Upload
elkhachank142
View
77
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kesehatan masyarakat
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Akibat Kerja
Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarkat dalam suatu tempat
kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerjaan
dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja ini merupakan
terjemahan dari Occupational Health yang cenderung diartikan sebagai lapangan
kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi
masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif, hygiene, penyesuaian faktor manusia terhadap
pekerjanya dan sebagainya.6
Kesehatan kerja menurut WHO/ILO 1995 bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya
bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan
pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaan dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan
serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan
kondisi fisiologi dan psikologisnya.1
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja, pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.2 Penyakit akibat
kerja adalah penyakit artefisial oleh karena timbulnya disebabkan oleh pekerjaan
manusia (manmade diseases).7
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165: ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di
Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya.
Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja.
Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
1
bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk
melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan
secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya penyakit akibat
kerja dan kecelakaan akibat kerja di Rumah Sakit dapat dihindari.2
Penyakit akibat kerja di Rumah Sakit umumnya berkaitan dengan faktor
biologi (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien), faktor kimia
(pemaparan dalam dosis kecil yang terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas
anestesi pada hati), faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien
salah), faktor fisik (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi,
radiasi pada sistem produksi sel darah), faktor psikologis. Sumber bahaya yang
ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat
risiko, yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit dapat
dikelompokkan, seperti dalam tabel berikut:1
Bahaya fisik Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non pengion, suhu panas, suhu dingin, bising getaran, pencahayaan.
Bahaya kimia Diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether, Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine
Bahaya Biologi Diantaranya virus ( misal: Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV), bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp., H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus, Pseudomonas), Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S. Scabiei)
Bahaya Ergonomi Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat angkut pasien, membungkuk, menarik, mendorong.
Bahaya Psikososial Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post traumatic.
Bahaya Mekanik Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk benda tajam
Bahaya Listrik Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir, listrik statis
Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam
Limbah Rumah Sakit Diantaranya limbah medis (jarum suntik,vial obat, nanah, darah) limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet, liur, sputum)
2
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di Rumah Sakit, meliputi:2
No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang paling berisiko1 Fisik:
Bising
Getaran
Debu
Panas
Radiasi
IPS-RS, laundry, dapur, CSSD, gedung genset-boiler, IPAL
Ruang mesin-mesin dan peralatan yang menghasilkan getaran
Genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, gudang rekam medis, incinerator
CSSD, dapur, laundry, incinerator, boiler
X-Ray, OK yang menggunakan C-Arm, ruang fisioterapi, unit gigi
Karyawan yang bekerja di lokasi tersebut.
Perawat, cleaning service, dll
Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan rekam medis
Pekerja dapur, pekerja laundry, petugas sanitasi dan IP-RS
Ahli radiologi, radiotherapist dan radiographer, ahli fisioterapi dan petugas roentgen gigi.
2 Kimia:DesinfektanCytotoxics
Ethylene oxideFormaldehyde
Methy: Metgacrylate, Hg (amalgam)
Solvents
Gas-gas anestesi
Semua areaFarmasi, tempat pembuangan limbah, bangsal
Kamar operasiLaboratorium, kamar mayat, gudang farmasi
Ruang pemeriksaan gigi
Laboratorium, bengkel kerja, semua area di Rumah Sakit
Ruang operasi gigi, kamar operasi, ruang pemulihan (RR)
Petugas kebersihan, perawatPekerja farmasi, perawat, petugas pengumpul sampah
Dokter, perawatPetugas kamar mayat, petugas laboratorium dan farmasi
Petugas/dokter gigi, dokter bedah, perawat
Teknisi, petugas laboratorium, petugas pembersih
Dokter gigi, perawat, dokter bedah, dokter/perawat anastesi.
3 Biologik : AIDS, Hepatitis B IGD, kamar operasi, Dokter, dokter gigi, perawat,
3
dan Non A-Non B
Cytomegalovirus
Rubella
Tuberkulosis
ruang pemeriksaan gigi, laboratorium, laundry
Ruang kebidanan, ruang anak
Ruang ibu dan anak
Bangsal, laboratorium, Ruang isolasi
petugas laboratorium, petugas sanitasi dan laundry
Perawat, dokter yang bekerja di bagian ibu dan anak
Dokter dan perawat
Perawat, petugas laboratorium, fisioterapis
4 Ergonomik Pekerjaan yang dilakukan secara manual
Postur yang salah dalam melakukan pekerjaan
Pekerjaan yang berulang
Area pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang)
Semua area
Semua area
Petugas yang menangani pasien dan barang
Semua karyawan
Dokter gigi, petugas pembersih, fisioterapis, sopir, operator computer, yang berhubungan dengan pekerjaan juru tulis
5 PsikososialSering kontak dengan pasien, kerja bergilir, kerja berlebih, ancaman secara fisik
Semua area Semua karyawan
Penyakit-penyakit akibat kerja yang terdapat di rumah sakit adalah sebagai
berikut:2
a. Secara global
Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) dari 35 juta pekerja
kesehatan 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta
terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS), lebih dari 90%
terjadi di negara berkembang dan 8–12% pekerja Rumah Sakit, sensitif
terhadap lateks. ILO tahun 2000 melaporkan kematian akibat penyakit menular
yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi pada laki-laki 108.256 kasus dan
perempuan 517. 404 kasus.2
4
b. Luar negeri
USA pada setiap tahunnya terdapat 5000 petugas kesehatan terinfeksi
Hepatitis B, 47 positif HIV dan Setiap tahun 600.000–1.000.000 luka tusuk
jarum dilaporkan (diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan). Di Amerika
frekuensi angka KAK di Rumah Sakit lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain
dengan angka KAK terbesar adalah cedera jarum suntik (NSI-Needle Stick
injuries). Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan
meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami kelainan
kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap 8.032 orang,
tahun 1981-1985). 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang
belakang akibat kerja (occupational low back pain).2
c. Indonesia
Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan
subyektif low back pain didapat pada 83.3% pekerja. Penderita terbanyak usia
30-49 : 63.3 %. (instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta 2006). 65.4%
petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita Dermatitis Kontak
Iritan Kronik Tangan (2004). Penelitian dr Joseph tahun 2005-2007 mencatat
bahwa angka KAK NSI mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan.
Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu Rumah
Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stressor kerja.2
Berdasarkan data-data yang ada Insiden akut secara signifikan lebih besar
terjadi pada Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua
kategori (jenis kelamin, ras, umur, dan status pekerjaan). Pekerja RS berisiko
1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas penularan HIV
setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko
penularan HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HBV 27-
37: 100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang
mengandung HCV 3-10 : 100.2
5
2.2 Low Back Pain
2.2.1 Definisi Low Back Pain
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah
kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa
menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha.6 LBP atau
nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.7
2.2.2 Klasifikasi Low Back Pain
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:8
1. Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-
tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai
beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back
pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau
terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain
dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada
kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal
dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri pinggang
akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgetik.
2. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan.
Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya
memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic
low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoiarthritis, proses
degenerasi discus intervertebralis dan tumor.
2.2.3 Penyebab Low Back Pain
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LBP, antara lain:8,7,9
1. Kelainan tulang punggung (Spine) sejak lahir
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut
Soeharso kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang
6
vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis
ringan. Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat
menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang
di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan
keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat
menyebabkan gejala-gejala berat sepert club foot, rudimentair foot, kelayuan
pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan
menimbulkan keluhan. Beberapa jenis kelainan tulang punggung sejak lahir
adalah:
a. Penyakit Spondylisthesis
Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae,
dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae. Walaupun
kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru
menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang
ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan
bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Bimariotejo (2009)
menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:
1). Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya.
Antara dada dan panggul terlihat pendek.
2). Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang
menimbulkan skoliosis ringan.
3). Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas
bawah.
4). Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung
spina dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan
lebih panjang dari garis spina corpus vertebrae yang terletak
diatasnya.
b. Penyakit Kissing Spine
Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus
bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang
7
ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui
dengan pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral.
c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal
ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan os ileum.
2. Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada
orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan
aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah
yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat
menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung,
mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri.
Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka
waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan
medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.
Secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena
trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:
a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri
pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat
batuk dan saat posisi supine. Pada pemertiksaan, lassague symptom positif
dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.
b. Perubahan pada sendi Lumbal Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan
sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini
dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral
I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.
3. Low Back Pain karena perubahan jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada
tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada
daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung
8
dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP
yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:9
a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga
menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada
otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang
vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti
saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga
ke pinggang.
b. Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini
ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa
nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.
c. Penyakit Infeksi
Menurut Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu
infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan
oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan
sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.
4. Low Back Pain karena pengaruh gaya hidup
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan
dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan
komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum,
coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan
berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan
terjadinya LBP.10
Hal ini juga terjadi pada perawat dan petugas paramedis yang bekerja di
rumah sakit. Perawat adalah profesi dengan pekerjaan berisiko tinggi LBP,
karena aktivitas perawat berhubungan dengan peningkatan risiko pada
gangguan tulang belakang terutama aktivitas angkat-angkut atau mobilisasi
pasien dan juga pekerjaan dengan postur yang membungkuk seperti menjahit
luka, memasang infus, dan mengukur urin. Pekerjaan petugas paramedis
ambulans saat proses evakuasi pasien juga melibatkan pekerjaan
9
pengangkatan (lifting task) dalam situasi yang darurat sehingga berisiko
menimbulkan gangguan muskuloskeletal seperti low back pain.4
Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan
terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak,
kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.8
2.2.4. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,
merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-
ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor
psikososial. 8,10
Tingkat risiko ergonomi terhadap aktivitas angkat-angkut pasien
menunjukkan tingkat risiko ergonomi yang sangat tinggi, sedangkan pekerjaan
yang dilakukan dengan membungkuk, tingkat risiko ergonominya bervariasi.
Tingkat risiko rendah ditemukan pada pengukuran tekanan darah, karena posisi
membungkuk dikerjakan tanpa beban dalam waktu hanya 1–2 menit. Tingkat
risiko menengah atau sedang saat pemasangan infus, kateter atau menjahit luka,
hal ini berhubungan dengan pekerjaan tanpa beban namun dilakukan dalam durasi
waktu yang cukup lama yaitu 5–10 menit, ditambah lagi frekuensi yang tinggi
saat banyak pasien yang memerlukan bantuan ini. Tingkat risiko tinggi pada
pekerjaan membuang urin pasien, karena selain postur janggal juga dibebani berat
urin dalam pot serta frekuensi yang berulang-ulang dalam melaksanakan
perawatan di UGD maupun di unit rawat inap.4
Membungkuk merupakan posisi pekerjaan perawat yang tidak mungkin
dihindari terutama saat memberikan pelayanan kepada pasien yang sedang
berbaring di tempat tidur, membungkuk adalah posisi membelokkan tulang
punggung ke arah frontal yang tentu akan membebani diskus intervertebralis, dan
juga meningkatkan kontraksi ligamen dan otot-otot penyangga tulang belakang.
Postur membungkuk adalah postur yang sangat berisiko, karena saat fleksi terjadi
ketegangan otot (strain) terutama pada ligamentum interspinosus dan
supraspinosus, diikuti dengan ligamentum intraskapular dan ligamentum flavum.4
10
Selain itu, beban kompresif pada diskus sewaktu fleksi membuat diskus
berpotensi dapat merobek anulus fibrosis, akibatnya nucleus pulposus mampu
keluar melalui robekan ini. Keluarnya nucleus pulposus (hernia nucleus pulposus)
selanjutnya dapat menekan akar saraf spinal, bila pekerjaan membungkuk itu
sering dilakukan, maka ligamen dan otot-otot penyangga tulang belakang dapat
melemah dan selanjutnya meningkatkan tekanan pada diskus intervertebral.
Proses berikutnya dapat merusak lapisan diskus intervertebral dan bila keadaan
terus berlanjut dan/atau mendapat beban yang berat seperti mengangkat dan
memindahkan pasien, maka kerusakan diskus intervertebralis dapat berlanjut
menjadi kerusakan pada tulang vertebra yaitu iritasi vertebra bahkan dapat terjadi
fraktur vertebra. Maka di sinilah pentingnya mengidentifikasi dan menilai risiko
ergonomik, agar dapat dilakukan pengendalian risiko sedini-dininya sebelum
terjadi penyakit yang menetap, karena penanganan kasus yang sudah lanjut untuk
kembali seperti semula sangatlah sulit walaupun dilakukan operasi.4
Hasil penelitian analisis bivariat yang dilakukan oleh Kurniawidjaja et al,
2014 menunjukkan hubungan yang bermakna postur membungkuk dengan
keluhan tingkat risiko LBP (p=0,025), postur kerja membungkuk memiliki risiko
14 kali lebih sering terjadi keluhan LBP dibandingkan dengan postur kerja tidak
membungkuk. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyatakan
bahwa 80-90% keluhan LBP karena membungkuk ke depan (fleksi).4
Proses transfer pasien merupakan pergerakan simultan yang banyak
membebani tulang belakang, otot, dan juga ligamen yang menunjang tulang
belakang. Postur janggal dan beban membuat otot, tulang, dan ligamen pada
vertebra berkontraksi maksimal sehingga bila dilakukan terus-menerus dalam
durasi yang lama dan sering maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot akibat
menumpuknya sisa metabolisme berupa asam laktat, yang diikuti kelemahan
ligamen dan selanjutnya terjadi keluhan LBP. Analisis yang dilakukan oleh
Kurniawidjaja et al, 2014 menunjukkan transfer pasien lebih dari 3 kali per hari
berpeluang 4 kali lebih sering terjadi keluhan LBP dibandingkan dengan transfer
pasien kurang dari 3 kali per hari karena lebih tinggi risiko ergonominya.4
Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung saat
perawat melakukan tindakan terhadap pasien yang sedang berbaring di tempat
11
tidur. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan
ligamen akan meningkat sehingga dapat melemahkan otot dan ligamen yang
menyangga tulang belakang. Kondisi ini menyebabkan keluhan LBP karena
diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya memiliki potensi menekan
diskus intervertebralis dan akhirnya menekan saraf percabangan dari medula
spinalis.4
Penelitian lain mendapatkan bahwa alat kerja yang paling dominan
berkontribusi yang meningkatkan risiko ergonomi dan LBP adalah tempat tidur
dan brankar, keadaan ini merupakan signal untuk melakukan perbaikan sesuai
kaidah manajemen risiko yaitu tindakan perbaikan dini saat rambu ‘action level’
ditemukan. Tempat tidur di UGD dan ruang rawat inap yang rendah (≤60 cm)
memaksa perawat untuk membungkukkan badannya pada waktu memberikan
pelayanan, begitu pula perbedaan 25–30 cm antara tinggi tempat tidur dan brankar
transportasi memaksa perawat membungkukkan badan saat mengangkat dan juga
memindahkan pasien.4 Selain sistem kerja yang berat tersebut, hal yang juga
menjadi perhatian adalah sebagian besar pekerjaan paramedis dilakukan dalam
keadaan darurat dan terburu-buru.3
2.2.5. Etiologi
Penyebab nyeri punggung bawah ada barbagai macam, dibedakan dalam
kelompok dibawah ini:11
1. Nyeri punggung bawah mekanis, yaitu timbul tanpa kelainan struktur anatomis
seperti otot atau ligamen, atau timbul akibat trauma, deformitas, atau
perubahan degeratif pada suatu struktur misalnya diskus intervertebralis.
2. Penyakit sistemik seperti spondilitis inflamasi, infeksi, keganasan tulang, dan
penyakit paget pada tulang bisa menyebabkan nyeri di area lumbosakral.
3. Skiatika (sciatica) adalah nyeri yang menjalar dari bokong ke tungkai
kemudian ke kaki, sering disertai parastesia dengan distribusi yang sama ke
kaki. Gejala ini timbul akibat penekanan nervus iskiadikus, biasanya akibat
penonjolan diskus intervertebralis ke lateral.
Pembagian penyebab dari LBP ini berdasarkan oleh frekuensi kejadian
adalah:11
a. Penyebab luar biasa : langsung (20%)
12
1). Berasal dari spinal : termasuk kondisi seperti infeksi, tumor, tuberkulosis,
tractus spondilosis
2). Berasal bukan dari spinal : termasuk masalah dilain sistem seperti saluran
urogenital, saluran gastroinstetinal, prolaps uterus, keputihan kronik pada
wanita, dan lain-lain.
b. Penyebab biasa: tidak langsung (80%)
Kejadian ini berkisar sekitar 8 dari 10 kasus. Kasus yang bias bervariasi
mulai dari ketengangan otot, keseleo. Penyebab dari berbagai penyakit ini
adalah:
1). Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik
2). Cara mengangkat beban berat yang salah
3). Depresi
4). Aktivitas yang tidak biasa dan berat
5). Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah
Catatan : dari 90% kasus, tidak ditemukan kejadian yang serius, hanya saja
kasus yang nyeri punggung biasa.12
Pada dasarnya, timbulnya rasa nyeri pada LBP diakibatkan oleh
terjadinya tekanan pada susunan saraf tepi yang terjepit pada area tersebut.
Secara umum, kondisi ini seringkali terkait dengan trauma mekanik akut,
namun dapat juga sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu
tertentu. Akumulasi trauma dalam jangka panjang seringkali ditemukan pada
tempat kerja. Kebanyakan kasus LBP terjadi dengan adanya pemicu seperti
kerja berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan otot,
cedera otot, ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang belakang.
Namun, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh keadaan non-mekanik seperti
peradangan pada ankilosing spondilitis dan infeksi, neoplasma, dan
osteoporosis.13
c. Anatomi
Bagian tulang belakang (spinal) yang berupa tulang secara anatomis
dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian anterior terdiriatas serangkaian corpus
vertebra berbentuk silinder yang saling dihubungkan lewat diskus
13
intervertebralis dan disatukan dengan kuat oleh ligamentum longitudinalis.
Bagian posterior terdiri atas unsur yang lebih halus yang membentang dari
corpus vertebra sebagai pedikulus dan melebar ke arah posterior untuk
memebentuk lamina yang bersama struktur ligamentum membentuk canalis
vertebra.14
Unsur posterior dihubungkan dengan vertebra di dekatnya lewat dua
buah sendi sinovial bentuk faset kecil sehingga memungkinkan gerakan dalam
derajat yang paling kecil di antara setiap dua buah segmen tetapi secara
kesatuan akan menghasilkan kisaran gerakan yang agak luas. Processus
spinosus dan transversus yang kokoh menonjol ke arah lateral serta posterior
dan berfungsi sebagai tempat perlekatan otot yang menggerakkan, menunjang
serta melindungi columna vertebra. Stabilitas tulang belakang bergantung pada
dua tipe tunjangan, yaitu tipe tunjangan yang dihasilkan oleh articulatio tulang
(terutama oleh persendian diskus serta articulatio sinoval unsur–unsur
posterior) dan tipe kedua yang dihasilkan oleh struktur penunjan ligamentum
(pasif) serta muskuler (aktif).14
Struktur ligamentum cukup kuat, tetapi karena struktur ini maupun
corpus vertebra, yaitu compleks diskus, tidak memiliki kekuatan integral yang
memadai untuk bertahan terhadap gaya luar biasa yang bekerja pada columna
bahkan pada saat melakukan gerakan yang sederhana.15
2.2.5 Gambaran Klinis
Gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai dengan 4 tahun. Gejala
dengan onset yang lebih cepat dihubungkan dengan riwayat trauma. Intensitas
nyeri dengan NPS (Numeric Pain Scale) >7 tercatat pada 70% kasus saat
kunjungan pertama. Gejala yang menyertai LBP meliputi iskialgia (95%), rasa
baal (hipostesia) (77,5%), dan kelemahan tungkai (7,5%). Riwayat trauma yang
signifikan dijumpai pada 82,5% kasus. Rasa baal sesuai dermatom pada 77,5%.
Tanda Lasegue positif pada 95% kasus.16
Dalam LBP bisa di manifestasikan dengan rasa nyeri yang bermacam
penyebab dan variasi rasanya. Dimana tipe–tipe tersebut dibedakan menjadi
empat tipe ras nyeri: nyeri lokal, nyeri alih, nyeri radikuler dan yang timbul dari
spasme muskular.
14
2.2.6 Diagnosis1,5,17
1. Anamnesis
a. Letak atau lokasi nyeri, penderita diminta menunjukkan nyeri dengan
setepat–tepatnya, atau keterangan yang rinci sehingga letaknya dapat
diketahui dengan tepat.
b. Penyebaran nyeri, untuk dibedakan apakah nyeri bersifat radikular atau
nyeri acuan.
c. Sifat nyeri, misalnya seperti ditusuk–tusuk, disayat, mendeyut, terbakar,
kemeng yang terus–menerus, dan sebagainya.
d. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri, apa saja kegiatan oleh penderita yang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa sehingga penderita
mempunyai sikap tertentu untuk meredakan rasa nyeri tersebut.
e. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh, erat kaitannya dengan aktivitas
tubuh, perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat memperberat dan
meredakan rasa nyeri.
f. Riwayat trauma, perlu dijelaskan trauma yang tak langsung kepada
penderita misalnya mendorong mobil mogok, memindahkan almari yang
cukup berat, mencabut singkong, dan sebagainya.
g. Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, bersifat akut, perlahan,
menyelinap sehingga penderita tidak tahu pasti kapan rasa sakit mulai
timbul, hilang timbul, makin lama makin nyeri, dan sebagainya.
h. Obat–obat analgetik yang diminum, menelusuri jenis analgetik apa saja
yang pernah diminum.
i. Kemungkinan adanya proses keganasan.
j. Riwayat menstruasi, beberapa wanita saat menstruasi akan mengalami LBP
yang cukup mengganggu pekerjaan sehari–hari. Hamil muda dalam
trimester pertama, khususnya bagi wanita yang dapat mengalami LBP berat.
k. Kondisi mental/emosional.
2. Pemeriksaan Umum
Inspeksi
a. Observasi penderita saat berdiri, duduk, berbaring, bangun dari berbaring.
b. Observasi punggung, pelvis, tungkai selama bergerak.
15
c. Observasi kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya
angulasi, pelvis yang asimetris dan postur tungkai yang abnormal.
Palpasi dan perkusi
a. Terlebih dulu dilakukan pada daerah sekitar yang ringan rasa nyerinya,
kemudian menuju daerah yang paling nyeri.
b. Raba columna vertebralis untuk menentukan kemungkinan adanya deviasi
Tanda vital (vital sign)
3. Pemeriksaan neurologik
a. Motorik: menentukan kekuatan dan atrofi otot serta kontraksi involunter.
b. Sensorik: periksa rasa raba, nyeri, suhu, rasa dalam, getar.
c. Refleks; diperiksa refleks patella dan Achilles.
4. Pemeriksaan lain
a. Tes Lasegue
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak
dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus
ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai
radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.
b. Tes Patrick dan anti-patrick
Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika
gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif
pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.
c. Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan
meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul
nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.
d. Tes Valsava
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,
hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.
e. Tes Prespirasi
Dengan cara minor, yaitu bagian tubuh yang akan diperiksa dibersihkan
dan dikeringkan dulu, kemudian diolesi campuran yodium, minyak
kastroli, alcohol absolute. Kemudian bagian tersebut diolesi tepung beras.
16
Pada bagian yang berkeringat akan berwarna biru, yang tidak berkeringat
akan tetap berwarna putih. Tes ini untuk menunjukkan adanya ganguan
saraf otonom.
5. Pemeriksaan Penunjang1
a. Pungsi lumbal
Dapat diketahui warna cairan LCS, adanya kesan sumbatan/ hambatan aliran
LCS, jumlah sel, kadar protein, NaCl dan glukosa. Untuk menentukan ada
tidaknya sumbatan dilakukan tes Queckenstedt yaitu pada waktu dilakukan
pungsi lumbal diperhatikan kecepatan tetesannya, kemudian kedua vena
jugularis ditekan dan diperhatikan perubahan kecepatan tetesannya. Bila
bertambah cepat dengan segera, dan waktu tekanan dilepas kecepatan
tetesan kembali seperti semula berarti tidak ada sumbatan. Bila kecepatan
bertambah dan kembalinya terjadi secara perlahan-lahan berarti ada
sumbatan tidak total. Bila tidak ada perubahan makin lambat tetesannya
berarti sumbatan total.
b. Foto rontgen
Dapat diidentifikasikan adanya fraktur corpus vertebra, arkus atau prosesus
spinosus, dislokasi vertebra, spondilolistesis, bamboo spine, destruksi
vertebra, osteofit, ruang antar vertebra menyempit, scoliosis, hiperlordosis,
penyempitan foramen antar vertebra, dan sudut ferguson lebih dari 30°.
c. Elektroneuromiografi (ENMG)
Dapat dilihat adanya fibrilasi serta dapat pula dihitung kecepatan hantar sarf
tepi dan latensi distal, juga dapat diketahui adanya serabut otot yang
mengalami kelainan. Tujuan ENMG yaitu untuk mengetahui radiks yang
terkena dan melihat ada tidaknya polineuropati.
d. Scan Tomografi
Dapat dilihat adanya Hernia Nucleus Pulposus, neoplasma, penyempitan
canalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan vertebra.
17
6. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Rehat baring, penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama
beberapa hari dengan tempat tidur dari papan dan ditutup selembar busa
tipis. Tirah baring ini bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik
akut, fraktur dan HNP.
1). Medikamentosa
Obat-obat simptomatik yaitu: analgetika, kortikosteroid, AINS. Obat–
obat kausal: anti tuberkulosis, antibiotik, nukleolisis misalnya
khimopapain, kolagenase (untuk HNP).
HNP).
2). Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi misalnya pada HNP, trauma mekanik
akut, serta traksi pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
b. Terapi operatif
Jika tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata atau terhadap
kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologik.
7. Pencegahan
Risiko LBP pada perawat dan petugas paramedis lain dapat dikurangi,
sesuai dengan hirarki pengendalian risiko di dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, dengan demikian maka pengendalian teknik diutamakan dalam
pengendalian risiko akibat pekerjaan membungkuk, disusul pengendalian
adminstratif dan baru terakhir mempergunakan alat pelindung diri bila masih
tersisa risiko yang tidak dapat diterima. Disarankan menggunakan tempat tidur
yang tingginya dapat disesuaikan, dengan demikian perawat dapat menyesuaikan
tinggi tempat tidur dengan tinggi badannya sehingga mengurangi sudut lengkung
punggung.4
Selain itu, juga perlu untuk disediakan tempat duduk yang tingginya dapat
dinaikkan atau diturunkan, agar perawat dapat menyesuaikan tinggi tempat tidur
sejajar dengan bagian bawah siku lengan atasnya saat memberikan pelayanan
18
dengan durasi lebih dari dua menit dan berulang-ulang, seperti pada saat menjahit
luka, menyuntik intravena, dan juga memasang infus pada pasien dehidrasi.
Pasien dehidrasi sering kali mengalami hipotensi dan venanya seolah-olah
menghilang sehingga sulit untuk dapat dijangkau. Selanjutnya, sudut lengkung
tubuh juga perlu dikurangi saat mengukur urin, disarankan menyediakan meja
atau troli agar perawat dapat bekerja dengan tubuh tegak, meja dinding selebar 30
cm dalam kamar mandi atau toilet juga merupakan solusi yang baik.4
Begitu pula, pekerjaan untuk dapat mengangkat dan memindahkan pasien
disarankan agar dapat menggunakan tempat tidur rawat dan brankar pasien yang
ketinggiannya dapat disesuaikan, dengan demikian kesenjangan ketinggian antara
tempat tidur dan juga brankar transportasi dapat dihindari. Selain itu, untuk
mengurangi beban dan frekuensi, maka rasio jumlah perawat pasien minimal
harus dipenuhi, perawat harus dilatih agar pekerjaan mengangkat dan
memindahkan pasien minimal dilakukan oleh 2 orang perawat, yang kompeten
dalam teknik pemindahan pasien, perawat yang tidak terlatih terbukti merupakan
faktor risiko LBP yang signifikan.4
Untuk mengendalikan faktor risiko somatik yaitu bahaya yang bersumber
dari tubuh perawat, maka perawat harus dapat mengenal faktor risiko LBP dan
cara pengendaliannya. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi hazard dan
pelatihan, mereka juga dianjurkan melakukan peregangan otot sebelum dan
sesudah melakukan pekerjaan ini, olahraga secara teratur untuk meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot penyangga tulang belakang. Selain itu, jangan
merokok oleh karena kebiasaan merokok terbukti berperan sebagai faktor risiko
LBP.4
Perbaikan (improvement) yang dapat digunakan untuk sistem kerja dari
proses evakuasi pasien oleh petugas paramedis adalah dari segi postur kerja (work
posture) dari personil paramedis ketika melakukan proses pengangkatan pasien
ke atas stretcher. Teknik yang dapat digunakan adalah proper lifting techniques
(pengangkatan yang benar) sebagai dasar perbaikan terhadap sistem yang diteliti,
mengingat situasi kerja sebenarnya dari paramedis ambulans yang darurat dan
dilakukan dengan cepat. Seyogianya, usulan perbaikan mestilah yang bisa
memenuhi dua keadaan tersebut agar tidak merugikan atau membahayakan
19
keadaaan pasien. Namun, karena teknologi dan peralatan yang ada saat ini tidak
memungkinkan untuk mengangkat pasien tersebut dengan aman dan dalam waktu
pengaturan (setup time) yang singkat, maka dapat lebih ditekankan pada perbaikan
teknik dari pengangkatan pasien yang dilakukan oleh petugas paramedis sehingga
risiko terjadinya low back pain dapat dikurangi. Prinsip umum dari proper lifting
techniques adalah menjaga agar tulang belakang (spine) tetap lurus dengan tulang
ekor pada saat proses pengangkatan suatu benda yang memiliki berat cukup besar.
Ini dilakukan dengan cara menjadikan otot paha sebagai tumpuan ketika
melakukan pengangkatan, dan bukan dengan menggunakan bagian punggung atau
membungkuk (Gambar 1).
Gambar 2.1 proper lifting techniques
Untuk menurunkan risiko ergonomi yang diperkirakan berhubungan dengan
LBP, pihak manajemen rumah sakit (RS) seyogianya dapat melakukan
pengendalian teknik dan pengendalian administratif. Pengendalian teknik yaitu
dengan memakai tempat tidur dan brankar transportasi yang adjustable sebagai
pengganti model statis, menyediakan bangku adjustable untuk pekerjaan
membungkuk pada saat memberikan pelayanan pasien yang sedang berbaring di
tempat tidur, dan menyiapkan ‘meja’ dinding di toilet untuk pengukuran urin.
Pengendalian administratif yaitu mengurangi beban dan frekuensi tugas berisiko
LBP dengan memenuhi rasio perawat pasien minimal, menyusun SOP,
memberikan pendidikan dan pelatihan teknik pengendalian risiko yaitu minimal
tentang komunikasi hazard, teknik angkat-angkut pasien, teknik peregangan otot,
tidak merokok, melakukan kegiatan olahraga teratur untuk dapat meningkatkan
20
kekuatan dan kelenturan otot penyangga tulang belakang, dan berperilaku kerja
yang baik dengan mengikuti SOP.4
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya Low Back Pain dan cara
mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi, diantaranya adalah:4
1. Latihan Punggung Setiap Hari
Dimana latihan ini bisa dilakukan sehari–hari dengan gerakan-gerakan
ringan, tekniknya adalah;
a. Sikap dasar terlentang, gunanya untuk menguatkan otot gluteus maksimus,
mencegah hiperlordorsis lumbal. Tekniknya menekan punggung anda pada alas
sambil menegangkan otot perut dan kedua otot gluteus maksimus, pertahankan
selama 5–10 hitungan.
b. Lutut ke dada, gunanya untuk meregangkan otot punggung yang tegang dan
spasme. Tekniknya adalah tarik lutut ke dada bergantian semaksimal mungkin
tanpa menimbulkan rasa sakit, dipertahankan 5 – 10 detik, lakukan juga dengan
kedua lutut.
c. Meregangkan otot bagian lateral, gunanya untuk meregangkan otot lateral
tubuh yang tegang. Tekniknya adalah dengan tangan dibawah kepala dan siku
menempel pada alas, paha kanan disilangkan ke paha kiri kemudian tarik
kesamping kanan dan kiri sejauh mungkin, lakukan juga dengan menyilangkan
paha kiri diatas paha kanan.
d. Straight Leg Raising, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan otot
hamstring dan gluteus. Tekniknya adalahsatu lutut kanan ditekuk, kaki kiri
dinaikkan keatas tanpa bantuan lengan dan tangan, pertahankan 5-10 detik,
ulangi sebaliknya.
e. Sit up, gunakan untuk menguatkan otot perut dan punggung bawah. Tekniknya
adalah pelan-pelan menaikkan kepala dan leher sehingga dagu menyentuh dada
diteruskan dengan mengangkat punggung bagian sampai kedua tangan
mencapai lutut (tangan diluruskan), sedangkan punggung bagian tengah dan
bawah tetap menempel pada dasar.
f. Hidung ke lutut, gunanya menguatkan otot perut dan meregangkan otot
iliopsoas. Tekniknya adalah dengan posisi menekuk, lutut secara bergantian
ditarik sampai ke hidung, pertahankan 5–10 detik, lakukan pada lutut satunya.
21
g. Gerakan gunting, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan otot hamstring,
punggung, gluteus dan abdomen. Tekniknya adalah kedua tangan di belakang
kepala, tarik kedua tungkai ke atas kemudian kedua kaki disilangkan, tungkai
ditarik ke muka belakang bergantian, lakukan 10 kali, kemudian ke samping
kanan dan samping kiri.
h. Hipertekstensi sendi paha, gunanya untuk menguatkan otot gluteus dan
punggung bawah serta meregangkan otot fleksor paha. Tekniknya adalah
dengan posisi tengkurap, tungkai ditarik keatas, ulangi pada kaku sebelahnya.
Memberikan edukasi4,
a. Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi
b. Jangan berdiri waktu lama, selingi dengan jongkok
c. Berdiri dengan satu kaki diletakkan lebih tinggi untuk mengurangi
hiperlordosis lumbal
d. Bila mengambil sesuatu di tanah atau mengangkat benda berat, jangan
langsung membungkuk, tapi regangkan kedua kaki lalu tekuklah lutut dan
punggung tetap tegak dan angkatlah barang tersebut sedekat mungkin
dengan tubuh
e. Waktu berjalan, berjalannya dengan posisi tegak, rileks dan jangan
tergesa–gesa
f. Waktu duduk, pilihlah tempat duduk yang, dengan kriteria busa jangan
terlalu lunak, punggung kursi berbentuk huruf S, bila duduk seluruh
punggung harus sebanyak mungkin kontak dengan kursi, bila duduk
dalam waktu lama, letakkan satu kaki lebih tinggi dari yang satunya
Waktu tidur, punggung dalam keadaan mendatar (kurangi pemakain alas
kasur yang memakai alas dari per). Saat olahraga, sebaiknya olahraga
renang dan jogging.
22