35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Akibat Kerja Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarkat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerjaan dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari Occupational Health yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha- usaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, hygiene, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjanya dan sebagainya. 6 Kesehatan kerja menurut WHO/ILO 1995 bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaan dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. 1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan 1

BAB II LBP Kesmas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kesehatan masyarakat

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Akibat Kerja

Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarkat dalam suatu tempat

kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerjaan

dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja ini merupakan

terjemahan dari Occupational Health yang cenderung diartikan sebagai lapangan

kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi

masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif,

kuratif, dan rehabilitatif, hygiene, penyesuaian faktor manusia terhadap

pekerjanya dan sebagainya.6

Kesehatan kerja menurut WHO/ILO 1995 bertujuan untuk peningkatan dan

pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya

bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan

pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam

pekerjaan dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan

serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan

kondisi fisiologi dan psikologisnya.1

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan

jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara

pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja, pengendalian bahaya di

tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.2 Penyakit akibat

kerja adalah penyakit artefisial oleh karena timbulnya disebabkan oleh pekerjaan

manusia (manmade diseases).7

Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya

pasal 165: ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya

kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan

bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di

Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya.

Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja.

Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien,

penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi

1

bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk

melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan

secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya penyakit akibat

kerja dan kecelakaan akibat kerja di Rumah Sakit dapat dihindari.2

Penyakit akibat kerja di Rumah Sakit umumnya berkaitan dengan faktor

biologi (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien), faktor kimia

(pemaparan dalam dosis kecil yang terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas

anestesi pada hati), faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien

salah), faktor fisik (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi,

radiasi pada sistem produksi sel darah), faktor psikologis. Sumber bahaya yang

ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat

risiko, yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja. Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit dapat

dikelompokkan, seperti dalam tabel berikut:1

Bahaya fisik Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non pengion, suhu panas, suhu dingin, bising getaran, pencahayaan.

Bahaya kimia Diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether, Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine

Bahaya Biologi Diantaranya virus ( misal: Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV), bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp., H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus, Pseudomonas), Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S. Scabiei)

Bahaya Ergonomi Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat angkut pasien, membungkuk, menarik, mendorong.

Bahaya Psikososial Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post traumatic.

Bahaya Mekanik Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk benda tajam

Bahaya Listrik Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir, listrik statis

Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam

Limbah Rumah Sakit Diantaranya limbah medis (jarum suntik,vial obat, nanah, darah) limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet, liur, sputum)

2

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di Rumah Sakit, meliputi:2

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang paling berisiko1 Fisik:

Bising

Getaran

Debu

Panas

Radiasi

IPS-RS, laundry, dapur, CSSD, gedung genset-boiler, IPAL

Ruang mesin-mesin dan peralatan yang menghasilkan getaran

Genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, gudang rekam medis, incinerator

CSSD, dapur, laundry, incinerator, boiler

X-Ray, OK yang menggunakan C-Arm, ruang fisioterapi, unit gigi

Karyawan yang bekerja di lokasi tersebut.

Perawat, cleaning service, dll

Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan rekam medis

Pekerja dapur, pekerja laundry, petugas sanitasi dan IP-RS

Ahli radiologi, radiotherapist dan radiographer, ahli fisioterapi dan petugas roentgen gigi.

2 Kimia:DesinfektanCytotoxics

Ethylene oxideFormaldehyde

Methy: Metgacrylate, Hg (amalgam)

Solvents

Gas-gas anestesi

Semua areaFarmasi, tempat pembuangan limbah, bangsal

Kamar operasiLaboratorium, kamar mayat, gudang farmasi

Ruang pemeriksaan gigi

Laboratorium, bengkel kerja, semua area di Rumah Sakit

Ruang operasi gigi, kamar operasi, ruang pemulihan (RR)

Petugas kebersihan, perawatPekerja farmasi, perawat, petugas pengumpul sampah

Dokter, perawatPetugas kamar mayat, petugas laboratorium dan farmasi

Petugas/dokter gigi, dokter bedah, perawat

Teknisi, petugas laboratorium, petugas pembersih

Dokter gigi, perawat, dokter bedah, dokter/perawat anastesi.

3 Biologik : AIDS, Hepatitis B IGD, kamar operasi, Dokter, dokter gigi, perawat,

3

dan Non A-Non B

Cytomegalovirus

Rubella

Tuberkulosis

ruang pemeriksaan gigi, laboratorium, laundry

Ruang kebidanan, ruang anak

Ruang ibu dan anak

Bangsal, laboratorium, Ruang isolasi

petugas laboratorium, petugas sanitasi dan laundry

Perawat, dokter yang bekerja di bagian ibu dan anak

Dokter dan perawat

Perawat, petugas laboratorium, fisioterapis

4 Ergonomik Pekerjaan yang dilakukan secara manual

Postur yang salah dalam melakukan pekerjaan

Pekerjaan yang berulang

Area pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang)

Semua area

Semua area

Petugas yang menangani pasien dan barang

Semua karyawan

Dokter gigi, petugas pembersih, fisioterapis, sopir, operator computer, yang berhubungan dengan pekerjaan juru tulis

5 PsikososialSering kontak dengan pasien, kerja bergilir, kerja berlebih, ancaman secara fisik

Semua area Semua karyawan

Penyakit-penyakit akibat kerja yang terdapat di rumah sakit adalah sebagai

berikut:2

a. Secara global

Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) dari 35 juta pekerja

kesehatan 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta

terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS), lebih dari 90%

terjadi di negara berkembang dan 8–12% pekerja Rumah Sakit, sensitif

terhadap lateks. ILO tahun 2000 melaporkan kematian akibat penyakit menular

yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi pada laki-laki 108.256 kasus dan

perempuan 517. 404 kasus.2

4

b. Luar negeri

USA pada setiap tahunnya terdapat 5000 petugas kesehatan terinfeksi

Hepatitis B, 47 positif HIV dan Setiap tahun 600.000–1.000.000 luka tusuk

jarum dilaporkan (diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan). Di Amerika

frekuensi angka KAK di Rumah Sakit lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain

dengan angka KAK terbesar adalah cedera jarum suntik (NSI-Needle Stick

injuries). Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan

meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami kelainan

kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap 8.032 orang,

tahun 1981-1985). 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang

belakang akibat kerja (occupational low back pain).2

c. Indonesia

Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan

subyektif low back pain didapat pada 83.3% pekerja. Penderita terbanyak usia

30-49 : 63.3 %. (instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta 2006). 65.4%

petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita Dermatitis Kontak

Iritan Kronik Tangan (2004). Penelitian dr Joseph tahun 2005-2007 mencatat

bahwa angka KAK NSI mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan.

Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu Rumah

Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stressor kerja.2

Berdasarkan data-data yang ada Insiden akut secara signifikan lebih besar

terjadi pada Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua

kategori (jenis kelamin, ras, umur, dan status pekerjaan). Pekerja RS berisiko

1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas penularan HIV

setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko

penularan HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HBV 27-

37: 100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang

mengandung HCV 3-10 : 100.2

5

2.2 Low Back Pain

2.2.1 Definisi Low Back Pain

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah

kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa

menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha.6 LBP atau

nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang

disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.7

2.2.2 Klasifikasi Low Back Pain

Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi

menjadi dua jenis, yaitu:8

1. Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-

tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai

beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back

pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau

terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain

dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada

kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal

dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri pinggang

akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgetik.

2. Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan.

Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya

memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic

low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoiarthritis, proses

degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

2.2.3 Penyebab Low Back Pain

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LBP, antara lain:8,7,9

1. Kelainan tulang punggung (Spine) sejak lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut

Soeharso kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang

6

vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis

ringan. Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat

menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang

di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan

keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat

menyebabkan gejala-gejala berat sepert club foot, rudimentair foot, kelayuan

pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan

menimbulkan keluhan. Beberapa jenis kelainan tulang punggung sejak lahir

adalah:

a. Penyakit Spondylisthesis

Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae,

dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae. Walaupun

kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru

menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang

ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan

bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Bimariotejo (2009)

menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:

1). Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya.

Antara dada dan panggul terlihat pendek.

2). Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang

menimbulkan skoliosis ringan.

3). Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas

bawah.

4). Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung

spina dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan

lebih panjang dari garis spina corpus vertebrae yang terletak

diatasnya.

b. Penyakit Kissing Spine

Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus

bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang

7

ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui

dengan pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral.

c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal V

Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal

ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan os ileum.

2. Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada

orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan

aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah

yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat

menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung,

mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri.

Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka

waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan

medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.

Secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena

trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:

a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri

pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat

batuk dan saat posisi supine. Pada pemertiksaan, lassague symptom positif

dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.

b. Perubahan pada sendi Lumbal Sacral

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan

sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini

dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral

I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.

3. Low Back Pain karena perubahan jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada

tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada

daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung

8

dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP

yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:9

a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)

Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga

menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada

otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang

vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti

saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga

ke pinggang.

b. Penyakit Fibrositis

Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini

ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa

nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.

c. Penyakit Infeksi

Menurut Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu

infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan

oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan

sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.

4. Low Back Pain karena pengaruh gaya hidup

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan

dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan

komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum,

coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan

berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan

terjadinya LBP.10

Hal ini juga terjadi pada perawat dan petugas paramedis yang bekerja di

rumah sakit. Perawat adalah profesi dengan pekerjaan berisiko tinggi LBP,

karena aktivitas perawat berhubungan dengan peningkatan risiko pada

gangguan tulang belakang terutama aktivitas angkat-angkut atau mobilisasi

pasien dan juga pekerjaan dengan postur yang membungkuk seperti menjahit

luka, memasang infus, dan mengukur urin. Pekerjaan petugas paramedis

ambulans saat proses evakuasi pasien juga melibatkan pekerjaan

9

pengangkatan (lifting task) dalam situasi yang darurat sehingga berisiko

menimbulkan gangguan muskuloskeletal seperti low back pain.4

Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan

terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak,

kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.8

2.2.4. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)

Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,

merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-

ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor

psikososial. 8,10

Tingkat risiko ergonomi terhadap aktivitas angkat-angkut pasien

menunjukkan tingkat risiko ergonomi yang sangat tinggi, sedangkan pekerjaan

yang dilakukan dengan membungkuk, tingkat risiko ergonominya bervariasi.

Tingkat risiko rendah ditemukan pada pengukuran tekanan darah, karena posisi

membungkuk dikerjakan tanpa beban dalam waktu hanya 1–2 menit. Tingkat

risiko menengah atau sedang saat pemasangan infus, kateter atau menjahit luka,

hal ini berhubungan dengan pekerjaan tanpa beban namun dilakukan dalam durasi

waktu yang cukup lama yaitu 5–10 menit, ditambah lagi frekuensi yang tinggi

saat banyak pasien yang memerlukan bantuan ini. Tingkat risiko tinggi pada

pekerjaan membuang urin pasien, karena selain postur janggal juga dibebani berat

urin dalam pot serta frekuensi yang berulang-ulang dalam melaksanakan

perawatan di UGD maupun di unit rawat inap.4

Membungkuk merupakan posisi pekerjaan perawat yang tidak mungkin

dihindari terutama saat memberikan pelayanan kepada pasien yang sedang

berbaring di tempat tidur, membungkuk adalah posisi membelokkan tulang

punggung ke arah frontal yang tentu akan membebani diskus intervertebralis, dan

juga meningkatkan kontraksi ligamen dan otot-otot penyangga tulang belakang.

Postur membungkuk adalah postur yang sangat berisiko, karena saat fleksi terjadi

ketegangan otot (strain) terutama pada ligamentum interspinosus dan

supraspinosus, diikuti dengan ligamentum intraskapular dan ligamentum flavum.4

10

Selain itu, beban kompresif pada diskus sewaktu fleksi membuat diskus

berpotensi dapat merobek anulus fibrosis, akibatnya nucleus pulposus mampu

keluar melalui robekan ini. Keluarnya nucleus pulposus (hernia nucleus pulposus)

selanjutnya dapat menekan akar saraf spinal, bila pekerjaan membungkuk itu

sering dilakukan, maka ligamen dan otot-otot penyangga tulang belakang dapat

melemah dan selanjutnya meningkatkan tekanan pada diskus intervertebral.

Proses berikutnya dapat merusak lapisan diskus intervertebral dan bila keadaan

terus berlanjut dan/atau mendapat beban yang berat seperti mengangkat dan

memindahkan pasien, maka kerusakan diskus intervertebralis dapat berlanjut

menjadi kerusakan pada tulang vertebra yaitu iritasi vertebra bahkan dapat terjadi

fraktur vertebra. Maka di sinilah pentingnya mengidentifikasi dan menilai risiko

ergonomik, agar dapat dilakukan pengendalian risiko sedini-dininya sebelum

terjadi penyakit yang menetap, karena penanganan kasus yang sudah lanjut untuk

kembali seperti semula sangatlah sulit walaupun dilakukan operasi.4

Hasil penelitian analisis bivariat yang dilakukan oleh Kurniawidjaja et al,

2014 menunjukkan hubungan yang bermakna postur membungkuk dengan

keluhan tingkat risiko LBP (p=0,025), postur kerja membungkuk memiliki risiko

14 kali lebih sering terjadi keluhan LBP dibandingkan dengan postur kerja tidak

membungkuk. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyatakan

bahwa 80-90% keluhan LBP karena membungkuk ke depan (fleksi).4

Proses transfer pasien merupakan pergerakan simultan yang banyak

membebani tulang belakang, otot, dan juga ligamen yang menunjang tulang

belakang. Postur janggal dan beban membuat otot, tulang, dan ligamen pada

vertebra berkontraksi maksimal sehingga bila dilakukan terus-menerus dalam

durasi yang lama dan sering maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot akibat

menumpuknya sisa metabolisme berupa asam laktat, yang diikuti kelemahan

ligamen dan selanjutnya terjadi keluhan LBP. Analisis yang dilakukan oleh

Kurniawidjaja et al, 2014 menunjukkan transfer pasien lebih dari 3 kali per hari

berpeluang 4 kali lebih sering terjadi keluhan LBP dibandingkan dengan transfer

pasien kurang dari 3 kali per hari karena lebih tinggi risiko ergonominya.4

Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung saat

perawat melakukan tindakan terhadap pasien yang sedang berbaring di tempat

11

tidur. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan

ligamen akan meningkat sehingga dapat melemahkan otot dan ligamen yang

menyangga tulang belakang. Kondisi ini menyebabkan keluhan LBP karena

diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya memiliki potensi menekan

diskus intervertebralis dan akhirnya menekan saraf percabangan dari medula

spinalis.4

Penelitian lain mendapatkan bahwa alat kerja yang paling dominan

berkontribusi yang meningkatkan risiko ergonomi dan LBP adalah tempat tidur

dan brankar, keadaan ini merupakan signal untuk melakukan perbaikan sesuai

kaidah manajemen risiko yaitu tindakan perbaikan dini saat rambu ‘action level’

ditemukan. Tempat tidur di UGD dan ruang rawat inap yang rendah (≤60 cm)

memaksa perawat untuk membungkukkan badannya pada waktu memberikan

pelayanan, begitu pula perbedaan 25–30 cm antara tinggi tempat tidur dan brankar

transportasi memaksa perawat membungkukkan badan saat mengangkat dan juga

memindahkan pasien.4 Selain sistem kerja yang berat tersebut, hal yang juga

menjadi perhatian adalah sebagian besar pekerjaan paramedis dilakukan dalam

keadaan darurat dan terburu-buru.3

2.2.5. Etiologi

Penyebab nyeri punggung bawah ada barbagai macam, dibedakan dalam

kelompok dibawah ini:11

1. Nyeri punggung bawah mekanis, yaitu timbul tanpa kelainan struktur anatomis

seperti otot atau ligamen, atau timbul akibat trauma, deformitas, atau

perubahan degeratif pada suatu struktur misalnya diskus intervertebralis.

2. Penyakit sistemik seperti spondilitis inflamasi, infeksi, keganasan tulang, dan

penyakit paget pada tulang bisa menyebabkan nyeri di area lumbosakral.

3. Skiatika (sciatica) adalah nyeri yang menjalar dari bokong ke tungkai

kemudian ke kaki, sering disertai parastesia dengan distribusi yang sama ke

kaki. Gejala ini timbul akibat penekanan nervus iskiadikus, biasanya akibat

penonjolan diskus intervertebralis ke lateral.

Pembagian penyebab dari LBP ini berdasarkan oleh frekuensi kejadian

adalah:11

a. Penyebab luar biasa : langsung (20%)

12

1). Berasal dari spinal : termasuk kondisi seperti infeksi, tumor, tuberkulosis,

tractus spondilosis

2). Berasal bukan dari spinal : termasuk masalah dilain sistem seperti saluran

urogenital, saluran gastroinstetinal, prolaps uterus, keputihan kronik pada

wanita, dan lain-lain.

b. Penyebab biasa: tidak langsung (80%)

Kejadian ini berkisar sekitar 8 dari 10 kasus. Kasus yang bias bervariasi

mulai dari ketengangan otot, keseleo. Penyebab dari berbagai penyakit ini

adalah:

1). Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik

2). Cara mengangkat beban berat yang salah

3). Depresi

4). Aktivitas yang tidak biasa dan berat

5). Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah

Catatan : dari 90% kasus, tidak ditemukan kejadian yang serius, hanya saja

kasus yang nyeri punggung biasa.12

Pada dasarnya, timbulnya rasa nyeri pada LBP diakibatkan oleh

terjadinya tekanan pada susunan saraf tepi yang terjepit pada area tersebut.

Secara umum, kondisi ini seringkali terkait dengan trauma mekanik akut,

namun dapat juga sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu

tertentu. Akumulasi trauma dalam jangka panjang seringkali ditemukan pada

tempat kerja. Kebanyakan kasus LBP terjadi dengan adanya pemicu seperti

kerja berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan otot,

cedera otot, ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang belakang.

Namun, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh keadaan non-mekanik seperti

peradangan pada ankilosing spondilitis dan infeksi, neoplasma, dan

osteoporosis.13

c. Anatomi

Bagian tulang belakang (spinal) yang berupa tulang secara anatomis

dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian anterior terdiriatas serangkaian corpus

vertebra berbentuk silinder yang saling dihubungkan lewat diskus

13

intervertebralis dan disatukan dengan kuat oleh ligamentum longitudinalis.

Bagian posterior terdiri atas unsur yang lebih halus yang membentang dari

corpus vertebra sebagai pedikulus dan melebar ke arah posterior untuk

memebentuk lamina yang bersama struktur ligamentum membentuk canalis

vertebra.14

Unsur posterior dihubungkan dengan vertebra di dekatnya lewat dua

buah sendi sinovial bentuk faset kecil sehingga memungkinkan gerakan dalam

derajat yang paling kecil di antara setiap dua buah segmen tetapi secara

kesatuan akan menghasilkan kisaran gerakan yang agak luas. Processus

spinosus dan transversus yang kokoh menonjol ke arah lateral serta posterior

dan berfungsi sebagai tempat perlekatan otot yang menggerakkan, menunjang

serta melindungi columna vertebra. Stabilitas tulang belakang bergantung pada

dua tipe tunjangan, yaitu tipe tunjangan yang dihasilkan oleh articulatio tulang

(terutama oleh persendian diskus serta articulatio sinoval unsur–unsur

posterior) dan tipe kedua yang dihasilkan oleh struktur penunjan ligamentum

(pasif) serta muskuler (aktif).14

Struktur ligamentum cukup kuat, tetapi karena struktur ini maupun

corpus vertebra, yaitu compleks diskus, tidak memiliki kekuatan integral yang

memadai untuk bertahan terhadap gaya luar biasa yang bekerja pada columna

bahkan pada saat melakukan gerakan yang sederhana.15

2.2.5 Gambaran Klinis

Gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai dengan 4 tahun. Gejala

dengan onset yang lebih cepat dihubungkan dengan riwayat trauma. Intensitas

nyeri dengan NPS (Numeric Pain Scale) >7 tercatat pada 70% kasus saat

kunjungan pertama. Gejala yang menyertai LBP meliputi iskialgia (95%), rasa

baal (hipostesia) (77,5%), dan kelemahan tungkai (7,5%). Riwayat trauma yang

signifikan dijumpai pada 82,5% kasus. Rasa baal sesuai dermatom pada 77,5%.

Tanda Lasegue positif pada 95% kasus.16

Dalam LBP bisa di manifestasikan dengan rasa nyeri yang bermacam

penyebab dan variasi rasanya. Dimana tipe–tipe tersebut dibedakan menjadi

empat tipe ras nyeri: nyeri lokal, nyeri alih, nyeri radikuler dan yang timbul dari

spasme muskular.

14

2.2.6 Diagnosis1,5,17

1. Anamnesis

a. Letak atau lokasi nyeri, penderita diminta menunjukkan nyeri dengan

setepat–tepatnya, atau keterangan yang rinci sehingga letaknya dapat

diketahui dengan tepat.

b. Penyebaran nyeri, untuk dibedakan apakah nyeri bersifat radikular atau

nyeri acuan.

c. Sifat nyeri, misalnya seperti ditusuk–tusuk, disayat, mendeyut, terbakar,

kemeng yang terus–menerus, dan sebagainya.

d. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri, apa saja kegiatan oleh penderita yang

dapat menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa sehingga penderita

mempunyai sikap tertentu untuk meredakan rasa nyeri tersebut.

e. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh, erat kaitannya dengan aktivitas

tubuh, perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat memperberat dan

meredakan rasa nyeri.

f. Riwayat trauma, perlu dijelaskan trauma yang tak langsung kepada

penderita misalnya mendorong mobil mogok, memindahkan almari yang

cukup berat, mencabut singkong, dan sebagainya.

g. Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, bersifat akut, perlahan,

menyelinap sehingga penderita tidak tahu pasti kapan rasa sakit mulai

timbul, hilang timbul, makin lama makin nyeri, dan sebagainya.

h. Obat–obat analgetik yang diminum, menelusuri jenis analgetik apa saja

yang pernah diminum.

i. Kemungkinan adanya proses keganasan.

j. Riwayat menstruasi, beberapa wanita saat menstruasi akan mengalami LBP

yang cukup mengganggu pekerjaan sehari–hari. Hamil muda dalam

trimester pertama, khususnya bagi wanita yang dapat mengalami LBP berat.

k. Kondisi mental/emosional.

2. Pemeriksaan Umum

Inspeksi

a. Observasi penderita saat berdiri, duduk, berbaring, bangun dari berbaring.

b. Observasi punggung, pelvis, tungkai selama bergerak.

15

c. Observasi kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya

angulasi, pelvis yang asimetris dan postur tungkai yang abnormal.

Palpasi dan perkusi

a. Terlebih dulu dilakukan pada daerah sekitar yang ringan rasa nyerinya,

kemudian menuju daerah yang paling nyeri.

b. Raba columna vertebralis untuk menentukan kemungkinan adanya deviasi

Tanda vital (vital sign)

3. Pemeriksaan neurologik

a. Motorik: menentukan kekuatan dan atrofi otot serta kontraksi involunter.

b. Sensorik: periksa rasa raba, nyeri, suhu, rasa dalam, getar.

c. Refleks; diperiksa refleks patella dan Achilles.

4. Pemeriksaan lain

a. Tes Lasegue

Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak

dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus

ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai

radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.

b. Tes Patrick dan anti-patrick

Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika

gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif

pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

c. Tes Naffziger

Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan

meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul

nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.

d. Tes Valsava

Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,

hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.

e. Tes Prespirasi

Dengan cara minor, yaitu bagian tubuh yang akan diperiksa dibersihkan

dan dikeringkan dulu, kemudian diolesi campuran yodium, minyak

kastroli, alcohol absolute. Kemudian bagian tersebut diolesi tepung beras.

16

Pada bagian yang berkeringat akan berwarna biru, yang tidak berkeringat

akan tetap berwarna putih. Tes ini untuk menunjukkan adanya ganguan

saraf otonom.

5. Pemeriksaan Penunjang1

a. Pungsi lumbal

Dapat diketahui warna cairan LCS, adanya kesan sumbatan/ hambatan aliran

LCS, jumlah sel, kadar protein, NaCl dan glukosa. Untuk menentukan ada

tidaknya sumbatan dilakukan tes Queckenstedt yaitu pada waktu dilakukan

pungsi lumbal diperhatikan kecepatan tetesannya, kemudian kedua vena

jugularis ditekan dan diperhatikan perubahan kecepatan tetesannya. Bila

bertambah cepat dengan segera, dan waktu tekanan dilepas kecepatan

tetesan kembali seperti semula berarti tidak ada sumbatan. Bila kecepatan

bertambah dan kembalinya terjadi secara perlahan-lahan berarti ada

sumbatan tidak total. Bila tidak ada perubahan makin lambat tetesannya

berarti sumbatan total.

b. Foto rontgen

Dapat diidentifikasikan adanya fraktur corpus vertebra, arkus atau prosesus

spinosus, dislokasi vertebra, spondilolistesis, bamboo spine, destruksi

vertebra, osteofit, ruang antar vertebra menyempit, scoliosis, hiperlordosis,

penyempitan foramen antar vertebra, dan sudut ferguson lebih dari 30°.

c. Elektroneuromiografi (ENMG)

Dapat dilihat adanya fibrilasi serta dapat pula dihitung kecepatan hantar sarf

tepi dan latensi distal, juga dapat diketahui adanya serabut otot yang

mengalami kelainan. Tujuan ENMG yaitu untuk mengetahui radiks yang

terkena dan melihat ada tidaknya polineuropati.

d. Scan Tomografi

Dapat dilihat adanya Hernia Nucleus Pulposus, neoplasma, penyempitan

canalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan vertebra.

17

6. Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Rehat baring, penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama

beberapa hari dengan tempat tidur dari papan dan ditutup selembar busa

tipis. Tirah baring ini bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik

akut, fraktur dan HNP.

1). Medikamentosa

Obat-obat simptomatik yaitu: analgetika, kortikosteroid, AINS. Obat–

obat kausal: anti tuberkulosis, antibiotik, nukleolisis misalnya

khimopapain, kolagenase (untuk HNP).

HNP).

2). Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi misalnya pada HNP, trauma mekanik

akut, serta traksi pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi

lordosis.

b. Terapi operatif

Jika tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata atau terhadap

kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologik.

7. Pencegahan

Risiko LBP pada perawat dan petugas paramedis lain dapat dikurangi,

sesuai dengan hirarki pengendalian risiko di dalam bidang keselamatan dan

kesehatan kerja, dengan demikian maka pengendalian teknik diutamakan dalam

pengendalian risiko akibat pekerjaan membungkuk, disusul pengendalian

adminstratif dan baru terakhir mempergunakan alat pelindung diri bila masih

tersisa risiko yang tidak dapat diterima. Disarankan menggunakan tempat tidur

yang tingginya dapat disesuaikan, dengan demikian perawat dapat menyesuaikan

tinggi tempat tidur dengan tinggi badannya sehingga mengurangi sudut lengkung

punggung.4

Selain itu, juga perlu untuk disediakan tempat duduk yang tingginya dapat

dinaikkan atau diturunkan, agar perawat dapat menyesuaikan tinggi tempat tidur

sejajar dengan bagian bawah siku lengan atasnya saat memberikan pelayanan

18

dengan durasi lebih dari dua menit dan berulang-ulang, seperti pada saat menjahit

luka, menyuntik intravena, dan juga memasang infus pada pasien dehidrasi.

Pasien dehidrasi sering kali mengalami hipotensi dan venanya seolah-olah

menghilang sehingga sulit untuk dapat dijangkau. Selanjutnya, sudut lengkung

tubuh juga perlu dikurangi saat mengukur urin, disarankan menyediakan meja

atau troli agar perawat dapat bekerja dengan tubuh tegak, meja dinding selebar 30

cm dalam kamar mandi atau toilet juga merupakan solusi yang baik.4

Begitu pula, pekerjaan untuk dapat mengangkat dan memindahkan pasien

disarankan agar dapat menggunakan tempat tidur rawat dan brankar pasien yang

ketinggiannya dapat disesuaikan, dengan demikian kesenjangan ketinggian antara

tempat tidur dan juga brankar transportasi dapat dihindari. Selain itu, untuk

mengurangi beban dan frekuensi, maka rasio jumlah perawat pasien minimal

harus dipenuhi, perawat harus dilatih agar pekerjaan mengangkat dan

memindahkan pasien minimal dilakukan oleh 2 orang perawat, yang kompeten

dalam teknik pemindahan pasien, perawat yang tidak terlatih terbukti merupakan

faktor risiko LBP yang signifikan.4

Untuk mengendalikan faktor risiko somatik yaitu bahaya yang bersumber

dari tubuh perawat, maka perawat harus dapat mengenal faktor risiko LBP dan

cara pengendaliannya. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi hazard dan

pelatihan, mereka juga dianjurkan melakukan peregangan otot sebelum dan

sesudah melakukan pekerjaan ini, olahraga secara teratur untuk meningkatkan

kekuatan dan kelenturan otot penyangga tulang belakang. Selain itu, jangan

merokok oleh karena kebiasaan merokok terbukti berperan sebagai faktor risiko

LBP.4

Perbaikan (improvement) yang dapat digunakan untuk sistem kerja dari

proses evakuasi pasien oleh petugas paramedis adalah dari segi postur kerja (work

posture) dari personil paramedis ketika melakukan proses pengangkatan pasien

ke atas stretcher. Teknik yang dapat digunakan adalah proper lifting techniques

(pengangkatan yang benar) sebagai dasar perbaikan terhadap sistem yang diteliti,

mengingat situasi kerja sebenarnya dari paramedis ambulans yang darurat dan

dilakukan dengan cepat. Seyogianya, usulan perbaikan mestilah yang bisa

memenuhi dua keadaan tersebut agar tidak merugikan atau membahayakan

19

keadaaan pasien. Namun, karena teknologi dan peralatan yang ada saat ini tidak

memungkinkan untuk mengangkat pasien tersebut dengan aman dan dalam waktu

pengaturan (setup time) yang singkat, maka dapat lebih ditekankan pada perbaikan

teknik dari pengangkatan pasien yang dilakukan oleh petugas paramedis sehingga

risiko terjadinya low back pain dapat dikurangi. Prinsip umum dari proper lifting

techniques adalah menjaga agar tulang belakang (spine) tetap lurus dengan tulang

ekor pada saat proses pengangkatan suatu benda yang memiliki berat cukup besar.

Ini dilakukan dengan cara menjadikan otot paha sebagai tumpuan ketika

melakukan pengangkatan, dan bukan dengan menggunakan bagian punggung atau

membungkuk (Gambar 1).

Gambar 2.1 proper lifting techniques

Untuk menurunkan risiko ergonomi yang diperkirakan berhubungan dengan

LBP, pihak manajemen rumah sakit (RS) seyogianya dapat melakukan

pengendalian teknik dan pengendalian administratif. Pengendalian teknik yaitu

dengan memakai tempat tidur dan brankar transportasi yang adjustable sebagai

pengganti model statis, menyediakan bangku adjustable untuk pekerjaan

membungkuk pada saat memberikan pelayanan pasien yang sedang berbaring di

tempat tidur, dan menyiapkan ‘meja’ dinding di toilet untuk pengukuran urin.

Pengendalian administratif yaitu mengurangi beban dan frekuensi tugas berisiko

LBP dengan memenuhi rasio perawat pasien minimal, menyusun SOP,

memberikan pendidikan dan pelatihan teknik pengendalian risiko yaitu minimal

tentang komunikasi hazard, teknik angkat-angkut pasien, teknik peregangan otot,

tidak merokok, melakukan kegiatan olahraga teratur untuk dapat meningkatkan

20

kekuatan dan kelenturan otot penyangga tulang belakang, dan berperilaku kerja

yang baik dengan mengikuti SOP.4

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya Low Back Pain dan cara

mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi, diantaranya adalah:4

1. Latihan Punggung Setiap Hari

Dimana latihan ini bisa dilakukan sehari–hari dengan gerakan-gerakan

ringan, tekniknya adalah;

a. Sikap dasar terlentang, gunanya untuk menguatkan otot gluteus maksimus,

mencegah hiperlordorsis lumbal. Tekniknya menekan punggung anda pada alas

sambil menegangkan otot perut dan kedua otot gluteus maksimus, pertahankan

selama 5–10 hitungan.

b. Lutut ke dada, gunanya untuk meregangkan otot punggung yang tegang dan

spasme. Tekniknya adalah tarik lutut ke dada bergantian semaksimal mungkin

tanpa menimbulkan rasa sakit, dipertahankan 5 – 10 detik, lakukan juga dengan

kedua lutut.

c. Meregangkan otot bagian lateral, gunanya untuk meregangkan otot lateral

tubuh yang tegang. Tekniknya adalah dengan tangan dibawah kepala dan siku

menempel pada alas, paha kanan disilangkan ke paha kiri kemudian tarik

kesamping kanan dan kiri sejauh mungkin, lakukan juga dengan menyilangkan

paha kiri diatas paha kanan.

d. Straight Leg Raising, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan otot

hamstring dan gluteus. Tekniknya adalahsatu lutut kanan ditekuk, kaki kiri

dinaikkan keatas tanpa bantuan lengan dan tangan, pertahankan 5-10 detik,

ulangi sebaliknya.

e. Sit up, gunakan untuk menguatkan otot perut dan punggung bawah. Tekniknya

adalah pelan-pelan menaikkan kepala dan leher sehingga dagu menyentuh dada

diteruskan dengan mengangkat punggung bagian sampai kedua tangan

mencapai lutut (tangan diluruskan), sedangkan punggung bagian tengah dan

bawah tetap menempel pada dasar.

f. Hidung ke lutut, gunanya menguatkan otot perut dan meregangkan otot

iliopsoas. Tekniknya adalah dengan posisi menekuk, lutut secara bergantian

ditarik sampai ke hidung, pertahankan 5–10 detik, lakukan pada lutut satunya.

21

g. Gerakan gunting, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan otot hamstring,

punggung, gluteus dan abdomen. Tekniknya adalah kedua tangan di belakang

kepala, tarik kedua tungkai ke atas kemudian kedua kaki disilangkan, tungkai

ditarik ke muka belakang bergantian, lakukan 10 kali, kemudian ke samping

kanan dan samping kiri.

h. Hipertekstensi sendi paha, gunanya untuk menguatkan otot gluteus dan

punggung bawah serta meregangkan otot fleksor paha. Tekniknya adalah

dengan posisi tengkurap, tungkai ditarik keatas, ulangi pada kaku sebelahnya.

Memberikan edukasi4,

a. Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi

b. Jangan berdiri waktu lama, selingi dengan jongkok

c. Berdiri dengan satu kaki diletakkan lebih tinggi untuk mengurangi

hiperlordosis lumbal

d. Bila mengambil sesuatu di tanah atau mengangkat benda berat, jangan

langsung membungkuk, tapi regangkan kedua kaki lalu tekuklah lutut dan

punggung tetap tegak dan angkatlah barang tersebut sedekat mungkin

dengan tubuh

e. Waktu berjalan, berjalannya dengan posisi tegak, rileks dan jangan

tergesa–gesa

f. Waktu duduk, pilihlah tempat duduk yang, dengan kriteria busa jangan

terlalu lunak, punggung kursi berbentuk huruf S, bila duduk seluruh

punggung harus sebanyak mungkin kontak dengan kursi, bila duduk

dalam waktu lama, letakkan satu kaki lebih tinggi dari yang satunya

Waktu tidur, punggung dalam keadaan mendatar (kurangi pemakain alas

kasur yang memakai alas dari per). Saat olahraga, sebaiknya olahraga

renang dan jogging.

22