36
12 BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori 1. Teori Tentang Putusan Hakim a. Pengertian Putusan Hakim Putusan hakim adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara (pada MA RI) atau sebagai pejabat kekuasaan kehakiman (pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri) yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa perkara 11 . b. Legal Reasoning/Examination Berkaitan dengan hal itu, untuk menganalisis varian pertimbangan hakim terkait dengan kasus perkawinan antar pemeluk yang berbeda agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning). Legal Reasoning menurut fungsi memberi makna dalam dua frase bahasa Inggris, yakni legal = hukum, dan reasoning = pertimbangan atas hukum. Jadi pengertian legal reasoning adalah pertimbangan atas hukum yang dijadikan patokan (stelling) atau padanan (onderstelling), oleh aparatur institusi hukum dalam suatu kasus bagi kepentingan penuntutan dan putusan hakim 11 R Soeparmono. 2000. Hukum Acara Perdata. Semarang: Mandar Maju. hal 115-117.

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

12

BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN

1.1. Kajian Teori

1. Teori Tentang Putusan Hakim

a. Pengertian Putusan Hakim

Putusan hakim adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara (pada

MA RI) atau sebagai pejabat kekuasaan kehakiman (pada Pengadilan

Tinggi dan Pengadilan Negeri) yang melaksanakan tugas kekuasaan

kehakiman yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan

bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa perkara11.

b. Legal Reasoning/Examination

Berkaitan dengan hal itu, untuk menganalisis varian pertimbangan

hakim terkait dengan kasus perkawinan antar pemeluk yang berbeda

agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach)

adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning). Legal Reasoning

menurut fungsi memberi makna dalam dua frase bahasa Inggris, yakni

legal = hukum, dan reasoning = pertimbangan atas hukum. Jadi pengertian

legal reasoning adalah pertimbangan atas hukum yang dijadikan patokan

(stelling) atau padanan (onderstelling), oleh aparatur institusi hukum

dalam suatu kasus bagi kepentingan penuntutan dan putusan hakim

11 R Soeparmono. 2000. Hukum Acara Perdata. Semarang: Mandar Maju. hal 115-117.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

13

pengadilan berdasarkan hukum12. Berdasarkan makna pengertian legal

reasoning, maka teori argumentasi dalam putusan hakim terdapat dalam

kekuatan putusan hakim.

Menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata

menyebutkan bahwa suatu putusan mempunyai tiga macam kekuatan,

yaitu:

1) Kekuatan untuk dapat dipaksakan dengan bantuan kekuatan umum

terhadap pihak yang mentaatinya secara sukarela. Kekuatan ini

dinamakan kekuatan eksekutorial.

2) Putusan hakim itu sebagai dokumen merupakan suatu akta otentik

menurut pengertian undang-undang, sehingga ia tidak hanya

mempunyai kekuatan pembuktian mengikat (antara pihak yang

berperkara), tetapi juga kekuatan “ke luar”, artinya terhadap pihak ke

tiga dalam hal membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara

pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan itu mengenai perkara

sebagaimana diuraikan pula di situ dan dijatuhkanya putusan

sebagaimana dapat dibaca dari amar putusan tersebut.

3) Kekuatan untuk “menangkis” suatu gugatan baru mengenai hal yang

sama, yaitu bedasarkan asas “ne bis in idem” yang berati bahwa tidak

boleh dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yang sama. Agar supaya

“tangkisan” atau “eksepsi” tersebut berhasil dan diterima oleh hakim,

adalah agar perlu perkara yang baru itu akan berjalan antara pihak-

pihak yang sama dan mengenai hal atau hal-hal yang sama pula dengan

12 Abraham Amos, Legal Opinion (Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007), hlm. 22.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

14

yang dahulu sudah diperiksa dan diputus oleh hakim dengan putusan

yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap itu13.

Kekuatan putusan hakim ada tiga macam, yaitu:

1) Kekuatan mengikat (bindende kracht)

Putusan hakim yang dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa

perkara dan menetapkan hak atau hukum atas dasar permohonan pihak

untuk diselesaikan perkaranya di pengadilan. Oleh karenanya, pihak-pihak

harus taat dan tunduk pada putusan, harus dihormati dan dijalankan

sebagaimana mestinya. Jadi mempunyai kekuatan mengikat (bindende

kracht). Suatu putusan hakim yang tidak bisa ditarik kembali walaupun

ada verset, banding atau kasasi berarti putusan tersebut telah mempunyai

kekuatan hukum tetap (pasti), jadi sudah menimbulkan teori-teori yang

mencoba memberi dasar-dasar kekuatan mengikat pada putusan itu.

2) Kekuatan pembuktian (bewijzende kracht)

Putusan hakim dituangkan dan dibuat dalam bentuk “akta otentik”.

Maksudnya untuk bukti (pembuktian) dan sekalipun undang-undang tidak

menyebut pihak ketiga, tetapi dalam yurisprudensi berlaku pula pada pihak

ke tiga dari yang kalah, sedang tentang kekuatan pembuktianya memang

mempunyai, yaitu mempunyai kekuatan bukti terhadap pihak ketiga (pihak

luar).

3) Kekuatan eksekutorial (executoriale kracht)

Putusan hakim yang telah mempunyai alas hak (titel) eksekutorial

demi hukum otomatis menjadi sita eksekutorial. Sedangkan putusan itu

13 R Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung : Badan Pembinaan Hukum Nasional hal 128

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

15

maksudnya menyelesaikan sengketa perkara dan menetapkan hak atau

hukumnya, lain daripada itu juga realisasinya / pelaksanaan / eksekusinya

dilasanakan secara paksa. Kekuatan mengikat saja belum cukup, jadi dapat

dieksekusi, harus mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu : Kekuatan

untuk dilaksakanya apa-apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara

paksa oleh alat-alat negara14.

2. Perkawinan

a. Menurut UU Perkawinan

1. Pengertian dan Tujuannya

Perkawinan dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 1 yang

menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

Menurut Prakoso dan Murtika, masalah perkawinan bukan hanya

sekedar memenuhi kebutuhan biologis dan kehendak kemanusiaan tetapi

lebih dari itu, yaitu suatu ikatan / atau hubungan, lahir batin antara seorang

pria dan seorang wanita.15 Perkawinan merupakan bentuk hubungan yang

sangat mulia, yang dimaksudkan menempatkan kebutuhan biologis

sebagai proses untuk berkembang biak.

Definisi perkawinan menurut Prakoso dan Murtika, adalah :

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang

14 Op.cit 2000 hal 116-122.

15Djoko Prakoksa dan I Ketut Murtika. 1987. Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta:

Bina Aksara, hal 2.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

16

sah untuk membina rumah tangga dan

keluarga sejahtera bahagia di mana kedua

suami isteri memikul amanah dan tanggung-

jawab, si isteri oleh karenanya akan

mengalami suatu proses psikologis yang

berat yaitu kehamilan dan melahirkan yang

meminta pengorbanan.16

Menurut Mukson, perkawinan menurut hukum Islam adalah sama

dengan pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah

Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, dan melalui perkawinan

tersebut bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakînah, mawaddah, dan rahmah. Menurut bahasa Indonesia pernikahan

adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara “nikah”

dengan “kawin”, akan tetapi pada prinsipnya antara pernikahan dan

perkawinan adalah sama. Nikah yang menurut bahasa berarti

penggabungan dan pencampuran. Sedangkan menurut istilah nikah berarti

akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan

badan menjadi halal.17

Perkawinan sebagaimana definisi di atas, adalah sebuah ikatan yang

sah dalam rangka membina rumah tangga dan keluarga sejahtera. Suami

maupun isteri, masing-masing mempunyai tanggung jawah dan amanah

dalam mencapai keluarga dan rumah tangga yang bahagia. Tidak ada salah

satu pihak yang berada di atas pihak yang lain, baik dari suami maupun

isteri. Seorang isteri memiliki konsekuensi untuk mengalami kehamilan

16 Ibid. hal 4.

17 Moh Mukson. 2013. Tradisi Perkawinan Usia Dini di Desa Tegaldowo Kabupaten Rembang

(Sebuah Refeksi Kehidupan Masyarakat Pedesaan). Jurnal Bimas Islam, Vol.6. No.1 2013, hal.

10.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

17

dan melahirkan.

Untuk suatu perkawinan haruslah dimasuki dengan suatu persiapan

yang matang. Perkawinan yang hanya mengandalkan kekuatan cinta tanpa

disertai oleh persiapan yang matang untuk melanjutkan proses penelusuran

kehidupan, akan mengalami banyak kelemahan apalagi kalau cinta yang

menjadi dasar suatu perkawinan hanyalah cinta yang bertolak dari

pemikiran sederhana dan terjajah oleh dominasi emosional. Jadi untuk

memasuki suatu perkawinan bukan hanya cinta saja yang dibutuhkan

melainkan pemikiran yang rasional dan dapat meletakkan dasar-dasar lebih

kokoh dari suatu perkawinan, sedangkan perkawinan itu sendiri

merupakan suatu proses awal dari perwujudan bentuk-bentuk kehidupan

manusia.

Undang-undang R.I. No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam

pasal 1 yang berbunyi:

"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa."

Dari bunyi pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tersebut di atas,

tersimpul suatu rumusan arti dan tujuan dari perkawinan, yaitu ikatan lahir

bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri,

sedangkan "tujuan" perkawinan dimaksud adalah: membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.

2. Asas-asas atau Prinsip-prinsip Perkawinan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

18

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menganut

asas-asas atau prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Perkawinan membentuk keluarga bahagia dan kekal (Pasal 1);

2) Perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum

agamanya dan kepercayaanya itu (Pasal 2 ayat (1));

3) Perkawinan harus dicatat menurut hukum perundangan (Pasal 2

ayat (2));

4) Perkawinan berasas monogami terbuka (Pasal 3);

5) Calon suami isteri harus sudah masuk jiwa raganya untuk

melangsungkan perkawinan (Pasal 6);

6) Batas umur perkawinan adalah bagi pria 19 tahun dan bagi wanita

16 tahun (Pasal 7 ayat (1));

7) Perceraian dipersulit dan harus dilakukan di muka sidang

pengadilan (Pasal 39);

8) Hak dan kedudukan suami isteri adalah seimbang (Pasal 31 ayat

(1)). (Hilman Hadi Kusuma, 2007:6)

3. Syarat sahnya perkawinan

Di dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 termuat beberapa

asas dan prinsip penting yang berkenaan dengan perkawinan adalah tujuan

perkawinan; sesuai hukum masing-masing agama dan kepercayaannya;

menganut asas monogami; calon suami-isteri itu harus telah masak jiwa-

raganya; mempersukar terjadinya perceraian; hak dan kedudukan isteri

seimbang dengan hak dan kedudukan suami. Asas-asas dan prinsip-prinsip

ini, yang boleh dikatakan telah disesuaikan dengan dunia kehidupan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

19

modern, adalah sebagai berikut:

a) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan

kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual.

b) Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan

adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu dan, di samping itu, tiap-tiap

perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan sama dengan

pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,

misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat

keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar

pencatatan.

c) Undang-undang itu menganut asas monogami. Hanya apabila

dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari

yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristeri

lebih dari seorang. Namun, perkawinan seorang suami dengan

lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-

pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi

berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

d) Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami-isteri itu

harus telah masak jiwa-raganya untuk dapat melangsungkan

perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik

tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

20

dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon

suami-isteri yang masih di bawah umur. Di samping itu,

perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.

Ternyatalah bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang

wanita untuk kawin mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung

dengan itu, undang-undang ini menentukan batas umur untuk

kawin, baik bagi pria maupun bagi wanita, yaitu sembilan belas

tahun bagi pria dan enam belas tahun bagi wanita.

e) Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang

bahagia, kekal, dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut

prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk

memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta

harus dilakukan di depan sidang pengadilan.

f) Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan

suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam

pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu di

dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh

suami-isteri.

Di samping mengatur tentang perkawinan, undang-undang ini juga

mengatur tentang perceraian, kedudukan anak, hak dan kewajiban suami-

isteri, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, tentang perwalian,

dan pembuktian asal-usul anak. Sejalan dengan asas-asas dan prinsip-

prinsip perkawinan tersebut di atas, Undang-undang Perkawinan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

21

meletakkan syarat-syarat yang ketat bagi pihak-pihak yang akan

melangsungkan perkawinan. Bab II pasal 6 hingga pasal 12 memuat

syarat-syarat yang ketat bagi pihak-pihak yang melangsungkan

perkawinan. Bab II pasal 6 hingga 12 memuat syarat-syarat perkawinan

sebagai berikut18:

a) Persetujuan kedua belah pihak

b) Izin orang tua-wali.

c) Batas umur untuk kawin.

d) Tidak terdapat larangan kawin.

e) Tidak terikat oleh suatu perkawinan yang lain.

f) Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami-isteri yang sama

yang akan dikawini.

g) Bagi janda telah lewat masa tunggu (tenggang idah).

h) Memenuhi tata cara perkawinan.

Berdasarkan uraian di atas, syarat-syarat dalam perkawinan harus

terdapat persetujuan kedua belah pihak. Artinya kedua belah pihak sepakat

untuk melangsungkan perkawinan tanpa adanya unsur paksaan. Syarat

kedua adalah adanya izin orang tua wali. Biasanya yang memerlukan izin

wali adalah pihak mempelai perempuan. Syarat lain yang harus dipenuhi

adalah batas umur untuk kawin.

b. Perkawinan sebagai HAM berdasarkan PIAGAM PBB

Perkawinan merupakan Hak Azasi Manusia sebagaimana

dituangkan dalam Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia tahun 1948

18 Lili Rasjidi. 1991. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, hal 72-73.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

22

pasal 16 ayat (1) dan (2). Berikut kutipan pasal 16 ayat 1 dan 2 Deklarasi

Universal Hak Azasi Manusia Tahun 1948;

(1) Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada

pembatasan apapun berdasarkan ras,

kewarganegaraan atau agama, berhak untuk

menikah dan membentuk keluarga. Mereka

mempunyai hak yang sama dalam hal

perkawinan, dalam masa perkawinan dan pada

saat berakhirnya perkawinan.

(2) Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar

kebebasan dan persetujuan penuh dari pihak

yang hendak melangsungkan perkawinan.

Laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam

perkawinan tanpa ada batasan perbedaan agama. Pasangan yang hendak

melangsungkan perkawinan dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan

kesepakatan kedua belah pihak. Kelangsungan perkawinan tidak dapat

dilakukan dengan tekanan dari pihak manapun, dan hal ini dilindungi oleh

Deklarasan Universal Hak Azasi Manusia PBB tahun 1948.

Perbedaan agama tidak dapat digunakan untuk menghalangi hak

seseorang untuk melangsungkan perkawinan, serta mempertahankan

keyakinan dan agamanya. Hal ini juga ditegaskan dalam Deklarasan

Universal Hak Azasi Manusia PBB tahun 1948 pasal 18, yaitu, ”setiap

orang berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak

ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan

kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan

pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun secara pribadi.

Undang-undang 1945 juga memberikan perlindungan terhadap

kebebasan untuk menyatakan sikap dan pikiran, yaitu sikap

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

23

melangsungkan perkawinan dan mempertahankan agama yang

diyakininya, sebagaimana di tuangkan dalam pasal 28E, “Setiap orang

berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini

mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan

kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan

pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun secara pribadi.”

1.2. Pembahasan

Dalam penelitian ini digunakan 3 putusan pengadilan yaitu No

115/pdt.P/2008/PN.Ska, No 04/pdt.P/2011/PN.Ska, dan No

421/pdt.P/2013/PN.Ska kesemuanya tentang izin melakukan perkawinan dengan

pasangan yang berbeda agama.

1. Deskripsi putusan PN tentang izin melakukan perkawinan antar pemeluk

agama yang berbeda disajikan dalam tabel di bawah ini:

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

24

Tabel 2.1 Deskripsi putusan PN tentang izin melakukan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

1 Pemohon Indrijanto Kurniawan yang beragama

Islam (pemohon 1) dan Elisabeth

Victina yang beragama Katholik

(pemohon 2)

DJIAUW, PING SHEN yang beragama

Kristen (pemohon 1) dan IPUNG

INDR1YANI yang beragama Islam

(pemohon 2)

Alvienilawati Yuniar yang beragama

Katholik (pemohon 1) dan Nugroho

Endro Prastowo yang beragama

Kristen

2 Alasan/ Dalil

Pemohon mengajukan

permohonan

1. Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kota Surakarta menolak

karena beda agama (Islam dengan

Katholik),

2. Pemohon tetap pendirian

memegang keyakinan masing-

masing, acuan dasar hukum pasal

21 ayat (3) dan (4) Undang-

Undang Pokok Perkawinan Nomor :

1 Tahun 1974 jo pasal 35 huruf (a)

Undang- Undang Nomor 23 Tahun

2006 tentang Administrasi

Kependudukan beserta

penjelasannya (vide Surat

Keterangan Rekes dari Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surakarta tanggal 12 Januari

2011 nomor: 474.2/29/2011)

1. Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kota Surakarta menolak karena

beda agama (Kristen dengan Islam)

2. Pemohon tetap pendirian memegang

keyakinan masing-masing, acuan

dasar hukum pasal 21 ayat (3) dan

(4) Undang-Undang Pokok

Perkawinan Nomor : 1 Tahun 1974

jo pasal 35 huruf (a) Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Kependudukan

beserta penjelasannya (vide Surat

Keterangan Rekes dari Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surakarta tanggal 12 Januari

2011 nomor: 474.2/29/2011)

1. Bahwa Para Pemohon telah

sepakat satu sama lain untuk

melaksanakan perkawinan yang

rencananya dilangsungkan di

hadapan Pegawai Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surakarta ;

2. Bahwa pada tanggal 02 September

2013 Para Pemohon telah

memberitahukan kepada Kantor

Dinas Kependudukan dan Catalan

Sipil Kota Surakana tentang akan

dilaksanakannya perkawinan

tersebut tetapi oleh karena beda

agama yaitu Pemohon I beragama

Katholik, sedangkan Pemohon II

beragama Kristen maka oleh

Kantor Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Surakana

permohonan Para Pemohon

tersebut ditolak, dengan alasan

sebagaimana pokok tersebut

dalam ketentuan pasal 21 Undang

Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan junto pasal 35

Undang Undang No.23 tahun

2006 tentang administrasi

Page 14: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

25

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

Kependudukan, perkawinan

tersebut dapat dicatatkan setelah

mendapat penetapan Pengadlan

Negeri ;

3. Mengajukan Permohonan izin

kepada Pengadilan Negeri

Surakana yang mengacu pada

Pasal 21 ayat (3) dan (4) Undang-

Undang Pokok Perkawinan No. 1

Tahun 1974 jo Pasal 35 huruf (a)

Undang-Undang No. 23 Tahun

2006 tentang Administrasi

Kependudukan besena

penjelasannya;

4. Perbedaan agama tidaklah

menjadikan halangan untuk

melakukan perkawinan ;

3 Dasar Hukum Yg

Digunakan Hakim

1. Pasal 8 UU Perkawinan tahun 1974

2. Pasal 29 UUD 1945 dan Piagam

PBB tahun 1948

3. Pasal 66 UU Perkawinan Tahun

1974

4. Undang-Undang Hukum Perdata,

HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi

Perkawinan Indonesia Kristen),

Peraturan Perkawinan Campuran

(Regeling op de gemengde

Huwelijke Stbl 1898 No. 158 )

1. Ps 1 UU Perkawinan th 1974 juncto

Ps 35 UU No 23 Administrasi

Kependudukan th 2006,

2. pasal 21 ayat (3) dan (4) Undang-

Undang Pokok Perkawinan Nomor:

1 Tahun 1974

3. Undang- Undang Nomor : 23 Tahun

2006 tentang Administrasi

Kependudukan beserta

penjelasannya (vide Surat

Keterangan Rekes dari Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surakarta tanggal 12 Januari

2011 Nomor: 474.2/29/201 1 )

4. Undang-Undang Hukum Perdata,

1. Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU

Perkawinan tahun 1974

2. PP No 9 tahun 1975 pasal 10ayat

(2)

3. UU No 39 tahun 1999 tentang

Hak Azasi Manusia pasal 10 ayat

(1)

4. Berdasarkan pada Putusan MARI

no. 1400 K/ Pdt/1986 tertanggal

20Januari 1989 yang mengabulkan

permohonan kasasi tentang izin

perkawinan beda agama;

5. Pasal 35 UU No 23 Administrasi

Kependudukan tahun 2006

Page 15: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

26

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi

Perkawinan Indonesia Kristen),

Peraturan Perkawinan Campuran

(Regeling op de gemengde

Huwelijke Stbl 1898 No. 158 )

4 Pertimbangan 1. Pemohon sepakat melangsungkan

pernikahan beda agama atas dasar

cinta dan kasih sayang

2. Para Pemohon telah mengajukan

Permohonan Pencatatan Perkawinan

secara Beda Agama tersebut di

Kantor Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Surakarta tetapi

ditolak

3. Orang tua kedua pemohon telah

mengetahui, menyetujui dan telah

memberi izin

4. Pasal 8 UU Perkawinan tahun 1974

5. Pasal 29 UUD 1945 dan Piagam

PBB tahun 1948

6. Pasal 66 UU Perkawinan Tahun

1974 bab XIV Ketentuan Penutup

7. Undang-Undang Hukum Perdata,

HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi

Perkawinan Indonesia Kristen),

Peraturan Perkawinan Campuran

(Regeling op de gemengde

Huwelijke Stbl 1898 No. 158 )

1. Pemohon I, DJIAUW, PING SHEN

yang beragama Kristen dan

Pemohon II IPUNG INDR1YANI

yang beragama Islam yang masing-

masing tidak berniat untuk

melepaskan keyakinan agamanya

dapat melangsungkan perkawinan di

hadapan Pejabat pada Kantor Dinas

Kependudukan Dan Pencatatan Sipil

Kota Surakarta.

2. fakta-fakta sebagaimana terungkap

dipersidangan dihubungkan dengan

ketentuan tentang syarat- syarat

perkawinan dalam Undang-Undang

Perkawinan No.l Tahun 1974

Tentang Perkawinan pada Pasal: 6

ayat (1) tentang persetujuan kedua

calon mempelai dan ketentuan Pasal:

7 tentang usia perkawinan, maka

Para Pemohon telah memenuhi

syarat materil untuk melangsungkan

perkawinan;

3. perbedaan agama tidak merupakan

larangan untuk melangsungkan

perkawinan sebagaimana yang

dimaksud dalam pasal: 8 huruf (f)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

1. Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU

Perkawinan tahun 1974

2. PP No 9 tahun 1975 pasal 10ayat

(2)

3. UU No 39 tahun 1999 tentang

Hak Azasi Manusia pasal 10 ayat

(1)

4. Putusan MARI no. 1400 K/

Pdt/1986 tertanggal 20Januari

1989 yang mengabulkan

permohonan kasasi tentang izin

perkawinan beda agama;

5. Pasal 35 UU No 23 Administrasi

Kependudukan tahun 2006

Page 16: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

27

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

Tentang Perkawinan, maka merujuk

pada ketentuan Pasal: 35 huruf (a)

Undang-Undang No: 23 Tahun 2006

Tentang Administrasi

Kependudukan maka persoalan

permohonan perkawinan beda agama

adalah menjadi weenang Pengadilan

Negeri untuk memeriksa dan

memutuskannya ;

4. Menimbang, bahwa dari fakta- fakta

yang terungkap di persidangan,

Pemohon I dan Pemohon II sebagai

Warga Negara Indonesia dan adalah

berhak untuk mempertahankan

keyakinan agamanya termasuk

membentuk rumah tangga yang

dilakukan oleh dua calon yang

berbeda agama, hal mana

sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal: 29 Undang- Undang

Dasar 1945 tentang kebebasan

memeluk Keyakinan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa ;

5. Undang-Undang Perkawinan No.l

Tahun 1974 dalam Bab XIV

Ketentuan Penutup Pasal 66

menyatakan : Untuk Perkawinan dan

segala sesuatu yang berhubungan

dengan perkawinan berdasarkan

Undang- Undang ini, maka dengan

berlakunya Undang-Undang ini

ketentuan diatur dalam Kitab

Page 17: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

28

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

Undang-Undang Hukum Perdata,

HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi

Perkawinan Indonesia Kristen),

Peraturan Perkawinan Campuran

(Regeling op de gemengde

Huwelijke Stbl 1898 No. 158 ) dan

Peraturan - peraturan lain yang

mengatur tentang perkawinan sejauh

telah diatur dalam Undang- Undang

ini, dinyatakan tidak berlaku ;

6. Pada Penjelasan Atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor:

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

pada Penjelasan Umum: Angka 5

menyebutkan "Untuk menjamin

kepastian hukum, maka perkawinan

berikut segala sesuatu yang

berhubungan dengan perkawinan

yang terjadi sebelum undang-

undang ini berlaku, yang dijalankan

menurut hukum yang telah ada

adalah sah. Demikian pula apabila

mengenai sesuatu hal undang-

undang ini tidak mengatur, dengan

sendirinya berlaku ketentuan yang

ada;

7. Pengadilan berpendapat bahwa oleh

karena Undang -Undang Perkawinan

No.l Tahun 1974 tentang Perkawinan

tidak secara tegas mengatur tentang

perkawinan yang dilaksanakan oleh

umat yang berlainan agama dimana

Page 18: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

29

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

Para Pemohon bersikukuh tetap

mempertahankan keyakinan

agamanya masing-masing, maka

ketentuan- ketentuan dalam Stbl:

1898 No.158 tentang Peraturan

Perkawinan Campuran dapat

diterapkan dalam permohonan Para

Pemohon;

5 Putusan 1. Mengabulkan permohonan Para

Pemohon untuk seluruhnya ;

2. Memberikan izin kepada Para

Pemohon untuk melangsungkan

perkawinan beda agama di Kantor

Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kota Surakarta :

3. Memerintahkan kepada Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surakarta untuk melakukan

penatatan perkawinan beda agama

Para Pemohon tersebut diatas ke da

lam Register PenCatatan

Perkawinan yang digunakan untuk

itu dan segera menerbitkan Akta

Perkawinan tersebut;

4. Membebankan biaya permohonan

kepada Para Pemohon sebesar Rp.

116.000,- (seratus enam belas ribu

rupiah) ;

1. Memberikan Izin kepada Para

Pemohon untuk melangsungkan

Perkawinan Beda Agama di

[Cantor Dinas Kependudukan dan

Catalan Sipil Kola Surakarta

2. Memerintahkan Pegawai Pencatai

Perkawinan pada Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kola Surakarta untuk

melangsungkan perkawinan antara

Pemohon I (INDRIJANTO

KURNIAWAN) sebagai Calon

Suami dengan Pemohon II

(ELISABETH VICTINA) sebagai

Calon Isteri ;

3. Memerintahkan kepada Pegawai

Kantor Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Surakarta untuk

melakukan pencatatan Perkawinan

Beda Agama Para Pemohon tersebut diatas kedalam Register

Pencatatan Perkawinan yang

digunakan untuk itu ;

4. Membebankan biaya permohonan

1. Mengabulkan permohonan Para

Pemohon untuk seluruhnya.

2. Memberikan Izin kepada Para

Pemohon untuk melangsungkan

Perkawinan Beda Agama di

Kantor Dinas Kependudukan dan

Catalan Sipil Kota Surakarta.

3. Memerintahkan kepada Pegawai

Kantor Dinas Kependudukan dan

Catalan Sipil Kota Surakarta

untuk melakukan pencatatan

Perkawinan Beda Agama Para

Pemohon tersebut diatas ke dalam

Register Pencatatan Perkawinan

yang digunakan untuk itu.

4. Membebankan biaya pennohonan

kepada Para Pemohon sebesar Rp.

151.000.-(seratus lima puluh satu

ribu rupiah).

Page 19: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

30

No Item PUTUSAN PENETAPAN

No 115/pdt.P/2008/PN.Ska No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

ini kepada Para Pemohon , yang

sampai saat ini diperhi tungkan

sebesar Rp. 49.000,-(sembilan

puluh sembilan ribu ribu rupiah)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

31

Dari tabel diatas dapat dibaca dan dimengerti bahwa :

1. Putusan ke-1 No 115/pdt.P/2008/PN.Ska menggunakan :

a. Dasar hukum sebagai berikut :

1) Pasal 8 UU Perkawinan tahun 1974

2) Pasal 29 UUD 1945 dan Piagam PBB tahun 1948

3) Pasal 66 UU Perkawinan Tahun 1974

4) Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74

(Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan

Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No.

158)

b. Keputusannya adalah :

1) Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;

2) Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan

perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Surakarta;

3) Memerintahkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surakarta untuk melakukan penatatan perkawinan beda

agama para pemohon tersebut diatas ke dalam Register

Pencatatan Perkawinan yang digunakan untuk itu dan segera

menerbitkan Akta Perkawinan tersebut;

c. Pertimbangan hakim yang digunakan adalah :

1) Pemohon sepakat melangsungkan pernikahan beda agama atas

dasar cinta dan kasih saying;

Page 21: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

32

2) Para Pemohon telah mengajukan Permohonan Pencatatan

Perkawinan secara Beda Agama tersebut di Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta tetapi ditolak

3) Orang tua kedua pemohon telah mengetahui, menyetujui dan telah

memberi izin

4) Pasal 8 UU Perkawinan tahun 1974

5) Pasal 29 UUD 1945 dan Piagam PBB tahun 1948

6) Pasal 66 UU Perkawinan Tahun 1974 bab XIV Ketentuan

Penutup

7) Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74

(Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan

Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No.

158 )

d. Kesimpulan

Berdasarkan dasar hukum dan pertimbangan di atas, keputusan

hakim dalam putusan PN No 115/pdt.P/2008/PN.Ska sudah sesuai

dengan hukum, akan tetapi di dalam pertimbangannya hakim dirasa

masih kurang memperhatikan aspek sosialnya.

2. Putusan PN No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska

a. Dasar hukum yang digunakan :

1) Ps 1 UU Perkawinan th 1974 juncto Ps 35 UU No 23 Administrasi

Kependudukan Tahun 2006,

2) pasal 21 ayat (3) dan (4) Undang- Undang Pokok Perkawinan

Nomor: 1 Tahun 1974

Page 22: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

33

3) Undang- Undang Nomor : 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan beserta penjelasannya (vide Surat Keterangan

Rekes dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta

tanggal 12 Januari 2011 Nomor: 474.2/29/201 1 )

4) Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74

(Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan

Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No.

158 )

b. Keputusan yang diambil :

1) Memberikan Izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan

Perkawinan Beda Agama di [Cantor Dinas Kependudukan dan

Catalan Sipil Kola Surakarta

2) Memerintahkan Pegawai Pencatai Perkawinan pada Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kola Surakarta untuk

melangsungkan perkawinan antara Pemohon I (INDRIJANTO

KURNIAWAN) sebagai Calon Suami dengan Pemohon II

(ELISABETH VICTINA) sebagai Calon Isteri ;

3) Memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Surakarta untuk melakukan pencatatan Perkawinan

Beda Agama Para Pemohon tersebut diatas kedalam Register

Pencatatan Perkawinan yang digunakan untuk itu ;

c. Pertimbangan yang dipakai sebagai berikut :

1) masing- masing tidak berniat untuk melepaskan keyakinan

agamanya dapat melangsungkan perkawinan di hadapan Pejabat

Page 23: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

34

pada Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota

Surakarta.

2) fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dihubungkan dengan

ketentuan tentang syarat- syarat perkawinan dalam Undang-

Undang Perkawinan No.l Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada

Pasal: 6 ayat (1) tentang persetujuan kedua calon mempelai dan

ketentuan Pasal: 7 tentang usia perkawinan, maka Para Pemohon

telah memenuhi syarat materil untuk melangsungkan perkawinan;

3) perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan

perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal: 8 huruf (f)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka

merujuk pada ketentuan Pasal: 35 huruf (a) Undang-Undang No:

23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan maka

persoalan permohonan perkawinan beda agama adalah menjadi

weenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan

memutuskannya;

4) dari fakta- fakta yang terungkap di persidangan, Pemohon I dan

Pemohon II sebagai Warga Negara Indonesia berhak untuk

mempertahankan keyakinan agamanya termasuk membentuk

rumah tangga yang dilakukan oleh dua calon yang berbeda agama,

hal mana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal: 29

Undang- Undang Dasar 1945 tentang kebebasan memeluk

Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ;

Page 24: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

35

5) Undang-Undang Perkawinan No.l Tahun 1974 dalam pasal 8 huruf

(f) yang mengatur larangan untuk melaksanakan perkawinan oleh

dua calon mempelai yang berbeda agama dan secara tegas juga

tidak mengatur perkawinan Calon mempelai yang beda agama ;

6) Undang-Undang Perkawinan No.l Tahun 1974 dalam Bab XIV

Ketentuan Penutup Pasal 66 menyatakan : Untuk Perkawinan dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan

Undang- Undang ini, maka dengan berlakunya Undang-Undang ini

ketentuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi Perkawinan Indonesia

Kristen), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de

gemengde Huwelijke Stbl 1898 No. 158 ) dan Peraturan -

peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah

diatur dalam Undang- Undang ini, dinyatakan tidak berlaku ;

7) Penjelasan Atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor: 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Penjelasan Umum: Angka 5

menyebutkan "Untuk menjamin kepastian hukum, maka

perkawinan berikut segala sesuatu yang berhubungan dengan

perkawinan yang terjadi sebelum undang- undang ini berlaku, yang

dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah. Demikian

pula apabila mengenai sesuatu hal undang-undang ini tidak

mengatur, dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada;

8) Undang -Undang Perkawinan No.l Tahun 1974 tentang

Perkawinan tidak secara tegas mengatur tentang perkawinan yang

Page 25: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

36

dilaksanakan oleh umat yang berlainan agama dimana Para

Pemohon bersikukuh tetap mempertahankan keyakinan agamanya

masing-masing, maka ketentuan- ketentuan dalam Stbl: 1898

No.158 tentang Peraturan Perkawinan Campuran dapat diterapkan

dalam permohonan Para Pemohon;

d. Kesimpulan

Berdasarkan dasar hukum dan pertimbangan di atas, keputusan

hakim dalam putusan PN No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska sudah sesuai

dengan hukum. Didalam pertimbangannya hakim juga sudah melihat

dari sisi sosial, yang dimana di dalam putusan ini hakim banyak

memberikan pertimbangan dari aspek sosial.

3. Putusan PN No 421/pdt.P/2013/PN.Ska

a. Dasar hukum yang diganakan adalah :

1) Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan tahun 1974

2) PP No 9 tahun 1975 pasal 10ayat (2)

3) UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 10 ayat (1)

4) Putusan MARI no. 1400 K/ Pdt/1986 tertanggal 20Januari 1989

yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan

beda agama;

5) Pasal 35 UU No 23 Administrasi Kependudukan tahun 2006

b. Keputusan yang diambil sebagai berikut :

1) Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

37

2) Memberikan Izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan

Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas Kependudukan dan

Catalan Sipil Kota Surakarta.

3) Memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Surakarta untuk melakukan pencatatan

Perkawinan Beda Agama Para Pemohon tersebut diatas ke dalam

Register Pencatatan Perkawinan yang digunakan untuk itu.

c. Pertimbangan

1) Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan tahun 1974

2) PP No 9 tahun 1975 pasal 10ayat (2)

3) UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 10 ayat (1)

4) Putusan MARI no. 1400 K/ Pdt/1986 tertanggal 20Januari 1989

yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan

beda agama;

5) Pasal 35 UU No 23 Administrasi Kependudukan tahun 2006

d. Kesimpulan :

Berdasarkan dasar hukum dan pertimbangan di atas, keputusan hakim

dalam putusan PN No 421/pdt.P/2013/PN.Ska sudah sesuai dengan

hukum, akan tetapi pada putusan ini hakim sama sekali tidak

memberikan pertimbangan pada aspek sosial.

1. Hasil Penelitian

Dari persamaan dan perbedaan pertimbangan hakim yang sudah

diuraikan diatas bisa dikatakan belum ada hukum yang menjadi landasan

hakim dalam memberikan pertimbangan dalam setiap putusan permohonan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

38

perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Hal tersebut bisa dilihat

dari tidak adanya keselarasan oleh masing-masing hakim dalam

memberikan pertimbangan-pertimbangan di dalam ketiga putusan tersebut.

Menurut peneliti diantara ketiga putusan tersebut, pertimbangan

pada putusan PN No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska adalah yang paling tepat,

dikarenakan di dalam putusan tersebut pertimbangan-pertimbangan hakim

yang dipakai tidak hanya melihat dari aspek yuridisnya saja, akan tetapi

hakim juga melihat dari aspek sosial.

Pertimbangan-pertimbangan hakim pada putusan PN No

04/pdt.P/20 11/PN.Ska, antara lain:

a. Pemohon I, DJIAUW, PING SHEN yang beragama Kristen dan

Pemohon II IPUNG INDR1YANI yang beragama Islam yang

masing- masing tidak berniat untuk melepaskan keyakinan agamanya

dapat melangsungkan perkawinan di hadapan Pejabat pada Kantor

Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta.

b. fakta-fakta sebagaimana terungkap dipersidangan dihubungkan

dengan ketentuan tentang syarat- syarat perkawinan dalam Undang-

Undang Perkawinan No.l Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada

Pasal: 6 ayat (1) tentang persetujuan kedua calon mempelai dan

ketentuan Pasal: 7 tentang usia perkawinan, maka Para Pemohon

telah memenuhi syarat materil untuk melangsungkan perkawinan;

c. perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan

perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal: 8 huruf (f)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka

Page 28: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

39

merujuk pada ketentuan Pasal: 35 huruf (a) Undang-Undang No: 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan maka persoalan

permohonan perkawinan beda agama adalah menjadi weenang

Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskannya ;

d. Menimbang, bahwa dari fakta- fakta yang terungkap di persidangan,

Pemohon I dan Pemohon II sebagai Warga Negara Indonesia dan

adalah berhak untuk mempertahankan keyakinan agamanya termasuk

membentuk rumah tangga yang dilakukan oleh dua calon yang

berbeda agama, hal mana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Pasal: 29 Undang- Undang Dasar 1945 tentang kebebasan memeluk

Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ;

e. Menimbang, bahwa Undang-Undang Perkawinan No.l Tahun 1974

dalam pasal 8 huruf (f) yang mengatur larangan untuk melaksanakan

perkawinan oleh dua calon mempelai yang berbeda agama dan

secara tegas juga tidak mengatur perkawinan Calon mempelai yang

beda agama ;

f. Menimbang, bahwa Undang-Undang Perkawinan No.l Tahun 1974

dalam Bab XIV Ketentuan Penutup Pasal 66 menyatakan : Untuk

Perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

perkawinan berdasarkan Undang- Undang ini, maka dengan

berlakunya Undang-Undang ini ketentuan diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74

(Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan

Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No. 158 )

Page 29: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

40

dan peraturan - peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan

sejauh telah diatur dalam Undang- Undang ini, dinyatakan tidak

berlaku ;

g. Menimbang, bahwa pada Penjelasan Atas Undang- Undang Republik

Indonesia Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada

Penjelasan Umum: Angka 5 menyebutkan "Untuk menjamin

kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang

berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-

undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada

adalah sah. Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal undang-

undang ini tidak mengatur, dengan sendirinya berlaku ketentuan

yang ada;

h. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas,

Pengadilan berpendapat bahwa oleh karena Undang -Undang

Perkawinan No.l Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak secara tegas

mengatur tentang perkawinan yang dilaksanakan oleh umat yang

berlainan agama dimana Para Pemohon bersikukuh tetap

mempertahankan keyakinan agamanya masing-masing, maka

ketentuan- ketentuan dalam Stbl: 1898 No.158 tentang Peraturan

Perkawinan Campuran dapat diterapkan dalam permohonan Para

Pemohon;

Dapat dilihat dari pertimbangan-pertimbangan hakim pada putusan

PN No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska diatas, di dalam pertimbangan tersebut

Page 30: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

41

hakim melihat lebih banyak dari aspek sosialnya dibandingankan pada

putusan PN No 115/pdt.P/2008/PN.Ska dan PN No

421/pdt.P/2013/PN.Ska.

Peneliti menggunakan alasan tersebut karena menurut peneliti

didalam putusan permohonan perkawinan beda agama, pertimbangan

menggunakan aspek sosial dirasa lebih tepat dibandingkan pertimbangan

yang tidak menggunakan aspek sosial melainkan hanya melihat dari aspek

yuridis. Hal tersebut dikarenakan belum adanya kepastian hukum tentang

perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda.

2. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Memberi Izin untuk

Melangsungkan Perkawinan Beda Agama

a. Terhadap dasar hukum yang digunakan

1) Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74

(Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan

Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No.

158 ) dan Pasal 66 UU Perkawinan Tahun 1974

Digunakan sebagai dasar hukum bagi putusan no. 115 dan 04

Dasar hukum ini berisikan petunjuk bahwa perkawinan antar umat

yang berbeda agama dapat dilaksanakan di Catatan Sipil. Mengapa

dasar hukum ini digunakan karena memang Undang-undang ini

masih berlaku berhubung Pasal 66 UU Perkawinan No. 1 Tahun

1974 yang memungkinkan berlaku selama mengatur hal yang

belum diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Dengan

demikian ini menunjukkan bahwa perkawinan oleh mereka yang

Page 31: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

42

berbeda agama tidaklah dilarang dan dapat dilangsungkan di

Catatan Sipil. Jadi tidaklah bisa dikatakan bahwa perkawinan antar

mereka yang berbeda agama itu dilarang.

2) Penggunaan dasar hukum Pasal 29 UUD 1945 dan Piagam PBB

tahun 1948 dan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 10 ayat

(1)

Hendak menunjukkan bahwa memeluk agama merupakan hak

azasi manusia karena itu kebebasan memeluk dan mempertahankan

agamanya adalah hak setiap orang, jika mereka-mereka ini akan

kawin tidak harus dibatasi, sehingga penggunaan dasar hukum ini

tidaklah keliru dan telah sesuai dengan hukum.

3) Pasal 8 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

Pasal ini memuat alasan-alasan larangan perkawinan. Pengaturan

pada pasal ini harus difahami sebagai larangan yang sifatnya

limitatif. Artinya larangan yang dituliskan di pasal ini tak boleh

dilanggar. Sementara perbedaan agama di pasal ini termasuk yang

tidak di larang karena tidak termasuk yang disebutkan. Bila melihat

huruf f Pasal 8 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 berbunyi

perkawinan di larang antar orang-orang yang mempunyai

hubungan yang oleh agamanya atau peraturan yang berlaku

dilarang kawin, secara gramatikal tidaklah menunjuk pada

perbedaan agama dilarang untuk melakukan perkawinan.

4) Pasal 35 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

43

Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

berlaku pula bagi:

Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah yang

dimaksud dengan ”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan”

adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda

agama. Penggunaan dasar hukum ini adalah dalam rangka untuk

menguatkan bahwa perkawinan oleh mereka yang berbeda agama

tidaklah dilarang dan dapat ditetapkan oleh Pengadilan. Jadi

tidaklah bisa dikatakan bahwa perkawinan antar mereka yang

berbeda agama itu dilarang.

b. Terhadap pertimbangan hakim

Putusan No. 115 dan 04 sama-sama memberi pertimbangan

bahwa sepakat untuk melaksanakan kawin berbeda agama dan tidak

hendak melepaskan agamanya sesuai dengan dasar hukum yang

digunakan diatas yaitu 1) Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl.

1993 No.74 (Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan

Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl

1898 No. 158 ) dan Pasal 66 UU Perkawinan Tahun 1974; 2) Pasal 29

UUD 1945 dan Piagam PBB tahun 1948 dan UU No 39 tahun 1999

tentang HAM pasal 10 ayat (1); 3) Pasal 8 UU Perkawinan No. 1

Tahun 1974; 4) Pasal 35 UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan di atas, dengan demikian antara dasar hukum dan

pertimbangan hakim tersebut sesuai dengan hukumnya bahwa

Page 33: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

44

perkawinan beda agama tidak dilarang oleh peraturan perundangan di

Indonesia. Hakim-hakim tersebut menggunakan dasar hukum dan

membuat pertimbangan berdasarkan pada dasar hukum yang

komprehensif. Dasar hukum yang digunakan tidak hanya mengacu

kepada satu sumber peraturan perundang-undangan, melainkan secara

menyeluruh. Hal ini disebabkan perkawinan beda agama melibatkan

banyak institusi, seperti lembaga lintas keagamaan, pengadilan, PBB

yang terkait dengan hak asasi manusia, administrasi kependudukan,

dan lembaga masyarakat lainnya.

3. Perbedaan-Perbedaan Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim

dalam Memberi Izin untuk Melangsungkan Perkawinan Beda Agama

Dasar hukum yang digunakan pertimbangan hakim dalam memberi

izin untuk melangsungkan perkawinan beda agama pada putusan PN No

115/pdt.P/2008/PN.Ska adalah:

1) Pasal 8 UU Perkawinan tahun 1974; 2) Pasal 29 UUD 1945 dan

Piagam PBB tahun 1948; dan 3) Pasal 66 bab XIV Ketentuan Penutup UU

Perkawinan Tahun 1974, sedangkan putusan PN No 04/pdt.P/20

11/PN.Ska menggunakan dasar hukum 1) Undang Pokok Perkawinan

Nomor : 1 Tahun 1974; 2) Undang- Undang Nomor : 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Kependudukan beserta penjelasannya (vide Surat

Keterangan Rekes dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota

Surakarta tanggal 12 Januari 2011 Nomor: 474.2/29/201 1). Sementara

putusan PN No 421/pdt.P/2013/PN.Ska menggunakan dasar hukum 1)

Page 34: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

45

Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan tahun 1974; 2) PP No 9 tahun

1975 pasal 10ayat (2); 3) UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia pasal 10 ayat (1); dan 4) Menimbang, bahwa hal ini juga

didasarkan pada Putusan MARI no. 1400 K/ Pdt/1986 tertanggal 20

Januari 1989 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin

perkawinan beda agama.

Adapun perbedaan pertimbangan hakim dalam penetapan

keputusan, pada putusan PN No 115/pdt.P/2008/PN.Ska, disebutkan 1)

Pemohon sepakat melangsungkan pernikahan beda agama atas dasar cinta

dan kasih sayang; 2) Para Pemohon telah mengajukan Permohonan

Pencatatan Perkawinan secara Beda Agama tersebut di Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta tetapi ditolak; 3) Orang

tua kedua pemohon telah mengetahui, menyetujui dan telah memberi izin;

4) Pasal 8 UU Perkawinan tahun 1974; 5) Pasal 29 UUD 1945 dan Piagam

PBB tahun 1948; dan 6) Pasal 66 bab XIV Ketentuan Penutup UU

Perkawinan Tahun 1974. Pertimbangan hakim pada putusan No

04/pdt.P/2011/PN.Ska, yang membedakan dengan putusan lainnya adalah

1) kedua pemohon tetap hendak melangsungkan perkawinan di hadapan

Pejabat pada Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota

Surakarta, dan tidak berniat untuk melepaskan keyakinan agamanya; 2)

kedua calon mempelai telah memenuhi syarat materil Pasal: 7 tentang usia

perkawinan; 3) Pemohon berhak untuk mempertahankan keyakinan

agamanya sebagaimana Pasal: 29 Undang- Undang Dasar 1945 tentang

kebebasan memeluk Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 4) pasal

Page 35: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

46

8 huruf (f) Undang-Undang Perkawinan No.l Tahun 1974 tidak mengatur

secara tegas perkawinan Calon mempelai yang beda agama; 5) Penjelasan

Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan pada Penjelasan Umum: Angka 5 menyebutkan "untuk

menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang

berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang- undang ini

berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah.

Perbedaan pertimbangan hakim yang terdapat dalam putusan PN No

421/pdt.P/2013/PN.Ska dibandingkan putusan pertama dan kedua di atas

adalah 1) Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan tahun 1974; 2) PP No 9

tahun 1975 pasal 10ayat (2); 3) UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia pasal 10 ayat (1); 4) adanya Putusan MARI no. 1400 K/ Pdt/1986

tertanggal 20 Januari 1989 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang

izin perkawinan beda agama.

4. Persamaan dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memberi

izin untuk melangsungkan perkawinan beda agama

Adapun persamaan dasar hukum hakim dalam penetapan

keputusan, pada putusan PN No 115/pdt.P/2008/PN.Ska, disebutkan

Undang-Undang Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi

Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan Campuran

(Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No. 158 ). Dasar hukum

hakim pada putusan No 04/pdt.P/2011/PN.Ska, yang sama dengan putusan

lainnya adalah 1) Ps 1 UU Perkawinan th 1974 juncto Ps 35 UU No 23

Administrasi Kependudukan th 2006,; dan 2) Undang-Undang Hukum

Page 36: BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN 1.1. Kajian Teori€¦ · agama, landasan teori yang digunakan sebagai pendekatan (approach) adalah Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)

47

Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi Perkawinan Indonesia

Kristen), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde

Huwelijke Stbl 1898 No. 158). Persamaan dasar hukum hakim yang

terdapat dalam putusan PN No 421/pdt.P/2013/PN.Ska dibandingkan

putusan pertama dan kedua di atas adalah Pasal 35 UU No 23 Administrasi

Kependudukan tahun 2006.

Persamaan pertimbangan hakim dalam memberi izin untuk

melangsungkan perkawinan beda agama pada putusan PN No

115/pdt.P/2008/PN.Ska adalah UU Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993

No.74 (Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan

Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No. 158 ),

sedangkan putusan PN No 04/pdt.P/20 11/PN.Ska menggunakan

pertimbangan 1) Pasal: 35 huruf (a) UU No: 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan; 2) UU Perkawinan No.l Tahun 1974 dalam

Bab XIV Ketentuan Penutup Pasal 66 menyatakan: Untuk Perkawinan dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan

Undang- Undang ini, maka dengan berlakunya UU ini ketentuan diatur

dalam Kitab UU Hukum Perdata, HOCI Stbl. 1993 No.74 (Ordonansi

Perkawinan Indonesia Kristen), Peraturan Perkawinan Campuran

(Regeling op de gemengde Huwelijke Stbl 1898 No. 158). Sementara

putusan PN No 421/pdt.P/2013/PN.Ska menggunakan pertimbangan Pasal

35 UU No 23 Administrasi Kependudukan tahun 2006.