29
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Mellitus dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah”. Pada bab ini juga akan disajikan materi sebagai berikut: konsep diabetes mellitus, konsep Ketidakstabilan kadar glukosa darah dan asuhan keperawatan diabetes mellitus dengan ketidakstabilan kadar glukosa darah. 2.1 Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1 Pengertian Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gagalnya penguraian zat gula didalam tubuh (darah) pada tubuh normal, zat gula harus diurai menjadi glukosa dan glikogen oleh hormon insulin yang diproduksi sel beta pankreas. Glukosa dan glikogen inilah yang kemudian oleh tubuh melalui proses metabolisme atau pembakaran diubah menjadi energi (Hartini, 2009). 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus 1) Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β (beta). Rusaknya sel β pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit

BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan Pasien

Diabetes Mellitus dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah”. Pada

bab ini juga akan disajikan materi sebagai berikut: konsep diabetes mellitus, konsep

Ketidakstabilan kadar glukosa darah dan asuhan keperawatan diabetes mellitus

dengan ketidakstabilan kadar glukosa darah.

2.1 Konsep Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian

Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gagalnya penguraian

zat gula didalam tubuh (darah) pada tubuh normal, zat gula harus diurai

menjadi glukosa dan glikogen oleh hormon insulin yang diproduksi sel beta

pankreas. Glukosa dan glikogen inilah yang kemudian oleh tubuh melalui

proses metabolisme atau pembakaran diubah menjadi energi (Hartini, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

1) Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena

kerusakan sel β (beta). Rusaknya sel β pankreas diduga karena proses

autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1

rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

9

dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara

maju maupun di negara berkembang (Merck, 2008).

2) Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 ini tidak ada kerusakan pada pankreas dan dapat

menghasilkan insulin, bahkan terkadang insulin pada tingkat tinggi dari

normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga

tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes

tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa. Seringkali diabetes tipe 2

didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul

sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh

dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko

seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (Merck, 2008).

3) Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus adalah diabetes yang didiagnosis selama

kehamilan dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di

atas normal). Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan

risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki

risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (CDA, 2013).

4) Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena

adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi

gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan

kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan

kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

10

dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan

indrom genetik (ADA, 2015).

2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus

Faktor penyebab diabetes mellitus (Smeltzer, 2012) antara lain :

1) DM Tipe 1

a) Faktor genetik

Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu

kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Kecenderungan

genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA

(Human Leucocyte Antigen) tertentu.

b) Faktor imunologi

Respon abnormal dimana Antibodi terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan asing.

c) Faktor lingkungan

Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan

distruksi sel beta.

2) DM Tipe 2

Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia

(Suddarth, 2008).

2.1.4 Faktor Resiko Diabetes Mellitus

1) Faktor risiko yang dapat diubah

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

11

a) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam

aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan

minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu

terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2009).

b) Pola makan yang tidak sehat

Diet yang digunakan sebagai bahan penatalaksanaan Diabetes mellitus

dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, karbohidrat. Jenis

makanan yang menyebabkan terjadinya Diabetes mellitus adalah jenis

makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans dan lemak jenuh

serta makanan yang mengandung tinggi natrium (Almatsier, 2008). Pola

makan yang tinggi lemak, garam dan gula mengakibatkan masyarakat

cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Selain itu pola

makanan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian

masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah

(Suyono, 2013).

c) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit

DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten

insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin

resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul

didaerah sentral atau perut (central obesity) (Kariadi, 2009).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

12

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes

mellitus. Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia

dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh (Fathmi,

2012).

b) Riwayat keluarga diabetes melitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya,

seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga

terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa mereka

yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali

lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita

DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko

terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).

c) Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5

kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010).

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM

diantaranya :

1) Pengeluaran urin berlebih (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat

melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan

kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

13

mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala

pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang

dikeluarkan mengandung glukosa (Soegondo, 2014).

2) Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa

terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan

cairan (Subekti, 2009).

3) Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan

karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam

darah cukup tinggi (Soegondo, 2014).

4) Penyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa

mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).

5) Gangguan penglihatan

Tingginya kadar gula darah pada penyakit Diabetes mellitus dapat

mengakibatkan gangguan pengelihatan berupa lesi mikrovaskular pada

retina. Kerusakan yang terjadi pada retina menyebabkan penurunana fungsi

macula yang merupakan bagian dari retina yang banyak terdapat sel sel foto

reseptor, khususnya sel kerucut. Gangguan pengelihatan yang umum terjadi

pada orang dengan Diabetes mellitus seperti retinopati, katarak, dan

glaukoma, ketiganya dipengaruhi oleh tingginya kadar gula darah dalam

tubuh penderita, selain itu gangguan pengelihatan dapat terjadi karena

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

14

penebalan dan penyempitan pembuuh darah, sehingga nutrisi yang

seharusnya didapat oleh sel sel mata terhambat (Septadina, 2015).

6) Kelelahan

Kelelahan merupakan perasaan letih yang luar biasa dan pada orang dengan

Diabetes mellitus dapat diebabkan karena faktor fisik seperti matabolisme

yang tinggi dan faktor psikologi seperti depresi dan ansietas (Nasekhah,

2016).

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus

1) Diabetes Mellitus Tipe I

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Glukosa yang berasal dari makanan yang tidak dapat disimpan dalam hati,

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi darah yang mengandung

glukosa terlalu tinggi, ginjal tidak mampu menyerap kembali semua

glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam

urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresi ke dalam

urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dianamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan yang berlebih, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga

mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat menyebabkan

penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

15

(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari

asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi

insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut

menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan

lemak peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk

samping pemecahan lemak. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya

dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nteri abdomen, mual-

muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan

menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Brunner &

Suddarth, 2012)

2) Diabetes Mellitus Tipe II

Pada Diabetes Melitus tipe II ini, terdapat dua permasalahan utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi

intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

16

toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini terjadi akibat dipertahankan

pada tingkat yng normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel

– sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,

namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk

mencegah pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang

menyertainya, oleh karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada

diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol

dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan “sindrom

hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (Brunner & Suddarth, 2012).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

17

2.1.7 Pathway Diabetes Mellitus

DM TIPE 1 DM TIPE II

Reaksi Autoimun Idiopatik, Usia, Genetik, Gaya hidup, diet

Sel Beta Pankreas Rusak Jumlah Sel Beta Pankreas menurun

Defisiensi Insulin Resistensi Insulin

Metabolisme protein

dan lemak terganggu

Polifagia

Pola makan tidak seimbang

Hiperglikemia

Hipoglikemia

Bagan 2.1 Pathway Diabetes Mellitus (Brunner & Suddarth, 2012)

Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Penggunaan insulin / obat

yang kurang tepat /

berlebih

Keterlambatan absorbsi

karbohidrat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

18

2.1.8 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain :

1) Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga

macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar

glukosa darah jangka pendek, diantaranya:

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) merupakan keadaan

dimana kadar glukosa darah berada dibawah nilai normal (<80 mg/dL)

yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang

dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan (Nabyl,

2009).

b) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar

glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat

menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai

oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo, 2016).

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai

dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari

600 mg/dl (Price & Wilson, 2008).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

19

2) Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson

(2008) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil

(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

(1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati

ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil

(Pandelaki, 2009).

(2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria

menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik

merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal

(Pandelaki, 2009).

(3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering

ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada

sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf (Subekti,

2009).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

20

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu

stroke dan risiko jantung koroner.

(1) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM

disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang

terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan

SMI (Silent Myocardial Infarction) (Widiastuti, 2012).

(2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-

DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang

ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti

adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan,

kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare, 2008).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM di Indonesia oleh

PERKENI (2011), menentukan patokan dalam penyaringan dan diagnosis

DM berdasarkan kadar glukosa darah sebagai berikut:

a) Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah yang menunjukkan seseorang mengalami DM

adalah apabila kadar glukosa plasma puasa (110-130 mg/dl), kadar

glukosa plasma sewaktu (>200 mg/dl), dan kadar glukosa plasma 2 jam

PP (140-200 mg/dl).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

21

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sebagai Patokan Dalam Penyaringan dan Diagnosis DM

Kadar Gula Darah Puasa Kadar Gula Darah 2

Jam PP

Kadar Gula Darah

Sewaktu

Prediabetes 90-125 mg/dL 140-180 mg/dL 140-200 mg/dL

Diabetes 110-130 mg/dL 140-200 mg/dL >200 mg/dL

Normal 80-126 mg/dL 120-160 mg/dL 100-130 mg/dL

Sumber: Perkeni (2011)

b) Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c)

HbA1c merupakan molekul hemoglobin yang memiliki glukosa terikat

pada strukturnya. Prosentase dari rerata kadar gula darah sebagai

indikasi pengontrolan kadar glukosa darah selama rentang usia sel

darah merah atau 2-3 bulan. HbA1c normal adalah ≤ 7 %.

c) C-Peptida

C-Peptida merupakan bentuk tidak aktif proinsulin yang dilepaskan

untuk menghasilkan molekul insulin aktif. Pengukuran ini dilakukan

untuk mengetahui kemampuan sel beta dalam memproduksi insulin,

sehingga dapat dibedakan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada DM

tipe 2, kadar c-peptida umumnya normal atau mengalami peningkatan

(Brashers, 2008).

2.1.10 Penatalaksanaan

Komplikasi diabetes melitus harus dicegah sedini mungkin dengan cara

penatalaksanaan yang tepat. Menurut Perkeni (2011) dalam

pengelolaan/tata laksana diabetes melitus tipe 2, terdapat lima pilar yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

22

harus dilakukan dengan tepat yaitu 1) edukasi; 2) terapi gizi medis

(perencanaan makan); 3) latihan jasmani; 4) intervensi farmakologis

(pengobatan); dan pemantauan kadar glukosa darah. Lima pilar pengelolaan

diabetes melitus menurut Perkeni (2011) adalah sebagai berikut :

1) Pendidikan / Edukasi

Dalam edukasi, perawat memberikan informasi kepada pasien yang

membutuhkan perawatan diri untuk memastikan kontinuitas pelayanan dari

rumah sakit ke rumah (Potter & Perry, 2009). Peran perawat sebagai

educator dimana pembelajaran merupakan health education yang

berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan.

Perawat harus mampu memberikan edukasi kesehatan dalam pencegahan

penyakit, pemulihan, penyusunan program health education serta

memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat dapat

bertindak sesuai perannya sebagai educator pada pasien dan keluarga, maka

perawat harus memiliki pemahaman terhadap prinsip-prinsip pengajaran

dan pembelajaran (Bastable, 2014).

2) Terapi Gizi Medis

Pengelolaan diet pada penderita diabetes melitus sangat penting. Tujuan

dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu penderita memperbaiki

gizi dan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik yaitu

ditunjukkan pada pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah.

Penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes melitus tipe 2 ini merupakan

bagian dari penatalaksanaan diabetes melitus secara total. Penatalaksanaan

diet ini meliputi 3 (tiga) hal utama yang harus diketahui dan dilaksanakan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

23

oleh penderita diabetes melitus, yaitu jumlah makanan, jenis makanan, dan

jadwal makan (Perkeni, 2011). Diet diabetes mellitus adalah pengaturan

makanan yang diberikan kepada penderita diabetes mellitus dimana diet

yang dilakukan harus tepat jumlah energi yang dikonsumsi dalam satu hari,

tepat jadwal sesuai 3 kali makan utama dan 3 kali makanan selingan dengan

interval waktu 3 jam antara makan utama dan makanan selingan serta tepat

jenis yaitu menghindari makanan yang tinggi kalori (Suprihatin, 2012).

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

ideal. Komposisi energi adalah 45-65% dari karbohidrat, 10-20% dari

protein dan 20-25% dari lemak. Ada beberapa cara untuk menentukan

jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan Diabetes mellitus. Diantaranya

adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung

pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan/laktasi,

adanya komplikasi dan berat badan. Cara yang lebih gampang lagi adalah

dengan cara pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300-2500 kalori,

normal 1700-2100 kalori dan gemuk 1300-1500 kalori (Soegondo dkk,

2014).

3) Latihan Jasmani / Olah raga

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan kontraksi otot

meningkat, sehingga permeabilitas membran sel terhadap glukosa

meningkat dan resistensi insulin berkurang. Ada 43 beberapa latihan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

24

jasmani yang disarankan bagi penderita diabetes melitus, diantaranya: jalan,

bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Klein, 2009).

Penyusunan program latihan bagi pasien diabetes sangat individual sesuai

dengan kondisi penyakitnya. Pada pasien dapat bermanfaat untuk

menurunkan kadar gula darah, memperbaiki kontrol diabetes,

meningkatkan fungsi jantung dan pernafasan, menurunkan berat badan dan

meningkatkan kualitas hidup disamping manfaatnya, latihan olah raga dapat

beresiko menimbulkan hipoglikemia dan hiperglikemia sehingga akan

memperburuk kontrol diabetes (Depkes, 2008).

4) Intervensi Farmakologis

Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap

hari. Penderita diabetes melitus tipe 2, umumnya perlu minum obat

antidiabetes secara oral atau tablet. Penderita diabetes memerlukan suntikan

insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan

tablet (Perkeni, 2011).

a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh

dokter khusus bagi diabetesi. Obat penurun glukosa darah bukanlah

hormon insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui

beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah.

b) Insulin

Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes melitus tipe I

yang harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa hal

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

25

yang perlu diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis preparat,

dosis insulin, waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan

insulin (Suyono dkk, 2013).

5) Pemantauan Kadar Gula Darah

Pemantauan Diabetes Mellitus merupakan pengendalian kadar gula darah

mencapai kondisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar gula

darah maka akan terhindar dari keadaan hiperglikemia atau hipoglikemia

serta mencegah terjadinya komplikasi. Hasil Diabetes Control And

Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian Diabetes

mellitus yang baik dapat mengurangi komplikasi antara 20-30%. Pasien

Diabetes mellitus bisa memeriksakan gula darah ke tempat pelayanan

kesehatan terdekat atau memiliki alat pemeriksaan sendiri (Soewondo,

2016).

2.2 Konsep Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

2.2.1 Definisi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Ketidakstabilan glukosa darah merupakan keadaan dimana nilai kadar

glukosa (gula darah) berada diatas maupun dibawah dari kisaran nilai

normal. Pada hiperglikemia dapat terjadi hipoglikemia apabila mendapat

penanganan yang kurang tepat. Sedangkan pada hipoglikemia dapat terjadi

hiperglikemia apabila pola makan tidak mengikuti anjuran diet. Pasien

dengan diabetes melitus beresiko memiliki kadar glukosa darah yang tidak

stabil. Glukosa darah yang stabil seharusnya tidak diatas atau dibawah

rentang normal karena dapat menyebabkan gejala tertentu (Wilkinson,

2011).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

26

2.2.2 Etiologi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Gangguan sensitivitas jaringan hati dan otot terhadap insulin, gangguan

sekresi insulin oleh sel β pankreas, kurangnya produksi insulin, dan

ketidakmampuan menggunakan insulin atau keduanya (ADA, 2012; Lewis

dkk; 2011). Insufisiensi produk insulin dan penurunan kemampuan tubuh

menggunakan insulin pada penderita diabetes melitus mengakibatkan

peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) maupun penurunan

jumlah insulin efektif yang digunakan oleh sel sehingga dapat menimbulkan

kelainan patofisologi pada penderita diabetes mellitus (Daniel, 2012).

2.2.3 Dampak Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah yaitu hiperglikemia dan

hipoglikemia. Penurunan kadar insulin yang sangat rendah akan

menimbulkan hiperglikemia, glukosuria berat, penurunan lipogenesis,

peningkatan lipolisis, peingkatan oksidasi asam lemak bebas disertai

dengan pembentukan badan keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).

Hal ini menyebabkan peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis

metabolik. Glukosuria dan ketonuria dapat menyebabkan diuresis osmotik,

dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit

berlebih dapat menyebabkan hipotensi, syok, koma, sampai meninggal

(Price & Wilson, 2008). Hipoglikemia terjadi apabila kadar glukosa darah

<80 mg/dl, sering terjadi akibat kelebihan pemberian terapi insulin ataupun

terlambat makan. Gejala yang muncul disebabkan oleh pelepasan epinefrin

(keringat dingin, gemetar, sakit kepala dan palpitasi), kekurangan glukosa

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

27

dalam otak (tingkah laku tidak sesuai, sensori yang tumpul dan koma).

Kejadian hipoglikemia yang sering terjadi dan dalam waktu yang lama

dapat menimbulkan kerusakan otak permanen bahkan kematian (Smeltzer

& Bare, 2008).

2.3 Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

2.3.1 Pengkajian

1) Anamnese

Pengkajian merupakan tahap awal interaksi antara perawat dan pasien.

Dengan pengkajian akan didapatkan data yang nantinya akan

mendukung proses keperawatan dan pengobatan, tahap pengkajian

diperlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah.

Keberhasilan proses keperawatan berikutnya sangat tergantung pada

tahap ini (Marni,2014)

a) Nama: Digunakan untuk membedakan antara pasien satu dengan

lainnya.

b) Umur: Diabetes mellitus Tipe I usia < 30 tahun. Pada diabetes

mellitus Tipe 2 usia > 30 tahun, cenderung meningkat pada usia >

65 tahun (Merck, 2008)

c) Suku: Digunakan untuk menentukan kebiasaan atau adat istiadatnya

dalam sehari-hari.

d) Agama: digunakan dalam menentukan bagaimana tenaga kesehatan

dalam memberikan motivasi atau dukungan pada penderita.

e) Alamat: digunakan untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat

tinggal dan komunitas pasien.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

28

2) Keluhan Utama

• Kondisi hiperglikemia

Biasanya pasien mengeluh mengalami penglihatan kabur, badan terasa

lemas, mengalami haus yang berlebihan, banyak buang air kecil,

dehidrasi, suhu tubuh meningkat dan mengalami sakit kepala (Price &

Wilson, 2008).

• Kondisi hipoglikemia

Keluhan yang dialami pasien seperti tremor, perspirasi, takikardi,

palpitasi, rasa lapar yang berlebihan, sakit kepala, vertigo, penurunan

perfusi, mengantuk, lemah, konfusi dan mengalami penurunan kesadaran

(Price & Wilson, 2008).

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada pasien diabetes mellitus terjadi defisiensi insulin sehingga

menyebabkan terganggunya metabolisme tubuh dan dapat menimbulkan

terjadinya hiperglikemia maupun hipoglikemia yang dapat menyebabkan

ketidakstabilan glukosa dalam darah (Brunner & Suddarth, 2008). Pada

pasien diabetes mellitus, pasien biasanya mengeluh badan terasa lemas,

pusing dan badan gemetar. Pasien mengatakan tidak mengikuti program

diet seperti yang diberikan. Hal itu menyebabkan kadar gula darah

menjadi naik. Oleh karena itu, pasien mengobati sendiri dengan

menggunakan insulin yang dimiliki dengan dosis yang tidak tepat

sehingga menyebabkan kadar gula darah menjadi turun.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

29

4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Adanya riwayat penyakit Diabetes mellitus dimana hasil pemeriksaan

gula darah bervariasi atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya

dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat

penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang

pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita

(Brunner & Suddarth, 2008). Pada pasien Diabetes mellitus akan terjadi

ketidakstabilan kadar glukosa dan akan menimbulkan hiperglikemia atau

hipoglikemia. Jika pada saat hiperglikemia dilakukan terapi yang kurang

tepat maka akan menyebabkan terjadinya hipoglikemia pada kondisi

yang sudah berat. Pasien akan melakukan pemeriksaan gula darah ke

tempat-tempat pelayanan kesehatan apabila terapi yang diberikan sudah

habis atau jika kondisi kesehatannya terganggu. Pemeriksaan gula darah

harusnya dilakukan secara teratur. Hal ini penting dilakukan agar kadar

gula darah dapat terkendali (Notoatmojo, 2010). Pasien dengan Diabetes

Mellitus dapat mengalami ketidakstabilan kadar glukosa. Pada saat

dilakukan pemeriksaan gula darah didapatkan hasil 340 mg/dL. Pasien

mengalami mual pada saat makan sehingga menyebabkan tidak nafsu

dengan makanan sehingga tidak menghabiskan seluruh porsi

makanannya dan tetap mengkonsumsi obat yang diberikan sehingga

menyebabkan terjadi hipoglikemia dan didapatkan hasil pemeriksaan

gula darah 77 mg/dL.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

30

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga

yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat

menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misalnya hipertensi (Brunner

& Suddarth, 2008).

6) Activity Daily Living (ADL)

1. Nutrisi

Pola makan berupa asupan makanan tinggi energi dan tinggi lemak

akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi

sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Pengendalian glukosa

darah pada penderita diabetes mellitus akan berhubungan dengan faktor

diet atau perencanaan makan. Hal ini disebabkan karena penyakit ini

merupakan gangguan metabolisme zat-zat gizi makro seperti

karbohidat, protein dan lemak. Pada penderita diabetes mellitus

mengeluhkan nafsu makan menurun, mual, muntah, penurunan berat

badan, rasa haus yang berlebihan, tidak mengikuti diet yang ditentukan

(Baradero, 2009).

2. Personal Hygiene

Pada pasien diabetes mellitus ditemukan penyakit periodental dan

dilakukan perawatan gigi. Juga menjaga kulitnya selalu bersih dan

kering khususnya didaerah lipatan seperti paha, aksila, dibawah

payudara karena cenderung terjadi luka akibat gesekan dan infeksi

jamur (Smeltzer, 2008).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

31

3. Aktivitas / istirahat

Pada pasien diabetes mellitus sering mengalami gangguan tidur,

keletihan, lemah, sulit bergerak maupun berjalan, kram otot dan tonus

otot menurun, takikardi dan takipnea pada saat istirahat (Doenges,

2010). Kurangnya aktivitas dapat memicu timbulnya obesitas dan

menyebabkan kurangnya sensitifnya insulin dalam tubuh sehingga

menimbulkan penyakit Diabetes mellitus. Pada penderita yang jarang

berolahraga dan beraktivitas, zat makanan yang masuk kedalam tubuh

tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula

(Kemenkes, 2010).

4. Eliminasi

Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan pola berkemih, volume

urine yang berlebih dan nokturia (Doenges, 2010).

7) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Pada pasien diabetes mellitus biasanya kesadarannya composmetis.

Namun pada pasien dengan kondisi hiperglikemia dan hipoglikemi

berat dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Selain itu

pasien akan mengalami badan lemah, mengalami polidipsi, polifagi

dan poliuri dan kadar gula darah tidak stabil (Rendy, 2012).

b. Tanda-Tanda Vital

Tanda-tanda vital mengalami peningkatan seperti tekanan darah, nadi

dan suhu dan pernafasan.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

32

a) Peningkatan tekanan darah dengan nilai tekanan sistole >120 dan

diastole >90 mmHg.

b) Peningkatan nadi dengan nilai >90 x/menit.

c) Peningkatan suhu dengan nilai >37,5oC.

d) Peningkatan RR dengan nilai >20x/menit

c. Sistem Pernafasan

Pernafasan kusmaul, sesak nafas, batuk dengan atau tanpa sputum

(Doenges, 2010).

d. Sistem Sirkulasi

Rasa kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang

penyembuhannya lama, takikardi, hipertensi (Padila, 2012).

e. Sistem Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,

gangguan penglihatan seperti penurunan tajam penglihatan (Padila,

2012).

f. Sistem Perkemihan

Perubahan pola berkemih, poliuria yang dapat berkembang menjadi

oliguria dan anuria jika berat, dan juga nokturia (Doenges, 2010).

Dapat ditemukan rabas atau gatal pada vagina karena peningkatan

kadar glukosa darah di sekret dan urine (Corwin, 2008).

g. Sistem Pencernaan

Terjadi hipertimpani, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, tidak

mengikuti diet, bising usus berkurang (Doenges, 2010).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

33

h. Sistem Muskuloskeletal

Kelemahan otot, tonus otot menurun dan mengalami kram otot

(Doenges, 2010).

i. Sistem Integumen

Kulit kering, kemerahan, gatal dan dapat terjadi ulkus (Doenges,

2010).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan asupan diet yang

tidak seimbang (Betty & Gail, 2010).

2.3.3 Batasan Karakteristik (Corwin, 2008)

1) Pada hiperglikemia kadar gula darah sewaktu >200 mg/dL, gula darah

puasa >130 mg/dL, dan gula darah 2 Jam PP >200 mg/dL.

2) Pada hipoglikemia kadar gula darah sewaktu <100 mg/dL, gula darah

puasa <80 mg/dL, dan gula darah 2 Jam PP <120 mg/dL.

3) Terjadi kelemahan, sakit kepala dan pusing.

4) Penurunan nafsu makan.

5) Mengalami polifagi, polidipsi, dan poliuri.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

34

2.3.4 Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan pada Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

(Ackley & Gail, 2011)

Tabel 1.2 Intervensi Keperawatan Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Pasien setelah

dilakukan asuhan

keperawatan

glukosa darah

kembali stabil

(Nurarif, 2015)

- Pasien mampu

mendemonstrasikan

bagaimana cara

memeriksa kadar glukosa

darah yang benar.

- Kadar glukosa darah

dalam rentang normal:

Kadar gula darah

sewaktu 100-130 mg/dL,

kadar gula darah puasa

80-126 mg/dL, dan kadar

gula darah 2 Jam PP 120-

160 mg/dL.

- Status nutrisi adekuat:

• Tidak terjadi

mual/muntah

• Tidak terjadi penurunan

BB.

- Tidak mengalami pusing

dan lemas

- Mampu berpartisipasi

dalam program terapi

(Moorhead, 2013).

Diet:

1. Monitor adanya penurunan

BB dan glukosa darah.

2. Menyarankan pasien untuk

mengukur makanan secara

berkala dengan

menggunakan prinsip 3J

3. Mendorong pasien untuk

mengurangi asupan gula.

4. Menilai perubahan gaya

hidup dan pola makan.

5. Monitor status cairan (intake

dan output).

Hiperglikemia:

6. Monitor glukosa darah

sebelum makan, sebelum

tidur, sesudah dan sebelum

pemberian terapi.

7. Monitor glukosa darah

setiap 4-6 jam.

8. Pertimbangkan pemantauan

glukosa darah setelah

makan.

1. Penurunan berat badan

menunjukkan terjadinya

gangguan metabolisme.

2. Mengukur makanan

dapat mengingatkan

pasien tentang ukuran

porsi normal makanan

untuk menjaga

kestabilan kadar glukosa

darah.

3. Konsumsi gula berlebih

menyebabkan

peningkatan kadar

glukosa darah.

4. Mengontrol penyebab

ketidakstabilan kadar

glukosa.

5. Menjaga keseimbangan

cairan.

6. Pasien yang

menggunakan banyak

suntikan insulin harus

dimonitor glukosa darah

sebanyak tiga kali atau

lebih setiap hari.

7. Pengecekan setiap 4-6

jam biasanya cukup

untuk menentukan

koreksi dosis insulin.

8. Pemantauan setelah

makan diperlukan untuk

mencapai target.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

35

9. Pantau tanda dan gejala

hiperglikemia seperti

poliuria, polidipsia,

polifagia.

10. Kolaborasi pemeriksaan

urine untuk keton jika kadar

glukosa darah >300 mg/dL.

11. Kolaborasi dengan Dokter

dalam pemberian Terapi.

Hipoglikemia

12. Pantau tanda dan gejala dari

hipoglikemia.

13. Monitor kadar glukosa

darah sebelum dan sesudah

pemberian insulin.

14. Kolaborasi dalam

pemberian dextrose sesuai

indikasi jika pasien

mengalami hipoglikemia.

15. Kolaborasi dalam

pemberian glukosa 15-20 g

glukosa dari makanan dan

hindari pemberian makanan

yang mengandung lemak

jika terjadi hipoglikemia.

16. Berikan edukasi pasien cara

memeriksa kadar gula darah

secara mandiri.

9. Pengenalan dini dan

pengobatan

hiperglikemia dapat

mencegah

perkembangan menjadi

ketoasidosis atau

hiperglikemia

hiperosmolar.

10. Keton dapat

menunjukkan terjadinya

ketoasidosis.

11. Pemberian terapi yang

tepat dapat mendukung

penyembuhan penyakit.

12. Hipoglikemia yang tidak

segera ditangani dapat

menyebabkan koma.

13. Pemberian insulin yang

tidak tepat menyebabkan

hipoglikemia.

14. Dextrose mampu

membantu menambah

glukosa darah.

15. Hipoglikemia merespon

baik terhadap makanan

yang mengandung

glukosa.

16. Pemantauan glukosa

darah secara mandiri

merupakan cara yang

efektif memanajemen

kadar glukosa pada

pasien yang

menggunakan terapi

insulin.

(Betty & Gail, 2011)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/130/3/BAB II.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Asuhan Keperawatan

36

2.3.5 Implementasi

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini

muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada pasien. Tindakan

yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang

telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang digunakan pada pasien akan

berbeda, disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu dan kebutuhan yang

paling dirasakan oleh pasien (Debora, 2012)

2.3.6 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini perawat

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil

yang sudah ditetapkan serta menilai apakah yang terjadi sudah teratasi

seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya (Debora,

2012). Hasil yang diharapkan pada proses keperawatan pasien dengan

diabetes mellitus:

1) Pasien mampu mendemonstrasikan tentang cara memeriksa kadar

glukosa darah yang benar.

2) Kadar glukosa darah dalam rentang normal: Kadar gula darah sewaktu

100-130 mg/dL, kadar gula darah puasa 80-126 mg/dL, dan kadar gula

darah 2 Jam PP 120-160 mg/dL.

3) Status nutrisi adekuat: tidak terjadi mual/muntah, tidak terjadi

penurunan BB.

4) Tidak mengalami pusing dan lemas.

5) Mampu berpartisipasi dalam program terapi (Moorhead, 2013)