Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Luo et al. (2013) menggunakan profitabilitas, leverage dan
pertumbuhan perusahaan sebagai proxy atas tingkat kesediaan dan
kemampuan perusahaan yang berpartisipasi di dalam CDP yang merupakan
proxy atas kecenderungan untuk melakukan pengungkapan karbon.
Penelitian yang dilakukannya menggunakan variabel independen Developing
Country, ROA, Leverage, Growth opportunities, Carbon Emissions, Size,
Legal system, ETS, Newer Assets. Hasil yang didapatkan dari penemuan
tersebut sesuai dengan yang diperkirakan bahwa kecenderungan perusahaan
melakukan pengungkapan karbon berhubungan dengan ketersediaan sumber
daya, terutama banyak dijumpai pada negara yang masih berkembang, hal ini
dikarenakan bahwa sumber daya merupakan alasan penting kurangnya
komitmen negara dalam mengungkapkan karbon. Pengungkapan yang
dilakukan disinyalir adanya motivasi pihak manajemen untuk memberikan
informasi kepada stakeholder agar laporan tersebut terlihat lebih berkualitas.
Choi et al. (2013) melakukan penelitian yang menemukan bahwa
profitabilitas, tingkat emisi karbon perusahaan, ukuran perusahaan, dan
kualitas corporate governance merupakan pendorong utama untuk
menentukan tingkat sukarela pengungkapan emisi karbon. Adapun tipe
industri yang diukur menggunakan variabel dummy juga menunjukkan
pengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon
7
Irwhantoko (2016) melakukan penelitian dengan faktor-faktor yang
dijadikan sebagai variabel independen terkait dengan pengaruhnya dengan
pengungkapan emisi karbon pada perusahaan manufaktur di Indonesia,
meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, kompetisi, pertumbuhan, rasio
utang pada ekuitas, dan reputasi Kantor Akuntan Publik. Dari 19 perusahaan
yang diteliti, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya rasio utang pada
ekuitas yang memiliki pengaruh signifikan negatif. Sementara variabel
lainnya, berupa ukuran perusahaan, profitabilitas, kompetisi, pertumbuhan,
dan reputasi Kantor Akuntan Publik tidak menunjukkan pengaruh signifikan
terhadap pengungkapan emisi karbon.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori stakeholder
Kepentingan stakeholder harus diperhatikan oleh perusahaan
apabila ingin bertahan dan berhasil dalam bisnisnya. Teori stakeholder
mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi
untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier,
pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain) (Ghozali dan khariri,
2007). Maka dari itu, dalam memenuhi kebutuhan stakeholder
perusahaan harus juga mampu mengungkapkan kegiatan kegiatannya
yang bersifat non keuangan seperti aktifitas dampak terhadap
lingkungan sekitarnya, hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung
8
jawab perusahaan. Hal ini pun dapat menjadi suatu bentuk
komunikasitantara pihak stakeholder dengan perusahaan sendiri
(wibisono,2007).
2. Teori Legitimasi
Teori legitimasi telah secara ekstensif digunakan untuk
menjelaskan tentang motivasi pengungkapan lingkungan secara
sukarela oleh organisasi (Pellegrino dalam Jannah, 2012).Teori
legitimasi berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan
lingkungan masyarakat (Ghozali dan Chariri, 2007). Teori legitimasi
menyatakan bahwa terdapat kontak sosial antara perusahaan dengan
lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Berdasarkan teori legitimasi,
organisasi akan terus berusaha untuk memastikan bahwa mereka
dianggap beroperasi dalam batas-batas dan norma-norma dalam
masyarakat. Mereka berusaha untuk memastikan bahwa pemangku
kepentingan menganggap aktivitas mereka sebagai legitimasi (Deegan,
2004). Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu cara bagi
organisasi untuk memperoleh legitimasi ini (Berthelot dan Robert,
2011).
3. Pengungkapan Emisi Karbon
Informasi pengungkapan emisi karbon pada perusahaan, sifatnya
dibedakan menjadi dua yaitu; pertama bersifat mandatory, yakni bahwa
pengungkapan emisi karbon diwajibkan oleh suatu negara kepada
perusahaan melalui laporan keuangannya tiap tahun; kedua bersifat
voluntary, yakni pengungkapan emisi karbon pada perusahaan sifatnya
9
sukarela, pengungkapan tersebut dapat dilihat melalui laporan
perusahaan ataupun pengungkapan melaluli mekanisme lain, seperti
CDP (Ghozali dan Chariri, 2007). ). Patricia (2011) menjelaskan bahwa
pelaporan carbon accounting perusahaan dapat diintegrasikan dalam
pelaporan corporate social resposibility (CSR) perusahaan. Pelaporan
carbon accounting dimasukkan sebagai voluntary disclosure
perusahaan dan menjadi bagian dalam Corporate Social Reponsibility
(CSR) perusahaan. Di Indonesia praktik pengungkapan tanggung
jawaban lingkungan juga diatur dalam PSAK No. 1 Paragraf 9 yang
secara implisit menyarankan perusahaan untuk mengungkapkan
tanggung jawab lingkungan.
C. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan emisi
karbon
Sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat tercermin dari
ukuranya. Sebagaimana Choi et al. (2013) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan dapat menggambarkan sumber daya yang dimilikinya.
Ukuran perusahaan juga dapat mencerminkan jumlah aktifitas
operasional perusahaan. Perusahaan yang berukuran lebih besar tentu
memiliki lebih banyak aktifitas. Pertambahan ukuran perusahaan juga
dapat disebabkan pertambahan aktifitas perusahaan. Sehingga sumber
daya dan segala macam aktifitas di dalamnya dapat mencerminkan
ukuran perusahaan. Semakin besarnya ukuran perusahan tergambarkan
10
dari semakin banyaknya sumber daya yang dimilikiya. Choi et al (2013)
menyatakan bahwa perusahaan yang besar yang ditandai dengan nilai
perusahaan yang besar akan lebih mampu untuk melakukan
pengungkapan emisi karbon dikarenakan memiliki sumber daya yang
cukup untuk melakukan pengugnkapan secara konperehensif di
samping juga untuk meningkatkan visibilitas perusahaan. Perusahaan
yang lebih besar lebih mungkin untuk memberikan pengungkapan
secara sukarela karena mereka melakukan kegiatan yang
mempengaruhi lingkungan, sehingga menimbulkan pengawasan yang
lebih besar dari publik dan pemerintah (Lorenzo et al, 2009).
Luo et al (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara ukuran perusahaan terhadap pengungkapan
emisi karbon. Para stakeholder perusahaan mempunyai ekspektasi
tinggi terhadap praktik pengelolaan karbon perusahaan. Cara
perusahaan untuk merespon tekanan tersebut adalah dengan melakukan
praktik pengungkapan lingkungan untuk mendapatkan dukungan dari
para stakeholder serta mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Jannah dan Muid (2014)
menyatakan bahwa ketika perusahaan memiliki sumber daya yang lebih
besar maka mereka akan lebih cepat merespon tekanan lingkungan dari
masyarakat. Dengan sumber daya yang besar perusahaan akan lebih
mampu untuk menyediakan informasi lingkungan mereka karena
11
sumber daya yang dimiliki perusahaan akan mempengaruhi
pengungkapan yang dilakukan perushaan.
Berdasarkan penelitian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis
bahwa ukuran perusahaan berengaruh positif terhadap pengungkapan
emisi karbon. Hal ini karena ketika perusahaan memiliki sumber daya
yg lebih besar maka perusahaan akan memiliki kemampuan untuk
melakukan pengungkapan informasi lingkungannya secara sukarela.
H1: Ukuran Perusahaan Berpengaruh Positif Terhadap
Pengungkapan Emisi Karbon
2. Pengaruh Tingkat Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Emisi
Karbon
Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja keuangan. Pada dasarnya kinerja
pengukuran kinerja keuangan dapat diukur dengan menggukana
beberapa rasio, yaitu ROA (Return on asset), ROE (Return on equity),
ROI (Return on investment). ROA merupakan rasio yang
membandingkan pendapatan dengan total aset. Semakin besar rasio
semakin besar kemampuan perusahaan memperoleh pendapatan
melalui aset-aset yang dimilikinya. ROE adalah rasio pembanding
antara pendapatan dengan ekuitas. Semakin besar rasio semakin besar
kemampuan perusahaan memperoleh pendapatan melalui ekuitas yang
dimilikinya. ROI merupakan rasio dengan perbandingan antara
12
pendapatan dengan modal operasional. Semakin tinggi rasio semakin
besar kemampuan memperoleh pendapatan melalui modal operasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Choi et al. (2013) menemukan
bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan cenderung
melakukan pengungkapan emisi karbon karena memiliki sumber daya
finansial yang kuat untuk membiayai kebutuhan dalam pembuatan
laporan terkait pengungkapan emisi karbon. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Luo et al (2013) yang menyatakan
bahwa perusahaan mempunyai kemampuan secara finansial untuk
melakukan keputusan terkait lingkungan apabila kinerja keuangannya
juga baik dan sebaliknya perusahaan akan cenderung fokus kepada
pencapaian tujuan keuangan dan pencapaian kinerja apabila memiliki
kinerja keunagannya kurang baik. Profitabilitas seringkali dijadikan
tolak ukur dalam melakukan tanggung jawab lingkungan. Perusahaan
dengan profitabilitas tinggi memiliki sumber daya lebih yang dapat
digunakan untuk melakukan pengungkapan lingkungan dibandingkan
perusahaan dengan profitabilitas rendah sehingga memudahkan
perusahaan dalam mendapatkan legitimasi dari masyarakat (Zhang, et
al., 2013).
Sementara itu Pratiwi dan Sari (2016) justru menemukan bahwa
pengungkapan emisi karbon tidak dipengaruhi signifikan dan positif
dari segi tingkat profitabilitas perusahaan. Hal ini karena faktor
pengungkapan emisi karbon oleh perusahaan tidak selalu
13
dipertimbangkan berdasarkan baik tidaknya kinerja keuangan
perusahaan. Perusahaaan dengan profitabilitas rendah akan
mendapatkan keuntungan legitimasi dari hasil pengungkapan
lingkungannya. Sedangkan perusahaan dengan profitabilitas tinggi
akan merasa takut bahwa informasi kesuksesan perusahaan akan
terganggu dengan adanya pengungkapan aktifitas lingkungan mereka.
Dari hasil penelitian di atas peneliti mengambil hipotesis bahwa
tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap
pengungkapan emisi karbon. Hal ini didasarkan pada semakin tinggi
profitabilitas maka perusahaan akan mempunyai sumber daya finansial
yang lebih banyak dalam membuat laporan pengungkapan aktifitas
lingkungan mereka.
H2: Tingkat Profitabilitas Perusahaan Berpengaruh Positif
Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon
3. Ekspor berpengaruh terhadap pengungkapan emisi karbon
Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan
menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat
penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir.
Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan
barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke
negara lain.
Perusahaan yang sebagian besar penjualan mereka di tingkat
internasional akan mengalami pengawasan lebih tinggi dari negara-
14
negara lain terkait emisi gas rumah kaca mereka, terutama jika negara
tersebut telah menandatangani Kyoto Protokol (Prado et al., 2009;
Stanny, 2010). Perusahaan yang gagal menanggapi tuntutan informasi
tekait kinerja lingkungan, nantinya legitimasi mereka akan terancam
beigtupun akses mereka ke sumber daya yang dibutuhkan (Deegan,
2002; Al-Tuwaijri et al., 2004), diharapkan bahwa perusahaan-
perusahaan dengan persentase yang lebih tinggi ekspor akan memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk menyediakan lingkungan informasi
mengenai emisi gas rumah kaca melalui CDP. Korelasi positif ini
ditemukann oleh Stanny dan Ely (2008) dalam kasus perusahaan AS
yang termasuk dalam Indeks S & P 500.
H3: Penjualan Internatioanl Berpengaruh Positif Terhadap
Pengungkapan Emisi Karbon
4. Pengaruh Status kepemilikan Terhadap Pengungkapan Emisi
Karbon
Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan et al ( 2018)
menemukan hasil bahwa terdapat efek pengaruh dari regulator sebagai
faktor utama bagi perusahaan untuk membuat laporan gas emisi
mereka. Regulator mempunyai pengaruh karena pemerintah
mempunyai kekuatan untuk menekan perusahan-perusahaan untuk
bertanggung jawab terhadap aktifitas lingkungan mereka, dalam hal ini
laporan emisi karbon. Hal ini juga didukung dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto
15
Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate
Change; Perpres No. 61 Tahun 2011 mengenai Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca; dan Perpres No. 71 Tahun 2011
mengenai penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional.
Huang dan Kung (2010) juga menemukan pengaruh positif status
kepemilikan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan.
Perusahaan-perusahaan yang dihukum karena pelanggaran lingkungan
akan mendapat pengawasan lebih dari pemerintah. Agar mendapatkan
legitimasi lebih dari pemerintah, perusahaan akan cenderung
mengungkapan lebih banyak informasi lingkungan mereka. Salah satu
faktor utama perusahaan tetap peduli terhadap aktifitas lingkungan dan
laporan emisi karbon mereka adalah tekanan dari status kepemilikan (
Peng et al, 2015). Zeng et al (2010) berpendapat bahwa perusahaan
milik negara (BUMN) cenderung menjadi pelopor dalam
mengungkapkan informasi lingkungan dibandingkan dengan
perusahaan swasta karena BUMN lebih sensitif terhadap tekanan dari
status kepemilikan.
Dari hasil penelitian di atas, peneliti mengambil hipotesis bahwa
status kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan emisi
karbon. Hal ini karena pemerintah sebagai pemilik dan juga stakeholder
mempunyai kewenangan untuk menekan perusahaan agar melakukan
pengungkapan karbon dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
16
H4: Status kepemilikan Berpengaruh Positif Terhadap
Pengungkapan Emisi Karbon
5. Tingkat Leverage Berpengaruh Terhadadap Pengungkapan Emisi
Karbon
Leverage merupakan perbandingan antara total utang terhadap
total aset perusahaan. Perusahaan yang high-leverage akan lebih
berhati-hati dalam mengambil tindakan yang
menyangkutpengeluaranpengeluaran termasuk tindakan pencegahan
dan pengurangan karbon.
Choi et al (2013) menyatakan bahwa dalam melakukan
pengungkapan emisi karbon dapat membutuhkan biaya yang besar dana
dapat menjadi beban bagi perushaan. Dalam teori stakeholder
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat leverage perusahaan maka
tanggung jawab mereka terhadap kreditur akan semakin besar sehingga
membuat perusahaan akan memilih untuk menggunakan sumber dana
yang ada untuk melunasi hutangnya kepada kreditur daripada
melakukan pengungkapan emisi karbon yang juga membutuhkan biaya.
Perusahaan dengan tingkat leverage tinggi hanya memiliki sedikti dana
untuk melakukan pengungkapan emisi karbon karena tingginya beban
hutang yang dimiliki oleh perusahaan (Luo, et al 2013). Tingkat
Leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan karena
kewajiban yang lebih besar dari utang dan pembayaran kembali bunga
akan membatasi kemampuan perusahaan untuk melakukan strategi
pengurangan dan pengungkapan karbon.
Dari hasil penelitian di atas, peneliti merumuskan hipotesis
bahwa tingkat leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan
emsi karbon. Hal ini karena pengungkapan emisi karbon secara
sukarela merupakan suatu tambahan biaya bagi perusahaan sehingga
17
perusahaan dengan tingkat leverage tinggi akan lebih memilih melunasi
segala kewajibannya dibanding melakukan pengungkapan emisi karbon
selain itu hal ini juga menjadi penghematan biaya bagi perusahaan
ketika tidak melakukan pengungkapan emisi karbon.
H5: Tingkat Leverage Berpengaruh Negatif Terhadap
Pengungkapan Emisi Karbon
D. Rerangka Penelitian
Gambar 1Rerangka Penelitian
Tingkat
Profitabilitas
(x2)
Status
kepemilikan
(x3)
Tingkat
Leverage (x5)
Pengungkapan
Emisi Karbon
(y)
H1 (+)
H2 (+)
H3 (+)
H5 (-) Ekspor (x4)
H4 (+)
Ukuran
Perusahaan
(x1)