50
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi. Farmasi Komunitas adalah area praktik farmasi di mana obat dan produk kesehatan lainnya dijual atau disediakan langsung kepada masyarakat secara eceran, baik melalui resep dokter maupun tanpa resep dokter (FIP, 1998). Di Indonesia dikenal dengan nama Apotek, merupakan tempat menjual dan kadang- kadang membuat atau meramu obat . Apotek juga merupakan tempat apoteker melakukan praktik profesi farmasi sekaligus menjadi peritel (Anonim, 2011 a ). Sejalan dengan perkembangan bidang kefarmasian, definisi apotek mengalami beberapa kali perubahan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu, di mana dilakukan usaha- usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 huruf e dan pasal 3 huruf b Undang-undang No. 7 tahun 1963 tentang Farmasi (Presiden RI, 1965). Selanjutnya PP No. 26 tahun 1965 diubah melalui PP No. 25 tahun 1980 dan definisi apotek berubah menjadi suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Presiden RI, 1980). Terakhir dengan diterbitkannya PP No. 51 tahun 2009 definisi apotek berubah menjadi sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Presiden RI, 2009). Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

  • Upload
    others

  • View
    27

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmasi Komunitas

2.1.1 Definisi.

Farmasi Komunitas adalah area praktik farmasi di mana obat dan produk

kesehatan lainnya dijual atau disediakan langsung kepada masyarakat secara

eceran, baik melalui resep dokter maupun tanpa resep dokter (FIP, 1998). Di

Indonesia dikenal dengan nama Apotek, merupakan tempat menjual dan kadang-

kadang membuat atau meramu obat. Apotek juga merupakan tempat apoteker

melakukan praktik profesi farmasi sekaligus menjadi peritel (Anonim, 2011a).

Sejalan dengan perkembangan bidang kefarmasian, definisi apotek mengalami

beberapa kali perubahan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965

yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu, di mana dilakukan usaha-

usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian, sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 2 huruf e dan pasal 3 huruf b Undang-undang No. 7

tahun 1963 tentang Farmasi (Presiden RI, 1965). Selanjutnya PP No. 26 tahun

1965 diubah melalui PP No. 25 tahun 1980 dan definisi apotek berubah menjadi

suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

obat kepada masyarakat (Presiden RI, 1980). Terakhir dengan diterbitkannya PP

No. 51 tahun 2009 definisi apotek berubah menjadi sarana pelayanan kefarmasian

tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Presiden RI, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

17

2.1.2 Praktik Farmasi Komunitas

Praktik Farmasi Komunitas merupakan salah satu wujud pengabdian

profesi apoteker. Untuk penjaminan mutu penyelenggaraan praktik farmasi

komunitas, WHO dan FIP menerbitkan dokumen Cara Praktik Farmasi yang Baik

di Farmasi Komunitas dan Farmasi Rumah Sakit atau Good Pharmacy Practice

(GPP) In Community and Hospital Pharmacy Settings (WHO, 1996) dan Standar

Kualitas Pelayanan Kefarmasian atau Standard for Quality of Pharmacy Services

(FIP, 1997).

Dengan maksud yang sama, Indonesia menetapkan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotik (Menkes RI, 2004) sebagai pedoman bagi para apoteker

dalam menjalankan profesi, dengan tujuan melindungi masyarakat dari pelayanan

yang tidak profesional. Penetapan standar pelayanan ini merupakan konsekuensi

perubahan fundamental dari pelayanan berorientasi produk ke pelayanan

berorientasi pasien yang mengacu pada filosofi asuhan kefarmasian

(pharmaceutical care), yaitu pelayanan komprehensif di mana apoteker

mengambil tanggung jawab mengoptimalkan terapi obat, untuk mencapai hasil

yang lebih baik dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (Cipolle, dkk.,

1998).

Asuhan kefarmasian didefinisikan pertamakali oleh Hepler dan Strand

(1990), melibatkan apoteker untuk memikul tanggung jawab atas hasil-hasil terapi

obat, di samping distribusi produk farmasi yang aman, akurat, dan efisien. Sebuah

komponen penting akibat pergeseran paradigma ini adalah peran profesional yang

terbarukan bagi para apoteker dalam proses pelayanan kepada pasien.

Paul Pierpaoli (1992), seorang pendidik dan praktisi farmasi menyatakan bahwa

konsep asuhan kefarmasian mengharuskan para apoteker menjadi profesional

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

18

sejati, menjadi advokat pasien yang bertanggung jawab penuh, memiliki

komitmen untuk mencapai hasil terapi yang optimal.

Sebagaimana layanan kesehatan modern yang mengharuskan apoteker

memiliki pengetahuan dan keterampilan klinis tingkat lanjut, asuhan kefarmasian

membutuhkan pengembangan lebih lanjut karakteristik-karakteristik yang

membuat apoteker menjadi sebuah profesi, bukan sekadar sebuah pekerjaan

(Benner dan Beardsley, 2000). Ibnu Gholib Ganjar (2004), ketua Asosiasi

Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI), berpendapat bahwa asuhan

kefarmasian adalah pola pelayanan farmasi yang berorientasi pada pasien,

merupakan ekspansi kebutuhan yang meningkat dan tuntutan pelayanan farmasi

yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan pasien.

Dengan ditetapankannya Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,

apoteker dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan komitmen.

Kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk

melaksanakan interaksi langsung dengan pasien, melaksanakan pemberian

informasi, monitoring penggunaan obat agar tujuan akhirnya sesuai harapan, dan

mendokumentasikannya dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari

kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses

pelayanan, dan dituntut mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain

dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Maka

komitmen apoteker merupakan elemen penting dalam pelayanan kefarmasian agar

senantiasa menampilkan kinerja terbaik bagi kemanfaatan pasien yang dilayani

(FIP, 1997). Masyarakat dan profesi lain akan menilai bagaimana apoteker

mewujudkan komitmen ini ke dalam praktik. Lebih lanjut untuk mewujudkan

pelayanan kefarmasian yang baik dibutuhkan 4 syarat:

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

19

a. Perhatian utama apoteker adalah kebaikan/kesejahteraan pasien.

b. Inti kegiatan adalah penyediaan obat dan produk kesehatan lainnya dengan

kualitas terjamin, pemberian informasi dan saran yang tepat bagi pasien, dan

melakukan pemantauan dampak penggunaan obat.

c. Kontribusi peran apoteker adalah promosi peresepan yang rasional dan

ekonomis, serta penggunaan obat secara tepat.

d. Tujuan setiap elemen pelayanan kefarmasian harus relevan bagi setiap pasien,

terdefinisikan secara jelas dan dikomunikasikan secara efektif kepada semua

pihak yang terlibat.

Ada beberapa kondisi yang dibutuhkan untuk memenuhi keempat syarat tersebut:

a. Profesionalisme harus menjadi filosofi utama yang mendasari praktik,

meskipun diakui bahwa faktor ekonomi juga penting.

b. Apoteker harus mempunyai peluang memberikan masukan untuk setiap

keputusan penggunaan obat-obatan, dan harus ada sistem yang memungkinkan

apoteker melaporkan kejadian buruk penggunaan obat, kesalahan pengobatan,

cacat dalam hal kualitas produk, atau diketemukannya produk palsu.

c. Hubungan berkelanjutan dengan profesional kesehatan lain khususnya dokter,

harus dipandang sebagai suatu kemitraan yang didasarkan atas rasa saling

percaya dan keyakinan dalam segala hal terkait farmakoterapi.

d. Hubungan antar apoteker harus dijalin sebagai hubungan kesejawatan untuk

meningkatkan pelayanan kefarmasian, bukan sebagai pesaing.

e. Praktisi apoteker dan manajer apotek harus berbagi tanggung jawab untuk

mendefinisikan, mengevaluasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan.

f. Apoteker harus menyadari pentingnya informasi medis dan pengobatan setiap

pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

20

g. Apoteker membutuhkan informasi yang independen, komprehensif, obyektif

dan terkini tentang terapi dan obat-obatan yang digunakan.

h. Apoteker harus menerima tanggungjawab pribadi dalam setiap praktik, untuk

menjaga dan menilai kompetensi mereka sepanjang kehidupan profesionalnya.

i. Program pendidikan untuk memasuki dunia profesi harus sesuai, baik untuk

praktik kefarmasian masa kini maupun untuk kemungkinan perubahan di masa

mendatang.

j. Standar pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan harus dipatuhi oleh para

apoteker praktisi.

2.1.3 Apotek Sebagai Bisnis

Apoteker yang memiliki apotek sendiri atau manajer bisnis farmasi adalah

pelaku bisnis. Dengan demikian, mereka memiliki dua tujuan: (a) untuk pelayanan

kesehatan pasien, dan (b) menghasilkan keuntungan yang cukup untuk bertahan

dalam bisnis. Hal ini sama pentingnya bagi apoteker maupun pekerja farmasi

lainnya di apotek, harus memahami tujuan bisnis dan melakukan semua yang

mereka bisa untuk membantu membuat bisnis sukses (Kelly, 2002). Untuk

menyesuaikan pengaruh sosial dan pasar, apotek mempunyai kecenderungan

menciptakan berbagai model yang bersifat dinamis. Apotek telah lama dianggap

menjadi salah satu pilar masyarakat, mereka menyediakan pelayanan dengan jam

buka yang panjang, dengan apoteker selalu siap untuk mengatasi berbagai

masalah kesehatan masyarakat. Apotek dengan kepemilikan perseorangan

cenderung mengkhususkan diri dalam pelayanan kesehatan rumah, peracikan, dan

penyediaan peralatan medis. Selain itu, telah ada inisiatif untuk mengembangkan

layanan kognitif profesional tentang kolesterol, hipertensi, diabetes, dan lain-lain

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

21

dalam model praktik komunitas. Di samping apotek dengan kepemilikan

perseorangan, saat ini berkembang beberapa model apotek, seperti Apotek

Waralaba (Franchise) yang diperuntukkan bagi siapa saja yang mempunyai modal

tertentu untuk bergabung dalam manajemen waralaba tertentu. Selanjutnya

Apotek Jaringan dengan sepuluh gerai ritel atau lebih yang beroperasi di bawah

satu bendera perusahaan, dan Apotek Supermarket merupakan model kombinasi

farmasi dengan supermarket. Penawaran utama dari Apotek Supermarket adalah

kemudahan one-stop shopping bagi mayoritas konsumen yang membutuhkan

(Pisano, 2003).

2.1.4 Perkembangan Perizinan Apotek

Peraturan perundang-undangan yang pertama kali diterbitkan berkaitan

dengan apotek di Indonesia adalah UU No. 3 tentang Pembukaan Apotek pada

tahun 1953 (Pemerintah RI, 1953a). Bila sebelumnya apotek dibuka di mana saja

tanpa memerlukan izin dari pemerintah, sejak saat itu pemerintah dapat menutup

kota-kota tertentu untuk pendirian apotek baru apabila jumlahnya dianggap telah

mencukupi. Selanjutnya pada tahun yang sama terbit UU No. 4 tentang Apotek

Darurat (Pemerintah RI, 1953b) yang membenarkan seorang asisten apoteker

dengan masa pengalaman tertentu memimpin sebuah apotek. Hal ini sebagai

pengatasan masalah kurangnya tenaga apoteker untuk daerah-daerah yang belum

ada atau yang belum mencukupi jumlah apoteknya.

Sebagai pelaksanaan pasal 4 UU No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, pada

tahun 1965 diterbitkan PP No. 26 tentang Apotek (Presiden RI, 1965) yang

membatalkan semua PP sebelumnya tentang Apotek. Melalui PP No. 26 ini mulai

diatur dan ditegaskan bahwa fungsi apotek bukanlah semata-mata sarana usaha

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

22

sebagai mata pencaharian, akan tetapi lebih sebagai sarana distribusi perbekalan

farmasi yang harus mendistribusikan obat kepada masyarakat kapan dibutuhkan

secara meluas dan merata.

Penampilan apotek selama kurun waktu 15 tahun di bawah PP No. 26

tahun 1965 pada kenyataannya lebih memberi peluang sebagai usaha dagang, dan

dinilai telah menyimpang dari tugas dan fungsi utamanya sebagai sarana

pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Aspek pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh apotek menjadi semakin kecil, apotek kembali tampil dengan

fungsi utama sebagai penjual obat kepada masyarakat, hubungan apotek dan

pasien cenderung bersifat relasi antara penjual dan pembeli. Eksistensi dan

peranan apoteker sebagai tenaga ahli profesional di apotek semakin kurang jelas,

sehingga apoteker tidak dapat mengembangkan tanggung jawab keahliannya

untuk kepentingan masyarakat luas. Maka pada tahun 1980 terbit PP No. 25

tentang Perubahan PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek (Presiden RI, 1980),

sebagai upaya profesionalisasi pelayanan obat kepada masyarakat dengan sasaran

utama peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui apotek. Perubahan

mendasar terjadi pada kedudukan dan cara pengelolaan apotek dari bentuk usaha

dagang menjadi tempat pengabdian profesi, yang lebih sesuai dengan fungsi

apotek, yaitu sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian,

pendistribusian, serta informasi perbekalan farmasi yang dibutuhkan masyarakat

oleh tenaga kefarmasian. Langkah nyata yang membekali seorang apoteker untuk

melaksanakan fungsi apotek tersebut adalah pengalihan izin apotek serta

pengelolaannya secara keseluruhan dari badan usaha kepada apoteker.

Pada tahun 1992 terbit UU No. 23 tentang Kesehatan (Pemerintah RI,

1992), pada pasal 63 ditegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian harus dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

23

oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal

ini membawa konsekuensi diterbitkannya PP No. 51 tahun 2009 menggantikan PP

No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek dan

PP No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker. Melalui PP

No. 51 tahun 2009 pekerjaan kefarmasian diatur dengan tujuan:

a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh

dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;

b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan

kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta peraturan perundangan-undangan; dan

c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga

kefarmasian.

2.2 Profesi

2.2.1 Definisi

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan

terhadap suatu pengetahuan khusus. Sebuah profesi diidentifikasi melalui adanya

kemauan individual praktisinya untuk mematuhi etika dan standar profesional

melebihi persyaratan legal minimal (FIP, 2004). Suatu profesi biasanya memiliki

asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk

bidang profesi tersebut. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu disebut

profesional. Profesi merupakan pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah

profesi (Anonim, 2011b). Dalam literatur lain dikatakan bahwa profesi adalah

sekelompok individu yang mematuhi standar etika dan mandiri, diterima oleh

publik sebagai sekelompok individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

24

khusus yang diperoleh melalui pembelajaran berasal dari penelitian, pendidikan,

dan pelatihan pada tingkat tinggi, yang digunakan bagi kemaslahatan orang lain

(Kelly, 2002).

2.2.2 Pendekatan Sosiologis Profesionalisasi

Apakah farmasi dianggap sebuah profesi perlu dilakukan analisis secara

mendalam. Berbagai literatur secara luas memperdebatkan sosiologi profesi, apa

sebenarnya profesi itu, atribut apa dari suatu pekerjaan yang umumnya diterima

sebagai pembeda sebuah profesi. Pertanyaan seperti mengapa beberapa pekerjaan

naik ke status profesi sedangkan yang lain tidak adalah teka-teki sosiologis yang

membutuhkan penjelasan. Sejak Parsons (1939), menerbitkan makalahnya

berjudul Profesi dan Struktur Sosial, banyak teori telah dipostulasikan. Sampai

tahun 1970-an, kebanyakan penulis mencoba untuk menjelaskan profesi sebagai

posisi unik dalam masyarakat dengan cara memberikan definisi. Mereka mencoba

mengidentifikasi atau mendefinisikan karakteristik dari suatu pekerjaan yang

khusus atau khas dengan status profesional. Ini mengakibatkan berkembangnya

atribut profesi, yang di antaranya dikemukakan oleh Goode (1960) yaitu 10 atribut

ideal sebagai ciri yang paling sering dikutip sebagai berikut:

a. Profesi menentukan sendiri standar pendidikan dan pelatihan.

b. Mahasiswa profesional mengalami proses pelatihan ekstensif dan sosialisasi.

c. Praktik profesional diakui secara legal dalam bentuk lisensi.

d. Pemberian lisensi dan proses masuk sebagai profesional diatur oleh anggota

profesi.

e. Kebanyakan undang-undang yang mengatur profesi dibentuk oleh profesi.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

25

f. Profesi memiliki pendapatan, kekuatan, dan status yang tinggi, dan dapat

menuntut pendatang baru berkemampuan lebih tinggi.

g. Profesional relatif bebas dari evaluasi secara awam.

h. Norma-norma praktik ditegakkan oleh profesi seringkali lebih ketat daripada

kontrol hukum.

i. Anggota profesi memiliki rasa identifikasi dan afiliasi yang kuat dengan

kelompok kerja mereka.

j. Sebuah profesi menjadi pekerjaan seumur hidup.

Menurut Benner dan Beardsley (2000), profesi adalah sebuah pekerjaan

yang memiliki 10 karakteristik sebagai berikut:

a. Pelatihan terspesialisasi yang lama dalam sebuah badan ilmu pengetahuan.

b. Berorientasi pelayanan.

c. Sebuah ideologi yang didasarkan atas keyakinan orisinil yang dianut oleh para

anggotanya.

d. Sebuah etika yang mengikat para praktisinya.

e. Sebuah badan ilmu pengetahuan yang unik bagi para anggotanya.

f. Seperangkat kepiawaian yang membentuk teknik profesi.

g. Sebuah serikat dari mereka yang berhak mempraktikkan profesi tersebut.

h. Kewenangan yang diberikan oleh masyarakat dalam bentuk lisensi dan

sertifikasi.

i. Pengaturan yang diakui ketika profesi dipraktikkan.

j. Berupa teori tentang manfaat sosial yang bersumber dari ideologi.

Seorang profesional adalah seorang anggota profesi yang menampilkan 10

karakteristik sebagai berikut (Benner and Beardsley, 2000; Chisholm, dkk., 2006;

ASHP Board, 2008):

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

26

a. Pengetahuan dan keterampilan dari sebuah profesi.

b. Komitmen untuk memperbaiki diri dalam pengetahuan dan keterampilan.

c. Orientasi pelayanan.

d. Kebanggaan profesi.

e. Hubungan yang terikat perjanjian dengan klien.

f. Kreativitas dan inovasi.

g. Hati nurani dan keterpercayaan.

h. Akuntabilitas atas karyanya.

i. Pengambilan keputusan mendalam yang etis.

j. Kepemimpinan.

Beberapa sosiolog menyatakan bahwa profesi tertentu telah mencapai

statusnya, karena profesi tersebut melakukan fungsi-fungsi penting untuk kerja

masyarakat industri modern. Sosiolog melihat hal tersebut sebagai penjelasan

struktural-fungsional. Pandangan struktural-fungsional masyarakat analog dengan

organ ketika semua bagian organ berfungsi menjamin kesejahteraan organ itu.

Analogi ini dapat diibaratkan dengan sistem fisiologis tubuh manusia. Semua

lembaga sosial menggunakannya, jika tidak, mereka akan berhenti memiliki

fungsi dan dengan cepat akan menghilang.

Masyarakat industri yang kompleks membutuhkan pengetahuan pakar, dan

profesi melaksanakan fungsi menerapkan keahlian mereka untuk kepentingan

masyarakat. Pendekatan baik sifat maupun fungsional telah dikalahkan oleh

analisis yang lebih kritis dan realistis, profesi dapat dikatakan memiliki

karakteristik inti atau sifat tertentu, dan memenuhi fungsi sosial yang penting.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

27

2.2.3 Karakteristik Inti Profesi

Karakteristik inti semua profesi telah diidentifikasi sebagai berikut

(Taylor, dkk., 2003):

a. Memiliki pengetahuan dan pelatihan khusus. Untuk dapat diterima dalam

profesi, seseorang harus menjalani masa pelatihan tingkat tinggi, sangat khusus

dan jangka waktu tertentu, hingga memahami dan siap praktik dalam

pengabdian profesi. Karena itu praktik profesional memiliki keahlian yang

tidak mudah diakses semua orang. Dalam banyak hal pengetahuan khusus

profesional tidak dimiliki oleh konsumen yang dilayanai, akibatnya mereka

bergantung pada layanan profesional.

b. Berorientasi pelayanan. Profesional harus bekerja untuk kepentingan pasien

mereka, dan tidak berniat mengejar kepentingan diri mereka sendiri.

Karakteristik ini sangat penting karena sebuah profesi memiliki karakteristik

lain yaitu monopoli praktik di bidang mereka. Dalam bidang kefarmasian,

dikenal dan ditanamkan pengertian pelayanan berupa konsep terstruktur,

lengkap dengan panduan pelaksanaan operasionalnya, sehingga ditetapkan

sebagai standar profesional (professional standard) oleh asosiasi apoteker

internasional (FIP) yang disebut sebagai Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical

Care).

c. Monopoli praktik. Monopoli ini diberikan oleh undang-undang dan dijamin

oleh negara, dengan kata lain adalah ilegal untuk seseorang selain anggota

profesi melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan, misalnya adalah ilegal bagi

siapapun selain seorang ahli bedah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan

transplantasi jantung. Praktik profesi bersifat otonom dan tidak tergantikan

oleh profesi lain, penilaian terhadap kinerja profesi yang bersangkutan diawasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

28

dan diputuskan benar/salah oleh profesi itu sendiri (esoterik). Dalam bidang

kefarmasian di Indonesia, hal tersebut telah diatur dalam PP No. 51 tahun

2009.

d. Mempunyai regulasi sendiri. Selain pembatasan praktik, profesi memonitor

atau menjadi polisi bagi dirinya sendiri. Friedson (1970), berpendapat bahwa

sebuah profesi berbeda dari pekerjaan lain, karena diberi hak untuk

mengendalikan pekerjaannya sendiri. Sebuah profesi mengatur sistem

pelatihan, memutuskan siapa yang memenuhi syarat untuk memasuki profesi,

dan menilai siapa yang kompeten untuk berpraktik dalam profesi itu. Artinya,

mereka mengatur dirinya sendiri. Seorang profesional harus memelihara

derajat keterampilan dan pengetahuannya terkait dengan kegiatan

profesionalnya, berarti seseorang yang bukan profesional tidak dibenarkan

mengevaluasi atau mengatur kegiatan profesi. Jika para profesional tidak

melakukan secara kompeten atau secara etis, mereka membentuk badan

pengawas profesional. Dalam kasus farmasi, Royal Pharmaceutical Society of

Great Britain (RPSGB) adalah untuk Inggris dan Ikatan Apoteker Indonesia

(IAI) untuk Indonesia. Dalam bidang kefarmasian, profesi apoteker tercantum

dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan PP No. 51 tahun 2009

tentang pekerjaan kefarmasian, dan memiliki kode etik apoteker yang diakui

negara.

Kelly (2002), berpendapat bahwa ada tiga karakteristik umum dan dikenal

luas untuk sebuah profesi yaitu studi dan pelatihan, ukuran keberhasilan, dan

asosiasi. Studi dan pelatihan yang diberikan oleh perguruan tinggi dengan

pengetahuan dan keterampilan khusus untuk mempraktikkan profesi. Selain itu,

mahasiswa profesional harus belajar sejarah, sikap, dan etika profesi. Mereka juga

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

29

harus menerima tugas dan tanggung jawab menjadi seorang profesional. Sebelum

diperbolehkan untuk praktik profesi, mahasiswa profesional harus diuji secara

komprehensif. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan publik bahwa mahasiswa

sebagai calon profesional tersebut memenuhi persyaratan minimum untuk praktik

profesi. Apoteker harus melalui pendidikan di perguruan tinggi dan kemudian

harus mengikuti pelatihan magang selama 1.000-2.000 jam sebelum memenuhi

syarat untuk mengambil lisensi praktik profesional.

Keberhasilan profesi didasarkan pada layanan terhadap kebutuhan pasien,

dan untuk itu biasanya profesional menerima imbalan. Imbalan untuk seorang

profesional sejati adalah apabila mereka menyediakan dan melaksanakan

pelayanan kepada pasien. Fokus praktik seorang apoteker adalah kepada pasien

dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Konseling dan pemberian nasehat-nasehat

kepada pasien tanpa kompensasi finansial telah menjadi bagian dari praktik

farmasi sejak awal. Menjadi anggota profesi berarti bekerja sama dengan sesama

anggota dan anggota profesi lain. Masing-masing anggota bekerja,

mengembangkan atau meningkatkan standar profesi, dan menghadiri berbagai sesi

pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi farmasi atau

organisasi profesi untuk meningkatkan keterampilan mereka. Apoteker memiliki

organisasi profesi baik tingkat lokal, nasional, dan tingkat internasional. Berbagi

informasi satu sama lain adalah salah satu kekuatan dari profesi farmasi.

2.2.4 Misi Profesi Farmasi

Misi profesi farmasi secara ringkas adalah membantu pasien menggunakan

obat dengan cara terbaik. Secara sederhana, ini adalah dasar dari pelayanan

farmasi, didukung secara luas oleh profesi farmasi sejak awal 1990.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

30

Agar dilakukan secara efektif dan aman, apoteker harus memelihara dan terus

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan profesional mereka sepanjang karir.

Profesional kesehatan harus terus belajar hal-hal yang baru, sementara pendidikan

berbasis kompetensi mempersiapkan seorang apoteker untuk memasuki praktik.

Tidak ada program profesional yang dapat menyediakan atau mengembangkan

semua pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan yang dibutuhkan

apoteker. Hal ini membutuhkan kombinasi pendidikan sebelum praktik, pelatihan

dalam praktik, pengalaman kerja, dan belajar seumur hidup. Bagi seorang

profesional, pendidikan merupakan sesuatu yang berkelanjutan (Anonim, 2004).

Sebagai ahli obat-obatan, apoteker memiliki peran penting untuk

diaktualisasikan. Sebagai anggota tim pelayanan kesehatan, apoteker dapat

meningkatkan akses masyarakat terhadap berbagai aspek pelayanan primer,

meningkatkan keselamatan penggunaan obat, dan meningkatkan kerasionalan

penggunaan obat.

Menurut gugus tugas cetak biru (blue print) untuk farmasi, visi profesi

farmasi adalah luaran farmakoterapi yang optimal melalui pusat pelayanan

kesehatan, untuk mewujudkannya diperlukan 5 area tindakan strategis (Hill, dkk.,

2008):

a. Sumber daya manusia Farmasi.

b. Pendidikan dan pengembangan profesional berkelanjutan.

c. Teknologi informasi dan komunikasi.

d. Kelangsungan dan keberlanjutan keuangan.

e. Peraturan perundang-undangan dan tanggung jawab.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

31

2.2.5 Apoteker

Apoteker adalah seorang profesional anggota profesi farmasi, sarjana

farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan

apoteker (Presiden RI., 2009). Apoteker tidak hanya kompeten dalam terapi obat,

tetapi juga mempunyai komitmen membantu peningkatan kualitas hidup pasien

melalui pencapaian hasil yang optimal dalam terapi (Peterson, 2004). Apoteker

memiliki peran yang unik dan penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat, ada kecenderungan untuk pengembangan peran apoteker di

luar apa yang selama ini dianggap sebagai peran tradisional mereka.

Pengembangan peran apoteker komunitas, bersama dengan kampanye “tanya

apoteker anda”, reklasifikasi obat, dan iklan obat-obatan kepada masyarakat yang

hanya tersedia di apotek, telah meningkatkan profil apoteker komunitas sebagai

penyedia yang mudah diakses di pelayanan kesehatan, dan “persinggahan

pertama” dalam mencari saran medis dan pengobatan.

Sepanjang tahun 1995 dan 1996 RPSGB melakukan proses konsultasi

dengan anggotannya, berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana apotek harus

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Sebuah

perkembangan baru-baru ini, telah terjadi peningkatan jumlah apoteker yang

bekerja dalam praktik paruh waktu. Ini dikenal sebagai apoteker perawatan primer

dan merupakan integrasi peningkatan apoteker ke dalam tim perawatan primer.

Untuk kegiatan tersebut, apoteker memiliki peran utama dalam mengelola biaya

obat resep melalui pengkajian pengobatan pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

32

2.2.6 Profesionalisme

Menurut WHO dan FIP, salah satu syarat untuk melaksanakan Good

Pharmacy Practice (GPP) atau Cara Praktik Farmasi yang Baik harus menjadikan

profesionalisme sebagai filosofi utama (WHO, 1996; FIP, 1997). Profesionalisme

adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain)

sebagaimana wajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional.

Profesionalisme berasal dari kata profesion yang bermakna memerlukan

kepandaian khusus untuk menjalankannya. Jadi, profesionalisme adalah tingkah

laku, kepakaran atau kualitas seseorang yang profesional (Anonim, 2013a).

Profesionalisme juga dapat didefinisikan sejauh mana suatu profesi atau anggota

dari suatu profesi memperlihatkan karakteristik profesi (Hammer, dkk., 2000).

Menurut American Board of Internal Medicine (2001) ada 6 prinsip

profesionalisme:

a. Altruisme yaitu melayani kepentingan pasien di atas kepentingan mereka

sendiri. Ini berarti pelayanan tidak dikompromikan atau dikurangi dalam hal

kualitas oleh karena ketidakmampuan pasien untuk membayar.

b. Akuntabilitas yaitu akuntabel atau dapat diandalkan untuk memenuhi

perjanjian tersirat dengan pasien mereka. Mereka juga akuntabel untuk

mengatasi kebutuhan kesehatan masyarakat dan untuk mematuhi kode etik

profesi farmasi.

c. Keunggulan yaitu berkomitmen untuk belajar sepanjang hayat dan akuisisi

atau pencarian pengetahuan untuk melayani pasien. Ini termasuk ingin

melebihi harapan, dan menghasilkan kerja yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

33

d. Tugas yaitu berkomitmen untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya bahkan ketika situasi tidak menyenangkan, advokat untuk asuhan

yang tepat tanpa memandang situasi.

e. Kehormatan dan Integritas yaitu adil, jujur, menjaga kata-kata, memenuhi

komitmen, dan lugas.

f. Menghormati yang lain yaitu menghormati teman sejawat profesional,

profesional kesehatan lain, pasien, dan keluarga mereka

Untuk mengukur 6 prinsip profesionalisme di atas telah dikembangkan

instrumen survei dengan 18 kuesioner/pernyataan (Chisholm, dkk., 2006):

a. Tidak mengharapkan imbalan apa pun ketika membantu seseorang.

b. Menghadiri/melaksanakan pekerjaan sehari-hari.

c. Jika menyadari akan terlambat, memberitahu individu yang tepat di awal

waktu.

d. Jika tidak menindaklanjuti tanggung jawab, siap menerima konsekuensi.

e. Ingin melebihi harapan orang lain.

f. Menghasilkan kerja yang berkualitas.

g. Menyelesaikan tugas secara independen dan tanpa pengawasan.

h. Menindaklanjuti dengan tanggung jawab.

i. Bertekad untuk membantu orang lain.

j. Mengambil pekerjaan ketika diperlukan dan bahkan jika dibayar kurang dari

posisi lain.

k. Menghindari berbuat curang untuk mendapatkan imbalan yang lebih tinggi

(penghargaan, uang, dan lain sebagainya) .

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

34

l. Akan melaporkan kesalahan pengobatan, bahkan jika tidak ada orang lain yang

menyadari kesalahan.

m. Dapat menerima kritik yang membangun.

n. Memperlakukan semua pasien sama, terlepas dari status sosial atau

kemampuannya untuk membayar.

o. Menangani orang lain sesuai nama dan hak.

p. Diplomatis ketika menyampaikan pemikiran dan pendapat.

q. Menerima keputusan oleh karena kewenangan mereka.

r. Menghormati individu yang memiliki latar belakang berbeda.

2.2.7 Organisasi Profesi

Organisasi profesi atau organisasi profesional adalah organisasi yang

biasanya bersifat nirlaba, ditujukan untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan

melindungi kepentingan publik maupun kepentingan profesional pada bidang

tersebut. Organisasi profesional dapat memelihara atau menerapkan suatu standar

pelatihan dan etika pada profesi mereka untuk melindungi kepentingan publik.

Banyak organisasi memberikan sertifikasi profesional untuk menunjukkan bahwa

seseorang memiliki kualifikasi pada suatu bidang tertentu. Walaupun tidak selalu,

terkadang keanggotaan pada suatu organisasi sinonim dengan sertifikasi.

(Anonim, 2011c).

Di Indonesia organisasi profesional apoteker adalah Ikatan Apoteker

Indonesia (IAI), merupakan satu-satunya Organisasi Profesi Apoteker yang

merupakan perwujudan dari hasrat murni dan keinginan luhur para anggotanya,

untuk menyatukan diri dalam upaya mengembangkan profesi luhur kefarmasian di

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

35

Indonesia pada umumnya dan martabat anggota pada khususnya. Adapun Visi dan

Misi organisasi IAI adalah sebagai berikut (ISFI, 2009a).

Visi: Terwujudnya profesi apoteker yang paripurna, sehingga mampu

mewujudkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia.

Misi: a. Menyiapkan apoteker yang berbudi luhur, profesional, memiliki

kesejawatan yang tinggi, dan inovatif, serta berorientasi ke masa depan;

b. Membina, menjaga dan meningkatkan profesionalisme apoteker

sehingga mampu menjalankan praktik kefarmasian secara bertanggung

jawab;

c. Memperjuangkan dan melindungi kepentingan anggota dalam

menjalankan praktik profesinya; dan

d. Mengembangkan kerjasama dengan organisasi profesi lainnya baik

nasional maupun internasional.

2.3 Pemodelan

Berbeda dengan pengkajian fenomena alam yang dapat dilakukan

percobaan berulang-ulang di laboratorium, dengan mengisolasi fenomena dari

berbagai faktor yang tidak dikehendaki. Pengkajian fenomena sosial menghadapi

sejumlah tantangan yang tidak dialami pengkaji fenomena alam. Kebanyakan

ilmuwan sosial harus mengkaji fenomena sosial dengan cara berinteraksi langsung

dalam kehidupan sosial yang mana berbagai pengaruh tidak bisa dihilangkan.

Tantangan lain adalah obyek yang diteliti, manusia atau masyarakat adalah

sesuatu yang memiliki pilihan-pilihan dan bisa belajar dari pengalaman, karena itu

bisa mengubah tindakannya sebagai akibat dari proses belajar tersebut. Yang lebih

membuat rumit adalah bahwa mereka tidak selalu membuat pilihan yang rasional,

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

36

atau rasionalitas masing-masing tidak sempurna, berbeda-beda, atau apa yang

disebut Herbert Simon (1955) sebagai rasionalitas terbatas (bounded rationality)

(Maulana, 2005).

Telah banyak dilakukan dalam bidang ekonomi untuk membuat

representasi yang lebih formal dan diekspresikan dalam persamaan statistik atau

matematika. Ini membuat upaya pengkajian konsistensi dan generalibilitas

menjadi jauh lebih mudah dibandingkan penggunaan representasi verbal (Gilbert

dan Terna, 1999). Karena kebanyakan fenomena sosial tidak bisa

direpresentasikan dengan persamaan-persamaan linier saja, upaya

merepresentasikannya menggunakan terlalu banyak persamaan non-linier

membuat pelacakan validitas model jadi sulit dilakukan. Sementara jika terlalu

disederhanakan agar memudahkan, model tersebut bisa menyesatkan, karena

menggunakan asumsi-asumsi yang tidak realistis. Misalnya dalam bidang

ekonomi, ilmuwan membuat asumsi bahwa setiap pihak mendapatkan informasi

yang sempurna, dan memiliki rasionalitas yang sempurna, pada hal dalam

kenyataan, tiap pelaku ekonomi memiliki akses informasi yang berbeda-beda dan

tingkat rasionalitas yang berbeda-beda pula (Maulana, 2005).

Dalam beberapa kasus, proses pengembangan model lebih penting

dibandingkan dengan model sebenarnya. Pembelajaran yang menyertai desain,

konstruksi, dan revisi model memberikan kontribusi untuk pemahaman bersama

tentang dinamika sistem dan apresiasi terhadap keragaman informasi yang

dibutuhkan untuk mengidentifikasi paket aplikasi yang sesuai indikator ekosistem.

Model konseptual mengekspresikan ide tentang komponen dan proses

yang dianggap penting dalam suatu sistem, mendokumentasikan asumsi tentang

bagaimana komponen dan proses yang terkait, dan mengidentifikasi kesenjangan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

37

dalam ilmu pengetahuan, dan bekerja secara hipotesis tentang bentuk dan fungsi

sistem. Model konseptual dapat berupa kombinasi dari narasi, tabel, matriks

faktor, atau diagram kotak dan panah (Gross, 2003).

Pemodelan adalah proses aplikasi pengetahuan dasar atau pengalaman

untuk mensimulasikan atau mendeskripsikan kinerja sistem nyata sehingga

tercapai objektif tertentu. Model yang dihasilkan dari pemodelan dapat dipandang

sebagai representasi logis dan rasional dari sistem, dapat merupakan alat yang

cost-efektif dan efisien. Secara skematis proses pemodelan ditunjukkan pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses pemodelan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

38

2.4 Model Konseptual Revitalisasi Praktik Farmasi Komunitas

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, revitalisasi berarti proses, cara,

perbuatan memvitalkan atau menjadikan vital (Ali, dkk., 1994). Revitalisasi

praktik farmasi komunitas dimaksudkan sebagai serangkaian proses, cara,

perbuatan memvitalkan atau menjadikan vital kembali tugas dan fungsi praktik

farmasi komunitas. Menurut Council on Credentialing in Pharmacy (2004),

secara ringkas tugas dan fungsi praktik farmasi komunitas adalah membantu

masyarakat melakukan pengobatan dengan cara terbaik.

Implementasi PP No. 25 tahun 1980 sebagai Perubahan atas PP No. 26

Tahun 1965 tentang Apotek (Presiden RI, 1980) dapat dipandang sebagai upaya

revitalisasi praktik farmasi komunitas pertama di Indonesia. Penjelasan dari PP

berkenaan dengan perubahan tersebut berbunyi sebagai berikut: “Kedudukan dan

cara pengelolaan apotek sebagai suatu usaha dagang sebagaimana yang terlihat

selama ini, sudah kurang sesuai dengan fungsi apotek sebagai sarana pelayanan

kesehatan masyarakat. Dalam bentuk seperti sekarang ini, apotek lebih

mendahulukan usahanya dalam mengejar keuntungan dari pada usaha

penyediaan dan penyaluran obat yang dibutuhkan oleh golongan masyarakat

yang berpenghasilan rendah, sehingga fungsi sosial yang harus dipenuhi oleh

usaha farmasi swasta tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Oleh karena

itu Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek yang memberi

kesempatan kepada apotek sebagai usaha dagang perlu diubah, dan apotek

dikembalikan kepada fungsi semula sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi,

dan sebagai sarana tempat dilakukan pekerjaan kefamasian oleh tenaga-tenaga

farmasi dalam rangka pengabdian profesi kepada masyarakat”

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

39

Secara skematis fokus perubahan yang menjadi sasaran implementasi PP No. 25

tahun 1980 dari PP No. 26 tahun 1965 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Fokus perubahan implementasi PP No. 25 tahun 1980 dari PP No. 26

tahun 1965 (Patra, 1985)

Fokus

Perubahan

PP No. 26 tahun 1965 PP No. 25 tahun 1980

Status Apotek Tempat usaha Tempat pengabdian profesi

Penerima Izin Perusahaan swasta,

koperasi

Apoteker yang telah

mengucapkan sumpah

Pengelola Direktur/Pemilik apotek Apoteker

Posisi Apoteker Penanggung jawab teknis

farmasi

Karyawan

Pengelola dan penanggung

jawab sepenuhnya

Merujuk pada Tabel 2.1 di atas dapat dilihat 4 fokus perubahan dalam

praktik farmasi komunitas secara tersurat, perubahan secara tersirat dan yang

menjadi sasaran revitalisasi pada implementasi PP No. 25 tahun 1980 adalah

peningkatan peran apoteker secara penuh dan langsung di apotek, dengan tujuan:

a. Menjamin keabsahan dan mutu obat, menghindari penggunaan obat palsu dan

obat yang tidak memenuhi syarat.

b. Menjamin ketepatan, kerasionalan, dan keamanan penggunaan obat.

c. Menghindarkan penyalahgunaan dan kesalahan pengguaan obat.

Implementasi PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dapat

dipandang sebagai upaya revitalisasi kedua, dengan diaturnya kembali

penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi di bidang kefarmasian, termasuk diaturnya kembali kewenangan

dan kompetensi apoteker. Ada 3 hal baru berkenaan dengan pengaturan

kewenangan dan kompetensi apoteker, yaitu Sertifikat Kompetensi Apoteker,

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

40

Surat Tanda Regestrasi Apoteker (STRA), dan Surat Izin Praktik/Kerja Apoteker

(SIPA/SIKA).

Menyadari kebutuhan untuk membantu negara-negara berkembang

mencapai Good Pharmacy Practice (GPP) atau Praktik Farmasi yang Baik, bagian

farmasi komunitas dari Komite Eksekutif FIP (1998) membentuk kelompok kerja

untuk menghasilkan suatu pedoman. Pekerjaan dimulai dengan survei di 67

negara-negara berkembang untuk membangun dasar praktik farmasi komunitas.

Kelompok kerja ini menyusun seperangkat pedoman dengan maksud membantu

apoteker di negara berkembang untuk mencapai praktik farmasi yang baik.

Diharapkan pedoman ini dapat digunakan jika perlu sebagai dasar negosiasi

dengan pemerintah, badan pengawas dan sistem pelayanan kesehatan untuk

memastikan pemanfaatan yang optimal dari apoteker yang tersedia bagi

kepentingan umum. Jika pada praktiknya terlalu sulit, maka harus diterima bahwa

penerapan dan mencapaian praktik farmasi yang baik memang bukan merupakan

proses satu malam, tetapi merupakan proses bertahap.

Berwick (2002), berpendapat bahwa untuk melakukan perbaikan mutu

pelayanan kesehatan, perlu memperhatikan empat tingkatan penting, yaitu:

a. Pengalaman pasien/masyarakat

b. Fungsi/sistem unit pelayanan

c. Fungsi/sistem organisasi pendukung unit pelayanan

d. Lingkungan sistem organisasi pendukung unit pelayanan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

41

Secara skematis keempat tingkatan penting tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Empat tingkatan penting perbaikan mutu pelayanan kesehatan

(Koencoro, 2007)

Pasien dan

Masyarakat Pengalaman

Tujuan (contoh: keamanan, efektifitas

pelayanan, keterjangkauan biaya, kepuasan/

kekecewaan)

Sistem Mikro

Pelayanan Proses

Prosedur dan desain pelayanan (berbasis

keilmuan, evidens, sesuai dengan kebutuhan,

nilai, dan keinginan pasien)

Konteks

Organisasi Fasilitator

proses

Desain organisasi yang sesuai (contoh:

struktur organisasi yang memadai, sistem

kompensasi dan penghargaan, kebijakan)

Konteks

Lingkungan

Fasilitas dari

Fasilitator

Lingkungan yang mendukung (contoh:

kebijakan keuangan pemerintah, kebijakan

dan peraturan perundang-undangan)

Fungsi unit pelayanan merupakan unit kerja terdepan dalam organisasi

yang langsung memberikan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Dalam

praktik farmasi komunitas yang baik, fungsi unit pelayanan tersebut dilaksanakan

oleh apoteker dibantu tenaga teknis kefarmasian. Proses pelayanan pada fungsi

unit pelayanan sangat bergantung pada fungsi organisasi pendukung pelayanan.

Oleh karena itu sistem organisasi secara umum perlu dirancang agar dapat

memberikan yang terbaik bagi pelanggan, mengembangkan dan memanfaatkan

teknologi dan informasi dalam pengambilan keputusan, melakukan investasi

dalam pengembangan sumber daya manusia, mengembangkan tim kerja yang

efektif, mendukung terciptanya koordinasi antar petugas, serta melakukan

pengukuran kinerja secara teratur sebagai dasar perbaikan kinerja. Dalam proses

pelayanan akan terjadi variasi pelaksanaan kegiatan dari waktu ke waktu yang

akan menghasilkan luaran yang bervariasi juga. Untuk mengatasi atau mengurangi

variasi proses pelayanan, maka perlu dilakukan standardisasi, perbaikan proses

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

42

yang berkesinambungan (continuous process improvement), dan rekayasa ulang

(re-engineering) (Koencoro, 2007).

a. Standardisasi. Standardisasi meliputi proses merumuskan, menetapkan,

menerapkan dan merevisi standar (Presiden RI, 2000). Keberadaan standar

praktik dalam pelayanan akan memberi manfaat, antara lain mengurangi variasi

proses, merupakan persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu

(Schroeder, 1994). Dengan ditetapkannya standar juga akan menjamin

keselamatan pasien dan petugas penyedia pelayanan kesehatan (Moss dan

Barrach, 2002). Dikuranginya variasi dalam pelayanan akan meningkatkan

konsistensi pelayanan kesehatan, mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien,

meningkatkan efisiensi pelayanan, dan memudahkan petugas dalam

melaksanakan pelayanan.

b. Perbaikan Proses Berkesinambungan (Continuous Process Improvement).

Pada sistem unit pelayanan pada dasarnya mengikuti siklus Deming:

Perencanaan (Plan), Dikerjakan (Do), Cermati hasilnya (Check), dan Amalkan

untuk seterusnya (Action), yang dikenal dengan siklus PDCA. Salah satu model

perbaikan pada sistem unit pelayanan adalah model Nolan (Langley, dkk.,

1996). Nolan memperkenalkan suatu model perbaikan sistem unit pelayanan

yang pada prinsipnya tidak terlepas dari langkah-langkah proses perbaikan

yang meliputi: Perencanaan (Plan), Dikerjakan (Do), Cermati hasilnya

(Check), dan Amalkan untuk seterusnya (Action). Akan tetapi harus ada

kejelasan terlebih dahulu mengenai apa yang menjadi sasaran perbaikan

sebelum dilakukan perubahan (setting aims), dilanjutkan dengan pengukuran

untuk mengetahui bahwa perubahan yang dilakukan akan menghasilkan

perbaikan (measurements). Setelah menetapkan sasaran perbaikan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

43

menetapkan pengukuran atas perubahan, barulah ditetapkan dan direncanakan

kegiatan-kegiatan perbaikan apa saja yang perlu dilakukan dalam bentuk siklus

PDCA multipel.

c. Rekayasa Ulang (Reengineering). Rekayasa Ulang merupakan suatu upaya

perbaikan proses yang radikal. Rekayasa tersebut bertujuan memperbaiki

kinerja melalui perancangan ulang proses utama dengan memaksimalkan

tahapan proses yang memiliki nilai tambah dan meminimalkan tahapan proses

yang tidak diperlukan. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam rekayasa

ulang berbasis pada proses, fokus pada pelanggan, perbaikan proses secara

radikal, peminimalan atau peniadaan tahapan kegiatan yang tidak memiliki

nilai tambah, perancangan proses yang ideal, dan penggunaan berbagai teknik

perbaikan mutu. Langkah awal untuk menerapkan rekayasa ulang adalah

melakukan kajian apakah pendekatan rekayasa ulang tepat untuk dilakukan

dengan mempertimbangkan kebutuhan bisnis, serta kesiapan organisasi untuk

berubah (Peppard dan Rowland, 1995). Jika kebutuhan bisnis tinggi dan

kesiapan organisasi untuk berubah juga tinggi, maka rekayasa ulang tepat

untuk dilakukan. Jika kebutuhan bisnis tinggi, tetapi kesiapan organisasi untuk

berubah rendah, maka rekayasa ulang belum tepat dilakukan. Namun demikian,

organisasi harus meningkatkan komitmen, mengelola risiko, dan melakukan

sosialisasi bahwa rekayasa ulang merupakan alternatif perbaikan proses. Jika

kebutuhan bisnis rendah, dan kesiapan organisasi untuk berubah juga rendah,

maka pendekatan perbaikan mutu berkesinambungan adalah alternatif yang

tepat. Sementara itu, jika kesiapan organisasi untuk berubah tinggi, tetapi

kebutuhan bisnisnya rendah, maka perlu dikembangkan strategi untuk mencari

terobosan baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

44

2.5 Implementasi Kebijakan

Kusumanegara (2010), berpendapat bahwa setelah proses suatu legislasi

kebijakan selesai, maka sebagai langkah lanjut adalah implementasi kebijakan.

Sebagaimana diungkapkan oleh Lester dan Stewart (2000), implementasi adalah

sebuah tahapan administratif yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan

melalui proses politik. Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai

proses administrasi dari hukum (statuta) yang di dalamnya tercakup keterlibatan

berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik pengawasan yang dilakukan agar

tujuan kebijakan tercapai.

Selain pengertian di atas, implementasi kebijakan dipahami sebagai suatu

proses, output, dan outcome. Implementasi dikonseptualisasikan sebagai proses

karena di dalamnya terjadi beberapa rangkaian aktivitas yang berkelanjutan.

Implementasi dikonseptualisasikan sebagai output, yaitu melihat apakah aktivitas

dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi

sebelumnya atau mengalami penyimpangan-penyimpangan. Implementasi juga

dikonseptualisasikan sebagai outcome, yaitu apakah implementasi suatu kebijakan

mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat

(Lester dan Stewart, 2000).

2.4.1 Aktor-Aktor Implementasi

Kusumanegara (2010), berpendapat bahwa dalam tahapan implementasi

terdapat berbagai aktor yang terlibat. Mereka bisa berasal dari kalangan birokrasi,

legeslatif, lembaga peradilan, kelompok-kelompok penekan, dan organisasi-

organisasi komunitas (Anderson, 1979; Lester dan Stewart, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

45

a. Birokrasi. Pada umumnya birokrasi dipandang sebagai agen administrasi

yang paling bertanggung jawab dalam mengimplementasikan kebijakan. Di

Indonesia, setelah DPR bersama presiden melegitimasi suatu undang-undang

maka aktivitas selanjutnya ditangani oleh aparat birokrasi dari pusat hingga

daerah untuk mengimplementasikannya. Birokrasi mempunyai wewenang

yang besar untuk sepenuhnya menguasai “area” implementasi kebijakan

dalam wilayah operasinya karena mereka mendapat mandat dari lembaga

legislatif. Hal ini juga disebabkan peraturan perundangan yang dibuat

legislatif dan presiden bersifat umum dan tidak mengatur secara mendetail

segala aspek teknis yang dibutuhkan agar implementasi berbagai program

mencapai tujuannya. Akibatnya birokrasi mempunyai kewenangan melakukan

diskresi kebijakan. Secara konseptual diskresi merupakan tindakan yang

ditempuh administrator untuk menyelesaiakan kasus tertentu dalam

implementasi yang tidak atau belum diatur dalam regulasi baku (Dwiyanto,

2002). Ketika UU No. 7 Tahun 1963 tentang Farmasi ditetapkan (Pemerintah

RI, 1963), berbagai ketentuan mulai dibuat oleh aparat pusat maupun daerah

untuk mengimplementasikan undang-undang ini. Ketentuan-ketentuan

dimaksud antara lain PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek yang kemudian

diubah melalui PP No. 25 tahun 1980, Permenkes No.

922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin

Apotek yang kemudian diubah melalui Kepmenkes No.

1332/Menkes/SK/X/2002, dan peraturan pelaksanaan lainnya. Peraturan

tersebut bersifat hirarkis dan semakin rinci serta lebih operasional

dibandingkan dengan UU No. 7 Tahun 1963 yang hanya memuat secara

umum peraturan tentang farmasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

46

b. Badan Legislatif. Secara tradisional ada pandangan dalam ilmu administrasi

negara yaitu politik dan administrasi adalah aktivitas yang terpisah. Politik

dianggap lebih memusatkan perhatiannya pada aktivitas perumusan kebijakan

publik yang ditangani oleh legislatif dan eksekutif. Sedangkan kebijakan

administratif lebih terkonsentrasi pada implementasi kebijakan dan ditangani

oleh agen-agen administratif (birokrasi). Namun pada kenyataannya banyak

agen administrasi yang justru terlibat dalam perumusan kebijakan di samping

tugas utamanya mengimplementasikan kebijakan publik. Hal ini terjadi pada

saat birokrasi membuat serangkaian peraturan pendukung kebijakan yang

sudah ada. Sementara lembaga legislatif juga dapat terlibat dalam

implementasi kebijakan ketika mereka ikut menentukan berbagai peraturan

yang spesifik dan mendetail. Menurut Anderson (1979), para legislator

mempengaruhi administrasi dalam berbagai cara. Semakin mendetail legislasi

dibuat, akan semakin terbatas ruang gerak yang dimiliki agen-agen

administasi. Telah menjadi kecenderungan di berbagai negara, bahwa para

legislator lebih sering terlibat dalam implementasi kebijakan dengan membuat

peraturan-peraturan mendetail agar diskresi kebijakan yang dilakukan oleh

birokrasi dalam implementasi kebijakan tidak menyimpang dari ketentuan

yang seharusnya (Lester dan Stewart, 2000). Upaya perluasan fungsi lembaga

legislatif dalam implementasi kebijakan publik dianggap semakin penting,

karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan birokrasi dapat

berakibat tidak tercapainya tujuan kebijakan.

c. Lembaga Peradilan. Di samping legislatif, lembaga peradilan juga

merupakan aktor dalam implementasi kebijakan. Lembaga peradilan

merupakan cabang yudisial yang menangani hukum publik. Namun lembaga

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

47

peradilan dapat terlibat dalam implementasi kebijakan ketika muncul tuntutan

masyarakat atas kebijakan tertentu yang implementasinya dianggap merugikan

masyarakat sehingga menjadi perkara hukum. Menanggapi tuntutan tersebut,

lembaga peradilan dapat merevisi ketentuan-ketentuan implementasi agar

tidak merugikan masyarakat. Dalam banyak kasus, pengaruh paling besar

lembaga peradilan terhadap implementasi kebijakan publik adalah melalui

interpretasi aparat hukum terhadap berbagai statuta, aturan administratif, dan

regulasi, serta hasil review mereka terhadap kasus-kasus administratif yang

dihadapi. Yang terpenting dari peranan lembaga ini adalah pengaruhnya dalam

menginterpretasikan UU, peraturan-peraturan dan cara pengaturan

administratif, dan kewenangan mereka untuk meninjau kebijakan administrasi

yang telah atau sedang dilaksanakan.

d. Kelompok Kepentingan/Penekan. Aktor lainnya yang berperan dalam

implementasi adalah kelompok-kelompok penekan (pressure groups). Karena

dalam implementasi berbagai diskresi banyak dilakukan oleh birokrasi, maka

banyak kelompok-kelompok kepentingan yang ada di masyarakat berusaha

mempengaruhi berbagai peraturan implementasi. Tindakan kelompok-

kelompok kepentingan menekan kebijakan pemerintah dimaksudkan agar

mereka memperoleh keuntungan dengan adanya implementasi program

tertentu. Begitu suatu kebijakan disetujui, berbagai kelompok kepentingan

yang memperjuangkan aspirasi mereka ke lembaga legislatif beralih ke

lembaga-lembaga administrasi. Akibat buruk dari praktek ini adalah

kepentingan-kepentingan kelompok menjadi fokus sentral dalam kegiatan

administrasi, bukan lagi pada kepentingan publik.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

48

e. Organisasi Komunitas. Lembaga lain yang sering terlibat dalam

implementasi kebijakan adalah organisasi-organisasi komunitas. Banyak

program-program yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan

politik yang berlabel pro pembangunan masyarakat (community development).

Dengan sendirinya masyarakat baik secara individual maupun kelompok

terlibat dalam implementasi program itu baik sebagai obyek dan atau subyek

program.

2.4.2 Teknik Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan memerlukan perangkat untuk mengetahui

kesesuaian pelaksanaan suatu progam dengan kebijakan publik yang menjadi

acuannya. Lester dan Stewart (2000), menyatakan bahwa perdebatan yang muncul

tentang persoalan implementasi kebijakan publik mengarah pada dua pendekatan,

yaitu pendekatan command and control dan pendekatan economic incentive

(market). Pendekatan command and control menyertakan mekanisme yang

nampak koersif untuk menyelaraskan pelaksanaan dengan kebijakan acuan.

Mekanisme tersebut misalnya rancangan baku, inspeksi, dan pemberian sanksi

jika terjadi pelanggaran. Sedangkan pendekatan economic incentive menggunakan

sarana perpajakan, subsidi, atau penalti agar pelaksanaan sesuai dengan kebijakan

acuan. Pendekatan command and control dianggap para penentangnya terlalu

kaku, mengabaikan inisiatif dan inovasi dalam pencapaian tujuan kebijakan, dan

menyia-nyiakan sumberdaya masyarakat. Para penganut pendekatan economic

incentive berpandangan bahwa sebaiknya para individu diberikan ruang yang

cukup untuk membuat keputusan sendiri, mempunyai kebebasan dan kerelaan

bertindak untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan biaya serendah

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

49

mungkin. Tidak ada satupun skema acuan pencapaian tujuan yang dapat bekerja

dengan baik jika di antara aktor implementasi mempunyai pandangan yang

berbeda tentang bagaimana cara yang tepat untuk mencapainya. Pada akhirnya

diperlukan bargaining dan negoisasi di antara aktor-aktor yang terlibat atau

bahkan dengan komunitas yang lebih luas lagi untuk menetapkan cara yang

terbaik untuk mencapai tujuan.

Subarsono (2009), berpendapat bahwa kompleksitas implementasi bukan

saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi

juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel

pengaruh yang kompleks, baik variabel pengaruh individual maupun variabel

pengaruh organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga

saling berinteraksi satu sama lain. Terdapat beberapa teori implementasi, antara

lain: teori Edwads III (1980), teori Grindle (1980), teori Mazmanian dan Sabatier

(1983), teori Meter dan Horn (1975), teori Cheema dan Rondinelh (1983), dan

teori Weimer dan Vining (1999).

a. Teori Edwards III

Edwards III (1980), berpendapat bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi

oleh empat variabel pengaruh, yakni: i. komunikasi; ii. sumberdaya;

iii. disposisi; dan iv. struktur birokrasi. Keempat variabel pengaruh tersebut

juga saling berhubungan satu sama lain, secara skematis dapat dilihat pada

Gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

50

Gambar 2.2 Empat variabel pengaruh terhadap implementasi kebijakan

(Edward III, 1980) sebagaimana dikutip Subarsono (2009)

i. Komunikasi. Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan

implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi

tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok

sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak

diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan

terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Ketidakberhasilan peningkatan

peran apoteker secara penuh dan langsung di apotek melalui implementasi

PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan PP No. 26 tahun 1965 tentang

Apotek, salah satu kemungkinan penyebabnya adalah karena apa yang

menjadi tujuan dan sasaran kebijakan kurang ditransmisikan kepada

kelompok sasaran (target group) dengan baik.

ii. Sumberdaya. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas

dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

51

Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di atas kertas dan menjadi

dokumen saja. Sumberdaya dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni

kompetensi implementator dan sumberdaya finansial.

iii. Disposisi. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

implementator, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila

implementator memiliki disposisi yang baik, maka implementator akan

dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi

kebijakan juga menjadi tidak efektif. Menurut Subarsono (2009), berbagai

pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga menunjukkan

bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat relatif rendah. Berbagai

kasus korupsi yang muncul di negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia

adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam

mengimplementasikan program-program pembangunan. Ketidakberhasilan

peningkatan peran apoteker secara penuh dan langsung di apotek melalui

implementasi PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan PP No. 26 Tahun

1965 tentag Apotek sebagai suatu kebijakan, salah satu kemungkinannya

adalah bahwa sebagian kelompok sasaran (target group) adalah

implementator itu sendiri yang mungkin tidak menginginkan kebijakan ini

berjalan.

iv. Struktur Birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

52

penting dari setiap organisasi adalah adanya standar prosedur operasional

(SPO) yang menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang

rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi

tidak fleksibel.

b. Teori Grindle

Grindle (1980), berpendapat bahwa keberhasilan implementasi dipengaruhi

oleh dua variabel pengaruh, yakni isi kebijakan (content of policy) dan

lingkungan implementasi (context of implementation) seperti terlihat pada

Gambar 2.3. Variabel pengaruh isi kebijakan mencakup: i. sejauh mana

kepentingan kelompok sasaran atau target grup termuat dalam isi kebijakan;

ii. jenis manfaat yang diterima oleh target grup; iii. sejauhmana perubahan

yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan

mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit

diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit

atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin; iv. apakah letak

sebuah program sudah tepat. Misalnya, ketika BKKBN memiliki program

peningkatan kesejahteraan keluarga dengan memberikan bantuan dana kepada

keluarga prasejahtera, banyak orang mempertanyakan apakah letak program ini

sudah tepat berada di BKKBN; v. apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan

implementornya dengan rinci; dan vi. apakah sebuah program didukung oleh

sumberdaya yang memadai. Sedangkan variabel pengaruh lingkungan

kebijakan mencakup i. seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi

yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; ii.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

53

karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; iii. tingkat kepatuhan

dan responsivitas kelompok sasaran.

c. Teori Mazmanian dan Sabatier

Mazmanian dan Sabatier (1983), berpendapat bahwa ada tiga kelompok

variabel pengaruh, yakni: i. karakteristik dari masalah (tractability of the

problems); ii. karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to

structure implementation), iii. lingkungan (nonstatutory variables affecting

implementation), seperti terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.3 Dua variabel pengaruh terhadap implementasi kebijakan

(Grindle, 1980) sebagaimana dikutip Subarsono (2009)

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

54

Gambar 2.4 Tiga Kelompok Variabel Pengaruh terhadap Implementasi

Kebijakan (Mazmanian dan Sabatier, 1983) sebagaimana

dikutip Subarsono (2009)

i. Karakteristik Masalah:

a) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu

pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan,

seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras

yang tiba-tiba naik. Di pihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang

relatif sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan

sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan mempengaruhi

mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.

b) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu

program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok

sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya

heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

55

tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program

relatif berbeda.

c) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program

akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua

populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan

apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

d) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program

yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan

relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk

mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Sebagai contoh, implementasi

PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan PP No. 26 Tahun 1965 tentang

Apotek, karena menyangkut perubahan perilaku apoteker dalam

berprofesi.

ii. Karakteristik kebijakan:

a) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah

kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementator mudah

memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya,

ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam

implementasi kebijakan.

b) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoretis.

Kebijakan yang memiliki dasar teoretis memiliki sifat lebih mantap

karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu

perlu ada modifikasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

56

c) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.

Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial.

Setiap program juga memerlukan dukungan staf untuk melakukan

pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program,

yang semuanya itu perlu biaya.

d) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai

institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya

koordinasi vertikal dan horisontal antar instansi yang terlibat dalam

implementasi program.

e) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

f) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi

yang terjadi di negara-negara dunia ketiga, khususnya di Indonesia salah

satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk

melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program.

g) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi

dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan

peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat

dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.

Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya menjadi

penonton terhadap program yang ada di wilayahnya.

iii. Lingkungan kebijakan:

a) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.

Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah

menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

57

yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan teknologi

akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program,

karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan

diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.

b) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang

memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik.

Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga

BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik.

c) Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok

pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi

kebijakan melalui berbagai cara antara lain: (1) Kelompok pemilih dapat

melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan

pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah

keputusan; (2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui

kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan

membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.

d) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan

implementator. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk

merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah

variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki

keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya

merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

58

d. Teori Meter dan Horn

Meter dan Horn (1975), berpendapat bahwa ada lima variabel pengaruh, yakni:

i. standar dan sasaran kebijakan; ii. sumberdaya; iii. komunikasi

antarorganisasi; dan penguatan aktivitas; iv. karakteristik agen pelaksana; dan

v. kondisi sosial, ekonomi dan politik, secara skematis dapat dilihat

Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Lima variabel pengaruh terhadap implementasi kebijakan

(Meter dan Horn, 1975) sebagaimana dikutip Subarsono (2009)

i. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas

dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan

kabur, maka akan terjadi multi-interpretasi dan mudah menimbulkan konflik

di antara para agen implementasi.

ii. Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik

sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia

(nonhuman resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti

Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan

kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

59

iii. Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi

sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk

itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan

suatu program.

iv. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen

pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola

hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan

mempengaruhi implementasi suatu program.

v. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya

ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi

kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan

dukungan bagi implementasi kebijakan; karakeristik para partisipan, yakni

mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di

lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

vi. Disposisi implementator. Disposisi implementator ini mencakup tiga hal

yang penting, yakni: (a) respon implementator terhadap kebijakan, yang

akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b)

kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas

disposisi implementator, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh

implementator.

e. Teori Cheema dan Rondinelli

Cheema dan Rondinelli (1983), berpendapat bahwa kerangka konseptual pada

Gambar 2.6 dapat digunakan untuk analisis implementasi program-program

pemerintah yang bersifat desentralistis. Ada empat kelompok variabel

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

60

pengaruh, yakni: i. kondisi lingkungan; ii. hubungan antar organisasi;

iii. sumberdaya organisasi untuk implementasi program; iv. karakteristik dan

kemampuan agen pelaksana.

Gambar 2.6 Empat kelompok variabel pengaruh terhadap implementasi

kebijakan (Cheema dan Rondinelli, 1983) sebagaimana dikutip

Subarsono (2009)

f. Teori Weimer dan Vining

Weimer dan Vining (1999), berpendapat bahwa ada tiga kelompok besar

variabel pengaruh, yakni: i. logika kebijakan; ii. lingkungan tempat kebijakan

dioperasikan; dan iii. kemampuan implementor kebijakan.

i. Logika kebijakan. Logika dari suatu kebijakan dimaksudkan agar suatu

kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan

teoretis. Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti

halnya hubungan logis dari suatu hipotesis.

ii. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan. Lingkungan tempat

kebijakan tersebut dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencakup

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

61

lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis. Suatu

kebijakan dapat berhasil diimplementasikan di suatu daerah tertentu, tetapi

ternyata gagal diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi lingkungan

yang berbeda.

iii. Kemampuan implementator. Keberhasilan suatu kebijakan dapat

dipengaruhi oleh tingkat komptensi dan keterampilan dari para

implementator kebijakan.

2.5 Instrumen Kebijakan

Howlett dan Ramesh (1995), berpendapat bahwa ada sepuluh jenis

instrumen kebijakan yang secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Sepuluh jenis instrumen kebijakan (Howlett dan Ramesh, 1995)

sebagaimana dikutip Subarsono (2009)

a. Instrumen sukarela (Voluntary Instruments)

Karakteristik dari instrumen sukarela adalah sangat kecil atau hampir tidak ada

intervensi dari pemerintah. Pemerintah sering dengan sengaja tidak akan

melakukan sesuatu atau tidak membuat kebijakan terhadap suatu masalah

publik, sebab pemerintah percaya bahwa itu dapat dilakukan secara baik oleh

rumah tangga dan komunitas, organisasi sukarela, dan pasar swasta (private

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

62

market). Instrumen sukarela adalah alat yang penting untuk implementasi

kebijakan ekonomi dan sosial. Penggunaan instrumen ini semakin mendapat

posisi yang baik ketika pemerintah melakukan proses privatisasi. Ada beberapa

alasan digunakan instrumen ini, seperti: efisiensi biaya, sesuai dengan norma-

norma suatu komunitas, dan mendapat dukungan dari rumah tangga dan

komunitas. Implementasi pengambilan sampah rumah tangga dalam sebuah

kompleks perumahan yang diorganisir oleh ketua RT dan model siskamling

oleh komunitas tertentu untuk menjaga keamanan lingkungannya adalah

sebuah contoh konkrit. Instrumen sukarela ini terdiri dari: rumah tangga dan

komunitas, organisasi sukarela, dan pasar swasta.

i. Rumah tangga dan komunitas. Instrumen pertama dari instrumen sukarela

dalam rangka implementasi kebijakan adalah rumah tangga dan komunitas.

Dalam masyarakat, teman dan tetangga sering memberikan sejumlah

pelayanan jasa dan barang, dan ini dapat dipandang sebagai perluasan dari

pelayanan yang seharusnya diberikan oleh negara. Sebagai contoh:

Siskamling yang dilakukan oleh komunitas tertentu dalam rangka

implementasi kebijakan keamanan.

ii. Organisasi sukarela. Organisasi sukarela adalah alat yang efisien untuk

memberikan pelayanan ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan pada

masyarakat. Mereka terkadang lebih cepat dan responsif dalam membantu

para kurban bencana alam, misalnya. Berbagai organisasi sosial dan yayasan

mendirikan rumah sakit, sekolah, dan penampungan bagi yatim piatu atau

orang lanjut usia.

iii. Pasar. Pasar adalah instrumen yang sangat diperlukan untuk lingkungan

tertentu. Ia merupakan alat yang efektif dan efisien untuk menyediakan

Universitas Sumatera Utara

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

63

barang-barang privat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pasar juga akan

menjamin adanya kompetisi dalam penyediaan barang dan jasa kemudian

masyarakat dapat memilih barang dan jasa dengan harga yang paling murah.

b. Instrumen wajib (Compulsary Instruments)

Instrumen wajib sering juga disebut instrumen instruksi atau tindakan langsung

ke sasaran baik individu maupun perusahaan. Pemerintah memiliki otoritas

untuk memberi instruksi kepada warga negara untuk melakukan tindakan

tertentu, dan mengawasi perusahaan untuk mentaati hukum atau menghasilkan

barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat. Instrumen wajib ini terdiri

dari regulasi, perusahaan negara, dan kebijakan langsung.

i. Regulasi. Regulasi dimaksudkan membatasi perilaku individu, masyarakat,

dan perusahaan baik perusahaan swasta maupun perusahaan publik.

Barangsiapa yang tidak taat pada regulasi akan dikenai sanksi oleh

pemerintah. Untuk implementasi regulasi ini memerlukan keterlibatan polisi

dan sistem peradilan. Regulasi ini dapat di sektor ekonomi, sosial,

keamanan dan sebagainya. Regulasi di sektor ekonomi, sebagai contoh,

regulasi penentuan harga dasar gabah, ongkos tarif angkutan darat, volume

import barang. Regulasi juga dapat berbentuk penentuan standar, prosedur

perijinan, larangan perilaku tertentu, dan perintah untuk melakukan

tindakan.

ii. Perusahaan Publik. Perusahaan publik juga dikenal sebagai Badan Usaha

Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Perusahaan publik pada umumnya

sekitar lima puluh satu persen sampai seratus persen asetnya dimiliki oleh

pemerintah, dan manajemennya di bawah kontrol pemerintah, serta

menghasilkan barang dan pelayanan publik. Perusahaan publik sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

64

instrumen kebijakan menawarkan keuntungan di satu pihak, seperti

menyediakan barang dan jasa yang tidak dihasilkan oleh sektor swasta atau

pasar, tetapi di pihak lain pemerintah sering sulit mengontrol manajamen

perusahaan publik.

iii. Kebijakan langsung. Pemerintah terkadang memberikan pelayanan jasa

dan barang secara langsung yang dibiayai dan dikelola oleh pemerintah

pusat, seperti Bantuan Presiden untuk desa-desa di Indonesia, Instruksi

Presiden untuk Desa Tertinggal (IDT), Program Jaring Pengaman Sosial

(JPS), dan sebagainya.

c. Instrumen gabungan

Instrumen gabungan ini terdiri dari informasi, subsidi, pengaturan hak milik,

dan pajak.

i. Informasi. Pemberian informasi pada individu dan perusahaan diharapkan

dapat mengubah perilaku mereka. Informasi sering bersifat umum, dan ini

dimaksudkan untuk menambah pengetahuan masyarakat agar memiliki

cukup informasi sebelum membuat keputusan. Sebagai contoh, informasi

tentang pariwisata, informasi tentang berbagai program pemerintah, dan

informasi yang berhubungan dengan statistik sosial dan ekonomi perlu

disebar luaskan oleh pemerintah pada masyarakat, agar masyarakat dapat

meresponnya.

ii. Subsidi. Yang dimaksud subsidi adalah semua bantuan finansial pemerintah

kepada individu, perusahaan, dan organisasi. Maksud subsidi adalah untuk

memberikan bantuan pembiayaan terhadap berbagai aktivitas.

iii. Pengaturan hak milik. Pengaturan hak milik ini dimaksudkan untuk

mengontrol segala bentuk aktivitas yang dapat merugikan masyarakat,

Universitas Sumatera Utara

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmasi Komunitas 2.1.1 Definisi · 2016. 4. 9. · Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

65

seperti polusi air dan limbah, jumlah kendaraan di kota. Melalui kontrol

tersebut diharapkan kepentingan publik dapat dilindungi.

iv. Pajak. Pajak merupakan pembayaran wajib dari individu dan perusahaan

kepada pemerintah yang berfungsi sebagai pendapatan pemerintah guna

membiayai pengeluaran pemerintah. Namun demikian, pajak juga dapat

digunakan untuk mengatur perilaku masyarakat. Sebagai contoh, pajak

dengan tarif tinggi dapat dikenakan pada minuman keras dengan maksud

mengurangi jumlah masyarakat yang menggunakan minuman keras.

Sementara itu, tarif pajak ekspor produk kerajinan dapat dikurangi dengan

maksud untuk menggenjot volume eksport barang kerajinan dan

mengembangkan industri kecil.

Universitas Sumatera Utara