Upload
lamanh
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
LANDASAN TIEORI
2.1 UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIDKAN NASIONAL Didalam penjelasan atas UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU.Sisdiknas), Bab I Umum, dinyatakan bahwa gerakan reformasi
di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi,
desentralisasi, keadilan, dan menjujung tinggi hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan,
prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada
kandungan, proses, dan manajemen sistem pendidikan. Selain itu, ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru
dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan.
Selanjutnya, dalam pasal 51 Ayat (2) pengelolaan satuan pendidikan tinggi
dilaksanakan berdasarkan prinsip ekonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan
relevansi yang transparan. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi
perguruan tinggi menurut penjelasan UU Sisdiknas adalah kemandirian
perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya. Namun demikian
2
peran perguruan tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa harus tetap
menjadi bagian penting dari tanggungjawab sosialnya.
Dengan memperhatikan penjelasan dari UU No. 20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan pendidikan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia
dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang maju dan
berkepribadian Indonesia, Hal ini menunjukan bahwa pendidikan dan
kehidupan masyarakat saling pengaruh-mempengaruhi. Pendidikan
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain, keadaan sosial ekonomi,
faktor kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam
perencanaan pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat,
dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan akal, budi
pekerti dan kerohanian kepada anak didik atau generasi muda secara langsung
maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di
kemudian hari, profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial
ekonomi tertentu dan mepengaruhi perkembangan generasi seterusnya.
2.2 PENGERTIAN DAN MASALAH DEMOGRAFI Menurut Sofa(2008) Available : http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/
Demografi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kelompok manusia
3
atau penduduk, oleh karena itu disebut juga itu kependudukan. Pemahaman
masalah kependudukan diperlukan pada setiap sektor kegiatan ekonomi,
misalnya; bidang pertanian, bidang kesehatan dan terutama bidang
pendidikan.
Bidang pendidikan menjadikan penduduk sebagai objek pelayanan, yang
sepanjang waktu selalu mengalami perubahan, baik mengenai jumlah,
komposisi dan penyebarannya. Untuk itu perlu diketahui aspek dinamis
kependudukan, terdapat hubungan yang erat sekali antara demografi dengan
perencanaan pendidikan.
Di Indonesia masalah kependudukan yang harus mendapat perhatian adalah:
jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan yang tinggi,
penyebaran dan kepadatan penduduk yang tidak merata, kualitas penduduk
yang perlu ditingkatkan. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor;
kematian, kelahiran dan perpindahan. Untuk mengatasi masalah
kependudukan dilakukan dengan adanya program keluarga berencana, yang
pada prinsipnya mengupayakan keluarga kecil yang sejahtera. Program
pendidikan pun tidak kalah penting dalam upaya penanggulangan masalah
kependudukan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan akan dapat
menunda perkawinan, dan kesempatan untuk melahirkan menjadi makin
berkurang. Faktor utama dalam pendidikan adalah kemampuan dalam
4
membuat perencanaan, termasuk dalam merencanakan keluarga yang
sejahtera.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menjadi beban setiap usaha
pembangunan di segala bidang yang meliputi pendidikan, kesehatan, pangan,
pertanian, perhubungan dan pemukiman. Jumlah penduduk yang besar disertai
tingkat pertumbuhan yang tinggi menjadi salah satu penghambat dalam
perencanan pembangunan pendidikan, karena : sektor-sektor lain di luar
sektor pendidikan juga akan menyerap anggaran, berarti mempengaruhi
penyediaan dana untuk pendidikan. Untuk itulah masalah kependudukan harus
mendapat perhatian dari pemerintah dan seluruh masyarakat untuk
merencanakan Pendidikan, Sosial dan Ekonomi
2.3 PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT Pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain, keadaan sosial
ekonomi, sedangkan ketika pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat,
dapat berupa memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan akal,
budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik atau generasi muda secara
langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan
penghidupan di kemudian hari, profesinya akan menempatkan seseorang pada
5
tingkat sosial ekonomi tertentu dan mepengaruhi perkembangan generasi
seterusnya.
Kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang maju dan
berkepribadian Indonesia. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak
berdiri sendiri, oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengetahui
aspek-aspek sosial dan ekonomi yang mempunyai hubungan dan peranan
dalam pertumbuhan dan perubahan pendidilkan. Perencanaan regional perlu
mempertimbangkan aspek sosiologis seperti kebiasaan, adat istiadat dan
kebudayaan serta nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan aspek-aspek
ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi, kebiasaan menabung dan
sebagainya.
Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang
dilaksanakan akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku
kelompok masyarakat, oleh karena itu dalam perencanaan pendidikan harus
memperhatikan aspek-aspek sosiologis yang berkaitan dengan pembangunan
pendidikan, di antaranya; bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat, fasilitas dan mutu pendidikan baik, dapat
mengakomodai aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan berkembang.
6
2.4 PENGERTIAN PERENCANAAN PENDIDIKAN Pengertian perencanaan pendidikan menurut Beeby C.E. adalah “suatu usaha
melihat ke masa depan dalam menentukan kebijakan, prioritas dan biaya
pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam
bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan potensi sistem
pendidikan nasional, memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang
dilayani oleh sitem tersebut”. Definisi tersebut merupakan demensi baru
dalam perencanaan pendidikan. Perbedaan dengan perencanaan klasik ialah
dalam hal perhatiannya yang diberikan kepada pertumbuhan ekonomi,
pengembangan sumber tenaga kerja dan terhadap perencanaan makro. Pada
perencanaan klasik tidak memperhatikan hal tersebut.
Sedangkan menurut Sofa (2008) Available : http://massofa.wordpress.com
/2008/01/28/konsep-dan-analisis-biaya-pendidikan/“Perencanaan pendidikan
di Indonesia merupakan suatu proses penyusunan alternatif kebijakan
mengatasi masalah yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan pendidikan nasional yang mempertimbangkan kenyataan-
kenyataaan yang ada di bidang sosial ekonomi sosial budaya dan kebutuhan
pembangunan secara menyeluruh terhadap pendidikan nasional”.
7
Menurut Sofa (2008) Available : http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/
konsep-dan-analisis-biaya-pendidikan/ “Perencanaan pendidikan sebagai
suatu alat yang dapat membantu para pengelola pendidikan untuk menjadi
lebih berdaya guna dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perencanaan
pendidikan akan dapat menolong pencapaian suatu target atau sasaran secara
lebih ekonomis, tepat waktu dan memberi peluang untuk lebih mudah
dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Perencanaan dapat membantu
pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan diperlukan pengetahuan dan
kemampuan dari para pelaksananya, perlu pemahaman fungsi-fungsi
manajemen yang lain di antaranya kemampuan mengorganisasikan,
mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan
pendidikan yang telah dilaksanakan”.
Tanpa perencanaan yang baik maka pencapaian tujuan pendidikan tidak akan
dapat dicapai sesuai harapan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sendiri
sejak memasuki awal tahun 80 an telah menerapan sistem perencanaan yang
digunakan untuk membangun perguruan tinggi di Indonesia, yang dikenal
dengan Sistem Penyusunan Perencanaan Program dan Penganggaran (SP4),
yang hingga saat ini masih tetap digunakan dengan penambahan karakteristik
pada program atau kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu penekanan pada
basis peningakatan kompetensi proram studi atau institusi perguruan tinggi.
8
2.5 PASAR PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan, di mana
lembaga pendidikan dapat mendirikan sebuah atau beberapa satuan
pendidikan, maka ini berarti bahwa lembaga pendidikan mempunyai
kedudukan sebagai badan usaha, dalam hal ini maka program studi di
perguruan tinggi berkedudukan sebagai perusahaan (firm).
Percepatan dan pemerataan penyediaan pendidikan formal secara kuantitatif
kerap diartikan sebagai kunci kesuksesan pembangunan ekonomi, mitos
seperti inilah yang berkembang selama ini. Kecenderungan lain yang muncul
di NSB, termasuk di Indonesia, antara lain pendidikan lebih dinilai sebagai
status sosial ketimbang produktivitas. Masyarakat, termasuk pasar tenaga
kerja, cenderung mengharapkan ijazah pendidikan lebih tinggi.
Kecenderungan ini yang mendorong meningkatnya permintaan akan jenjang
pendidikan tinggi (Todaro, 1997). Dalam Fakhri (2008) Besarkah-manfaat-
pendidikan Available : http://fakhri-yasir.blogspot.com/2007/11/ tinggi.html
Pasar pendidikan adalah keseluruhan permintaan dan penawaran terhadap
sejenis jasa pendidikan tertentu. Seperti halnya pada bidang ekonomi, maka
pasar di dalam pendidikan dapat dibedakan atas pasar konkret dan pasar
abstrak. Dilihat dari bentuknya, pasar pendidikan mempunyai kesamaan
dengan pasar persaingan monopoli. Berbicara tentang pasar pendidikan, maka
9
paling tidak ada dua unsur penting, yaitu permintaan pendidikan dan
penawaran pendidikan.
Hector Corea mendefinisikan pasar pendidikan sebagai berikut: “permintaan
pendidikan menggambarkan kebutuhan, dan dimanifestasikan oleh keinginan
untuk diberi pelajaran tertentu”. Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi
permintaan pendidikan antara lain adalah budaya, politik, dan ekonomi.
Secara makro Penawaran pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari potensi
daerah dengan pendekatan ketenagakerjaan. Sedangkan secara mikro yaitu
pengadaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Oleh karena itu maka
proses pengadaan pendidikan harus dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Sedangkan mengenai harga pendidikan di Indonesia masih bervariasi,
tergantung dari kegiatan operasional secara sehat dalam rangka mewujudkan
visi dan misinya. Khusus dibidang pendidikan tinggi konstribusi pemerintah
untuk mesubsidi biaya operasional pendidikan tinggi baru mencapai 30% dari
total biaya ideal minimal pertahun (HELTS 2004), selebihnya menjadi beban
masyarakat. Apabila dalam rangka penggalangan dana tersebut, perguruan
tinggi menyelenggarakan atau ikut serta dalam sektor produktif, maka
anggaran dasar perguruan tinggi tersebut mengatur secara jelas keterlibatan
dalam dalam sektor produktif bukan merupakan tujuan utama, melainkan
hanya merupakan sarana (tools) untuk penyelenggaraan perguruan tinggi yang
lebih sehat (HELTS). Dengan demikian maka elastisitas harga atau elastisitas
10
permintaan pendidikan ialah perbandingan antara perubahan relatif dari
permintaan jasa pendidikan dengan perubahan relatif dari harganya. Sesuai
dengan bentuk pasarnya, yaitu persaingan monopoli, maka sifat elastisitas
permintaannya inelastis.
Studi Psacharopoulus (1972) dalam Wicaksono(2004), Besarkah manfaat
pendidikan tinggi terhadap pembangunan ekonomi? Available :
http://www.csis.or.id/ scholars_opinion_view.asp?op_id=244&id=62&tab=0
mengenai pembiayaan pendidikan memaparkan hal yang amat mengagetkan,
di mana di NSB rata-rata biaya seorang mahasiswa setara dengan 88 kali
biaya seorang siswa SD. Kenyataan ini berbeda dengan di negara maju seperti
Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru yang perbandingannya mencapai
17,6. Sayang, tingginya biaya pendidikan tinggi di NSB tidak diikuti secara
proporsional pendapatan yang diperoleh dari seseorang lulusan perguruan
tinggi (PT). Dengan studi yang sama ditemukan, seorang pekerja lulusan
sarjana menerima pendapatan sekitar 6,4 kali pekerja lulusan SD. Meski biaya
pendidikan tinggi di NSB terlihat amat mahal, hal ini tidak serta-merta dapat
diartikan pemerintah perlu memberi subsidi kepada pendidikan tinggi.
Sebaliknya kesenjangan yang lebar antara biaya yang dikeluarkan dan
pendapatan yang diperoleh menunjukkan adanya misalokasi sumber daya
(investasi).
Kondisi Indonesia tahun 2003 tidak sekontras itu. Dari data Survei Sosial
11
Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2003 ditemukan,
seorang pekerja lulusan Perguruan Tinggi memiliki pendapatan tiga kali lipat
dibanding lulusan SD. Sementara itu biaya bagi seorang mahasiswa mencapai
11 kali dibanding biaya yang dikeluarkan seorang siswa SD.
Ikutnya dana publik (social cost) ke dalam pembiayaan pendidikan terutama
pendidikan tinggi sudah barang tentu akan menjadi keuntungan sosial (social
benefit), dan layak untuk dipertimbangkan sebagai tolok ukur efektivitas
investasi modal manusia. Dengan kata lain, subsidi pendidikan kepada
seorang mahasiswa semestinya bernilai secara efektif untuk masyarakat.
Selain manfaat sosial, pendidikan juga memberi manfaat individu (private
benefit) melalui pendapatan atau akses kepada pekerjaan yang layak.
Secara teoritis ada dua hal yang dapat diinterpretasikan dari peningkatan nilai
manfaat ini. Pertama, peningkatan nilai manfaat disebabkan penawaran
pendidikan tinggi (supply of higher education) masih belum mencapai titik
jenuh, sehingga setiap unit peningkatan penawaran masih memberi return
yang positif (belum mencapai excess supply). Kedua, terjadinya perubahan
struktur ekonomi dan tenaga kerja di mana permintaan akan tenaga kerja
lulusan Perguruan Tinggi kian besar yang mendorong lulusan kelompok ini
menerima tingkat upah di atas tingkat upah yang kompetitif. Tingkat upah
yang tinggi tentu akan memperbesar sumbangan pada negara melalui pajak
dan ini mendorong meningkatnya manfaat sosial.
12
Namun demikian temuan empiris Duflo (2001), Wicaksono(2004), Besarkah
manfaat pendidikan tinggi terhadap pembangunan ekonomi? Available :
http://www.csis.or.id/scholars_opinion_view.asp?op_id=244&id=62&tab=0
menunjukkan, “kebijakan pendidikan yang efektif untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Meski begitu, temuan ini tidak lantas menyimpulkan, peningkatan mutu
perguruan tinggi tidak menjadi penting sama sekali. Untuk itu pemerintah
harus mencari alternatif kebijakan lain selain pembiayaan langsung, seperti
subsidi maupun bantuan keuangan lain, yang lebih efektif dalam
meningkatkan kualitas. Pada akhirnya, tuntutan kualitas tentu akan lebih
banyak dialamatkan kepada institusi Perguruan Tinggi itu sendiri”.
Dilihat dari indikator manfaat yang cukup tinggi, baik sosial maupun
individual, terlihat institusi pendidikan tinggi dalam waktu ke depan masih
merupakan "ïndustri" pendidikan dengan tingkat permintaan cukup tinggi,
baik oleh masyarakat maupun pasar tenaga kerja.
2.6 PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pendidikan memiliki daya dukung yang representatif atas pertumbuhan
ekonomi. Tyler (1977) mengungkapkan bahwa pendidikan dapat meningkatkan
produktivitas kerja seseorang, yang kemudian akan meningkatakan
13
pendapatannya. Peningkatan pendapatan ini berpengaruh pula kepada
pendapatan nasional negara yang bersangkutan, untuk kemudian akan
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat berpendapatan rendah.
Sementara itu Jones (1984) melihat pendidikan sebagai alat untuk menyiapkan
tenaga kerja terdidik dan terlatih yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Jones melihat, bahwa pendidikan memiliki suatu
kemampuan untuk menyiapkan mahasiswa menjadi tenaga kerja potensial, dan
menjadi lebih siap latih dalam pekerjaannya yang akan memacu tingkat
produktivitas tenaga kerja, yang secara langsung akan meningkatkan
pendapatan nasional. Menurutnya, korelasi antara pendidikan dengan
pendapatan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun.
Sementra itu Vaizey (1962) melihat pendidikan menjadi sumber utama bakat-
bakat terampil dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam
penyediakan tenaga kerja. Ini harus menjadi dasar untuk perencanaan
pendidikan, karena pranata ekonomi membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dan
terlatih. Permasalahan yang dihadapai adalah jarang ada ekuivalensi yang kuat
antara pekerjaan dan pendidikan yang dibutuhkan yang mengakibatkan
munculnya pengangguran terdidik dan terlatih. Oleh karena itu, pendidikan
perlu mengantisipasi kebutuhan. Ia harus mampu memprediksi dan
mengantisipasi kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja. Prediksi
ketenaga kerjaan sebagai dasar dalam perencanaan pendidikan harus mengikuti
pertumbuhan ekonomi yang ada kaitannya dengan kebijaksanaan sosial
14
ekonomi dari pemerintah. Intervensi pendidikan terhadap ekonomi merupakan
upaya penyiapan pelaku-pelaku ekonomi dalam melaksanakan fungsi-fungsi
produksi, distribusi, dan konsumsi. Intervensi terhadap fungsi produksi berupa
penyediaan tenaga kerja untuk berbagai tingkatan yaitu top, midle, dan low
management; atau secara ekstrim tenaga kerja krah biru dan krah putih. Di
samping tenaga kerja, juga pendidikan mengintervensi produksi untuk
penyediaan entrepreneur tangguh yang mampu mengambil resiko dalam inovasi
teknologi produksi. Bentuk intervensi lain yaitu menciptakan teknologi baru
dan menyiapkan orang-orang yang menggunakannya. Program-program
perluasan produksi melalui intensifikasi dan rasionalisasi merupakan salah satu
wujud nyata dari peran pragnata pendidikan atas fungsi produksi ini. Intervensi
terhadap fungsi distribusi adalah melalui pengembangan research and
development produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat
atau konsumen. Intervensi terhadap fungsi konsumsi dilakukan melalui
peningkatan produktivitas kerja yang akan mendorong peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendapatan ini akan mendorong pada peningkatan fungsi
konsusmsi, yang ditunjukan dengan meningkatnya jumlah tabungan yang
berasal dari pendapatan yang disisihkan. Tabungan ini akan menjadi investasi
kapital yang tentunya akan lebih mempercepat laju pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Lisnawati (All Rights Reserved2009) Aspek Ekonomi dalam Pendidikan
Available : http://educare.e‐fkipunla.net
15
Menurut teori human capital, pertumbuhan dan pembangunan memiliki dua
syarat, yaitu : adanya pemanfaatan teknologi tinggi secara efisien.
2.6.1 Adanyan pemanfaatn teknologi tinggi secara efisien.
2.6.2 Adanya sumberdaya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi……..
Sumber daya manusia seperti itu dihasilkan melalui proses pendidikan. Hal
inilah yang menyebabkan teori human capital percaya bahwa investasi dalam
pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan produktivitas masyarakat.
Dengan demikian, sudah saatnya, pendidikan harus dipandang sebagai
investasi, karena pendidikan yang berhasil akan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, kemajuan ekonomi mendorong perkembangan
pendidikan, dan pendidikan yang maju merupakan salah satu persyaratan untuk
perkembangan ekonomi selanjutnya.
2.7 PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN
Ukuran yang paling populer dalam melihat kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi adalah mengkaitkan antara pendidikan dengan
pekerjaan. Pemikiran ini didasarkan pada anggapan bahwa pendidikan
merupakan human capital. Pemikiran ini muncul pada era industrialisasi dalam
masayarkaat modern. Argumen ini memiliki dua sepek, yaitu : Pendidikan
merupakan suatu bentuk investasi nasional untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi modern,
16
dan Investasi pendidikan diharapkan menghasilkan suatu peningkatan
kesejahteraan dan kesempatan yang lebih luas dalam kehidupan nyata.
Asumsi dasar yang melandasi keharusan adanya hubungan pendidikan dengan
penyiapan tenaga kerja adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk
meningkatkan keterampilan dan pengatahuan untuk bekerja. Dengan kata lain,
pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga yang siap bekerja. Namun demikian
pada kenyataannya tingat pengangguran di hampir seluruh negara bertambah
sekitar 2 % setiap tahunnya (World Bank:1980)
Terjadinya pengangguran bukan disebabkan tidak berhasilnya proses
pendidikan, namun pendidikan tidak selalu harus menghasilkan lulusan dengan
jenis pekerjaan tertentu. Perguruan tinggi memang dapat menghasilkan tenaga
kerja dengan keterampilan tertentu, tetapi perguruan tinggi bukan satu-satunya
tempat dimana keterampilan itu dapat dicapai.
2.8 INVESTASI DALAM PENDIDIKAN Investasi berarti penanaman modal atau uang. Modal atau uang yang
ditanamkan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, baik berupa uang atau
modal maupun dalam bentuk barang atau jasa. Lisnawati (All Rights Reserved
2009) Available : http://educare.e-fkipunla.net Kenneth J. Arrow(1962)
mengemukakan bahwa istilah investasi atau investment merupakan alokasi
17
current resources yang mempunyai alternatif produktif yang berguna untuk
pelaksanaan kegiatan yang dapat menambah keuntungan yang diperoleh di
masa yang akan datang. Biaya atau cost suatu investasi merupakan keuntungan
yang diperoleh dibagi dengan penggunaan sumber daya dalam berbagai
kegiatan lain.
Dengan demikian jelas bahwa investasi merupakan penanaman modal atau
uang yang sengaja dilakukan untuk mendatangkan keuntungan melalui produk
yang dihasilkan. Sementara itu pendidikan merupakan usaha manusia untuk
membangun manusia itu sendiri dengan segala masalah dan spektrumnya yang
terlepas dari dimensi waktu dan ruang. Hal ini berarti bahwa inti pendidikan itu
adalah pembelajaran seumur hidup (life long learning), sementara bentuk
pendidikan formal, pendidikan non formal (luar sekolah) dan sebagainya hanya
merupakan modus operandi dari proses pendidikan. Pendidikan di sini
dimaksud untuk meningkatkan martabat manusia agar mempunyai keterampilan
dan kemampuan sehinggan produktivitasnya meningkat. Oleh sebab itu maka
hasil pendidikan akan menjadi sumber daya manusia yang sangat berguna
dalam pembangunan suatu negara.
Investasi dalam pendidikan merupakan penanaman modal dengan cara
mengalokasikan biaya untuk penyelenggaraan pendidikan serta mengambil
keuntungan dari sumber daya manusia yang dihasilkan melalui pendidikan itu.
Dalam konteks ini pendidikan ini diapandang sebagai industri pembalajaran
18
manusia, artinya melalaui pendidikan dihasilkan manusia-manusia yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat diperlukan bagi
perekonomian suatu negara untuk meningkatkan pendapatan individu dan
pendapatan nasional. Dengan demikian maka investasi dalam pendidikan
mempunyai jangka waktu yang panjang untuk dapat mengetahui hasilnya dan
hasilnya itupun tidak dalam bentuk keuntungan lansung, melainkan keuntungan
bagi pribadi yang menerima pendidikan dan bagi negara.
Sebagai fungsi investasi, pendidikan memberikan sumbangan yang berarti
dalam kenaikan tingkat kehidupan, kualitas manusia dan pendapatan nasional,
terutama dalam hal-hal berikut:
2.8.1 Proses belajar mengajar menjamin masyarakat yang terbuka (yaitu
masyarakat yang senantiasa beresedia untuk mempertimbangkan
gagasan-gagasan dan harapan-harapan baru serta menerima sikap dan
proses baru tanpa harus mengorbankan dirinya).
2.8.2 Sistem pendidikan menyiapkan landasan yang tepat bagai pembangunan
dan hasil-hasil rises (jaminan melekat untuk pertumbuhan masyarakat
modern yang berkesinambungan). Investasi pendidikan dapat
mempertahankan keutuhan dan secara konstan menambah persediaan
pengetahuan dan memungkinkan riset dan penemuan metode serta
teknik baru yang berkelanjutan.
2.8.3 Apabila dalam setiap sektor ekonomi kita dapatkan segala faktor yang
dibutuhkan masyarakat kecuali tenaga kerja yang terampil, maka
19
investasi dalam sektor pendidikan akan menaikan pendapatan perkapita
dalam sektor tersebut, kecuali bila struktur sosial yang hidup dalam
masyarakat tersebut tidak menguntungkan.
2.8.4 Sistem pendidikan menciptakan dan mempertahankan penawaran
ketermapilan manusia di pasar pemburuhan yang luwes dan mampu
mengakomodasi dan beradaptasi dalam hubungannya dengan perubahan
kebutuhan akan tenaga kerja dan masyarakat teknologi modern yang
sedang berubah (Komaruddin, 1991: 14).
Investasi dalam pendidikan memusatkan perhatian pada manusia sebagai
sumber daya yang akan menjadi modal (human capital) bagai capital Gary S.
Backer (1962) berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi real
income masa yang akan datang melalui penempatan sumber daya dalam bentuk
manusia. Human capital di sini merujuk pada tenaga kerja sebagai suatu faktor
produksi yang menghubungkan aspek non-ekonomi pendidikan terhadap aspek
ekonomi lainnya yang mempunya dua ciri esensial, yaitu : Kualitas tenaga
kerja sebagai suatu input produktif tidak dapat dibagi dan digunakan secara
terpisah, dan Kemampuan tenaga kerja tersebut tidak dapat dipindahkan kepada
orang lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan untuk melakukan
investasi dibidang pendidikan tinggi di Indonesia senantiasa akan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Potensi dan keunggulan daerah atau perguruan tinggi
b. Relevansi dan mutu
20
c. Civil Society
d. Global dan knowledge base ekonomi
e. Entrepreneurial sprit.
Berkenaan dengan pernyataan tersebut diatas maka investasi Teaching hospital
(Rumah Sakit Pendidikan) pada suatu universitas dapat dikatakan investasi
dibidang pendidikan tinggi. Dimana fungsi dan manfaat teaching hospital ini
sangat vital dalam penyelenggaraan pendidikan dokter, karena disini tempat
memproses keahlian dan keterampilan seorang mahasiswa fakultas kedokteran
baik pada jenjang pendidikan S1, Sp1, Sp2, maupun pada jenjang pendidikan S2
dan S3 selama mendalami bidang ilmu kedokteran. Dengan adanya teaching
hospital yang dilengkapi peralatan berteknologi tinggi maka akan menghasilkan
tenaga kerja khususnya tenaga medis yang memiliki keahlian dan keterampilan
yang dapat bersaing dipasar global sehingga pada gilirannya akan memberikan
konstribusi bagi pendapatan nasional secara signifikan.
2.9 SUMBER DANA PENDIDIKAN
Undang-Undang No. 2, tahun 1989, dan Undang-undang No. 20, tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendanaan pendidikan pada
dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua dan masyarakat. Dalam
mengelola dana pendidikan perguruan tinggi dituntut untuk memanfaatkannya
21
secara efisien dan efektif. Disamping itu transparansi manajemen keuangan
perguruan tinggi diatur secara terpadu sehingga memudahkan proses auditing
independen.
Sumber-sumber dana pendidikan antara lain meliputi: Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), Anggara Pendapatan Belanja Daerah (APBD),
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan dana dari hasil kewirausahaan,
kemitraan atau sektor produktif lainnya, yang dianggap sah oleh semua pihak
yang terkait. Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana, pengeluarannya
harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan
rencana implementasi program (RIP) pada setiap program studi.
Menurut (HELTS, 2003) sebagian besar dana untuk kegiatan operasional PTN
masih didominasi oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sebesar 75% , masyarakat 20 dan 5% lagi bersumber dari
sektor produktif.
Semantara itu untuk mendukung kebijakan investasi pada perguruan tinggi
negeri (PTN) dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, diperlukan
ketersediaan dana investasi pada pendidikan dari beragai sumber antara lain
Pemerintahan, baik APBN maupun bantuan pinjaman luar negeri (Soft loan)
dari berbagai negara donor.
Perguruan tinggi sebagai produsen jasa pendidikan, seperti halnya pada bidang
usaha lainnya menghadapi masalah yang sama, yaitu dana untuk biaya
22
produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus mengenai penerapan
perhitungan biaya ini. J. Hallack “mengemukakan tiga macam kesulitan, yaitu:
2.9.1 Idefinisi produksi pendidikan
2.9.2 Identifikasi transaksi ekonomi yang berhubungan dengan pendidikan
2.9.3 suatu kenyataan bahwa pendidikan mempunyai sifat sebagai “pelayanan
umum”.
Biaya pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa cara, antara lain:
2.9.4 Biaya langsung dan biaya tidak langsung
2.9.5 Biaya sosial dan biaya privat
2.9.6 Biaya moneter dan biaya non-moneter.
Pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan yang
dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada proses
produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran
tersebut dikategorikan sebagai pemborosan. Sofa (2008), Konsep dan Analisis
Biaya Pendidikan Available : http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/
Dilihat dari luasnya, analisis pengeluaran pendidikan dapat dilakukan secara
keseluruhan atau makro dan secara mikro. Studi biaya pendidikan secara
keseluruhan atau nasional menyangkut:
2.9.7 Biaya pendidikan dan produk domestic broto
2.9.8 unsur-unsur biaya pendidikan
23
Analisis biaya secara mikro, adalah analisis biaya pada tingkat lembaga, yaitu
pada tingkat distrik/yayasan dan pada tingkat satuan pendidikan atau program
studi di perguruan tinggi.
Dalam memperkirakan biaya pendidikan Ada dua cara, yaitu
2.9.9 Memperkirakan biaya atas dasar sumber-sumber pembiayaan
2.9.10 memperkirakan biaya atas dasar laporan dari lembaga-lembaga
pendidikan.
2.9.10.1 Dilakukan dengan cara meneliti laporan dari sumber-sumber
pembiayaan pendidikan. Menurut sifatnya sumber-sumber ini
dibedakan atas:
2.9.10.1.1 Pengeluaran yang menyeluruh, pengeluaran
menyeluruh terdiri dari pemerintah pusat, daerah,
dan luar negeri.
2.9.10.1.2 Pengeluran menurut status, tingkat, dan sifatnya.
2.9.10.2 Menggunakan secara langsung laporan dari lembaga-lembaga
pendidikan. Untuk keperluan membuat perkiraan tersebut harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
2.9.10.2.1 Harus ada laporan dari lembaga pendidikan
2.9.10.2.2 Laporan tersebut harus dibuat menurut pola standar
fungsional yang seragam
24
2.9.10.2.3 Laporan tersebut harus memperlihatkan
keseluruhan biaya operasional dari lembaga
tersebut.
Proyeksi biaya unit meliputi pembiayaan modal dan biaya berulang. Untuk itu
perlu memperkirakan luasnya akibat tujuan kuantitatif dan kualitatif dalam
memperhitungkan rata-rata biaya unit berulang untuk tahun yang
bersangkutan. (Sofa 2008, Konsep dan Analisis Biaya Pendidikan Available :
http://massofa. wordpress.com/2008/01/28/)
2.10 ANALISA KELAYAKAN INVESTASI
Seputro (2008), Analisis Cost Ratio, Available : http://www.scribd.com/
doc/2903436 /Modul-9-Benefit Cost Ratio Analysis, (2009, Januari 9).
Mengemukakan bahwa keterbatasan anggaran pemerintah merupakan hal
yang umum ditemui. Di sisi lain, pemerintah dihadapkan pada berbagai
alternative program yang akan dilaksanakan. Hal tersebut menyebabkan
pemerintah harus jeli dalam menentukan program yang diprioritaskan.
Pemilihan prioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam hal ini, prioritas yang
dipilih harus mempertimbangkan kepentingan publik atau masyarakat umum.
Terkait dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan studi
proyek atau program, pemerintah memerlukan suatu alat analisis yang mampu
25
digunakan dalam meminimalkan kesalahan pemilihan keputusan. Ada banyak
cara untuk menilai kelayakan suatu investasi, antara lain adalah :
2.10.1 Porter Michael dalam teori competitive advantage-nya yang
terkemuka mengatakan bahwa hanya ada dua strategi yang dapat
membuat perusahaan unggul dibandingkan dengan kompetitornya,
yaitu melalui: cost reduction dan differentiation. Jika penambahan
investasi pada perushaan terbukti dapat mengurangi sejumlah atau
sekelompok biaya produksi maka investasi tersebut dianggap tepat
untuk diterapkan. Demikian juga jika investasi tersebut dapat membuat
perusahaan memiliki sesuatu yang membedakannya dengan perushaan
lain atau mempunyai sesuatu yang “lain dari pada yang lain”, maka
keberadaannya dianggap tepat dalam kerangka strategi perusahaan.
Jika seluruh investasi perguruan tinggi diarahkan bagi
dikembangkannya perangkat teknologi terkait dengan dua strategi
generik ini, maka dinilai bahwa investasi tersebut tepat (manfaatnya
telah embedded di dalam kedua strategi tersebut). Semakin terkait
langsung penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi terhadap
pencapaian strategi cost reduction maupun differentiation, semakin
tinggi score atau nilainya bagi pemerintah.
2.10.2 Relative Competitive Performance atau yang sedikit banyak dapat
dianalogikan sebagai proses benchmarking merupakan cara menilai
kelayakan investasi pada perusahan dengan mengkomparasikan atau
membandingkannya dengan perusahaan lain yang serupa (kompetitor)
26
dalam produk yang sejenis. Butir-butir kinerja yang dikomparasikan
menyangkut sejumlah aspek – baik kualitatif maupun kuantitatif –
terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi maupun manfaat
strategis atau operasional yang didapat. Melalui cara pembandingan ini
diyakini bahwa perusahaan tidak akan melakukan under investment
atau over investment terhadap pengembangan perusahan yang
dimilikinya.
Sebuah investasi pendidikan tinggi dinilai layak dan tepat apabila
dapat benar-benar memperbaiki kinerja proses atau akvitas yang
dilakukan sejumlah individu sehingga terlihat pengaruhnya dalam
bentuk peningkatan kinerja atau performansi suatu organisasi atau
golongan tertentu di masyarakat dimana perguruan tinggi tersebut
bangun.
2.10.3 Financial Accounting Based Analysis adalah metode analisa yang
mempergunakan sejumlah formula dan ukuran yang baku
dipergunakan dalam manajemen financial accounting. Contohnya
adalah dengan mempergunakan formula ROI, IRR, NPV, dan lain-
lain sebagai alat bantu untuk menilai apakah sebuah investasi dianggap
layak, wajar, dan worth bagi sebuah kebijakan investasi yang
dilakukan pemerintah - ditinjau dari aspek sumber daya financial.
2.10.4 User Attitudes adalah cara pengukuran manfaat dengan cara
melibatkan mayoritas user, didalam perusahaan. Melalui survei, jajak
pendapat, observasi, dan diskusi, masing-masing pengguna diminta
27
untuk menyatakan penilaiannya terhadap setiap aplikasi yang mereka
pergunakan, terutama berkaitan dengan seberapa besar manfaat
diterapkannya aplikasi tersebut untuk membantu aktivitas mereka
sehari-hari. Semakin positif tanggapan mereka, semakin dinilai
layaklah investasi yang telah dilakukan.
2.10.5 Value Added Analysis adalah pendekatan dimana analisa dimulai
dengan cara mengkaji nilai atau value yang diberikan oleh sistem
penyelenggaraan sebelum menyentuh unsur pembiayaannya.
2.10.6 Return on Management diperkenalkan pertama kalinya oleh
Strassman Paul dalam bukunya “Information Payoff” (Strassman,
1985) dan ditekankan kembali pada karyanya “The Business Value of
Computers” (Strassman, 1990), dimana yang bersangkutan berusaha
memisahkan apa yang dinamakan sebagai management added value
dengan management cost dan kemudian membandingkan keduanya
untuk diperoleh Return On Management atau ROM.
2.10.7 Benefit Cost Ratio (BCR)
Analisis manfaat-biaya merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui besaran keuntungan/ kerugian serta kelayakan suatu
proyek. Dalam perhitungannya, analisis ini memperhitungkan biaya
serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program.
Dalam analisis benefit dan cost perhitungan manfaat serta biaya ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
28
Analisis ini mempunyai banyak bidang penerapan yang umum
menggunakan rasio ini adalah dalam bidang investasi. Sesuai dengan
makna tekstualnya yaitu benefit cost (manfaat-biaya) maka analisis ini
mempunyai penekanan dalam perhitungan tingkat keuntungan/
kerugian suatu program atau suatu rencana dengan mempertimbangkan
biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai.
Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam
upaya mengembangkan bisnisnya. Terkait dengan hal ini maka analisis
manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi hanya didasarkan
pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau
dalam kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio financial
atau keuangan.
Efisiensi ekonomi merupakan kontribusi murni suatu program dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga yang menjadi
perhatian utama dalam penerapan BCR dalam suatu proyek pemerintah
yang berkaitan dengan sektor publik adalah redistribusi sumber daya.
Berdasarkan hasil analisis ini, pemerintah dapat menentukan pilihan
yang tepat dan anggaran dapat dialokasikan secara efektif. Pemilihan
alternative dan penentuan prioritas ini berkontribusi pada pencapaian
anggaran berbasis kinerja yang merupakan salah satu pilar reformasi
anggaran.
29
Salah satu pengembangan dari model BCR di Indonesia adalah :
Pertama metode Analisis Kelayakan Suatu Proyek. Metode ini umum
digunakan dalam penilaian kelayakan suatu proyek. Analisis ini
merupakan suatu analisis yang dilakukan secara komprehensif dan
menyeluruh terhadap suatu kelayakan proyek yang mencakup analisis
dari berbagai aspek yang harus dilakukan secara terpadu. Pada
prinsipnya analisis ini mencakup analisis aspek pemasaran, analisis
aspek keuangan, analisis aspek teknis dan operasi, analisis aspek
sumber daya manusia, analisis aspek hukum, aspek ekonomi dan
sosial, serta analisis dampak lingkungan. Keseluruhan aspek yang
menajdi bahan pertimbangan dalam metode Analisis Kelayakan
Proyek dapat dilihat pada Gambar 1, Hirarki untuk Penilaian
Kelayakan Proyek Investasi.
Dalam Gambar 1 tersebut, analisis aspek pemasaran merupakan kunci
utama dalam menentukan kelayakan suatu proyek. Pemahaman
terhadap pasar menurut Kottler diawali dengan identifikasi produk
yang akan dipasarkan dan seberapa besar produk ini dibutuhkan oleh
konsumen. Salah satu persyaratan suatu proyek yang layak adalah
keharusan dalam memiliki prospek penguasaan pangsa pasar yang
baik. Namun tidak cukup hanya itu, penting juga untuk menganalisis
kesinambungan performansi penguasaan pasar di masa depan. Hal
30
inilah harus dipersiapkan dalam penyusunan business plan dan road
map proyek.
Kedua adalah analisa financial. Dalam analisis ini dilakukan
pengukuran kelayakan suatu proyek secara financial dimulai dari
estimasi biaya dan pendapatan yang dihasilkan dari proyek tersebut.
Estimasi biaya menurut Petty J.W. mencakup :
2.10.7.1 Estimasi biaya investasi awal
Estimasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang
pasti mengenai keseluruhan biaya yang dibutuhkan.
Keseluruhan biaya ini meliputi biaya perolehan ijin usaha,
biaya peralatan, biaya instalasi, biaya engineering, biaya
pelatihan biaya pembelian tanah dan biaya lain yang
dikeluarkan pada awal investasi dilakukan.
2.10.7.2 Estimasi biaya operasi
Terdapat tiga macam biaya operasi. Pertama, biaya langsung,
yaitu segala biaya yang mempunyai keterkaitan langsung
dengan proses produksi mencakup biaya bahan langsung dan
biaya tenaga kerja langsung. Kedua, biaya tidak langsung,
yaitu biaya yang tidak terkait langsung dengan proses produks
Biaya ini mencakup biaya bahan tidak langsung, biaya tenaga
kerja tak langsung dan berbagai biaya tak langsung lainnya.
31
Gambar : 1 Hirarki untuk Penilaian Kelayakan Proyek Investasi.
Ketiga, biaya komersil, biaya komersil adalah biaya yang
mencakup biaya pemasaran dan biaya administrasi.
2.10.7.3 Estimasi pendapatan
Biaya pendapatan dapat diestimasi dengan menggunakan
proyeksi pendapatan yang akan diperoleh per tahun. Estimasi
Investasi yang bermanfaat bagi daerah
Aspek Pemasara
n
Aspek Finansial
Aspek Teknis & Operasi
Aspek SDM
Aspek Hukum
Aspek Ekonomi &
Sosial
Aspek Dampak Lingk.
• SWOT • Analysis • Segmenti
ng • Targeting • Positionin
g
• Estimasi biaya : investasi, awal, operasi, pendapatan
• Evaluasi terhadap arus kas dengan indicator : − NPV − IRR − Paybac
k − Period − Growin
g value
• Manajemen kualitas
• Desain produk
• Desain proses
• Pemilihan lokasi
• Desain tata letak
• Supply chain
• Persediaan • Penjadwala
n • Pemelihara
an
• Struktur organisasi
• Perencanaan tenaga kerja
• Kesehatan & keselamatan kerja
• Pelatihan & pengembangan
• Badan Hukum Perusahaan
• Jaminan Kepastian Hukum
• Manfaat ekonomi : − Consu
mer surplus
− Producer surplus
• Manfaat social : − SCBA
(Social Cost and Benefit Analysis)
• Dampak terhadap biofisik dan social ekonomi budaya masyarakat, berdasarkan jumlah, luas, lama dan intensitas
• Evaluasi resiko (berdasarkan biaya)
1 2 3 4 5 6 7
Proyek Investasi Sektor
Pertanian/
Perkebun
Proyek Investasi Sektor
Perdagangan dan Industri
Proyek Investasi Sektor
Pertambangan
Proyek Investasi Sektor
Pendidikan
Proyek Investasi Sektor
Kebudayaan &
Pariwisat
Proyek Investasi Sektor
Transportasi
Level I : Goal
Level II : Kriteria
Level III : Sub
Kriteria
Level IV : Alternatif
32
per tahun dilakukan untuk mempermudah perhitungan
sehingga estimasi yang dilakukan cenderung lebih tepat. Perlu
dicatat bahwa estimasi pendapatan ini dilakukan berdasarkan
cash floe yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh suatu
proyek.
Dasar evaluasi adalah menggunakan cash flow dan
bukanmenggunakan pendapatan. Hal ini dilakukan karena
perhitungan dividen maupun reinvestasi yang akan dilakukan
adalah menggunakan kas dan bukan menggunakan
pendapatan.
Terdapat dua indicator financial umum digunakan untuk menilai sehat
atau tidaknya suatu proyek secara financial. Indikator-indikator ini
juga biasa digunakan dalam perhitungan analisis benefit cost (atau
analisis benefit cost ratio). Indikator-indikator tersebut antara lain :
2.10.7.4 Internal Rate of Return (IRR)
IRR (Tingkat Pengembalian Internal) didefinisikan sebagai
tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan suatu proyek
yang diukur dengan membandingkan cash flow yang
dihasilkan proyek dengan investasi yang dikeluarkan untuk
proyek tersebut. Untuk dapat digunakan sebagai analisis
pembanding dalam keputusan investasi maka nilai IRR harus
dibandingkan dengan nilai perhitungan Minimal Attractive
33
Rate of Return (MARR), menurut Kadariah, 1999 IRR dapat
dirumuskan sebagai berikut :
′′
′ ′′′′ ′
Dimana :
NPV′ = NPV yang masih positif
NPV″ = NPV yang negative
i′ = discount rate yang masih memberikan NPV positif
i″ = discount rate yang memberikan NPV negatif
Kriterianya adalah :
Jika IRR � tingkat suku bunga berlaku, maka proyek
dinyatakan layak
Jika IRR � Tingkat suku bunga berlaku, maka proyek
dinyatakan tidak layak
2.10.7.5 Net Present Value (NPV) NPV didefinisikan sebagai nilai dari proyek yang
bersangkutan yang diperoleh berdasarkan selisih antara cash
flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan.
NPV yang dianggap layak adalah NPV yangbernilai positif.
34
NPV bernilai positif mengindikasikan cash flow yang
dihasilkan melebihi jumlah yang diinvestasikan. Perhitungan
NPV dapat diketahui sebagai berikut.
²
. atau
Di mana :
B1 = cash flow tahun 1 dikurangi investasi pada tahun 1
(b1 – C1)
B2 = cash flow tahun 2 dikurangi investasi pada tahun 2
(b2 – C2)
Bt = (bt – Ct)
r = discount rate (tingkat diskonto)
Dalam melakukan analisis baik dengan menggunakan IRR maupun
NPV, terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu periode
evaluasi dan konsep nilai uang terhadap waktu (time value of money).
Dalam periode evaluasi, periode yang dipergunakan untuk melakukan
evaluasi secara financial diestimasikan berdasarkan faktor tertentu,
misalnya usia kepemilikan (ownership life). Sementara itu, dalam
konsep time value of money, uang didefinisikan mempunyai nilai
35
terhadap waktu dan besaran nilai tersebut sangat tergantung pada saat
kapan uang tersebut diterima. Konsep ini mengandung implikasi
bahwa nilai uang sekarang tidak sama dengan niali uang yang sama
pada masa lalu maupun masa yang akan datang.
Suatu proyek yang dapat dikatakan layak secara teknis dan operasi
harus memperhitungkan kelayakan dari beberapa aspek operasional.
Menurut Heizer.J dan Render, terdapat enam aspek yang merupakan
aspek operasional suatu proyek. Keenam aspek operasional tersebut
antara lain adalah perencanaan produk, perencanaan kapasitas,
perencanaan proses dan fasilitas produksi, perencanaan lokasi,
perencanaan persediaan, dan perencanaan kualitas. Dalam perencanaan
lokasi, pemilihan lokasi ditentukan tiga faktor antara lain adalah aspek
sumber faktor produksi (akses terhadap sumber faktor produksi berupa
bahan baku, sumber daya manusia, tanah, modal dan infrastruktur),
aspek produk dan aspek lingkungan.
Terkait dengan analisis kelayakan suatu proyek dalam sektor publik,
selain menekankan pada analisis aspek keuangan atau financial,
analisis BCR juga menekankan pada analisis ekonomi dan social serta
lingkungan. Hal ini disebabkan penerapan BCR dalam pengembangan
ekonomi wilayah (sektor publik) tidak dapat lepas dari berbagai
pertimbangan dengan memasukkan berbagai variabel kualitatif selain
variabel kuantitatif.
36
Salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan sektor publik
adalah proporsi kontribusi sector tersebut dalam masyarakat. Aspek
social yang berkaitan dengan penerapan BCR dalam sector publik ini
harus mempertimbangkan criteria Social Cost and Benefit Analysis
(SCBA). Analisis ini memperhatikan eksternalitas, yaitu dampak
eksternal yang ditimbulkan baik yang menguntungkan atau merugikan
bagi perekonomian daerah sekitar proyek , distribusi penghasilan
masyarakat, peningkatan saving yang diharapkan untuk meningkatkan
investasi, maupun pertimbangan manfaat pada masyarakat.
Aspek social ekonomi penting dilakukan agar pada masa depan suatu
proyek investasi tidak membebani daerah tersebut. Analisis ekonomi
ini, menurut Suad Hasan dan Suwarsono, harus dilakukan mengingat
adanya ketidaksempurnaan pasar, adanya pajak dan subsidi, dan
berlakunya konsep consumers surplus (berkaitan erat dengan konsep
consumers willingness to pay yang berguan untuk menghitung harga
yang relevan dengan kemampuan konsumen) dan producers surplus
(berkaitan erat dengan konsep producers willingness to invest yang
berguna untuk menghitung biaya yang akan diinvestasikan).
Pada hakikatnya kegiatan pembangunan adalah upaya peningkatan
taraf hidup masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang
dimilikinya. Namun, dampak negative sering kali timbul dan
37
memberikan akibat hal-hal yang tidak diinginkan dimana kegiatan itu
dilaksanakan, baik terhadap lingkungan social, ekonomi dan budaya.
Pada aspek lingkungan, analisis dampak lingkungan mencakup jumlah
manusia yang terkena dampak, luas wilayah penyebaran dampak,
lamanya dampak berlangsung dan intensitas dampak. Kelayakan
proyek sangat ditentukan oleh seberapa besar dampak yang
ditimbulkan dapat diminimalkan sampai dengan batas toleransinya.
Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan upaya ini harus
diperhitungkan dalam evaluasi risiko proyek investasi.