Upload
vokhuong
View
221
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PEMISAHAN PERSEROAN (SPIN OFF) DAN RESTRUKTURISASI PERSEROAN
A. Restrukturisasi Perseroan
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Adapun pengertian restrukturisasi menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti bahwa:
“restrukturisasi merupakan kegiatan untuk merubah struktur perseroan”. Sedangkan pengertian
dari restrukturisasi James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, JR, yang diterjemahkan oleh
Dewi Fitriasari dan Denny Arnos Kwari, bahwa: “restrukturisasidiikuti dengan adanya
perubahan dalam struktur modal, operasi, atau kepemilikan perseroan yang merupakan rutinitas
usahanya”.41
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa restrukturisasiadalah tindakan atau kegiatan
merubah struktur perseroan melalui pertimbangan dan untuk tujuan tertentu, dimana semuanya
itu harus berdasarkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat
restrukturisasi ini terjadi pada badan usaha, maka pihak pengambil keputusan dalan hal ini
adalah perseroan yang bertindak sebagai stakeholders. Restrukturisasi yang terjadi pada
perseroan meliputi restrukturisasi sumber daya manusia dan restrukturisasi keuangan. Dimana
hal ini diberlakukan agar pengelolaan perseroan sendiri dapat lebih optimal dalam meningkatkan
kinerja keuangan.
42
41Ibid, hal. 76.
42Ibid, hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua pengertian diatas pula, bahwa restrukturisasi dapat diartikan makin membesar
atau makin mengecilnya struktur organisasi suatu perseroan. Apabila diartikan dalam pengertian
pertama, maka kegiatan Spin Off juga merupakan upaya untuk melakukan restrukturisasi.
Dalam pengadaan restrukturisasi terhadap perseroan harus terdapat adanya prinsip
keterbukaan. Pelaksanaan prinsip keterbukaan ini sangat penting untuk dilakukan karena berguna
meningkatkan kepercayaan investor atau publik khususnya terhadap pasar modal, kemudian
dengan adanya prinsip keterbukaan dapat berfungsi juga untuk menciptakan mekanisme pasar
yang efisien. Filosofi ini di dasarkan pada konstruksi pemberian informasi secara penuh sehingga
menciptakan pasar modal yang efisien yaitu harga saham sepenuhnya merupakan refleksi dari
seluruh informasi yang tersedia.43
2. Jenis Restrukturisasi Perseroan
Akibat terjadinya krisis ekonomi atau ketidakpastian ekonomi global, banyak perseroan
yang tidak mampu lagi membayar hutangnya bahkan hanya untuk membayar bunga bank saja
tidak cukup. Oleh karena itu, banyak perseroan yang melaksanakan restrukturisasi, yaitu
penataan ulang sendi-sendi perseroan.
Adapun menurut Bramantyo Djohanputro, pada intinya bahwarestrukturisasi dapat
dikategorikan ke dalam 3(tiga) jenis sebagai berikut:44
a) Restrukturisasiaset (portofolio)
43 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal.42
44 Djohanputro Bramantyo, Restrukturisasi Perseroan Di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Widyatama, 2003), hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
Restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio perseroan supaya
kinerja perseroan menjadi semakin baik. Yang termasuk kedalam portofolioperseroan adalah
setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau SBU(strategic business unit), maupun anak
perseroan.45
b) Restrukturisasi keuangan (modal)
Restrukturisasi keuangan atau modal adalah penyusunan ulang komposisi modal perseroan
supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja keuangan dapat dievaluasi berdasarkan
laporan keuangan, yang terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, dan posisi modal
perseroan. Berdasarkan data dalam laporan keuangan tersebut, analisis dapat diukur bedasarkan
rasio kesehatan,yang antara lain tingkat efesien (efficiency ratio), tingkat efektivitas
(effectiveness ratio), profitabilitas (profitabilitas ratio), tingkat likuiditas (liquidity ratio), tingkat
perputan aset (asset turnover), rasio ungkitan (leverage ratio), dan rasio pasar (market
ratio).46
c) Restrukturisasi manajemen/organisasi
Selain rasio-rasio diatas, tingkat kesehatan juga dapat diukur berdasarkan profil risiko
tingkat pengembalian (risk return profile).
Restrukturisasi manajemen/organisasi merupakan penyusunan ulang komposisi
manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan masalah manajerial keorganisasian. Tujuannya sama dengan kedua jenis
restrukturisasi diatas, yaitu supaya kinerja perseroan membaik. Dalam hal restrukturisasi
45Ibid, hal. 80.
46Ibid, hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
manajemen/organisasi, perbaikan kinerja diperoleh melalui beberapa cara, antara lain dengan
pelaksanaan yang lebih efesien dan efektif, pembagian wewenang yang lebih baik sehingga
keputusan tidak berbelit-belit, dan kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalahan
di setiap unit kerja.47
Pada dasarnya, suatu perseroan dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi pada satu
waktu. Tetapi hal yang banyak terjadi adalah suatu perseroan menerapkan dua atau lebih jenis
restrukturisasisekaligus karena aktivitas-aktivitas restrukturisasi tersebut saling terkait.Ketiga
jenis restrukturisasi tersebut dapat dilakukan dan dapat berorientasi jangka pendek maupun
panjang. Restrukturisasi jangka pendek berfungsi dalam rangka pembayaran utang perseroan
dalam batas waktu yang ditentukan dengan jatuh tempoh yang cepat, sedangkan restrukturisasi
jangka panjang berfungsi dalam rangka pembayaran utang perseroan dalam batas waktu yang
ditentukan dengan jatuh tempoh yang lama.
Selain itu, restrukturisasi dapat berdampak pada pengurangan, pengeccilan, atau
pemangkasan suatu aset, unit kerja, sistem atau modal dan dapat juga berdampak pada
penambahan, pembangunan, dan pengembangan baik aset, unit kerja, sistem, organisasi, maupun
permodalan.
MenurutBennett Silalahi,restrukturisasi pada perseroan atau organisasi dapat dibedakan
menjadi:48
47Ibid, hal. 90.
48 Silalahi Bennett, Reorganisasi Perseroan Terbatas, (Bandung : Refika Aditama, 2001),
hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
a) Restrukturisasi Keuangan
Yaitu penataan kembali struktur keuangan perseroan untuk meningkatkan kinerja keuangan
perseroan restrukturisasi keuangan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu:
1) Menjadwal kembali pembayaran bunga.
2) Penjadwalan kembali pembayaran pokok pinjaman.
3) Mengubah hutang menjadi modal sendiri (debt equity swap). Hutang dikonversi dalam
bentuk saham.
4) Menjual non core business melalui spin off, sell of atau liquidation.
5) Mengundang investor individu yang potensial (privateplacement) ataupun karyawan dan
manajemen untuk membeli saham perseroan (managementbuyout).
6) Penjualan saham kepada public (go public). Manfaat utama dari go public adalah :
a. Mendapat tambahan fresh money atau fresh capital.
b. Memudahkan perseroan untuk melakukan diversifikasi.
c. Memudahkan dalam benchmarkingcompany value.
d. Melalui mekanisme pasar dapat meningkatkan pengawasan manajer perseroan.
e. Bagi BUMN, go public dapat mengurangi campur tangan birokrasi.
f. Akuntablitas pengelolaan perseroan akan menjadi lebih baik.
b) RestrukturisasiSumber Daya Manusia (SDM)
Restukturisasisumber daya manusia (SDM) pada perseroan dilakukan dengan adanya
pergantian jajaran direksi dan manajer serta pengurangan karyawan atau penambahan karyawan
yang dianggap lebih kompeten dan professional sesuai dengan kapasitas pada bidang masing-
masing. Pada dasarnya setiap korporasi dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi pada
Universitas Sumatera Utara
satu saat, namun bisa juga melakukan restrukturisasi secara keseluruhan, karena
aktifitasrestrukturisasi saling terkait. Pada umumnya sebelum melakukan restrukturisasi,
manajemen perseroan perlu melakukan penilaian secara komprehensif atas semua permasalahan
yang dihadapi perseroan langkah tersebut umum disebut sebagai penilaian uji tuntas perseroan
(due diligence). Hasil penilaian ini sangat berguna untuk melakukan langkah restrukturisasi yang
perlu dilakukan berdasar skala prioritasnya. Pelaksanaan restrukturisasi yang berhasil, harus
melibatkan dan mendapatkan komitmen dari semua pihak. 49
Bagi perseroan biasanya ada dua pilihan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) disertai dengan pesangon atau menyalurkan pekerjaan ke
perseroan lain. Bagi perseroan yang mempunya grup, dapat menyalurkan karyawannya ke
perseroan lain yang masih dalam satu grupnya, sehingga para karyawannya setelah perseroan
melakukan perbuatan hukum tersebut dapat tetap bekerja dan mereka tetap memiliki
penghasilan.
Sedangkan restrukturisasi dalam perampingan perseroan dapat dilakukan dengan
melakukan 2 (dua) cara yakni sebagai berikut:50
1) Self Off
Perseroan yang mempunyai unit kegiatan yang yang sangat beraneka ragam, mungkin
suatu ketika akan merasa bahwa diantara unit-unit tersebut ada yang tidak bekerja secara
ekonomis. Penyebabnya dapat beraneka ragam, salah satunya adalah tingkat kegiatannya terlalu
rendah sehingga sulit mencapai economic of scale-nya. Penyebab lainnya dapat dikarenakan
49Ibid, hal. 25.
50Ibid, hal. 31.
Universitas Sumatera Utara
bukan berada pada bisnis utama, korporasi kemudian kurang memperhatikan unit tersebut.
Apabila unit kegiatan ini dirasa membebani perseroan, maka unit tersebut dapat dijual, baik
secara tunai maupun melalui pembayaran dengan saham.
2) Spin Off
Cara spin off dilakukan dengan apabila unit kegiatan tersebut kemudian dipisahkan dari
sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian
perseroan tersebut akan mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan,
serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang saham. Pemisahan ini
dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan
ada yang secara khusus bertanggung jawab.
Bentuk dari Restrukturisasi perseroan menurut Gunadi adalah sebagai berikut:51
1) Merger (penggabungan usaha).
2) Konsulidasi (peleburan usaha). 3) Likuidasi (pembubar usaha) 4) Kepailitan (kebangkrutan usaha) 5) Split off (pemecahan usaha) 6) Spin off ( pemekaran usaha) 7) Revaluasi (penilaian kembali aktiva tetap usaha) 8) Rekapitalisasi (penataan kembali permodalan usaha) 9) Reorganisasi (perubahan struktur usaha)
Adapun tujuan restrukturisasi sebagaimana di tetapkan dalam Pasal 72 ayat (2) Undang-
Undang No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah untuk
kepentingan sebagai berikut:
1) Meningkatkan kinerja dan nilai perseroan.
51 Gunadi, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
2) Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada Negara. 3) Menghasilkan produk dan layanan dengan karya yang kompetitif kepada konsumen. 4) Memudahkan privatisasi.
3. Tujuan Restrukturisasi Perseroan
Pada Undang-Undang Kebangkrutan Amerika Serikat, memberikan peluang bisnis yang
tertekan secara finansial untuk melakukan restrukturisasi dan menghindari likuidasi. Seperti yang
diketahui, mendirikan suatu perusahaan atau perseroan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Dalam mendirikan suatu perusahaan atau perseroan dibutuhkan uang dan waktu dalam
menciptakan bisnis yang sungguh-sungguh ada (secara khusus dengan membentuk badan usaha
atau kemitraan) dalam mendapatkan perdanaan awal, untuk membeli atau menyewa aset yang
diperlukan, untuk memadukan aset fisik secara bersamaan ke dalam perseroan yang produktif,
untuk merekrut dan melatih tenaga kerja, untuk membangun hubungan dengan konsumen dan
supplier, lalu yang lebih umum lagi adalah untuk membangun kemauan dan pengenalan nama.52
Bagi pekerja, manajer, kreditur dan pemilik bisnis yang dilikuidasi, maka dampak yang
dirasakan adalah secara langsung dan dalam beberapa hal bersifat merusak. Dimana mereka akan
kehilangan pekerjaan mereka disertai dengan tekanan emosional dan masalah keuangan di dalam
keluarga mereka. Oleh karena itulah dipilih cara mempertahankan perusahaan atau perseroan
untuk tetap beroperasi daripada melakukan likuidasi. Dan ini merupakan dasar pemikiran dari
Bab 11 Undang-Undang Kebangkrutan Amerika Serikat yang menekankan bahwa keberadaan
restrukturisasi tersebut dianggap perlu atau penting untuk dilakukan.
52 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
Ada 2 (dua) jenis kebangkrutan yang terdapat pada Undang-Undang Kebangkrutan
Amerika Serikat, yang pertama Kebangkrutan Neraca biasanya mengacu kepada debitur tidak
mampu bayar dalam neraca jika jumlah utang debitur melebihi nilai aset debitur. Sedangkan
yang kedua Kebangkrutan Ekuitas, dimana debitur untuk membayar dimana debitur secara
umum gagal membayar utangnya pada batas yang ditentukan.53
Sehingga dengan restrukturisasi diharapkan dapat menstrukturisasi utang debitur sehingga
perseroan dapat terus beroperasi. Ada 4(empat) syarat yang harus dipenuhi untuk keberhasilan
dari restrukturisasi tersebut, yaitu :
a) Mempertahankan bisnis atau perseroan tetap beroperasi
Syarat pertama yang dijaga adalah mempertahankan perusahaan tetap beroperasi. Jika
bisnis berhenti beroperasi, walaupun dalam waktu singkat, maka para pekerja akan hilang dalam
artian berhenti, dan hubungan dengan konsumen dan supplier akan rusak. Oleh karena itu untuk
tetap bertahan, maka debitur dalam kepemilikannya butuh proteksi dari campur tangan yang
menghambat dari penyitaan barang. Hal ini menyangkut larangan penyitaan aset perseroan
debitur, sehingga debitur berkonsentrasi pada restrukturisasi perseroannya.54
b) Putar haluan bisnis atau perseroan
Di dalam melakukan perubahan haluan bisnis, manajeman harus berusaha mengurangi
biaya, menambah pendapatan, dan mengatasi masalah yang mengarah kepada tekanan keuangan.
Divisi yang tidak menguntungkan atau lini produk harus dibuat menguntungkan. Ada beberapa
53Ibid, hal. 87.
54Ibid, hal. 92.
Universitas Sumatera Utara
langkah dalam tukar haluan bisnis, dimana dibutuhkan rancangan utama tunai, seperti
pembayaran untuk membeli perlengkapan yang lama, rusak atau efesien atau untuk membeli
inventaris debitur yang lebih banyak sehingga dapat menarik konsumen, dan dalam melakukan
hal tersebut dibutuhkan uang tunai.
c) Menentukan klaim dengan dan terhadap debitur
Point awal untuk menentukan klaim dengan dan terhadap debitur akan merupakan hukum
yang berhubungan dengan non-kebangkrutan. Dimana debitur secara tertentu akan memiliki
klaim terhadap yang lainnya jika membuat petisi dalam kebangkrutan, misalnya kebanyakan
debitur memiliki piutang kepada konsumen. Untuk menentukan utang apa yang dimiliki debitur
dan kemudian mengumpulkan adalah merupakan bagian penting dalam mengumpulkan sumber
daya yang diperlukan untuk restrukturisasi.
d) Restrukturisasi hutang dan membagi nilai perseroan
Syarat terakhir untuk keberhasilan restrukturisasi adalah bahwa hutang harus
direstrukturisasi sehingga debitur mampu membayarnya, dan nilai utang dari debitur yang
diorganisasikan harus diberikan kepada kreditur.Perlunya dilakukan restrukturisasi utang, karena
debitur menginginkan supaya utangnya berkurang atau waktu pembayaran diperpanjang atau jika
memungkinkan kedua-duanya. Tidaklah baik jika debitur menyelesaikan restrukturisasi dan
masih punya hutang yang tidak dapat dibayar. Faktanya, sering menjadi keuntungan kreditur
untuk sepakat mengurangi utang mereka sehingga debitur berada dalam kondisi yang baik dalam
hal posisi keuangan yang dapat diatasi. Sebagai hasilnya, debitur mampu membayar kekurangan
Universitas Sumatera Utara
utangnya yang sudah sampai pada batas waktu.55
Pilar-pilar prinsip good corporate governance tersebut yakni :
Transparansi merupakan asas yang berlaku
secara universal. Teori good corporate governance, yang relatif baru dikenal dan dikembangkan
menempatkan transparansi menjadi salah satu pilar dari keempat prinsipnya.
1) Akuntabilitas adalah tuntutan agar manajemen perseroan memiliki kemampuan
menanggapi pertanyaan dari stakeholders atas berbagai tindakan korporat (corporate
action) yang mereka lakukan.
2) Transparansi adalah tersedianya informasi yang akurat, relevan dan mudah
dimengerti, yang dapat diperoleh secara mudah dan dengan biaya yang relatif
rendah.
3) Prediktabilitas adalah perseroan beroperasi di lokasi yang memiliki keteraturan
hukum dan peraturan, dan dalam konteks ekonomi memiliki kebijakan yang fair,
efektif, dan uniform.
4) Partisipasi adalah tuntutan untuk memperoleh data dan informasikan yang dapat
dipercaya, serta untuk meningkatkan keikutsertaan pihak stakeholders dalam proses
pengecekan kebijakan yang dilakukan oleh perseroan.
Tidak semua kegiatan usaha perseroan berhasil seperti yang diharapkan, meskipun banyak
juga perseroan yang berhasil. Perseroan yang kurang atau tidak berhasil ditandai oleh penurunan
kinerja bisnis mereka dari tahun ke tahun. Walaupun tidak semua perseroan yang menurun
55 Johanes, Ibrahim dan Lindawati Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern,
(Bandung : Refika Aditama, 2007), hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
kinerja bisnisnya berakhir dengan kebangkrutan, namun apabila tidak diadakan tindakan korektif
yang tepat tidak jarang mereka terpaksa menutup usahanya.
Kecuali disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang akut seperti bencana alam atau krisis
ekonomi, krisis kinerja bisnis perseroan tidak pernah terjadi mendadak. Krisis kinerja bisnis yang
ditandai oleh menurunnya likuiditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas merupakan satu
proses. Hal ini berkembang sedikit demi sedikit dari tahun ke tahun, dan akan menjadi semakin
parah bilamana tidak cepat ditangani secara professional.56
Penurunan kinerja bisnis, termasuk penurunan kondisi keuangan timbul karena berbagai
macam faktor intern dan ekstern perseroan. Beberapa di antara faktor-faktor penyebab tersebut
adalah :
1) Menurunnya jumlah penjualan produk dari tahun-ketahun, 2) Jumlah piutang dagang meningkat secara tidak proposional dibandingkan dengan
peningkatan jumlah penjualan, 3) Menumpuknya jumlah persediaan bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi, 4) Struktur pendanaan operasi bisnis yang kurang sehat. Jumlah utang terlalu besar
dibandingkan dengan jumlah dana modal sendiri (meningkatnya debtsto equity ratio),
5) Meningkatnya jumlah biaya operasional, 6) Manajemen atau karyawan menyalahgunakan harta Perseroan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi, 7) Krisis ekonomi, nasional, regional dan/atau internasional, 8) Kehidupan politik nasional dan/atau internasional yang tidak stabil, 9) Bencana alam.57
Dalam banyak kasus krisis keuangan yang dihadapi perseroan milik negara dan perseroan
swasta dapat diatasi dengan jalan melakukan restrukturisasi.Strategi restrukturisasi yang
diterapkan masing-masing perseroan tidak sama, sebab strategi restrukturisasiitudipengaruhi oleh
56Ibid, hal. 51.
57 Ibid, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan strategi restrukturisasi
adalah:58
1) Tingkat krisis yang dihadapi perseroan.
2) Penyebab utama krisis tersebut.
3) Pengorbanan yang harus diberikan pemilik perseroan.
4) Manfaat yang diperkiraan dapat diperoleh.
Untuk kasus-kasus tertentu kadang-kadang diperlukan kombinasi strategi restrukturisasi.
Restrukturisasi melibatkan para pemilik perseroan secara langsung. Dalam menjalankan tugas
tersebut mereka dapat dibantu dewan komisaris, manajemen perseroan. Adapun bentuk
restrukturisasi yang banyak dipergunakan untuk mengatasi krisis keuangan perseroan adalah
sebagai berikut :59
1) Restrukturisasi harta perseroan (reorganization of assets)
Salah satu cara untuk memperbaiki likuiditas keuangan perseroan adalah menata kembali
harta yang dimiliki perseroan. Hal itu dilakukan dengan jalan megurangi jenis atau jumlah harta
tetap, termasuk sarana produksi yang kurang berguna atau tidak efisien lagi. Harta tetap seperti
itu dapat jual kepada pihak ketiga. Dengan menjual harta tetap yang kurang berguna atau tidak
efisien bagi perseroan akan mendapat injeksi dana segar. Dana tersebut dapat dipergunakan
untuk mendanai kebutuhan modal kerja dan melunasi utang-utang yang berbunga tinggi. Dengan
demikian kegiatan bisnis perseroan dapat diperlancar, sedangkan biaya bunga pinjaman dapat
58 Ibid, hal. 60.
59 C.S.T, Kansil dan Christine, Hukum Perseroan Indonesia, Aspek Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1995), hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
berkurang. Disamping itu beban biaya penyusutan juga akan berkurang. Manfaat yang diperoleh
dengan strategi ini adalah likuiditas keuangan dan profitabilitas perseroan dapat diperbaiki.
Restrukturisasi harta perseroan juga dapat dilakukan dengan jalan memperbaiki
manajemen persediaan, antara lain dengan meminimalisir jumlah persedian bahan baku, bahan
pembantu dan barang jadi. Manfaat yang diperoleh adalah jumlah kas/bank yang terikat dalam
persediaan dapat diminimalisir. Jalan lain mereorganisir harta perseroan adalah memangkas atau
menghapuskan harta perseroan yang bernuansa pemborosan dan menjadi sumber pemborosan
biaya. Contoh harta perseroan yang berbau pemborosan adalah gedung kantor yang terlalu luas
dan mewah, laboratorium riset dan pengembangan yang terlalu canggih, villa megah untuk
tempat peristirahatan pemimpin perseroan kendaraan dinas yang terlalu banyak jumlahnya,
terlalu mewah dan terlalu mahal pajak dan biaya pemeliharaannya.
Jumlah piutang dagang wajib diminimalisir. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan
memperbaiki manajemen piutang dagang. Pemberian kredit penjualan kepada distributor
dilakukan secara selektif. Kegiatan penagihan piutang dagang dilakukan secara lebih intensif.
2) Divestasi
Divestasi adalah cara memperbaiki likuiditas keuangan perseroan dengan jalan menjual
sebagian hak kepemilikan perseroan kepada pihak ketiga. Dengan menjual sebagian hak
kepemilikan perseroan dapat diperoleh dana segar untuk memperbaiki likuidasi perseroan,James
C Van Horn mengatakan bahwa divestasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara
lain dengan:60
a) Menjual bagian tertentu perseroan (partial sell-offs)
60 Ibid, hal. 110.
Universitas Sumatera Utara
Dalam partial sell-offs pemilik perseroan menjual bagian tertentu perseroannya kepada
perseroan lain. Dengan menjual bagian tertentu perseroannya mereka dapat memperoleh dana
segar untuk dipergunakan menambah dana modal kerja atau melunasi utang berbunga. Sebaiknya
bagian yang dijual itu adalah bagian yang telah lama memberi beban keuangan yang terlalu
berat, misalnya membebani biaya operasional yang terlalu besar. Dengan demikian profitabilitas
perseroan secara keseluruhan terganggu. Partial-sell offs hanya dapat menarik minat pembeli
bilamana mereka yakin bagian perseroan yang akan dijual dapat memperkuat organisasi bisnis
perseroan.
b) Menjual anak perseroan (corporate spin-offs)
Corporate spin-offs dilakukan oleh grup perseroan yang sedang mengalami kesulitan
keuangan. Dalam corporate spin-offsperseroan menjual sebagian saham anak perseroan mereka
kepada pihak ketiga. Corporate spin-offs juga dapat dilakukan dengan jalan memisahkan bagian
tertentu perseroan menjadi sebuah perseroan lain yang independen. Selanjutnya saham perseroan
baru tersebut dibagikan secara prorate kepada para pemegang saham perseroan lama. Dengan
strategi ini bagian perseroan yang dipisahkan wajib mengurusi sendiri kebutuhan keuangan
mereka.
Sedangkan Fred Weston mengambil contoh IBMsebagian perseroan yang telah melakukan
divestasi corporate spin-offs agar dapat mengelola keuangan perseroan mereka secara lebih
efesien. Pada tahun 1986 IBM telah menjual product centers dan bagian penjualan eceran
mereka di Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun 1988 IBM menjual bisnis pengkopian
(copier business) mereka kepada Eastmant Kodak.61
61Ibid, hal. 118.
Dalam corporate spin-offs anak perseroan
yang dijual atau bagian perseroanyang dipisahkan akandikelola manajemen baru. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian belum tentu perseroan lama dapat mengharapkan sinergi kerjasama dengan perseroan
baru ini.
c) Menjual saham biasa yang dimiliki oleh para pemegang saham kepada publik (equit carve-
outs)
Equity carve-outs hampir sama dengan corporate spin-offs. Bedanya dalam equity carve-
outs saham anak perseroan tidak ditawarkan kepada perusahaa lain secara individual, melainkan
ditawarkan kepada publik melalui busa efek, equity carve-outs juga disebut split-off intial public
offering (IPOs). Apabila perseroan induk masih ingin menguasai anak perseroan yang mereka
jual, saham yang ditawarkan kepada publik hendaknya tidak mencapai 50% seluruh saham biasa.
Dengan demikian perseroan induk masih dapat mengawasi kinerja manajemen perseroan
yang dijual sebagian itu. Apabila perseroan berhasil menjual sebagian saham anak perseroannya,
mereka akan dapat mengumpulkan dana segar tanpa bunga. Seperti halnya partial sell-offs dan
corporate spin-offs dana segar tersebut dapat dipergunakan untuk menambahkan dana modal
kerja dan membayar kembali pinjaman berbunga. Disamping untuk mengatasi kesulitan
keuangan, kadang-kadang equit carve outs dipergunakan untuk mendapatkan dana murah guna
perluasan perseroan yang sehat usahanya.
3) Restrukturisasi Keuangan
Restrukturisasi keuangan merupakan upaya menyelamatkan perseroan yang dilakukan
bersama-sama oleh perseroan dan bank kreditur mereka. Dalam kasus ini karena menghadapi
kesulitan keuangan, perseroan tidak mampu membayar bunga dan/atau cicilan kredit yang telah
mereka terima. Untuk mencengah kredit berkembang menjadi kredit macet dan tidak terbayar
sama sekali, kadang-kadang bank bersedia membantu nasabah mereka merestrukturisasikan
keuangannya.
Universitas Sumatera Utara
Ciri khusus upaya menyehatkan kondisi keuangan ini adalah dibutuhkan jangka waktu
lama. Bank Kreditur hanya bersedia membantu melakukan restrukturisasi kredit bilamana
mereka melihat masa depan perseroan debitur masih dapat diperbaiki. Oleh karena itu sebelum
memutuskan hal itu mereka akan mempelajari secara mendalam perkembangan kegiatan usaha
perseroan debitur dan masalah yang mereka hadapi.62
Tujuan utama restrukturisasi keuangan adalah meringankan beban keuangan, dalam hal ini
bunga pinjaman dan pembayaran cicilan kredit. Salah satu bentuk restrukturisasi keuangan
dengan bantuan bank dilakukan dengan jalan menghapuskan saldo bunga tertunggak. Cara lain
adalah dengan penjadwalan kembali pembayaran cicilan kredit. Dengan cara yang kedua ini
jangka waktu kredit dan pembayaran cicilan diperpanjang. Manfaat jumlah cicilan kredit tiap
masa tertentu dapat diperkecil. Cara yang lain lagi adalah saldo kredit dan bunga yang
tertunggak dikonversi menjadi saham biasa atau saham preferen perseroan debitur. Manfaat yang
diperoleh dari strategi ini adalah jumlah kewajiban debitur membayar bunga dan cicilan kredit
menurun. Konversi kredit dan bunga tertunggak menjadi saham dapat dilakukan secara
kesuluruhan atau hanya sebagian saja.
4) Restrukturisasi Perseroan
Restrukturisasi perseroan dilakukan dengan jalan memperkecil skala organisasi perseroan
memangkas sumber pemborosan dan dan merasioanalisasi jumlah karyawan yang berlebihan.
Apabila menurunnya kinerja bisnis perseroan juga disebabkan karena pengelapan uang, perlu
juga dilakukan penggantian personalia manajemen dan karyawan yang terbukti telah merugikan
62 Ibid, hal. 125.
Universitas Sumatera Utara
perseroan. Apabila dirasa perlu restrukturisasi juga dapat dilakukan dengan jalan menata kembali
atau menciutkan ruang lingkup usaha perseroan.
Seperti halnya dengan bentuk restrukturisasikeuangan yang lain tujuan utama
restrukturisasi adalah menurunkan jumlah beban biaya tetap dan meningkatkan efesiensi
kegiatan bisnis perseroan. Disamping itu rerorganisasi dijalankan guna menciptakan manajemen
perseroan yang lebih proposional dan bersih.
Ada beberapa alasan bagi suatu perseroan untuk melakukan restrukturisasi, antara lain :
1) Persaingan. Dalam lingkungan bisnis yang persaingannya begitu sengit, penguasaan banyak bidang usaha merupakan suatu kemewahan yang makin lama makin mahal. Para manajer dewasa ini mau tidak mau harus terus berpacu dengan para saingan. Semakin sukses seseorang akan makin banyak melihat kelemahannya sendiri. Praktis semua aspek bisnis apakah itu harga atau kualitas produk, tingkat inovasi, kualitas pelayanan, dan sebagainya merupakan subjek persaingan yang tiada henti.
2) Fleksibilitas. Perseroan sekarang ini senantiasa dihadapkan pada dua pilihan: tanggapan atau kandas. Kecepatan pemberian reaksi semakin menentukan kelangsungan hidup dan keberhasilan perseroan rentetan kemajuan teknologi di bidang informasi, produksi dan sistem distribusi, serta meningkatkan tuntutan konsumen akan keragaman telah menimbulkan pergeseran dalam pola kegiatan bisnis. Sebaiknya akibatnya, perseroan yang melakukan diversifikasi dihadapkan pada masa penuh tekanan. Sulit untuk menggapai semuanya sekaligus.
3) Biaya Awal yang begitu tinggi. Begitu banyak sumber daya yang habis sebagai biaya-biaya Perseroan yang sebenarnya kurang perlu. Pos-pos biaya ini bukan hanya kurang perlu, tapi terkadang bahkan bersifat merusak. Dalam rangka mencari-cari pembenaran atas dikeluarkannya pos-pos biaya tersebut, markas perseroan sering melanggar program-program akuisisi yang tidak memberi nilai tambah sama sekali untuk para pemegang saham. Apa yang ada dalam akuisisi semacam itu hanya sesuatu yang menarik, dramatis dan dan glamor. Sebagai contoh, dalam laporan bola dari suatu perseroan yang telah melakukan diversifikasi terdapat sebuah pos yang disebut “biaya-biaya perseroan (corporate expense) yang hampir berjumlah $200 juta. Bandingkan jumlah ini dengan pendapatan bersih hanya mengalami peningkatan sekitar 15% per tahun dalam periode yang sama. Bila biaya-biaya Perseroan ini dihitung dengan angka setelah dipotong pajak dan rasio harga/pendapatan Perseroan diterapkan pada total biaya, akan didapat biaya keseluruhan yang mencapai $1,4 miliar. Kalaupun sebagaian biaya itu memang perlu dikeluarkan, jelas ada banyak pemborosan disini.63
63 Handri, Raharjo, Hukum Perseroan (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 134.
Universitas Sumatera Utara
B. Pemisahan Perseroan (Spin Off)
1.Pengertian dan Dasar Hukum
Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu bagian konstruksi yang
banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum, akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah
diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 64Dalam khazanah hukum,
sebenarnya terdapat kontruksi hukum lain yang sudah sangat dikenal dan mirip dengan
mekanisme spin off ini yaitu penggabungan Perseroan (merger). Karena kemiripannya ini maka
dalam beberapa istilah, spin off seringkali juga disebut dengan demerger. Bentuk kemiripannya
terutama adalah spin off menyebabkan beralihnya secara hukum seluruh hak dan kewajiban
perseroan yang melakukan pemisahan, sebagaimana halnya dalam kontruksi hukum
penggabungan (merger). 65
Meskipun pengaturan spin off dalam UU Perbankan Syariah ini secara spesifik lebih
ditujukan untuk menerapkan substansi UU Perbankan Syariah (menjamin terpenuhinya prinsip-
prinsip syariah), khususnya terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang secara korporasi masih
berada dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, namun kontruksi hukum spin off
ini dapat dimanfaatkan oleh industri perbankan dalam melakukan restrukturisasi usahanya.
66
Dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT),
istilah spin off disebut dengan pemisahan. Dalam pasal tersebut, pemisahan didefinisikan sebagai
64 Mulhadi, Hukum Perseroan dan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hal. 28.
65 M. Saiful Ruky, Menilai Penyertaan Dalam Perseroan ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal.68
66Ibid, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang beralih karena
hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih
karena hukum kepada 1(satu) perseroan atau lebih.
Selanjutnya dalam Pasal 135 UU PT, pemisahan dibedakan antara pemisahan murni dan
pemisahan tidak murni. Pemisahan murni (zuivere splitsing/absolute division) yang
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) atau
lebih perseroan lain yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan
berakhir karena hukum, tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Sedangkan pemisahan tidak
murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2(dua)
perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan
usaha tersebut berakhir karena hukum.67
Dilihat dari bentuk hukumnya dalam UU PT, perseroan baru hasil pemisahan tersebut
disebutkan secara tegas bahwa bentuk hukumnya adalah Perseroan Terbatas. Sedangkan dalam
UU Perbankan Syariah, Perseroan baru hasil pemisahan tersebut tidak secara tegas disebutkan
bentuk hukumnya, namun hanya disebutkan menjadi dua badan usaha atau lebih. Hal tersebut
dapat ditafsirkan bahwa menurut UU Perbankan Syariah, bentuk hukum dari bank usaha baru
hasil pemisahan suatu bank tidak mesti mengikuti atau sama dengan bentuk hukum perseroan
asalnya, dan badan usaha baru tersebut tidak mesti merupakan suatu bank. Namun apabila
kegiatan usaha badan baru hasil pemisahan tersebut adalah bank syariah, maka sesuai dengan
pasal 7 UU Perbankan Syariah harus berbentuk badan hukum Perseroan terbatas.
67Ibid, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
Berkenaan dengan pemegang saham atas perseroan baru hasil pemisahan, baik dalam UU
PT maupun UU Perbankan Syariah di atas tidak disebutkan secara tegas siapa yang menjadi
pemegang saham atas perseroan baru tersebut, apakah pemegang saham dari perseroan awal atau
perseroan awal itu sendiri. Aspek hukum lainnya yang juga penting dalam spin off ini adalah
terkait dengan perlindungan kreditur dan pihak-pihak lain yang memiliki hak-hak istimewa yang
bisa saja sebagai alat dari pemisahan perseroan tersebut mengalami kerugian.68
Dalam spin off perseroan beberapa pihak yang harus mendapatkan perlindungan hukum
antara lain kreditur, karyawan dan para pemegang saham minoritas yang melakukan pemisahan.
Pemegang saham dalam hal ini perlu mendapatkan perlindungan mengingat proses spin off untuk
perseroan bisa terjadi bukan atas kehendak pemegang saham, namun karena adanya ketentuan
undang-undang yang mewajibkan pemisahan.
69
Spin Off merupakan bentuk pembebasan perseroan dimana sebuah bagian dari perseroan
menjadi mandiri dan saham perseroan yang baru tersebut dibagikan kepada para pemegang
saham.Dalam perseroan mekanisme spin off atau pemisahan belum diakomodir sebagai salah
satu alternatif dalam penguatan struktur perseroan di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti
mengingat UU No.1 Tahun 1995 tidak menggatur konsep spin off. Peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia memberikan pengertian atau definisi spin off dengan
rumusan kalimat yang hampir seragam.
68 Tumbuan Fred. B. G, Pokok-Pokok Undang-Undang Kepailitan, (Jakarta : Penerbit Ghalia, 2008), hal.39.
69Ibid, hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
menggunakan istilah “Pemisahan” sebagai pengganti terminologi “Spin Off”. UUPT
memberikan pengertian pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru
yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima pemisahan dan selanjutnya status badan
hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.70
Setiap tindakan yang dilakukan di negara hukum haruslah mempunyai dasar hukumnya.
Apalagi tindakan hukum berupa spin off perseroan yang begitu penting kedudukannya dalam
bidang hukum perseroan tersebut. Secara yuridis, yang merupakan dasar hukum bagi tindakan
spin off tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dasar Hukum Utama (UUPT).
2. Dasar Hukum Kontraktual.
3. Dasar Hukum Status Perseroan (Pasar Modal, PMA, BUMN).
4. Dasar Hukum Konsekuensi Spin Off.
5. Dasar Hukum Pembidangan Usaha. 71
Yang menjadi dasar hukum utama bagi suatu spin offperseroan adalah UUPT dan
Peraturan pelaksanaannya. UUPT No 40 Tahun 2007 tersebut mengatur tentang merger,
akuisisi, konsolidasi dan spin off mulai dari Pasal 26, 62, 122, 123, 126, 127, 128, 129, 132,
70 Ibid, hal. 51.
71 Bahari Adib, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas, ( Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
133, 135 dan 152. Sebagaimana diketahui bahwa UUPT menggunakan istilah “Pemisahan”
untuk spin off, “Penggabungan” untuk merger “Pengambilalihan” untuk akuisisi, dan
“Peleburan” untuk konsolidasi. Disamping UUPT, pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula
diterbitkan PP No. 27 Tahun 1998 yang mengejawantahkan ketentuan-ketentuan di dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Tentang Perseroan (UUPT
lama).72
2.Jenis-Jenis Spin Off
Dalam pemisahan perseroan dikenal ada 2 (dua) macam pemisahan, kedua jenis pemisahan
tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahan dengan memperhatikn kuntitas usaha yang dipisahkan
oleh perseroan. Hal ini diatur dalam dalam Pasal 135 UU Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT)yaitu:
a. Pemisahan murni (zuivere splitsing = absolute division)
Pemisahan murni adalah pemisahan usaha perseroan yang mengakibatkan seluruh aktiva
dan pasiva perseroan yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih yang
menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan tersebut menjadi
berakhir karena hukum.
Dalam pemisahan jenis ini yang menjadi ciri pokoknya perseroan mengalihkan seluruh
harta kekayaannya, sehingga akan berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah
tidak ada lagi usaha yang diurusi. Adapun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam pemisahan
murni perseroan yang menjadi pembeli asset ditentukan minimal dua perseroan hal ini tidak ada
penjelasan dari undang-undang, sehingga tidak dapat diketahui apakah kalau hanya satu
72Ibid, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
perseroan yang membeli seluruh asset akan menjadi batal demi hukum perbuatan tersebut atau
tidak.
Pada umumnya sebuah perseroan melakukan pemisahan murni karena dilatarbelakangi
oleh beberapa faktor antara lain adalah :73
1) Usaha kurang menguntungkan
Usaha yang kurang mendatangkan keuntungan menjadi latar belakang perseroan untuk
menjual usaha tersebut. Biasanya hal ini dialami oleh perseroan yang mempunyai hanya satu
usaha. Sudah diatasi dengan berbagai cara yang dilakukan, tetapi tetap saja tidak dapat
menghasilkan keuntungan. Sebuah perseroan tidak mungkin akan mempertahankan usaha yang
terus merugi, dan tidak seimbang dengan besarnya pengeluaran biaya operasi. Jika usaha itu
permodalannya dibiayai oleh pihak ketiga kemudian menjadi macet pengembaliannya, dapat
berakibat akan kepailitan apabila mempunyai utang lebih dari satu kreditur.
2) Kurang mampu mengelola usaha
Latar belakang lain yang menjadikan perseroan melakukan pemisahan murni adalah karena
kurang mampu mengelola usahanya. Perseroan tidak memiliki management yang tidak baik,
tidak mempunyai tenaga yang cerdas, cekatan, dan terampil untuk mengurus usaha. Karena
usaha tidak diurus secara professional mengakibatkan usaha tidak dapat berjalan dengan lancar
dan kurang menghasilkan keuntungan. Dengan usaha yang tidak menguntungkan lebih baik
dialihkan daripada dipertahankan karena akan mengakibatkan keuangan perseroan menjadi tidak
sehat.
73Ibid, hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
3) Perseroan sudah hampir berakhir
Jika sebuah perseroan sudah mendekati akhir, keputusan RUPS tidak akan memperpanjang
jangka waktu pendirian perseroan sedangkan usaha masih berjalan dengan keuntungan yang
biasa-biasa saja. Dengan pertimbangan daripada nantinya perseroan bubar karena jangka
waktunya habis dan harus menempuh proses likuidasi, lebih baik perseroan melakukan
pemisahan usaha saja. Dengan pemisahan tersebut berakibat perseroan berakhir lebih cepat dari
waktunya dan tanpa perlu melakukan likuidasi karena kewajiban terhadap pihak ketiga menjadi
tanggung dan perseroan yang menerima pemisahan usaha.
b. Pemisahan tidak murni (afsplitsing=spin off)
Pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena
hukum kepada 1(satu) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang
melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 32 No. 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah, pemisahan didefinisikan sebagai usaha dari satu bank menjadi dua
badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari 2 (dua) definisi tersebut di
atas, jelas bahwa pemisahan aset dan kewajiban dari suatu perseroan menjadi perseroan baru
yang independen (entitas yang terpisah) merupakan unsur yang paling penting dalam proses
hukum spin off. Dalam prakteknya, pemisahan aset dan kewajiban tersebut umumnya adalah
berupa pemisahan unit usaha (divisi) tertentu menjadi sebuah perseroan baru yang kegiatan
usahanya bisa sama atau berbeda dengan perseroan awalnya.74
Pemisahan tidak murni adalah pemisahan perseroan yang mengakibatkan sebagian aktiva
dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroanlain atau lebih yang
74Anisitus, Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris, (Jakarta : Rajawali Press, 1996), hal.67
Universitas Sumatera Utara
menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Dalam
pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan yang pemisahan menjadi bubar, karena
harta kekayaan yang dialihkan hanya sebagian saja.Perseroan tersebut masih mempunyai harta
kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha. Berbeda dengan pemisahan murni yang
berakibat perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaannya
dialihkan seluruhnya.
Pada pemisahan tidak murni penerima pengalihan cukup minimal satu perseroan,
sedangkan untuk pemisahaan umum sedikitnya dua perseroan sedangkan untuk pemisahan murni
sedikitnya dua perseroan sebagai penerima pengalihan harta kekayaan.75
Latar belakang sebuah perseroan melakukan pemisahan tidak murni antara lain karena
usaha perseroan kurang menguntungkan atau karena perseroan kurang mampu mengelola usaha.
Dengan pertimbangan daripada usaha tersebut ditutup lebih baik dijual kepada perseroan lain.
Perlu disebut di sini suatu jenis pemisahan khusus yaitu pemisahan hibrida”(hybride splitsing)
dimana terjadi peralihan karena hukum dari seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan
pemisahan kepada satu atau lebih perseroan lain yang didirikan dalam rangka pemisahan oleh
perseroan yang melakukan pemisahan.
Setelah pemisahan, perseroan yang melakukan pemisahan tetap ada yang menjadi
pemegang saham dari perseroan lain yang didirikannya. Pemisahan ini disebut “pemisahan
hibrida” karena sekalipun terjadi peralihan dari seluruh aktiva dan pasiva kepada perseroan lain
seperti halnya dengan pemisahan murni yang mengakibatkan berakhirnya perseroan yang
melakukan pemisahan murni, dalam yang melakukan pemisahan dimaksud tetap ada dan tidak
berakhir.
75Ibid, hal.69.
Universitas Sumatera Utara
Kaedah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa para pemegang saham perseroan yang
melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang saham dari Perseroan yang menerima
peralihan aktiva dan pasiva. Dalam hak pemisahan hibrida tersebut di atas, kaedah dimaksud
tidak berlaku karena yang menjadi pemegang saham perseroan yang menerima peralihan aktiva
dan pasiva adalah perseroan yang melakukan pemisahan.76
Dalam keadaan tertentu adanya perselisihan atau ketidakcocokan antara para pemegang
saham dalam hal pemisahan murni merupakan cara penyelesaian yang melahirkan win-win
solution. Dengan demikian selain peralihan dari semua aktiva dan pasiva kepada dua atau lebih
perseroan lain, para pemegang saham perseroan yang melakukan pemisahan murni juga dibagi
menjadi dua atau lebih kelompok pemegang saham yang bergabung ke dalam perseroan yang
mereka masing-masing pilih dan sepakati. Di Belanda jenis pemisahan murni yang dimaksud ini
dikenal sebagai “ruziesplitsing”.
77
Pemisahan hanya mungkin terjadi antara 2(dua) atau lebih badan hukum yang sejenis
didalam perseroan terbatas, sebagaimana diatur dalam UUPT. Pemisahan lintas batas negara
(cresscorder division) antara perseroan terbatas dalam negeri dengan perseroan di Singapura
tidak mungkin mengingat hukum yang mengatur tentang perseroan di kedua negara tersebut
berlainan.
Selanjutnya perseroan yang berada dalam likuidasi setelah mengalami pembubaran tidak
dapat menjadi pihak dalam pemisahan.Demikian pula perseroan yang telah dinyatakan pailit
atau berada dalam penundaan pembayaran utang atau PKPU dan kepailitan atau PKPU dimaksud
sedang berlangsung tidak dapat menjadi pihak dalam pemisahan.
76Ibid, hal. 59.
77 R. Soemitro, Op.Cit, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
Pemangku kepentingan (stakeholders) seperti para kreditor perseroan yang melakukan
pemisahan berhak untuk memperoleh informasi lengkap tentang perseroan yang akan menerima
peralihan aktiva dan pasiva sebagai akibat pemisahan. Ini wajar karena perseroan yang menerima
peralihan aktiva dan pasiva yang setelah pemisahan selanjutnya harus menanggung pemenuhan
perikatan perseroan yang melakukan pemisahan terhadap para kreditor tersebut.
Untuk dapat melakukan pemisahan usaha prosedur yang harus ditempuh di dalamnya
perseroan adalah harus ada persetujuan RUPS.Direksi membuat rancangan tentang pemisahan
usaha perseroan dengan ditelaah dewan komisaris, baru mengajukan persetujuan kepada RUPS.
RUPS untuk menyetujui pemisahan tersebut berlaku Pasal 89 UUPT 2007, kuorum rapat dihadiri
minimal ¾ pemegang saham dengan hak suara dan keputusan diambil dengan persetujuan
minimal ¾ suara dari pemegang saham yang hadir. Apabila dalam RUPS ini tidak tercapai
kuorumnya maka dapat diadakan RUPS kedua.78
Dalam RUPS kuorum yang harus dicapai dengan perbandingan minimal 2/3 :3/4. Kuorum
ini tergolong tinggi, karena minimal 2/3 pemegang saham harus hadir dalam RUPS, sedangkan
dalam RUPS pertama hanya minimal ¾ pemegang saham yang harus hadir. Jika kuorum tersebut
tidak dapat tercapai juga, maka dapat diadakan RUPS ketiga. Untuk RUPS ketiga perseroan yang
akan melakukan pemisahan mengajukan permohonan kepada pengadilan agar ditetapkan kuorum
untuk kepentingan tersebut. Penetapan pengadilan bersifat final dan berkekuatan hukum tetap,
sehingga RUPS menjadi terikat dan melaksanakannya.
Seperti pada penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan berakibat bagi perseroan yang
melakukan perbuatan hukum tersebut mempunyai kewajiban untuk melakukan pengumuman
minimal pada sebuah surat kabar untuk kepentingan pihak ketiga. Untuk pemisahan juga
78Ibid,hal.72.
Universitas Sumatera Utara
demikian, perseroan yang melakukan pemisahan baik berupa pemisahan murni atau tidak murni
menurut hemat kami tidak terlepas dari kewajiban untuk melakukan pengumuman tersebut demi
kepentingan pihak ketiga. Kedua jenis pemisahan sama-sama berakibat bukan saja yang beralih
berupa aktiva, tetapi juga pasivanya. Pengumuman merupakan itikad baik dari perseroan
terhadap pihak ketiga yang berkepentingan. Oleh karena itu bagi perseroan yang menerima
pengalihan mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga. Pihak ketiga perlu mengetahui
perseroan mana yang dapat dihubungi untuk menagih kewajiban yang harus dipenuhi.79
3) Tujuan Spin Off
Pemisahan adalah wahana atau instrumen hukum baru yang diatur dalam pasal 135
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) diamankan oleh
ketentuan dalam pasal 136 UUPT akan diatur dalam peraturan pemerintah.80
79Ibid,hal.77.
Tentang pemisahan
sebagaimana itu diatur dalam titel 7 buku 2 BW Belanda (baru) yang mulai diatur dalam titel 1
Maret 1998 dan merupakan pengaturan pelaksanaan dari Zesde EG-Richtlijn (Sixth European
Community Directive) tentang pemisahan perseroan UUPT No 40 Tahun 2007 dalam pasal 1
butir 12 memberi defenisi tentang pemisahan sebagai berikut: “Pemisahan adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh
aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau
sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan atau
lebih”.
80 Henry R, Cheeseman, Business Law: Ethical, International and E-Commerce Environment. Fourth Edition, (New Jersey : Prentice Hall, 2001), hal.35.
Universitas Sumatera Utara
Memperhatikan bahwa pemisahan mengakibatkan terjadinya peralihan karena hukum dari
aktiva dan pasiva perseroan maka pemisahan mirip sekali dengan penggabungan dan peleburan.
Adapun perbedaan mencolok antara pemisahan disatu pihak dan penggabungan serta peleburan
di lain pihak, adalah bahwa dalam hal pemisahan tidak selalu (i) aktiva dan pasiva perseroan
yang melakukan pemisahan beralih kepada 1 (satu) perseroan saja dan (ii) perseroan yang
melakukan pemisahan karena hukum.81
Sehubungan dengan peralihan karena hukum dari aktiva dan pasiva perseroan yang
melakukan pemisahan perlu diperhatikan bahwa peralihan aktiva dan pasiva milik perseroan
yang terletak di luar Indonesia tunduk kepada hukum negara dimana aktiva dan pasiva tersebut
berada, khususnya bila menyangkut barang tidak bergerak maka berlaku droi de suite. Inilah
berarti bahwa peralihan karena hukum dan aktiva dan pasiva tersebut mungkin sekali tidak
diakui dan tidak berlaku di negara yang bersangkutan.
Apabila hanya melihat tujuan, terlihat bahwa spin off yang diatur dalam UU Perseroan
Terbatas sebenarnya lebih ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan
perseroan dalam hal ini melalui pemisahan perseroan dari perseroan induk menjadi anak
perseroan. Sebenarnya pengertian spin off dalam UU perseroan tersebut memberikan fleksibilitas
yang lebih luas kepada perseroan untuk melakukan penguatan restruktur usahanya.
Dalam penguatan struktur usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh
perseroan sebagai sarana untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui
penguatan lini bisnis yang lebih fokus dan spesialis. Dalam hal ini, mekanisme spin off
digunakan untuk mempertajam salah satu nilai bisnis yang dianggap penting bagi perseroan
81Ibid,hal.22.
Universitas Sumatera Utara
untuk dikembangkan (demerger) menjadi sebuah perseroan baru yang merupakan perseroan anak
dari induk perseroan. Selain itu dengan mekanisme spin off ini sebuah perseroan dapat juga
melakukan pemisahan aset bermasalahnya (bad assets)menjadi badan usaha baru yang bukan
merupakan perseroan (menjadi semacam perseroan pengelola aset). Dalam hal ini maka
keuntungan bagi perseroan adalah selain memiliki perseroan baru yang menjadi kendaraan
pengelola aset bermasalahnya (special purpose vehicle) yang tetap dapat dikontrolnya, juga
menjadi sarana yang efektif bagi perseroan dalam melakukan pembersihan aset bermasalahnya
(cleaning assets).82
Berkenaan dengan status kepemilikan saham perseroan hasil pemisahan, sebagaimana di
kemukakan sebelumnya, bahwa pada dasarnya kaidah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa
para pemegang saham perseroan yang melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang
saham dari perseroan baru hasil pemisahan. Namun demikian kaidah pokok ini, apabila dikaitkan
dengan tujuan restrukturisasi perseroan akan timbul permasalahan karena sebenarnya tujuan dari
pemisahan tersebut justru untuk mengembangkan dan memperbesar perseroan awal dengan cara
melakukan focusing usaha melalui pemisahan perseroan. Sesuai dengan tujuan spin off, maka
perseroan awal tersebut seharusnya dapat memiliki dan mengontrol perseroan baru hasil
pemisahan. Hal ini juga yang mungkin ingin dituju dalam restrukturisai perbankan yaitu bank
konvensional yang melakukan pemisahan UUS, diharapkan dapat lebih memfokuskan usaha
bank konvesionalnya tanpa kehilangan pangsa bisnis di pasar perbankan syariah yang kini
bidang usaha tersebut dijalankan oleh sebuah entity yang terpisah, maka bank syariah yang
82Ibid,hal.48.
Universitas Sumatera Utara
merupakan wujud baru dari UUS, kini dapat bergerak lebih bebas dan secara bisnis tidak lagi
terikat dengan ketentuan perseroan induknya.83
Namun demikian mengingat dalam pemisahan hibrida ini seluruh aktiva dan pasiva yang
melakukan pemisahan akan beralih kepada perseroan baru yag didirikan dalam rangka
pemisahan, maka untuk restrukturisasi perseroan perlu dilakukan penyesuaian format, yakni
menggabungkan antara kontruksi hukum pemisahan tidak murni (partial division with a hive-off)
dengan pemisahan hibrida untuk hal-hal yang terkait dengan kepemilikan saham perseroan hasil
pemisahan.
84
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peraturan pelaksanaan dari UUPT harus
memberikan guidelines yang jelas bagi perseroan yang akan melakukan pemisahan (spin off),
terutama materi yang terkait dengan status kepemilikan saham dari perseroan hasil pemisahan,
apakah mengikuti kaidah pokok yang berlaku yaitu otomatis menjadi bagian dari kepemilikan
pemegang saham perseroan awal (induk) atau saham perseroan hasil pemisahan tersebut menjadi
milik perseroan awalnya (induk).
Kontruksi hukum spin off, meskipun telah cukup lama dikenal sebagai salah satu
mekanisme restrukturisasi Perseroan namun baru mendapatkan pengakuan dalam bentuk
legislasi dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.85
83Ibid,hal.59.
Konstruksi hukum spin off dapat dimanfaatkan sabagai sarana yang
efektif bagi perseroan untuk melakukan penguatan struktur usahanya, disamping konstruksi
84 Munir, Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV Utomo, 2005), hal.98.
85Ibid,hal.86.
Universitas Sumatera Utara
hukum lainnya seperti merger, akuisisi dan konsolidasi. Peraturan perundang-undangan yang
akan mengatur pelaksanaan lebih lanjut dari UU PT dan UU Perbankan Syariah harus dapat
memberikan guidelines bagi perseroan yang akan melakukan proses pemisahan usahanya (spin
off).
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pemisahan perseroan yang menjadi
obyeknya adalah pemisahan usahanya. Sebuah perseroan ada yang memiliki satu usaha saja dan
ada yang memiliki berbagai macam usaha. Usaha perseroan dapat dipisahkan atau dijual
perseroan lain. Dengan pemisahan itu maka harta perseroan tersebut berakibat berpindah
kepemilikannya.
Kemudian disyaratkan dalam pemisahan, pihak yang menerima pemisahan usaha (pembeli)
adalah dua perseroan atau lebih. Syarat minimal dua perseroan tidak harus demikian, karena
tergantung dari pemisahan usahanya. Apabila sebuah perseroan hanya menjual sebagian
usahanya, maka dibolehkan satu perseroan saja sebagian pembelinya, karena perseroan yang
melakukan perbuatan pemisahan masih tetap ada atau tidak bubar.86
86 CFG Sunaryati, Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung : Bina Cipta, 1998), hal.99
Universitas Sumatera Utara