 (tiga)
yaitu Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
gaya kepemimpinan yang diberikan terhadap kinerja pegawai, untuk mengetahui
apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja yang
diberikan terhadap kinerja pegawai dan untuk mengetahui berapa besarnya
pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai.
Penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu mendata keseluruhan populasi
yang ada dengan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 52 orang
13
pegawai. Pengumpulan data responden penelitian menggunakan teknik
observasi dan wawancara langsung. Teknik analisis data dan pengujian hipotesis
menggunakan Uji Hipotesis dengan Analisis Regresi dan Korelasi yaitu untuk
melihat seberapa besar pengaruh dan hubungan kedua variabel bebas terhadap
variabel terikat, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama. Hasil penelitian
didapatkan (1) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan rendah antara
variabel Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja (ry1=0,434). Pengaruh Gaya
Kepemimpinan terhadap Kinerja rendah. Hanya 18,83% dari Kinerja ditentukan
oleh Gaya Kepemimpinan, sedangkan sisanya sebesar 81,17% ditentukan oleh
faktor lain. (2) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara
variabel Motivasi Kerja dengan Kinerja (ry2=0.617). Pengaruh Motivasi Kerja
terhadap Kinerja kuat. Hanya 38,06% dari Kinerja ditentukan oleh Motivasi Kerja,
sedangkan sisanya sebesar 61,94% ditentukan oleh faktor lain. (3) Terdapat
hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara variabel Gaya
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama dengan Kinerja
(R=0,664). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-
sama terhadap Kinerja kuat. Hanya 44,08% dari Kinerja ditentukan oleh Gaya
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama, sedangkan sisanya
sebesar 55,92% ditentukan oleh faktor lain.
Penelitian Maryanto (2013) melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat di
rumah sakit swasta di Demak”. Latar belakang menguraikan kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Kepuasan kerja perawat merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber
daya manusia. Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi sikap pimpinan
dalam kepemimpinannya. Hasil survey awal tahun 2010 terdapat 6 tenaga
keperawatan keluar dari Rumah Sakit Swasta di Demak dan BOR turun 25 %
14
dari tahun sebelumnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan
gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat di rumah sakit
swasta di Demak. Metode penelitian adalah jenis penelitian ini adalah analitik
korelasional dengan desain cross sectional, teknik sampling yang digunakan
pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 43
responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Uji statistik yang
digunakan adalah chi square dengan taraf signifikan 5%. Hasil penelitian adalah
menunjukkan ada hubungan yang signifikan gaya kepemimpinan kepala ruang
dengan kepuasan kerja perawat dengan p – value 0,005. Kesimpulan adalah
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala ruang dalam
menampilkan gaya kepemimpinannya sehingga terwujud kepuasan kerja para
anggotanya.
Penelitian Diantari (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
gaya kepemimpinan, dan motivasi terhadap disiplin kerja karyawan pada PT
Bank Tabungan Negara (persero), Tbk Cabang Denpasar”. Dari latar belakang
masalah menguraikan tentang disiplin merupakan faktor yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja karyawan di suatu perusahaan. Untuk meningkatkan
disiplin haruslah diteliti terlebih dahulu faktor-faktor apa yang mempengaruhi
disiplin. Tujuan dari penelitian ini ialah mencari pengaruh gaya kepemimpinan
serta motivasi terhadap disiplin kerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di Bank
BTN kantor Cabang Denpasar dengan mengambil sampel dengan metode
sampel jenuh yaitu berjumlah 75 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
pemberian kuisioner, melakukan wawancara, serta observasi. Penelitian ini
menggunakan teknis analisis regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan
bahwa ada pengaruh positif secara simultan antara gaya kepemimpinan dan
motivasi terhadap disiplin kerja karyawan. Secara parsial hasil analisis
menunjukan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap disiplin dan
15
motivasi berpengaruh positif terhadap disiplin. Dalam meningkatkan disiplin
karyawan maka penting bagi perusahaan untuk memperhatikan faktor gaya
kepemimpinan dari pimpinan perusahaan itu sendiri. Selain itu pemenuhan
kebutuhan karyawan dalam rangka memotivasi karyawan juga sebaiknya
diperhatikan agar disiplin kerja karyawan juga meningkat.
Keterkaitan atau relevansinya dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis adalah adanya kesamaan menganalisis gaya kepemimpinan, motivasi
kerja, disiplin kerja dan kinerja dalam rangka mencapai tujuan yang optimal untuk
mencapai suatu tujuan organisasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu yang sudah diuraikan di atas adalah pada waktu dan tempat
dilakukakannya penelitian serta jumlah responden yang menjadi sampel dalam
penelitian ini.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Gaya Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena
adanya keterbatasan keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah
timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan
didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi
orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan persepsi mengenai
pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan
seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh
bawahannya. Kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten
dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku
seseorang. Kepemimpinan yang menunjukkan secara langsung maupun
16
tidak langsung tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap
kemampuan bawahannya (Veithzal, 2006).
Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan
organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai
tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi
perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya
kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi
sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang
sering diterapkan seorang.pemimpin karena ia mencoba mempengaruhi
kinerja bawahannya (Tampubolon (2007).
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh
seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini
dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam
memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin
pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan.
Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi
menjadi amat penting kedudukannya (Thoha, 2010).
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam
organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja
yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga
diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Prasetyo (2008),
gaya kepemimpinan merupakan bentuk perilaku yang dapat dibuat
mengintegrasikan tujuan dengan tujuan individu, maka gaya
17
kepemimpinan merupakan norma perilaku seseorang yang dipergunakan
untuk mempengaruhi orang lain sesuai dengan keinginannya.
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah
mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah
yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari
banyaknya literatur yang mengkaji tentang leadership dengan berbagai
sudut pandang atau perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak
saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana
dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari
ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002).
Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut
pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya
beberapa kesamaan. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono,
2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi
orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-
tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut (Young dalam Kartono, 2003), Pengertian
Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan
pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat
sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki
keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Moejiono (2002)
memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat
pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas
tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori
18
sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang
leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak
langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan
keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,
bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku
bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan
organisasi atau kelompok.
2. Macam-macam gaya kepemimpinan
Menurut Umam (2010), ada lima jenis gaya kepemimpinan:
a. Gaya kepemimpinan autoratis, seorang pemimpin memiliki wewenang
(authority) dari suatu sumber, pengetahuan, kekuatan atau kekuasaan
untuk memberikan penghargaan ataupun menghukum. Ia
menggunakan authority ini sebagai pegangan atau hanya sebagai alat
atau metode agar sesuatunya dapat dijalankan serta diselesaikan.
b. Gaya kepemimpinan birokratik, kepemimpinan ini dijalankan dengan
menginformasikan kepada para anggota dan bawahannya dapat
bagaimana sesuatu itu harus dilaksanakan. Akan tetapi dasar-dasar
dari gaya kepemimpinan ini hampir sepenuhnya menyangkut
kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan peraturan-peraturan yang
terkandung dalam organisasi.
c. Gaya kepemimpinan diplomatis, pada gaya ini dapat dikatakan bahwa
seorang pemimpin yang diplomat adalah juga seorang seniman, yang
melalui seninya berusaha melakukan persuasi secara pribadi. Jadi,
sekalipun ia memiliki wewenang atau kekuasaan yang jelas, ia kurang
19
suka mempergunakan kekuasaannya itu. Ia lebih cenderung memilih
cara menjual sesuatu (motivasi) kepada bawahannya dan mereka
menjalankan tugas pekerjaannya dengan baik.
d. Gaya kepemimpinan partisipatif yaitu pemimpin yang selalu mengajak
secara terbuka kepada anggota atau bawahannya untuk berpartisipasi
atau mengambil bagian secara aktif, baik secara luas atau dalam
batas-batas tertentu dalam pengambilan keputusan.
e. Gaya kepemimpinan free leinleader . Dalam gaya kepemimpinan ini,
pemimpin seakan-akan menunggang kuda yang melepaskan kedua
kendali kudanya. Walaupun demikian, pemimpin dalam gaya ini
bukanlah seorang pemimpin yang benar-benar memberikan
kebebasan kepada anggota ataupun bawahannya untuk bekerja tanpa
pengawasan sama sekali. Hal yang dilakukan pemimpin tersebut
adalah menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh anggota atau
bawahannya untuk bebas bekerja dan bertindak tanpa pengarahan
atau kontrol lebih lanjut apabila mereka memintanya. Pendapat lain
dikemukakan dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang
dikembangkan oleh Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki,
2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih
tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang
mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga
bisa dicapai dengan usaha yang serius.
Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan
tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang
berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal
dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana
persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat
20
gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku
pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan
jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan
dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan
penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan.
Griffin dan Albert (1995) mengemukakan 3 gaya kepemimpinan yaitu:
a. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan
kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala
pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin
yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan
tugas yang telah diberikan.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang
memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada
permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim
yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin
memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab
para bawahannya.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana
para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan
penyelesaian masalah yang dihadapi.
3. Empat Dasar Kepemimpinan Efektif
a. Penentuan Tujuan
Seorang pemimpin harus memastikan dari awal bahwa semua
anggota teamnya memahami maksud dan tujuan organisasi. Apa visi
21
dan misi organisasi harus sudah terinternalisasi di diri masing-masing
anggota. Inilah salah satu alasan kenapa banyak di dinding-dinding
kantor perusahaan kita jumpai figura bertuliskan Visi, Misi, dan
Kebijakan Mutu perusahaan tersebut. Karena top management
menginginkan semua yang terlibat di organisasinya tahu arah dan
tujuan organisasinya. Team tidak akan kehilangan arah dalam
memacu roda organisasi dengan adanya fase penentuan tujuan ini di
awal. Inilah fase mendasar dalam organisasi, dan pemimpin efektif
terbiasa melaksanakannya.
b. Komunikasi
Semua kebijakan, keputusan, informasi atau berita apapun
yang dibuat oleh top management terkait kebaikan perusahaan harus
dikomunikasikan dengan baik kepada semua anggota team. Banyak
media yang bisa digunakan untuk menyampaikannya. Pemimpin biasa
dalam mengomunikasikan sesuatu kepada teamnya tentu sudah
terbiasa menggunakan media email, notes, memo dinas, chat-group,
atau internal communication tools lainnya. Dan bagi pemimpin efektif,
media-media itu saja tidak cukup. Ada banyak alasan dari pemimpin
efektif, kenapa media itu saja tidak cukup. Salah satunya adalah, tidak
semua karyawan dalam teamnya mau membaca. Membaca pun,
belum tentu semua mendapat pemahaman yang sama. Karena itu
pemimpin efektif akan membuat cara komunikasi yang lebih „intim‟.
Man-to-man communication. Dia akan temui langsung teamnya, dan
memastikan setiap anggota teamnya memahami apa yang
dikomunikasikannya tersebut.
22
c. Kepercayaan
Komunikasi yang efektif didasari dengan adanya saling percaya
antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut, dalam hal
ini antara leader dengan bawahannya. Penentuan arah tujuan
organisasi sudah dibuat, kemudian dikomunikasikan dan
komunikasinya dibangun di atas kepercayaan. Bagaimana mungkin
bawahan bisa menerima dan mengikuti instruksi atasan bila
bawahannya tidak „percaya‟ kepada leadernya. Prinsip ini sangat
dipahami oleh pemimpin efektif.
d. Akuntabilitas (Pertanggung Jawaban)
Dasar keempat adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas.
Banyak pemimpin yang akhirnya gagal menjalankan beberapa proyek
karena melalaikan dasar ini. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mencari
siapa yang bersalah atas kegagalan organisasi, tapi ditujukan untuk
menuntut pertanggungjawaban dari semua orang yang terlibat dalam
organisasi tersebut. Prinsip ini memunculkan kaidah check-list;
monitoring.
2.2.2 Motivasi kerja
1. Pengertian Motivasi Kerja
Istilah motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti
dorongan atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana
cara mengarahkan daya dan potensi agar bekerja mencapai tujuan
yang ditentukan (Hasibuan, 2006). Pada dasarnya seorang bekerja
karena keinginan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan keinginan
pada diri seseorang dengan orang yang lain berbeda sehingga
perilaku manusia cenderung beragam di dalam bekerja.
23
Menurut Vroom dalam Ngalim Purwanto (2006), motivasi
mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu
terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki.
Kemudian John P. Campbell, dkk mengemukakan bahwa motivasi
mencakup didalamnya arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan
respons, dan kegigihan tingkah laku. Di samping itu, istilah tersebut
mencakup sejumlah konsep dorongan (drive), kebutuhan (need),
rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan (reinforcement),
ketetapan tujuan (goalsetting), harapan (expectancy), dan sebagainya.
Menurut Hamzah (2008), kerja adalah sebagai (1) aktivitas
dasar dan dijadikan bagian esensial dari kehidupan manusia, (2) kerja
itu memberikan status, dan mengikat seseorang kepada individu lain
dan masyarakat, (3) pada umumnya wanita atau pria menyukai
pekerjaan, (4) moral pekerja dan pegawai itu banyak tidak mempunyai
kaitan langsung dengan kondisi fisik maupun materiil dari pekerjaan,
(5) insentif kerja itu banyak bentuknya, diantaranya adalah uang.
Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi
dan lingkungan kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau
lembaga. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan memang sering
dikaitkan dengan motivasi kerja. Pada dasarnya manusia selalu
menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong atau
penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari
harapan yang akan diperoleh mendatang jika harapan itu menjadi
kenyataan maka seseorang akan cenderung meningkatkan motivasi
kerjanya.
Berdasarkan beberapa definisi dan komponen pokok diatas
dapat dirumuskan motivasi merupakan daya dorong atau daya gerak
24
yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada suatu
perbuatan atau pekerjaan.
2. Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
menurut Hasibuan (2006), yaitu:
a. Motivasi positif (insentif positif), manajer memotivasi bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi
baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan
meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima
yang baik-baik saja.
b. Motivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahan
dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjanya
kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini
semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat,
karena takut dihukum.
3. Tujuan Motivasi
Tingkah laku bawahan dalam suatu organisasi seperti sekolah
pada dasarnya berorientasi pada tugas. Maksudnya, bahwa tingkah
laku bawahan biasanya didorong oleh keinginan untuk mencapai
tujuan harus selalu diamati, diawasi, dan diarahkan dalam kerangka
pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakan
atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2006).
25
Sedangkan tujuan motivasi dalam Hasibuan (2006)
mengungkapkan bahwa:
a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
d. Meningkatkan kedisiplinan absensi karyawan.
e. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
2.2.3 Disiplin kerja
Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik
tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan. Disiplin kerja
pada dasarnya selalu diharapkan menjadi ciri setiap sumber daya
manusia dalam organisasi, karena dengan kedisplinan organisasi
akan berjalan dengan baik dan bisa mencapai tujuannya dengan
baik pula (Setiyawan dan Waridin, 2006).
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer
untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk
mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku (Veithzal Rivai
dan Ella Jauvani, 2009).
Siagian (2004) mengemukakan bahwa disiplin karyawan dalam
manajemen sumber daya manusia berangkat dari pandangan bahwa
tidak ada manusia yang sempurna, lepas dari kesalahan dan
kekhilafan. Jadi disiplin karyawan adalah suatu bentuk pelatihan
26
karyawan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan
,sikap dan perilaku karyawan sehingga perilaku karyawan tersebut
secara sukarela berusaha bekerja secara koperatif dengan para
karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerja.
Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa disiplin kerja
merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai
dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila
melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya.
Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin
kerjamenurut Siagian (2004) yaitu Disiplin retributive (retributive
discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.
Disiplin korektif (corrective discipline) yaitu berusaha membantu
karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat. Perspektif hak-
hak individu (individual rightperspective) yaitu berusaha melindungi
hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner. Perspektif
utilitarian (utilitarian perspective) yaitu berfokus kepada penggunaan
disiplin hanya pada saat konsekuensi tindakan disiplin melebihi
dampak-dampak negatifnya.
Disiplin kerja dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu besar
kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan
dalam perusahaan, ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam
perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan,
keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, ada tidaknya
pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada karyawan,
diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
(Singodemedjo dalam sutrisno, 2009). Ada beberapa tingkat dan jenis
sanksi pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu
27
organisasi yaitu sanksi pelanggaran ringan, sedang dan berat. Sanksi
pelanggaran ringan meliputi teguran lisan, teguran tertulis dan
pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi pelanggaran sedang
meliputi penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, dan penundaan
kenaikan jabatan. Sanksi pelanggaran berat meliputi penurunan
pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dan pemecatan
(Rivai dan Ella, 2009).
Indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang
dalam suatu organisasi, diantaranya tujan dan kemampuan adalah
tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan yang harus
sesuai dengan pegawai yang bersangkutan. Kemudian, teladan
pemimpin yaitu pimpinan yang dijadikan teladan dan panutan oleh
bawahannya. Balas jasa adalah pemberian balas jasa yang dibayarkan
oleh pegawai berdasarkan pekerjaan yang telah diselesaikan.
Selanjutnya adalah keadilan yaitu tidak membedakan pegawai yang
satu dengan yang lain karena instansi melakukan keadilan terhadap
semua pegawai. Sanksi hukuman hendaknya bersifat mendidik dan
menjadi alat motivasi untuk memeilhara kedisiplinan dalam
perusahaan. Kemudian ketegasan adalah pimpinan menegur dan
menghukum setiap karyawan setiap karyawan dapat mewujudkan
kedisiplinan yang baik dalam perusahaan. Hubungan kemanusiaan
adalah hubungan yang harmonis diantara sesama karyawan, ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan
(Hasibuan, 2006).
Disiplin perlu untuk mengatur tindakan kelompok, dimana setiap
anggotanya harus mengendalikan dorongan hatinya dan bekerja sama
demi kebaikan bersama. Dengan kata lain, mereka harus secara sadar
28
tunduk pada aturan perilaku yang diadakan oleh kepemimpinan
organisasional, yang ditujukan pada tujuan yang hendak dicapai.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong
gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan..
Guna mewujudkan tujuan perusahaan, yang pertama harus segera
dibangun dan ditegakkan diperusahaan adalah kedisiplinan karyawan.
Jadi, kedisiplinan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan
dalam mencapai tujuan.
2.2.4 Kinerja perawat
1. Pengertian kinerja
Istilah prestasi kerja atau kinerja merupakan pengalih
bahasaan dari kata performance. Menurut Bernardi dan Russel
(dalam Ramli, 2008: 212) definisi performance adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu. Prestasi menekankan pengertian sebagai hasil atau apa
yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi
mereka pada organisasi.
Kinerja sebagai hasil–hasil fungsi pekerjaan/kegiatan
seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam
periode waktu tertentu (Pabundu, 2006). Sedangkan Mangkunegara
(2009) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Prawirosentono, kinerja atau performance adalah usaha
29
yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing–masing dalam rangka
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika
(Usman,2011).
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit
memegang peranan penting dalam upaya mencapai tujuan
pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan kesehatan
bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas bagi pasien (Potter & Perry, 2005).
Hal ini terkait dengan keberadaan perawat yang bertugas selama
24 jam melayani pasien, serta jumlah perawat yang mendominasi
tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar 40–60%. Oleh
karena itu, rumah sakit haruslah memiliki perawat yang berkinerja
baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat
tercapai kepuasan pelanggan atau pasien (Swansburg, 2000 dalam
Suroso, 2011). Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam
mengimplementasikan sebaik–baiknya suatu wewenang, tugas dan
tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok
profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Kinerja
perawat sebenarnya sama dengan prestasi kerja diperusahaan.
Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar obyektif yang
terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan
dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu
untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Faizin dan
Winarsih, 2008).
30
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Pabundu (2006) terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan, yaitu:
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan
kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, sifat–sifat
seseorang, meliputi sikap, sifat–sifat kepribadian, sifat fisik,
keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel
personal lainnya.
b. Faktor eksternal yaitu faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan yang berasal dari lingkungan, meliputi peraturan
ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, kondisi
ekonomi, kebijakan organisasi, kepemimpinan, tindakan–
tindakan rekan kerja jenis latihan dan pengawasan, sistem upah
dan lingkungan sosial.
Karakteristik individu yang berhubungan dengan kinerja
perawat adalah pendidikan, pelatihan, promosi, jenjang karir, lama
bekerja, sistem penghargaan, gaji, tunjangan, insentif dan bonus.
Hasil penelitian Daryanto, (2008) menunjukkan bahwa sistem
penghargaan yang paling dominan berhubungan dengan kinerja
adalah gaji dan pengakuan. Isesreni, (2009) tingkat pendidikan
perawat mempengaruhi kinerja perawat, dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status
perkawinan, serta lama bekerja perawat dengan kinerja perawat.
31
Baik buruknya kinerja seorang perawat dapat dipengaruhi
oleh faktor, seperti kepuasaan kerja, motivasi, lingkungan kerja dan
budaya organisasional (Edy, 2008). Dalam sebuah organisasi
elemen yang paling penting adalah kepemimpinan. Kepemimpinan
merupakan kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk
bekerja sama sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu
tujuan umum (Suarlidan Bahtiar, 2009). Di tambah lagi supervisi
dan kapasitas pekerjaan atau beban kerja juga dapat
mempengaruhi kinerja karyawan.
Supervisi merupakan segala bantuan dari pimpinan/
penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk
perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan. Selain itu, perawat pelaksana akan
mendapat dorongan positif sehingga mau belajar dan meningkatkan
kemampuan profesionalnya. Dengan kemauan belajar, secara tidak
langsung akan meningkatkan kinerja perawat. sedangkan kapasitas
pekerjaaan adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing
pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Suyanto, 2009).
Peningkatan pelayanan keperawatan dapat diupayakan
dengan meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan peningkatan
pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan
peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan.
Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar
perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Menciptakan
suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan
yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin. Pemimpin tersebut
harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang
32
memiliki motivasi yang berbeda–beda (Sugijati, dkk; 2008). Mulia
Nasution (1994 dalam Riyadi, 2011) mengemukakan bahwa
seorang pemimpin harus mengembangkan suatu sikap dalam
memimpin bawahannya. Suatu sikap kepemimpinan dapat
dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dibentuk untuk
diselaraskan dengan kepentingan–kepentingan organisasi dan
karyawan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance
appraisal, performance evaluation, development review,
performance review anddevelopment. Penilaian kinerja merupakan
kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, penilaian
kinerja harus berpedoman pada ukuran–ukuran yang telah
disepakati bersama dalam standar kerja (Usman, 2011). Penilaian
kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai
dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku.
Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin
tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja
merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat
dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas.
Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif
dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan
jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat
manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk
mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing
perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat
33
yang berkompeten (Nursalam, 2008). Proses penilaian kinerja
dengan langkah–langkah sebagai berikut: mereview standar kerja,
melakukan analisis jabatan, mengembangkan instrument penilaian,
memilih penilai, melatih penilai, mengukur kinerja, membandingkan
kinerja aktual dengan standar, mengkaji hasil penilaian,
memberikan hasil penilaian, mengaitkan imbalan dengan kinerja,
membuat rencana–rencana pengembangan dengan menyepakati
sasaran–sasaran dan standar–standar kinerja masa depan (Usman,
2011).
Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui tingkat
efektivitas dan efisiensi atau tingkat keberhasilan atau kegagalan
seorang pekerja/karyawan atau tim kerja dalam melaksanakan
tugas/jabatan yang menjadi tanggung jawabnya. (Nawawi, 2006).
Sedangkan menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja
yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan
pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan
pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber
daya manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan
umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program
pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna,
34
sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan
tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa
depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi
kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang
baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk
mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain
yangada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga
dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
4. Model dan Metode Penilaian Kinerja
Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja yaitu:
a. Penilaian sendiri
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum
digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu.
Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian
sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh
atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari individu itu
sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang
sumber daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian
kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku
kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila
personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil
karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas
organisasi. Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah
faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio
demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian
35
tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi
hal yang patut diperhatikan.
b. Penilaian atasan
Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal
biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi,
penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau
atasan langsung.
c. Penilaian mitra
Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan
oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja.
Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok
dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh
komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya
lebih ditujukan untuk pengembangan personal dibandingkan
untuk evaluasi.
d. Penilaian bawahan
Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan
dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal.
Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi,
menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini
kurang mendapat dukungan, program penilaian bawahan
terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian
kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk
dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas
kemampuan manajemen mereka.
36
Menurut Lumban raja dan Nizma, (2010), metode penilaian
prestasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Metode yang berorientasi pada masa lalu
a. Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala
prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah baku.
b. Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi
pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan.
c. Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan
catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu
tertentuyang dinyatakan dalam perilaku positif dan negatif.
d. Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan
langsung meninjau lapangan.
e. Performance Test and Observation: Penilaian prestasi
kerjadapat dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.
f. Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan
dengan membandingkan prestasi kerja seorang karyawan
dengan karyawan lain.
2. Metode yang berorientasi pada masa depan
a. Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi
diri adalah untuk melanjutkan pengembangan diri.
b. Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh
seorang psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi
karyawan.
c. Management By Objectives: Pengukuran berdasarkan pada
tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara
karyawan dan atasannya.
37
d. Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi,
tergantung pada tipe berbagai penilai.
5. Standar Kinerja
Standar pekerjaan adalah sejumlah kriteria yang menjadi
ukuran dalam penilaian kinerja, yang dipergunakan sebagai
pembanding cara dan hasil pelaksanaan tugas–tugas dari suatu
pekerjaan/jabatan (Nawawi, 2011).Timpe (1988, dalam Usman
2011) menyatakan bahwa standar kinerja dapat dibuat untuk setiap
individu dengan berpedoman pada uraian jabatan. Proses penulisan
standar dimulai ketika pengawas dan pegawai mendiskusikan
pekerjaan. Langkah pertama meliputi penulisan semua tugas dan
tanggung jawab karyawan. Pegawai juga mempertimbangkan
pemahamannya tentang harapan-harapan utama yang mungkin
dimiliki pengawas. Setelah menyelesaikan proses penulisan,
penyuntingan dan integrasi, standar kinerja yang disepakati untuk
dituliskan dan dapat dikuantifikasikan atau diukur dan dicapai.
6. Standar Penilaian Kinerja Perawat
Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah
pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan
untuk menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada
pasien. Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan
melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan
melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam
menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan
standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar
38
praktek keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan
Perawat Nasional Indonesi) (2000) yang mengacu dalam tahapan
proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa
keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.
a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan
data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria
pengkajian keperawatan, meliputi:
1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, obser
vasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait,
tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
a).Status kesehatan klien masa lalu b).Status kesehatan
klien saat ini c).Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d).Respon terhadap terapi e).Harapan terhadap tingkat
kesehatan yang optimal f). Resiko-resiko tinggi masalah
b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan Perawat menganalisa data
pengkajian untuk merumuskan dignosa keperawatan. Adapun
kriteria proses:
1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data,
identikasi masalah klien,dan perumusan diagnose
keperawatan.
2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab
(E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari Masalah dan
Penyebab ( PE).
39
3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosa keperawatan.
4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa
berdasarkan data terbaru.
c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan Perawat membuat
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,meliputi:
1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah,
tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.
2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana
tindakan
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi
kesehatan klien.
4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai
konsep keterampilan asuhan diri serta membantu klien
memodifikasi lingkungan yang digunakan.
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan
keperawatan berdasarkan respon klien.
d. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan Perawat mengevaluasi
kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Adapun kriteria prosesnya:
1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
40
3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman
sejawat.
4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi
rencana asuhan keperawatan.
5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi
perencanaan.
2.3 Hubungan antara variable yang diteliti
2.3.1 Hubungan antara Kepemimpinan dan Kinerja
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok. Dalam suatu organisasi, factor kepemimpinan memegang
peranan penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan
mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan
tugas yang tidak mudah.
Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat diciptakan
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
skill, wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya
mencapai tujuan atau harapan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Kalam Jihat (2012) dalam penelitiannya memasukkan gaya
kepemimpinan dan kinerja karyawan sebagai variable. Hasil analisis
menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja karyawan.
41
2.3.2 Hubungan antara Motivasi dan Kinerja
Menurut Vroom dalam Ngalim Purwanto (2006), motivasi mengacu
kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap
bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Kemudian John P.
Campbell, dkk mengemukakan bahwa motivasi mencakup didalamnya arah
atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons, dan kegigihan tingkah laku. Di
samping itu, istilah tersebut mencakup sejumlah konsep dorongan (drive),
kebutuhan (need), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan
(reinforcement), ketetapan tujuan (goalsetting), harapan (expectancy), dan
sebagainya.
Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja,
sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat
kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang jika
harapan itu menjadi kenyataan maka seseorang akan cenderung
meningkatkan motivasi kerjanya.
Penelitian Fahmi (2009) menganalisa bahwa kurangnya motivasi
pegawai seperti tidak disiplin masuk kerja, malas-malasan dalam bekerja
akan menyebabkan kinerja pegawai rendah.
2.3.3 Hubungan antara Disiplin Kerja dan Kinerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah
suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran
dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma yang berlaku (Veithzal Rivai dan Ella Jauvani, 2009). Disiplin
karyawan adalah suatu bentuk pelatihan karyawan yang berusaha
memperbaiki dan membentuk pengetahuan ,sikap dan perilaku karyawan
42
sehingga perilaku karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja
secara koperatif dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi
kerja. Kedisiplinan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam
mencapai tujuan.