31
BAB II PEMBAHASAN II.1 Prevention of Mother to Children for HIV Transmission (PMTCT) 3 Di Indonesia sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987, epidemi HIV dianggap cukup lamban berkembang. Selalu dikategorikan prevalensi rendah. Statistik yang rendah ( di bawah 1.000 orang selama 11 tahun pertama hingga 1999) menyebabkan AIDS tidak dibicarakan secara gencar dan terbuka, baik oleh masyarakat maupun pembuat kebijakan. Upaya pencegahan menjadi fokus utama dengan penekanan pada isu moral saja sehingga timbul stigma dan diskriminasi terhadap terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha). Sedangkan dukungan dan perawatan untuk orang yang terinfeksi tidak dianggap isu yang mendesak. Melalui pembahasan secara terbuka dan proporsional dengan memprioritaskan isu dukungan dan perawatan, diharapkan akan terjadi eliminasi stigma dan diskriminasi terhadap Odha. Secara kumulatif dalam 10 tahun terakhir hingga 31 Desember 2006 tercatat 5.230 kasus HIV dan 8.194 kasus AIDS. Prevalensi kasus AIDS lebih besar karena merupakan kewajiban untuk melaporkan kasus kematian

Bab II Pmtct

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PMTCT IKM UNDIP

Citation preview

Page 1: Bab II  Pmtct

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Prevention of Mother to Children for HIV Transmission (PMTCT)3

Di Indonesia sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987, epidemi HIV

dianggap cukup lamban berkembang. Selalu dikategorikan prevalensi rendah.

Statistik yang rendah ( di bawah 1.000 orang selama 11 tahun pertama hingga

1999) menyebabkan AIDS tidak dibicarakan secara gencar dan terbuka, baik oleh

masyarakat maupun pembuat kebijakan.

Upaya pencegahan menjadi fokus utama dengan penekanan pada isu moral

saja sehingga timbul stigma dan diskriminasi terhadap terhadap Orang dengan

HIV dan AIDS (Odha). Sedangkan dukungan dan perawatan untuk orang yang

terinfeksi tidak dianggap isu yang mendesak. Melalui pembahasan secara terbuka

dan proporsional dengan memprioritaskan isu dukungan dan perawatan,

diharapkan akan terjadi eliminasi stigma dan diskriminasi terhadap Odha.

Secara kumulatif dalam 10 tahun terakhir hingga 31 Desember 2006

tercatat 5.230 kasus HIV dan 8.194 kasus AIDS. Prevalensi kasus AIDS lebih

besar karena merupakan kewajiban untuk melaporkan kasus kematian karena

AIDS, tetapi kasus HIV cenderung untuk tidak dilaporkan. Kecenderungan tidak

melaporkan ini secara tidak langsung menunjukkan masih besarnya stigma

terhadap HIV/AIDS di masyarakat. Seperti fenomena gunung es, kasus HIV yang

ada di masyarakat kemungkinan jauh lebih besar daripada yang dilaporkan. Hal

ini memerlukan pemikiran dan antisipasi dini.

Meskipun secara umum prevalensi HIV di Indonesia tergolong rendah

(kurang dari 0,1%), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikategorikan sebagai

negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat kantung-kantung

dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu (pada

pengguna narkoba suntikan di DKI Jakarta meningkat dari 15% di tahun 1999

menjadi 48% di tahun 2002).

Page 2: Bab II  Pmtct

Kecenderungan Infeksi HIV pada Perempuan dan Anak Meningkat oleh

karenanya diperlukan berbagai upaya untuk mencegah infeksi HIV pada

perempuan, serta mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yaitu PMTCT

(Prevention of Mother to Child HIV Transmission)

Saat ini merupakan tantangan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu

dan anak. Seperti pada program Millenium Development Goals (MDGs) yang

diadopsi oleh UN General Assembly pada tahun 2000 terdapat sepuluh program

yang diantara nya berkomitmen untuk menurunkan angka kematian anak,

meningkatkan kesehatan ibu, dan memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit

lain pada tahun 2015. Pada UN General Assembly Special Session (UNGASS)

pada tahun 2001, pemerintah menetapkan untuk mengurangi 50% dari bayi

penderita HIV pada tahun 2010 dengan cara mewajibkan semua ibu hamil yang

melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan pelayanan PMTCT.

The World Health Organisation (WHO) promotes a comprehensive approach to

PMTCT programmes which includes

Prevention of new HIV infections among women of childbearing age

Preventing unintended pregnancies among women living with HIV

Preventing HIV transmission from a woman living with HIV to her baby

Providing appropriate treatment, care and support to mothers living with HIV and their children and families

Penularan HIV dari ibu ke anak merupakan penularan HIV dari seorang

perempuan HIV positif kepada anak nya selama kehamilan, melahirkan, dan

menyusui. Penularan dari ibu ke anak sejauh ini merupakan penularan tersering

anak anak menjadi terinfeksi HIV sebanyak 90%.

Tanpa pengobatan, kemungkinan anak tertular HIV dari ibu nya sebesar 15-

45%, sedangkan Pengobatan dengan ARV dan intervensi lain nya untuk

pencegahan penularan HIV kemungkinan akan turun menjadi di bawah 5%.

Page 3: Bab II  Pmtct

Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah

penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa si bayi hanya dapat tertular

oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, PASTI si bayi juga tidak terinfeksi

HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status HIV si bayi.

Page 4: Bab II  Pmtct

Tingginya kecenderungan infeksi HIV pada perempuan dan anak

mengakibatkan perlunya berbagai upaya untuk mencegah penularan HIV dari ibu

hamil ke bayi secara serius. WHO melalui MDGs (Millenium Development Goal)

tahun 2015 yang salah satunya adalah menurunkan prevalensi HIV ibu hamil usia

15-24 tahun. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003–2007 menegaskan

bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program

prioritas. PMTCT (Prevention Mother to Child Transmittion) adalah layanan

pencegahan penularan HIV dari ibu hamil yang positif HIV ke bayi yang

dikandungnya. PMTCT ini menjangkau ibu-ibu hamil (bumil) terutama yang

berisiko tinggi tertular HIV. Deteksi dini kasus HIV dalam keluarga melalui

pemeriksaan ibu hamil risiko tinggi, yaitu bumil dengan sindrom IMS, bumil

dengan suami kelompok potensial, melalui pemeriksaan Infeksi Menular Seksual

(IMS) dan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT).3,4

Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh

lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di

Indonesia meninggal akibat infeksi bakteri, yang sering disebabkan oleh makanan

atau botol yang tidak bersih. Karena risiko yang lebih besar dari air yang tidak

bersih untuk penyediaan susu formula dan nutrisi yang kurang di negara terbatas

sumber daya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi kesehatan

masyarakat lainnya merekomendasikan bahwa perempuan dengan HIV harus

menyusui secara eksklusif selama enam bulan jika susu formula tidak aman, dapat

diterima, terjangkau, terjamin, berkesinambungan, dan tidak mampu dibeli oleh

keluarga. Dapat pula bayi diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama,

kemudian disapih mendadak, kecuali bila dapat dipastikan bahwa PASI secara

eksklusif dapat diberi dengan cara AFASS:4

A = Affordable (terjangkau)

F = Feasible (praktis)

A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)

S = Safe (aman)

S = Sustainable (kesinambungan)

Page 5: Bab II  Pmtct

Pada pertengahan 2011, paling tidak, ada delapan studi yang menunjukkan

bahwa penggunaan ART secara dini dan tepat dan dikombinasikan dengan

menyusui secara eksklusif sampai enam bulan mengurangi risiko penularan dari

ibu ke bayi sampai ke 0% - 1,2%, Morrison dan rekan mencatat. Di studi besar

baru-baru ini dengan tindak lanjut yang ekstensif, tidak ada kasus penularan pasca

kelahiran yang terjadi pada perempuan yang patuh terhadap ART.

Penelitian di Botswana menunjukkan bahwa ibu HIV-positif yang menerima

kombinasi ART selama kehamilan dan sementara menyusui memiliki hanya

sekitar 1% risiko untuk menularkan virus kepada bayinya, dan tidak ada penularan

selama menyusui di antara perempuan yang menggunakan rejimen dari beberapa

kelas antiretroviral.4

Perempuan HIV positif yang hamil di negara maju lebih mungkin

dibandingkan dengan mereka di negara terbatas sumber daya untuk menerima

pengobatan yang terus menekan viral load di bawah batas yang terdeteksi. Dalam

keadaan ini, penularan HIV selama kehamilan sangat jarang terjadi.3

Program PMTCT di Kota Semarang mulai dirintis pada tahun 2006. Pada

tahun 2007 program setempat berhenti karena berhentinya dana dari Global Fund

Foundation dan dimulai kembali pada Mei 2008 hingga saat ini. Pendanaan

kegiatan PMTCT ini diperoleh dari Global Fund yang sebelum sampai ke Griya

Page 6: Bab II  Pmtct

Asa disalurkan ke Dinas Kesehatan Kota dan Yayasan Pelita Ilmu terlebih dahulu.

Jawa Tengah merupakan daerah yang dipercaya untuk mengolah dana tersebut

dari total 6 propinsi di seluruh Indonesia. Saat ini kegiatan PMTCT masih

berjalan dan berusaha mendapatkan dukungan dana dari propinsi. Dengan adanya

keterbatasan dana ini, maka program PMTCT dilakukan tanpa ada periode yang

pasti. Kegiatan PMTCT hanya dapat dilakukan jika ada dana yang diturunkan

oleh Global Fund.2

Program PMTCT secara komprehensif menggunakan 4 prong, yang

menjadi pilar pelaksanaan kegiatan, yaitu:1,2

1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi

2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif

3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang

dikandungnya

4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV

positif beserta bayi dan keluarganya.

Mencegah penularan HIV pada perempuan usia produktif

Untuk menghindari penularan HIV digunakan konsep ABCD yang terdiri dari:

- A (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seksual bagi

orang yang belum menikah.

- B (Be faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak

berganti-ganti)

- C (Condom): Cegah dengan kondom. Kondom harus dipakai oleh

pasangan apabila salah satu atau keduanya diketahui terinfeksi HIV

- D (Drug No): Dilarang menggunakan napza, terutama napza suntik dengan

jarum bekas secara bergantian.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan primer

antara lain:

Menyebar luaskan informasi mengenai HIV/AIDS

Page 7: Bab II  Pmtct

- Meningkatkan kesadaran perempuan tentang bagaimana cara

menghindari penularan HIV dan IMS

- Menjelaskan manfaat dari konseling dan tes HIV secara sukarela

Mengadakan penyuluhan HIV/AIDS secara berkelompok

- Mempelajari tentang pengurangan risiko penularan HIV dan IMS

(termasuk penggunaan kondom)

- Bagaimana bernegosiasi seks aman (penggunaan kondom) dengan

pasangan

Mobilisasi masyarakat untuk membantu masyarakat mendapatkan akses terhadap

informasi tentang HIV/AIDS

- Melibatkan petugas lapangan (kader PKK, bidan, dan lainnya )

untuk memberikan informasi pencegahan HIV dan IMS kepada

masyarakat dan untuk membantu klien mendapatkan akses layanan

kesehatan.

Konseling untuk perempuan HIV negatif

- Ibu hamil yang hasilnya tesnya HIV negatif perlu didukung agar

status dirinya tetap HIV negatif

- Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV

Layanan yang bersahabat untuk pria

- Membuat layanan kesehatan ibu dan anak yang bersahabat untuk

pria sehingga mudah diakses oleh suami / pasangan ibu hamil

- Mengadakan kegiatan “kunjungan pasangan” pada kunjungan ke

layanan kesehatan ibu dan anak

1. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV-positif

Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta konseling yang

berkualitas akan membantu ODHA dalam melakukan seks yang aman,

mempertimbangkan jumlah anak yang dilahirkannya, serta menghindari lahirnya

anak yang terinfeksi HIV.

Page 8: Bab II  Pmtct

Untuk mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah

kondom, karena bersifat proteksi ganda. Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormon

jangka panjang (suntik dan implan) bukan kontraindikasi pada ODHA.

Pemakaian AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan infeksi

asenderen. Spons dan diafragma kurang efektif untuk mencegah terjadinya

kehamilan maupun penularan HIV.

Jika ibu HIV positif tetap ingin memiliki anak, WHO menganjurkan jarak

antar kelahiran minimal 2 tahun

.

2. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi

yang dikandungnya.

Merupakan inti dari intervensi PMTCT. Bentuk intervensi berupa

- Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif

- Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT)

- Pemberian obat antiretrovirus (ARV)

- Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan

bayi

- Persalinan yang aman

3. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV-

positif beserta bayi dan keluarganya.

Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan. Karena ibu tersebut

terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, maka membutuhkan dukungan

psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak

terinfeksi HIV, tetap perlu dipikirkan tentang masa depannya, karena

kemungkinan tidak lama lagi akan menjadi yatim dan piatu. Sedangkan bila bayi

terinfeksi HIV, perlu mendapatkan pengobatan ARV seperti ODHA lainnya.5

Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu HIV positif akan bersikap

optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya. Diharapkan ia akan bertindak

bijak dan positif untuk senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya, dan

berperilaku sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain.

Page 9: Bab II  Pmtct

Informasi tentang adanya layanan dukungan psikososial untuk ODHA ini

perlu diketahui masyarakat luas. Diharapkan informasi ini bisa meningkatkan

minat mereka yang merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti konseling dan

tes HIV agar mengetahui status HIV mereka sedini mungkin.

Gambar 1. Alur Upaya PMTCT Komprehensif

Perempuan Usia Reproduktif Cegah Penularan HIV

Cegah Kehamilan tak Direncanakan

Cegah Penularan HIV ke Bayi

HIV Positif HIV Negatif

Perempuan HIV Positif

Hamil Tidak Hamil

Perempuan Hamil HIV Positif

Bayi HIV Positif Bayi HIV negatif

Dukungan Psikologis & Sosial

Page 10: Bab II  Pmtct

IBU HAMIL

Pelayanan KIA untuk Ibu Hamil di Klinik KIA, Puskesmas

Penyuluhan Kesehatan dan PMTCT

Informasi Konseling dan Tes HIV Sukarela/VCT

Tak Bersedia dikonselingPra Tes

Bersedia dikonselingPra Tes

Bersedia dites HIVTidak bersedia dites HIV

Pemeriksaan LaboratoriumKonseling untuk tetap HIV negatif dan evaluasi berkala

Konseling Pasca Tes

Hasil Tes HIV positif

Konseling dan Pemberian antiretroviral

Konseling dan Pemberian Makanan Bayi

Persalinan yang Aman

Dukungan Psikososial dan Perawatan bagi Ibu HIV positif dan bayinya

Hasil Tes HIV Negatif

Partisipasi PriaMobilisasi Masyarakat

Page 11: Bab II  Pmtct

Gambar 2. Alur Proses Ibu Hamil Menjalani Kegiatan Prong 3 dalam

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi 2,5

BENTUK TERAPI ARV UNTUK PROGRAM PMTCT

Terapi antiretroviral/ARV/HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy)

dalam PMTCT adalah penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk

mengobatiperempuan hamil HIV positif , mencegah penularan HIV dari ibu ke

anak/MTCT dan diberikan seumur hidup.

Saat ini obat antiretroviral lini 1 sudah tersedia secara luas dan gratis.

Perempuan yang memerlukan layanan PMTCT dapat memperoleh di rumah sakit

yang menjadi pusat layanan HIV. Pemberian obat antiretroviral dilakukan dengan

kombinasi sejumlah rejimen obat (biasanya diberikan dalam 3 macam obat dalam

1 kombinasi) sesuai dengan pedoman yang berlaku. Pembahasan rinci mengenai

pemberian obat antiretroviral ini akan dibahas di bawah ini.

Manfaat Terapi ARV dalam program PMTCT serupa dengan terapi ARV

untuk pasien HIV pada umumnya yaitu :

1. Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup

2. Menurunkan rawat inap akibat HIV

3. Menurunkan kematian terkait AIDS

4. Menurunkan angka penularan HIV dari ibu ke anak

Pemberian ARV Selama Kehamilan, Persalinan dan Setelah Melahirkan

mengikuti sejumlah prinsip sebagai berikut :

- Protokol pemberian ARV mengikuti Pedoman Nasional Pengobatan ARV

di Indonesia (CD4/Limfosit)

- Untuk PMTCT semua ibu hamil diberi ARV pencegahan tanpa melihat

CD4/Limfosit

- Pemberian ARV melalui jalur RS Rujukan Odha yang telah ditentukan

Pemerintah

Page 12: Bab II  Pmtct

Rekomendasi untuk Memulai Terapi ARV pada perempuan hamil menurut

stadium klinis dan ketersediaan penanda imunologis (menurut WHO 2006)

Kriteria memulai terapi ARV pada perempuan hamil sama dengan perempuan

yang tidak hamil, dengan pengecualian bahwa terapi ini dianjurkan bagi

perempuan hamil yang telah mengalami stadium klinis 3 dan hitung CD 4

dibawah 350 sel/mm3.

PROFILAKSIS ANTIRETROVIRAL

Profilaksis ARV adalah penggunaan obat antiretroviral jangka pendek yang

digunakan perempuan hamil HIV positif selama masa kehamilan untuk

mengurangi risiko penularan HIV ke janin yang dikandungnya

Risiko Profilaksis ARV

Besarnya risiko profilaksis ARV terhadap perempuan, janin dan bayi tergantung

kepada:

- waktu pajanan

- lama pajanan

- jumlah obat

Perubahan fisiologi selama kehamilan mempengaruhi distribusi, metabolisme dan

eliminasi obat, sehingga menyulitkan prediksi farmakokinetik ARV

Studi farmakokinetik untuk AZT, 3TC, ddI, d4T dan NVP menyimpulkan

bahwa tidak perlu penyesuaian dosis

Page 13: Bab II  Pmtct

Beberapa sifat farmakologi ARV :

Zivovudin (AZT, ZDV)

1. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum.

2. Dampak zidovudin pada prenatal dan neonatal masih dalam batas kewajaran.

Page 14: Bab II  Pmtct

3. Terjadi anemia ringan,namun biasanya sembuh ketika pengobatan selesai.

4. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.

Nevirapine (NVP)

2. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum dan melintang plasenta dengan

cepat.

3. Paruh umur yang panjang yang menguntungkan sang bayi.

3. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.

Lamivudine (3TC)

1. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum.

2. Dapat diminum dengan obat lainnya yang mengobati gejala yang mirip dengan

HIV.

3. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.

Keamanan obat ARV untuk ibu hamil dan bayinya

Obat antiretroviral memiliki efek samping yang dapat mengganggu dan

menimbulkan gejala pada pasien. Efek samping ini dapat membuat kepatuhan

berobat/adherens menurun dan menyebabkan tujuan pengobatan tidak tercapai.

Obat ARV juga memiliki potensi toksisitas dan teratogenik terhadap janin dan

ibunya. Namun dari rejimen yang dipilih telah diteliti memiliki efek samping

minimal atau tidak ada sama sekali. Obat ARV dapat digunakan selama

kehamilan:

- sebagai terapi kombinasi yang poten untuk ibu hamil

- sebagai obat profilaksis (saat ini dianjurkan untuk terapi kombinasi)untuk

mencegah infeksi HIV pada bayi

Toksisitas dan kontra-indikasi Rejimen Antiretroviral (ARV)

1. Efek samping tersering dari AZT, AZT dan 3TC: mual, sakit kepala,

mialgia, insomnia dan biasanya berkurang jika tetap diberikan

Page 15: Bab II  Pmtct

2. Kontra indikasi AZT, AZT dan 3TC: alergi obat, kadar hemoglobin di

bawah 7 g/dL, netropenia (<750 sel/mm3), disfungsi hepar atau ginjal

yang berat

3. Efek toksik pada ibu hamil jarang namun berbahaya: asidosis laktat,

hepatik steatosis, pankreatitis, toksisitas mitokondria lain.

4. Toksisitas jangka pendek pada bayi (AZT) yang penting: anemi (makin

lama pajanan makin berat anemi dan reversibel)

5. Efek samping terbesar dari NVP: hepatotoksisk dan ruam kulit (jarang).

Jumlah CD4 > 250: risiko untuk hepatotoksik adalah 10 kali daripada CD4

yang rendah.

6. Kontra indikasi NVP: alergi terhadap NVP atau derivat benzodiazepin

(dilihat kembali)

7. Pada janin: jika pajanan lama dapat menyebabkan toksisitas hematologi

termasuk netropeni, hepatotoksik, ruam kulit

8. Efavirens dikontraindikasikan pada usia kehamilan trimester I, namun

dapat diberikan pada trimester II dan III, bila tidak mungkin memberikan

nevirapin.

CARA PEMBERIAN ARV PADA PMTCT

Pemberian ARV

Pemberian obat antiretroviral perlu mengikuti prinsip sebagai berikut untuk

menjamin keberhasilan terapi :

1. Di bawah pengawasan dokter

2. Jelaskan efek samping yang dapat terjadi

3. Untuk masa nifas, ARV dilanjutkan untuk meningkatkan kualitas hidup

ibu

4. Sebaiknya ada pendamping minum ARV, karena tingkat kepatuhan sangat

menentukan efektivitas hasil penggunaan ARV

Memulai terapi ARV perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Memenuhi indikasi pemberian (lihat tabel di atas)

Page 16: Bab II  Pmtct

2. Bila terjadi infeksi oportunistik, maka obati terlebih dulu infeksinya.

3. Persiapkan klien/pasien secara fisik dan mental untuk menjalani terapi

(dilakukan dengan konseling pra ART)

LEMBAGA RUJUKAN YANG MEMBERIKAN LAYANAN ARV

Lembaga yang memberikan obat antiretroviral adalah rumah sakit rujukan

ARV yang saat ini telah mencapai 153 rumah sakit. Namun terkait dengan

pelayanan PMTCT maka, perlu dipertimbangkan pemberian ARV dalam rangka

PMTCT perlu didukung oleh adanya tim PMTCT yang melakukan pelayanan

komprehensif terhadap ibu, bayi dan anak yang berisiko.

Setiap lembaga/rumah sakit yang akan menjadi rumah sakit rujukan ARV

perlu mendapatkan pelatihan mengenai CST dan ARV yang memadai untuk

tenaga medis dan staf terkait.

Page 17: Bab II  Pmtct

II.2 Profil 2

1. Griya PMTCT PKBI Kota Semarang

Griya PMTCT Kota Semarang didirikan pada tanggal 10 Juli 2006.

Program ini bertujuan menjangkau ibu hamil terutama bumil risiko tinggi (suami

potensial risiko tinggi). Griya PMTCT merupakan kerjasama PKBI Kota

Semarang dengan Global Fund (GF ATM). Menjalin kerjasama dengan Dinas

Kesehatan Kota Semarang dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Menjalin

kerjasama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Menjalin kerjasama dengan

Klinik VCT di Semarang (RSUP dr. Karyadi, RSUD Kota Semarang, RS Panti

Wilasa, RSU Tugurejo).

Griya PMTCT ini juga bekerjasama dengan Lembaga–lembaga yang

bersama-sama menangani permasalahan HIV-AIDS, diantaranya GF ATM, YPI

Jakarta, LSM peduli AIDS

2. Susunan pengurus dan SDM Griya PMTCT

Terdapat 3 Pekerja Lapangan (PL) yaitu : Ulfa Nur’ Izza, SKM, Amrizarois

Ismail, S.Pd, dan Nurul Aini, Am.Keb.

Ketua PKBI Kota Semarang

dr. Dwi Yoga Yulianto

Manager Program PMTCT

dr. Bambang Darmawan

Koordinator Lapangan

Roni Wijayanto

Finance&Administrative Staff

Wiwik Sugiatmi,S.Psi

Page 18: Bab II  Pmtct

II.3 Sasaran

Semua ibu hamil di resosialisasi Sunan Kuning

II.4 Target

- Semua ibu hamil yang pernah menderita IMS harus menjalani VCT

- Semua ibu hamil dengan suami yang menderita IMS harus menjalani VCT

II.5 Strategi

- Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prosedur PMTCT

- Kerjasama dengan PKBI Kota Semarang, Global Fund, Dinas Kesehatan

Kota Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Ikatan Bidan

Indonesia (IBI). Menjalin kerjasama dengan Klinik VCT di Semarang

(RSUP dr. Karyadi, RSUD Kota Semarang, RS Panti Wilasa, RSU

Tugurejo).

- Pelayanan VCT menjadi one day service

- Merujuk penderita ke MK, KDS, layanan kesehatan

II.6 Program kegiatan

- Penjangkauan Ibu hamil pada Bidan Praktik Swasta

- Penjangkauan Ibu hamil melalui kader PKK dan kader Kesehatan

- VCT (Voluntary, Counseling and Testing)

- Pendampingan dan pemberian dukungan psikologis pada ibu hamil HIV

positif

- Pemberian Nutrisi pada ibu hamil HIV-positif

- Pencegahan transmisi dari ibu positif (persalinan caesar dan pemberian

Susu Formula pada bayi)

- Penyuluhan PMTCT pada masyarakat (bumil, remaja usia produktif, kader

kesehatan desa)

Page 19: Bab II  Pmtct

- VCT (Voluntary, Counseling and Testing) dilakukan bekerjasama dengan

RS di Kota Semarang yang memiliki Klinik VCT.

- Penjangkauan dan pendampingan dilakukan pada ibu hamil yang

memeriksakan dirinya ke Bidan Praktik Swasta untuk diberikan

pengetahuan tentang PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV

Transsmission), layanan pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual) di

Klinik Satelit Griya ASA PKBI Kota Semarang serta tes VCT.

- Pemberian dukungan psikologis pada ibu hamil berupa kunjungan ke

rumah (Home Visit) ibu hamil yang berstatus HIV positif untuk diberikan

nutrisi ibu hamil, mengetahui permasalahan yang dihadapi ibu hamil dan

diberikan solusinya.

- Pemberian susu formula pada bayi berupa pemberian susu formula pada

bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif agar tidak diberi ASI oleh

ibunya, sehingga akan memperkecil penularan virus HIV dari ibu ke bayi.

II.7 Aktivitas

Kegiatan PMTCT dilaksanakan dengan metode statis VCT dan mobile

VCT. Statis VCT adalah pusat konseling dan testing HIV/AIDS sukarela

terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya

bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sedangkan

mobile VCT adalah layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model

penjangkauan dan keliling yang dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan

yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki

perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu.

Dari hasil kegiatan, apabila terdapat ibu hamil dengan HIV-positif, akan

diberikan ARV selama kehamilan dan persalinan, serta bantuan nutrisi sampai

umur kehamilan cukup bulan kemudian dirujuk ke spesialis Obstetri dan

Ginekologi untuk dilakukan persalinan secara sectio caesaria. Program dikatakan

berhasil bila ibu hamil dengan HIV-positif melahirkan bayi dengan HIV-negatif.

Setelah itu akan diberikan bantuan susu formula sampai usia 11 bulan.

Page 20: Bab II  Pmtct

Pemeriksaan untuk bayi berupa pemeriksaan PCR, yang dilakukan sesegera

mungkin untuk mengetahui status infeksi HIV.

Skrining yang dilakukan oleh Mahasiswa IKM FK UPN di resosialisasi

Sunan Kuning, pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2015:

No.

Nama Bumil

Nama Suami

Alamat Status Risiko HIV Rekomendasi

1. Ny. R Tn. M Sunan Kuning, RT 03

a. Pasien adalah WUS yang bekerja sebagai WPS dan berganti-ganti pasangan setiap hari

b. Pasien sering melakukan hubungan intim tanpa menggunakan kondom

c. Tinggal di kawasan berisiko untuk penyakit menular seksual.

a. VCT bagi pasien

b. Edukasi mengenai penularan HIV-AIDS

c. Rutin untuk periksa kehamilan (ANC)

Page 21: Bab II  Pmtct

2. Ny. W - Sunan Kuning, RT 03

a. Pasien adalah WUS yang bekerja sebagai WPS dan berganti-ganti pasangan setiap hari

b. Pasien melakukan hubungan intim tanpa menggunakan kondom

c. Tinggal di kawasan berisiko untuk penyakit menular seksual

a. VCT bagi pasien

b. Edukasi mengenai penularan HIV-AIDS

c. Rutin untuk periksa kehamilan (ANC)

3. Ny. M Tn. Z Kaligawe Pasien pernah melakukan hubungan intim dengan suami tidak menggunakan kondom

a. VCT bagi ibu dan suami

b. Edukasi mengenai penularan HIV-AIDS

c. Rutin untuk periksa kehamilan (ANC)

II.8 Intervensi dan Kebijakan

Melakukan kegiatan PMTCT di resosialisasi Sunan Kuning. Apabila

didapatkan ibu hamil risiko tinggi segera disarankan untuk melakukan VCT.

Page 22: Bab II  Pmtct

II.9 Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Kegiatan PMTCT terlaksana dengan menjangkau sasaran 3 ibu hamil yang

memiliki resiko tertular HIV.

2. Saran

a. PMTCT mencari sumber dana lain agar kegiatan PMTCT dapat terlaksana

secara terus– menerus.

b. Dilakukan PMTCT pada setiap ibu hamil dan dilakukan pemeriksaan VCT

pada ibu hamil risiko tinggi sebagai bagian dari ANC rutin.

c. Menyebarluaskan informasi mengenai HIV dan AIDS.

d. Mempromosikan kegiatan PMTCT ke masyarakat luas melalui media massa

sehingga meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan dan

fungsi dari PMTCT.